PENINGKATAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA
MELALUI PENERAPAN MODEL MULTILITERASI SAINTIFIK
PADA KONSEP ENERGI
(Penelitian Tindakan Kelas Terhadap Siswa Kelas IV Sekolah Dasar Negeri Pilangsari I di Kecamatan Jatitujuh Kabupaten Majalengka)
ARTIKEL
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Program Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Oleh
VIDIA WULAN SARI 1203633
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR KAMPUS CIBIRU
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG
2016
This PDF file is Created by trial version of Quick PDF Converter Suite. This PDF file is Created by trial version of Quick PDF Converter Suite.
1Penulis
2Penulis Penanggung Jawab 3Penulis Penanggung Jawab
PENINGKATAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA
MELALUI PENERAPAN MODEL MULTILITERASI SAINTIFIK PADA
KONSEP ENERGI
Vidia Wulan Sari
1, Novi Yanthi
2, Lely Halimah
3Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Cibiru
Email : vidia128@gmail.com
ABSTRAK
Penelitian dilatarbelakangi oleh permasalahan mengenai rendahya pengembangan keterampilan proses sains siswa. Oleh karena itu alternatif yang digunakan yaitu melalui penerapan model multiliterasi saintifik untuk meningkatkan keterampilan proses sains siswa pada konsep energi. Tujuan penelitian yaitu untuk meningkatkan keterampilan proses sains siswa dan mengetahui kendala yang dihadapi dalam meningkatkan keterampilan proses sains menggunakan model multiliterasi saintifik. Desain penelitian yang digunakan yaitu model PTK John Elliot yang terdiri dari tiga siklus. Subyek penelitiannya yaitu siswa kelas IV SD Negeri Pilangsari I yang berjumlah 30 orang. Data penelitian diperoleh dari catatan lapangan, lembar observasi, lembar evaluasi, lembar kerja siswa, lembar wawancara dan kamera. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa keterampilan proses sains siswa mengalami peningkatan. Skor rata-rata proses keterampilan siswa pada siklus I yaitu 1,58, siklus II yaitu 1,93 dan siklus III yaitu 2,28. Nilai rata-rata hasil evaluasi pada siklus I yaitu 59,22, siklus II yaitu 64,22 dan siklus III yaitu 71,67. Kendala yang dihadapi dalam meningkatkan keterampilan proses sains menggunakan model multiliterasi saintifik yaitu berkaitan dengan alokasi waktu yang kurang untuk mengoptimalkan setiap tahapan pembelajaran. Kendala dalam pengembangan keterampilan mengamati yaitu siswa kesulitan dalam mengamati fitur yang harus diamati. Siswa juga kesulitan dalam membuat prediksi dengan menggunakan alasan yang tepat. Pada saat mengkomunikasikan siswa sudah mampu membuat kesimpulan sesuai dengan tabel hasil percobaan namun dalam membacanya masih ada yang kurang jelas. Sejalan dengan pemaparan tersebut, maka model multiliterasi saintifik dapat menjadi alternatif bagi pihak sekolah untuk meningkatkan keterampilan proses mengamati, memprediksi dan mengkomunikasikan pada mata pelajaran IPA di SD.
Kata Kunci : Model Multiliterasi Santifik, Keterampilan Proses Sains, Konsep Energi, Sekolah Dasar, Ilmu Pengetahuan Alam.
This PDF file is Created by trial version of Quick PDF Converter Suite. This PDF file is Created by trial version of Quick PDF Converter Suite.
Vidia Wulan Sari, Novi Yanthi, dan Lely Halimah Peningkatan Keterampilan Proses Sains Siswa melalui Penerapan Model Multiliterasi Saintifik pada Konsep Energi|
SCIENCE PROCESS SKILLS STUDENTS IMPROVEMENT
THROUGH THE APPLICATION OF SCIENTIFIC MULTILITERACIES
MODEL ON THE CONCEPT OF ENERGY
Vidia Wulan Sari
1, Novi Yanthi
2, Lely Halimah
3Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Cibiru
Email : vidia128@gmail.com
ABSTRACT
The research based on backround by the problems that appear on low development of science process skills students. Therefore, it required an effort to overcome these problems by using scientific multiliteracies model to improve the skills of the process science students on the concept of energy. The purpose of the research is to improve the skills of the process of science students and knows the obstacles faced in improving science process skills using the scientific multiliteracies model. The research design used John Elliot PTK model consisting of three cycles. The research subjects was grade IV SD Negeri Pilangsari I of 30 people. Research data obtained from field note sheet of observation, evaluation sheets, student worksheets, interview sheets and camera. Results of the study concluded that the process skills science students has increased. An average score of process skills of students in cycle I was 1.58, cycle II was 1.93 and cycle III was 2.28. The average value of the results of the evaluation cycle I was 59.22, cycle II was. 64.22 and cycle III was 71.67. Obstacles faced in improving science process skills using scientific multiliteracies model that is associated with a less time allocation to optimize each stage of learning. Constraints in the development of the skills of observing, students difficulty in observing the features that must be observed. Students also difficulty in making predictions by using a proper reason. At a time when students are able to communicate makes a conclusion in accordance with the table of results of experiments but in reading it there is still less clear. In line with the exposure, then scientific multiliteracies model can be an alternative of the school to improve the skills of the process observe, predict and communicate on subjects natural science in elementary school.
Keywords: Scientific Multiliteracies Model, Science Process Skills, The Concept of Energy, Elementary School, The Nature of Science.
This PDF file is Created by trial version of Quick PDF Converter Suite. This PDF file is Created by trial version of Quick PDF Converter Suite.
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran di Sekolah
Dasar (SD) yang bertujuan untuk
memahami fenomena, kejadian dan
keragaman yang terjadi di alam semesta dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya melalui proses ilmiah. Dalam pembelajaran IPA, kita akan berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam semesta. IPA bukan hanya tentang pengetahuan dan hafalan mengenai fenomena alam, namun lebih jauh dari itu IPA merupakan suatu proses untuk
menemukan sesuatu. Aspek yang
dikembangkan dalam pembelajaran IPA bukan hanya pengetahuannya saja, namun sikap dan keterampilan siswa dalam proses pembelajaran pun dikembangkan secara maksimal dengan pengalaman secara langsung.
Rustaman (2011) mengemukakan bahwa hakikat IPA dapat ditinjau sebagai produk, IPA sebagai proses dan IPA sebagai sikap. IPA sebagai produk berarti konsep, fakta, teori dan hukum yang dipelajari dalam IPA merupakan produk dari pemikiran para ahli yang senantiasa melakukan penelitian untuk menemukan sesuatu yang baru. Hakikat IPA sebagai proses berarti para ahli dalam melakukan penelitian untuk menemukan suatu konsep pasti melewati suatu proses yang sistematis dan berkesinambungan. Idealnya, agar
siswa memiliki pemahaman yang
mendalam tentang IPA maka siswa harus menguasai keterampilan proses sains. IPA bukan hanya tentang produk dan proses, namun juga tentang sikap. Diantaranya sikap ilmiah yang harus dikuasai oleh siswa yaitu objektif, jujur, kritis, bertanggung jawab dan terbuka.
Berdasarkan tujuan pembelajaran IPA di SD menurut KTSP, proses pembelajaran sangat penting diperhatikan, karena proses menentukan hasil. Apabila prosesnya berjalan baik maka pada akhirnya tujuan pembelajaran pun akan
tercapai dengan baik pula. Namun, berdasarkan data hasil PISA (Programme for International Student Assessment) tahun 2012, Indonesia hanya berada di peringkat ke-64 dari 65 negara peserta. Nilai rata-rata matematika siswa Indonesia hanya 375, rata-rata nilai membaca 396, dan rata-rata nilai sains adalah 382. Dengan skor rata-rata internasional 500 (OECD, 2014, hlm. 5). Berdasarkan hasil PISA yang mengungkapkan literasi sains atau kemampuan menggunakan sains, bahwa literasi sains siswa Indonesia masih rendah dibandingkan dengan siswa-siswa dari negara lain.
Pada pembelajaran IPA di SD,
peneliti menemukan beberapa fakta
diantaranya yaitu pembelajaran di kelas masih menggunakan model konvensional. Siswa belajar dengan cara menghafal, namun kurang terampil dalam menerapkan pengetahuan yang telah didapatnya. Pada pembelajaran konvensional guru berperan sebagai fokus utama pembelajaran (teacher centered), proses pembelajaran didominasi oleh ceramah dari guru. Siswa kurang diberikan kesempatan untuk menemukan pengetahuan sendiri, sehingga produk yang dihasilkan siswa pun hanya sebatas pengetahuan dan hafalan saja tanpa pemahaman yang mendalam.
Berdasarkan beberapa permasalahan yang telah dikemukakan, perlu adanya pembaharuan dalam pembelajaran IPA di SD. IPA bukan hanya sebuah produk berupa konsep dan teori, tetapi IPA juga mencakup proses dan sikap ilmiah untuk menemukan produk tersebut. Maka dari itu siswa harus memiliki keterampilan proses sains agar dapat memahami suatu konsep. Pengembangan keterampilan proses pun merupakan salah satu tujuan pembelajaran IPA yang harus dicapai, karena dengan mengembangkan keterampilan proses maka siswa dapat menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah dan membuat
keputusan.
This PDF file is Created by trial version of Quick PDF Converter Suite. This PDF file is Created by trial version of Quick PDF Converter Suite.
Vidia Wulan Sari, Novi Yanthi, dan Lely Halimah Peningkatan Keterampilan Proses Sains Siswa melalui Penerapan Model Multiliterasi Saintifik pada Konsep Energi|
Bundu (2006, hlm. 12)
mengemukakan bahwa “keterampilan
proses sains adalah sejumlah keterampilan untuk mengkaji fenomena alam dengan cara-cara tertentu untuk memperoleh ilmu dan pengembangan ilmu selanjutnya”. Untuk mengkaji fenomena-fenomena alam yang dipelajari dalam IPA, siswa harus memiliki keterampilan proses sains agar produk yang dihasilkan dari pembelajaran tersebut dapat berkesan dan tidak mudah
dilupakan oleh siswa. Menurut
Karamustafaoğlu (2011) keterampilan proses sains dapat membangun kerangka aplikasi laboratorium berbasis penelitian.
Sehingga melalui pengembangan
keterampilan proses sains, siswa dapat
belajar bermakna dan membangun
pengtahuannya sendiri melalui kegiatan percobaan. Keterampilan proses sains merupakan sejumlah keterampilan yang harus dimiliki siswa untuk memahami IPA. Penguasaan keterampilan proses sains tersebut dapat digunakan untuk mengkaji IPA dari segi proses. Keterampilan proses sains yang dikembangkan pada penelitian
yaitu keterampilan mengamati,
memprediksi dan mengkomunikasikan.
Untuk mengembangkan
keterampilan proses sains siswa, maka peneliti menerapkan model multiliterasi saintifik. Model multiliterasi saintifik
merupakan jawaban dari tantangan
pendidikan di abad ke-21. Menurut Morocco, et al (dalam Abidin, 2015) bahwa ada empat kompetensi penting dalam belajar dan berkehidupan yaitu pemahaman yang tinggi, berpikir kritis, berkolaborasi dan berkomunikasi dan berpikir kreatif. Dengan mengembangkan keterampilan proses sains, maka siswa juga dapat memiliki kompetensi penting di abad ke-21 diantaranya yaitu berkomunikasi, berkolaborasi dan pemahaman yang tinggi. Kegiatan pembelajaran dengan model multiliterasi saintifik dapat meningkatkan keterampilan proses sains karena dalam pembelajaran siswa dapat berperan seperti
ilmuwan karena menerapkan langkah-langkah saintifik. Hal ini selaras dengan pendapat Abidin (2015, hlm. 236) bahwa tujuan pembelajaran multiliterasi di
antaranya yaitu “Pemahaman yang
mendalam terhadap berbagai konsep, proses dan sikap ilmiah serta disiplin ilmu yang yang sedang dipelajari.”
Jika dikaitkan dengan permasalahan yang ada di kelas khususnya berkaitan dengan penguasaan keterampilan proses sains, maka model multiliterasi saintifik dapat meningkatkan konsep, proses dan sikap ilmiah dalam IPA. Ketika siswa sudah memiliki keterampilan, maka siswa
tersebut pasti memiliki pemahaman
terhadap konsep yang baik dan dalam
prosesnya dikembangkan pula sikap
ilmiahnya.
Dalam kegiatan pembelajarannya,
ada beberapa langkah yang harus
dilaksanakan oleh siswa di antaranya yaitu merumuskan masalah, membuat hipotesis,
mengumpulkan dan mencatat data,
menganalisis data, menguji hipotesis, membuat kesimpulan dan memproduksi karya.
METODE
Berdasarkan permasalahan yang
telah dikemukakan, maka peneliti
melaksanakan penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang mendeskripsikan fenomena yang bersifat unik, khas, menarik dan bermasalah sehingga patut untuk dilakukan penelitian untuk mencari kebenaran dan memecahkan masalah.
Jenis penelitian kualitatif yang dilakukan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Arikunto, dkk. (2010, hlm. 3) mengemukakan bahwa “PTK adalah suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah
kelas secara bersama”. Jadi PTK
merupakan upaya yang dilakukan oleh guru
dan siswa untuk memperbaiki dan
This PDF file is Created by trial version of Quick PDF Converter Suite. This PDF file is Created by trial version of Quick PDF Converter Suite.
meningkatkan mutu pembelajaran. PTK
juga berguna untuk memecahkan
permasalahan secara ilmiah, sehingga guru dapat mengembangkan sikap ilmiah seperti sistematis, kritis dan empiris. Sejalan dengan hal tersebut, Arikunto, dkk. (2010) menyatakan bahwa ‘tujuan PTK adalah untuk meningkatkan mutu pembelajaran, mengatasi permasalahan yang terdapat dalam pembelajaran dan meningkatkan sikap profesional guru’.
Desain PTK yang dilakukan yaitu model John Elliott (dalam Hopkins, 2008). Dalam model Elliott kegiatan penelitian dibagi ke dalam tiga siklus, setiap siklus terdiri dari tiga tindakan. Jadi terdapat tiga siklus dengan sembilan tindakan atau sembilan pertemuan kegiatan pembelajaran yang harus dilaksanakan di SD.
Pada penelitian ini peneliti mengambil subyek yaitu siswa kelas IV SDN Pilangsari I, Kecamatan Jatitujuh, Kabupaten Majalengka. Di kelas IV terdapat 30 orang siswa yang terdiri dari 11 orang siswa laki-laki dan 19 siswa perempuan. Peneliti mengambil subyek tersebut karena berdasarkan hasil observasi, bahwa pembelajaran IPA di kelas IV diperlukan adanya sebuah pembaharuan
yang dapat meningkatkan kualitas
pembelajaran dalam hal proses maupun hasil belajar.
Instrumen yang digunakan untuk pengumpulan data yaitu lembar observasi, catatan lapangan, lembar wawancara, lembar penilaian proses, lembar penilaian evaluasi dan kamera. Data-data tersebut diperlukan untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan kegiatan pembelajaran untuk selanjutnya dianlisis pada seiap akhir siklus.
Teknik analisis yang peneliti gunakan yaitu teknik analisis data kualitatif, teknik analisis data kuantitatif dan teknik triangulasi. Teknik analisis data kualitatif adalah teknik pengolahan data dengan cara mendeskripsikan berbagai temuan yang didapatkan di lapangan kemudian dianalisis.
Teknik analisis data kuantitatif adalah teknik pengolahan data berupa angka-angka. Data berupa nilai keterampilan proses sains masing-masing siswa tersebut kemudian dianalisis. Teknik analisis data kuantitaif dilakukan untuk menghitung nilai rata-rata keterampilan proses sains siswa. Adapun rumus yang digunakan untuk menghitung rata-rata nilai siswa menurut Sudjana (2006, hlm. 138) adalah sebagai berikut: n fx X = Σ Keterangan : X = Rata-rata f = Frekuensi siswa x = Nilai siswa n = Jumlah siswa
Adapun skala kategori kemampuan keterampilan proses sains menurut Arikunto (dalam Zulfatin, 2014, hlm. 46) yaitu.
Tabel 3.1
Skala Kategori Kemampuan Keterampilan Proses Sains
Nilai (%) Keterangan 81-100 Sangat Baik 61-80 Baik 41-60 Cukup 21-40 Kurang 0-20 Sangat Kurang
Teknik triangulasi adalah teknik
pengolahan data dengan cara
membandingkan data dari sumber data
yang berbeda. Misalnya dengan
membandingkan antara data hasil observasi
dengan data hasil wawancara,
membandingkan data kualitatif dan
kuantitatif.
This PDF file is Created by trial version of Quick PDF Converter Suite. This PDF file is Created by trial version of Quick PDF Converter Suite.
Vidia Wulan Sari, Novi Yanthi, dan Lely Halimah Peningkatan Keterampilan Proses Sains Siswa melalui Penerapan Model Multiliterasi Saintifik pada Konsep Energi|
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini dilakukan berdasarkan masalah yag ditemukan oleh peneliti yaitu
masih rendahnya pengembangan
keterampilan proses sans siswa di SD pada mata pelajaran IPA. Keterampilan proses yang dikembangkan pada penelitian ini
yaitu keterampilan mengamati,
memprediksi dan mengkomunikasikan. Kegiatan pembelajaran dilaksanakan dengan menggunakan model multiliterasi saintifik. Pada tahap pertama,siswa dengan bimbingan peneliti menentukan masalah yang akan diteliti. Setelah masalah ditentukan, maka siswa harus membuat prediksi mengenai kejadian yang akan terjadi berdasarkan data dan fenmena yang telah diamati. Tahap selanjutnya yaitu mengumpulkan dan mencatat data melalui
kegiatan percobaan yang dapat
mengembangkan keterampilan mengamati siswa. Setelah data terkumpul maka dilakukan analisis data untuk menjawab beberapa pertanyaan yang ada di LKS. Tahap berikutnya yaitu siswa menguji kesesuaian prediksi dengan hasil percobaan,
kemudian siswa menyimpulkan hasil
percobaan tersebut.
Tahap akhir model multiliterasi saintifik yaitu memproduksi karya, siswa membuat minibok secara berkelompok. Minibook tersebut terdiri dari empat halaman. Kelompok siswa yang paling
cepat menyelesaikan minibooknya
diberikan kesempatan untuk melaporkan karyanya di depan kelas. Pada kegiatan akhir pembelajaran, siswa diberikan soal evaluasi pilihan ganda untuk mengukur keterampilan proses sains siswa.
Untuk mengetahui peningkatan
keterampilan proses sains siswa, peneliti melakukan penilaian terhadap proses pembelajaran dan penilaian evaluasi akhir dengan memberikan soal pilihan ganda setiap akhir tindakan.
Berdasarkan penilaian proses terhadap keterampilan proses sains siswa, berikut
ini merupakan skor rata-rata aspek keterampilan proses sains siswa kelas IV SD Negeri Pilangsari I pada siklus I, siklus II dan siklus III.
Berdasarkan penilaian proses yang dilakukan terhadap keterampilan proses sains aspek mengamati pada setiap tindakan pembelajaran diperoleh data pada siklus I skor rata-rata siswa yaitu 1,54. Pada siklus II mengalami peningkatan yang signifikan dibandingkan dengan siklus sebelumnya dengan skor rata-rata siswa yaitu 2,33. Sedangkan pada siklus III skor
rata-rata siswa juga mengalami
peningkatan menjadi 2,34.
Berdasarkan penilaian proses yang dilakukan terhadap keterampilan proses sains aspek memprediksi pada setiap tindakan pembelajaran diperoleh data pada siklus I skor rata-rata siswa yaitu 1,56. Pada siklus II mengalami peningkatan yang signifikan dibandingkan dengan siklus sebelumnya dengan skor rata-rata siswa yaitu 2,15. Sedangkan pada siklus III skor rata-rata siswa mengalami penurunan menjadi 2,08. Hal tersebut dikarenakan materi yang dipelajari pada siklus III yaitu perambatan bunyi pada benda padat, cair dan gas dianggap sulit oleh siswa, sehingga ketika siswa melakukan pembuktian untuk
1,54 2,33 2,34 1,56 2,15 2,08 1,65 2,1 2,42 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3
Siklus I Siklus II Siklus III
S
k
o
r
Mengamati Memprediksi Mengkomunikasikan
This PDF file is Created by trial version of Quick PDF Converter Suite. This PDF file is Created by trial version of Quick PDF Converter Suite.
melakukan prediksi terlihat siswa yang tidak ikut mencoba. Siswa kesulitan dalam mengungkapkan alasan prediksinya karena konsep perambatan bunyi merupakan konsep yang abstrak sehingga sulit untuk dipahami.
Berdasarkan penilaian proses yang dilakukan terhadap keterampilan proses sains aspek mengkomunikasikan pada setiap tindakan pembelajaran siklus I, siklus II dan siklus III diperoleh data pada siklus I skor rata-rata siswa yaitu 1,65. Pada siklus II mengalami peningkatan yang signifikan dibandingkan dengan siklus sebelumnya dengan skor rata-rata siswa yaitu 2,10. Sedangkan pada siklus III skor rata-rata siswa mengalami peningkatan menjadi 2,42.
Adapun nilai rata-rata hasil penilaian proses keterampilan proses sains siswa dapat dilihat pada diagram berikut.
Berdasarkan diagram di atas, rata-rata skor keterampilan proses sains pada setiap siklusnya mengalami peningkatan. Pada siklus I, nilai rata-rata keterampilan proses sains siswa yaitu 1,58. Skor tersebut masih rendah, karena siswa belum terbiasa
melaksanakan kegiatan pembelajaran
menggunakan model multiliterasi saintifik
untuk mengembangkan keterampilan
proses sainsnya. Pada siklus II, skor
rata-rata siswa mengalami peningkatan menjadi 1,93 dan pada siklus III juga mengalami peningkatan menjadi 2,28. Peningkatan tersebut terjadi karena siswa sudah terbiasa melaksanakan kegiatan pembelajaran untuk mengembangkan keterampilan prosesnya melalui penerapan model multiliterasi saintifik.
Selain penilaian proses, peneliti juga melakukan penilaian hasil berdasarkan soal evaluasi keterampilan proses sains yang diberikan kepada siswa. Berikut ini merupakan data nilai rata-rata hasil evaluasi keterampilan proses sains siswa
mengamati, memprediksi dan
mengkomunikasikan pada setiap siklus.
Berdasarkan data pada diagram, keterampilan mengamati, memprediksi dan
mengkomunikasikan mengalami
peningkatan pada setiap siklusnya. Peningkatan keterampilan proses sains berdasarkan penilaian proses dan penilaian evaluasi akhir yang paling tinggi yaitu pada
keterampilan mengkomunikasikan.
Sedangkan peningkatan keterampilan
proses yang paling rendah yaitu pada keterampilan mengamati. 1,58 1,93 2,28 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3
Siklus I Siklus II Siklus III
S kor 69,67 71,59 84,03 55,68 62,74 71,02 47,49 58,41 62,61 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Siklus I Siklus II Siklus III
N
il
ai
Mengamati Memprediksi Mengkomunikasikan
This PDF file is Created by trial version of Quick PDF Converter Suite. This PDF file is Created by trial version of Quick PDF Converter Suite.
Vidia Wulan Sari, Novi Yanthi, dan Lely Halimah Peningkatan Keterampilan Proses Sains Siswa melalui Penerapan Model Multiliterasi Saintifik pada Konsep Energi|
Berikut ini merupakan data nilai rata-rata hasil evaluasi akhir keterampilan proses sains siswa pada setiap siklus.
Berdasarkan diagram di atas, rata-rata nilai hasil evaluasi keterampilan proses sains pada setiap siklusnya mengalami peningkatan. Pada siklus I, nilai rata-rata keterampilan proses sains siswa yaitu 59,22. Nilai tersebut masuk dalam kategori cukup karena siswa belum terbiasa mengerjakan soal evaluasi dalam bentuk keterampilan proses sains. Pada siklus II, nilai rata-rata siswa mengalami peningkatan menjadi 64,22 dan pada siklus III juga mengalami peningkatan menjadi 71,67. Nilai pada siklus II dan siklus III sudah masuk dalam kategori baik. Peningkatan tersebut terjadi karena siswa sudah terbiasa mengerjakan soal evaluasi yang berbentuk keterampilan proses sains dengan menggunakan model multiliterasi saintifik.
Kendala yang dihadapi dalam
penerapan model multiliterasi saintifik untuk meningkatkan keterampilan proses sains siswa adalah dalam mengembangkan keterampilan proses sains mengamati
terutama kemampuan dalam
mengidentifikasi ciri-ciri, persamaan dan perbedaan benda. Siswa harus dibimbing dengan pertanyaan terlebih dahulu agar mampu mengamati dengan benar. Kendala
lain tampak pada pengembangan
keterampilan memprediksi di mana siswa
mengalami kesulitan dalam
mengungkapkan alasan dari prediksinya
sehingga siswa harus melaksanakan
percobaan atau mengamati demonstrasi
dari guru terlebih dahulu untuk
menemukan fakta yang dihubungkan
dengan peristiwa yang akan terjadi. Dalam
mengembangkan keterampilan
mengkomunikasikan juga terdapat kendala yaitu masih ada siswa yang belum mampu mengkomunikasikan data yang ada pada tabel menjadi kesimpulan yang sesuai dengan data. Pada saat membacakan kesimpulan juga masih ada siswa yang membaca dengan kurang jelas dan kurang lantang sehingga siswa yang lain tidak dapat mendengarkannya. Selain kendala yang dihadapi siswa, adapula kendala yang dihadapi peneliti yaitu berkaitan dengan alokasi waktu pembelajaran. Hal itu karena siswa baru pertama kali melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan model multiliterasi saintifik. Peneliti berupaya agar setiap tahapan model multiliterasi saintifik dapat berlangsung secara optimal
agar siswa dapat mengembangkan
keterampilan proses sains mengamati,
memprediksi dan mengkomunikasikan
dengan maksimal. KESIMPULAN
Keterampilan proses sains siswa di
kelas IV SD Negeri Pilangsari I
menggunakan model multiliterasi saintifik pada konsep energi telah mengalami peningkatan pada setiap siklusnya. Skor rata-rata keterampilan proses sains siswa secara keseluruhan pada siklus I yaitu 1,58, pada siklus II meningkat menjadi 1,93 dan pada siklus III menjadi 2,28. Nilai rata-rata hasil evaluasi keterampilan proses sains siswa juga mengalami peningkatan dari siklus I yaitu 59,22 menjadi 64,22 pada siklus II dan pada siklus III menjadi 71,67. Seluruh aspek keterampilan proses sains meningkat, namun aspek keterampilan proses yang paling tinggi peningkatannya yaitu mengkomunikasikan dan yang rendah peningkatannya yaitu mengamati.
59,22 64,22 71,67 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Siklus I Siklus II Siklus III
N
il
ai
This PDF file is Created by trial version of Quick PDF Converter Suite. This PDF file is Created by trial version of Quick PDF Converter Suite.
Kendala yang dihadapi dalam meningkatkan keterampilan proses sains menggunakan model multiliterasi saintifik yaitu berkaitan dengan alokasi waktu yang kurang untuk mengoptimalkan setiap tahapan pembelajaran. Kendala dalam pengembangan keterampilan mengamati yaitu siswa kesulitan dalam mengamati fitur yang harus diamati. Siswa juga kesulitan dalam membuat prediksi dengan menggunakan alasan yang tepat. Pada saat mengkomunikasikan siswa sudah mampu membuat kesimpulan sesuai dengan tabel hasil percobaan namun dalam membacanya masih ada yang kurang jelas. Sejalan dengan pemaparan tersebut, maka model multiliterasi saintifik dapat menjadi alternatif bagi pihak sekolah untuk
meningkatkan keterampilan proses
mengamati, memprediksi dan
mengkomunikasikan pada mata pelajaran IPA di SD.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Mulyati, Yunansah. (2015). Pembelajaran literasi dalam konteks pendidikan multiliterasi, integratif, dan berdiferensiasi. Bandung: Rizqi Press.
Arikunto, S, dkk. (2010). Penelitian tindakan kelas. Jakarta: Bumi Aksara. Bundu, P. (2006). Penilaian keterampilan proses dan sikap ilmiah dalam pembelajaran sains SD. Departemen
Pendidikan Nasional Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi.
Hopkins, D. (2008). A teacher’s guide to classroom research. New York : Open University Press.
Karamustafaoğlu, S. (2011). Improving the Science Process Skills Ability of Science Student Teachers Using I Diagrams. Eurasian Journal Physics and Chemistry Education, 3 (1). hlm 26-38.
OECD. (2014). PISA 2012 results in focus what 15-year-olds know and what they can do with what they know : OECD.
Rustaman, dkk. (2011). Materi dan pembelajaran IPA SD. Jakarta : Penerbit Universitas Terbuka.
Sudjana, N. (2006). Tuntunan penyusunan karya ilmiah makalah-skripsi-tesis-disertasi. Bandung : Penerbit Sinar Baru Algensindo.
Zulfatin, V. (2014). Profil keterampilan proses sains siswa SMA dalam kegiatan praktikum materi elastisitas yang dinilai menggunakan penilaian kinerja. (Skripsi). Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas
Pendidikan Indonesia, Bandung.
This PDF file is Created by trial version of Quick PDF Converter Suite. This PDF file is Created by trial version of Quick PDF Converter Suite.