• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumput Laut

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumput Laut"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

2.1 Rumput Laut

Alga laut diklasifikasikan menjadi mikroalga dan makroalga. Makroalga terdiri dari banyak sel dan berbentuk koloni (Castro dan Huber 2003). Makroalga termasuk di dalamnya alga merah, hijau, dan coklat serta umumnya disebut sebagai rumput laut. Struktur rumput laut lebih kompleks daripada alga uniselular, namun jika dibandingkan dengan tumbuhan terestrial, rumput laut tidak memiliki bagian struktur anatomi dan mekanisme reproduksi yang jelas (Castro dan Huber 2003).

Rumput laut tidak memiliki daun, batang dan akar sejati. Bagian tubuhnya disebut talus, dapat berupa filamen, lembaran tipis berdaun banyak, persegi dengan kulit keras atau lumut raksasa (Castro dan Huber 2003). Cara hidupnya bisa sebagai fitobentos yang hidup menancap atau melekat di dasar laut. Biasanya rumput laut banyak ditemukan di perairan yang dasarnya berlumpur atau berpasir karena keberadaan benda keras yang terbatas sebagai tempatnya melekat. Rumput laut ini juga banyak ditemukan di daerah terumbu karang (Nontji 2007). Jenis rumput laut yang telah banyak dimanfaatkan berasal dari marga Eucheuma, Gelidium, Gracilaria, Hypnea, dan Sargassum, sedangkan jenis lainnya seperti Caulerpa dan Dictosphaeria masih dimanfaatkan dalam skala kecil untuk konsumsi lokal (Atmadja et al. 1996).

Beberapa jenis rumput laut telah dikenal memiliki kandungan lemak, protein, vitamin dan mineral yang cukup signifikan (Wong dan Cheung 2000), meskipun kandungannya sangat bervariasi tergantung pada spesies, lokasi, cuaca dan suhu (Kaehler dan Kennish 1996 dalam Sanchez-Machado et al. 2004). Rumput laut dikenal sebagai bahan yang memiliki kandungan lemak yang rendah, protein dan karbohidrat yang tidak bisa dicerna oleh enzim pencernaan manusia. Sifat karbohidrat inilah yang menjadikan rumput laut cocok digunakan sebagai makanan diet karena hanya memberikan sedikit asupan kalori (Lahaye dan Kaeffer 1997 dalam Sanchez-Machado et al. 2004). Kandungan asam lemak tak jenuh pada rumput laut juga lebih tinggi jika dibandingkan dengan tanaman

(2)

terestrial (Ortiz et al. 2006). Komposisi kimia rumput laut kering disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi kimia rumput laut kering

Senyawa kimia nilai (%)

Kadar air (%) 3,57-6

Kadar abu (%) 43-58,32

Kadar protein (%) 6,38-14,02 Kadar lemak (%) 0,21-1,00 Kadar serat kasar (%) 2,75-16,95 Sumber : Yulianingsih dan Tamzil (2007)

Kandungan kimia rumput laut segar adalah air yang mencapai 80-90 %, namun pada rumput laut kering kadar airnya mencapai 3,57-6 % (Yulianingsih dan Tamzil 2007), kadar lemak rumput laut sangat kecil, meskipun demikian susunan asam lemaknya lebih lengkap dibandingkan dengan tanaman tingkat tinggi (Darcy-Vrillon 1993 dalam Ortiz et al. 2006). Komponen asam lemak rumput laut sebagai produk perikanan mengandung asam lemak tak jenuh (EPA dan DHA) yang lebih baik jika dibandingkan dengan sayuran. Asam lemak ini tidak dapat disintesis sendiri oleh manusia (Ortiz et al. 2006) dan dikenal sebagai prekusor linolenat.

Saat ini manusia masih mengandalkan produk terestrial sebagai sumber asupan lemak. Hal ini dikarenakan sumber-sumber ini mudah didapatkan dan harganya relatif lebih murah jika dibandingkan dengan produk perikanan. Rata-rata lemak yang dibutuhkan manusia dalam sehari dapat mencapai 40-50 gram (Nadesul 2007).

2.1.1 Eucheuma spinosum

Rumput laut jenis Eucheuma spinosum merupakan rumput laut dari jenis alga hijau (Chlorophyceae). Rumput laut jenis ini memiliki talus yang licin dan silindris, berwarna hijau, hijau kuning, abu-abu, atau merah. Percabangan ke berbagai arah dengan batang-batang utama keluar saling berdekatan di daerah basal (pangkal). Tumbuh melekat pada substrat dengan alat perekat berupa cakram. Cabang pertama dan kedua membentuk rumpun yang rimbun dengan ciri

(3)

khusus mengarah ke arah datangnya sinar matahari. Lokasi budidaya rumput laut jenis ini di Indonesia antara lain Lombok, Sumba, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Lampung, Kepulauan Seribu, dan Perairan Pelabuhan Ratu (Atmadja et al. 1996). Klasifikasi E. cotonii berdasarkan Bosse (1913) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae Subkingdom : Biliphyta Filum : Rhodophyta Subfilum : Eurhodophytina Kelas : Florideophyceae Subkelas : Rhodymeniophycidae Ordo : Gigartinales Famili : Areschougiaceae Genus : Eucheuma Spesies : E. spinosum 2.1.2 Gracilaria salicornia

Gracilaria salicornia mamiliki talus bulat, licin, berbuku-buku atau bersegmen-segmen. Membentuk rumpun yang lebat berekspansi melebar (radial) dapat mencapai 25 cm. Ukuran talus 1,1-5 cm, tinggi sekitar 15 cm. Rumput laut ini banyak ditemukan tumbuh pada batu kerikil di daerah rataan terumbu berpasir (tumbuh menempel pada batu dan pasir) di daerah pasang surut. Gracilaria ini sering ditemukan terdampar di pantai karena tidak kuat menempel pada substrat atau menempel pada substrat yang labil dan mudah terhempas ombak (Atmadja et al. 2006).

Potensi Gracilaria salicornia belum banyak diketahui, tetapi di negara lain ada yang menjadikannya sebagai lalap atau sayuran. Kandungan koloidnya berupa agar dan komponen kimia lainnya. Klasifikasi rumput laut jenis Gracilaria salicornia menurut Armisen (1995) dalam Phillips dan William (2000) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae Divisi : Rodhophyta

(4)

Kelas : Florideophyceae Ordo : Gracilariales Famili : Gracilariaceae Genus : Gracilaria

Spesies : Gracilaria salicornia

2.1.3 Ulva lactuca

Rumput laut ini memiliki karakteristik khusus yang dicirikan dengan talus tipis, bentuk lembaran licin, warna hijau tua, tepi lembaran berombak. Talus warna gelap pada bagian tertentu, terutama dekat bagian pangkal karena ada sedikit penebalan. Ulva banyak ditemukan pada perairan dangkal dengan kedalaman 0,5-5 m dan dapat hidup di perairan payau. Tumbuh melekat pada substrat karang mati di daerah paparan terumbu karang (Atmadja et al. 2006).

Ulva lactuca belum banyak dimanfaatkan secara ekonomis, namun beberapa daerah di Indonesia Timur ada yang telah memanfaatkannya sebagai makanan ternak (Atmadja et al. 2006). Klasifikasi Ulva lactuca menurut C. Regardh (1823) dalam Anonim (2008a) adalah:

Kingdom : Plantae Divisi : Chlorophyta Kelas : Chlorophyceae Ordo : Ulvales Famili : Ulvaceae Genus : Ulva

Spesies : Ulva lactuca

Menurut Ortiz el al. (2006), Ulva lactuca memiliki kadar abu, kadar protein, kandungan asam amino esensial dan kadar serat pangan yang tinggi serta kandungan lemak yang rendah. Rumput laut ini juga memiliki asam lemak tidak jenuh dan pro-vitamin E yang baik dijadikan sebagai makanan sehat untuk manusia dan ternak.

(5)

2.1.4 Chaetomorpha crassa

Chaetomorpha crassa memiliki bentuk dan penampakan yang cukup unik, rumput laut ini berbentuk silindris yang menyerupai rambut atau membentuk gumpalan seperti benang kusut. Tumbuhan yang termasuk dalam kelas alga hijau ini banyak ditemukan tumbuh menempel pada alga lain (Atmadja et al. 2006).

Alga jenis ini dapat ditemui dalam jumlah yang melimpah dan menjadi masalah dalam budidaya Eucheuma sp. atau alga budidaya yang lainnya di perairan pantai (Atmadja et al. 2006). Rumput laut ini belum diketahui nilai ekonomis dan kandungan kimia potensial lainnya. Klasifikasi Chaetomorpha crassa menurut (C. Agardh) Kutzing (2007) dalam Anonim (2007b) adalah: Kingdom : Plantae Divisi : Chlorophyta Kelas : Ulvophyceae Ordo : Cladophorales Famili : Cladophoraceae Genus : Chaetomorpha Spesies : Chaetomorpha crassa

2.1.5 Sargassum polycystum

Rumput laut ini termasuk ke dalam kelompok alga coklat yang memiliki potensi sebagai sumber penghasil alginat. Sargassum memiliki ciri thalli silindris berduri kecil merapat, holdfast membentuk cakram kecil dengan atasnya secara karakteristik terdapat perakaran atau stolon yang rimbun berekspansi ke segala arah. Karakteristik lain yang dimiliki oleh alga jenis ini adalah daun kecil, lonjong, dan bergerigi serta memiliki gelembung udara (bladder). Keberadaannya di alam dapat ditemukan di perairan rataan terumbu dan tersebar luas di perairan Indonesia (Atmadja et al. 1996). Klasifikasi rumput laut jenis Sargassum sp. menurut Bold dan Wynne (1985) dalam Anonim (2008c) adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae

Divisi : Phaeophyta Kelas : Phaeophyceae Ordo : Fucales

(6)

Famili : Sargassaceae Genus : Sargassum

Spesies : Sargassum polycystum

2.2 Limbah Karaginan dan Agar

Limbah hasil ekstraksi rumput laut terdiri dari dua bentuk yaitu padat dan cair. Proporsi limbah dalam proses pengolahan karaginan berkisar antara 65%-70% (Fithriani et al. 2007), sedangkan limbah agar merupakan produk hasil samping dari proses pengolahan rumput laut, kelas Rodhophyceae yang termasuk agarophyte, menjadi agar. Limbah yang dihasilkan ini memiliki kandungan selulosa yang tinggi berkisar antara 27,38%-39,45% (Fithriani et al. 2007).

2.3 Polisakarida

Struktur polisakarida secara alami terbentuk dari komponen gula yang saling berikatan (Morris 1979). Polisakarida berfungsi sebagai cadangan makanan, bahan pembentuk struktur sel dan sebagai dasar klasifikasi berdasarkan fungsinya (Kennedy 1989). Sejumlah jenis polisakarida yang memiliki fungsi sebagai pengental dan gelling agent pada beberapa produk makanan sering disebut hidrokoloid (Phillips dan William 2000).

Beberapa sumber penghasil hidrokoloid diketahui berasal dari alga laut. Sejumlah polisakarida dari alga tersebut telah diisolasi dan telah ditemukan struktur kandungannya. Alga merah, hijau dan coklat serta alga air tawar mengandung pati polisakarida yang dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu amilosa dan amilopektin. Keberadaan amilosa pada ekstrak polisakarida ini dapat rusak akibat larutan basa atau asam yang digunakan selama proses isolasi (Kennedy 1989). Kandungan polisakarida lain yang saat ini telah banyak diaplikasikan untuk beberapa industri makanan adalah agar dan karaginan pada alga merah dan alginat pada alga coklat (Atmadja et al. 1996).

Polisakarida lain di dalam rumput laut yang merupakan komponen terbesar adalah selulosa yang secara esensial mirip dengan tumbuhan terestrial. Selulosa terdapat sekitar 10% dari bobot kering rumput laut (Kennedy 1989). Komponen ini merupakan jenis polisakarida yang tidak larut dalam air dan memiliki

(7)

karakteristik tidak dapat dicerna oleh tubuh manusia (Zecher dan Gerrish 1999). Selulosa dari rumput laut dapat dikonversi menjadi glukosa dengan teknik sakarifikasi (Kim et al. 2008). Glukosa merupakan salah satu turunan karbohidrat yang terdiri atas satu unit monomer (monosakarida) dan pada rumput laut gula sederhana secara alami ini banyak ditemukan dalam bentuk galaktosa yang berperan sebagai gelling agent dalam pembentukan agar (Morinho-Soriano dan Bourret 2005).

Bentuk polisakarida lain yang ada pada rumput laut adalah pati, namun sifat pati dari alga dan tanaman tingkat tinggi memiliki beberapa perbedaan. Perbedaan pati yang terdapat pada tanaman tingkat tinggi dan alga adalah lebih rendahnya viskositas dan ikatan hidrogen pada alga. Hal ini mengindikasikan molekul pati pada alga lebih kecil dibandingkan dengan tanaman tingkat tinggi. Pengamatan menggunakan sinar-x memperlihatkan matriks pati kurang teratur, tetapi masih menunjukkan karakteristik pati tanaman tingkat tinggi (Kennedy 1989).

2.3.1 Agar

Agar adalah polisakarida yang telah digunakan secara luas di masyarakat karena kemampuannya dalam membentuk gel bahkan pada konsentrasi yang rendah. Agar adalah polisakarida yang terakumulasi pada dinding sel alga agarofit. Agar terbentuk dari campuran dua polisakarida agarosa dan agaropektin (Phillips dan William 2000).

Rantai agarosa tidak mengandung gugus sulfat, sedangkan rantai agaropektin mengandung gugus sulfat (Glicksman 1983). Unit gula sederhana pada agarosa terdiri dari D-galaktosa, L-galaktosa, 3,6-anhidro-L-galaktosa dan D-xylosa. Menurut Glicksman (1983), agaropektin juga memiliki unit yang sama dengan agarosa, hanya pada unit 3,6-anhidro-galaktosa diganti dengan L-galaktosa bersulfat. Jenis dan kualitas komponen pada rantai polisakarida agar tergantung pada faktor spesies, kondisi lingkungan, faktor fisiologi dan metode pengekstrakan (Marinho-Soriano dan Bouret 2005).

Jumlah agar dan sifat fisik agar seperti kekuatan gel dan gelling temperature serta sifat kimia agar menentukan nilai komersialnya

(8)

(Marinho-Soriano dan Bouret 2005). Alga merah yang dikenal sebagai sumber penghasil agar adalah Gracilaria dan Gelidium yang telah banyak dimanfaatkan. Kandungan agar di dalam rumput laut dapat dihidrolisis menggunakan alkali yang dapat meningkatkan kekuatan gel dan menghasilkan agar yang lebih kuat (Phillips dan William 2000). Secara umum agar sebenarnya dapat diperoleh dengan ekstraksi menggunakan akuades, setelah dilakukan praperlakuan menggunakan H2SO4.

Sifat gel dari agar sangat dipengaruhi oleh keberadaan fraksi 3,6-anhidrogalaktosa dan komponen sulfat (Duckworth and Yaphe 1971 dalam Marinho-Soriano dan Bouret 2005). Secara umum kandungan 3,6-anhidrogalaktosa yang tinggi dapat meningkatkan kekuatan gel, sebaliknya kandungan sulfat yang tinggi dapat menurunkan kekuatan gel (Armisen 1995 dalam Marinho-Soriano dan Bouret 2005). Agar secara umum telah banyak dimanfaatkan sebagai gelling agent pada produk pangan, kosmetik dan obat-obatan, disamping aplikasi lainnya dibidang kesehatan dan bioteknologi (Marinho-Soriano dan Bouret 2005).

2.3.2 Karaginan

Karaginan merupakan keluarga polisakarida linier bersulfat dari D-galaktosa dan 3,6-anhidro-D-D-galaktosa yang diekstrak dari beberapa jenis alga merah. Karaginan didefinisikan sebagai produk yang diperoleh dengan ekstraksi menggunakan air atau larutan alkali (Glikcsman 1983).

Semua jenis karaginan larut dalam air panas pada suhu lebih dari 70 oC (Angka dan Suhartono 2000), sedangkan kappa karaginan dan iota karaginan dapat larut dalam air dingin dan larutan garam natrium (Phillips dan William 2000). Kedua jenis karaginan tersebut tidak dapat larut dalam larutan garam kation lain seperti kalium atau kalsium (Angka dan Suhartono 2000). Jaringan selulosa yang ada pada Eucheuma dapat mengurangi hidrasi sehingga larutan menjadi lebih kental setelah diberi perlakuan pemanasan yang lebih lama atau saat dinaikkan suhunya. Keberadaan selulosa ini dapat menurunkan kekuatan pemutusan ikatan dan menghasilkan gel yang rapuh. Larutan alkali yang

(9)

digunakan dalam proses ekstraksi dapat memodifikasi L-galaktosa 6-sulfat menjadi 3,6-anhidro-L-galaktosa (Nussinovitch 1997).

2.3.3 Alginat

Alginat merupakan salah satu komponen yang melimpah di alam, yang bisa didapatkan dari alga coklat dan bakteri tanah poliskarida kapsular. Alginat termasuk dalam keluarga kopolimer biner tidak bercabang dengan jumlah variasi yang besar dalam hal komposisi dan urutan penyusunnya (Phillips dan William 2000). Alginat sering disebut sebagai produk pemurnian karbohidrat yang diekstrak dari alga coklat menggunakan larutan alkali (Glicksman 1983). Alginat adalah garam dari asam alginat yang banyak dijumpai dalam bentuk natrium alginat.

Asam alginat merupakan prekursor dari garam alginat yang merupakan suatu polimer poliguluronat yang terdiri dari asam D-mannuronat dan asam L-guluronat yang terikat melalui atom-atom karbon 1 dan 4 (McNeely dan Pettitt 1973). Kadar alginat mencapai 40% dari bobot kering rumput laut dan memegang peranan penting dalam mempertahankan struktur rumput laut (Rasyid 2003). Daya kelarutan alginat dipengaruhi oleh pH, konsentrasi, ion pada larutan, dan keberadaan ion divalen (Moe et al. 1995 dalam Rioux 2007). Pemanfaatan alginat pada industri tekstil, percetakan, industri briket dan sebagai bahan pengemulsi, insektisida, kosmetik dan farmasi (Rasyid 2003).

2.3.4 Serat Makanan

Istilah serat makanan pertama kali digunakan untuk menyebut dinding sel tanaman, namun kemudian secara spesifik digunakan untuk menyebut bagian yang tidak dapat dicerna (Asp et al. 2004). Trowell et al. (1976) dalam Asp et al. (2004) menyatakan bahwa serat makanan termasuk polisakarida yang tidak dapat dicerna dan lignin.

Pada tahun 2001, American Association of Cereal Chemist (AACC) menyebutkan, serat makanan adalah bagian yang dapat dimakan dari suatu karbohidrat tanaman atau sejenisnya yang tidak dapat dicerna dan diabsorpsi pada

(10)

saluran pencernaan manusia (Asp et al. 2004). Menurut Apriyantono et al. (1989), serat makanan dibagi menjadi tiga fraksi utama, yaitu:

a) polisakarida struktural, terdapat dalam dinding sel dan terdiri dari selulosa dan polisakarida non-selulosa (hemiselulosa dan substansi pekat);

b) non-polisakarida struktural, sebagian besar terdiri dari lignin;

c) polisakarida non-struktural, termasuk gum dan mucilage serta polisakarida lain seperti karaginan dan agar dari alga laut.

Serat makanan dapat memelihara usus dan mengurangi risiko kanker usus (Asp et al. 2004). Fungsi serat adalah mencegah sembelit dan memperlancar buang air besar (Koswara 2008). Serat makanan dibagi menjadi dua berdasarkan sifat dan efeknya di dalam tubuh (Hermann 2000), yaitu: (a) serat tidak larut air, seperti selulosa dan lignin, yang dapat menyerap air dan bersifat bulky, sehingga usus besar dapat bekerja dengan baik, (b) serat makanan larut air, seperti gum dan pektin. Rumput laut memiliki kandungan soluble dan insoluble fiber yang lebih tinggi dari pada kandungannya pada buah dan sayuran (Ortiz et al. 2006).

Kandungan serat dalam dinding sel dapat diekskresikan dengan metode netral detergen fiber (Arora 1989) sehingga kemampuan serat dapat dipisahkan. Jika kandungan lignin dalam bahan pangan tinggi, maka koefisien cerna bahan pangan tersebut menjadi rendah (Sutardi 1980). Serat memiliki banyak potensi yang bisa dikembangkan untuk berbagai kebutuhan. Pada bahan makanan yang memiliki kandungan serat tinggi banyak dimanfaatkan sebagai pangan fungsional yang memiliki khasiat dapat mencegah sembelit, kanker usus, penyakit jantung dan obesitas (Ortiz et al. 2006). Selain pengembangan pada bidang pangan, saat ini mulai banyak dilakukan usaha optimasi untuk menghasilkan bahan bakar (bio-etanol) dan kertas (pulp). Kandungan serat berupa selulosa dapat dihidrolisis menjadi gula sederhana yang kemudian dapat dijadikan substrat oleh mikroba untuk dikonversikan menjadi bioetanol melalui proses fermentasi (Kim et al. 2007).

Referensi

Dokumen terkait

Kandungan polifenol yang tinggi pada sorgum dicirikan dengan perikarp berwarna coklat dan kulit biji yang berwarna, pada jenis sorgum dengan perikarp berwarna merah dan tidak

Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memanfaatkan bahan alam yaitu alginat hasil isolasi dari rumput laut coklat ( Sargassum plagyophyllum (Mertens) J. Agardh) dalam

Selain dapat dikonsumsi langsung sebagai makanan ringan (snack), nori juga digunakan sebagai hiasan dan penyedap berbagai macam masakan Jepang, misalnya pemberi rasa pada

Berdasarkan penelitian alga coklat (Hormophysa triquetra) diekstraksi dengan metode maserasi dan dilakukan uji fitokimia untuk mengetahui kandungan senyawa metabolit sekunder

Namun, beberapa promoter β-aktin heterolog yang telah digunakan dalam penelitian transgenesis dapat menghasilkan ekspresi gen yang baik pada ikan uji seperti penelitian

Komponen utama minyak gandapura adalah senyawa metil salisilat yang banyak digunakan dalam industri obat-obatan, bahan pewangi, serta industri makanan dan

Karaginan merupakan getah rumput laut yang diperoleh dari hasil ekstraksi rumput laut merah dengan menggunakan air panas (hot water) atau larutan alkali pada

Manfaat utama yang diperoleh pemerintah adalah: (i) lebih mengerti kebutuhan dari industri dan secara langsung mendialogkan dengan perusahaan dan institusi yang terlibat dalam