• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 82/PUU-XIII/2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 82/PUU-XIII/2015"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

MAHKAMAH KONSTITUSI

REPUBLIK INDONESIA

---

RISALAH SIDANG

PERKARA NOMOR 82/PUU-XIII/2015

PERIHAL

PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2014

TENTANG TENAGA KESEHATAN

TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA

REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

ACARA

PEMERIKSAAN PENDAHULUAN

(I)

J A K A R T A

KAMIS, 30 JULI 2015

(2)

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

--- RISALAH SIDANG

PERKARA NOMOR 82/PUU-XIII/2015 PERIHAL

Pengujian Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan [Pasal 1 angka 1 dan angka 6, Pasal 11 ayat (1) huruf a dan huruf m, ayat (2), dan ayat (14), Pasal 12, Pasal 21 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), Pasal 34 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (5), Pasal 35, Pasal 36 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), Pasal 37, Pasal 38, Pasal 39, Pasal 40 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 90 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), serta Pasal 94] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

PEMOHON

1. Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI)

2. Pengurus Besar Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PB PDGI), dkk

ACARA

Pemeriksaan Pendahuluan (I)

Kamis, 30 Juli 2015 Pukul 11.30 – 12.17 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat

SUSUNAN PERSIDANGAN

1) Arief Hidayat (Ketua)

2) Aswanto (Anggota)

3) Manahan MP Sitompul (Anggota)

(3)

Pihak yang Hadir:

A. Pemohon:

1. Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI)

2. Pengurus Besar Pesatuan Dokter Gigi Indonesia (PB PDGI)

B. Kuasa Hukum Pemohon:

1. M. Fadli Nasution 2. Muhammad Joni 3. Marelang Harahap 4. Zulhain Tanamas

(4)

1. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Bismillahirrahmaanirrahiim. Sidang dalam Perkara Nomor 82/PUU-XIII/2015 dengan ini dibuka dan terbuka untuk umum.

Baik. Pemohon yang hadir siapa? Saya persilakan. Oh, ini Kuasanya baru datang? Silakan, segera diatur. Ya, Kuasanya ada yang di depan. Silakan, siapa yang jadi juru bicara untuk memperkenalkan? Ini … anu … fee-nya bisa dipotong ini Kuasa datang terlambat.

2. KUASA HUKUM PEMOHON: M. FADLI NASUTION

Terima kasih, Yang Mulia. Mohon maaf bukan terlambat, kami sudah lama tadi, Yang Mulia.

3. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Oh, lama. Kenapa masuknya terlambat?

4. KUASA HUKUM PEMOHON: M. FADLI NASUTION

Antrenya yang panjang.

5. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Oh.

6. KUASA HUKUM PEMOHON: M. FADLI NASUTION

Karena Prinsipal hadir semua, Yang Mulia.

7. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Oh, ya, baik. Silakan.

8. KUASA HUKUM PEMOHON: M. FADLI NASUTION

Terima kasih. Bismillahirrahmaanirrahiim. Assalamualaikum wr. wb. Kami dari Law Office Joni dan Tanamas mewakili Para Prinsipal dalam pengujian undang-undang ini, hadir dari pengurus besar IDI,

SIDANG DIBUKA PUKUL 11.30 WIB

(5)

kemudian juga dari Pengurus Besar Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PB PDGI). Kemudian juga hadir dari Konsil Kedokteran Indonesia (KKI), kemudian juga ada dari Prinsipal Pemohon IV dan Pemohon V. Saya sendiri, Fadli Nasution, Kuasa Hukum. Kemudian, ada Pak Muhammad Joni, Kuasa Hukum, ada Pak Marelang Harahap, Kuasa Hukum, dan Ibu Zulhain Tanamas.

Untuk hari ini kami komplit, Yang Mulia. Terima kasih.

9. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Baik. Suasana sidang ini jadi sehat karena yang hadir para dokter dan dokter gigi. Virus yang ada di ruang sidang ini semuanya mati ini karena para top-top nya dokter dan dokter gigi yang hadir di sini.

Baik, Majelis sudah menerima permohonan pengujian undang-undang dalam Perkara Nomor 82 ini, dan Majelis Panel sudah membaca secara seksama, sehingga Saudara Pemohon tidak perlu … atau Kuasanya tidak perlu membacakan seluruh dari permohonan itu. Silakan dibaca pokok-pokoknya saja, ya, jadi identitasnya, kemudian mengenai apa yang diujikan. Bagaimana legal standingnya, dan positanya kemudian petitumnya, secara garis besar pokok-pokoknya saja. Silakan.

10. KUASA HUKUM PEMOHON: MUHAMMAD JONI

Terima kasih, Yang Mulia. Mohon izin, Yang Mulia. Assalamualaikum wr. wb.

11. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Waalaikumsalam wr. wb.

12. KUASA HUKUM PEMOHON: MUHAMMAD JONI

Selamat siang untuk kita sekalian. Perkenankan kami, Yang Mulia, menyampaikan pokok-pokok permohonan kami.

Yang pertama, Pemohon. Pemohon adalah pertama, Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) sebuah organisasi profesi dokter yang berbadan hukum perkumpulan sesuai dengan pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM dan selama ini juga sudah banyak melakukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi yang dalam hal ini diwakili oleh dr. Zainal Abidin M.H. selaku Ketua Umum, dr. Daeng Muhammad Faqih M.H. selaku Sekretaris Jenderal, dan Prof. Dr. Harmani Kalim MpH. Sp.JP(K)., selaku pimpinan dari Majelis Kolegium Kedokteran Indonesia (MKKI) PB IDI.

Yang kedua, pengurus besar … pengurus Persatuan Dokter Gigi Indonesia disingkat PB PDGI, dalam hal ini diwakili oleh drg. Farihah

(6)

Hanum M.Kes., selaku Ketua Umum, dan drg. Wiwiek Wahyuni M.KM, selaku Sekretaris Jenderal, dan Prof. drg. Latief Moduto M.S., SpKG.

Yang ketiga, Konsil Kedokteran Indonesia (KKI). KKI adalah sebuah lembaga negara yang dibentuk dengan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang praktik kedokteran yang berkedudukan di Jakarta Pusat. Dalam hal ini diwakili oleh Prof. Dr. dr. Bambang Supriyatno SpAK selaku Ketua KKI, Dr. dr. Sukman T Putra SpAK selaku Anggota Komisioner KKI, dan Prof. Dr. I Utama Marsis SpOGK selaku Komisioner Anggota KKI yang sesuai dengan hasil rapat Pleno KKI resmi mengajukan permohonan judicial review ini.

Yang keempat adalah perorangan, dr. Muhammad Adip Humaidi SpOT selaku dokter praktik, dan yang kelima, Salahuddin Daeng S.I. selaku orang perorangan yang berkepentingan terhadap praktik kedokteran.

Yang Mulia, perkenankan kami untuk meringkas permohonan ini objeknya adalah Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Ketenagakesehatan mulai dari Pasal 1 angka 1 sampai dengan Pasal 94, Yang Mulia sebagaimana dalam permohonan kami. Batu ujinya adalah Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Pasal 28D ayat (1) berkenaan dengan jaminan perlindungan dan kepastian hukum yang adil. Pasal 28D ayat (2) berkenaan dengan hak untuk bekerja, hak konstitusional untuk bekerja, dalam hal ini adalah profesi dokter dan dokter gigi. Dan yang ketiga adalah Pasal 28H ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945, yaitu hak konstitusional untuk sejahtera lahir dan batin dan berhak memperoleh layanan kesehatan. Itu batu ujinya, Yang Mulia.

Terus, legal standing dari KKI adalah sebagai lembaga negara yang dibentuk dalam undang-undang yang mempunyai kewenangan dan tanggung jawab serta tugas, menjamin apa yang disebut sebagai professional trust, menjamin mutu kompetensi profesi kedokteran, dan melindungi masyarakat, dalam hal ini adalah orang perorangan maupun pasien dengan mekanisme pengawasan dan penegakan hukum melalui mekanisme MK DKI yang dianut dan dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang Pendidikan Praktik Kedokteran.

Yang Mulia, perkenankan kami memohon menyampaikan pokok permohonan dalam pengujian materiil ini adalah Undang-Undang Tenaga Kesehatan sebagaimana tersebut tadi di atas, pasal-pasal dari … Pasal 1 ayat (1) sampai Pasal 94. Namun berkenan, Yang Mulia, kami mengklasterisasi, mengelompokkannya ke dalam empat kelompok.

Yang pertama, berkenaan dengan tenaga medis yang diatur di dalam Undang-Undang Tenaga Kesehatan ini, yakni Pasal 11 ayat (1) huruf a dan Pasal 11 ayat (2) Undang-Undang Tenaga Kesehatan yang pada intinya memasukkan tenaga kesehatan, yakni dokter dan dokter gigi dalam pengaturan Undang-Undang Tenaga Kesehatan yang menurut hemat kami dalam permohonan ini telah terjadi kelebihan mandat atau over mandatory. Karena sesuai dengan mandat delegasi dari

(7)

Undang Kesehatan Pasal 21 ayat (3) dan Penjelasannya, Undang-Undang Tenaga Kesehatan dimandatkan untuk dibentuk oleh eksekutif dan legislatif, namun tidak mengatur tenaga kesehatan, dalam hal ini adalah tenaga medis, dokter dan dokter gigi karena sudah ada pengaturannya secara khusus, secara sistematik, dan secara komprehensif dengan atau dalam Undang-Undang Praktik Kedokteran Nomor 29 Tahun 2004.

Itu yang pertama pokok permohonannya, Yang Mulia. Pokok permohonan ini kami lengkapi dengan dalil-dalil. Yang pertama bahwa pembentukan Undang-Undang Tenaga Kesehatan, khususnya Pasal 11 ayat (1) huruf a dalam hal ini frasa tenaga medis dan Pasal 11 ayat (2) itu melebihi kewenangan pembentukan undang-undang atau over mandatory. Sehingga norma yang dihasilkan itu tidak mempunyai validitas atau validity dan karena itu normanya bersifat ultra vires rules yang melebihi kewenangan yang mesti diatur sesuai dengan mandat delegasi Undang-Undang Tenaga Kesehatan. Dengan demikian, maka terjadi kekacauan sistem dalam hukum praktik kedokteran dan praktik kedokteran itu sendiri karena terjadi pembedaan yang tidak … terjadi pencampuradukan dan penyamarataan antara tenaga medis dengan tenaga kesehatan yang lain.

Kami berkenan, Yang Mulia untuk memberi ilustrasi ketika beberapa orang terbaik dari bangsa ini menjadi anggota atau mencalonkan diri menjadi anggota legislatif atau bahkan menjadi calon presiden, kesehatannya diperiksa oleh dokter dan atau tenaga medis itu sendiri, termasuk dokter gigi. Oleh karena itu, dokter sesuai dengan pendapat dari Mahkamah Konstitusi juga adalah subjek yang istimewa sesuai dengan apa yang kami ketahui di dalam yurisprudensi Mahkamah Konstitusi. Yang ingin kami sampaikan bahwa tidak pernah ada surat keterangan sehat itu, Yang Mulia, dikeluarkan oleh perawat, bidan, atau tenaga apoteker, yang ini yang disebut sebagai tenaga kesehatan lain yang diatur dalam Undang-Undang Tenaga Kesehatan. Alasan lain, Yang Mulia karena ini sudah diatur, over mandatory dan melebihi mandat yang diberikan oleh Undang-Undang Kesehatan, maka ini mengacaukan sistem praktik kedokteran itu sendiri. Dan akhirnya merugikan masyarakat yang menikmati pelayanan kesehatan, praktik kedokteran itu.

Yang kedua, perihal pembubaran Konsil Kedokteran Indonesia, Yang Mulia. Undang-Undang Tenaga Kesehatan Nomor 36 Tahun 2014 ini mengandung beberapa pasal yang pada pokoknya membubarkan lembaga negara, yakni Konsil Kedokteran Indonesia. Pasal itu adalah Pasal 34 ayat (3), Pasal 90 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan Pasal 94 Undang-Undang Tenaga Kesehatan, sehingga melanggar hak konstitusional atas perlindungan dan kepastian hukum yang adil, serta merugikan perlindungan kesehatan masyarakat, khususnya dalam hal penyelenggaraan praktik kedokteran yang dilindungi oleh

(8)

Undang-Undang Praktik Kedokteran. Dengan dihapuskannya Konsil Kedokteran Indonesia yang dibentuk dengan Undang-Undang Praktik Kedokteran, tapi ajaibnya dihapuskan atau dibubarkan dengan Undang-Undang Tenaga Kesehatan, ini adalah sebuah tindakan yang menurut dalil kami adalah melebihi kewenangan dan merupakan tindakan yang melanggar prinsip negara hukum yang demokratis karena pertama, KKI sendiri tidak diajak dalam pembahasan Undang-Undang Tenaga Kesehatan ini. Yang kedua, KKI sendiri begitu juga organisasi masyarakatnya tidak di … dilibatkan dan diajak dalam penyusunan naskah akademik. Dan bahkan dalam naskah akademis, undang-undang … Rancangan Undang-Undang Tenaga Kesehatan itu sendiri tidak sama sekali mempunyai maksud asli untuk membubarkan Konsil Kedokteran Indonesia.

Yang berikut adalah bahwa karena Konsil Kedokteran Indonesia ini adalah lembaga negara yang mempunyai mandat untuk melaksanakan hak konstitusional atas Pasal 28H ayat (1), maka dengan pembubaran Konsil Kedokteran Indonesia ini mengakibatkan tidak terlindunginya warga masyarakat dari praktik kedokteran karena KKI mempunyai dua tugas ganda, selain untuk perlindungan warga masyarakat dari praktik kedokteran yang tidak sesuai dengan disiplin, tetapi juga adalah untuk menjaga kompetensi profesi tenaga kedokteran itu sendiri atau dokter dan dokter gigi itu sendiri.

Dengan dihapuskannya KKI, maka tidak ada lagi wahana untuk melindungi masyarakat dan mengontrol kendali kompetensi praktik kedokteran dari dokter dan dokter gigi tersebut.

Yang Mulia, perkenankan kami menambahkan sedikit bahwa KKI ini adalah sebuah institusi yang bersifat independent. Kalau kita … kami berkenan mengibaratkan Bank Indonesia yang independent adalah lembaga negara yang menjaga kesehatan moneter, maka KKI adalah lembaga negara yang independent yang menjaga kesehatan atau pelayanan kesehatan melalui praktik kedokteran yang merupakan pelaku utama dalam pelayanan kesehatan masyarakat itu sendiri.

Dengan demikian, pembubaran KKI adalah merugikan masyarakat, merugikan organisasi profesi, dan merugikan negara itu sendiri karena tidak lagi ada mandatori untuk mengawasi dan mengamanat … melaksanakan Pasal 28H ayat (1). Dan oleh karena itu, ketentuan Undang-Undang Nakes yang membubarkan KKI dengan pasal-pasal tersebut di atas adalah bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

Yang ketiga adalah perihal pembentukan KTKI. KTKI itu adalah Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia yang nanti dimaksudkan untuk menggantikan KKI yang justru kedudukannya di dalam Undang-Undang Tenaga Kesehatan tidak dapat disamakan setara dan sebangun dengan KKI karena KTKI dibentuk oleh eksekutif … oleh eksekutif dan dengan demikian independensi dan imparsialitasnya sebagai penjaga profesional trust dan perlindungan kepada warga masyarakat menjadi sangat

(9)

diragukan. Oleh karena itu, KTKI lebih tepat sebagai jajaran eksekutif yang melaksanakan urusan-urusan eksekutif dan karena itu tidak berkolerasi langsung dengan urusan perlindungan warga masyarakat dari praktik kedokteran dan menjaga kompetensi tenaga medis, dalam hal ini adalah dokter dan dokter gigi sebagai … dalam praktik kedokteran.

Oleh karena itu, Yang Mulia, dengan mengambil alih alasan-alasan juga dalam … dalam permohonan kami tentang KKI, mohon mengambil alih alasan-alasan tersebut di dalam permohonan pengujian tentang KTKI.

Yang ke … berikut adalah berkenaan dengan ketentuan uji kompetensi yang dalam hal ini diatur dalam Pasal 37, Pasal 38, Pasal 39, dan Pasal 40, maaf, itu juga mengatur soal konsil. Jadi, penggunaan kata konsil, kami mohon menguji ini dan menggantinya dengan ketentuan yang lebih tepat adalah Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia.

Yang terakhir adalah perihal ketentuan pengujian Pasal 11 ayat (1) huruf m dan Pasal 11 ayat (4) … ayat (14) dan Pasal 12 Undang-Undang Tenaga Kesehatan tentang Perlindungan Kepastian Hukum yang adil atas pelayanan kesehatan masyarakat, dalam hal ini adalah tenaga kesehatan lain-lain. Tenaga kesehatan lain-lain ini mem … mengatur bahwa tenaga kesehatan itu bisa ditetapkan oleh menteri dan kemudian untuk setiap jenis tenaga kesehatan lain-lain itu bisa ditentukan sendiri oleh menteri.

Menurut hemat kami dalam permohonan ini, Yang Mulia, tenaga kesehatan lain-lain itu adalah sesuatu yang sangat ambivalen dan berbeda dengan ketentuan Undang-Undang Nakes itu sendiri yang secara eksplisit menentukan bahwa tenaga kesehatan dibentuk dengan undang-undang dan begitu juga penjenisannya dan pengaturan kewenangan kompetensinya.

Terakhir, Yang Mulia, adalah ketentuan tentang uji kompetensi, yaitu dalam Pasal 1 angka … ayat … angka 6, Pasal 21 ayat (1), dan ayat (2), dan ayat (3), serta ayat (4), (5), (6) sepanjang frasa uji kompetensi dan Pasal 21 ayat (6) undang … Undang-Undang Tenaga Kesehatan yang melanggar ketentuan Pasal 28D ayat (1), Pasal 28D ayat (2), dan Pasal 28H ayat (1).

Kami mendalilkan bahwa uji kompetensi itu adalah konsep dan domain, serta wewenang profesi, bukan domain akademi, sehingga uji kompetensi tidak berdasar dan tidak relevan jika dilakukan oleh akademi atau perguruan tinggi. Dalam Undang-Undang Tenaga Kesehatan ini, uji kompetensi dilakukan dengan perguruan tinggi atau yang kita sebut sebagai akademi.

Demikian, Yang Mulia, pokok-pokok dalil-dalil kami dan berkenan terakhir kami menyampaikan petitum. Di dalam petitum ini kami memohon.

(10)

1. Menyatakan mengabulkan permohonan Para Pemohon untuk seluruhnya.

2. Menyatakan Ketentuan Pasal 11 ayat (1) huruf a sepanjang frasa a. tenaga kesehatan dan Ketentuan Pasal 11 ayat (2) Undang-Undang Tenaga Kesehatan, dan Ketentuan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Tenaga Kesehatan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 secara konstitusional bersyarat apabila tidak dimaknai dengan menambah kecuali tenaga medis.

Jadi kami mohon tenaga medis dikeluarkan dari Peraturan Undang-Undang Tenaga Kesehatan.

3. Ketentuan Pasal 34 ayat (3), Pasal 90 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan Pasal 94 Undang-Undang Tenaga Kesehatan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

4. Ketentuan Pasal 34 ayat (1), ayat (2), ayat (5), Pasal 35, Pasal 36 ayat (1), ayat (2), ayat (3), Pasal 40 ayat (1), Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43 Undang-Undang Tenaga Kesehatan sepanjang frasa konsil tenaga kesehatan Indonesia bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 secara konstitusional bersyarat jika tidak dimaknai dan diubah menjadi Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia saja.

5. Ketentuan Pasal 34, Pasal 37, Pasal 38, Pasal 39, Pasal 40 ayat (2) Undang-Undang Tenaga Kesehatan sepanjang kata konsil bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 secara konstitusional bersyarat jika tidak dimaknai dan diubah menjadi Majelis.

Ketentuan Pasal 11 ayat (1) huruf m, Pasal 11 ayat (14), dan Pasal 12 Undang-Undang Tenaga Kesehatan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Dan terakhir.

6. Ketentuan Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Tenaga Kesehatan sepanjang frasa uji kompetensi, Pasal 21 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6) Undang-Undang Tenaga Kesehatan sepanjang frasa uji kompetensi bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai sebagai ujian kelulusan akhir. Dan Ketentuan Pasal 21 ayat (6) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

7. Menyatakan Ketentuan Pasal 11 ayat (1) huruf a sepanjang frasa tenaga medis, Pasal 11 ayat (2) dan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Tenaga Kesehatan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara konstitusional bersyarat apabila tidak dimaknai dengan menambah frasa kecuali tenaga medis.

8. Ketentuan Pasal 34 ayat (3), Pasal 90 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan Pasal 94 Undang-Undang Tenaga Kesehatan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

9. Ketentuan Pasal 34 ayat (1), ayat (2), ayat (5), Pasal 35, Pasal 36 ayat (1), ayat (2), ayat (3), Pasal 40 ayat (1), Pasal 41, Pasal 42,

(11)

Pasal 43 Undang-Undang Tenaga Kesehatan sepanjang frasa konsil tenaga kesehatan Indonesia tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara konstitusional bersyarat jika tidak dimaknai dan diubah menjadi Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia.

10.Ketentuan Pasal 37, Pasal 38, Pasal 39, Pasal 40 ayat (2) Undang-Undang Tenaga Kesehatan sepanjang kata konsil tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara konstitusional bersyarat jika tidak dimaknai dan diubah menjadi Majelis.

11.Ketentuan Pasal 11 ayat (1) huruf m, Pasal 11 ayat (14), Pasal 12 Undang-Undang Tenaga Kesehatan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

12.Ketentuan Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Tenaga Kesehatan sepanjang frasa uji kompetensi, Pasal 21 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6) Undang-Undang Tenaga Kesehatan sepanjang frasa uji kompetensi tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai sebagai ujian kelulusan akhir. Dan Ketentuan Pasal 21 ayat (6) Undang-Undang Tenaga Kesehatan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

13.Pemohon memerintahkan pengumuman putusan Mahkamah Konstitusi atas permohonan uji materiil Undang-Undang Tenaga Kesehatan dalam berita negara. Mohon putusan yang seadil-adilnya.

Demikian Yang Mulia, pokok-pokok permohonan yang kami sampaikan untuk waktu dan kesempatannya, terima kasih kami sampaikan kepada Majelis. Terima kasih.

13. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Baik, terima kasih. Sesuai dengan hukum acara Mahkamah Konstitusi, maka pada sidang pendahuluan ini setelah Pemohon menyampaikan secara lisan permohonannya, maka agenda berikutnya adalah menjadi kewajiban Hakim Panel untuk memberikan nasihat sebagai upaya untuk Pemohon bisa memperbaiki permohonannya, ya, supaya permohonan ini sempurna sesuai dengan format hukum acara yang sudah ditentukan permohonannya harus bagaimana.

Saya persilakan, Yang Mulia Prof. Aswanto terlebih dahulu.

14. HAKIM ANGGOTA: ASWANTO

Terima kasih, Ketua Yang Mulia, Saudara Para Pemohon. Pertama, membaca permohonan Saudara ini terus terang saya bingung karena permohonan ini ada 94, oh, sori ... ada 96 halaman. Lalu pasal yang diminta untuk diuji di bagian awal itu ada 22 pasal ya, di catatan saya, kalau keliru nanti dikonfirmasi. Ada 22 pasal yang diminta diuji. Lalu setelah saya compare dengan petitum, di petitum hanya 19 pasal, ada tiga pasal yang … apa namanya … ada tiga pasal yang tidak tahu

(12)

kemana, gitu. Ada di permintaan diuji, tapi kemudian tidak ada di petitum.

Nah, ini soal konsistensi yang pertama. Itu soal konsistensi. Jadi mestinya apa … semua pasal yang diminta untuk diuji, lalu mestinya juga muncul di pasal-pasal yang ada di posita yang menurut Para Pemohon diminta pengujiannya mestinya juga muncul di bagian petitum. Tapi itu ya menurut catatan saya ya mungkin saya juga keliru karena ini selama saya jadi hakim kayaknya ini satu tahun lebih saya jadi hakim kayaknya ini permohonan yang terpanjang yang pernah saya dapat nih.

Itu yang pertama. Yang kedua, secara struktur sebenarnya kalau kita lihat bahwa permohonan ini sudah merujuk kepada hukum acara. Merujuk kepada ketentuan yang ada pada Mahkamah Konstitusi. Di mana ada bagian-bagian yang harus tercantum di dalam sebuah permohonan. Yang pertama adalah identitas suara Pemohon. Kemudian … apa namanya … pasal yang diminta untuk diuji, kemudian legal standing, lalu posita, dan petitum.

Nah, itu secara keseluruhan saya kira di dalam permohonan ini sudah terpenuhi. Namun kalau kita mau lebih detail, saya yakin bahwa Para Pemohon tentu punya harapan bahwa apa yang dimohonkan ini, itu bisa meyakinkan Para Hakim sehingga memberi penilaian bahwa memang yang dipersoalkan ini adalah persoalan konstitusional yang memang merugikan atau berpotensi hak-hak konstitusional Para Pemohon menjadi terganggu atau menjadi hilang, gitu.

Nah, untuk meyakinkan kami. Kalau boleh saya sarankan dan memang harus begitu menurut hukum acara bahwa semua dalil, ya, apa yang didalilkan oleh Para Pemohon itu harus diperkuat dengan argumen yang tentu nanti akan diperkuat juga dengan alat bukti. Nah karena ini banyak sekali pasal yang diminta, itu belum ayatnya, ini baru pasalnya, ada 22 pasal. Karena banyak sekali pasal yang diminta untuk diuji agar kami lebih mudah untuk memahami, apakah benar ada kerugian konstitusional yang dialami oleh Para Pemohon baik faktual maupun potensial dengan berlakunya norma yang akan diuji.

Nah, saya menganggap bahwa jauh lebih bagus kalau masing-masing norma yang diminta untuk diuji itu langsung dielaborasi dengan pasal yang dijadikan sebagai batu uji dan di situ juga bisa terurai kerugian apa. Tentu bukan kerugian ekonomi tapi kerugian konstitusional atau potensi kerugian konstitusional yang dialami oleh Para Pemohon dengan berlakunya norma yang diminta untuk diuji. Ini yang kelihatan tidak nampak, Pak.

Saya kira permohonan ini saya yakin bahwa ini dikerjakan secara serius sehingga kajian-kajian akademik sangat kental di dalamnya. Ya kami juga butuh kajian akademik tetapi yang paling penting adalah yakinkan kami bahwa ada kerugian konstitusional baik yang faktual maupun yang potensial berdasarkan penalaran yang wajar yang dialami oleh Para Pemohon dengan berlakunya norma yang diminta diuji dan

(13)

Para Pemohon juga harus meyakinkan kami bahwa dengan dinyatakannya norma itu tidak berlaku atau dengan dinyatakannya norma itu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945, maka kerugian atau potensi kerugian konstitusional itu tidak akan terjadi. Ini yang kelihatan belum nampak.

Saya kira kalau itu di apa … diurai pasal per pasal, pasal ini misalnya … misalnya pasal … kita mulai misalnya Pasal 1 angka 1, apa kerugian konstitusional yang dialami oleh Para Pemohon dengan adanya norma itu? Kemudian, yakinkan juga bahwa dengan dinyatakannya norma ini tidak berlaku, potensi kerugian tadi menjadi hilang.

Nah, itu yang menurut saya perlu di apa … dielaborasi kembali, sehingga kami yakin bahwa apa yang diminta oleh Para Pemohon ini memang betul-betul masuk dalam lingkup persoalan konstitusional. Ya, mungkin juga memang ada kerugian ekonomi, tetapi sebenarnya kerugian ekonomi itu hanya apa … dampak yang harus dimulai dengan membangun logika bahwa sebenarnya kerugiannya adalah kerugian konstitusional yang kemudian berdampak ke banyak hal antara lain ekonomi, kalau misalnya ada. Tapi bukan itu yang menjadi … apa menjadi indicator yang menentukan.

Demikian juga dengan pasal-pasal lainnya karena ini ada 22 pasal kalau menurut catatan saya, itu harus dielaborasi pasal per pasal kalau menurut saya elaborasinya dengan Pasal 28 tentunya, Pasal 28 undang … 28D, 28D ayat (1), Pasal 28D ayat (2), 28H ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

Nah, itu yang menurut saya perlu saya sampaikan sebagai saran, tapi terlepas apakah mau diterima atau tidak itu kan haknya Ibu-Bapak sebagai Pemohon. Saya kira dari saya cukup, Yang Mulia.

15. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Terima kasih, Yang Mulia Prof. Aswanto. Saya persilakan, Yang Mulia Dr. Manahan.

16. HAKIM ANGGOTA: MANAHAN MP SITOMPUL

Terima kasih, Yang Mulia Ketua. Saya hanya menambahkan saja sedikit dari apa yang dikemukakan oleh Yang Mulia Pak Prof. Aswanto.

Melihat dari banyaknya Para Pemohon yang tercantum di sini, tentu kita harus perhatikan juga legal standing sebagai pintu masuk untuk apa yang dikemukakan oleh Prof. Aswanto. Jadi legal standing ini sangat relavan dengan apa yang menjadi substansi yang dikemukakan dalam permohonan ini karena Saya lihat Para Pemohon ini berbagai macam kedudukan, baik kedudukan profesinya atau kedudukan jabatan atau strukturalnya maupun hanya sebagai pribadi. Tentu ini bermacam-macam nanti hubungannya dengan kerugian konstitusional yang

(14)

dikemukakan. Jadi legal standing sangat erat dengan kerugian konstitusional yang akan dikemukakan dalam permohonan ini. Tentu saja berarti uraiannya pun mungkin lebih spesifik, nanti masing-masing Para Pemohon ini harus dikemukakan.

Kemudian yang kedua, pokok permohonan pertama tadi yang telah dikemukakan secara lisan, saya ambil kesimpulan adanya di situ tadi dikemukakan over mandatory atau ultra vires rules yang dikemukakan oleh Pemohon. Ini sangat saya lihat membandingkan antara undang-undang dengan undang-undang yang lain, dalam hal ini Undang-Undang Tenaga Kesehatan dengan Undang-Undang Profesi Kedokteran mungkin yang lain. Sehingga itu menjadi acuan untuk menyatakan bahwa ini ada kerugian, namun sekali lagi sebagaimana telah diingatkan seluruhnya harus bertumpu kepada konstitusi, di dalam hal ini Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Jadi harus point to point dalam arti bahwa pasal ini inconstitutional harus langsung ditunjuk kepada pasal-pasal dari Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Barangkali itu saja yang bisa saya tambahkan. Terima kasih, Pak Ketua.

17. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Terima kasih, Yang Mulia. Berikutnya dari saya. Betul tadi yang disampaikan oleh Prof. Aswanto, jadi ketebalan permohonan dan buktinya itu menunjukkan keseriusan dari Pemohon dalam melakukan pengujian undang-undang, itu baik. Tetapi kalau kita cermati, ada beberapa hal yang lebih disempurnakan supaya Majelis itu bisa teriak ini bahwa pasal-pasal yang diujikan itu memang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Sehingga permohonan Pemohon bisa dikabulkan, apakah sebagian atau seluruhnya.

Oleh karena itu, catatan saya, supaya bisa lebih diringkas, artinya lebih fokus. Ini dari substansi dulu yang saya sampaikan. Ini ada pasal undang-undang, ini ada landasan pengujiannya. Kenapa pasal-pasal itu bertentangan dengan landasan pengujian yang ada di dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 itu difokuskan ke situ saja. Bisa dilihat dari aspek secara normatif, bisa secara sosiologis, bisa secara filosofis bertentangannya dengan konstitusi bagaimana ya. Itu lebih …lebih terarah, lebih fokus ya uraian-uraian itu ada di posita yang kemudian muncul secara ringkas di dalam petitum. Oleh karena itu, pasal-pasal ini ya tadi Saudara Pemohon menjelaskan bahwa ini konstitusional bersyarat. Nah, kalau konstitusional bersyarat sehingga harus dimaknai begini pasal-pasal itu, sedangkan pasal-pasal yang lain itu bertentangan harus dinyatakan tidak berlaku begitu.

Kemudian yang kedua, kenapa terlalu panjang, saya juga melihat menurut PMK kita memang permohonan ini sudah mencantumkan identitas para pihak atau identitas Pemohon, kemudian kewenangan Mahkamah, legal standing dari Pemohon, kemudian ada posita, dan ada

(15)

petitum. Tapi yang tidak perlu juga ada, misalnya latar belakang pengajuan permohonan itu enggak usah ya, ini malah membuat terlalu tebal dan tidak fokus sehingga dihilangkan saja latar belakang pengajuan permohonan ini apa. Itu bisa nanti secara padat dimasukkan di dalam posita latar belakang itu ya.

Kemudian yang berikutnya di dalam permohonan ini kok malah menjelaskan ada kerugian konstitusional masyarakat. Nah, ini fokuskan saja kenapa Pemohon itu mengajukan judicial review dan mempunyai legal standing karena Pemohon mempunyai kerugian konstitusional yang kerugian itu juga bisa dialami oleh masyarakat, tapi inti kenapa Pemohon nanti diberi legal standing karena Pemohon itulah yang utama yang dirugikan konstitusionalitasnya. Kalau yang dirugikan masyarakat sedangkan Pemohon yang mengajukan enggak punya kerugian konstitusionalitas, ya yang mengajukan permohonan mestinya masyarakat, bukan Pemohon. Nah, ini yang harus lebih ditekankan ya. Nanti di dalam permohonan lebih ditekankan bahwa yang mengalami kerugian konstitusionalitas baik secara aktual maupun secara potensial adalah Pemohon sendiri.

Nah, Pemohon ini di sini nanti juga dijelaskan yang tadi disebutkan PB IDI apa PB PDGI dan individual perorangan itu ya kalau disebutkan PB IDI dan PB PDGI itu organisasi privat atau publik. Nah, itu dinyatakan di situ karena nanti jelas ya di dalam Undang-Undang kita di dalam PMK kita, Peraturan Mahkamah Konstitusi, kita mengatakan memang badan hukum publik dan badan hukum privat mempunyai legal standing. Nah, dinyatakan PB IDI dan PB PDGI itu sebagai organisasi publik yang bergerak di bidang apa oleh karenanya dia mempunyai legal standing gitu ya.

Kemudian yang berikutnya bagian kewenangan Mahkamah. Sebaiknya tidak dicampurkan atau digabungkan dengan bagian kedudukan hukum, dipisahkan. Ada kerugian konstitusionalitas sehingga kemudian muncul kedudukan hukum itu sub judulnya adalah kedudukan hukum atau legal standing, kemudian ada kewenangan mahkamah. Oleh karena itu, Mahkamah Konstitusi karena ini pengujian undang-undang pengujian norma, maka Mahkamah Konstitusi berwenang untuk mengadili perkara a quo gitu.

Kemudian yang berikutnya yang perlu saya sampaikan, jadi pada intinya kita mengharapkan bahwa permohonan ini lebih tajam dan fokus, itu saja karena akan memudahkan Hakim untuk memeriksa, Hakim untuk menemukan secara jelas, oh ya memang pasal-pasal yang dimulai dari Pasal 1 sampai Pasal 94 itu bertentangan dengan konstitusi atau anu … apa namanya ... bertentangan secara bersyarat. Kalau tidak dimaknai ini, maka itu bertentangan.

Itu pokok-pokok yang bisa saya sampaikan ya, sehingga karena ini cukup apa ... cukup banyak juga yang harus bisa diperbaiki, disempurnakan tadi juga sudah dikatakan oleh Yang Mulia Prof.

(16)

Aswanto, kewajiban kita untuk memberikan masukan, saran, perbaikan, tapi menjadi hak Saudara-Saudara, hak Pemohon untuk memperbaiki. Kalau tidak diperbaiki juga tidak apa-apa. Mau diperbaiki itu juga sangat diharapkan ya. Oleh karena itu, kita sesuai hukum acara, memberikan waktu dalam 14 hari untuk memperbaiki permohonan ini paling lambat, ya. Semakin cepat semakin baik diperbaiki, kemudian disampaikan Kepaniteraan untuk kita sidangkan kembali ya.

Untuk menerima perbaikan permohonan, yang selanjutnya akan kita laporkan pada Pleno Hakim ya, untuk diteruskan apakah diteruskan pada sidang Pleno atau tidak. Kalau diteruskan, tentunya Para Pemohon juga harus menyiapkan para ahli dan saksi, yang memperkuat bukti yang sudah disampaikan ke Majelis, buktinya tebal sekali, tadi saya sudah baca ya, sudah lihat. Sehingga betul-betul memperkuat permohonan ini, sehingga Majelis bisa mengabulkan permohonan ini, ya.

Waktu 14 hari, sehingga paling lambat perbaikan permohonan diterima di Kepaniteraan pada hari Rabu, 12 Agustus 2015, maksimal atau paling lambat pukul 10.00 WIB, ya. Tapi kalau sebelum itu bisa sudah seminggu atau sebelumnya sudah bisa diperbaiki, segera disampaikan ke Kepaniteraan, maka sidang pendahuluan yang kedua akan segera kita gelar untuk menerima perbaikan permohonan ini.

Saya kira itu. Saya persilakan kalau ada yang dikemukakan oleh Pemohohn sebelum sidang saya akhiri.

18. KUASA HUKUM PEMOHON: MUHAMMAD JONI

Terima kasih, Yang Mulia. Kami selaku Pemohon mengucapkan terima kasih atas nasihat dan masukan yang wajib disampaikan kepada kami, kami akan menjustifikasi dan menyesuaikannya.

Yang kedua, benar pokok permohonan ini sangat banyak, kami mengkualifikasi ada 22 pasal, Yang Mulia. Tapi memang dikelompok-kelompokkan menurut normanya sehingga menjadi 13 kelompok.

Yang ketiga, kami akan mempertajam, Yang Mulia, kerugian konstitusional dan baik itu yang faktual maupun yang potensial, yang nanti akan kami lengkapi sebagai bahan yang terbaik yang akan kami ajukan.

Yang berikut tentang petitum ... tentang latar belakang, kami akan memperhatikan itu dan kami akan mengikuti nasihat-nasihat Yang Mulia.

Yang terakhir tentang Pemohon, Pemohon ini ada tiga kelompok, badan hukum, kemudian lembaga negara KKI, dan orang perorang atau warga masyarakat, dan kami akan melengkapi lagi nanti perihal kerugian konstitusional, baik itu orang perorangan, badan hukum, lembaga negara, yang menjadi Pemohon.

Dan terakhir, kami akan melengkapi tentang petitum ... petitum yang diajukan dalam permohonan ini, sebagaimana juga sudah kami

(17)

sampaikan di sini, kami akan melengkapi, memeriksa, dan menyesuaikannya sesuai dengan nasihat dan masukan dari Yang Mulia. Terakhir, kami akan menyiapkan perbaikan permohonan ini, Yang Mulia. Dan juga jika dimungkinkan berkenan kami juga menambah beberapa bukti tertulis lain, yang nanti akan kami sertakan dalam permohonan perbaikan ini. Terima kasih, Yang Mulia.

19. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Baik. Jadi silakan menambahkan bukti, nanti akan disahkan pada waktu sidang pendahuluan yang kedua, ya. Bukti-bukti yang masih dianggap kurang, yang bisa ditambahkan selain bukti yang sudah diterima di Kepaniteraan. Ada lagi yang akan disampaikan? Ini para senior, guru besar ini ada yang disampaikan? Kalau cukup, maka sudah cukup. Baik, kalau sudah cukup maka terima kasih sidang saya akhiri dan sidang ditutup.

Jakarta, 30 Juli 2015

Kepala Sub Bagian Risalah, t.t.d

Rudy Heryanto

NIP. 19730601 200604 1 004

SIDANG DITUTUP PUKUL 12.17 WIB KETUK PALU 3X

Referensi

Dokumen terkait

a) Pusat Teknologi Tepat Guna (PT2G) mempunyai tugas melaksanakan promosi dan publikasi teknologi tepat guna baik berupa perangkat atau peralatan maupun sistem operasi (software)

4) Banyaknya kunyahan makanan per menit pada masing-masing kelompok umur  Sedangkan untuk menentukan perbedaan lamanya waktu yang diperlukan untuk merumput dan lamanya

Meyakinkan keandalan informasi, fungsi audit internal yang ketiga ini juga telah sesuai dengan standar perusahaan bahwa fungsi audit internal yaitu Memberikan

Dalam asumsi pertama, ijtihad sama dengan ra'yu; dan dalam asumsi kedua, ijtihad sama dengan qiyas. Oleh sebab itu, aliran ini sangat dominan mengunakan ra'yu dengan

Kedua, penelitian dengan judul “Coping Strategy pada Mahasiswa Salah Jurusan” yang dilakukan oleh Intani dan Surjaningrum (2010). Hasil penelitian tersebut memperlihatkan

Jika sudah ketemu dengan file popojicms yang akan anda upload, silakan klik kanan pada nama file popojicms.v.1.2.5 lalu klik upload.. biarkan kosong saja, lalu klik

Apabila ketuban  pecah sebelum usia kehamilan kurang dari 37 minggu akan meningkatkan risiko infeksi, juga meningkatkan risiko terjadinya penekanan tali pusat yang

Berdasarkan perbandingan nilai korelasi antara nilai dugaan respon akhir dan peubah respon