II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebutuhan Mineral dalam Makanan Ikan
Semua spesies akuatik memerlukan mineral untuk menunjang proses kehidupan yang normal (Lall dalam Halver 1989). Mineral dibutuhkan dalam
proses metabolisme, sebagai biokatalis untuk enzim, hormon dan protein. Selain itu mineral juga sangat dibutuhkan dalam sistem osmoregulasi pada ikan (Steffens 1989). Lebih lanjut Lall dalam Halver (1989) menyatakan bahwa beberapa
mineral dibutuhkan dalam jumlah yang sangat sedikit sehingga sulit untuk memformulasikannya dalam makanan. Berbeda dengan hewan darat, ikan memiliki kemampuan untuk menyerap beberapa mineral tidak hanya dari pakan tapi juga dari lingkungan eksternal.
Konsentrasi mineral dalam tubuh ikan tergantung pada sumber makanan, lingkungan, spesies, tingkat perkembangan, dan status fisiologinya. Sebagian besar organisme mengakumulasi dan mempertahankan mineral dari lingkungannya. Lall dalam Halver (1989) menambahkan bahwa mineral memiliki
peran sebagai elemen esensial yang berfungsi dalam pembentukkan jaringan keras, mempertahankan sistem cairan tubuh (tekanan osmotik, viskositas, dan difusi), serta keseimbangan regulasi asam-basa dalam tubuh ikan. Mineral merupakan komponen utama dari hormon, enzim, dan koenzim.
2.2 Mineral Seng (Zn)
Linder (1992) menyatakan bahwa seng (Zn) adalah mikromineral yang terdapat dalam jaringan manusia/hewan dan terlibat dalam fungsi berbagai enzim dalam proses metabolisme. Zn diperlukan untuk aktivitas lebih dari 90 enzim yang ada hubungannya dengan metabolisme karbohidrat dan energi, degradasi/sintesis protein, sintesis asam nukleat, biosintesis hemoglobin, transpor CO2 (anhidrase karbonik) dan reaksi-reaksi lain.
Di antara sekian banyak enzim ber-Zn, eritrosit karbonik anhidrase merupakan bagian yang esensial untuk keseimbangan asam basa. Superoksida dismutase (yang membutuhkan Cu dan Zn) didapatkan dalam semua sel, dimana diperkirakan memainkan peranan pertahanan/difusi dalam pembuangan anion-anion superoksida yang rusak. Dalam hubungannya dengan berbagai
dehidrogenase, Zn memegang peranan bukan hanya dalam metabolisme antara, tetapi juga dalam detoksifikasi alkohol dan dalam metabolisme vitamin A. Menurut Halver (1989), metabolisme vitamin A dipengaruhi oleh Zn. Linder (1992) menambahkan jumlah vitamin A yang dapat dimetabolisme sangat bergantung pada kecukupan Zn, protein dan energi. Selanjutnya dikatakan, defisiensi Zn dapat mengganggu fungsi vitamin A dengan jalan mencegah pembebasannya secara normal dari penyimpanan dalam hati. Dehidrogenase retina (dalam retina) merupakan suatu enzim yang membutuhkan Zn yang terlibat dalam metabolisme pigmen penglihatan bervitamin A. Selain itu Zn juga penting untuk sintesis protein pengikat retinol dalam hati yang dibutuhkan dalam distribusi vitamin melalui plasma. Dalam pengamatan ini, jelas bahwa Zn luas sekali keterlibatannya dalam proses metabolisme (Linder 1992).
Zn juga merupakan bagian dari metaloenzim (superoxide dismutase, carboxypeptidase). Kekurangan Zn dapat berpengaruh terhadap fungsi metabolisme. Pada rainbow trout diperlukan Zn sebanyak 15–30 µg/g dalam pakan (Ogino dan Yang 1978; 1979 dalam Watanabe 1988), walaupun jumlah
yang lebih besar mungkin diperlukan untuk mencegah kompetisi dengan Ca. Penggunaan Zn dalam kadar yang tinggi tidak menunjukkan gejala keracunan pada rainbow trout (Wekell et al. 1983 dalam Watanabe 1988).
Kandungan Zn dalam tepung ikan cukup tinggi, oleh sebab itu pakan yang mengandung tepung ikan, tanpa penambahan Zn sudah mencakup 35–45 µg/g pakan, lebih dari yang dibutuhkan. Akan tetapi, penghilangan Zn dalam komposisi mineral pada pakan yang menggunakan tepung ikan (white fish)
menyebabkan katarak lensa mata pada rainbow trout dan gejala ini dapat dihilangkan dengan meningkatkan kadar Zn dalam pakan (Ketola dalam
Watanabe 1988). Hal ini juga dikemukakan oleh Satoh et al. (1983) dalam
Watanabe (1988) yang melakukan penelitian jangka panjang untuk menentukan ketersediaan beragam trace mineral yang terkandung dalam tepung ikan untuk
rainbow trout. Pemberian pakan dengan tepung ikan tanpa penambahan Zn menyebabkan katarak pada lensa (100% pada ikan) demikian juga kekerdilan pada tubuh dan pertumbuhan yang terhambat. Pengaruh dari penghilangan/pengurangan Zn sama dengan menghilangkan seluruh trace
mineral. Penghilangan Mn juga menyebabkan katarak (80% pada ikan), tetapi
tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan. Penghilangan Zn dari komposisi mineral suplemen pada pakan yang menggunakan tepung ikan menurunkan kadar Mn dan Cu pada ruas-ruas tulang belakang. Demikian juga sebaliknya, penghilangan Mn, Cu atau Co juga menurunkan kadar Zn dalam ruas-ruas tulang belakang. Hasil ini menunjukkan bahwa penambahan Zn, Mn dan Cu sangat penting untuk pakan rainbow trout, terutama pakan yang memanfaatkan tepung ikan sebagai sumber protein.
Pada Atlantic salmon, kebutuhan Zn pada awal masa pemeliharaan sangat
tinggi, dan gejala kekurangan seperti pertumbuhan yang lambat dan kadar Fe yang sangat tinggi/berlebihan, muncul dengan sangat cepat. Penambahan Zn sebanyak 37–57 mg/kg pakan sangat dibutuhkan untuk mencegah terjadinya gejala kekurangan, sementara penambahan Zn sebanyak 57 –97 mg/kg pakan dilakukan untuk mempertahankan kadar Zn dalam tubuh pada fast-growing fry (Maage et al.
1993 dalam Storebakken 2000). Pada ukuran fingerling yang lebih besar (40 g),
penambahan Zn sebesar 17 mg/kg perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya gejala kekurangan, sementara itu penambahan Zn sebesar 67 mg/kg untuk mempertahankan kadar Zn serum dan tubuh tetap dalam keadaan normal (Maage dan Julshamm 1993 dalam Storebakken 2000).
Berikut ini, pada Tabel 1 disajikan data kebutuhan minimum mineral Zn yang perlu ditambahkan dalam makanan bagi beberapa jenis ikan yang dapat memberikan laju pertumbuhan terbaik dan bobot rata-rata tertinggi dari beberapa penelitian.
Tabel 1. Kebutuhan mineral seng pada beberapa jenis ikan (mg/kg pakan)
Spesies Zn Referensi
Rainbow trout (Salmo gairdneri) 15 - 30 Watanebe (1988)
Young ell 50-100 Watanebe (1988)
Rainbow trout (Salmo gairdneri) 40 Watanebe (1988)
Red drum (Sciaenops ocellatus) 20-25 Gatlin III (1991)
Atlantic salmon(Salmo salar) 37-57a
57-97b
Storebakken (2000) Atlantic salmon(Salmo salar) 17a
67b Storebakken (2000) Bandeng (Chanos chanos) 80 Lim et al. (1991)
Ket: a = untuk mencegah terjadinya gejala defisiensi
b = untuk mempertahankan konsentrasi normal Zn tubuh. 2.3 Interaksi Seng dengan Unsur Mineral Lainnya
Komposisi pakan memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap ketersediaan Zn. Sebagai contoh, phytic acid dari bahan pakan yang berasal dari
tumbuhan sangat berpengaruh dalam penurunan kadar Zn (Storebakken et al.
1998 dalam Storebakken 2000). Sumber protein lainnya, seperti wheat gluten,
menunjukkan peningkatan penyerapan Zn pada salmon (Storebakken 2000), sementara itu sumber minyak pada pakan tidak memiliki pengaruh pada status Zn pada ikan (Maage dan Waagbo 1990 dalam Storebakken 2000). Peningkatan
kadar abu pada pakan dapat menyebabkan penurunan penyerapan/ pengambilan Zn (Shearer et al. 1992 dalam Storebakken 2000).
Gambar 1. Metabolisme Zn Sumber: Groof dan Gropper (2000)
Penyerapan Seng (Zn2+) sedikit banyaknya berhubungan dengan interaksi antara Zn dan ion-ion metal transisi/kation divalen, terutama Fe2+, Ca2+ dan Cu2+. Interaksi ini dapat menyebabkan kompetisi penyerapan yang terjadi dalam intestin terutama pada saat pengikatan oleh ligand chelate (agen pengikat), sehingga harus
dipertimbangkan bila menggunakan suplemen (Groof dan Gropper 2000). Axe (1991) dalam Parakkasi (1999) mengklasifikasikan Zn dan Fe sebagai mineral
esensial dengan berat atom sebesar 65.37 (Zn) dan 55.84 (Fe), diduga berat atom Fe yang lebih ringan daripada Zn menyebabkan Fe lebih mudah berikatan dengan agen pengikat yang ada dalam intestin. Sehingga apabila Fe berlebih dalam pakan dapat menjadi penghalang yang menyebabkan menurunnya penyerapan Zn oleh agen pengikat dalam intestine.
Penyerapan Zn memerlukan energi dan ditingkatkan oleh sitrat. Setelah penyerapan dan pemindahan Zn ke dalam plasma, Zn terikat dalam 3 komponen yang satu dengan lainnya dalam keadaan ekuilibrium; sebagian besar terikat dalam albumin, walaupun cukup besar yang terikat pada antiprotease, α2
tergantung pada kebutuhan). Sebaliknya dari Fe, Zn tidak disimpan dan mudah hilang dari tubuh. Bila berlebihan (konsumsi atau parenterialis) Zn tersebut akan berakumulasi dengan jalan terikat pada metallothionein dalam hampir semua sel (Linder 1992).
Berikut ini, pada Tabel 2 disajikan bentuk interaksi beberapa mineral dalam tubuh ikan.
Tabel 2. Interaksi antar mineral dalam tubuh ikan
Mineral utama penginteraksi Mineral Interaksi mineral Pengamatan pada ikan Calcium (Ca) Phosphorus
(P) Konsentrasi P yang tinggi berpengaruh terhadap
penyerapan Ca
Kebutuhan Ca, dengan tingkat P yang lebih tinggi Magnesium (Mg) Ca Menurunkan ketersediaan Mg Peningkatan kebutuhan Mg, pertumbuhan yang buruk, renal calcinosis Zinc (Zn) Tricalphos, phytic acid, Fe Menurunkan ketersediaan Zn Peningkatan kebutuhan Zn, pertumbuhan yang buruk, katarak Sumber: Chiu (1989)
2.4 Tepung Darah (Blood Meals)
Tepung darah merupakan salah satu sumber bahan baku protein yang sudah sering dimanfaatkan dalam pakan ternak (DeRouchey 2002) dengan kadar protein berkisar antara 89-92 %. Selain protein, tepung darah juga mengandung Fe yang sangat tinggi sampai pada level 2769 mg/kg, dibanding dengan tepung ikan yang berkisar antara 114-544 mg/kg (herring 114 mg/kg, menhaden 544 mg/kg dan
white fish 181 mg/kg) dan tepung kedelai 140 mg/kg (NRC 1993 dalam Fox
2004). Dengan kandungan Fe yang sangat tinggi tersebut memungkinkan untuk pemakaian tepung darah sebagai sumber Fe organik (Setiawati et al. 2008).
Komposisi mineral tepung ikan, tepung darah dan tepung kedelai dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Komposisi mineral tepung ikan, tepung darah dan tepung kedelai Bahan Mineral Ca (%) (%) P (%) Mg (mg/kg)Cu (mg/kg)Mn (mg/kg) Zn (mg/kg)Fe Herring 2.20 1.67 0.14 5.60 4.80 125 114 Menhaden 5.19 2.88 0.15 10.30 37.00 144 544 White fish 7.31 3.18 0.18 5.90 12.40 90 181 Tepung darah 0.41 0.30 0.15 8.20 6.40 306 2769 Tepung kedelai 0.30 0.65 0.29 23.10 30.60 52 140 Sumber: NRC (1993) dalam Fox et al. (2004)
2.5 Gambaran Darah
Dalam tubuh ikan, darah berfungsi untuk mengedarkan nutrient yang berasal dari pencernaan makanan ke sel-sel tubuh, menyuplai oksigen yang membutuhkannya (Lagler et al. 1977). Amlacher (1970) menyatakan bahwa darah
mengalami perubahan yang sangat serius khususnya bila terkena infeksi. Kelebihan dan kekurangan makanan juga mempengaruhi komposisi darah (perubahan pada level protein total, kadar hemoglobin dan total eritrosit).
Eritrosit pada ikan merupakan sel yang terbanyak jumlahnya yang berfungsi untuk mengikat oksigen dan sitoplasma merah muda (Lagler et al.
1977). Umumnya jumlah eritrosit berkisar antara 1.0-3.0 x 106 sel/mm3 (Chinabut
et al. 1991). Rendahnya jumlah eritrosit menunjukkan ikan menderita anemia dan
kerusakan ginjal. Sedangkan tingginya jumlah eritrosit menandakan ikan dalam kondisi stress (Nabib dan Pasaribu 1989). Eritrosit mengandung hemoglobin yang berfungsi membawa oksigen dari insang menuju ke seluruh jaringan tubuh. Hemoglobin dalam darah merupakan alat transportasi oksigen dan karbondioksida. Fungsi utama hemoglobin adalah mengikat oksigen yang kemudian digunakan untuk proses katabolisme sehingga dihasilkan energi serta mencegah keasaman darah (Lagler et al. 1977), hemoglobin juga berperan dalam
osmolaritas eritrosit. Affonso et al. (2002) dalam Setiawati (2006) menyatakan
bahwa terjadi hypoxemia pada ikan tambakan akibat stress dan konsentrasi
hemoglobin, hematokrit serta sel darah merah menurun sampai paparan 96 jam.
Stress juga dapat menyebabkan anemia akibat rendahnya sintesis hemoglobin,
Leukosit pada ikan merupakan bagian dari sistem pertahanan tubuh yang bersifat nonspesifik (Lagler et al. 1977). Menurut Blaxhall (1972) dalam
Indriastuti (2008), perubahan nilai leukosit total dan jenis leukosit dapat dijadikan indikator adanya penyakit infeksi tertentu yang terjadi pada ikan.
Hematokrit merupakan perbandingan antara volume sel-sel darah dan volume total darah. Nilai hematokrit menyatakan persen volume eritrosit dalam darah. Hematokrit ikan bervariasi tergantung pada faktor nutrisi dan umur ikan. Nabib dan Pasaribu (1989) melaporkan bahwa kadar hematokrit di bawah 30% menunjukkan defisiensi eritrosit. Nilai hematokrit ikan-ikan teleost berkisar antara
20-30% dan untuk beberapa spesies ikan laut bernilai sekitar 42% (Bond 1979
dalam Bastiawan et al.). Gallaugher et al. (1995) dalam Indriastuti (2008)
menyatakan bahwa nilai kadar hematokrit yang lebih kecil dari 22% dianggap mengalami anemia. Menurunnya kadar hematokrit dapat dijadikan petunjuk mengenai rendahnya kandungan protein pakan, defisiensi vitamin, atau ikan terkena infeksi (Wedemeyer dan Yasutake 1977; Anderson dan Swicki 1993
dalam Indriastuti 2008). Lebih lanjut Gallaugher et al., (1995) dalam Indriastuti
(2008) menyatakan bahwa nilai hematokrit akan menjadi lebih rendah apabila ikan terserang penyakit atau nafsu makannya menurun.
2.6 Peranan Fe dan Zn dalam Sistem Ketahanan Tubuh
Fungsi esensial Fe dalam tubuh antara lain sebagai bagian dari heme. Atom Fe merupakan inti dari molekul heme (Gambar 2) yang berperan dalam tranpor oksigen ke dalam jaringan tubuh (hemoglobin), penyimpanan oksigen dalam jaringan otot (mioglobin), dan transport elektron melalui respirasi sel-sel (cytocromes). Dalam materi tersebut Fe terdapat dalam cincin forfirin (Groof dan Gropper 2000).
Gambar 2. Heme dengan Fe sebagai inti dalam cincin forfirin Sumber: Groof dan Gropper (2000)
Tanpa Fe sebagai inti dari molekul heme (hemoglobin) menyebabkan pengikatan dan transport oksigen dalam tubuh tidak dapat dilakukan. Oksigen merupakan elemen yang sangat penting dalam kelangsungan hidup semua makhluk hidup, kekurangan oksigen dapat menyebabkan penurunan kinerja semua sistem yang ada dalam tubuh. Sehingga terlihat jelas bahwa Fe sangat penting dalam sirkulasi darah yang juga berhubungan dengan ketahanan tubuh.
Zn merupakan mineral esensial yang lebih dominan berperan dalam sistem metabolisme, namun Calder et al. (2002) menyatakan bahwa Zn juga memiliki
peranan dalam sistem imun (ketahanan tubuh). Zn berperan dalam meningkatkan respon neutropil dan monosit (fungsi makrofag) yang ada dalam darah. Sehingga defisiensi Zn dapat menyebabkan penurunan ketahanan tubuh terhadap serangan penyakit karena fungsi makrofag yang yang berhubungan dengan ketersediaan Zn tidak berjalan dengan baik (Calder et al. 2002).
Berdasarkan uraian diatas, terlihat bahwa ketersediaan Fe dan Zn sangat penting dalam tubuh. Defisit kedua mineral tersebut dapat menurunkan ketahanan tubuh ikan terhadap serangan penyakit maupun faktor lingkungan yang buruk. Sehingga suplementasi Fe dan Zn sangat penting dalam pakan untuk mempertahankan kadar normal mineral tersebut dalam tubuh.