• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERUBAHAN KONSEP SISWA TENTANG PEMANTULAN CAHAYA MELALUI PEMBELAJARAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE EKSPERIMEN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PERUBAHAN KONSEP SISWA TENTANG PEMANTULAN CAHAYA MELALUI PEMBELAJARAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE EKSPERIMEN"

Copied!
221
0
0

Teks penuh

(1)

PERUBAHAN KONSEP SISWA

TENTANG PEMANTULAN CAHAYA MELALUI

PEMBELAJARAN DENGAN MENGGUNAKAN

METODE EKSPERIMEN

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Fisika

Oleh:

Elysabet Dian Lestari NIM : 031424010

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)

PERUBAHAN KONSEP SISWA

TENTANG PEMANTULAN CAHAYA MELALUI

PEMBELAJARAN DENGAN MENGGUNAKAN

METODE EKSPERIMEN

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Fisika

Oleh:

Elysabet Dian Lestari NIM : 031424010

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2007

(3)
(4)
(5)

HALAMAN PERSEMBAHAN

Jalanku masih panjang untuk tahu,

jalanku masih panjang untuk mengerti.

Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya,

bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka.

Tetapi manusia tidak menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah

dari awal sampai akhir.

(Pengkhotbah 3:11)

Karya kecilku ini kupersembahkan

dengan ketulusan hati teruntuk :

Tuhan Jesus Kristus Bunda Maria Santa Elisabet

Bapak H.J Mranoto dan Ibu M.Th. Sri Supriyati Kakakku Florentina Indiastuti

Adikku Marina Kartika Ningtyas Nikolas Hary Gunawan

Almamaterku

(6)
(7)

ABSTRAK

ELYSABET DIAN LESTARI. 2007. Perubahan Konsep Siswa Tentang Pemantulan Cahaya Melalui Pembelajaran dengan Menggunakan Metode Eksperimen. Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui : (1) pemahaman awal siswa mengenai pemantulan cahaya, (2) pemahaman akhir siswa setelah pembelajaran dengan metode eksperimen pada materi yang diajarkan, (3) perubahan konsep pada siswa mengenai materi yang diajarkan, dan (4) apakah pembelajaran dengan metode eksperimen dapat membantu proses perubahan konsep siswa.

Penelitian dilaksanakan di SMA Virgo Fidelis Bawen, Jawa Tengah. Subyek penelitian yaitu siswa kelas X-2 yang berjumlah 29 siswa. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dalam lima tahap, yaitu pretest, wawancara I, pembelajaran, posttest, dan wawancara II. Soal pretest dan posttest berupa tes esai yang disertai skala CRI (Certainty of Response Index) yang dimodifikasi untuk mengetahui tingkat keyakinan siswa dalam menjawab soal. Pembelajaran yang dilakukan menggunakan metode eksperimen. Wawancara I dan II yang dilakukan bersifat bebas dan terstruktur.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemahaman siswa tentang pemantulan cahaya sebelum pembelajaran masih kurang. Sebagian besar siswa mengalami miskonsepsi mengenai perambatan cahaya, pemantulan cahaya pada permukaan yang rata dan tidak rata, dan pada Hukum Pemantulan Cahaya yang pertama dan kedua. Melalui pembelajaran dengan metode eksperimen, pemahaman siswa tentang hukum pemantulan cahaya mengalami perubahan konsep yaitu menjadi lebih baik dibandingkan sebelum pembelajaran, namun beberapa siswa belum mengalami perubahan pemahaman. Metode eksperimen dapat membantu proses perubahan konsep siswa.

(8)

ABSTRACT

ELYSABET DIAN LESTARI. 2007. Students’ Conceptual Change About Reflections Of Light Through Learning Using Experiment Methods. Physics Education Study Program, Department of Mathematics and Science Education, Faculty of Teacher Training and Education, Sanata Dharma University, Yogyakarta.

The goals of the research were to find out : (1) students’ pre-understanding about reflections of light, (2) students’ post-understanding after learning using experiment method in the instructed material, (3) conceptual changes on the students in the instructed material, and, (4) does learning using experiment method help the process of students’ conceptual change.

The research was held in Virgo Fidelis Senior High School, Bawen, Central Java. Subjects of the research were students of X-2 which consisted of 29 students. Collecting data for this research was done in five steps, there are pretest, the first interview, learning, posttest, and the second interview. Questions for pretest and posttest are the form of essay accompanied by CRI (Certainty Of Response Index) which have been modified to know students certainty level of answering the questions. The learning process was done using experiment method. The characteristics of the first and second interview are free and structured.

Result of the research indicated that students’ understanding about reflection of light before learning process is less. Many students have misconception about the light extended, reflections of light on flat and unflat surface, and about the first and second Laws of Reflections of Light. Through learning using experiment method, students’ understanding about the Laws of Reflections of Light have better conceptual change compared with the understanding before the learning process. Though, some students’ understanding have not been changed. Experiment method could help students’ process of conceptual change.

(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan berkat-Nya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul : PERUBAHAN KONSEP SISWA TENTANG PEMANTULAN CAHAYA MELALUI PEMBELAJARAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE EKSPERIMEN.

Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Program Studi Pendidikan Fisika, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Dalam mempersiapkan, menyusun dan menyelesaikan skripsi ini, penulis tidak lepas dari bimbingan serta bantuan yang diberikan oleh semua pihak. Maka pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Drs. T. Sarkim, M.Ed., Ph. D., selaku dosen pembimbing yang dengan penuh kesabaran membimbing penulis, menyediakan waktu untuk penulis dalam menyelesaikan skripsi, dan meminjamkan tape recorder untuk penelitian penulis.

2. Bapak Drs. Domi Severinus, M.Si., selaku Kaprodi Pendidikan Fisika, dan dosen penguji skripsi.

3. Ibu Dra. Maslichah Asy’ari, M.Pd., selaku dosen penguji skripsi.

(10)

4. Suster M. Christera OSF, S. Pd., Selaku Kepala Sekolah SMA Virgo Fidelis Bawen yang telah memberikan kesempatan, kerjasama, dan dukungan. 5. Ibu Sri Subekti, S.Pd., selaku guru fisika di SMA Virgo Fidelis Bawen yang

telah memberikan kesempatan penulis untuk penelitian, membantu dan membimbing penulis dalam penelitian, dan mendukung dari awal sampai akhir penelitian.

6. Bapak Hubertus Joseph Mranoto dan Ibu Maria Theresia Sri Supriyati, selaku orang tua yang dengan penuh kesabaran, kasih sayang, ketulusan hati telah membimbing, mendampingi, menghibur, mendukung, mendoakan, dan menyayangi penulis hingga terselesainya skripsi ini.

7. Kakakku Florentina Indiastuti dan adikku Marina Kartika Ningtyas yang selalu menyayangi, mendukung, meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran, memberikan sarana dan prasarana yang membantu penulis, mendengarkan keluh kesah yang ada, dan memberi solusi yang berguna.

8. Nikolas Hary Gunawan (“Koko”) yang dengan penuh kesabaran, kasih sayang, perhatian, pengurbanan untuk meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran dalam membantu penulis, memberikan semangat, menghibur dan mendengarkan keluh kesah yang ada dari awal sampai akhir skripsi ini. 9. Mas Dipa, dan adikku Heru yang tlah mendukung, &membantuku.

10. Sahabat-sahabatku : Jose, Sisca Lampung, Siwi, Endar, Luce, Joo, Dias, Tica, Lilis, F. Bety AW, Th. Septiningrum, Woro Septy W, Ari (Pmat’03). 11. Pak Narjo, Pak Sugeng, dan Mas Agus yang dengan keramahan, dan

ketulusan hati telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi.

(11)

12. Purwati, Rinda, Rumi, Tika, Fajar PF’06, Tika PF’06, Gagan PF’06, Lia PF’o6, Dede PF’06, dan Ratna PF’06 yang telah meluangkan waktu, tenaga, pikiran untuk membantu penulis dalam ujicoba instrumen.

13. Keluarga besar SMA Virgo Fidelis Bawen yang telah menerima peneliti dengan ramah, dan membantu berjalannya penelitian, khususnya kelas X-2 (Tri, Seli, Tutik, Diah, Pipit, Pitria) yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membantu dalam penelitian.

14. Keluarga besar Green House yang menjadi keluargaku di Jogja, mendukung, menghibur, membantuku, dan mewarnai setiap hari-hariku : Luce, Joo, Endar, Eni, Prapti, Nita, Cicil, dan mba Tassa (walaupun dah jauh).

15. Ervan “Mambu” yang menjadi ‘hacker’ komputerku dari virus, dan kerusakan-kerusakan yang ada yang menyebabkan hilangnya data skripsiku. 16. Teman-teman Pendidikan Fisika 2003.

17. Teman-teman yang tlah membantuku : Inus Pmat’03, Dimas Pmat’03, Paulinus Pfis’04, Andri Pfis’04, Titis PBI (temannya ‘Heru’ yang membantu mengoreksi abstrak).

18. Semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung telah memberi bantuan.

Penulis menyadari skripsi ini banyak kelemahan dan kekurangannya. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Penulis

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL………... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING……….. ii

HALAMAN PENGESAHAN………. iii

HALAMAN PERSEMBAHAN……….. iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA……….. v

ABSTRAK………... vi

ABSTRACT……… vii

KATA PENGANTAR………. viii

DAFTAR ISI……… xi

DAFTAR TABEL……… xiii

DAFTARGAMBAR………... xiv

DAFTAR LAMPIRAN……… xv

BAB I PENDAHULUAN………... 1

A. Latar Belakang………. 1

B. Tinjauan Pustaka……….. 2

1. Konsep………... 2

2. Miskonsepsi………... 3

3. Perubahan konsep……….. 5

4. Eksperimen……… 7

5. Materi - materi yang Terkait dengan Penelitian……… 11

6. Hasil Penelitian Miskonsepsi Fisika pada Pemantulan Cahaya 15

C. Pembatasan dan Rumusan Masalah………. 17

D. Tujuan Penelitian………. 17

E. Manfaat Penelitian………... 18

BAB II METODOLOGI PENELITIAN……….. 19

A. Jenis Penelitian………. 19

B. Waktu dan Tempat Penelitian……….. 19

C. Subyek Penelitian………. 19

D. Metode Pengumpulan Data……….. 19

(13)

E. Instrumen Penelitian……… F. Metode Analisis Data………... BAB III DATA, ANALISIS DATA, DAN PEMBAHASAN………. A. Deskripsi Penelitian………. B. Data Pretest dan Wawancara I, serta Pembahasan………... 1. Pembahasan Data Pretest………... 2. Pemilihan Siswa Untuk Wawancara……….. 3. Pemahaman Siswa Sebelum Pembelajaran……… a. Pemahaman Siswa Mengenai Cahaya sebagai Gelombang. b. Pemahaman Siswa Mengenai Sifat-sifat Cahaya…………. c. Pemahaman Siswa Mengenai Perambatan Cahaya……….. d. Pemahaman Siswa Mengenai Pemantulan Cahaya……….. e. Pemahaman Siswa Mengenai Pemantulan Cahaya pada

Cermin Datar……… f. Pemahaman Siswa Mengenai Hukum Pemantulan Cahaya C. Pelaksanaan Pembelajaran………... D. Data Posttest dan Wawancara II, serta Pembahasan……… 1. Pembahasan Data Posttest……….. 2. Pemahaman Siswa Setelah Pembelajaran……….. a. Pemahaman Siswa Mengenai Hukum Pemantulan Cahaya

yang pertama……… b. Pemahaman Siswa Mengenai Hukum Pemantulan Cahaya

yang kedua………... E. Rangkuman Pemahaman Siswa………... BAB IV PENUTUP……….

(14)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Kisi-kisi Soal Pretest……….

Tabel 2. Keyakinan Jawaban Siswa Berdasarkan CRI………... Tabel 3. Kriteria Pengelompokan Siswa Berdasarkan CRI……… Tabel 4. Kualifikasi Pemahaman Siswa Berdasarkan Skor……… Tabel 5. Rangkuman Pemahaman Siswa……… Tabel 6. Daftar Hadir Siswa……… Tabel 7. Skor, Persentase Skor, dan Kualifikasi Pemahaman Siswa dari

Data Pretest………... Tabel 8. Skor, dan Persentase Skor Tertinggi, Terendah, dan Rata-rata

dari Data Pretest……… Tabel 9. Distribusi Kualifikasi Pemahaman Siswa Berdasarkan Data

Pretest……… Tabel 10. Pemahaman Siswa Berdasarkan Skala CRI dari Data Pretest…. Tabel 11. Urutan Jumlah Siswa yang Miskonsepsi Berdasarkan Nomor

Soal Pretest……… Tabel 12. Miskonsepsi yang Dimiliki oleh Setiap Siswa Berdasarkan

Soal Pretest……… Tabel 13. Frekuensi Jawaban Benar dan Salah Siswa Berdasarkan Soal

Pretest……… Tabel 14. Skor, Persentase Skor, dan Kualifikasi Pemahaman Siswa dari

Data Pretest dan Posttest tentang Hukum Pemantulan Cahaya… Tabel 15. Persentase Distribusi Pemahaman Siswa Berdasarkan Skala

CRI dari Data Pretest dan Posttest tentang Hukum Pemantulan Cahaya………... Tabel 16. Miskonsepsi yang Dimiliki oleh Setiap Siswa dari Data Pretest

(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1 Pemantulan Cahaya pada Cermin………

Gambar 2 Garis singgung Lingkaran……… Gambar 3 Kegiatan Siswa 1……….. Gambar 4 Kegiatan Siswa 2……….. Gambar 5 Gambar Siswa Kode13……… Gambar 6 Gambar Siswa Kode 34………... Gambar 7 Kegiatan Siswa 3……….. Gambar 8 Rangkaian Alat pada Eksperimen Pertama……….. Gambar 9 Rangkaian Alat pada Eksperimen Kedua……… Gambar 10 Model Jawaban I dari Data Pretest……….. Gambar 11 Model Jawaban II dari Data Pretest………. Gambar 12 Model Jawaban III dari Data Pretest……… Gambar 13 Model Jawaban IV dari Data Pretest………... Gambar 14 Model Jawaban V dari Data Pretest………. Gambar 15 Model Jawaban VI dari Data Pretest………... Gambar 16 Model Jawaban VII dari Data Pretest……….. Gambar 17 Model Jawaban VIII dari Data Pretest………. Gambar 18 Model Jawaban I dari Data Posttest………. Gambar 19 Model Jawaban II dari Data Posttest………... Gambar 20 Model Jawaban III dari Data Posttest……….. Gambar 21 Model Jawaban IV dari Data Posttest………..

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1 Daftar Hadir Siswa………...

Lampiran 2 Soal Pretest………... Lampiran 3 Data Pretest……….. Lampiran 4 Pokok-pokok Pertanyaan Wawancara I………... Lampiran 5 Hasil Wawancara Setelah Pretest………. Lampiran 6 Rancangan Pembelajaran………. Lampiran 7 Persentase Jawaban Siswa dalam Pretest………. Lampiran 8 Lembar Kerja Siswa………. Lampiran 9 Soal Posttest………. Lampiran 10 Data Posttest………. Lampiran 11 Pokok-pokok Pertanyaan Wawancara II……….. Lampiran 12 Hasil Wawancara Setelah Posttest………... Lampiran 13 Lukisan Sinar Pantul Siswa dalam Soal Pretest…………... Lampiran 14 Lukisan Sinar Pantul Siswa dalam Soal Posttest…………. Lampiran 15 Surat Ijin Penelitian……….. Lampiran 16 Surat Keterangan Penelitian ………

103 104 115 123 124 155 157 158 164 168 172 173 198 201 203 204

(17)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Miskonsepsi banyak terjadi dalam bidang fisika. Berdasarkan artikel Wandersee, Mintzes, dan Novak (1994) dalam Suparno (2005) dari 700 studi mengenai konsep alternatif bidang fisika, ada 70 studi yang meneliti tentang miskonsepsi dalam panas, optika, dan sifat-sifat materi. Hal ini menunjukkan bahwa dalam bidang optika juga terjadi miskonsepsi. Sebagai calon pendidik pasti memiliki keinginan untuk memajukan siswanya. Keinginan tersebut dapat ditempuh dengan mengusahakan metode-metode yang secara efisien dapat membantu siswa mengatasi miskonsepsi dengan melakukan perubahan konsep. Perubahan konsep secara umum terjadi dalam dua bentuk. Perubahan yang pertama adalah memperluas pengetahuan yang ada, dan yang kedua adalah memperbaiki konsep yang salah agar menjadi benar (Suparno, 2005). Peneliti sebagai calon pendidik memiliki keinginan untuk membantu siswa memperbaiki konsep yang salah agar menjadi benar.

Eksperimen merupakan salah satu metode pembelajaran fisika yang dapat membantu perubahan konsep, terutama perubahan konsep fisika yang kurang benar ke yang lebih benar. Percobaan dan pengamatan langsung dapat menghilangkan miskonsepsi intuitif siswa, yaitu dapat menantang intuisi mereka,

apakah benar atau tidak (Suparno, 2005:114). Bahkan menurut Gilbert, Watts, Osborne, 1982; Brouwer, 1984; McClelland, 1985 dalam Suparno, 2005

(18)

percobaan atau pengalaman lapangan adalah cara baik untuk mengontraskan pengertian siswa dengan kenyataan. Eksperimen akan cepat menyadarkan siswa akan miskonsepsi mereka apabila memberikan hasil yang berbeda dengan yang mereka pikirkan atau konsepkan sebelumnya. Apalagi bila eksperimen tersebut dialami dan diamati siswa yang hasilnya terus-menerus berbeda, maka siswa tersebut akan tertantang untuk mengubah gagasan atau konsep mereka.

Berdasarkan uraian di atas, penulis berminat untuk mengkaji apakah melalui pembelajaran dengan metode eksperimen dapat membantu melakukan perubahan konsep siswa dalam bidang fisika tentang Pemantulan Cahaya. Untuk itu, maka penelitian ini mencoba untuk mencari jawaban tentang permasalahan tersebut.

B. Tinjauan Pustaka B. 1. Konsep

(19)

peristiwa-peristiwa, kondisi-kondisi, dan ciri-ciri yang menjadi obyek dalam proses belajar-mengajar fisika, penelitian, dan penerapannya untuk berbagai kepentingan.

Berdasarkan jenisnya, Bolton (1977 : 37) mengklasifikasikan konsep dalam tiga tipe, yaitu : (1) konsep fisis (physical concept), (2) konsep logika-matematis (logico-mathematical concept), dan (3) konsep filosofis (philosophical concepts).

Konsep Filosofis yaitu konsep-konsep yang berkaitan dengan sifat manusia seperti : jujur, cermat, teliti, sedih, gembira, baik, buruk. Konsep Logika Matematis adalah konsep-konsep yang mengacu pada struktur operasi yang dilakukan terhadap obyek, seperti : asosiatif, komutatif, implikasi, negasi, inversi. Sedangkan konsep fisis yaitu konsep-konsep yang mengacu pada : (1) obyek (misal : magnet batang, prominensa, elektron, batu sediment), (2) sifat yang menyatu (inherent) pada obyek (misal : panjang, volume, kelajuan), (3) proses yang terjadi pada obyek (misal : interferensi, difraksi, berpendar), dan (4) relasi antara konsep yang satu dengan konsep yang lain (misal : jika suatu benda dimasukkan ke dalam zat cair, maka benda tersebut akan mengalami gaya tekan ke atas) (Kartika Budi, 1991).

Dari uraian di atas, konsep adalah produk subyektif yang berasal dari cara seseorang membuat pengertian terhadap peristiwa atau benda-benda melalui pengalamannya.

B. 2. Miskonsepsi

(20)

yang diterima para pakar dalam bidang itu. Sedangkan Fowler, 1987 (dalam Suparno, 2005) menjelaskan arti miskonsepsi sebagai pengertian yang tidak akurat akan konsep, penggunaan konsep yang salah, klasifikasi contoh-contoh yang salah, kekacauan konsep-konsep yang berbeda, dan hubungan hirarkis konsep-konsep yang tidak benar.

Menurut filsafat konstruktivisme dalam proses pembelajaran, pengetahuan merupakan bentukan siswa yang sedang menggelutinya. Siswa bertanggung jawab dalam membentuk pengetahuannya melalui segala keaktifan pikirannya. Dalam pembentukan pengetahuan mereka dapat terjadi bahwa pengetahuan yang dibentuknya berbeda dengan pengetahuan para ahli. Maka akan muncul miskonsepsi.

Miskonsepsi ada yang mudah dibetulkan, tetapi ada yang sangat sulit, terlebih bila konsep itu memang berguna dalam kehidupan yang nyata (Suparno, 2005 : 8). Maka beberapa ahli menyarankan agar menggunakan cara mengajar yang lebih menantang pengertian siswa atau dengan menggunakan peristiwa anomali, yaitu peristiwa yang bertentangan dengan konsep yang dibawa siswa.

(21)

Dalam membantu menangani miskonsepsi yang dipunyai siswa, diperlukan cara-cara mengidentifikasi atau mendeteksi miskonsepsi tersebut. Suparno (2005 : 121) menyebutkan beberapa alat deteksi yang sering digunakan para peneliti dan guru, yaitu peta konsep, tes multiple choice dengan reasoning terbuka, tes esai tertulis, wawancara diagnosis, diskusi dalam kelas, dan praktikum dengan tanya jawab.

B. 3. Perubahan Konsep

Menurut Toulmin (dalam Suparno, 2005 : 85) , bagian terpenting dalam pengertian manusia adalah perkembangan konsepnya yang evolutif, terus berubah pelan-pelan; dan bukan konsep-konsep yang telah baku, prosedur yang stereotip, atau konsep yang tidak dapat diubah. Dalam perkembangan konsep terjadi perubahan pemikiran yang lebih baik. Rasionalitas manusia justru terletak pada bagaimana seseorang mengubah konsep, prosedur, gagasan mereka untuk semakin maju (Novak, 1977 dalam Suparno 2005 : 85).

(22)

Menurut Posner dkk, 1982 dalam Suparno 2005, dalam proses pembelajaran ada dua proses yang analog dengan dua fase perubahan konsep. Kedua proses tersebut yaitu proses yang disebut dengan asimilasi dan akomodasi. Dalam asimilasi, siswa menggunakan konsep-konsep yang telah ada untuk menghadapi gejala baru dengan suatu perubahan kecil yang berupa penyesuaian (Suparno, 2005). Sedangkan dalam akomodasi, Suparno (2005) berpendapat bahwa siswa harus mengganti atau mengubah konsep-konsep pokok mereka yang lama karena tidak cocok lagi dengan persoalan yang baru. Dalam akomodasi, siswa sungguh-sungguh mengubah konsep yang mereka punya. Siswa akan mengubahnya bila siswa mempunyai konsep yang tidak cocok dengan konsep ilmiah. Masing-masing siswa membawa struktur pengetahuan awal (skema) sebelum mereka mengikuti pembelajaran yang berperan sebagai suatu filter dan fasilitator terhadap ide-ide dan pengalaman-pengalaman yang baru. Skema dapat dikembangkan dan diubah dalam proses asimilasi dan akomodasi melalui kontak dengan pengalaman baru. Bila skema masih sesuai dengan pengalaman baru, maka skema hanya dikembangkan melalui proses asimilasi. Sedangkan bila skema berlawanan dengan pengalaman baru, maka skema diubah melalui proses akomodasi. Dengan demikian skema seseorang selalu dikembangkan, diperbarui, bahkan diubah untuk dapat memahami tantangan pemikiran dari luar (Suparno, 2005).

(23)

tindakan/keaktifan seseorang terhadap lingkungannya. Ini hanya mungkin terjadi bila seseorang bertindak terhadap lingkungannya, bergerak dalam ruang, berinteraksi dengan objek, mengamati, meneliti, dan berpikir, maka ia berasimilasi dan berakomodasi dengan alam (Suparno, 2005).

Proses pembelajaran fisika yang benar haruslah mengembangkan perubahan konsep (Suparno, 2005 : 94). Belajar menghasilkan suatu perubahan pada siswa; perubahan yang berupa pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan sikap. Perubahan itu merupakan hasil dari usaha belajar yang tersimpan dalam ingatan (Winkel 1987:13).

Dalam uraian di atas dijelaskan bahwa proses pembelajaran fisika yang benar haruslah menghasilkan perubahan konsep. Dalam melakukan perubahan konsep perlu mengingat bahwa masing-masing siswa membawa pengetahuan awal (skema) sebelum mengikuti pembelajaran. Dan pengetahuan dibentuk oleh seseorang secara terus-menerus dengan setiap kali mengembangkan atau mengubah skema yang dimilikinya. Tetapi dalam pembentukan pengetahuan tersebut diperlukan tindakan / keaktifan siswa terhadap lingkungannya sehingga memungkinkan perubahan konsep itu secara cepat dan efisien.

B. 4. Eksperimen

(24)

berhubungan seperti bahasa dan matematika (Sarkim, 2004). Bahkan menurut Gilbert, Watts, Osborne, 1982; Browner, 1984; McClelland, 1985 dalam Suparno 2005:114, percobaan atau pengalaman lapangan adalah cara yang baik untuk mengontraskan pengertian siswa dengan kenyataan.

Menurut Amien, 1987:105 suatu eksperimen merupakan salah satu kegiatan yang dimaksudkan untuk memperoleh informasi atau data dalam memecahkan suatu masalah. Eksperimen dilaksanakan terutama untuk mempelajari dan memecahkan suatu masalah, dimana penelitinya sendiri belum mengetahui jawabannya, atau baru mengetahui jawaban sementaranya. Sukarno, dkk, 1973,50 dalam Sarkim, 2004 berpendapat bahwa eksperimen adalah suatu pekerjaan mempergunakan alat-alat sains dengan tujuan untuk mengetahui sesuatu yang baru (setidak-tidaknya bagi murid, meskipun tidak baru bagi orang lain), atau untuk mengetahui apa yang terjadi apabila diadakan suatu proses tertentu. Sedangkan menurut Suparno, 2007 metode eksperimen adalah metode mengajar yang mengajak siswa untuk melakukan percobaan sebagai pembuktian, pengecekan bahwa teori yang sudah dibicarakan itu memang benar.

(25)

Siswa harus lebih banyak berpikir sendiri, bagaimana akan merangkai rangkaian, apa yang harus diamati, diukur, dan dianalisis, serta disimpulkan (Suparno, 2007).

Menurut bentuknya, eksperimen dapat dibagi ke dalam : a. Eksperimen gagasan

Dalam eksperimen ini persoalannya berupa pemikiran teoritis murni untuk menjelaskan suatu masalah. Di dalam kegiatan pembelajaran, situasi khas yang mengarah kepada eksperimen gagasan adalah pertanyaan antara lain dari jenis : “Apa yang akan terjadi apabila....”. Keuntungan besar eksperimen gagasan ialah bahwa semua pengarah yang mengganggu (gesekan, bidang penyebaran, dan lain-lain) ditiadakan. Cara pengamatan yang yang diidealkan seperti itu tidak pernah “benar”, tetapi hal demikian memberikan masalah yang dapat dilihat secara menyeluruh. Contoh-contoh bagi eksperimen gagasan : “Bukti Rantai Peluru” (Stevin); “Mengenal Hukum Kelambatan” (Galilei).

b. Eksperimen komputer

Eksperimen komputer khususnya dipakai di dalam fisika teoritis. Di dalam eksperimen ini sejumlah besar data dan persamaan-persamaan yang rumit dikerjakan oleh komputer. Eksperimen komputer dapat digunakan apabila eksperimen yang sesungguhnya terlalu banyak membutuhkan waktu, terlalu mahal, atau secara teknis tidak dapat dilaksanakan.

c. Eksperimen nyata

(26)

persiapan yang teliti. Karena eksperimen tidak selalu berhasil, maka unsur-unsur yang penting diperhatikan adalah perencanaan yang matang, pelaksanaan dengan cermat, dan diskusi secara kritis atas hasilnya (Sarkim, 2004).

Eksperimen dalam pelajaran fisika dapat dibedakan menurut tempat dan cara melakukannya, yaitu :

a. Eksperimen murid

Eksperimen ini biasanya dilakukan oleh para murid sendiri dalam suatu kelompok. Bagi kebanyakan murid, eksperimen ini (yang sederhana) menyenangkan dan bersifat mendorong dan kadang-kadang para murid menginginkan untuk sering melakukannya. Ciri-ciri metode eksperimen murid yaitu (a) peran siswa sebagai pelaku, (b) kebutuhan alat banyak, sesuai jumlah kelompok, (c) data yang dihasilkan bermacam-macam sesuai jumlah kelompok, (d) data diperoleh sendiri, (e) keterlibatan siswa lebih maksimal dan memberi peluang pada siswa untuk mengembangkan keterampilan, (f) diperoleh bermacam-macam kesimpulan, (g) waktu yang diperlukan lebih lama.

b. Eksperimen demonstrasi

(27)

Percobaan dan pengamatan dapat menghilangkan miskonsepsi intuitif siswa (Suparno, 2005:114). Eksperimen yang dapat dilakukan untuk menyadarkan siswa akan miskonsepsi mereka dengan lebih cepat adalah yang dapat memberikan hasil yang berbeda dengan yang mereka pikirkan dan konsepkan sebelumnya. Apabila siswa mengalami dan mengamati percobaan yang hasilnya terus-menerus berbeda, maka siswa akan tertantang untuk mengubah gagasan atau konsep mereka.

Menurut Suparno, 2005:114, yang perlu dicatat dalam percobaan atau pengalaman lapangan adalah, percobaan yang tidak menyeluruh seringkali dapat menyebabkan miskonsepsi yang baru. Sebagai contoh siswa di India yang mempunyai miskonsepsi tentang refleksi pada cermin (Suparno, 2005). Percobaan yang tidak dilakukan secara tidak menyeluruh yaitu apabila hanya berlaku pada cermin datar. Oleh karena itu pemilihan percobaan dan pengalaman menjadi penting agar benar-benar dapat dipilih percobaan yang dapat membantu pengembangan konsep siswa.

Berdasarkan uraian di atas, penulis berminat untuk membantu siswa melakukan perubahan konsep dengan menggunakan eksperimen terbimbing menurut macamnya, eksperimen nyata menurut bentuknya, dan eksperimen murid menurut tempat dan cara melakukannya.

B. 5. Materi-materi yang terkait dengan penelitian

Sifat-sifat cahaya

(28)

membawa energi, (5) dipancarkan dalam bentuk radiasi, (6) memiliki arah rambatan yang tegak lurus arah getarnya, (7) dapat diuraikan menjadi beberapa warna, (8) dapat mengalami pemantulan, pembiasan, interferensi, difraksi, dan polarisasi.

Pemantulan teratur dan baur

Cahaya merambat menurut garis lurus. Orang dapat melihat benda karena ada cahaya yang mengenai benda dipantulkan ke matanya. Pemantulan dimana berkas-berkas sinar sejajar yang mengenai permukaan halus dipantulkan sebagai berkas sinar-sinar sejajar juga disebut pemantulan teratur; jika berkas-berkas sinar sejajar yang mengenai permukaan kasar dipantulkan ke segala arah, disebut pemantulan baur.

Hukum Pemantulan

Hukum Pemantulan menyatakan bahwa (1) sinar datang , sinar pantul, dan garis normal berpotongan pada satu titik dan terletak pada satu bidang datar. (2) sudut datang(i) sama dengan sudut pantul(r).

Sinar datang

Garis normal

Sinar pantul

i r Sudut

datang

Sudut pantul

(29)

Pemantulan pada Cermin datar

Empat sifat bayangan pada cermin datar : maya, perbesaran bayangan=1, tegak, dan menghadap berlawanan arah terhadap bendanya, jarak benda=jarak bayangan. Untuk melihat seluruh tinggi benda, h, dalam sebuah cermin datar diperlukan panjang cermin minimum setengah dari tinggi benda.

Pemantulan pada Cermin Lengkung

Cermin lengkung terdiri atas cermin cekung (jika permukaan dalamnya mengkilat), dan cermin cembung (jika permukaan luarnya yang mengkilat). Karena itu, jarak fokus cermin cekung adalah (+), sedangkan cermin cembung adalah (-). Sinar-sinar pada cermin cekung bersifat mengumpul (konvergen), sedang cermin cembung bersifat menyebar (divergen).

Cermin lengkung merupakan bagian dari kulit bola. Cemin cekung adalah cermin yang memiliki permukaan dengan bentuk melengkung di mana permukaan bagian dalamnya dapat memantulkan cahaya. Cemin cembung adalah cermin yang memiliki permukaan dengan bentuk melengkung di mana permukaan bagian luarnya dapat memantulkan cahaya.

Hukum pemantulan, yaitu sudut datang sama dengan sudut pantul, berlaku untuk cermin lengkung. Pada cermin lengkung, garis normal adalah garis yang menghubungkan titik pusat lengkung cermin dan titik jatuhnya sinar. Jadi, garis normal pada cermin lengkung berubah-ubah, bergantung pada titik jatuh sinar.

Lingkaran

(30)

Titik tertentu dalam lengkungan disebut pusat lingkaran dan jarak tersebut disebut jari-jari lingkaran (Soemartojo, 1989).

Garis singgung lingkaran

Definisi garis singgung lingkaran : garis yang apabila diperpanjang hanya memotong lingkaran pada satu titik. Garis singgung lingkaran selalu tegak lurus dengan jari-jari atau diameter yang melalui titik singgung (Sembiring, 1985).

Garis singgung

Jari-jari

Gambar 2. Garis singgung lingkaran

Bidang

Suatu bidang dapat diperluas seluas-luasnya. Namun dengan keterbatasan bidang kertas gambar yang kita miliki, biasanya sebuah bidang hanya dilukiskan sebagian saja yang disebut wakil bidang. Wakil sebuah bidang diberikan dua ukuran, yaitu panjang dan lebar.

Garis

Suatu garis dapat diperpanjang sekehendak kita. Kita biasanya hanya menggambarkan sebagian saja dari garis itu, yang disebut sebagai wakil garis. Sebuah garis hanya mempunyai ukuran panjang.

(31)

Suatu titik hanya ditentukan oleh letaknya. Titik tidak mempunyai ukuran (tidak berdimensi).

Kedudukan Titik dan Garis Dalam Ruang

Melalui dua titik sembarang hanya dapat dibuat sebuah garis lurus.

Kedudukan Titik dan Bidang Dalam Ruang

Melalui tiga buah titik sembarang (ketiga titik segaris) hanya dapat dibuat sebuah bidang datar.

Kedudukan Dua Buah Garis Dalam Ruang

Melalui dua buah garis yang berpotongan hanya dapat dibuat sebuah bidang datar. (2) Melalui dua buah garis yang sejajar hanya dapat dibuat sebuah bidang datar. (3) Melalui dua buah garis yang bersilangan tidak dapat dibuat sebuah bidang datar.

B. 6. Hasil Penelitian Miskonsepsi Fisika pada Pemantulan Cahaya

(32)

Dengan kata lain, mereka berpikir bahwa hukum refleksi cahaya yang kedua hanya terjadi pada cermin datar saja. Hal ini disimpulkan oleh siswa, karena dalam percobaan selalu cermin datar yang digunakan. Sedangkan pada cermin cekung dan cembung tidak pernah dicoba.

Banyak siswa juga beranggapan bahwa cahaya hanya dipantulkan dari permukaan cermin yang halus, dan tidak dipantulkan dari permukaan yang tidak halus (Suparno, 2005:21). Hal ini dapat diartikan bahwa siswa beranggapan bahwa cahaya tidak akan dipantulkan dari kertas yang tidak rata.

Selain beberapa miskonsepsi di atas, ada beberapa miskonsepsi yang pernah ditemukan oleh para peneliti, para ahli, dan pendidik fisika antara lain :

• Bila tidak ada layar, maka tidak ada bayangan (Suparno, 2005:142).

• Cermin membalik segala sesuatu (Suparno, 2005:142).

• Suatu benda kelihatan karena cahaya bersinar padanya. Jadi cahaya adalah syarat mutlak agar benda dapat dilihat (Suparno, 2005:143).

• Mata tidak menerima sinar melainkan memancarkan sinar yang meraba-raba lingkungan (pendapat yang antara lain dikemukakan oleh ilmuwan Yunani Euklides dalam Berg, 1991).

• Cahaya yang lebih terang berjalan lebih cepat dari cahaya yang kurang terang (Suparno, 2005:142).

(33)

C. Pembatasan dan Rumusan Masalah

Permasalahan dalam penelitian ini dibatasi pada apakah metode eksperimen dapat membantu melakukan perubahan konsep siswa dalam bidang fisika tentang Pemantulan Cahaya. Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan di atas, maka pokok perumusan masalah yang akan dibahas dalam penulisan ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

a. Bagaimanakah pemahaman awal siswa mengenai Pemantulan Cahaya? b. Bagaimanakah pemahaman akhir siswa setelah pembelajaran dengan

menggunakan metode eksperimen pada materi yang diajarkan?

c. Bagaimanakah perubahan konsep siswa mengenai materi yang diajarkan? d. Apakah pembelajaran dengan metode eksperimen dapat membantu proses

perubahan konsep siswa ?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Mengetahui pemahaman awal siswa mengenai Pemantulan Cahaya.

b. Mengetahui pemahaman akhir siswa setelah pembelajaran dengan menggunakan metode eksperimen pada materi yang diajarkan.

c. Mengetahui perubahan konsep pada siswa mengenai materi yang diajarkan.

(34)

E. Manfaat Penelitian 1. Untuk Siswa

a. Siswa dapat terbantu untuk melakukan perubahan konsep pada konsep-konsep siswa yang kurang tepat mengenai Pemantulan Cahaya.

b. Melalui eksperimen siswa dapat berlatih berpikir secara ilmiah. 2. Untuk Guru

a. Memberi gambaran miskonsepsi yang sering terjadi mengenai Pemantulan Cahaya sehingga guru dapat menekankan konsep dimana siswa banyak mengalami miskonsepsi ketika mengajarkan Pemantulan Cahaya.

b. Memberi gambaran alat-alat yang bisa digunakan untuk membantu siswa melakukan perubahan konsep mengenai Pemantulan Cahaya. c. Memberi gambaran apakah metode eksperimen dapat membantu

(35)

BAB II

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif, dimana peneliti ingin

mengetahui apakah ada perubahan konsep siswa mengenai Pemantulan Cahaya

dengan menggunakan metode eksperimen.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMA Virgo Fidelis Bawen, Jawa Tengah pada

bulan April - Juni 2007.

C. Subyek Penelitian

Penelitian dilakukan pada siswa kelas X-2 SMA Virgo Fidelis yang berjumlah

35 siswa. Sedangkan subyek yang terlibat dalam penelitian ini adalah 29 siswa.

Hal ini disebabkan ada satu siswa keluar dari SMA ini yaitu siswa dengan kode 7,

empat siswa tidak mengikuti pembelajaran yang pertama yaitu siswa dengan kode

10, 19, 22, 30, dan satu siswa tidak mengikuti pembelajaran dan posttest, yaitu

siswa dengan kode 8 (dapat dilihat dalam daftar hadir pada lampiran 1).

D. Metode Pengumpulan Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini akan dikumpulkan dengan

menggunakan dua cara, yaitu :

(36)

1. Tes Tertulis

Tes tertulis dilakukan dua kali, yaitu sebelum dan sesudah pembelajaran

dengan menggunakan eksperimen. Tes yang diberikan sebelum

pembelajaran (pretes) digunakan untuk mengetahui pemahaman awal yang

dimiliki oleh siswa. Sedangkan tes yang diberikan setelah pembelajaran

(posttest) digunakan untuk mengetahui pemahaman siswa yang dimiliki

setelah pembelajaran dengan menggunakan eksperimen. Tes tertulis

diberikan dalam bentuk tes esai tertulis yang memuat beberapa konsep

fisika yang sudah diajarkan. Tes ini digunakan untuk mengetahui

pemahaman siswa tentang pemantulan cahaya dan mendeteksi

miskonsepsi yang ada pada diri siswa.

Dalam penelitian, tes tertulis dilengkapi dengan CRI (Certainty of

Response Index) pada setiap soal untuk mengetahui tingkat keyakinan siswa akan jawabannya. Menurut Hasan.S, Bagayoko.D, &Kelly.E.L,

1999:294 dan Masril, & Asmaa, 2002 dalam Gandasari, 2006 : 24 CRI

juga dapat digunakan untuk membedakan jawaban tes antara siswa

menjawab karena menerka, kekurangan pengetahuan, miskonsepsi, dan

siswa yang benar-benar mengerti konsep.

Hasil analisis pretest digunakan untuk menentukan siswa yang dipilih

untuk dilakukan wawancara.

2. Wawancara

Wawancara dilakukan untuk mengungkap gagasan siswa secara

(37)

bisa digali melalui tes tertulis. Wawancara dilakukan pada siswa yang

memiliki banyak miskonsepsi dan pada siswa yang tidak mempunyai

miskonsepsi. Wawancara dilakukan setelah pretest dan posttest.

Wawancara yang dilakukan bersifat bebas dan terstruktur. Dalam

wawancara bebas, peneliti bebas bertanya kepada siswa dan siswa dapat

dengan bebas menjawab (Suparno, 2005 :127). Sedangkan dalam

wawancara terstruktur, pertanyaan sudah disiapkan dan urutannya pun

secara garis besar sudah disusun, sehingga memudahkan dalam praktik

(Suparno, 2005 : 127).

E. Instrumen Penelitian

Beberapa instrumen yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu :

1. Tes Tertulis

Tes tertulis yang dilakukan ada dua, yaitu :

a. Pretest

Pretest yang diberikan pada siswa disusun berdasarkan konsep-konsep

yang terkait dalam pemantulan cahaya dan disertai skala CRI. Tes ini

bertujuan untuk mengetahui pemahaman awal siswa mengenai

pemantulan cahaya, mendeteksi miskonsepsi siswa, dan sebagai

panduan dalam melakukan wawancara. Kisi-kisi soal pretes yang

digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tabel 1

(38)

No Konsep Nomor Soal

1 Cahaya sebagai gelombang 1a, 1b, 1c, 1d, 2

2 Sifat cahaya 3a, 3b, 3c, 3d, 3e , 6, 7, 8

3 Perambatan cahaya 4,5

4 Pemantulan cahaya 9, 10a, 10b, 11a, 11b, 13a, 13b

5 Pemantulan cahaya pada

cermin datar

14,15,16,17

6 Hukum Pemantulan

Cahaya

12,18, 19a, 19b, 20, 21a, 21b

Validitas pretes dicapai melalui ujicoba tes tertulis. Ujicoba pretes

diberikan pada tiga siswa kelas X, satu siswa kelas XI SMA, dan lima

mahasiswa semester II program studi pendidikan fisika. Ujicoba pretes

dilakukan pada tanggal 18 dan 22 April 2007 pada tempat yang

berbeda. Ujicoba pretes dilakukan untuk mengetahui pemahaman

siswa tentang pemantulan cahaya, menentukan waktu yang diperlukan

dalam mengerjakan soal, dan penskoran bagi setiap soal tes.

b. Posttest

Berdasarkan tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui apakah

melalui pembelajaran dengan metode eksperimen dapat membantu

siswa melakukan perubahan konsep dalam bidang fisika tentang

Pemantulan Cahaya, postes yang dilengkapi dengan skala CRI

bertujuan untuk mengetahui pemahaman siswa setelah pembelajaran

(39)

metode eksperimen. Posttest yang diberikan disusun berdasarkan soal

pretes dan materi pembelajaran yang diberikan pada siswa.

2. Skala CRI (Certainty of Response Index)

Skala CRI digunakan untuk mengetahui tingkat keyakinan siswa dalam

menjawab setiap soal, apakah siswa menggunakan pengetahuan yang

mereka punyai atau hanya menerka saja untuk menjawab soal dengan

ketentuan sebagai berikut :

Tabel 2

Keyakinan jawaban siswa berdasarkan CRI

Skala Keyakinan Siswa

0 Jawaban sepenuhnya menerka

1 Jawaban menerka dengan mempertimbangkan

pengetahuan yang dimiliki

2

Jawaban dengan menggunakan pengetahuan

dan pikiran tetapi tidak yakin akan kebenaran

jawaban

Kekurangan

Pengetahuan

3 Jawaban dengan menggunakan pengetahuan

dan pikiran dan yakin akan kebenaran jawaban

4

Jawaban dengan menggunakan pengetahuan

dan pikiran dan sangat yakin akan kebenaran

jawaban

Memiliki

Pengetahuan

Untuk mengetahui siswa yang memiliki pemahaman benar, siswa yang

mengalami kurang pemahaman dan siswa yang mengalami miskonsepsi

(40)

Tabel 3

Kriteria pengelompokkan siswa berdasarkan CRI

Jawaban Siswa Skala CRI rendah (≤ 2,5) Skala CRI tinggi (> 2,5)

Benar Kurang pemahaman Pemahaman benar

Salah Kurang pemahaman Miskonsepsi

3. Rancangan pembelajaran

Rancangan pembelajaran disusun berdasarkan hasil analisis pretes dan

wawancara I. Dari hasil analisis pretes dan wawancara I dapat diketahui

pemahaman awal siswa dan miskonsepsi yang terjadi pada siswa mengenai

pemantulan cahaya. Untuk itu disusun sebuah rancangan pembelajaran

yang dimaksudkan untuk memfasilitasi siswa merubah konsep yang salah

menjadi benar. Rancangan pembelajaran yang digunakan adalah

pembelajaran dengan menggunakan metode eksperimen.

4. Pertanyaan wawancara

Pertanyaan wawancara dimaksudkan untuk mengungkap pemahaman

siswa secara lebih mendalam. Pertanyaan wawancara disusun berdasarkan

analisis jawaban pretes dan postes siswa. Jadi pertanyaan wawancara

disusun bergantung dengan jawaban tes tertulis siswa. Selain itu juga

bergantung kebutuhan dari peneliti untuk mengetahui perubahan konsep

(41)

F. Metode Analisis Data

Hasil tes tertulis dianalisis untuk mengetahui perubahan konsep siswa pada

pokok bahasan Pemantulan Cahaya. Analisis ini meliputi :

1. Mengecek jawaban dari setiap soal pada setiap siswa

Dalam mengecek jawaban siswa apabila jawaban siswa benar akan diberi

skor yaitu 1 dan siswa yang menjawab salah serta tidak memberikan

jawaban akan diberi skor 0.

2. Menghitung skor total yang diperoleh setiap siswa

Skor total yang diperoleh setiap siswa merupakan jumlah skor dari tiap

soal yang diperolehnya.

3. Menghitung persentase skor jawaban dari setiap siswa

Berdasarkan skor total yang diperoleh setiap siswa, maka dapat dihitung

persentase skor siswa. Persentase skor siswa dapat dihitung dengan

menggunakan persamaan sebagai berikut:

Persentase skor (X%) x100%

maksimal skor

siswa diperoleh yang

skor jumlah =

4. Menentukan kualifikasi pemahaman siswa berdasarkan persentase skor.

Berdasarkan persentase skor siswa dapat diketahui kualifikasi pemahaman

siswa. Kualifikasi pemahaman siswa dibagi dalam lima tingkatan yaitu :

sangat baik, baik, cukup, kurang, dan sangat kurang.

Dalam menentukan interval persentase skor untuk kualifikasi pemahaman

siswa, peneliti menggunakan pedoman dari peraturan akademik

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta (2002) yang menggunakan skor

(42)

cukup, dan skor sebesar 50% sebagai batas bawah untuk kualifikasi

pemahaman siswa kurang. Sedangkan batas bawah untuk kualifikasi

pemahaman baik dan sangat baik menggunakan skor sebesar 70% sebagai

batas bawah untuk kualifikasi pemahaman siswa baik, dan skor sebesar

80% sebagai batas bawah untuk kualifikasi pemahaman siswa sangat baik

(Kartika, 2002).

Adapun interval persentase skor yang dipakai untuk menentukan

kualifikasi pemahaman siswa sebagai berikut :

Tabel 4

Kualifikasi Pemahaman Siswa Berdasarkan Skor

Interval Skor (%) Kualifikasi Pemahaman Siswa

80-100 Sangat Baik

70-79 Baik

56-69 Cukup

50-55 Kurang

< 50 Sangat Kurang

5. Menganalisis miskonsepsi yang dimiliki siswa dengan menggunakan skala

CRI

Kriteria pengelompokkan siswa berdasarkan skala CRI dapat dilihat pada

tabel 3. Pengelompokkan siswa berdasarkan CRI dapat membantu dalam

mendeteksi apakah siswa mengalami miskonsepsi, kurang pemahaman,

atau pemahamannya benar.

6. Menganalisis persentase skor siswa dari pretes dan postest, apakah ada

(43)

Dari hasil analisis tes tertulis, dapat dipilih siswa yang perlu diwawancara.

Wawancara I dilakukan untuk mendukung hasil analisis jawaban pretes dan

mengetahui konsep awal siswa lebih dalam. Wawancara II dilakukan pada siswa

yang sama untuk mendukung hasil analisis jawaban postes. Sehingga dari hasil

jawaban postes dan wawancara II dapat diketahui perubahan konsep siswa setelah

pembelajaran.

Skala CRI digunakan untuk melihat apakah siswa mengalami miskonsepsi,

kurang pemahaman, atau memiliki pemahaman yang benar. Selain itu juga

digunakan untuk menghitung banyaknya siswa yang mengalami hal tersebut.

Perubahan konsep siswa dapat diketahui dari perbandingan persentase skor

jawaban soal pretes dan postest. Apabila hasil persentase skor jawaban postest

lebih baik dari pretest maka terjadi perubahan konsep pada siswa. Dan sebaliknya,

bila hasil persentase skor jawaban pretes lebih baik dari jawaban postest maka

tidak terjadi perubahan konsep, dari konsep yang salah ke konsep yang benar.

Perbandingan persentase skor jawaban soal tes tertulis juga didukung dari hasil

wawancara I dan II. Dari hasil perbandingan ini dapat diketahui keberhasilan

metode eksperimen dalam memfasilitasi perubahan konsep siswa. Apabila tidak

terjadi peningkatan, maka perlu dicari permasalahan yang menyebabkan hal itu

(44)

BAB III

DATA, ANALISIS DATA, DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Penelitian

Penelitian dilakukan untuk mengetahui pemahaman siswa tentang pemantulan cahaya, dan membantu memfasilitasi siswa melakukan perubahan konsep siswa dalam hukum pemantulan cahaya. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2007. Tahap awal dalam penelitian ini adalah melakukan pretest pada siswa untuk melihat pemahaman awal siswa dalam pokok bahasan pemantulan cahaya. Waktu yang disediakan adalah 90 menit. Data pretest digunakan sebagai acuan dalam pemilihan siswa dalam wawancara I dan mendeteksi miskonsepsi yang terjadi pada siswa sehingga membantu peneliti dalam pembuatan rancangan pembelajaran yang dapat memfasilitasi perubahan konsep siswa dari konsep yang salah menjadi konsep yang benar. Setelah pretest, peneliti memilih enam siswa untuk diwawancara dan melakukan observasi. Wawancara dilakukan untuk mengungkap pemahaman siswa secara mendalam, terutama untuk hal-hal yang belum terungkap dalam pretest. Observasi dilakukan agar peneliti lebih mengenal para siswa sehingga dapat memperlancar dalam melaksanakan pembelajaran. Data wawancara yang telah diperoleh dipakai untuk melengkapi data pemahaman siswa dari pretest sehingga dapat dibuat rancangan pembelajaran yang sesuai. Berdasarkan data yang diperoleh peneliti memilih konsep Hukum Pemantulan untuk pembelajaran. Pembelajaran dilakukan sebanyak dua kali dengan menggunakan metode eksperimen. Setelah pembelajaran, dilakukan posttest dan

(45)

wawancara II. Postest dan wawancara II dilakukan untuk mengetahui pemahaman siswa setelah dilakukan pembelajaran dengan metode eksperimen. Berdasarkan data pretest, posttest, wawancara I, dan wawancara II dapat diketahui ada atau tidaknya perubahan konsep pada siswa.

Adapun jadwal kegiatan penelitian yang telah dilakukan adalah sebagai berikut:

• 11 April 2007 : Pretest

• 7,9,11 Mei 2007 : Wawancara I

• 11 Mei 2007 : Observasi

• 29, 30 Mei 2007 : Pembelajaran

• 30 Mei 2007 : Posttest

• 12,13 Juni 2007 : Wawancara II

B. Data Pretest dan Wawancara I, serta Pembahasan 1. Pembahasan Data Pretest

Pretest dilakukan di SMA Virgo Fidelis Bawen pada tanggal 11 April 2007. Pretest ini bertujuan untuk mengetahui pemahaman awal siswa tentang Pemantulan Cahaya. Waktu yang disediakan untuk pretes adalah 90 menit.

(46)

menggunakan pemahamannya dari materi yang diberikan waktu masih belajar di SMP.

Sebagian besar siswa mengalami kurang pemahaman mengenai pemantulan cahaya. Hal ini terlihat dalam tabel 7 lampiran 3 yang menunjukkan bahwa sebagian besar siswa termasuk dalam kualifikasi pemahaman sangat kurang. Dalam tabel 9 terlihat bahwa ada 86.20% siswa termasuk dalam kualifikasi pemahaman sangat kurang sedangkan 13.79% siswa lainnya termasuk dalam kualifikasi pemahaman kurang. Hal ini juga ditunjukkan pada tabel 8 lampiran 3, bahwa persentase skor tertinggi yang diperoleh adalah 54.54%, persentase skor terendah yang diperoleh adalah 24.24%, dan rata-ratanya 41.16%. Persentase skor tertinggi termasuk dalam kualifikasi pemahaman kurang, persentase skor terendah termasuk dalam kualifikasi pemahaman sangat kurang, dan rata-rata persentase skor siswa termasuk dalam kualifikasi pemahaman sangat kurang. Selain dua hal di atas, hal ini juga sesuai dengan tabel 10 lampiran 3 yang memaparkan pemahaman siswa berdasarkan skala CRI pada soal pretest. Dalam tabel 10 lampiran 3 tersebut terlihat bahwa sebagian besar siswa mengalami kurang pemahaman untuk soal-soal yang diberikan. Bahkan dalam kolom jumlah siswa yang mempunyai pemahaman benar dalam tabel 10 lampiran 3terlihat juga bahwa ada beberapa soal dimana tidak ada satu siswa pun yang mempunyai pemahaman benar, seperti pada soal nomor 1c, 1d, 2, 4, 18, 20.

(47)

soal dimana siswa banyak mengalami miskonsepsi dari soal pretest berdasarkan tabel 11 lampiran 3 dari urutan yang paling banyak adalah 10b, 12, 4, dan 18. Soal nomor 10b berkaitan dengan pemantulan cahaya pada permukaan yang berbeda, soal nomor 12 berkaitan dengan Hukum Pemantulan Cahaya yang I, soal nomor 4 berkaitan dengan perambatan cahaya, sedangkan soal nomor 18 berkaitan dengan Hukum Pemantulan Cahaya II. Nomor soal tersebut menjadi penting bagi peneliti sebagai dasar dalam melakukan wawancara I dan dalam kegiatan pembelajaran.

(48)

2. Pemilihan Siswa untuk Wawancara

Berdasarkan hasil pretes, diduga ada miskonsepsi siswa dalam pokok bahasan Pemantulan Cahaya. Untuk dapat memastikan dugaan miskonsepsi tersebut, mengenal secara mendalam letak miskonsepsi siswa, dan mengapa siswa sampai pada pemahaman seperti itu (Suparno,2005) maka diadakan wawancara. Wawancara dilakukan pada 6 siswa. Kriteria pemilihan siswa untuk wawancara adalah tiga siswa dipilih dari siswa yang yang tidak mengalami miskonsepsi dan tiga siswa yang memiliki miskonsepsi serta mengalami miskonsepsi pada nomor yang sama dari nomor soal dimana banyak siswa mengalami miskonsepsi.

Berdasarkan hasil analisis pretest, diketahui soal-soal dimana siswa mengalami miskonsepsi. Nomor soal dimana banyak siswa mengalami miskonsepsi adalah soal nomor 10b, 12, 4, 18 (dapat dilihat dalam tabel 11 lampiran 3). Dalam tabel 12 lampiran 3 terlihat bahwa hanya ada tiga soal dimana tiga siswa mengalami miskonsepsi, yaitu soal nomor 10b, 12, dan 4. Berdasarkan kriteria tersebut, maka dipilih tiga siswa yang tidak memiliki miskonsepsi dan tiga siswa yang memiliki miskonsepsi pada ketiga soal tersebut.

Keenam siswa yang akan diwawancara adalah sebagai berikut :

(49)

•Siswa kode 11 : siswa ini memiliki persentase skor 24.24%, dan

memiliki 14 soal yang miskonsepsi, serta mengalami miskonsepsi pada soal nomor 4, 10b, 12.

•Siswa kode 33: siswa ini memiliki persentase skor 42.42% ,dan tidak memiliki miskonsepsi.

•Siswa kode 27: siswa ini memiliki persentase skor 45.45% , dan tidak memiliki miskonsepsi.

•Siswa kode 31: siswa ini memiliki persentase skor 54.54%, memiliki 10 miskonsepsi ,dan mengalami miskonsepsi pada soal nomor 4, 10b, 12.

•Siswa kode 23: siswa ini memiliki persentase skor 42.42%, memiliki 5 miskonsepsi, dan mengalami miskonsepsi pada soal nomor 4, 10b, 12. 3. Pemahaman Siswa Sebelum Pembelajaran

Dari hasil analisis jawaban pretest dan wawancara I yang telah dilakukan, maka diketahui pemahaman siswa sebagai berikut :

a. Pemahaman Siswa Mengenai Cahaya sebagai Gelombang

(50)

siswa diminta menggambarkan gelombang cahaya yang merambat dari matahari. Sedangkan pada soal nomor 2, siswa diminta melukiskan gelombang cahaya dan sinar dari cahaya matahari.

Sebagian besar siswa sudah memahami bahwa gelombang elektromagnetik termasuk gelombang transversal namun beberapa siswa masih memiliki pemahaman yang kurang. Hal ini terlihat pada tabel 13 lampiran 3 bahwa ada 65.52% siswa menjawab benar, sedangkan 34.48% siswa menjawab salah. Sedangkan menurut tabel 10 lampiran 3, 13.79% siswa memiliki pemahaman benar, 6.89% siswa mengalami miskonsepsi, 75.86% siswa kurang pemahaman, dan 3.45% siswa tidak mengisi tingkat keyakinan jawaban. Berdasarkan jawaban siswa, sebagian besar siswa menjawab bahwa gelombang elektromagnetik termasuk gelombang transversal, namun beberapa siswa lainnya menjawab bahwa gelombang elektromagnetik termasuk gelombang longitudinal.

(51)

siswa, sebagian besar siswa sudah dapat menggambarkan gelombang transversal dengan tepat, namun ada siswa yang menggambarkan gelombang transversal dengan menggambarkan gelombang longitudinal, dan ada beberapa siswa yang menggambarkan tanda panah atau garis horizontal.

Sebagian besar siswa belum memahami dengan baik tentang gelombang longitudinal. Hal ini terlihat pada tabel 13 lampiran 3, bahwa pada soal nomor 1c ada 6.89% siswa dapat menggambarkan gelombang longitudinal yang merambat ke kanan dengan tepat, dan 93.10% siswa belum dapat menggambarkan gelombang longitudinal dengan tepat. Sedangkan menurut tabel 10 lampiran 3, tidak ada satu orang pun yang memiliki pemahaman benar, 13.79% siswa mengalami miskonsepsi, 79.31% siswa kurang pemahaman, dan 6.9% siswa tidak menjawab tingkat keyakinan jawaban. Berdasarkan jawaban siswa, sebagian besar siswa menggambarkan gelombang longitudinal dengan menggambarkan gelombang transversal. Di lain pihak, beberapa siswa lainnya sudah dapat menggambarkan gelombang longitudinal dengan tepat namun dengan tingkat keyakinan jawaban yang rendah.

(52)

merambat dari matahari dengan tepat. Sedangkan menurut tabel 10 lampiran 3, pada soal nomor 1d ini, tidak ada satu orang pun yang memiliki pemahaman benar, 20.69% siswa mengalami miskonsepsi, 75.86% siswa kurang pemahaman, dan 3.45% tidak mengisi tingkat keyakinan jawabannya. Berdasarkan jawaban siswa, sebagian besar siswa menggambarkan gelombang cahaya sebagai sinar, juga ada yang menggambarkan garis-garis ke segala arah.

Sebagian besar siswa belum memahami gelombang cahaya dan sinar dengan baik. Hal ini terlihat pada tabel 13 lampiran 3, bahwa pada nomor 2 ada 13.79% siswa melukiskan gelombang cahaya dan sinar dari cahaya matahari dengan tepat, namun 86.20% siswa belum dapat melukiskan gelombang cahaya dan sinar dari cahaya matahari dengan tepat. Sedangkan menurut tabel 10 lampiran 3, tidak ada satu siswa pun yang memiliki pemahaman benar, 6.89% siswa mengalami miskonsepsi, 89.66% kurang pemahaman, dan 3.45% tidak mengisi tingkat keyakinan jawaban. Beberapa siswa hanya menggambarkan sinar saja, atau garis-garis menuju ke segala arah.

b. Pemahaman Siswa Mengenai Sifat-sifat Cahaya

(53)

nomor 3a, 3b, 3c, 3d meminta siswa memilih benar atau salah dari suatu pernyataan yang berkaitan dengan sifat-sifat cahaya dan disertai alasan. Soal nomor 6 menanyakan pernyataan yang benar untuk sifat cahaya yang berkaitan dengan kecepatan cahaya. Soal nomor 3a, 7, dan, 8 berkaitan dengan sifat cahaya yaitu cahaya merambat lurus. Soal nomor 3b dan 3c memberikan pernyataan yang berkebalikan. Pernyataan pada nomor 3b adalah cahaya merambat tanpa membawa energi, sedangkan pernyataan nomor 3c adalah cahaya merambat membawa energi. Soal nomor 3d dan 3e ini juga memberikan pernyataan yang berkebalikan. Pada nomor 3d memberikan pernyataan untuk merambat cahaya memerlukan medium, sedangkan pada nomor 3e memberikan pernyataan untuk merambat cahaya tidak memerlukan medium.

(54)
(55)

menggunakan medium karena cahaya tidak dapat merambat lurus oleh benda.

Sebagian besar siswa sudah memahami bahwa cahaya merambat membawa energi. Hal ini terlihat pada tabel 13 lampiran 3 bahwa persentase jawaban benar pada soal nomor 3b dan 3c tinggi yaitu 96.55% dan 100%. Dari tabel 10 lampiran 3 terlihat bahwa sebagian besar siswa memiliki pemahaman benar yaitu 55.17% untuk keduanya. Berdasarkan jawaban siswa, siswa memahami bahwa cahaya merambat membawa energi karena cahaya seperti matahari membawa energi panas.

Sebagian besar siswa belum memahami dengan benar sifat cahaya bahwa dalam perambatannya cahaya tidak memerlukan medium sehingga beberapa siswa mengalami miskonsepsi seperti terlihat dalam tabel 10 lampiran 3. Berdasarkan tabel 13 dan 10 lampiran 3, terlihat bahwa ada 41.38% dan 37.93% siswa dapat menjawab dengan benar, namun hanya 10.34% dan 6.89% siswa memiliki pemahaman benar. Pada umumnya siswa memahami bahwa dalam perambatannya, cahaya memerlukan medium yaitu udara. Namun ada juga siswa yang berpendapat bahwa cahaya merambat memerlukan medium untuk dapat dipantulkan. Di lain pihak, ada siswa yang memahami bahwa dalam perambatannya, cahaya tidak memerlukan medium, karena cahaya bisa merambat melalui ruang hampa udara.

(56)

17.24% siswa memiliki pemahaman benar, 17.24% mengalami miskonsepsi, dan 31.03% siswa dapat menjawab dengan benar. Pada umumnya siswa memahami bahwa pada malam hari cahaya merambat lebih cepat daripada siang hari. Mereka berpendapat demikian karena pada malam hari gelap sehingga akan mempermudah perambatannya. Namun ada juga siswa yang berpendapat demikian karena pada malam hari tidak ada pembiasan cahaya dan pada malam hari cahaya senter akan bercahaya terang dan lebih cepat dibandingkan siang hari. Di lain pihak ada siswa yang memahami bahwa cahaya senter sama cepat pada siang hari dan malam hari karena kecepatan cahaya itu sama yaitu 3 x 10 8 m/s.

c. Pemahaman Siswa Mengenai Perambatan Cahaya

(57)

meminta siswa memilih pernyataan yang benar dari perambatan cahaya lilin pada malam hari.

Sebagian besar siswa mengalami kurang pemahaman dan miskonsepsi pada perambatan cahaya pada siang hari. Hal ini terlihat pada tabel 12 lampiran 3, bahwa pada nomor 4 tidak ada satu siswa pun yang menjawab dengan tepat, atau dengan kata lain semua siswa menjawab kurang tepat. Menurut tabel 10 lampiran 3, tidak ada satu siswa pun yang memiliki pemahaman benar, 34.48% siswa mengalami miskonsepsi, dan 65.52% siswa kurang pemahaman. Sedangkan dari tabel 11 lampiran 3 terlihat soal nomor 4 berada di urutan ketiga dari urutan soal yang paling banyak miskonsepsi. Berdasarkan jawaban siswa, sebagian besar siswa memahami bahwa perambatan cahaya dari sebuah lilin yang dinyalakan pada siang hari adalah tinggal pada lilin. Pemahaman siswa tersebut demikian karena cahaya lilin kalah terang dengan cahaya matahari sehingga tidak bisa menerangi ruangan. Selain itu ada juga siswa yang memahami bahwa perambatan cahaya lilin pada siang hari adalah merambat dari lilin sampai tengah-tengah antara lilin dengan Ucup. Menurut siswa tersebut pada siang hari cahaya merambat tidak jauh. Di lain pihak beberapa siswa lainnya memahami bahwa perambatan cahaya lilin pada siang hari adalah merambat dari lilin sampai ke tempat Ucup karena pada siang hari keadaannya terang dan cahaya yang dipancarkan oleh lilin akan terbatas.

(58)

terlihat pada tabel 13 lampiran 3, bahwa pada soal nomor 5 ada 55,17% siswa menjawab dengan benar, dan 44.82% siswa menjawab salah. Sedangkan menurut tabel 10 lampiran 3, ada 34.48% siswa memiliki pemahaman benar, 17.24% mengalami miskonsepsi, dan 48.28% kurang pemahaman. Pada umumnya siswa memilih pernyataan merambat dari lilin sampai cahayanya terhalang oleh dinding. Siswa menjawab demikian karena menurut mereka cahaya merambat ke segala arah, atau menyebar sampai terhalang oleh suatu benda yang tidak tembus cahaya. Namun ada juga siswa yang berpendapat bahwa cahaya lilin pada malam hari lebih terang sehingga nyala lilin tersebut sampai tempat Ucup.

Pemahaman siswa bahwa intensitas sumber lain berpengaruh pada perambatan cahaya juga dipahami oleh beberapa siswa yang terungkap melalui wawancara I sebagai berikut :

A : Silahkan lihat soal nomor 4. Apabila di depan Anda dinyalakan sebuah lilin. Misalkan Ucup ini diganti Pitria, trus dinyalakan lilin pada siang hari, lalu bagaimana perambatan cahayanya.

B : Maksude gimana mbak?

A : Ya perambatan cahayanya itu akan tinggal pada lilin, atau merambat dari lilin sampai tengah-tengah antara lilin dengan Ucup, atau merambat dari lilin sampai ke tempat Ucup, atau merambat sampai terhalang oleh dinding?

B : Tinggal pada lilin

A : Tinggal pada lilin. Alasannya?

B : Ya kan kalau siang hari kan cahaya dari lilin, kan kalau siang terang, cuman di sekitar situ tok.

A : Kalau misalnya malam hari?

B : Nek malam hari kan ndak kena sinar matahari, dadine kan opo, gelap to mbak, menyala.

A : Trus?

B : Yo menyala gitu.

(59)

A : Tadi itu karena intensitas sumber lain berarti. Kalau siang itu ada sumber lain, kalau malam tidak, jadi karena intensitas sumber lain? Boleh dikatakan seperti itu?

B : (menggangguk).

(lampiran 5, siswa kode 23)

Dari kutipan wawancara di atas terlihat pemahaman siswa tentang perambatan cahaya. Menurut siswa tersebut perambatan cahaya lilin dipengaruhi oleh intensitas sumber lain. Pada waktu siang hari perambatan nyala lilin tinggal pada lilin karena adanya intensitas matahari yang lebih besar dibandingkan lilin. Sedangkan kalau malam hari, karena tidak ada intensitas sumber lain yang lebih besar maka dapat merambat sampai cahayanya terhalang oleh obyek.

Pemahaman yang sama juga dialami siswa dalam wawancara I ketika peneliti menanyakan perambatan cahaya lilin yang ditempatkan di tengah ruangan yang besar seperti bioskop dalam wawancara I. Hal ini ditunjukkan pada kutipan wawancara I berikut :

A : Trus kalau misale ada sebuah lilin saya nyalakan di tengah ruangan yang besar seperti bioskop gitu, bagaimana perambatan cahayanya?

B : Merambat ke semua ruangan. A : Merambat ke semua ruangan? B : Merambat ke semua sudut ruangan. A : Mengapa?

B : Kan bioskope nggak ada cahaya lain selain cahaya lilin itu. A : He’em.

B : Jadinya yo agak gelap soale lilin kan hanya satu sedangkan ruangane kan besar.

A : Ya, tapi tadi kan kalau siang ada sinar lain, juga merambat sampai dinding?

B : Lha itu ruangane siang pa malam to? A : Nah sekarang gini, kalau ruangane siang?

(60)

A : Cahaya lilinnya nggak kelihatan banget? Berarti dia hanya merambat di sekitar lilin?

B : Ho’o. Hanya di sekitar lilin.

(lampiran 5, siswa kode 33)

Pemahaman siswa juga ada yang mengalami perubahan dalam wawancara I. Siswa mengalami perubahan pemahaman ketika ditanya tentang perambatan cahaya pada ruang yang besar dan dikaitkan dengan hakikat melihat. Perubahan jawaban siswa terlihat pada kutipan wawancara I sebagai berikut :

A : O diralat, tidak memerlukan medium. Sekarang kalau misalnya ada ruangan yang besar seperti bioskop besar , di tengah-tengah saya beri lilin, itu perambatan cahayanya sampai mana?

B : Maksudnya mbak?

A : Ada bioskop yang besar, di tengah-tengah ada lilin saya nyalakan kemudian perambatan lilin itu sampai mana? Atau perambatannya hanya sampai tengah-tengahnya sini atau malah sampai paling ujung bioskop?

B : Menurut saya sampai paling ujung bioskop. A : Siang dan malam sama saja atau?

B : Ya, itu kan di ruangan jadi cahaya tidak masuk, jadi sama saja karena di ruangan.

A : Sama saja, tapi kalau untuk ruangan yang kena sinar matahari beda?

B : Beda.

A : Beda. Ya trus ruangan seperti apa yang dia tidak sampai ke suatu ujung?

B : Ya misalnya ada cahaya lain yang lebih besar dan arahnya berlawanan itu lho, yang misalnya dari cahaya lilin itu, kan otomatis cahaya dari lilin itu kalah atau ya kalah dengan cahaya yang lebih besar itu sehingga cahaya lilin itu tidak bisa menembus, tidak bisa mengalahkan cahaya yang lebih besar itu dan tidak bisa sampai ke tempat itu.

A : Sekarang kalau misalnya di ruang kelas saja ya, trus di tengah-tengah diberi lilin kemudian kamu duduk di paling ujung, kira-kira nyala lilinnya kelihatan nggak?

B : Kelihatan, ya kelihatan.

A : Kalau kelihatan itu ada hubungannya tidak dengan perambatan cahaya?

B : Ya ada, ada mbak.

(61)

B : Kan kalau mata melihat kan, misalnya benda memantulkan sinar ke mata kita berarti kalau lilin itu menyala dan dapat kita lihat jadi cahaya lilin itu sampai ke mata kita.

A : Berarti merambat sampai ke mata kita? B : Ya.

A : Kalau siang hari?

B : Ya kelihatan, berarti dapat merambat. A : Merambat sampai?

B : Ke mata kita.

A : Kalau yang di sini tadi merambat sampai Ucup, sampai tengah-tengah Ucup?

B : Ya sampai Ucup.

(lampiran 5, siswa kode 31)

Dari kutipan wawancara di atas terlihat bahwa siswa memahami hakikat melihat dan memahami keterkaitannya dengan perambatan cahaya sehingga ketika ditanyakan hal tersebut, siswa menjadi tahu kalau jawaban sebelumnya kurang tepat.

d. Pemahaman Siswa Mengenai Pemantulan Cahaya

(62)

tidak rata dan permukaan rata. Sedangkan pada nomor 13a, dan 13b menanyakan tentang pemahaman siswa tentang pemantulan cahaya dan bayangan.

(63)

Sebagian besar siswa belum memahami bahwa pada permukaan rata dan tidak rata berlaku hukum pemantulan cahaya. Sebagian besar siswa memahami bahwa hukum pemantulan cahaya hanya berlaku pada permukaan yang rata saja. Hal ini juga ditemukan dalam Suparno, 2005 yang menyatakan bahwa banyak siswa beranggapan bahwa cahaya hanya dipantulkan dari permukaan yang halus, dan tidak dipantulkan dari permukaan yang tidak halus. Hal ini terlihat pada tabel 13 lampiran 3 bahwa pada nomor 10a dan 10b ada 34.48% dan 20.69% siswa menjawab benar, dan berdasarkan tabel 10 lampiran 3 hanya ada 17.24% dan 3.44% siswa yang memiliki pemahaman benar. Hal ini juga dibuktikan bahwa pada soal nomor 10b menurut tabel 11 lampiran 3 merupakan urutan tertinggi dari soal-soal dimana banyak siswa mengalami miskonsepsi. Berdasarkan jawaban siswa terlihat bahwa siswa memahami konsep yang kurang tepat dengan tingkat keyakinan yang tinggi. Hal ini juga terlihat dalam wawancara I sebagai berikut :

A :Sekarang ke soal nomor 5, eh 10. Buka soal nomor 10 di situ.Nah dalam soal itu ada dua permukaan di situ. Apakah hukum

pemantulan berlaku untuk kedua permukaan? B : Nggak.

A : Tidak berlaku? B : Gimana to soale?

A : Ya sama. Ini kan ada dua permukaan, nah hukum pemantulan itu berlaku untuk dua permukaan ini? Atau salah satu permukaan saja yang berlaku disitu?

B : Sama.

A : Maksudnya dalam kedua bidang, dua permukaan ini berlaku hukum pemantulan?

B : Berlaku. A : Alasannya?

Gambar

Gambar 2. Garis singgung lingkaran
Tabel 1 Kisi-kisi soal pretest
Tabel 2 Keyakinan jawaban siswa berdasarkan CRI
Tabel 3
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasar informasi yang dihimpun dan disusun berdasar kebutuhan mitra (observasi) yang telah disepakati dalam bentuk agenda kerja perancangan desain

Shooting Motor Diesel, Pedoman Ilmu Jaya, Jakarta, 1986. Mathur ML, “A course in Internal Combustion Engines,” Dhanpat

Mengukur berpikir kreatif dapat diketahui 4 aspek yang berbeda, yaitu: produk kreatif, proses kreatif, pengembangan alat ukur kreatif, serta karakteristik personalitas

Besarnya koefisien pemngembunan dipengaruhi oleh panas laten pengembunan, densitas fluida, perbedaan suhu uap dengan diding dalam, viskositas fluida, medan

Saya memiliki peralatan dan materi-materi yang saya butuhkan untuk mengerjakan pekerjaan saya dengan baik di PT Taspen Cabang Bogor... Pernyataan Sangat Tidak Setuju Tidak

Karena dengan menggunakan Metode Lesson Study dirancang sedemikian rupa dapat terjadi interaksi yang positif dari segala arah dan pembelajaran dengan metode ini berbasis

Pada Gambar 4.3, grafik hubungan antara jumlah karakter ciphertext yang disisipkan terhadap ukuran pixel cover citra menunjukan bahwa nilai PSNR pada stego image akan