• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PEMAIIAMAN PENJUAL JAMU GENDONG TERHADAP ASPEK KEAMANAII, KHASIAT, DAI\ MUTU OBAT TRADISIONAL DI KELURAHAN KLITREN, GONDOKUSUMAN, YOGYAKARTA TAHTIN 2OO9 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Pr

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "KAJIAN PEMAIIAMAN PENJUAL JAMU GENDONG TERHADAP ASPEK KEAMANAII, KHASIAT, DAI\ MUTU OBAT TRADISIONAL DI KELURAHAN KLITREN, GONDOKUSUMAN, YOGYAKARTA TAHTIN 2OO9 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Pr"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAI{ PEMAHAMAN PENJUAL JAMU GENDONG TERIIADAP

ASPEK KEAMANAII, KHASIAT, DAN MUTU OBAT

TRADISIONAL DI KELURAHAN KLITREN.

GONDOKUSUMAN, YOGYAKARTA

TAHTIN 2OO9

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

O l e h :

Antonius Budi Hermawan

NIM :058114030

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)

KAJIAN PEMAIIAMAN PENJUAL JAMU GENDONG TERHADAP

ASPEK KEAMANAII, KHASIAT, DAI\ MUTU OBAT

TRADISIONAL DI KELURAHAN KLITREN,

GONDOKUSUMAN, YOGYAKARTA

TAHTIN 2OO9

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh

Gelar Sarjana

Farmasi

(S.Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

O l e h :

Antonius Budi Hermawan NIM :058114030

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(3)

HALAMAN PERSETUJUAII PEMBIMBING

Skripsi

KAJIAN PEMAIIAMAN PENJUAL JAMU GENDONG TERIIADAP

ASPEKKEAMANAN, KHASIAT, DAIY MUTU OBAT

TRADISIONAL DI KELURAHAN KLITRENT

GONDOKUSUMAN, YOGYAKARTA

TAHT]N 2OO9

Yang diajukan oleh :

Antonius Budi Hermawan

N I M : 0 5 8 1 1 4 0 3 0

Skripsi ini telah disetujui oleh :

Dosen Pembimbing

Yustina Sri Hartini, M.Si., Apt.

Tanggal : 12 Agustus 2009

(4)

HALAMAI\I PENGESAIIA}{

Pengesahan

skripsi berjudul

KAJIAI\ PEMAHAMAN PENJUAL JAMU GENI}ONG TERIIADAP

ASPEK KEAMANAN, KHASIATN DAI{ MUTU OBAT

TRADISIONAL DI KELURAHAN KLITREN,

GONI}OKUSUMAN, YOGYAKARTA

TAHUN 2OO9

O l e h :

Antsnius Budi Hermawan

0581

14030

Dipertahankar di hadapan

Panitia Penguji Skripsi

Fakultas Farmasi

Universitas Sanata

Dharma

Pada

tanggal: 12 Agustus

2009

Mengetahui

Fakultas Farmasi

Universit*s Sanata

Dharma

Pembimbing:

.

Jt-'

Yustina Sri Hartini, M.Si., Apt.

Panitia Penguji :

Yustina Sri Hartini, M.Si., Apt.

Yohanes

Dwiatmaka,

M.

Si-Dr. C. J. Soeg:hardjo,

Apt.

(5)

HALAMAN PERSEMBAHAN

Kupersembahkan buat: Yesus Kristus dan Bunda Maria yang memberikan rahmat berlimpah dan selalu membimbingku setiap saat

Almarhum ibunda Vincentia Sri Wuryanti yang telah mendahuluiku Ayahanda Hermanus Yosef Haryanto untuk cinta dan kasih sayangnya

(6)

LEMBAR PER}IYATAAIY PERSETUJUAI\I PUBLIKASI KARYA ILMIAH

T]NTT'K KEPENTINGAI\I AKADEMIS

Yang bertanda

tangan di bawah ini, saya mahasiswa

Universitas Sanata

Dharma:

Nama

: Antonius Budi Hermawan

Nomor Mahasiswa : 058114030

Demi pengembangan

ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan

Universitas Sanata

Dharma karya iltniah saya yang berjudul:

KAJIAN PEMAHAMAN PENJUAL JAMU GENDONG TERIIADAP

ASPEK KEAMANAII, KIIASIAT, DAIY MUTU OBAT

TRADISIONAL DI KELURAHAN KLITREN,

GONDOKUSUMAN, YOGYAKARTA

TAHTJN 2OO9

Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan

kepada Perpustakaan

Universitas Sanata

Dharma hak untuk menyimpan,

mengalihkan

dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan datq

mendistibusikan secara terbatas, dan mempublikasikan di Internet atau media lain

untuk kepentingan

akademis

tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan

royalti kepada saya selamatetap

mencantumkan

nama saya sebagai

penulis.

Demikian pemyataan

ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta.

Pada Tanggal: l9 Agustus 2009

Yang menyatakan,

' e {/

(7)

PRAKATA

Puji dan sy.ukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul "Kajian Pemahaman Penjual Jamu Gendong Terhadap Aspek Keamanann Khasiat, dan Mutu Obat Tradisional di Kelurahan Klitren, Gondokusuman, Yogyakarta Tahun 2009". Penulis menyadari dalam menyelesaikan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Yustina Sri Hartini, M.Si., Apt. selaku Dosen Pembimbing dalam penyusunan skripsi ini. Terima kasih atas bimbingan, arahan, dan kesabaran yang diberikan kepada penulis selama menjadi pembimbing dalam proses penyusunan skripsi dari awal hingga akhir.

2. Yohanes Dwiatmaka, M.Si. selaku Dosen Penguji skripsi yang telah memberikan saran dan kritik yang bermanfaat sehingga penyusunan skripsi menjadi lebih baik.

3. Dr. C. J. Soegihardjo, Apt. selaku Dosen Penguji skripsi yang telah memberikan saran dan kritik yang bermanfaztbagi skripsi ini.

4. Rita Suhadi, M. Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta sekaligus pembimbing akademis yang selalu memberikan motivasi terhadap penulis.

5. Dinas Perijinan Kota Yogyakarta, Walikota Yogyakarta, Camat Gondokusuman, Lurah Klitren terima kasih telah memberikan ijin penelitian dan membantu penulis memperoleh informasi yang dibutuhkan.

(8)

6. Semua wanita penjual ja-u gendong di Kelurahan Klitren yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini dengan bersedia mengisi kuisioner dan wawancaraatas wakfu dan kerelaannya.

7. Teman-teman Jaka Ahmad Zulkamain Stefanus Dani Cahya Pamungkas, Yohanes Heri Pranoto, Aloysius Prianto Raharjo, Rintis Kartikajati terima kasih atas dorongan, semang at, danbantuannya.

8. Teman-teman kelas A dan FST 2005 atas kebersamffurnya selama ini. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada skripsi ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi Dinas Kesehatan bagian obat tradisional, orang-orang yang peduli dan tergerak hati membantu berupa penyuluhan, pelatihan, materiil kepada para penjual wanita jamu gendong dimanapun mereka berada.

Yogyakarta, Juni 2009

Penulis

(9)

PER}IYATAAIY KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan

dengan sesungguhnya

bahwa skripsi yang saya tulis ini

tidak memuat karya atau bagian kanya orang lain, kecuali yang telah disebutkan

dalam kutipan dan daftar pustak4 sebagaimana

layaknya karya iltniah.

Yogyakartar Juni 2009

Penulis

,.) |

ru

Antonius Budi Herma

(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

HALAMAN PERSETUruAN PEMBIMBING

TL{LAIvL\N PENGESAHAN

HALAMAN PERSEMBAHAN

111 IV

PRAKATA

V1

tx

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

v11l

xl11

xrv

DAFTAR ISl

DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMBAR

DAFTAR LAMPIRAN

INTISARI

xvl

xvii I I

J

J

4

4

4

4

ABSTRACT

BAB I. PENGANTAR

A. Latar Belakang

l. Permasalahan

B. Tujuan Penelitian

l. Tujuan umum

2. Tujuan khusus

2. Keaslian penelitian 3. Manfaat penelitian
(11)

BAB II. PENELAAHANI

PUSTAIL{

6

A. Obat Tradisional

...

6

B. Peraturan

Terkait Obat Tradisional

.'

11

C. Keamanan,

Khasiat, dan Mutu Obat Tradisional

14

D. Jamu Gendong

17

E. Penelitian

tentang

Jamu Gendong

18

BAB III METODOLOGI

PENELITIAN ...

20

A. Jenis dan Rancansan

Penelitian

20

B. Definisi

Operasiona1...

20

C. Subyek

Penelitian

dan Teknik Penelitian

2l

D. Instrumen

Penelitian

2l

E. TataCaraPenelitian

23

1. Studi

pustaka...

23

2. Analisis situasi

23

3. Pembuatan

kuesioner

24

4. Uji pemahaman

bahasa

dan uji validitas

24

5. Penyebarankuesioner

24

F. Analisis

Data Penelitian...

25

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...

26

A. Karakteristik

Responden

.. 26

l . U s i a . . .

2 6

2. Pendidikan

27

(12)

4. Pendapatanperbulan 28 B. Pemahaman Aspek Keamanan, Khasiat, dan Mutu JG ... 29

1. Cemaran mikroba makanan 29

2. Sumber cemaran 30

3. Bahan kimia obat ... 30

4. Pengujian laboratoris 31

5. Personalia 32

6. Pencucian 33

7. Perajangan 34

8. Pengeringan 34

9- Penyimpanan 35

10. Pengolahan 37

C. Penerapan Pemahaman Aspek Keamanan, Khasiat, dan Mutu Obat Tradisional padaPembuatan dan Penjualan Jamu Gendong 37

l. Bahan baku ... 38

2. Pencucian 39

3. Pengeringan 40

4. Penyimpanan... 44

5. Wadah 45

6. Penjualan 46

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.... 50

A. Kesimpulan... 50

B. Saran.. 51

(13)

DAFTAR PUSTAKA

52

5 5

LAMPIRAN

BIOGRAFI PENULIS

(14)

Tabel I.

Tabel IL

Tabel III.

Tabel IV.

Tabel V.

Tabel VI. Tabel VII. Tabel VIII. Tabel IX.

DAFTAR TABEL

Pemahaman responden mengenai jamu gendong dapat

tercemar.... 29

Pengetahuan responden bahwa wadah, cara penanganan,

pengolahan merupakan sumber cemaran 30 Kebutuhan responden terhadap pengujian jamu gendong ... 3l Kebutuhan responden akan pelatihan ... 32 Kebiasaan responden dalam kondisi sakit tetap membuat

jamu gendong ... 32

Responden mencuci bahan baku hanya sekali 33 Lama penyimpanan bahan baku tidak lebih dari dua hari ... 36 Responden mengolah bahan baku yang rusak menjadi jamu . 37 Wama bagian tengah bahan baku kencur 38

(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Karakteristik usia responden

Gambar 2. Karakteristik tingkat pendidikan responden

Gambar 3. Karalteristik pekerjaan responden selain penjual JG ... Gambar 4. Karakteristik pendapatan per bulan responden

Gambar 5. Sumber air pencucian bahan baku... Gambar 6. Jangka waktu pengeringan bahan baku

Gambar 7. Tempat responden melakukan pengeringan bahan baku ... 42

Gambar 8. Alat bantu dalam proses pengeringan bahan baku ... 43

Gambar 9. Alatuntuk menyimpan bahan baku ... 44

Gambar l0.Tempat menyimpan bahan baku ... 44

Gambar ll.Wadah jamu gendong ... 45

Gambar l2.Alasan memilih botol kaca .. 45

Gambar l3.Jumlah konsumen 46 Gambar l4.Frekuensi jualanjamu 46 Gambar l5.Penggantian air .. 47

Gambar l6.Sumber mata air 47 Gambar lT.Pencucian selas 48 Gambar l8.Mengolah kembali sisa jamu gendong .. 49

26

27

27

28

3 9

4 l

(16)

DAITTAII LAMPIRAN

Lampiran 1. Lembarkuesioneruji... 56

Lamptan2. Karalderistik responden .. 60

Lampiran 3. Tabel kuesioner hasil jawaban responden ...'... 6l Lampiran 4. Ijin Penelitian Pemerintah Kota Yogyakarta 62 Lampiran 5. Ijin Penelitian Kecamatan Gondokusuman

dan Kelurahan Klitren 63

(17)

INTISARI

Jamu gendong termasuk dalam obat tradisional yang tidak dipersyaratkan untuk melalui proses evaluasi dari pemerintah. Maka pemahaman dan p.n"rupun pemahaman obat tradisional dari penjual gendonglah yang akan sangat menentukan keamanan, khasiat, mutu dari produk yang dihasilkan.

Penelitian ini termasuk jenis penelitian populasi. Instrumen penelitian berupa kuisioner. D ata y ang dipero leh di olah dengan stati stik deskripti f.

Pemahaman responden bahwa jamu gendong dapat tercemar (26,67vo), tahu sumber pencemarannya (6,67Yo), tidak menggunakan Bahan Kimia obat (100%), dan tahu kebutuhan pengujian (6,67yo). Kebutuhan pelatihan (40%), kondisi sakit tidak membuat iamu (73,33o1o), mencuci bahan baku berulangkali (93,33%). Semua responden belum paham pentingnya perajangan dan penyimpanan alat bahan, pengeringan lebih dari sehari (13,33oh), menyimpan bahan baku kurang dari dua hari (80%), dan tidak mengolah bahan baku rusak (80%).

Penerapan responden mampu mengenali wama bahan baku (73,3304), mencuci bahan baku dengan air sumur kondisi bening (86,67o/o),pengeringan bahan baku dengan panas sinar matahari selama 2 hari (13,33%) di atas genting (60%) menggunakan alat tampah maupun karung goni (86,6702), belum diterapkan pemahaman toiaisi kering, penggunaan alat untuk menyimpan bahan baku (100%) yang diletakkan di dalam lemari \20W. Dalam penjualan menggunakan botol kaca (86,670/o) dengan alasan tahan hangatnya (76,92%) dengan lama pemakaian sampai pecah. Semua- responden tidak mendapat keluhan dari konsumen, penggantian air dilakukan setelah 2-3 iali pencucian gelas (73,33o/o) menggunakan air pAM (55,56%) dan disabun (93,33o/e, 6,alN) responden meletakkan gelas cuciannya dengan baik, dan sisa jamu tidak diolJh kembali

(r00%).

Kata kunci : pemahaman, penerapan, jamu gendong, aman, khasiat, dan mutu

(18)

ABSTRACT

Jamu gendong is considered as a traditional medicine which is not to have a evaluation process from government so that the knowledge, comprehension, and application at traditional medicine from the sellers of jamu gendong are important to determine the safety, efficacy, and quality of the jamu product which is ready to consume.

This research is included as a kind of population research. The instrument of this research is questioner. The data is processed with the way of descriptive statistic.

The respondents understand that jamu gendong can be contaminated (26,67%) and know the sources of pollution (6,67Vo). They do not use the medicine chemistry substance (100%) and know the need of test (6,67Yo). The needed of training (40%), not allowed to makeTamu vrhen they are sick (73,33Yo), to wash several times the raw materials from which jamu is produced (93,3304), they do not know the need of process of cutting the materials into small pieces, they need to get the substances dried up in a day (13,33Yo), they do not know that they should save the tools of process in different places, they should not save the raw materials more than two days (80%), and they should not use the bed materials for jamu (80%).

Application: the respondents are capable to identiff the color of raw materials (73,33yo), they wash the materials with clean and hygienist water (86,670 ), they dry up the raw materials by using direct sunshine for two days (13,33%) on the roof-tail (60%) by using winnowing tray or gunny-sack (86,670/o), they do not apply the need of dry condition, they use tools to save the materials (100%) in the specific case (20Yo). In way of selling, they use the glass bottles (86,67%) for the reason of warm-keeping (76,92yo), they do not get any critical comments from their consumers, they understand that they need to refill the water used to wash the drinking glasses after 2-3 times-used (73,33%) using PAM water (55,56%) and need to clean by using soap (93,33Yo), they do know where they should put the clean drinking glasses after being used (6,67%o), they do not recycle usedjamu (100%).

Key words: comprehension, application,jamu gendong; safety, efficacy, quahty.

(19)

BAB I

PENGANTAR

A. Latar Belakang

Obat tradisional, yaitu bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman (Anonim, 1992). Pemerintah Indonesia melalui Undang-Undang

no.23 tahun 1992 tentang kesehatan mensyaratkan bahwa obat tradisional yang merupakan salah satu sediaan farmasi harus memenuhi standard dan atau persyaratan yang ditentukan.

(20)

telah ditetapkan pemerintah melalui Departemen Kesehatan pada bulan Maret tahun 2007, yakni bahwa adarrya dorongan terhadap pemanfaatan sumber daya alam Indonesia secara berkelanjutan untuk digunakan sebagai obat tradisional demi peningkatan pelayanan kesehatan dan ekonomi.

Berdasarkan Permenkes RI No: 246lMenkeslPerNll990 pasal 2: usaha mendirikan usaha jamu gendong tidak memerlukan ijin; pasal 3: jamu gendong yang diproduksi, diedarkan tidak perlu didaftarkan ke Pemerintah. Dari peraturan ini menunjukkan bahwa jamu gendong tidak dipersyaratkan untuk melalui proses evaluasi dari pemerintah. Oleh karena itu pengetahuan, pemahaman, dan penerapan pemahaman tentang obat tradisional dari para penjual jamu gendonglah yang akan menentukan keamanan, khasiat, dan mutu dari produk yang kemudian dikonsumsi masyarakat luas.

(21)

mana penerapannya dalam proses penyiapan, pembuatan, dan peiayanan jamu gendong.

Informasi hasil penelitian ini dapat ditindaklanjuti berupa penyuluhan, training, pengujian jamu gendong secara laboratoris yang semuanya ini dikaitkan dengan aspek keamanan, khasiat, dan mutu obat tradisional. Sehingga selain sebagai mata pencaharian keluarga penjual jamu gendong dapat diandalkan dalam membantu upaya kesehatan masyarakat.

1. Permasalahan

a. Bagaimana karakteristik responden penjual jamu gendong di Kelurahan Klitren, Gondokusuman, Yogyakarta?

b. Bagaimana pemahaman penjual jamu gendong terhadap aspek keamanan, khasiat, dan mutu obat tradisional yang meliputi: cemaran mikroba makanan, sumber cemaran, bahan kimia obat, pengujian laboratoris, personalia, penyiapan bahan baku (pencucian, perajangan, pengeringan, penyimpanan, pengolahan)?

c. Bagaimana penerapan pemahaman aspek keamanan, khasiat, dan mutu dalam pembuatan serta pelayanan jamu gendong yang meliputi: penyiapan bahan baku, pengolahan, dan penjualan?

2. Keaslian penelitian

(22)

3. Manfaat penelitian

Manfaat praktis dari penelitian ini diharapkan peneliti dapat memberikan sumbangan bagi Dinas Kesehatan khususnya pada bagian obat tradisional dan semua pihak yang mempunyai kepedulian terhadap jamu gendong untuk dipertimbangkan dan ditindaklanjuti, yaitu berupa pembinaan, pengawasan dalam proses pembuatan jamu gendong yang aman, khasiat, dan bermutu serta peningkatan taraf hidup para penjual jamu gendong.

B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pemahaman penjual jamu gendong serta penerapan pemahaman aspek keamanan, khasiat, dan mutu obat jamu gendong pada pembuatan serta pelayanan terutama bagi penjual jamu gendong yang bertempat tinggal di Kelurahan Klitren, Gondokusuman Yogyakarta.

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui karakteristik responden penjual jamu gendong di Kelurahan Klitren, Gondokusuman, Yogyakarta.

(23)
(24)

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Obat Tradisional

Definisi obat tradisional berdasarkan Undang-Undang No.23 Tahun 1992 Tentang:Kesehatan adalah bahan atau ramuan yang berupa turnbuhan, hewan, mineral, dan campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman (Anonim, 1992).

Obat tradisional telah dikenal secara turun-temurun dan digunakan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan akan kesehatan. Pemanfaatan obat tradisional pada umumnya lebih diutamakan sebagai upaya menjaga kesehatan atau preventif, meskipun ada pula upaya sebagai pengobatan suatu penyakit. Semakin berkembangnya obat tradisional yang ditambah dengan gema "kembali ke alam", hal ini telah meningkatkan popularitas obat tradisional (Handayani dan Suharmiati,2002).

Menurut Handayani dan Suharmiati (2002), obat tradisional dapat diperoleh dari berbagai sumber sebagai pembuat yang memproduksi obat tradisional, obat tradisional dapat dikelompokkan menjadi tiga.

1. Obat tradisional buatan sendiri

(25)

menyediakan bahan jamu yang dapat dimanfaatkan untuk menunjang kesehatan keluarga dan lebih mengarah kepada self care untuk menjaga kesehatan anggota keluarga. Sumber tanaman disediakan oleh masyarakat sendiri, baik secara individu, keluarga, maupun kolektif dalam suatu lingkungan masyarakat. Bumbu dapur yang dijual di pasar tradisional,padaumumnya juga merupakan bahan baku jam,r.

2. Obat tradisional berasal dari pembuat jamu I herbalist

Membuat jamu merupakan salah satu profesi yang jumlahnya masih cukup banyak. Salah satunya adalah pembuat sekaligus penjual jamu gendong. Pembuat jamu gendong merupakan salah satu penyedia obat tradisional dalam bentuk cairan minuman yang sangat digemari masyarakat.

Jamu gendong sangat populer. Tidak hanya di pulau Jawa, tetapi juga dapat dijumpai di berbagai pulau di Indonesia. Segala lapisan masyarakat sangat membutuhkan kehadiran jamu gendong, meskipun tidak dapat dipungkiri banyak masyarakat dari lapisan bawah yang menggwrakan jasa mereka. Selain jamu gendong yang umum dijual (kunir asam, sinom, mengkudu, pahitan, beras kencur, cabe puyang, dan gepyokan), mereka juga mampu menyediakan jamu khusus sesuai pesanan (iamu habis bersalin dan jamu untuk mengobati keputihan).

(26)

jumlahnya, sehingga kalah bersaing dengan industri yang mampu menyediakan jamu dalam bentuk yang lebih praktis.

3. Obat tradisional buatan industri

Obat tradisional terdiri dari berbagai jenis tanaman dan bagian tanaman. Sesuai Sistem Kesehatan Nasional, maka obat tradisional yang terbukti berkhasiat perlu dimanfaatkan dan ditingkatkan kualitasnya. Untuk membuktikan khasiatnya, sampai saat ini telah banyak dilakukan penelitian. Penelitian yang telah dilakukan terhadap tanaman obat sangat membantu dalam pemilihan bahan baku obat tradisional. Pengalaman empiris ditunjang yang dengan penelitian dapat semakin memberikan keyakinan akan khasiat dan keamanan obat tradisional (Handayani dan Suharmiati,2002).

Obat tradisional merupakan campuran bahan-bahan yang berasal dari bagian tanaman yang dikenal dengan simplisia. Agar diperoleh simplisia yang baik harus melalui tahapan seperti berikut.

a. Pengumpulan bahan baku

Kadar senyawa aktif dalam suatu simplisia berbeda-beda arftara lun tergantung pada bagian tanaman yang digunakan, umur tanaman atau bagian tanaman pada saat panen, waktu panen, dan lingkungan tempat tumbuh.

b. Sortasi basah

(27)

mengandung bermacam-macam mikroba dalam jumlah yang tinggi. Oleh karena itu, pembersihan simplisia dari tanah yang terikut dapat mengurangi junlah mikroba.

c. Pencucian

Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan pengotoran lainnya yang melekat pada bahan simplisia. Pencucian dilalokan dengan air bersih(air sumrr atau air PAM). Pencucian satu kali dapat menghilangkan 25Yo mikroba awal; dan jika dilalcukan pencucian sebanyak tiga kali, jumlah mikroba yang tertinggal hanya 42% dar' mikroba awal. Cara sortasi dan pencucian sangat mempengaruhi jenis dan jumlah mikroba awal simplisia. Jika air yang digunakan untuk pencucian kotor, maka jumlah mikroba pada permukaan bahan dapat mempercepat pertumbuhan mikroba lainnya.

d. Perajangan

Beberapa jenis bahan simplisia perlu mengalami proses perajangan. Perajangan bahan simplisia dilalnrkan untuk mempermudah proses pengeringan, pengepakan, dan penggilingan.

e. Pengeringan

Tujuan pengeringan ialah untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak, sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama. Dengan mengurangi kadar air dan menghentikan reaksi enzimatik akan dicegah penunrnan mutu atau perusakan simplisia.

(28)

1 0

pengeringan, yaitu suhu pengeringan, kelembaban udata, aliran udara, waktu pengeringan, dan luas permukaan bahan. Pada pengeringan bahan simplisia tidak dianjurkan menggunakan alat dari plastik.

Cara pengeringan yang salah dapat mengakibatkan bahan luar kering tetapi bagian dalamnya masih basah. Hal ini dapat disebabkan karena irisan bahan simplisia yang terlalu tebal, suhu pengeringan terlalu tinggi, sehingga menyebabkan penguapan air permukaan bahan jauh lebih cepat daripada difusi air dari dalam ke permukaan tersebut, sehingga permukaan bahan menjadi keras dan menghambat pengeringan selanjutnya. Masalah ini dapat mengakibatkan kerusakan atau kebusukan di bagian dalam bahan yang dikeringkan.

f. Sortasi kering

Sortasi setelah pengeringan sebenarnya merupakan tahap akhir pembuatan simplisia. Tujuan sortasi untuk memisahkan benda-benda asing seperti bagian-bagian tanaman yang tidak diinginkan dan pengotoran-pengotoran lain yang masih terdapat pada simplisia kering. Proses ini dilakukan sebelum simplisia dibungkus yang kemudian akan disimpan.

g. Pengepakan dan penyimpanan

Cara pengemasan simplisia tergantung pada jenis simplisia dan tujuan penggunaan pengemasan. Bahan dan bentuk pengemasan harus sesuai dan dapat melindungi simplisia dari kerusakan, serta memperhatikan segi pemanfaatan ruangan untuk keperluan penyimpanan.

(29)

11

berlapis. Beberapa jenis simplisia terutamayang berbentuk cairan dikemas dalam botol atau guci porselin. Simplisia harus disimpan dalam ruangan penyimpanan khusus, sehingga terpisah dari tempat penyimpanan bahan lainnya ataupun penyimpanan alat-alat produksi.

h. Pemeriksaan mutu

Secara umum simplisia yang tidak memenuhi syarat harus ditolak penerimaannya; seperti kekeringannya kurang, ditumbuhi kapang, mengandung lendir, sudah berubah wama atau bauny4 berserangga atau termakan serangga.

Pemeriksaan mutu simplisia dilalcukan dengan cara organoleptik, makroskopik, mikroskopik, dan kimia. Beberapa jenis simplisia tertentu diperiksa dengan uji mutu secara mikrobiologi (Anonim, 1985).

B. Peraturan Terkait Obat Tradisional

(30)

12

tradisional yang bermutu tinggi, artrar\ memiliki khasiat nyata yang teruji secara ilmiah dan dimanfaatkan secara luas, baik untuk pengobatan sendiri maupun digunakan dalam pelayanan kesehatan formal (Anonim, 2004).

Dalam naskah Kebijakan Obat Tradisional Nasional (KOTRANAS), disebutkan bahwa strategi yang dipilih oleh Departemen Kesehatan dalam kaitannya dengan obat tradisional adalah:

a. Mendorong pemanfaatan sumber daya alam Indonesia secara berkelanjutan untuk digunakan sebagai obat tradisional demi peningkatan pelayanan kesehatan dan ekonomi,

b. menjamin obat tradisional yang aman, bermutu, dan bermanfaat serta melindungi masyarakat dari penggunaan obat tradisional yang tidak tepat,

c. tersedianya obat tradisional yang memiliki khasiat nyata yang teruji secara ilmiah, dan dimanfaatkan secara luas baik untuk pengobatan sendiri maupun dalam pelayanan kesehatan formal, dan

d. mendorong perkembangan dunia usaha di bidang obat tradisional yang bertanggungiawab agar mampu menjadi tuan rumah di negeri sendiri dan diterima di negara lain (Anonim,2007).

(31)

13

pembuatan obat tradisional, yang bertujuan unfuk menjamin agar produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Mutu produk tergantung dari bahan awal, proses produksi dan pengawasan mutu, bangunan, peralatan, personalia yang menangani (Anonim,2005b).

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No: 661/lvlenkes/ SK/VII/I994 tentang Persyaratan Obat Tradisional terutama mengenai Sari Jamu. Sari Jamu adalah cairan obat dalam dengan tujuan tertentu yang diperbolehkan mengandung etanol. Keseragaman volum, angka lempeng total, angka kapang khamir, mikroba patogen, aflatoksin, bahan tambahan sesuai dengan persyaratan yang tertera pada persyaratan cairan obat dalam. Wadah dan penyimpanan obat tradisional harus tertutup baik, disimpan pada suhu kamar, ditempat kering, dan terlindung dari sinar matahari (Anonim, 1994).

Produksi sediaan farmasi harus dilakukan dengan cara produksi yang baik dan memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan dalam buku standar obat tradisional (Materia Medika Indonesia yang ditetapkan Menteri). Standarisasi obat tradisional hanya diberlakukan bagi industri obat tradisional yang diproduksi dalam skala besar. Bagi industri rumah tangga seperti jamu gendong masih dalam pembinaan dan belum diberlakukan ketentuan pidana sebagaimana di atur dalam peraturan ini (Anonim, 1998).

(32)

l 4

Pemerintah RI No. 72 tahun 1998 disebutkan bahwa jelasan pasal 4 ayat (1) disebutkan bahwa sekalipun tidak memerlukan izin, menteri melalcukan pembinaan terhadap produksi sediaan farmasi yang berupa obat tradisional tertentu yang dilakukan oleh perorangan guna menghasilkan hasil yang bermanfaat bagi kesehatan masyarakat (Anonim, 1998).

C. Keamanan, Khasiat, dan Mutu Obat Tradisional

Keamanan pada penggun&m obat tradisional berkaitan dengan segi toksikologi dan efek yang dikehendaki pada obat tradisional. Uji toksisitas digunakan untuk menentukan tingkat keamanan obat tradisional. Efek yang tidak dikehendaki dari bahan obat tradisional disebabkan oleh senyawa metabolit sekunder yang terkandung dalam bahan obat maupun yang disebabkan oleh proses penyiapan bahan obat dan pembuatan obat tradisional. Akibat dari proses tersebut akan terjadi kontaminasi atau degradasi senyawa kimia kandungan bahan obat. Hal ini menyebabkan terjadinya efek yang tidak dikehendaki dari obat tradisional. Kontaminasi akibat proses penyiapan bahan baku obat dari tumbuhan sumbemya dan proses pembuatan obat tradisional ini dapat berupa bahan tumbuhan lain toksik, mikroorganisme, dan pestisida (Soediro, 2000).

(33)

1 5

dari efek yang tidak dikehendaki pada bahan dan obat. Standarisasi tersebut mencakup aspek biologi, kimia, dan aktivitas (Soediro, 2000)'

Secara empiris, ja-u terbukti cukup aman dikonsumsi manusia. Pemanfaatannya pun sudah diterapkan masyarakat dengan pembuktian ilniah sebagai tuntutannya. Peraturan tentang pembatasan jumlah simplisia penlusun jamu merupakan salah satu langkah untuk membina produsen jamu agar meracik jamu secara rasional dalam rangka mengurangi kemungkinan efek samping dan memudahkan penelitian penunjang apabila jamu tersebut akan dikembangkan menjadi fitofarmaka (Handayani dan Suharmiati, 2002).

Masyarakat sebagai konsumen obat tradisional menghendaki perlindungan terhadap praktik-praktik penyalahgunarm obat tradisional yang dapat membahayakan kesehatan. Pemerintah dalam hal ini mempunyai kewajiban untuk mengatur kedua pihak, yaitu produsen dan konsumen agar sama-sama dalam posisi yang menguntungkan. Masyarakat diharapkan tahu tentang meracik obat yang rasional (Handayani dan Suharmiati, 2002).

Pengujian sediaan farmasi dapat dilaksanakan melalui:

l).Pengujian laboratoris berkenaan dengan mutu sediaan farmasi, dan 2).Penilaian atas keamanan dan kemanfaatan sediaan farmasi (Anonim,

1ee8).

(34)

1 6

ini, yaitu menginginkan obat tradisional yang memenuhi persyaratan keamanan, kemanfaatan, dan mutu sesuai persyaratan-persyaratan terhadap obat tradisional (Anonim, 1994).

Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK.00.05.4.1384 tentang Kriteria dan Tatalaksana Pendaftaran Obat Tradisional, Obat Herbal Terstandar dan Fitofarmaka disebutkan bahwa kriteria obat tradisional untuk mendapatkan izin edar (Pasal4):

(a) Menggunakan bahan berkhasiat dan bahan tambahan yang memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan khasiat,

(b) Dibuat sesuai ketentuan tentang Pedoman CPOTB atau CPOB yang berlaku, dan

(c) Penandaan berisi informasi yang lengkap dan obyektif yang dapat menjamin penggunaal obat tradisional, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka secara tepat, rasional, dan aman sesuai dengan hasil evaluasi dalam rangka pendaftaran

Obat tradisional, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka dilarang mengandung: (Pasal 34)

a. Bahan kimia hasil isolasi atau sintetik berkhasiat obat b. Narkotika atau psikotropika

c. Bahan yang dilarang digunakan

(35)

I 7

Tujuan umum CPOTB adalah melindungi masyarakat terhadap hal-hai yang merugikan dari pengguruum obat tradisional yang tidak memenuhi persyaratan mutu, meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk obat tradisional Indonesia dalam era pasar bebas. Tujuan khususnya adalah dipahaminya penerapan CPOTB oleh para pelaku usaha industri di bidang obat tradisional serta diterapkannya CPOTB secara konsisten oleh industri di bidang obat tradisional (Anonim, 2005b.).

D. Jamu Gendong

Usaha jamu gendong adalah usaha peracikan, pencampuran, pengolahan, dan pengedaran obat tradisional dalam bentuk cairan, pilis, parem, tapel, tanpa penandaan dan atau merk dagang serta dijajakan untuk langsung digunakan. Untuk mendirikan usaha jamu gendong tidak diperlukan izin (Anonim, 1990).

Penjaja jamu gendong jumlahnya semakin tinggi dari tahun ke tahun. Data di Departemen Kesehatan R[ menunjukkan peningkatan tersebut, yaitu

13.128 pada 1989, menjadi 25.077 pada 1995. Melihat jumlah yang meningkat tersebut, dapat diperkirakan bahwa pemanfaatan jamu gendong masih tinggi (Suharmiati dan Hand ay ari, 200 1 ).

(36)

1 8

sebuah bakul sarat botol-botol berisi racikan obat tradisional tersandang dengan selendang lusuh di punggungnya. Cara menjaja dan mendekati para pembelinya pun sangat simpatik dan menawan (Kodim, 2000).

Sebagian besar penjaja dan penjual jamu gendong tersebut berasal dari Jawa Tengah dan menjadikan jamu gendong sebagai sarana pencari nafkah keluarga. Mereka merantau ke kota dan tinggal di tempat-tempat kos murah yang berdesak-desakan dengan sanitasi lingkungan yang buruk. Tempat itu sekaligus berfungsi sebagai tempat pembuatan jamu. Keterbatasan secara sosial-ekonomi membuat kebersihan jamu yang mereka buat dan jajakan dipertanyakan. Sebagai pelaku ekonomi lemah dari seklor informal, bimbingan, dan pengawasan terhadap mereka merupakan masalah yang kompleks dan tidak menarik perhatian pejabat berwenang (Kodim, 2000).

E. Penelitian tentang Jamu gendong

1. Penelitian berjudul Bahan Baku, Khasiat dan cara Pengolahan Jamu Gendong: Studi Kasus di Kotamadya Surabaya, melaporkan bahwa: Dari hasil penelitian ini, disimpulkan sebagai berikut.

a. Dikenal delapan jenis jamu gendong, yaitu beras kencur, kunir asam, sinom, cabe puyang, pahitan, kunci suruh, kudu laos, dan uyup-uyup/gepyokan.

(37)

t 9

c. Terdapat kesamaan pengetahuan pada pembuat jamu tentang manfaat dari setiap jenis jamu.

d. Pengolahan jamu dengan cara sederhana dan tradisional. Pengolahan jamu secara umum dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu dengan merebus

seluruh bahan atau dengan cara mengambil/memeras sari yang terkandung dalam jamu kemudian dicampur dengan air matang (Suharmiati dan Handayani, 2001).

(38)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian yang berjudul "Kajian Pemahaman Penjual Jamu Gendong Terhadap Aspek Keamanan, Khasiat, dan Mutu Obat Tradisional di Kelurahan Klitren, Gondokusuman, Yogyakarta Tahun 2009" ini termasuk jenis penelitian non eksperimental dengan penelitian deskriptif. Studi deskriptif, yaitu mengumpulkan data sebanyak-banyaknya mengenai faktor-faktor yang merupakan pendukung terhadap aspek keamanan, khasiat, dan mutu obat tradisional, kemudian dianalisis untuk dicari peranannya sejauh mana wanita penjual jamu gendong memahami dan menerapkannya (Arikunto, 2006).

B. DefinisiOperasional

Kajian adalah studi dan atau eksplorasi terhadap suatu hal.

Pemahaman adalah gambaran subyektif internal seseorang dalam bentuk pendapat terhadap suatu hal yang dilihat, didengar, dan dirasakan.

Jamu gendong adalah obat tradisional yang diproduksi oleh perseorangan atau industri rumahan dan untuk distribusinya tidak memerlukan ijin edar dari pemerintah.

4. Keamanan adalah aspek keselamatan berupa keberadaan efek merugikan konsumen sebagai akibat mengkonsumsi jamu gendong.

l .

2.

(39)

2 l

5 .

6.

Khasiat adalah aspek ketercapaian tujuan terapi berupa keberadaan senyawa berkhasiat dalam obat tradisional yang dikonsumsi.

Mutu adalah aspek kualitas berupa jaminan keterulangan produk baik dari sisi keamanan mauprm khasiatnya.

7. Penjual jamu gendong adalah penjual jamu gendong yang bertempat tinggal tetapl tidak berpindah-pindah selama kurun waktu tertentu di Kelurahan Klitren, Gondokusuman, Yogyakarta.

C. Subyek Penelitian dan Teknik Penelitian

Subyek dalam penelitian ini adalah semua penjual jamu gendong yang bertempat tinggal di Kelurahan Klitren, Gondokusuman, Yogyakarta. Jumlah semua penjual jamu gendong di Klitren sebanyak 15 orang. Peneliti menggunakan penelitian populasi, yaitu semua penjual jamu gendong di Klitren menjadi responden. Dalam penelitian ini, jumlah respondennya sebanyak l5 orang.

D. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah kuesioner. Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang hal-hal yang seseorang ketahui (Arikunto,2006). Jumlah keseluruhan pertanyaan ada lima pertanyaan terbuka, dua puluh satu pertanyaan tertutup, dan sebelas pertanyaan semi terbuka.

(40)

22

1 .

2.

Mengenai karakteristik responden menggunakan kuesioner j enis pertany aaan terbuka berjurnlah lima pertanyaan. Disebut pertanyaan terbuka karena jawaban tidak disediakan dan responden harus mengisi sendiri.

Kuesioner berisi pemahaman penjual jamu terhadap aspek keamanan, khasiat dan mutu jamu gendong berjumlah dua belas pertanyaan. Dipandang dari cara menjawab merupakan kuesioner tertutup karena disediakan jawabannya sehingga responden tinggal memilih. Dipandang dari jawaban yang diberikan merupakan kuesioner langsung karena responden menjawab tentang dirinya. Dipandang dari bentuknya berupa kuesioner pilihan ganda dan maksudnya sama dengan kuesioner tertutup (Arikunto, 2006).

Kuisioner tentang penerapan dari pemahzrman penjual jamu gendong pada pembuatan dan atau penjualan jamu gendong berjumlah dua puluh pertanyaan dengan jenis pertanyaaan semi terbuka sebanyak sebelas pertanyaan dan sembilan pertanyaan tertutup. Disebut pertanyaan semi terbuka karena terdapat pilihan jawaban dan alasan yang dapat diisi bebas oleh responden, sedangkan pertanyaan tertutup karena disediakan jawabannya sehingga responden tinggal memilih.

Selain itu, dalam penelitian ini juga menggunakan metode wawancara. Peneliti menggunakan wawancara terstruktur, pertanyaan yang diajukan sama dengan metode kuesioner. Wawancara ini sama dengan kuesioner saja (Arikunto, 2006).

(41)

Z J

E. Tata Cara Penelitian 1. Studi pustaka

Penelitian ini dimulai dengan studi pustak4 yaitu membaca literatur-literatur yang ada mengenai obat tradisional, peraturan terkait obat tradisional, keamanan, khasiat, dan mutu obat tradisional, jamu gendong, metodologi penelitian, pembuatan kuesioner, dan perhitungan statistik yang diperlukan. Hal ini dilakukan agar dalam melaksanakan penelitian dapat diminimalkan atau bahkan ditiadakan kesalahpahaman.

2. Analisis situasi

a. Penentuan lokasi penelitian dan observasi awal

Lokasi penelitian ditentukan oleh peneliti yaitu Kelurahan Klitren, Gondokusuman, Yogyakarta. Di Kelurahan Klitren dilalrukan observasi non-sistematis yang dilakukan peneliti dengan tidak menggunakan instrumen pengamatan. Observasi dilakukan terhadap penjual jamu gendong untuk melihat kondisi lingkungan tempat membuat jamu gendong (observasi situasional) dan mengetahui waktu dimana penjual berada di rumah. Lokasi penelitian dapat ditentukan peneliti karena j enis penelitiannya populasi.

b. Perijinan

Sebelum dilakukan penelitian dilakukan perijinan. Perijinan dimulai dari tingkat provinsi, tingkat kecamatan, tingkat kelurahan hingga ke tingkat RT.

c. Populasi

(42)

24

3. Pembuatan

kuesioner

Pembuatan kuesioner dilakukan setelah observasi dilakukan. Pada kuesioner terdapat lima pertanyaan tentang data responden berupa karakteristik seperti usia, pendidikan, pekerjaan selain penjual jamu gendong, pendapatan per bulan, pengeluaran per bulan. Jumlah keseluruhan pertanyaan ada lima pertanyaan terbuka, dua puluh safu pertanyaan tertutup, dan sebelas pertanyaan semi terbuka. 4. Uji pemahaman bahasa dan uji validitas

Uji pemahaman bahasa dilakukan untuk mengetahui apakah bahasa yang digunakan dalam kuesioner dapat dipahami atau tidak. Hasil dari uji tersebut digunakan untuk mengevaluasi kuesioner. Parameter keberhasilan uji ini dilihat dari jawaban yang dihasilkan. Apabila seluruh pertanyaan dalam kuesioner dapat dijawab oleh subyek, maka kuesioner tersebut dapat dinyatakan lolos uji pemahaman bahasa.

5. Penyebarankuesioner

Penyebaran kuesioner dilakukan pada waktu di mana para penjual jamu gendong dalam keadaan tidak sibuk. Setelah penjual jamu mendapatkan kuesioner, mereka mengisi dan langsung mengembalikannya. Pengisian kuesioner dapat dilakukan dengan wawancara oleh peneliti sendiri.

(43)

25

F. Analisis Data Penelitian

Data kualitatif dianalisis dengan statistik deskriptif. Data berupa profil karakteristik responden, profil pemahaman responden terhadap aspek keamanan, khasiat, dan mutu jamu gendong, dan profil penerapan dari pemahaman penjual jamu gendong pada pembuatan dan ataupenjualan jamu gendong. Metode statistik yang digunakan adalah teknik prosentase yang ditampilkan dalam bentuk tabel

(44)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAIIASAN

A. Karakteristik Responden

Karal<teristik responden meliputi beberapa aspelq antara lain: usia, pendidikan, pekerjaan (selain penjual jamu gendong), pendapatan per bulan, pengeluaran per bulan.

Dari jawaban 15 responden yang terkumpul dengan metode kuesioner dan wawancara, semtumya diolah dan diperoleh gambaran seperti pada gambm berikut.

1. Usia

Gambar 1. Karakteristik usia responden

Ramuan tradisional dikisahkan turun-temurun dari generasi ke generasi. lnformasi mengenai ramuan ini biasanya didapatkan dari kelumga maupun saudara yang masih ada hubungan darah (Kodim, 2000).

(45)

27

Dari hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar {40%) responden

berusia arftara 26-30 tahun. Usia responden

tidak berpengaruh

pada pemahaman

aspek keamanan,

khasiat, dan mutu jamu gendong.

Hal ini dapat disimpulkan dari

kebiasaan

yang telah dijalankan secara turun-temurun dari generasi sebelumnya

merupakan

pemahaman

yang diterima dari penjual jamu gendong.

2.

Pendidikan

SMA 13,33oA SMP

26,67yo

Gambar 2. Karakteristik tingkat pendidikan responden

Obat tradisional telah dikenal secara turun-temurun dan digunakan oleh

masyarakat untuk metnenuhi kebutuhan akan kesehatan (Handayani dan

Suharmiati, 2A02). Dari hasil penelitian diketahui bahwa (60%) responden

berpendidikan SD, tetapi hat ini tidak berpengaruh

terhadap pemahaman

aspek

keamanan,

khasiat, dan mutu jamu gendongkarena

responden

memiliki kebiasaan

yang hampir sama dengan responden

yang berpendidikan

yang lebih tinggi.

3.

Pekerjaan selain penjual jamu gendong

Penjual pakaian 20%

(46)

28

Sebagian besar penjaja dan penjual jamu gendong sebagai sarana mencari nafkah keluarga (Handayani dan Suharmiati, 2000). Dari hasil penelitian sebanyak (80%) responden hanya berjualan jamu gendong. Pemahaman yang dimiliki responden mengenai aspek keamanan, khasiat, dan mufu jamu gendong hampir sama dengan responden yang memiliki pekerjaan sampingan. Kebiasaan yang hampir sama merupakan warisan flrrun{emurun dari keluarga (Kodim, 2000). 4. Pendapatan perbulan

Rp 650.000,-sampai Rp

750.000.-Rp 350.000,-sampai Rp

450.000.-6,67Vo ZOYI

Rp

550.000,-sampai Rp

650.000,-40Vo

Gambar 4. Karakteristik pendapatan per bulan responden

Penjual jarnu gendong pada umumnya berasal dari kelompok sosial

ekonomi rendah (Handayani dan Suharmiati, 2000). Kondisi sosial ekonomi

rendah dapat diketahui dari tingkat pendapatan

per bulannya. Dari hasil penelitian

diketahui bahwa sebagian

besar (40%) responden

memiliki pendapatan

per bulan

sebesar

Rp 550.000,-

sampai

Rp 650.000,-.

(47)

29

sarana dan prasarana dalam standar pembuatan produk jamu gendong yang higienis sebagai penerapan dari pemahaman yang dimiliki.

B. Pemahaman Aspek Keamanan, Khasiat, dan Mutu Jamu Gendong Pemahaman para pembuat jamu gendong terhadap aspek keamanan, khasiat, dan mutu jamu gendong meliputi beberapa aspek, yaitu cemaran mikroba makanan, sumber cemaran, bahan tambahan kimia, pengujian laboratoris, personalia, penyiapan bahan baku (pencucian, perajangan, pengeringan, penyimpanan, dan pengolahan).

1. Cemaran mikroba makanan

Eabel I. Pemahaman responden mengenai jamu gendong dapat tercemar Pemahaman responden mengenai

iamu gendong danat tercemar Frekwensi Total o/a

Ya

4

26,67

Tidak

11

a a a a

I ) r J J

Total

1 5

100

Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar (73,33%) responden belum paham bahwa jamu gendong dapat tercemar. Responden berpendapat bahwa bahan baku dari alam aman dikonsumsi dan tidak mungkin tercemar oleh bakteri dan jatnur. Keberadaan zat-zat pencemar bukan harus dihindari, tetapi diminimalkan keberadaannya hingga batas aman konsumsi.

(48)

3 0

Cemaran Mikroba Makanan memrnjukkan bahwa jamu gendong dapat tercemar oleh bakteri patogen dan jamur.

2. Sumber cemaran

Tabel II. Pengetahuan responden bahwa wadah, cara penanganan, pengolahan merupakan sumber cemaran

Pengetahuan responden bahwa wadaho cara penanganan, pengolahan merupakan sumber

cemaran Frekwensi Total"/o

Ya

I

6,67

Tidak

t 4

93,33

Total

1 5

100

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa responden kurang mengetahui sumber pencemaran. Menurut Handayani dan Suharmiati (2000) penyebab pencemaran dapat berasal dari wadah, cara penanganan simplisia, dan cara produksi. Kurangnya pengetahuan responden tentang sumber pencemaran disebabkan oleh pandangan responden bahwa bahan baku yang alami itu aman dan tidak akan tercemar Anggapan tersebut menjadikan responden tidak memikirkan persoalan mengenai sumber cemaran dengan serius.

3. Bahan kimia obat

(49)

3 l

661/\4ENKES/SK/VIV1 994 dijelaskan bahan tambahan kimia umunnya bersifat racun karena itu perlu ada pembatasan pengguruuumya, jika tidak diperlukan agar dihindari.

Dari hasil penelitian, semua responden (100%) menjawab tidak menggunakan bahan kimia obat dalam proses pembuatan jamu gendong. Dalam hal ini, responden mengetahui penggunaan bahan kimia obat dapat membahayakan konsumen jamu gendong. Pengetahuan ini didapatkan secara turun-temurun maupun dari media komunikasi yang menerangkan bahan kimia itu dapat berbahaya untuk kesehatan.

4. Pengujianlaboratoris

Tabel III. Kebutuhan responden terhadap pengujian jamu gendong Kebutuhan responden terhadap

penguiian iamu gendons Frelcwensi Total o/o

Ya I

6.67

Tidak

I 4

93,33

Total

15

100

Dari hasil penelitian, (93,33%) responden kurang peduli terhadap pengujian jamu gendong dikarenakan responden yang berpandangan jamu gendong itu sudah aman dikonsumsi dan bahannya alami. Pengujian terhadap jamu gendong ini penting untuk mengetahui tingkat bahaya dari produk jamu yang dibuat dan memberikan keyakinan akan khasiat dan keamanan obat tradisional (Handayani dan Suharmi ati, 2A02).

(50)

3 2

pengujian terhadap penngujian cemaran di dalam produk jamu gendong (Soediro,

reeT).

5. Personalia

Tabel IV. Kebutuhan responden akan pelatihan Kebutuhan responden akan pelatihan

t'rekwensi

Total"/o

Ya

6

40

Tidak 9

60

Total

15

100

Dari hasil penelitian sebesar (60%) responden tidak membutuhkan adarrya pelatihan. Faktor yang berpengaruh antara lain responden merasa sudah mampu membuat jamu yang berkualitas berdasarkan pengalamannya. Ketidakpedulian akan adanyapelatihan menunjukkan bahwa responden tidak mau belajar secara berkelanjutan dalam usaha meningkatkan mutu jamu gendongnya.

Berdasarkan Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) personalia (penjual jamu gendong) itu hendaklah mengikuti pelatihan. Pelatihan membuat jamu gendong yang higienis akan meningkatkan aspek keamanan, khasiat, dan mutu jamu gendong yang dihasilkan. Responden sudah yakin dengan pelatihan pembuatan jamu gendong yang diwariskan secara turun-temurun dapat menghasilkan produk jamu gendong yang aman dikonsumsi.

Tabel V. Kebiasaan responden dalam kondisi sakit tetap membuat jamu gendong

Kebiasaan responden dalam kondisi sakit

tetap membuat jamu gendonq Frekwensi TotalVo

Ya

4

26,67

Tidak l 1 n a a 1

(51)

J J

Dari hasil penelitian sebesar (73,33%) responden tidak membuat jamu gendong dalam kondisi sakit, sehingga dapat menghindari kontaminasi bahan baku jamu gendong terhadap virus maupun bakteri penyebab penyakit. Kita mengetahui bahwa dalam kondisi sakit berarti ada gangguan kesehatan yang disebabkan oleh bakteri dan virus, seperti flu dan batuk, meskipun dalam kuesioner tidak dijelaskan secara spesifik.

Berdasarkan Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB), personalia (penjual jamr. gendong) hendaklah dalam keadaan sehat saat menangani kerjaannya. Apabila responden tetap membuat jamu gendong dalam kondisi sakit, maka sangat memungkinkan bakteri dan virus dari responden yang sakit dapat berpindah ke bahan baku jamu melalui bantuan udara maupun kontak langsung dengan bahan baku. Bahan baku yang terkontaminasi oleh bakteri ataupun virus sangat berbahaya apabila tidak melalui proses yang benar dan dikonsumsi konsumen.

6. Pencucian

Tabel VI. Responden mencuci bahan baku hanya sekali Responden mencuci bahan

baku hanva sekali Frekwensi Totalo/s

Ya I

6,67

Tidak

t 4

93,33

Total

1 5

100

(52)

34

sekali saja. Pencucian bahan baku yang berulangkali dapat mengwangi junrlah mikroba lebih banyak dibandingkan pencucian sekali saja.

7. Perajangan

Berdasarkan Cara Pembuatan Simplisi4 perajangan dapat mempercepat proses pengeringan dengan memperluas permukaan bahan (Anonim,1985). Proses perajangan dengan mengiris tipis-tipis bahan baku dapat mempercepat pengeringan bahan baku sehingga pengeringan dapat lebih singkat. Perajangan dapat berpengaruh terhadap hasil pengeringan, dimana pengeringan dengan hasil baik akan menjaga kondisi simplisia pada saat disimpan sehingga tidak mudah busuk maupun rusak. Dari hasil penelitian menunjukkan semua responden (100%) tidak melakukan proses perajangan bahan baku. Aspek keamanan, khasiat, dan mutu jamu gendong dapat menurun apabila perajangan bahan baku oleh semua responden tidak diterapkan dengan baik.

8. Pengeringan

Berdasarkan Cara Pembuatan Simplisia dijelaskan waktu pengeringan menjadi hal yang perlu diperhatikan selama proses pengeringan (Anonim,l985). Pengeringan dengan menggunakan sinar matahari membutuhkan waktu dua sampai tiga hari untuk memperoleh simplisia kering dengan kadar ur l}Yo sampai l2%. Dali hasil penelitian (86,670/o) responden melakukan pengeringan tidak lebih dari sehari, artinya pengeringan hanya dilakukan beberapajam saja.

(53)

J )

hardening, yakni bagian luar bahan sudah kering sedangkan bagian dalamnya masih basah, ini dapat mengakibatkan kerusakan atau kebusukan di bagian dalam bahan yang dikeringkan dan dapat membahayakan apabila dikonsumsi.

9. Penyimpanan

Dari hasil penelitian semua responden (100%) menyimpan alat produksi dan bahan baku dalam satu ruangan yang $rma. Dalam pemenuhan kondisi ruangan yang ideal baik untuk alat maupun bahan baku jamu gendong, responden dihadapkan kenyataan kondisi sosial ekonomi yang rendah, mereka tinggal berdesak-desakkan dalam kamar kontrakan yang juga berfungsi sebagai tempat pengolahan jamu, maupun menyimpan alat produksi dan bahan baku. Kondisi sosial ekonomi rendah juga berpengaruh terhadap pemilihan kontrakkan dengan harga murah yang biasanya terdapat di kampungpadatpenduduk, dengan sanitasi yang kurang sehat. Oleh karena itu, responden menyimpan alat dan bahan dalam satu ruangan.

(54)

3 6

Tabel VII. Lama penyimpanan bahan baku tidak lebih dari dua hari

Berdasarkan cara pembuatan simplisi4 penyimpanan jangan terlampau lama karena dapat menyebabkan kerusakan simplisia. Faktor lain yang dapat menyebabkan simplisia rusak atau berubah mutunya arttara lain cahaya, oksigen udara, reaksi kimia, dehidrasi, penyerapan air, pengotoran serangga, dan kapang (Anonim, 1985). Salah satu cara yang dapat dilakukan dengan melakukan penyimpanan tidak terlampau lama atau tidak lebih dari dua hari. Batasan lama penyimpanan tidak lebih dari dua hari ditentukan peneliti karena tidak ada standar mengenai lama penyimpanan.

Dari hasil penelitian (80%) responden memahami penyimpanan bahan baku yang tidak terlampau lama. penyimpanan yang dilakukan oleh responden sangat sederhana tanpa ada pemeriksaan maupun pengecekan bahan yang disimpan. Pemeriksaan di gudang dalam jangka waktu tertentu dilakukan pemeriksaan dengan pengecekan dan pengujian mutu terhadap semrxr simplisia, apabila setelah diperiksa ternyata tidak layak harus dikeluarkan dari gudang atau dibuang.

Lama penyimpanan bahan baku

tidak lebih dari dua hari Frekwensi Total"/o

Ya

T2

80

Tidak a

J

20

(55)

3 t

10. Pengolahan

f;ebel VIII. Responden mengolah bahan baku yang rusak menjadi jamu Responden mengolah

bahan baku vans rusak meniadi iamu Frekwensi Total"/o

Ya

a

J

20

Tidak

12

8 0

Total

l 5

100

Dari hasil penelitian (80%) responden tidak mengolah bahan baku yang rusak menjadi jamu, serta telah mengetahui bahayanya jamu gendong yang dibuat dari bahan baku yang rusak. Pengetahuan ini didapatkan secara turun-temurun dari keluarga.

Berdasarkan Cara Pembuatan Simplisia, simplisia rusak yaitu ditumbuhi kapang, dimakan serangga, berubah warna atau baunya dan lainnya (Anonim,

1985). Simplisia yang rusak sebaiknya dibuang dan tidak diolah agar keamanan, khasiat, dan mutu jamu gendong tetap terjaga.

(56)

3 8

penjualan yang terdiri dari keluhan pelanggan, proses pencucian pada berjualan, letak gelas setelah dicuci, dan pengolahan kembali sisajamu.

1. Bahanbaku

Tabel IX. Warna bagian tengah bahan baku kencur Warna bagian tengah bahan

baku kencur Frelcwensi Totalo/o

Putih

5

3 3 " 3 3

Putih kecoklatan

6

40

Coklat

4

26,67

Total

l 5

100

Menurut Handayani dan Suharmiati (2002) bahan baku jamu banyak terdapat di pasar tradisional, bahan baku jamu itu pada umunnya merupakan bahan untuk keperluan bumbu dapur masakan asli Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan semua responden (100%) membeli bahan baku jamu dari pasar tradisional. Pada saat mendapatkan bahan baku di pasar tradisional, penjual jamu gendong sebenarnya melakukan pemeriksaan mutu simplisia dengan cara pemeriksaan organoleptik dan makroskopik menggunakan indera manusia dengan mengamati warna simplisia.

(57)

39

Pada tabel IX (26,67yo) responden ada yang menjawab wama coklat. Responden yang menjawab coklat sebenarnya kurang tepat berdasarkan buku cara pembuatan simplisia. Warna coklat lebih tepat untuk wama bagian tepi luar bahan kencur. Responden itu tahu wama kencur berdasarkan pengalamannya.

2. Pencucian

Air PAM -13,33o/o

,flLO

86.6704

Gambar 5. Sumber air pencucian bahan baku

Berdasarkan cara pembuatan simplisia dijelaskan pencucian bahan baku dilalrukan dengan air bersih, misalnya air dari mata arr, air sumur, ataa ut PAM. Menurut Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi DIY, Harnowati (2009) menyatakan air sungai dan sumur milik warga di wilayah Kota Yogyakarta saat ini rat*rata tercemar balcteri Escherechia coli akibat buruknya sistem pembuangan limbah cair rumah tangga. Kondisi air PAM tidak jauh beda dengan air sumur. Menurut Ketua Forum Komunikasi Pengelolaan Kualitas Air Minum Indonesia (FORKAMI) kualitas air PAM rendah di beberapa provinsi, seperti : SulTeng, DI Yogyakarta Irian jaya (Chika" 2009). Tetapi perlu diketahui pula bahwa air PAM berbau kaporit justru menunjukkan kemungkinan air PAM terkena bakteri Es cher e chia coli lebth kecil.

(58)

40

sumur untuk pencucian bahan baku secara visual dalam kondisi bening. Meski demikian kondisi bening tidak menjamin air terbebas dari bakteri. Sungguh ironis, pada kenyataannya sebagian besar responden menggunakan air yang tercemar bakteri yang terdapat sumber air pencucian, akan tetapi kondisi air bening masih lebih baik daripada kondisi air yang berbau maupun berwarna.

3. Pengeringan

^. Proses dan hasil pengeringan bahan baku

Berdasarkan Cara Pembuatan Simplisia dijelaskan bahwa pada dasamya dikenal dua cara pengeringan, yaitu pengeringan secara alamiah dan buatan. Mengingat kondisi sosial ekonomi penjual jamu gendong yang rendah, maka yang dimungkinkan pengeringan secara alamiah (Anonim, 1985). Pengeringan alamiah sendiri dapat dilakukan dua cara, yaitu dengan panas sinar matahari langsung dan diangin-anginkan, tidak dipanaskan dengan sinar matahari langsung.

Dad hasil penelitian menunjukkan semua responden (100%) mengeringkan bahan bakunya dengan panas sinar matahari langsung. Pengeringan ini merupakan suatu cara yang mudah dan murah, sesuai kondisi lingkungan penjual jamu gendong.

Akan tetapi, cara pengeringan yang salah dapat menyebabkan terjadinya Face hardening, yak'ni bagian luar bahan sudah kering, sedangkan bagian dalamnya masih basah, sehingga dapat mengakibatkan kerusakan atau kebusukan di bagian dalam bahan yang dikeringkan.

(59)

4T

ketidaktahuan

mengenai kondisi kering yang benar maupun tuntutan memenuhi

kebutuhan sehari-hari sehingga

kekeringan bahan baku kurang menjadi perhatian.

Pembuktian mengenai kurangnya perhatian responden terhadap kondisi kering

bahan baku yaitu waktu pengeringan

bahan baku yang singkat.

b. Jangka waktu pengeringan bahan baku

Gambar 6. Jangka waktu pengeringan bahan baku Berdasarkan Cara Pembuatan Simplisia dijelaskan penjemuran dengan sinar matahari membutuhkan wakfu dua sampai tiga hari sehingga diperoleh simplisia kering dengan kadar ur l0Yo sampai 12% (Anomm, 1985). Dari hasil penelitian menunjukkan hanya (13,33%) responden mengeringkan bahan baku selama dua hari yang diharapkan dapat sesuai dengan persyaratan kondisi kering yang memiliki kadar air rendah sehingga sewaktu disimpan kerusakan dapat diminimalkan bahkan tidak ada bahan baku yang rusak.

(60)

42

c. Tempat responden melakukan pengeringan bahan baku

Gambar 7. Tempat responden melakukan pengeringan bahan baku Berdasarkan Cara Pembuatan Simplisia hal-hal yang perlu diperhatikan selama proses pengeringan adalah suhu pengeriogffi, dan aliran udara (Anonim, 1985). Letak pengeringan juga diatur sehingga terjadinya alinn udara dari atas ke bawah atau sebaliknya.

Dari hasil penelitian pada gambtr 7, (60%) responden melakukan pengeringan bahan baku di atas genting; dan sisanya (40%) responden di halaman rumah. Dalam kondisi tempat tinggal di kampung padat penduduk, maka sebaiknya pengeringan dilalcukan di atas genting.

(61)

43

d. Alat bantu dalam proses pengeringan bahan baku

Nampan 13,33Yo

Gambar 8. Alat bantu dalam proses pengeringan bahan baku Berdasarkan Cara Pembuatan Simplisia hal-hal yang perlu diperhatikan selama proses pengeringan adalah suhu pengeringan, dan aliran udara. Hal tersebut berpengaruh terhadap pemilihan alat bantu dalam proses pengeringan bahan baku. Pada pengeringan bahan simplisia tidak dianjurkan menggunakan alat plastik dan logam karena dapat berinteraksi dan merusak senyawa aktif tertentu. Lebih dianjurkan menggunakan alat bantu yang mempunyai dasar berlubang-lubang seperti tampah dari anyaman bambu dan kain kasa (Anonim, 1985).

(62)

44

Penyimpanan

u. Alat untukmenyimpan bahan baku

33,33%

Gambar 9. Alat untuk menyimpan bahan baku

Berdasarkan Cara Pembuatan Simplisia bahan dan bentuk pengem€lsannya harus sesuai, dapat melindungi dari kemungkinan kerusakan bahan baku, dengan memperhatikan segi pemanfaatan ruang untuk keperluan pengangkutan maupun penyimpanannya (Anonim, 1985).

Dari hasil penelitian, semua responden (I00%) menggunakan alat untuk menyimpan bahan baku yang terdiri dari karung goni (33,33olo), kantong plastik (33,33o/o), keranjang (22,22yo), ember (6,680/o), dan toples (4,44%). Hal ini menunjukkan bahwa responden telah menerapkan pemahaman pentingnya penggunaan alat untuk menyimpan simplisia berdasarkan buku cara pembuatan simplisia.

b. Tempat menyimpan bahan baku

Di dalam lemari 20%

atas meja 6A%

(63)

45

Berdasarkan

Cara Pembuatan

Simplisia hal-hal yang harus diperhatikan

pada tempat penyimpanan

dalam proses penyimpanan,

yaitu hewan tikus, tetkena

kotoran (debu atau pasir), dan serangga pada tempat penyrmpanan. Artinya

kondisi tempat penyimpanan bahan baku harus dapat mengatasi pennasalahan

seperti hewan hingga zat pencemar lainnya (Anonim, 1985). Tempat

penyimpanan

bahan baku yang ideal yaitu di dalam lemari karena dapat menjaga

kondisi bahanbaku

yang disimpan supayatidak

rusak.

Dari hasil penelitian hanya sebanyak

(20%) responden

telah menerapkan

pemahaman

mengenai penyimpanan

bahan baku yang tepat dengan meletakkan di

dalam lemari. Sedangkan sebagian besar (60%) responden menyimpan dengan

meletakkan diatas meja; sisanya Q0%) responden menyimpan bahan baku

diletakkan di atas lantai. Hal ini menunjukkan

bahwa responden

belum memahami

betul mengenai

tempat penyimpanan

simplisiayang aman.

5.

Wadah

Gambar 11. \iladah jamu gendong

Lebftbersih daripadabotol

plastik l5,38Va

Tahanhangat jamunya

76,920/o

(64)

46

Berdasarkan Keoutusan Menteri Kesehatan RI Nomor: 66I/IVIENKES/SK/VIIi 1994 tentang persyaratan obat tradisional dijelaskan wadah dan penutupnya tidak boleh mempengaruhi obat tradisional yang disimpan di dalamnya baik secara kimia maupun secara fisika yang dapat mengakibatkan perubahan keamanan, kemanfaatan, dan mufu. Bahaya kesehatan mengintai dari balik kemasan botol plastik yang diisi berulang-ulang mulai dari gangguan ginjal dan hati, merusak sistem hormon, penunrnan produksi sperma, mengubah fungsi imunitas, saluran pernafasan hingga kanker (Gklinis, 2008).

Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar (86,67%) responden telah memahami bahaya penggunaan botol plastik, dan menggunakan botol kaca sebagai wadah jamu gendong.

6. Penjualan

L. Keluhan dari konsumen

40-50 "' konsumen 73,33vo

30-40

konsumen 6,67yo

Gambar 13. Jumlah konsumen

Tidak rutin/kadang

-kadang

73

(65)

47

Masyarakat sebagai konsumen obat tradisional termasuk jamu gendong

menghendaki perlindungan terhadap praktik-praktik penyalahgunaan obat

tradisional yang dapat membahayakan

konsumen (Handayani dan Suharmiati,

2002). Atas dasar inilah peneliti ingin mengetahui

kemungkinan alanya keluhan

dari konsumen

terhadap

jamu gendong buatan responden.

Dmi hasil penelitian semua responden (100%) tidak pernah mendapat

keluhan dari konsumeno

ini artinya jamu gendong yang dibuat dan pelayanannya

sudah baik dengan sebagian

besar (73,33o/o)

responden

mempunyai pelanggan

40-50 orang setiap harinya meskipun responden yang rutin berjualan (26,67%).

Dengan tidak adanya keluhan dari konsumen, artinya jamu yang dtjual responden

secara umum dapat dikatakan memenuhi aspek keamanan, khasiat, dan mutu.

Secara khusus, jamu gendong harus dibuktikan dengan melakukan pengujian

laboratoris oleh pihak terkait @emerintah).

b. Proses pencucian pada saat responden

berjualan jamu gendong

Setelah lebih

dari 3 kali untuk mencuci

26,670/o

lah2-3kali

untuk mencuci 73,33Vo

Gambar 15. Penggantian air

PAM tempat pelanggan

55,56Yo

(66)

48

Menggunakan jeruk nipis

6,670/o

Menggunakan sabun 93,33o4

Gambar 17. Pencucian gelas

Dari gambar 15 sampai gambar 17 ni merupakan

proses

pencucian

pada

saat responden

berjualan jamu gendong. Penggantian

air harus dilakukan sesering

mungkin untuk menjaga kebersihan

gelas yang digunakan konsumen minum jamu

gendong. Air yang jarang diganti dapat membahayakan

konsumen karena kotoran

sisa

jamu dapat bersifat racun.

Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa (73,33%) responden

memiliki penerapan

yang baik dalam hal penggantian

air pencuci gelas, yaitu2-3

kali setelah digunakan untuk mencuci gelas baik dengan menggunakan

air sumur

mauprm air PAM, serta dicuci menggunakan sabun untuk menjaga aspek

keamanan,

khasiat dan mutu jamu gendong.

Responden tidak pilih-pilih dalam mengganti air cucian yang sudah

kotor, meskipun hanya air sumur atau air PAM yang tersedia, responden akan

tetap menggunakannya.

Selanjutnya, pencucian gelas dilakukan dengan sabun

oleh (93,33%) responden

sebagai

anti noda maupun menghilangkan

bau tak sedap

dari gelas bekas

jamu.

c. Letak gelas cucian

(67)

49

ember karena ur pada tempat pencucian terdapat sisa jarnu maupun sisa sabun

dari pencucian yang dapat berakibat kurang baik (kurang aman) bagi kesehatan

konsumen.

d. Pengolahan kembali sisa jahu

ya Tidalq sisa

0o/o jamu gendong

dibuang t3,33yo Tidak sisa

jamu gendong diminum hingga habis

86,67Vo

Gambar 18. Mengolah kembali sisa jamu gendong

(68)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Profil responden di Klitren, Gondokusuman, Yogyakarta adalah berusia 26-30 tahun (40%), bertingkat pendidikan lulus SD (60%), selain penjual jamu ada yang bekerja sebagai penjual pakaian (20%), dan pendapatan per bulan di bawah Upah Minimum Regional (93,33%).

2. Pemahaman responden bahwa jamu gendong dapat tercemar (26,67Vo), tahu sumber pencemzlrarulya (6,67Yo), tidak menggunakan Bahan Kimia Obat (100%), dan tahu kebutuhan pengujian (6,67%). Kebutuhan pelatihan (40%), tahu jika kondisi sakit tidak membuat jamu (73,33olo), mencuci bahan baku berulangkali (93,33%). Semua responden (100%) belum paham pentingnya perajangan dan penyimpanan alat bahan, pengeringan bahan lebih dari sehari (13,33yo), menyimpan bahan baku tidak lebih dari dua hari (80%); dan tidak mengolah bahan baku rusak menjadi jamu (80%).

3. Penerapan responden mampu mengenali warna bahan baku (73,33Yo) yang didapatkan dari pasar tradisional; mencuci bahan baku dengan air sumur kondisi bening (86,67yo), pengeringan bahan baku dengan panas sinar matahari langsung selama 2 han 03,33%) di atas genting (60%) menggunakan arat tampah maupun karung goni (86,67%), belum diterapkan pemahaman tentang kondisi kering, penggunaan alat untuk menyimpan bahan baku (100%) yaog diletakkan di dalam lemari (20%). Dalam penjualannya menggunakan botol

(69)

5 1

1 .

kaca (86,67%) dengan alasan tahan hangatnya (76,92%) dengan lama pemakaian sampai pecah. Semua responden tidak mendapat keluhan dari konsumen, penggantian air dilakukan setelah 2-3 kali pencucian gelas (73,33%) menggunakan air PAM (55,56%) dan disabun (93,33%); (6,67%) responden meletakkan gelas

Gambar

Tabel I.Pemahaman responden mengenai jamu gendong dapattercemar.... 29
Gambar 1. Karakteristik usia responden
Gambar 2. Karakteristik tingkat pendidikan responden
Gambar 4. Karakteristik pendapatan per bulan responden
+7

Referensi

Dokumen terkait

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PENGEMBANGAN INSTRUMEN PENELITIAN TENTANG PENGGUNAAN INTERNET DAN MEDIA SOSIAL UNTUK PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK INDIVIDU (NON JEJARING) DI

Hal tersebut dibutuhkan karena persaingan pasar saat ini sangatlah ketat, sehingga suatu perusahaan hams mampu mengembangkan suatu strategi yang dapat membuat pemsahaannya tetap

Untuk menginstal adaptor printer nirkabel dengan menggunakan petunjuk video pada komputer Windows, lakukan cara berikut ini.. 1 Masukkan Driver CD Kit

Selain itu, cemaran bakteri dapat terjadi karena adanya pencemaran dari air, udara, faktor kelembaban saat penyimpanan, penyimpanan serbuk jamu jahe merah pada etalase toko obat

Ruang lingkup dalam pengelolaan arsip dinamis aktif dan inaktif Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Kabupaten Pesisir Selatan mencakup ketentuan umum,

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekolah yang memiliki sistem full day school tidak akan menimbulkan stres akademik pada siswa jika konsep full day school diterapkan dengan

penelitian. Objek dalam penelitian ini adalah bahan ajar Kajian Puisi berbasis prezi presentation. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas: lembar

Banyaknya pelanggaran yang dilakukan para sopir bus dengan tidak memulai/mengakhiri perjalanannya di terminal sesuai dengan amanat Peraturan Daerah Kota Salatiga No 16