• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1

Bimbingan dan Konseling merupakan salah satu komponen dalam keseluruhan sistem pendidikan khususnya di sekolah. Fungsi Bimbingan dan Konseling adalah membantu peserta didik mencapai tugas perkembangan dan mencegah terjadinya masalah dalam lingkungan sosial. Sukardi dan Kusmawati (2008: 30) menyebutkan bahwa citra Bimbingan dan Konseling semakin terpuruk dengan masih adanya Guru Bimbingan dan Konseling (BK) yang kinerjanya tidak profesional. Mereka masih lemah dalam: (1) memahami konsep-konsep bimbingan secara komprehensif, (2) menyusun program Bimbingan dan Konseling, (3) mengimplementasikan teknik-tenik Bimbingan dan Konseling, (4) kemampuan berkolaborasi dengan pimpinan sekolah atau guru mata pelajaran, (5) mengelola Bimbingan dan Konseling, (6) mengevaluasi program (proses dan hasil) Bimbingan dan Konseling, dan (7) melakukan tindak lanjut hasil evaluasi untuk perbaikan atau pengembangan program.

Winkel (1991: 71) berpendapat tentang peranan Guru BK di sekolah yaitu Guru BK dituntut mempunyai peranan sebagai orang kepercayaan, sebagai teman, bahkan Guru BK dituntut agar mampu berperan sebagai orang tua bagi klien. Pada situasi tertentu kadang seorang Guru BK harus berperan sebagai seorang teman dan pada situasi berikutnya berperan sebagai pendengar yang baik atau sebagai pengobar semangat yang dituntut oleh klien dalam proses konseling. Guru BK perlu memiliki sikap kepemimpinan untuk dapat membimbing kliennya dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi.

Guru BK bertugas untuk membimbing peserta didik mengembangkan potensi yang dimiliki serta membantu untuk memandirikan klien memecahkan masalah yang dihadapi. Menurut Cavanagh dalam Yusuf dan Juntika (2011: 37) kualitas pribadi Guru BK ditandai dengan beberapa karakteristik sebagai berikut:

(2)

pemahaman diri, kompeten, memiliki kesehatan psikologis yang baik, dapat dipercaya, jujur, kuat, hangat, responsif, sabar, sensitif dan memiliki kesadaran holistik. Karakteristik tersebut sejalan dengan sifat kepemimpinan. Newstrom dan Kith Davis dalam Badeni (2013: 144) menyebutkan bahwa sifat kepemimpinan adalah mampu mengatur diri sendiri, berkeinginan untuk memimpin, percaya diri, pengetahuan luas, kreativitas dan orisinalitas, hangat, fleksibilitas dan kemampuan beradaptasi, karisma, kemampuan kognitif, jujur dan integritas.

Penelitian tentang kepemimpinan Guru BK telah dilakukan oleh para ahli dalam bidang Bimbingan dan Konseling. Salah satu penelitian mengenai kepemimpinan Guru BK dilakukan oleh Mason dan McMahon (2009). Tujuan penelitian tersebut adalah menilai praktek kepemimpinan yang telah diajarkan kepada Guru BK dalam masa pendidikan menjadi Guru BK. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Guru BK belum dapat mempraktekkan kepemimpinan dalam kegiatan konseling dalam dunia kerja yang sesungguhnya. Perlu ada penelitian lebih lanjut mengenai penyebab kurangnya kepemimpinan Guru BK dalam dunia kerja.

Hasil penelitian menerangkan bahwa kinerja Guru BK saat ini masih kurang optimal. Guru BK perlu meningkatkan keprofesionalannya dalam memberikan layanan Bimbingan dan Konseling kepada peserta didik serta berbagai urusan administrasi lainnya. Bimbingan dan konseling diperlukan peserta didik untuk memahami potensi yang ada pada dirinya, hendaknya sebagai Guru BK yang profesional dapat membantu peserta didik untuk menyelesaikan masalah tersebut. Salah satu sikap yang perlu dimiliki oleh Guru BK adalah sikap kepemimpinan. Guru BK perlu memiliki jiwa kepemimpinan terutama Spiritual Leadership dalam upaya pemberian layanan bagi peserta didik.

Guru BK perlu untuk meningkatkan keterampilan kepemimpinan khususnya Spiritual Leadership. Guru BK diharapkan dapat memiliki visi yang jelas, memberikan layanan bimbingan dan konseling berlandaskan cinta altruis serta memiliki harapan dan keyakinan yang tinggi terhadap kemampuan diri sendiri dank lien. Guru BK yang memiliki sikap Spiritual Leadership akan dapat mengatur diri

(3)

sendiri serta memimpin klien dalam layanan Bimbingan dan konseling. Guru BK yang memiliki Spiritual Leadership akan akan terpancar kewibawaannya yang dapat dijadikan sebagai sarana untuk meyakinkan klien mau dan dapat melaksanakan layanan secara sukarela, penuh semangat dan tanpa adanya beban maupun paksaan.

Observasi yang dilakukan ketika PPL, memperoleh hasil bahwa Guru BK yang ada di sekolah belum menunjukkan spiritual leadership dalam menangani masalah peserta didik. Guru BK tidak menunjukkan cinta altruis kepada peserta didik. Guru BK menghukum peserta didik yang melanggar peraturan, mereka tidak memberikan konseling pada peserta didik yang memiliki masalah. Penyebab kurangnya spiritual leadership pada Guru BK dapat terjadi karena beberapa faktor seperti: pre-service training atau ketika masa pendidikan, in-service training (saat bekerja sebagai konselor) dan budaya/iklim di sekolah tempat bekerja. Penelitian ini berfokus pada permasalahan yang terjadi ketika pre-service training yaitu dalam masa pendidikan Mahasiswa Bimbingan dan Konseling di Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Wawancara dilakukan dengan ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sebelas Maret Surakarta untuk mengetahui spiritual leadership Mahasiswa Bimbingan dan Konseling, dengan hasil wawancara sebagai berikut:

“Mahasiswa bimbingan dan konseling dari tahun ke tahun mengalami perkembangan yang fluktuatif. Ada mahasiswa yang dari awal masuk bangku kuliah terlihat sikap kepemimpinannya menonjol adapula yang biasa saja. Hal tersebut disebabkan pembentukan karakter dari lingkungan keluarga kemudian dipadukan dengan adaptasi lingkungan kampus. Sampai saat ini Mahasiswa Bimbingan dan Konseling belum menunjukkan sikap kepemimpinan terutama spiritual leadership. Sebagaian mahasiswa datang kuliah seolah sebagai formalitas, artinya datang di ruang kuliah mendengarkan dosen mengajar materi, mengejar pengetahuan akademik tetapi kurang dalam penerapan sikap-sikap sebagai calon Guru BK. Dalam masa pendidikan tidak ada mata kuliah khusus mengenai spiritual leadership. Materi yang diberikan pada mata kuliah lebih menekankan pengetahuan, masih kurang dalam aplikasi mata kuliah yang dipelajari di kelas sehingga mahasiswa baru sebatas paham belum bisa menerapkan. Ada

(4)

mata kuliah yang dapat dimasukkan unsur spiritual leadership seperti mata kuliah agama, profesi konselor, perkembangan pribadi konselor dan konseling mikro. Dosen dapat menekankan pentingnya spiritual leadership bagi calon konselor, namun tampaknya dosen belum memasukkan unsur spiritual leadership dalam mengajar mahasiswa di kelas. Saat ini mahasiswa memperoleh pengalaman dan pengetahuan tentang kepemimpinan berasal dari kegiatan diluar kuliah seperti organisasi, workshop dan seminar yang diselenggarakan oleh pihak diluar perkuliahan.”

Kesimpulan dari hasil wawancara tersebut yaitu Mahasiswa Bimbingan dan Konseling perlu memahami secara mendalam tentang spiritual leadership dalam proses menjadi Guru BK. Dosen yang mengampu setiap mata kuliah Bimbingan dan Konseling diharapkan dapat mengaplikasikan spiritual leadership dalam proses belajar mengajar untuk meningkatkan pengembangan kepribadian Mahasiswa Bimbingan dan Konseling. spiritual leadership membantu Mahasiswa Bimbingan dan Konseling untuk mempersiapkan diri menjadi pribadi yang memiliki karakter sebagai pemimpin yang dapat dipercaya dan menjadi panutan orang lain.

Mahasiswa Bimbingan dan Konseling perlu mempersiapkan diri sejak dini untuk menjadi Guru BK yang profesional. Profesi Guru BK semakin hari akan semakin ketat dalam bersaing memperoleh pekerjaan. Menurut Mungin dalam Harahap (2006) Pemerintah Indonesia telah menandatangani persetujuan AFTA (ASEAN Free Trade Area). Hal ini memungkinkan suatu saat nanti Guru BK dari luar negeri mencari kerja sebagai Guru BK di Indonesia. Menyambut peluang tersebut di atas, salah satu hal yang sangat penting dalam proses pendidikan Guru BK adalah menggali karakter profesional Guru BK kepada Mahasiswa Bimbingan dan Konseling.

Berdasarkan penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa persaingan Mahasiswa Bimbingan dan Konseling sebagai calon Guru BK semakin ketat. Persaingan Guru BK tidak hanya datang dari wilayah lokal saja, tetapi dapat dimungkinkan Guru BK dari luar negeri juga mencari pekerjaan di Indonesia. Mahasiswa Bimbingan dan Konseling perlu mempersiapkan diri dari awal menempuh bangku kuliah agar lebih siap ketika menjadi Guru BK di sekolah. Calon Guru BK

(5)

perlu memiliki spiritual leadership agar mereka dapat memberikan layanan bimbingan dann konseling sesuai dengan tujuan yang diharapkan yaitu membantu dan mengembangkan potensi yang dimiliki oleh peserta didik.

Lilik dan Agung (2009: 23) mengatakan spiritual leadership adalah kepemimpinan yang mengedepankan moralitas, kepekaan, keseimbangan jiwa dan etika dalam interaksi dengan orang lain. Spiritualitas adalah tentang bagaimana melakukan segala sesuatu dengan usaha terbaik dengan nilai kehidupan yang diyakini. Spiritual Leadership mengarahkan seorang pemimpin untuk selalu berpikiran positif dalam menghadapi segala kondisi serta memperkuat keyakinan diri terhadap tujuan awal kegiatan. Spiritual Leadership menekankan pada ketinggian etika, nilai, dan kemampuan berinteraksi, menyeimbangkan antara kepentingan pekerjaan dengan diri sendiri.

Model spiritual leadership berakar dalam hakiki model motivasi dimana menggabungkan visi, hope/fight dan altruistic love yang menggambarkan efektivitas pemimpin. Fry (2003) mengatakan bahwa tujuan dari spiritual leadership adalah membentuk values, attitude dan behavior yang dibutuhkan untuk memotivasi diri sendiri dan orang lain sehingga menggapai rasa spiritual survival, untuk menciptakan visi dan keserasian value melalui individu, empowered team, organization levels dan akhirnya membantu perkembangan tidak hanya dari segi kesejahteraan psikologis tetapi juga organizational commitment.

Spiritual Leadership dapat ditingkatkan dengan menggunakan berbagai teknik. Salah satu teknik yang dapat digunakan untuk meningkatkan spiritual leadership adalah dengan melalui Motivation Training. Saat ini belum pernah dilakukan Motivation Training untuk meningkatkan spiritual leadership khususnya bagi Mahasiswa Bimbingan dan Konseling Universitas Sebelas Maret Surakarta. Training adalah suatu proses pendidikan jangka pendek yang mempergunakan prosedur sistematis dan terorganisasi, peserta mempelajari pengetahuan dan keterampilan dalam tujuan yang terbatas (sirkula dalam Mangkunegara, 2003: 47). Model Motivation Training yang digunakan adalah in class training, yaitu pelatihan

(6)

dengan cara menyampaikan berbagai macam informasi atau mengajarkan pengetahuan kepada sejumlah orang dalam waktu bersamaan. Metode tersebut bertujuan untuk menumbuhkan ketertarikan dan semangat dari peserta pelatihan sehingga materi dapat bermanfaat bagi seluruh peserta pelatihan. Evaluasi training yang digunakan adalah model evaluasi yang dikembangkan oleh Kirkpatrick. Terdapat empat tahap evaluasi yaitu mengukur: reaksi, hasil belajar, tingkah laku dan hasil akhir. Penelitian ini hanya menggunakan tahap reaksi dan hasil belajar dengan tujuan untuk mengetahui kepuasan peserta dalam mengikuti Motivation Training dan mengukur peningkatan pengetahuan peserta sebelum dan sesudah Motivation Training.

Alasan digunakan Motivation Training dalam penelitian ini adalah karena Motivation Training merupakan pelatihan yang bertujuan untuk mengubah nilai, pengetahuan, keterampilan dan perubahan sikap. Motivation Training menerapkan teori social learning dalam kegiatan pelatihan. Spiritual Leadership dapat ditingkatkan dengan teori psikologis salah satunya adalah social learning. Motivation Training diharapkan mampu meningkatkan pengetahuan, nilai, sikap, dan perilaku spiritual leadership peserta. Motivation Training diberikan kepada Mahasiswa Bimbingan dan Konseling sebagai calon Guru BK untuk memberikan orientasi spiritual leadership. Evaluasi training tahap reaksi mengukur tingkat kepuasan peserta sebagai acuan untuk Motivation Training selanjutnya.

Melihat dari fenomena yang terjadi di lapangan saat ini perlu adanya pengembangan spiritual leadership pada Mahasiswa Bimbingan dan Konseling yang akan menjadi calon Guru BK. Peneliti tertarik untuk mengangkat fenomena tersebut sebagai bahan penelitian skripsi dengan judul “Peningkatan Spiritual Leadership melalui Motivation Training pada Mahasiswa Bimbingan dan Konseling Universitas Sebelas Maret Surakarta.”

(7)

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasikan masalah sebagai berikut:

1. Guru BK belum menunjukkan spiritual leadership dalam menghadapi peserta didik. Penyebab kurangnya spiritual leadership pada Guru BK dapat terjadi karena beberapa faktor: Pre-service training (pada masa pendidikan) , in-service training (saat bekerja sebagai Guru BK) dan budaya/iklim di tempat kerja.

2. Profesi Bimbingan dan Konseling persaingannya semakin ketat karena masuknya tenaga asing ke Indonesia dan Guru BK belum dapat mempraktekkan kepemimpinan yang telah dipelajari pada masa pendidikan dalam dunia kerja yang sesungguhnya.

3. Mahasiswa Bimbingan dan Konseling sebagai calon Guru BK belum menujukkan sikap spiritual leadership dalam kehidupan sehari-hari.

4. Tidak ada mata kuliah khusus spiritual leadership dan Dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sebelas Maret Surakarta belum memasukkan unsur spiritual leadership dalam mata kuliah BK.

5. Belum ada kegiatan Motivation Training untuk meningkatkan spiritual leadership Mahasiswa Bimbingan dan Konseling Universitas Sebelas Maret Surakarta.

C. Batasan Masalah

Dalam identifikasi masalah, batasan yang dilakukan oleh peneliti adalah sebagai berikut:

1. Objek penelitian ini adalah Motivation Training untuk meningkatkan spiritual leadership Teknik ini menggunakan metode in class training. Evaluasi training yang digunakan adalah evalusi training Kirkpatrick yaitu mengukur reaksi saat pelatihan dan hasil belajar setelah Motivation Training.

2. Subjek penelitian ini adalah mahasiswa semester I Bimbingan dan Konseling Universitas Sebelas Maret Surakarta yang memiliki hasil pretest spiritual leadership sedang dan rendah.

(8)

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan maka dapat dirumuskan permasalahan pada penelitian ini adalah:

1. Seperti apa profil spiritual leadership Mahasiswa Bimbingan dan Konseling Universitas Sebelas Maret saat ini?

2. Seberapakah gain kemampuan spiritual leadership Mahasiswa Bimbingan dan Konseling Universitas Sebelas Maret Surakarta sebelum dan sesudah diberi treatment Motivation Training?

3. Berapa besar tingkat keefektifan Motivation Training dalam Meningkatkan spiritual leadership Mahasiswa Bimbingan dan Konseling Universitas Sebelas Maret Surakarta?

E. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mendeskripsikan Spiritual Leadership Mahasiswa Bimbingan dan Konseling Universitas Sebelas Maret saat ini

2. Untuk mengukur gain kemampuan Spiritual Leadership Mahasiswa Bimbingan dan Konseling Universitas Sebelas Maret Surakarta sebelum dan sesudah diberi treatment Motivation Training

3. Untuk menguji besaran keefektifan Motivation Training dalam meningkatkan Spiritual Leadership pada Mahasiswa Bimbingan dan Konseling Universitas Sebelas Maret Surakarta

F. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian yang telah diuraikan, dikemukakan manfaat penelitian sebagai berikut:

(9)

a. Menambah wawasan atau ilmu tentang pentingnya spiritual leadership pada Mahasiswa Bimbingan dan Konseling sehingga mahasiswa dapat menumbuhkan dan mengembangkan spiritual leadership dalam diri.

b. Mengembangkan spiritual leadership melalui Motivation Training dengan menerapkan teori social learning untuk mengubah perilaku spiritual leadership mahasiswa bimbingan dan konseling.

c. Menilai besaran keefektifan Motivation Training dengan evaluasi Kirkpatrick dengan pengukuran hasil belajar dan reaksi peserta pelatihan dalam meningkatkan spiritual leadership.

2. Manfaat Praktis

a. Memberikan masukan kepada Dosen Bimbingan dan Konseling mengembangkan spiritual leadership mahasiswa bimbingan dan konseling untuk membantu mempersiapkan mahasiswa sebagai calon Guru BK agar dapat secara optimal melaksanakan layanan bimbingan dan konseling.

b. Mendorong Mahasiswa Bimbingan dan Konseling meningkatkan spiritual leadership dalam persiapan menjadi calon Guru BK sehingga mampu membantu klien dalam menghadapi permasalahan serta mengembangkan potensi yang dimiliki klien.

c. Mendorong peneliti selanjutnya untuk mengembangkan treatment dan evaluasi pelaksanaan treatment dalam meningkatkan spiritual leadership agar dapat dilaksanakan dalam lingkup yang lebih luas.

Referensi

Dokumen terkait

ABSTRAK PENYUSUNAN SKALA KECEMASAN ASPEK EMOSI SISWA KELAS IV SD Laurensius Bayu Supriyadi Universitas Sanata Dharma 2018 Penelitian ini dilakukan karena adanya guru yang

Sesuai dengan tujuan penulisan Kefias Kerja Wajib yang bahan - bahannya diperoleh dari hasil Praktik Kerja Lapangan, maka isi KKW-pun harus meliputi seluruh

Manfaat untuk institusi yaitu untuk memberikan gambaran dan informasi mengenai karakteristik reservoir Formasi Duri dan Formasi Bekasap, Cekungan Sumatra Tengah meliputi

Dari hasil penelitian tersebut diketahui bahwa telah terjadi proses transformasi montmorilonit ke illit pada zona B Formasi Sauda (sekitar kedalaman 2300 m)

Pada istana raja atau Lamban Gedung Paksi Pak Skala Brak, Buay Pernong terdapat ukiran ornamen fauna mitologi yang berupa sebuah naga dan masyarakat adat

Steganografi merupakan seni atau ilmu yang digunakan untuk menyembunyikan pesan rahasia dengan segala cara sehingga selain orang yang dituju, orang lain tidak akan menyadari

Laporan Keuangan Publikasi ini telah disusun berdasarkan laporan keuangan auditan tanggal 31 Desember 2016 dan 2015 dan untuk tahun-tahun yang berakhir pada tanggal tersebut,