• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji sitotoksisitas ekstrak etanolik daun sirih merah [Piper crocatum Ruiz & Pav] terhadap kultur sel kanker payudara T47D - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Uji sitotoksisitas ekstrak etanolik daun sirih merah [Piper crocatum Ruiz & Pav] terhadap kultur sel kanker payudara T47D - USD Repository"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

UJI SITOTOKSISITAS EKSTRAK ETANOLIK DAUN SIRIH MER AH (Piper crocatum Ruiz & Pav) TERHADAP

KULTUR SEL KANKER PAYUDARA T47D

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh :

Kartina Neritika

NIM : 048114112

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2008

(2)
(3)
(4)

Demi masa.

Sesungguhnya manusia pasti akan rugi.

Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shaleh, serta

saling berwasiat untuk berlaku sabar.

(Al ‘Ashr)

Ku persembahkan karyaku ini kepada:

Bapak dan ibu yang telah mendidik, mendukung dan mengiring

setiap langkahku dengan doa tulus ikhlasnya,

serta Mas Tigor dan Nanda yang terkasih,

untuk seseorang yang telah mengisi hatiku dan

untuk almamaterku.

(5)

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :

Nama : Kartina Neritika

Nomor Mahasiswa : 048114112

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

“Uji Sitotoksisitas Ekstrak Etanolik Daun Sirih Merah (Piper crocatum Ruiz & Pav) terhadap Kultur Sel Kanker Payudara T47D”

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, me-ngalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 18 Juli 2008

Yang menyatakan,

( Kartina Neritika )

(6)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak

memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam

kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 18 Juli 2008

Penulis,

Kartina Neritika

(7)

INTISARI

UJI SITOTOKSISITAS EKSTRAK ETANOLIK DAUN SIRIH MERAH (Piper crocatum Ruiz & Pav) TERHADAP

KULTUR SEL KANKER PAYUDARA T47D

Banyak studi dilakukan untuk memperoleh senyawa-senyawa baru yang memiliki aktivitas antikanker, termasuk dari bahan-bahan alam. Satu diantaranya adalah tanaman sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav). Daun sirih merah secara empiris telah digunakan untuk mengobati penyakit kanker, tetapi belum ada data ilmiah yang mendukung. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ekstrak etanolik daun sirih merah dapat dikembangkan sebagai antikanker.

Uji aktivitas sitotoksik ekstrak etanolik daun sirih merah terhadap kultur sel kanker payudara T47D dilakukan dengan metode direct counting

menggunakan triphan blue dan diamati secara visual setelah diinkubasi selama 24 jam. Data yang diperoleh berupa persen kematian sel dan jumlah sel hidup setelah perlakuan yang kemudian diolah dengan menggunakan analisis probit dan uji

one-way ANOVA.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanolik daun sirih merah bersifat sitotoksik terhadap kultur sel T47D, dengan harga LC

50 sebesar 587,7

μg/ml, dengan demikian ekstrak etanolik daun Sirih merah dimungkinkan mengandung senyawa yang mempunyai aktivitas antikanker.

Kata kunci : sitotoksisitas, daun sirih merah, sel T47D, LC

50

(8)

ABSTRACT

THE CYTOTOXICITY ASSAY OF ETHANOLIC EXTRACT OF CELEBES PEPPER LEAVES (Piper crocatum Ruiz & Pav)

AGAINST BREAST CANCER CELL LINE T47D CULTURE

Many studies has been done to gain new active compound having anticancer activity, including from natural resources. One of them is celebes pepper plant (Piper crocatum Ruiz & Pav). The celebes pepper leaves empirically has been used for cancer treatment. There is no scientific evidence yet to support it. Therefore the objective of this research is to determine whether celebes pepper leaves ethanolic extract can be developed to be anticancer medicine.

The cytotoxic activity of ethanolic extract of the celebes pepper leaves was tested on breast cancer cell line T47D culture used direct counting method and was visually investigated after 24 hours of incubation by triphan blue. The obtained data (percentage of the death cells and lived cells after treatment) are analyzed with probit test and one-way ANOVA test.

The result of the research showed that ethanolic extract of celebes pepper’s leaf has cytotoxic activity on breast cancer cell line T47D, with LC50 value was 587.7 μg/ml. That is indicate that ethanolic extract of Celebes pepper’s leaf probably to be developed as anticancer.

Key word: cytotoxicity, celebes pepper leaves, T47D cells, LC

50

(9)

PRAKATA

Puji syukur kepada Allah SWT atas berkat rahmat dan anugerahnya,

sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsinya yang berjudul “Uji Sitotoksisitas

Ekstrak Etanolik Daun Sirih Merah (Piper crocatum Ruiz & Pav) terhadap Sel

Kanker Payudara T47D”.

Terselesaikannya skripsi ini tidak lepas dari bantuan banyak pihak. Oleh

karena itu itu penulis ingin sekali mengucapkan terima kasih kepada:

1. Drs. A. Yuswanto S.U., Ph.D., Apt., selaku dosen pembimbing yang telah

banyak meluangkan waktu, tenaga, dan atas segala masukan serta sarannya

dalam penyusunan skripsi ini.

2. Drs. Mulyono, Apt.,selaku dosen penguji atas segala arahan, kritik, saran dan

waktunya.

3. Yohanes Dwiatmaka, M.Si., selaku dosen penguji atas segala arahan, kritik,

saran dan waktunya.

4. Rita Suhadi, MSi, Apt selaku dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata

Dharma.

5. Mbak Yuli dan segenap teknisi Laboratorium Penelitian dan Pengujian

Terpadu (LPPT), Universitas Gadjah Mada yang telah membantu jalannya

penelitian sehingga dapat terselesaikan dengan baik.

6. Ign. Y Kristyo B, M.Si. dan Romo Sunu, yang telah memberikan banyak

masukan dalam identifikasi dan determinasi tumbuhan serta dalam analisis

statistik.

7. Bapak, Ibu, Kakak, dan Adikku tercinta atas doa dan dukungannya selama ini.

(10)

8. Aa’ Inzi Almuntadzar atas perhatian, bantuan, dukungan dan kebersamaan

selama ini.

9. Mas Irfad dan Fadrian atas semua pelajaran, perhatian, semangat dan

dukungan yang diberikan.

10.Semua neritikcats atas kebahagiaan yang kalian berikan.

11.Caca Lemek atas semua kebersamaan dan persahabatan yang indah.

12.Eva, Meri, Nur, dan Sisca atas bantuan dan kerjasamanya selama penelitian.

13.Mba Echa, Resti, Brian, mba Mimi, Septi, Iyast, Meri, dan teman-teman kost

buat kebersamaannya selama ini.

14.Dona, Dipta, Probo, Rike, Cendani, Evie, Selvi, Robby, Ine, Budiaji, Finza,

Maria, Sisca, Robert, Resti, Chandy, teman- teman kelas C, dan teman-teman

FST angkatan 2004 atas persahabatan yang indah.

15.Semua pihak yang telah banyak membantu penyusunan skripsi ini.

Harapan penulis karya ini bermanfaat dan dapat mendorong mahasiswa

angkatan berikutnya untuk berkarya lebih baik bagi kemajuan dunia farmasi di

Indonesia. Oleh karena itu penulis menerima saran dan kritik yang membangun

guna tercapainya kesempurnaan tulisan ini.

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... ... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN... ... iv

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI...v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... ... vi

INTISARI... vii

ABSTRACT... . viii

PRAKATA... ix

DAFTAR ISI...x

DAFTAR TABEL...xv

DAFTAR GAMBAR... ... .xvi

DAFTAR LAMPIRAN... xvii

BAB I PENGANTAR... ...1

A. Latar Belakang... ... 1

1. Rumusan Masalah... 2

2. Keaslian karya... ...3

3. Manfaat penelitian... ...3

B. Tujuan Penelitian…... ... 3

1. Tujuan umum……... 3

2. Tujuan khusus………...3

(12)

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA...4

A. Kanker dan Karsinogenesis... 4

B. Kanker Payudara…………...8

C. Kultur Sel…... ... 8

D. Sel kanker T47D. ………... 9

E. Sirih Merah... ...10

1. Keterangan Botani...10

2. Morfologi tanaman...10

3. Khasiat dan kegunaan ...11

4. Penelitian tentang sirih merah...11

5. Kandungan kimia ... 11

F. Flavonoid ...11

G. Teknik penyarian...12

1. Ekstrak ...12

2. Pelarut ...12

3. Maserasi ...13

H. Uji Sitotoksisitas ... ... 14

I. Landasan Teori... 18

J. Hipotesis...18

BAB III METODOLOGI PENELITIAN...19

A. Jenis dan Rancangan Penelitian... ... 19

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional... ...19

1. Variabel bebas... ... 19

(13)

2. Variabel tergantung... ...19

3. Variabel pengacau terkendali... ...19

4. Definisi operasional... ...19

C. Alat dan Bahan...20

1. Alat ... ... 20

2. Bahan... ...20

D. Tata Cara Penelitian... ... 22

1. Determinasi tanaman... ... 22

2. Pengumpulan daun sirih merah... . 22

3. Pembuatan ekstrak etanolik daun sirih merah... ....22

4. Sterilisasi alat dan bahan ... ... 23

5. Pembuatan medium pencuci dan medium penumbuh ... ... 23

6. Pengaktifan dan panen sel T47D... ... 24

7. Pembuatan larutan uji ...……….25

8. Uji sitotoksisitas ekstrak etanolik daun sirih merah pada sel T47D... 25

E. Analisis Hasil... ...27

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... ...28

A. Determinasi Tanaman... ... 28

B. Pengumpulan daun sirih merah...28

C. Sterilisasi alat dan bahan... 29

D. Maserasi... ... 30

E. Uji Sitotoksisitas ekstrak etanolik daun sirih merah pada sel T47D...31

F. Analisis Hasil ...35

(14)

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN...41

A. Kesimpulan... ...41

B. Saran...41

DAFTAR PUSTAKA... ...42

LAMPIRAN...46

BIOGRAFI PENULIS... ...63

(15)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel I. Hasil uji sitotoksisitas ekstrak etanolik daun sirih merah terhadap

kultur sel T47D ... ...36

Tabel II. Data log konsentrasi dan harga probit………....38

Tabel III. Nilai r (koefisien korelasi) pada level signifikansi 5% dan 1% ....56

Tabel IV. Harga probit sesuai dengan presentasenya……….58

(16)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Morfologi sel T47D …………..…... ...31

Gambar 2. Reaksi pembentukan kristal formazan...……… 32

Gambar 3. Kristal Formazan...33

Gambar 4. Foto sel T47D pada haemocytometer... 34

Gambar 5. Konsentrasi ekstrak etanolik daun sirih merah vs persentase kematian sel T47D... ...36

Gambar 6. Grafik hubungan log kadar ekstrak sirih merah vs probit pada sel T47D pada replikasi 1...……… 37

Gambar 7. Grafik hubungan log kadar ekstrak sirih merah vs probit pada sel T47D pada replikasi 2...……… 38

Gambar 8. Grafik hubungan log kadar ekstrak sirih merah vs probit pada sel T47D pada replikasi 3...38

Gambar 9. Foto tanaman sirih merah …………...59

Gambar 10. Foto ELISA reader …………... ...….60

Gambar 11. Foto Sentrifuge …………...60

Gambar 12. Foto 96 well-plate dan conical steril …………... ..60

Gambar 13. Laminar Air Flow...61

Gambar 14. Haemocytometer dan cell counter...61

Gambar 15. Microscope inverted...61

(17)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Data absorbansi sel dengan metode MTT... ....46

Lampiran 2. Perhitungan jumlah sel dengan menggunakan metode

direct counting... ...46

Lampiran 3. Perhitungan % Kematian Sel T47D ...49

Lampiran 4. Perhitungan LC50 ekstrak etanolik daun sirih merah terhadap sel

T47D dengan menggunakan analisis probit ...52

Lampiran 5. Perhitungan nilai korelasi LC50 ekstrak etanolik daun sirih merah

terhadap sel T47D pada taraf kepercayaan 95% ...56

Lampiran 6. Tes distribusi normal dengan menggunakan metode

Kolmogorov-Smirnov………....…… ...57

Lampiran 7. Perhitungan perbedaan mean pada kontrol dan perlakuan

dengan menggunalan analisis statistik one-way ANOVA ...57

Lampiran 8. Harga Probit Sesuai dengan Prosentasenya ……… ...58

Lampiran 9. Foto tanaman sirih merah………….………...59

Lampiran 10. Peralatan dan Bahan yang Digunakan dalam

Penelitian... ...60

(18)

BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Di AS dan beberapa negara berkembang lainnya, kanker sekarang ini

bertanggung jawab untuk sekitar 25% dari seluruh kematian (Anonim, 2005).

Salah satu jenis penyakit kanker yang paling ditakuti kaum wanita adalah kanker

payudara. Di Indonesia jumlah penderita kanker payudara menduduki tingkat

kedua setelah kanker mulut rahim (Anonim, 2008a).

Pengobatan kanker payudara dapat dilakukan dengan jalan operasi,

kemoterapi, radiasi (penyinaran), dan haemopati (Yuliani, 2000). Obat-obat yang

termasuk obat-obat sintetik memiliki toksisitas tinggi, selain itu obat sintetik juga

memiliki efek samping yang tinggi pula. Oleh karena itu perlu dikembangkan obat

antikanker dari bahan alami yang memiliki efek samping yang relatif kecil

daripada obat antikanker sintetik (Mulyadi, 1996).

Salah satu tanaman yang diyakini memiliki kegunaan sebagai obat

antikanker adalah daun sirih merah. Sirih merah selain bersifat antiseptik seperti

halnya sirih hijau, sirih merah juga bisa dipakai mengobati diabetes, kanker,

peradangan, hipertensi, hepatitis, dan ambeien. Jika dibuat teh herbal bisa

mengobati asam urat, darah tinggi, kencing manis, maag, atau kelelahan (Waldan

dan Sulistyati, 2001)

Saat ini belum banyak publikasi penelitian tentang kemampuan daun sirih

(19)

banyak digunakan sebagai obat tradisional, selain itu daun sirih merah telah

diyakini dapat bermanfaat sebagai obat antikanker, terbukti dari cukup banyaknya

penderita kanker yang sembuh setelah mengkonsumsi daun sirih merah dalam

bentuk rebusan atau pun bentuk lainnya. Hal tersebutlah yang mendasari

dilakukannya penelitian dengan cara melakukan ekstraksi daun sirih merah

terhadap kultur sel T47D untuk mengetahui apakah daun sirih merah mempunyai

efek sitotoksik dan dapat berpotensi untuk dikembangkan sebagai senyawa

antikanker.

Hasil yang didapatkan dari penelitian ini diharapkan dapat menambah

pengetahuan tentang khasiat dan kegunaan daun sirih merah, juga untuk

memberikan informasi sitotoksik dari daun sirih merah terhadap sel kanker.

1. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang dari penelitian timbul berbagai permasalahan,

yaitu :

a. Apakah ekstrak etanolik daun sirih merah memiliki efek sitotoksisitas

terhadap kultur sel T47D?

b. Seberapa besar nilai LC50 dari ekstrak etanolik daun sirih merah terhadap

kultur sel T47D?

2. Keaslian Karya

Sejauh ini penulis belum menemukan adanya penelitian mengenai uji

sitotoksisitas ekstrak etanolik daun sirih merah terhadap kultur sel T47D di

(20)

3. Manfaat Penelitian

a. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat melengkapi dan memperkaya

informasi yang telah ada mengenai khasiat, penggunaan dan efek sitotoksisitas

ekstrak etanolik daun sirih merah terhadap kultur sel T47D.

b. Manfaat praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan alternatif untuk pengobatan

kanker dengan menggunakan bahan dari alam.

B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ekstrak etanolik daun

sirih merah memiliki efek sitotoksik.

2. Tujuan khusus

a. Untuk mengetahui apakah ekstrak etanolik daun sirih merah memiliki efek

sitotoksisitas terhadap kultur sel T47D.

b. Untuk mengetahu nilai LC50 dari ekstrak etanolik daun sirih merah terhadap

(21)

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Kanker dan Karsinogenesis

Kanker merupakan suatu penyakit sel yang ditandai dengan hilangnya

fungsi kontrol sel terhadap regulasi daur sel maupun fungsi homeostatis sel pada

organisme multiseluler. Kegagalan tersebut menyebabkan sel tidak dapat

berproliferasi secara normal. Akibatnya, sel akan berproliferasi terus-menerus

sehingga menimbulkan pertumbuhan jaringan yang abnormal (Lodish et al.,

2000). Kanker dianggap suatu kelompok penyakit seluler dan genetik karena

dimulai dari satu sel yang telah mengalami mutasi DNA sebagai komponen dasar

gen. Sel-sel yang mengalami kerusakan genetik tidak peka lagi terhadap

mekanisme regulasi siklus sel normal sehingga akan terus melakukan proliferasi

tanpa kontrol. Mutasi yang terjadi pada DNA di dalam gen yang meregulasi siklus

sel (pertumbuhan, kematian dan pemeliharaan sel) akan menyebabkan

penyimpangan siklus sel, dan salah satu akibatnya adalah pembentukan kanker

atau karsinogenesis (Silalahi, 2006).

Seiring dengan berkembangnya ilmu biologi molekuler, pengetahuan

tentang mekanisme molekuler yang dapat mencetuskan terjadinya kanker dapat

berkembang pula. Oleh karenanya dapat diketahui berbagai alternatif jalur yang

dapat ditempuh untuk pengembangan obat untuk terapi kanker (Hanahan dan

(22)

Sel kanker memiliki karakteristik sebagai berikut :

a. Sel kanker mampu mencukupi kebutuhan sinyal pertumbuhannya sendiri.

Sinyal pertumbuhan diperlukan agar sel dapat terus membelah. Berbeda dari

sel normal, sel kanker dapat tetap dan terus tumbuh.

b. Tidak sensitif terhadap sinyal anti-pertumbuhan. Sel kanker tidak merespon

adanya sinyal yang dapat menghentikan terjadinya pertumbuhan dan

pembelahan sel, dengan demikian, sel kanker dapat terus membelah.

c. Sel kanker mampu menghindar dari mekanisme apoptosis. Apoptosis

merupakan program bunuh diri sel ketika sel tersebut mengalami kerusakan,

baik struktural maupun fungsional, yang tidak dapat ditolerir lagi. Namun sel

kanker dapat menghindar dari kematian dengan mengeblok jalur terjadinya

apoptosis di dalam sel.

d. Sel kanker memiliki potensi tak terbatas untuk mengadakan replikasi.

e. Sel kanker mampu menginduksi angiogenesis untuk mencukupi kebutuhannya

akan oksigen dan nutrisi. Akan terbentuk cabang baru pada pembuluh darah

yang menuju sel kanker yang kemudian akan mensuplai kebutuhan nutrisi dan

oksigen dari sel kanker.

f. Sel kanker mampu menginvasi jaringan di sekitarnya dan membentuk anak

sebar. (Hanahan dan Weinberg, 2000)

Pertumbuhan kanker merupakan sebuah proses mikroevolusioner yang

dapat berlangsung selama beberapa bulan atau beberapa tahun. Proses

pertumbuhan ini dinamakan karsinogenesis. Usaha penyembuhan penyakit kanker

(23)

(Albert et al., 1994). Proses karsinogenesis melalui beberapa fase, yang meliputi

fase inisiasi, fase promosi, fase progresi, dan metastasis. Inisiasi merupakan fase

pertama dan merupakan hasil dari adanya perubahan genetik yang menyebabkan

terjadinya proliferasi abnormal dari satu sel. Pada fase inisiasi terjadi interaksi

kovalen antara spesies reaktif (metabolit dari senyawa karsinogen dengan molekul

DNA sebagai sel target selanjutnya merusak struktural DNA). Promosi

merupakan kelanjutan inisiasi di mana sel mendapatkan pacuan dari tumor

promoting factor yang menyebabkan pertumbuhan yang cepat dan pembentukan

tumor benign. Pada fase progresi, perubahan genetik semakin bertambah banyak

sehingga akan menambah koloni sel tumor dengan peningkatan kemampuan

tumbuh dan munculnya keistimewaan-keistimewaan yag lain, seperti peningkatan

mobilitas dan angiogenesis. Fase berikutnya adalah metastasis, yaitu

perkembangan tumor yang bersifat malignant dan terjadinya pelepasan sel-sel

tumor ganas dari koloni primernya. Sel-sel tumor ganas ini dapat merusak saluran

limfatik sehingga dapat menyebar ke seluruh tubuh dan berkembang di tempat

yang jauh (Schneider, 1997)

Ada tiga cara atau faktor penting dalam proses terjadinya mutasi gen

yaitu : (1) faktor lingkungan yang meliputi nutrisi, agen infektor, gaya hidup; (2)

faktor kebetulan, dan (3) faktor keturunan atau bawaan. Faktor lingkungan seperti

gaya hidup dan pola makan berkorelasi dengan insiden kanker; misalnya paparan

sinar ultraviolet dengan kanker kulit, merokok dengan kanker paru-paru. Tetapi

(24)

menderita kanker kulit; berarti ada faktor lain di luar faktor lingkungan yakni

kesalahan replikasi DNA dan bawaan (Silalahi, 2006).

Kanker dapat terjadi akibat akumulasi DNA termutasi dalam gen

terutama yang mengatur proses siklus dan pertumbuhan sel. Mekanisme ketiga

cara terjadinya mutasi DNA adalah melalui faktor keturunan atau bawaan, yang

menyebabkan 5-10% kanker. Mutasi yang terjadi pada DNA di dalam gen yang

meregulasi siklus sel akan mengakibatkan penyimpangan, dan salah satu dampak

negatifnya adalah pembentukan kanker atau karsinogenesis. Ada tiga kelompok

utama gen yang terlibat dalam regulasi pertumbuhan sel, yaitu proto-onkogen, gen

penekan tumor (tumor suppresor gene = TSG) dan gen gatekeeper.

Proto-onkogen menstimulasi dan meregulasi pertumbuhan dan pembelahan sel. Gen

penekan tumor biasanya menghambat pertumbuhan sel atau menginduksi

apoptosis (kematian sel terprogram). Kelompok gen ini dikenal sebagai

anti-onkogen, karena berfungsi melakukan kontrol negatif (penekanan) pada

pertumbuhan sel. Gen gatekeeper berfungsi mempertahankan integritas genomik

dengan mendeteksi kesalahan pada genom dan memperbaikinya. Mutasi pada

gen-gen ini karena berbagai faktor membuka peluang terbentuknya kanker. Pada

keadaan normal, pertumbuhan sel akan terjadi sesuai dengan kebutuhan melalui

siklus sel normal yang dikendalikan secara terpadu oleh fungsi ketiga gen:

proto-onkogen, gen tumor supressor dan gen gatekeeper secara seimbang. Jika terjadi

ketidakseimbangan fungsi ketiga gen ini, atau salah satu tidak berfungsi dengan

baik karena mutasi, maka keadaan ini akan menyebabkan penyimpangan siklus sel

(25)

B. Kanker Payudara

Jaringan payudara merupakan jaringan yang sensitif terhadap tumbuhnya

kanker. Kanker umumnya terjadi pada jaringan yang sel-selnya aktif membelah,

salah satunya adalah payudara. Pembelahan sel payudara dipacu oleh adanya

hormon estrogen. Pembelahan ini dapat meningkatakan resiko terjadinya

kerusakan permanen pada DNA. Sel payudara yang belum mengalami

pematangan secara sempurna lebih kuat mengikat karsinogen dan tidak dapat

mengatasi kerusakan DNA secara efisien seperti pada sel yang telah matang

sepenuhnya (Clark et al, 1997)

Kanker payudara adalah suatu penyakit terjadinya pertumbuhan

berlebihan atau perkembangan tidak terkontrol dari sel-sel (jaringan) payudara

(Khomsah, 2008). Jenis kanker payudara yang paling umum adalah berasal dari

saluran air susu (ductal carcinoma), dan kelenjar air susu (lobular carcinoma)

(Wittens dan Nagtegaal, 2008).

Kanker payudara biasanya didiagnosis dengan adanya benjolan kecil

berukuran kurang dari 2 cm. Pada tumor yang ganas, benjolan ini bersifat soliter,

unilateral, solid, keras, tidak beraturan, dan non-mobile. Tanda yang kurang

umum adalah adanya abnormalitas pada puting dan retraksi. Pada kasus yang

lebih berat dapat terjadi edema kulit, kemerahan, dan rasa panas pada jaringan

payudara (Dipiro, et al, 2005)

C. Kultur Sel

Kultur sel merupakan proses dimana suatu sel berada dalam kondisi yang

(26)

maupun organ aslinya kemudian ditumbuhkan dalam kultur media secara invitro

dan dikondisikan sama seperti pada saat sel masih berada dalam jaringan aslinya.

Pemindahan sel ke dalam flask baru dengan medium yang baru disebut dengan

subkultur, hal ini memungkinkan suatu bentuk perluasan kultur dan dikenal

sebagai cell line (Freshney, 2000).

Penggunaan kultur sel sebagai subyek uji dikarenakan selain banyaknya

tekanan publik untuk mengurangi bahkan tidak menggunakan hewan sebagai

subyek uji dalam percobaan mengingat segi moral. Alasan lain tidak

menggunakan hewan percobaan ialah untuk menghemat biaya yang besar apabila

menggunakan hewan percobaan dan juga rendahnya nilai korelasi antara hasil

yang diperoleh dengan penelitian menggunakan hewan jika dikorelasikan dengan

manusia. Dengan menggunakan kultur sel sebagai alternatif subyek dalam

pengujian toksikologi, maka mekanisme toksisitas biokimia dapat dikerjakan

dengan lebih efektif. Hal ini dikarenakan kondisi dari sel dapat dikontrol dan

dimodifikasi (Wallin, 1998).

D. Sel Kanker T47D

Sel T47D merupakan suatu sel yang morfologinya seperti sel epitel yang

diambil dari jaringan payudara seorang wanita berumur 54 tahun. Sel ini dapat

ditumbuhkan dengan media penumbuh RPMI 1640 dengan FBS 10% dan

antibiotic bebas pada suhu 37oC dan dapat tumbuh secara kontinyu dan menempel

pada flask. Sel T47D merupakan sel kanker payudara ER-positif yang dibuktikan

dengan adanya respon peningkatan proliferasi sebagai akibat kemampuan

(27)

E. Sirih Merah 1. Keterangan Botani

Tanaman sirih merah termasuk ke dalam famili Piperaceae, genus Piper,

spesies Piper crocatum Ruiz & Pav, sinonim Piper ornatum (Anonim, 2007).

2. Morfologi tanaman

Tanaman sirih merah tumbuh menjalar seperti halnya sirih hijau.

Batangnya bulat berwarna hijau keunguan dan tidak berbunga. Daunnya

bertangkai membentuk jantung dengan bagian atas meruncing, bertepi rata dan

permukaannya mengkilap atau tidak berbulu. Panjang daunnya bisa mencapai 15

sampai dengan 20 cm. Warna daun bagian atas hijau bercorak warna putih keabu–

abuan. Bagian bawah daun berwarna merah hati cerah. Daunnya berlendir, berasa

sangat pahit dan beraroma wangi khas sirih. Batangnya beruas dengan jarak buku

5–10 cm, di setiap buku tumbuh bakal akar (Sudewo, 2005).

3. Khasiat dan kegunaan

Zat yang terkandung dalam sirih merah dapat merangsang saraf pusat dan

daya pikir. Disamping itu memiliki efek pencegah ejakulasi dini antikejang,

antiseptik, analgetik, antiketombe, antidiabetes, pelindung hati, antidiare,

mempertahankan kekebalan tubuh dan penghilang bengkak, mengatasi radang

pada paru, radang pada tenggorok, radang pada gusi, radang pada payudara,

hidung berdarah dan batuk berdarah (Sudewo, 2005).

Dalam penggunaan secara empiris ekstrak daun sirih merah pada

pemakaian tunggal atau dikombinasikan dengan tanaman obat lainnya mampu

(28)

tubuh tertentu, luka yang sulit sembuh, kanker payudara dan kanker rahim,

leukemia, TBC, radang pada lever, lemah sahwat, ambeien, jantung koroner,

darah tinggi dan asam urat (Sudewo, 2005).

4. Penelitian tentang sirih merah

Penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya adalah penelitian

pemeriksaan skrining fitokimia daun sirih merah, dan hasilnya menunjukkan

bahwa sirih merah mengandung flavonoid, alkaloid, senyawa polifenolat, tannin,

dan minyak atsiri (Sudewo, 2005)

5. Kandungan kimia

Sirih merah mengandung flavanoid, alkaloid, senyawa polifenolat, tanin,

dan minyak atsiri (Sudewo, 2005).

F. Flavonoid

Flavonoid telah menunjukkan peran umumnya sebagai antioksidan,

antimutagenik, antineoplastik, dan aktivitas vasodilatator. Potensi antioksidan

flavonoid dapat digunakan untuk mencegah kerusakan oksidatif pada

pengendalian sejumlah penyakit (Miller, 1996). Tiga senyawa flavonoid alam

telah diisolasi menggunakan etil asetat, yang berasal dari fraksinasi S. feruginosa,

yaitu kuersetin, kuersetrin, dan flavonol glikosida 4-O-asetl kuersetrin memiliki

daya sitotoksik pada kultur jaringan kanker glioblastoma manusia (LeDévéhat, et

al. 2002). Banyak penelitian menyebutkan bahwa interaksi flavonoid dengan

komponen sel diimplikasikan pada patologi saraf dan kanker. Hampir semua jenis

flavonoid menunjukkan aktivitas biologis, dengan sebagian besar dihubungkan

(29)

Flavonoid merupakan senyawa polar karena mempunyai sejumlah

gugus hidroksi yang tidak tersubstitusi, atau suatu gula. Oleh karena itu,

umumnya flavonoid cukup larut dalam pelarut polar seperti etanol, metanol,

butanol, aseton, dimetilsulfoksida, dimetilformamid dan air (Markham, 1988).

G. Teknik Penyarian

Penyarian adalah kegiatan penarikan zat yang dapat larut dari bahan

yang tidak dapat larut dengan pelarut air. Faktor yang dapat mempengaruhi

kecepatan penyarian adalah kecepatan difusi zat yang larut melalui lapisan-lapisan

batas antara cairan penyari dengan bahan yang mengandung zat tersebut (Anonim,

1986).

1. Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif

dari simplisia nabati atau hewani dengan menggunakan pelarut yang sesuai,

kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dari massa atau serbuk yang

tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan

(Anonim, 1995).

2. Pelarut

Cairan penyari untuk ekstrak sebaiknya sesuai dengan zat aktif yang

berkhasiat, dalam arti dapat memisahkan zat aktif tersebut dari senyawa lainnya

dalam bahan sehingga ekstrak mengandung sebagian besar senyawa berkhasiat

yang diinginkan (Anonim, 2000).

Etanol meskipun harganya cukup mahal, tetapi dipertimbangkan sebagai

(30)

etanol di atas 20%), tidak beracun, netral, absorbsinya baik, dapat bercampur air

pada segala perbandingan, dan pengeringan diperlukan waktu sebentar. Etanol

dapat melarutkan alkaloid, minyak menguap, glikosida, kurkumin, kumarin,

antrakinon, flavonoid, steroid, dammar, klorofil, lemak, tannin, dan saponin,

dengan demikian zat pengganggu yang larut hanya terbatas (Anonim, 1986).

3. Maserasi

Maserasi adalah cara ekstraksi yang paling sederhana (Voight, 1971).

Maserasi dilakukan dengan merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari.

Maserasi digunakan untuk penyarian simplisia yang mengandung zat aktif yang

mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung zat yang mudah

mengembang dalam cairan penyari, tidak mengandung benzoin, stirak, dll.

Kerusakan senyawa yang tidak tahan panas dapat dihindari. Cairan penyari yang

digunakan dapat berupa air, etanol, etanol–air atau pelarut lain. Bila cairan

penyari digunakan air maka untuk mencegah timbulnya kapang dapat

ditambahkan bahan pengawet yang diberikan pada awal penyarian (Hargono et al,

1986).

Selama proses maserasi, cairan penyari akan menembus dinding sel dan

masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dan

karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dan di

luar sel, maka larutan yang lebih pekat didesak keluar. Peristiwa tersebut berulang

sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam

(31)

Cairan penyari yang digunakan dapat berupa air, etanol, air-etanol, atau

pelarut lain. Bila cairan penyari digunakan air maka untuk mencegah timbulnya

kapang dapat ditambahkan bahan pengawet yang diberikan pada awal penyarian.

Keuntungan cara ekstraksi dengan maserasi adalah cara pengerjaan dan peralatan

yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan, sedangkan kerugiaannya

adalah cara pengerjaannya lama dan penyariannya kurang sempurna (Hargono et

al, 1986).

Maserasi pada umumnya dilakukan dengan cara 10 bagian simplisia

dengan derajat halus yang cocok dimasukkan ke dalam bejana, kemudian dituangi

dengan 75 bagian cairan penyari, ditutup dan dibiarkan selam 5 hari terlindung

dari cahaya matahari untuk mencegah reaksi yang dikatalisis oleh cahaya atau

perubahan warna. Setelah 5 hari, sari diserkai, ampas diperas, ampas ditambah

cairan penyari secukupnya, diaduk dan diserkai sehingga diperoleh seluruh sari

sebanyak 100 bagian. Bejana ditutup, dibiarkan di tempat sejuk, terlindung dari

cahaya, selama 2 hari kemudian endapan dipisahkan. Rendaman harus dikocok

berulang-ulang (kira-kira 3 x sehari). Melalui upaya ini dapat dijamin

keseimbangan konsentrasi bahan ekstraktif yang lebih cepat di dalam cairan.

Keadaan diam selama maserasi menyebabkan turunnya perpindahan bahan aktif

(Hargono et al, 1986). Secara teori, pada suatu maserasi tidak memungkinkan

terjadinya ekstrak absolute. Semakin besar perbedaan simplisia terhadap cairan

(32)

H. Uji Sitotoksisitas

Uji sitotoksisitas dilakukan secara in vitro untuk menentukan potensi

sitotoksik senyawa-senyawa seperti produk-produk farmasi, kosmetik, dan

obat-obatan antikanker. Pengembangan metode in vitro sebagai alternatif pengganti

pengujian menggunakan hewan uji mempunyai relevansi yang cukup baik yang

bertujuan untuk mendeteksi potensi ketoksikan suatu obat pada manusia (Doyle

and Griffiths, 2000)

Sitotoksisitas merupakan kejadian kompleks secara in vivo, di mana

terjadi kerusakan sel akibat penggunaan obat antikanker yang bersifat sitotoksik

atau karena efek-efek fisiologi seperti efek inflamasi, neurotoksisitas, dan juga

efek-efek sistemik. Uji secara in vitro harus dapat menggambarkan efek senyawa

uji yang sama bila diberikan secara in vivo. Respon sel terhadap agen-agen

sitotoksik dipengaruhi oleh kerapatan sel (Freshney, 2000)

Metode in vitro menawarkan beberapa keuntungan, antara lain :

a) Dapat digunakan sebagai tahap atau langkah awal dalam penelitian,

b) Untuk berbagai tujuan penggunaan kultur pengembangan suatu obat,

c) Hanya diperlukan sedikit senyawa uji dalam pengujian,

d) Secara drastis mengurangi jumlah hewan yang dikorbankan untuk

pengambilan berbagai organ target (liver, ginjal, paru, kulit, sistem saraf, dsb),

dan

e) Dapat memberikan informasi secara langsung tentang potensi efek obat pada

(33)

Uji sitotoksisitas merupakan perkembangan untuk mengidentifikasi obat

sitotoksisitas baru atau deteksi obat dengan aktivitas antitumor. Sistem penetapan

aktivitas biologis akan menghasilkan kurva dosis respon, dan kriteria respon

seharusnya menunjukkan hubungan lurus dengan jumlah sel. Informasi yang

didapat dari kurva seharusnya berhubungan dengan efek in vivo dari obat

sitotoksisitas. Sitotoksisitas senyawa merupakan syarat aktivitas antikanker

(Burger, 1982).

Uji sitotoksisitas ialah suatu uji yang secara in vitro menggunakan kultur

sel dalam mengevaluasi keamanan obat, makanan, kosmetik maupun bahan-bahan

kimia lainnya (Freshney, 2000).

Uji sitotoksisitas ini merupakan suatu uji yang cepat, terstandarisasi,

sensitif dan tidak terlalu mahal, dengan kepentingan untuk menentukan apakah

suatu material mengandung bahan yang berbahaya (toksis) secara biologik dalam

jumlah yang signifikan. Sensitivitas yang tinggi dari uji ini karena adanya sel uji

yang terisolasi dalam kultur dan tidak adanya mekanisme protektif tubuh yang

mempengaruhi sel uji (Wallin, 1998).

Penetapan jumlah sel yang bertahan hidup pada uji sitotoksisitas dapat

dilakukan dengan berbagai cara. Penetapan dapat dilakukan berdasarkan pada

parameter kerusakan membran, gangguan sisntesis, dan degradasi makromolekul,

modifikasi kapasitas metabolisme, serta perubahan morfologi sel. Petunjuk

toksisitas berdasarkan adanya kerusakan membran, meliputi penghitungan sel

(34)

perubahan morfologi dapat diketahui dengan mikroskop elektron (Snell and

Mullock, 1987 cit Hussana, 1997).

Ada beberapa metode untuk mengetahui hasil uji sitotoksisitas, yaitu

metode Trypan Blue Staining, Tritium-labeled Thymidine dan MTT. Trypan Blue

Staining adalah cara sederhana untuk mengevaluasi integritas dari membran sel,

yang kemudian dari hasilnya dapat menunjukkan kematian atau proliferasi sel.

Namun metode ini kurang sensitif. Metode kedua yaitu Tritium-labeled Thymidine

adalah metode yang menggunakan senyawa radioaktif tritium yang dilabelkan

pada timidin. Pengukuran jumlah bahan radioaktif yang terambil oleh sel ini

sangat akurat namun metode ini memerlukan waktu yang lebih lama. Sedangkan

metode MTT adalah metode kolorimetrik yang mengukur hasil reduksi dengan

garam tetrazolium menjadi kristal formazan yang berwarna ungu oleh mitokondria

sel hidup melalui metabolismenya. Kemudian warna ungu yang dibentuk diukur

dengan pembacaan ELISA plate reader. Jumlah warna yang dibentuk

proporsional dengan jumlah sel yang hidup. Metode MTT bersifat kuantitatif dan

lebih sensitif bila dibandingkan dengan metode Trypan Blue Staining karena

adanya hubungan yang linear antara keaktifan sel dan absorbansi, jumlah sel yang

tumbuh maupun mati dapat diukur. Sedangkan Trypan Blue Staining bersifat

kualitatif dan hanya mengindikasikan sel yang masih hidup (Anonim, 2006a).

Penggunaan haemocytometer sangat umum dan sering dipakai dalam

penghitungan sel karena keefisienan dan keakuratannya. Digunakan suatu

chamber hitung yang kaku berbentuk kotak dan memiliki kedalaman 0,1 mm.

(35)

mikroskop dan sel dihitung pada sejumlah bilik yang dipilih. Dari perhitungan

yang dilakukan, dapat ditentukan jumlah sel per ml dari suspensi. Untuk

mengetahui sel yang hidup dan yang mati dapat digunakan zat penanda seperti

trypan blue (Doyle, 2000).

I. Landasan Teori

Sirih merah diketahui mengandung flavanoid, alkaloid, senyawa

polifenolat, tanin, dan minyak atsiri. Flavanoid mempunyai aktivitas anti-kanker,

yakni sebagai antioksidan yang akan mereduksi spesies oksigen (Grotewold,

2006). Flavonoid umumnya cukup larut dalam pelarut polar seperti etanol,

metanol, butanol, aseton, dimetilsulfoksida, dimetilformamid dan air (Markham,

1988). Saat ini belum terdapat publikasi penelitian mengenai efek sitotoksisitas

ekstrak daun sirih merah, oleh karenanya penelitian ini dilakukan untuk

mengetahui apakah ekstrak daun sirih merah berpotensi sebagai antikanker.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ekstrak daun sirih

merah mempunyai efek sitotoksik untuk dikembangkan ke depannya sebagai

senyawa antikanker.

J. Hipotesis

Ekstrak etanolik daun sirih merah (Piper crocatum) memiliki potensi

(36)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian mengenai uji sitotoksisitas ekstrak etanolik daun sirih merah

(Piper crocatum) terhadap kultur sel T47D ini termasuk penelitian eksperimental

murni dengan rancangan acak lengkap pola satu arah.

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

1. Variabel Bebas

Kadar ekstrak etanolik daun sirih merah yaitu 500 µg/ml; 750 µg/ml; 1000

µg/ml; 1250 µg/ml; 1500 µg/ml.

2. Variabel tergantung

Persentase kematian sel T47D.

3. Variabel pengacau terkendali

a. tempat tumbuh dan waktu pemanenan daun sirih merah dikendalikan

dengan memanen daun sirih merah pada tempat dan waktu yang sama.

b. medium tumbuh sel dikendalikan dengan menggunakan medium RPMI

1640-serum untuk sel T47D.

c. kematian alami sel dikendalikan dengan kontrol dan pemberian nutrisi.

4. Definisi operasional

a. sitotoksisitas ialah sifat toksik atau beracun dari ekstrak etanolik daun

(37)

b. ekstrak etanolik ialah ekstrak etanolik daun sirih merah, dinyatakan dalam

µg/ml.

c. Sel T47D merupakan suatu sel yang morfologinya seperti sel epitel yang

diambil dari jaringan payudara seorang wanita berumur 54 tahun, dan

merupakan sel kanker payudara ER-positif.

d. LC50 ialah konsentrasi ekstrak etanolik daun sirih merah yang mampu

membunuh atau menyebabkan kematian sejumlah 50% sel uji dan

dinyatakan dalam µg/ml.

C. Alat dan Bahan 1. Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: alat-alat gelas,

blender, timbangan analitik (Mettler Toledo), ayakan, waterbath, alumunium foil,

magnetic stirrer, tabung conical (Nunc), autoklaf, tissue culture flask (Nunc),

swing rotor sentrifuge (Centrifuge), inkubator (Memmer), mikropipet, lemari

pendingin (Sharp), cell counter (Nunc), 96-well plate (Nunc), ELISA reader

(Bioret), laminar air flow (Labconco), mikroskop (Olympus IMT-2),

haemocytometer (Nebauer Improved), oven, yellow tips, blue tips, effendorf,

tissue, glove, masker.

2. Bahan

a. Bahan utama

(38)

b. Bahan kimia

1) Bahan yang digunakan untuk ekstraksi (maserasi) daun sirih merah

adalah etanol 70%

2) Bahan yang digunakan untuk uji sitotoksisitas :

(a) T47D cell line yang diambil dari persediaan di Laboratorium

Penelitian dan Pengujian Terpadu (LPPT) Universitas Gadjah

Mada, Yogyakarta.

(b) Medium penumbuh sel : RPMI 1640 (Gibco), Foetal Bovine Serum

(FBS) 10% (Gibco), Penicillin-Streptomisin 1% (Gibco), Fungison

0,5% (Gibco).

(c) Media pencuci sel : RPMI 1640 (Gibco), natrium bikarbonat, Hepes.

(d) Reagen Stopper : SDS (Sodium Dodesil Sulfat) dalam HCl 0,01 N

(Merck)

(e) MTT (3-(4,5-dimethylthiazol-2-yl)-2,5-diphenyl tetrazolium

bromide) (Sigma)

(f) Tripsin 0,5% (Sigma)

(g) Trypan blue (Sigma)

(h) DMSO (Sigma)

(39)

D. Tata Cara Penelitian 1. Determinasi tanaman

Bahan utama yang akan digunakan dalam penelitian yaitu daun sirih

merah, telah dideterminasi terlebih dahulu di Laboratorium Biologi Farmasi,

Fakultas Farmasi Universitas Gajah Mada, Yogyakarta mengacu pada referensi

Backer dan Brink (1965).

2. Pengumpulan daun sirih merah

Daun sirih merah yang digunakan diambil dari tanaman sirih merah yang

tumbuh di daerah Desa Mantenan, Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang,

Propinsi Jawa Tengah.

3. Pembuatan ekstrak etanolik daun sirih merah

a) Pembuatan serbuk

Daun sirih merah yang telah dikumpulkan selanjutnya dibersihkan

dengan cara dicuci bersih dengan air mengalir untuk menghilangkan kotoran atau

debu yang melekat pada daun. Daun kemudian ditiriskan, dan dilakukan

pengeringan menggunakan oven pada suhu maksimal 60-70oC untuk mencegah

perubahan kimia yang terlalu besar. Simplisia yang sudah kering diblender,

diayak dengan pengayak nomor 80, dan serbuk yang diperoleh disimpan dalam

botol berwarna coklat.

b) Pembuatan ekstrak etanolik daun sirih merah (maserasi)

Serbuk simplisia diekstrak secara maserasi memakai etanol 70%. Untuk

tiap 100 gram serbuk digunakan 700 ml etanol 70%. Maserasi yang digunakan

(40)

dengan 500 ml etanol 70% dalam Erlenmeyer, kemudian ditutup dan dibiarkan

selama 24 jam terlindung dari cahaya matahari untuk mencegah reaksi yang

dikatalisis oleh cahaya atau perubahan warna. Setelah 24 jam sari diserkai,

disaring, ampas diperas. Ampas yang diperoleh kemudian ditambah cairan penyari

sebanyak 200 ml, diaduk dan diserkai. Bejana ditutup, dibiarkan di tempat sejuk,

terlindung dari cahaya, selama 2 hari kemudian endapan dipisahkan. Rendaman

harus dikocok berulang-ulang (kira-kira 3 x sehari). Setelah 2 hari maserat

disaring dengan kertas saring, kemudian ditampung. Maserat yang terkumpul

kemudian dipekatkan di atas waterbath dengan suhu 60-65oC, dibantu dengan

kipas angin sampai kental.

4. Sterilisasi alat dan bahan

Untuk mencegah terjadinya kontaminasi oleh organisme, maka alat-alat yang

digunakan dalam penelitian ini harus disterilkan terlebih dahulu. Alat-alat tersebut

dicuci bersih dengan deterjen dan dikeringkan, setelah itu dibungkus dengan

alumunium foil dan disterilkan dalam autoklaf selama 20 menit pada suhu 1210C,

tekanan 2,05 abs bar (Cook dan Martin, 2005).

5. Pembuatan medium pencuci dan medium penumbuh

a. Pembuatan medium pencuci

Medium pencuci dibuat dengan melarutkan RPMI 1640 dalam

aquabidest kurang lebih 80 ml, ditambah 2,3 g natrium bikarbonat, 2 g Hepes,

diencerkan sampai 100 ml, pH dibuat 7,2, lalu disterilkan dengan filter

berdiameter 0,22 μm. Medium disimpan dalam lemari es pada suhu 4oC

(41)

b. Pembuatan medium penumbuh (RPMI 1640-serum)

Untuk medium RPMI 1640-serum, ditambahkan FBS (Foetal Bovine

Serum) 10%, penisilin-streptomisin 1%, dan fungison 0,5% dalam medium RPMI

1640 dan disterilkan dengan filter berdiameter 0,22 μm. Media disimpan dalam

almari es pada suhu 4oC (Freshney, 1986; Jacoby dan Pastan, 1979; Sambrook et

al, 1989).

6. Pengaktifan dan panen Sel T47D a. Pengaktifan Sel T47D

Sel diambil dari tangki nitrogen cair, kemudian segera dicairkan dalam

penangas air 37oC, kemudian ampul disemprotkan dengan etanol 70%. Ampul

dibuka dan sel T47D dipindahkan dalam tabung conical steril yang berisi medium

RPMI 1640. Suspensi sel disentrifugasi selama 5 menit, supernatan dibuang,

diganti dengan medium RPMI 1640 yang baru, kemudian disuspensikan perlahan.

Suspensi sel lalu disentrifugasi kembali selama 5 menit kemudian dicuci ulang

sekali lagi. Supernatan dibuang, pelet ditambahkan 1 ml medium penumbuh yang

mengandung 10% FBS. Resuspensikan secara perlahan sampai homogen,

kemudian sel ditumbuhkan dalam tissue culture flask kecil dan diinkubasikan

dalam inkubator dengan suhu 37oC dengan aliran 5% CO2. Setelah 24 jam,

medium penumbuh diganti dan sel ditumbuhkan hingga konfluen dan jumlahnya

cukup untuk penelitian.

b. Panen Sel T47D

Setelah jumlah sel cukup (kurang lebih setelah berumur 7 hari), media

(42)

dinding flask dengan cara diresuspensikan menggunakan pipet Pasteur. Sel

dipindahkan dalam tabung conical steril dan ditambahkan medium RPMI sampai

volume 10 ml dan disentrifugasi 3000 rpm selama 5 menit. Supernatan dibuang

dan pelet sel diresuspensikan perlahan dengan 1 ml medium. Sel kemudian

dihitung menggunakan haemocytometer. Suspensi sel ditambah sejumlah medium

sehingga memperoleh konsentrasi sel sebesar 2x104/100 μl dan siap dipakai untuk

penelitian.

7. Pembuatan larutan uji

  Ekstrak kental ditimbang, dilarutkan dengan pelarut DMSO dan dikocok

sampai homogen untuk mendapatkan sediaan ekstrak induk dengan konsentrasi

100 mg/ml. Sebelum digunakan, sediaan ekstrak induk disterilkan dengan

membran filter. Dari sediaan steril ekstrak induk tersebut dibuat larutan uji dengan

konsentrasi ekstrak etanolik daun sirih merah 500 µg/ml; 750 µg/ml; 1000 µg/ml;

1250 µg/ml; 1500 µg/ml.

8. Uji sitotoksisitas ekstrak etanolik daun sirih merah pada sel T47D a. Metode MTT

Untuk uji sitotoksisitas, sebanyak 100 μl ekstrak etanolik daun sirih

merah dengan kadar 500 µg/ml, 750 µg/ml, 1000 µg/ml, 1250 µg/ml, dan 1500

µg/ml dimasukkan ke dalam 100 μl suspensi sel T47D dengan kepadatan

2x104/100 μl dalam sumuran-sumuran 96-well plate yang berbeda. Sebagai

kontrol, 100 µl suspensi sel ditambahkan ke dalam sumuran yang berisi medium

(43)

diinkubasikan selama 24 jam pada suhu 37oC, dalam inkubator dengan aliran 5%

CO2.

Pada akhir inkubasi, ke dalam masing-masing sumuran ditambahkan 10

μl MTT 2,5 μg/ml dalam media RPMI 1640, lalu diinkubasikan semalam pada

suhu 37oC, dalam inkubator dengan aliran CO2 5%. Sel hidup akan bereaksi

dengan MTT dan membentuk warna ungu. Reaksi dihentikan dengan

menambahkan 50 μl reagen stopper pada setiap sumuran dan inkubasi semalam

pada suhu kamar. Serapan setiap sumuran dibaca deangan ELISA reader pada

panjang gelombang 550 nm. Besarnya serapan berbanding lurus dengan jumlah

sel yang hidup.

b. Metode Perhitungan Langsung (direct counting)

Seratus μl suspensi sel T47D dengan kepadatan 2x104 sel/100 μl

dimasukkan ke dalam sumuran pada mikro plate 96, ditambahkan ekstrak etanolik

uji pada kadar 500 µg/ml; 750 µg/ml; 1000 µg/ml; 1250 µg/ml; 1500 µg/ml.

Untuk kontrol digunakan 200 μl suspensi sel dalam media penumbuh. Selanjutnya

plate diinkubasi dalam inkubator aliran 5% CO2 selama 24 jam pada suhu 37oC.

Pada akhir masa inkubasi tiap sumuran diresuspensi, kemudian ditambahkan 50 μl

trypan blue, lalu diresuspensikan lagi untuk homogenisasi, dan diambil 10 μl yang

ditempatkan di Haemocytometer, sel siap dihitung dengan counter di bawah

mikroskop. Sel yang hidup akan tampak relatif bulat transparan. Sedangkan sel

(44)

E. Analisis Hasil

Jumlah sel hidup yang yang telah dihitung pada masing-masing kadar

ekstrak etanolik sirih merah digunakan untuk menentukan persentase kematian

dengan rumus :

% kematian sel = x100%

A B A

Keterangan : A = Jumlah sel hidup pada sumuran kontrol media

B = Jumlah sel yang hidup pada sumuran yang telah diberi perlakuan ekstrak etanolik sirih merah

Dari data % kematian tersebut, dibuat persamaan regresi linear antara log kadar

ekstrak etanolik sirih merah vs harga probit. Dari persamaan regresi tersebut maka

harga LC50 ekstrak etanolik sirih merah dapat dihitung. Selanjutnya, untuk dapat

mengetahui apakah ekstrak etanolik daun sirih merah bersifat sitotoksik terhadap

kultur sel T47D atau tidak, maka dilakukan analisis menggunakan one-way

ANOVA, dengan sebelumnya dilakukan uji Kolmogorov-Smirnov untuk

(45)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Determinasi tanaman

Determinasi tanaman dilakukan untuk memastikan kebenaran tanaman

yang digunakan dalam penelitian. Determinasi dilakukan di di Laboratorium

Biologi Farmasi, Fakultas Farmasi Universitas Gajah Mada, Yogyakarta dengan

mengacu pada referensi Backer dan Brink (1965).

Hasil determinasi menunjukkan bahwa tanaman yang digunakan adalah

sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav) (lampiran 11).

B. Pengumpulan daun sirih merah

Penelitian ini menggunakan bagian daun dari tanaman sirih merah. Daun

yang diambil adalah daun yang masih segar dan tidak berpenyakit, selain itu

daunnya haruslah cukup tua karena senyawa yang mempunyai aktivitas biologis

adalah senyawa yang termasuk metabolit sekunder (Harborne, 1987).

Pengambilan dilakukan di daerah Desa Mantenan, Kecamatan Mertoyudan,

Kabupaten Magelang, Propinsi Jawa Tengah. Pemanenan dilakukan pada pagi

hari dengan tujuan agar daun yang dipetik masih dalam keadaan segar, kalau

dipetik pada siang hari maka daun akan menjadi layu. Daun yang telah dipetik

kemudian dicuci dengan air mengalir. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk

menghilangkan kotoran-kotoran yang menempel pada permukaan daun, misalnya

(46)

Daun kemudian dikeringkan di dalam oven. Pengeringan dilakukan

dengan tujuan untuk mengurangi kadar air yang terdapat di dalam daun. Air

merupakan media untuk terjadinya reaksi enzimatik. Jika terjadi reaksi enzimatik

maka kandungan metabolit sekundernya akan dipecah menjadi senyawa baru.

Daun yang telah kering kemudian diserbuk. Penyerbukan bertujuan untuk

memperluas area kontak antara bahan yang akan disari dengan cairan penyari.

C. Sterilisasi alat dan bahan

Alat-alat yang akan digunakan dalam penelitian ini harus disterilkan

terlebih dahulu dengan tujuan untuk menghilangkan semua pengotor dan

kontaminan yang dapat mengganggu pada saat proses penelitian. Sterilisasi

dilakukan dengan menggunakan metode uap panas bertekanan yang dilakukan

pada suhu 121°C selama kurang lebih 20 menit dengan tekanan 2,05 abs bar.

Metode uap panas ini dapat membunuh mikroorganisme secara cepat disebabkan

uap air panas yang lebih mudah melakukan penetrasi ke dalam membran sel

mikroorganisme. Prinsip pemusnahan mikroorganisme dengan metode ini adalah

uap air panas yang berpenetrasi ke dalam sel mikroorganisme akan

mengakibatkan koagulasi dan denaturasi protein mikroorganisme. Penetrasi uap

air panas yang cepat mengakibatkan perusakan sel mikroorganisme yang lebih

cepat.

D.Maserasi

Ekstraksi serbuk daun sirih merah dilakukan dengan metode maserasi

dengan menggunakan etanol 70%, dengan menggunakan etanol 70% diharapkan

(47)

memperluas area kontak dengan larutan penyari sehingga lebih banyak zat aktif

yang ikut tersari ke dalam pelarut. Maserasi merupakan cara penyarian yang

sederhana. Maserasi dilakukan dengan merendam serbuk simplisia dalam cairan

penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga

sel yang mengandung zat aktif, sehingga zat aktif akan terlarut. Karena adanya

perbedaan konsentrasi antara larutan zat terlarut di dalam sel dengan yang di luar

sel maka larutan yang pekat akan didesak keluar. Peristiwa ini terjadi

berulang-ulang hingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan

yang di luar sel.

Etanol memiliki beberapa kelebihan sebagai pelarut penyari, yaitu lebih

selektif, kapang dan kuman sulit tumbuh dalam etanol 20% ke atas, tidak beracun,

netral, absorbansinya baik, dapat bercampur dengan air pada segala perbandingan,

dan panas yang diperlakukan untuk pemekatan lebih sedikit (Hargono et al, 1986).

Maserasi dilakukan selama 3x24 jam. Untuk tetap menjaga gradient

konsentrasi antara cairan penyari di dalam sel dengan yang di luar sel, maka perlu

dilakukan pengadukan. Setelah 3 hari maserat disaring dengan kertas saring,

kemudian ditampung. Maserasi diulang dengan menggunakan cairan penyari

sebanyak 2 kali. Hal ini dilakukan agar kandungan metabolit daun yang terisolasi

semakin banyak. Maserat yang terkumpul kemudian dipekatkan di atas waterbath

dengan suhu 60-65oC dengan bantuan kipas angin, dengan begitu maka suhu

penguapan tidak akan terlalu tinggi sehingga metabolit yang bersifat termolabil

(48)

E. Uji sitotoksisitas ekstrak etanolik daun sirih merah pada sel T47D

Uji sitotoksisitas dilakukan untuk mengetahui potensi ketoksikan suatu

senyawa yang dinyatakan dalam parameter LC50 (Lethal Concentration 50%).

Nilai LC50 merupakan konsentrasi ekstrak daun sirih merah yang mampu

membunuh atau menyebabkan kematian sejumlah 50% sel uji dan dinyatakan

dalam µg/ml. Uji sitotoksisitas yang dilakukan dalam penelitian ini merupakan uji

sitotoksisitas secara in vitro, di mana pengujian dilakukan dengan cara

memberikan perlakuan ekstrak daun sirih merah 500 µg/ml; 750 µg/ml; 1000

µg/ml; 1250 µg/ml; 1500 µg/ml pada kultur sel T47D.

Pada penelitian ini dilakukan pengamatan morfologi sel T47D dengan

tujuan untuk mengetahui adanya perbedaan morfologi sel yang dikenai perlakuan

dan tidak dikenai perlakuan.

ii

i

i

(a) (b)

Gambar 1. Sel T47D tanpa perlakuan ekstrak etanolik daun sirih merah (a) sel T47D yang diinkubasi dengan ekstrak etanolik daun sirih merah dengan konsentrasi 1250

μg/ml (b); (i) sel hidup (ii) sel mati (perbesaran 100x)

Sel T47D yang hidup tampak berbentuk panjang dan menempel pada flask. Sel

T47D yang mati tampak berbentuk bulat, berukuran lebih kecil, dan tidak

(49)

Uji sitototksisitas terhadap sel T47D pada penelitian ini dilakukan

dengan metode direct counting (perhitungan langsung), namun sebelumnya

terlebih dahulu dilakukan orientasi dengan metode MTT

(3-(4,5-dimethylthiazol-2-yl)-2,5-diphenyltetrazolium bromide).

Metode MTT pada prinsipnya merupakan metode spektroskopi, yaitu

dengan menetapkan absorbansi garam formazan yang dilarutkan dalam SDS 10%

dalam HCl. Dalam hal ini garam tetrazolium MTT

(3-(4,5-dimetil-tiazol-2-il)-2,5-dipheniltetrazolium bromid) oleh enzim reduktase akan dipecah menjadi

kompleks garam formazan berwarna ungu yang tidak larut air (gambar 2 dan 3).

Gambar 2. Reaksi pembentukan kristal formasan

Dengan penambahan detergen dalam stopper reagent (natrium dodesil sulfat 10%

dalam HCl), garam formasan ini akan larut sehingga intensitas warna ungu yang

terbentuk dapat dibaca dengan ELISA reader. Jumlah sel hidup berbanding lurus

dengan intensitas warna dari formazan yang terbentuk. Pada metode MTT,

absorbansi ini berhubungan dengan jumlah formazan yang terbentuk yang

berhubungan langsung dengan jumlah sel hidup. Formasan ini hanya terbentuk

oleh enzim mitokondria yang berhubungan dengan pernapasan sel, karena itu sel

(50)

Gambar 3. Kristal Formazan di Bawah Mikroskop (perbesaran 100x)

Metode MTT ini termasuk metode yang cukup akurat karena absorbansi yang

terbaca sebanding dengan jumlah sel hidup yang masih aktif melakukan

metabolisme. Selain itu, uji ini juga dirasa cukup aman, sederhana, dan cepat.

Aman karena tidak memerlukan penggunaan zat-zat yang berbahaya, sederhana

karena perlakuan yang harus diberikan pada sample sebelum diuji relatif cukup

mudah, dan cepat karena waktu yang dibutuhkan cukup singkat sehingga sangat

memungkinkan untuk menguji sampel dalam jumlah yang cukup banyak. Selain

itu, metode ini relatif lebih mudah karena tidak perlu melepaskan sel dari plate.

Pada penelitian diperoleh hasil absorbansi sampel lebih besar dari absorbansi

kontrol, hal ini disebabkan oleh karena ekstrak daun sirih merah yang diteliti

berwarna sehingga ikut memberikan absorbansi. Selanjutnya tidak dilakukan uji

dengan metode MTT tapi menggunakan metode direct counting.

Metode direct counting, yaitu uji sitotoksisitas secara manual dengan menghitung

jumlah sel dibandingkan dengan kontrol dalam mikro plate 96 sumuran

(Dhopdaker et al, 1998). Metode direct counting dilakukan dengan cara

menghitung sel hidup pada haemocytometer (bilik hitung) secara langsung dengan

counter di bawah mikroskop inverted. Pada metode ini, sel yang telah diinkubasi

(51)

dahulu, kemudian ditempatkan pada haemocytometer dan dihitung satu persatu.

Oleh karenanya, sel harus terlepas dan terambil semuanya dari sumuran agar

jumlah sel yang diperoleh benar-benar sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.

Sebagaimana telah diketahui bahwa sel T47D yang hidup akan menempel pada

dasar sumuran dengan kuat, sehingga untuk melepaskannya digunakanlah tripsin.

Penggunaan tripsin ini haruslah dengan hati-hati karena dapat membunuh sel

T47D yang berakibat data yang diperoleh menjadi bias, sehingga dalam hal ini

ada dua hal yang perlu diperhatikan, yaitu konsentrasi tripsin dan lama pemaparan

sel dengan tripsin.

Untuk membedakan sel yang hidup dan yang mati digunakan pewarna

trypan blue. Dengan penambahan trypan blue maka sel yang masih hidup di

bawah mikroskop akan terlihat bulat cemerlang, sedangkan sel yang mati akan

tampak gelap dan tidak cemerlang.

Gambar 4. Sel T47D pada kontrol (a) dan sel T47D dengan pemberian ekstrak etanolik daun sirih merah kadar 500 µg/ml (b) setelah pemberian trypan blue, pada bilik

haemocytometer di bawah mikroskop; (i) sel hidup (ii) sel mati (perbesaran 100x)

Prinsip trypan blue adalah sel yang masih hidup akan bersifat impermeable

terhadap trypan blue, sedangkan sel yang mati menyerap trypan blue. Pemberian

(52)

yang terlalu lama akan menyebabkan sel yang masih hidup juga akan menyerap

warna, akibatnya tidak bisa dibedakan antara sel yang masih hidup dengan yang

mati (waktu pemaparan jangan sampai lebih dari 2 menit) (Freshney, 2000).

Pemberian pewarna trypan blue dilakukan saat akan dilakukan perhitungan

sehingga dapat meminimalkan pengaruh trypan blue.

F. Analisis Hasil

Data yang diperoleh dari uji toksisitas dengan metode direct counting ini

akan menghasilkan data jumlah sel sel yang hidup dari tiap perlakuan dengan

pemberian ekstrak sirih merah dengan berbagai kadar. Kemudian dari data jumlah

sel yang hidup tersebut ditentukan persentase kematian sel. Konsentrasi ekstrak

sirih merah yang digunakan yaitu 500 μg/ml; 750 μg/ml; 1000 μg/ml; 1250 μg/ml;

1500 μg/ml.

Tabel I. Hasil uji sitotoksisitas ekstrak etanolik daun sirih merah terhadap kultur sel T47D

Konsentrasi Ekstrak sirih merah

(μg/ml)

(53)

konsentrasi vs % kematian sel T47D

0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600

konsentrasi (ug/ml)

Gambar 5. Konsentrasi ekstrak etanolik daun sirih merah vs persentase kematian sel T47D

Nilai persentase kematian sel T47D yang didapat cukup tinggi dan relatif terus

meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi yang diberikan. Pada

konsentarasi 1500 μg/ml, terlihat persen kematian sel yang paling tinggi.

Kemudian dari data persentase kematian tersebut, dibuat persamaan regresi linear

antara log kadar ekstrak sirih merah vs harga probit. Dari persamaan regresi

tersebut maka harga LC50 ekstrak sirih merah dapat dihitung. Harga konversi

(54)

Tabel II. Data log konsentrasi dan harga probit

Konsentrasi Ekstrak sirih merah

Log Konsentrasi

Ekstrak sirih merah Replikasi Harga Probit 1 5,99

Grafik hubungan log kadar ekstrak sirih merah vs Probit pada sel T47D (replikasi 1)

y = 2.0182x - 0.5608

(55)

Grafik hubungan log kadar ekstrak sirih merah vs Probit pada sel T47D (replikasi 2)

y = 2.1848x - 1.0795

Gambar 7. Grafik hubungan log kadar ekstrak sirih merah vs probit pada sel T47D pada replikasi 2

Grafik hubungan log kadar ekstrak sirih merah vs Probit pada sel T47D (replikasi 3)

y = 2.0895x - 0.7866

Gambar 8. Grafik hubungan log kadar ekstrak sirih merah vs probit pada sel T47D pada replikasi 3

Dari persamaan regresi tersebut maka dapat ditentukan harga LC50 ekstrak sirih

merah terhadap sel kanker payudara (T47D) dengan analisa probit. Dari hasil

pengolahan data, diperoleh harga LC50, adalah sebesar 587,7 μg/ml. Berdasarkan

NCI (National Cancer Institute), suatu senyawa dinyatakan berpotensi sebagai

antikanker bila memiliki harga LC

50 ≤ 20 μg/ml (Suffness dan Pezzuto, 1991).

(56)

antikanker ataupun tidak dikarenakan senyawanya masih berupa ekstrak dan

belum berupa senyawa tunggal.

Hasil yang diperoleh pada penelitian ini berbeda dengan penelitian uji

sitotoksisitas ekstrak daun sirih merah terhadap sel Hela, sel SiHa, sel Raji, dan

sel Myeloma. Pada penelitian terhadap sel Hela, diperoleh nilai LC

50 yang lebih

besar, yakni 1143,1 μg/ml (Atmaningsih, 2008), namun pada penelitian terhadap

sel SiHa, sel Raji, dan sel Myeloma diperoleh nilai LC

50 yang lebih kecil. Pada sel

SiHa diperoleh nilai LC50 sebesar 200,6 μg/ml (Nur’aniyah, 2008), pada sel Raji

diperoleh nilai LC50 sebesar 395,5 μg/ml (Kusumaningtyas, 2008), sedangkan

pada sel Myeloma diperoleh nilai LC50 sebesar 434,1 μg/ml (Meri, 2008).

Perbedaan ini diduga dikarenakan oleh karakteristik dari masing-masing sel

berbeda, seperti halnya pada sel Hela, sel Hela diketahui mempunyai membran

sitoplasma yang lebih tebal, oleh karenanya dibutuhkan jumlah ekstrak daun sirih

merah yang lebih besar untuk dapat berpenetrasi ke dalam sel.

Nilai LC50 ekstrak etanolik daun sirih merah terhadap sel T47D signifikan

untuk taraf kepercayaan 95%, di mana r hitung lebih besar dari r tabel (lampiran

5). Setelah dilakukan penetapan nilai LC50, kemudian dianalisis dengan uji

Kolmogorov-Smirnov untuk melihat distribusi datanya. Dari hasil pengolahan

data, dapat diketahui bahwa data tersebut memenuhi persyaratan uji normalitas

atau mempunyai distribusi normal (lampiran 6). Berdasarkan asumsi tersebut,

perlu diuji signifikansinya untuk melihat adanya perbedaan yang bermakna antara

kontrol dan tiap perlakuan melalui one-way ANOVA. Dari hasil pengolahan data

(57)

perlakuan (lampiran 7). Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa ekstrak etanolik

daun sirih merah memiliki efek sitotoksik terhadap kultur sel T47D. Hasil

penelitian ini tidak berbeda dengan penelitian terhadap sel Hela, sel SiHa, sel Raji,

dan sel Myeloma, yakni sama-sama mempunyai aktifitas sitotoksik karena

(58)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Ekstrak etanolik daun sirih merah (Piper crocatum) memiliki efek

sitotoksisitas terhadap kultur sel T47D, dengan nilai LC50 sebesar 587,7 μg/ml.

B. Saran

1. Perlu dilakukan uji sitotoksisitas ekstrak etanolik daun sirih merah terhadap

kultur sel normal.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut uji secara in vivo untuk mengetahui

secara pasti mekanisme antikanker dari ekstrak daun sirih merah terhadap sel

kanker payudara T47D, misal apoptosis, antiproliferatif.

3. Perlu dilakukan fraksinasi untuk memperoleh fraksi aktif dari daun sirih

(59)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1986, Sediaan Galenik, 17, 25-26, Direktorat POM, Jakarta

Albert, et al, 1994, Mollecular Biology of The Cell, 3rd ed., Gerland Publishing, USA

Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, edisi IV, 7, Departemen Kesehatan RI, Jakarta

Anonim, 2000, Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat, Departemen Kesehatan RI, Jakarta

Anonim, 2005, Kanker, http://www.groups.or.id/wikipedia/id/k/a/n/Kanker.html, Diakses tanggal 4 September 2007

Anonim, 2007, Sirih Merah, http:// www.plantamor.com/ spcdtail.php?recid= 2092&popname=Sirih20%Merah&satugen =&satuspc=, Diakses taanggal 27 Februari 2007

Anonim, 2008a, A-Z Kanker Payudara pada Perempuan,http:// www.conectique. com /women_health_concern/ article.php?article_id =5494, diakses tanggal 10 Mei 2008

Anonim, 2008b, Piper ornatum, http:// toptropicals.com/ catalog/ uid/ Piper_ornatum.htm, diakses tanggal 10 Mei 2008

Atmaningsih, F. R., 2008, Uji Sitotoksisitas Ekstrak Etanolik Daun Sirih Merah (Piper crocatum Ruiz & Pav) terhadap Kultur Sel Hela, Skripsi, Fakultas Farmasi USD, Yogyakarta

Backer, C. A., dan R. C. Bakhuizen Van Den Brink, 1986, Flora of Java, 3rd ed., Noordhoff and Groningen, Netherland

Burger, M., 1982, Burger’s Medicinal Chemistry, 4th Ed, 681-694, John Willey and Son Interscience, New York

De Muth, J. E, 1999, Basic Statistic and Pharmaceutical Statistical Application, 585, Marcell Dekker, Inc., New York

Gambar

Tabel I.  Hasil uji sitotoksisitas  ekstrak etanolik daun sirih merah terhadap
Gambar 1. Sel T47D tanpa perlakuan ekstrak etanolik daun sirih merah (a) sel T47D yang diinkubasi dengan ekstrak etanolik daun sirih merah dengan konsentrasi 1250 μg/ml (b); (i) sel hidup (ii) sel mati (perbesaran 100x)
Gambar 2. Reaksi pembentukan kristal formasan
Gambar 3. Kristal Formazan di Bawah Mikroskop  (perbesaran 100x)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Terdapat dua kemungkinan mekanisme untuk menjelaskan panjang telomer yang lebih panjang pada spermatozoa pria lanjut usia, yaitu ekspresi telomerase testis yang tinggi menyebabkan

Tujuan yang ingin dilakukan pada penelitian ini adalah untuk mengkaji strategi penerapan pembelajaran semi riset pada pemahaman sifat-siat bahan teknik. Selain itu

Misalnya, untuk tanggal yang sama, jika di hotel tersebut terdapat 5 kamar dengan tipe ekonomi dan 1 kamar sudah di check-in dan 2 kamar sudah ada yang reservasi, maka jika

Kadar lemak terendah dihasilkan oleh biji kakao dengan tingkat kematangan kuning pada alur buah kadar lemak 35,30 % tidak berbeda nyata dengan tingkat kematangan

(d) Persiapan peralatan Mitoni peralatan yang dibutuhkan namun pada masyarakat Desa Marga kaya hanya menggunakan sebagian besar peralatan yang mudah untuk didapat,

Berdasarkan ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang tindak pidana korupsi, dapat diamati bahwa sebenarnya perangkat hukum yang telah dibuat oleh pemerintah

Serat dapat hidup atau tidak hidup, yang masih hidup berfungsi dalam penyimpanan cadangan makanan Dibandingkan dengan xielm sekunder, floem sekunder tidak merupakan

Puji Syukur dipanjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya dapat diselesaikannya skripsi yang berjudul ” Hubungan Antara Status Gizi Ibu