SEJARAH DAN PERKEMBANGAN EPIDEMIOLOGI
A. Sejarah Epidemiologi
Sejarah epidemiologi tidak dapat dipisahkan dengan masa ketika manusia mulai mengenal penyakit menular. Walaupun pada saat itu sumber dan penyebab penyakit masih dianggap berasal dari kekuatan gaib dan ruh jahat, tetapi cukup banyak usaha pada zaman purba yang dapat dianggap sebagai usaha untuk melawan epidemi. Umpamanya pada kira – kira 1000 tahun SM telah dikenal variolasi di Cina untuk melawan penyakit variola (cacar), sedangkan orang India pada saat tersebut selain menggunakan variolasi, juga telah mengenal bahwa penyakit pes erat hubungannya dengan tikus, sedangkan kusta telah diketahui mempunyai hubungan erat dengan kepadatan penduduk.
Pada zaman kejayaan Yunani dan Romawi Kuno, telah dikenal adanya proses penularan penyakit pada masyarakat yang sangat erat hubungannya dengan faktor lingkungan. Hal ini telah dikemukakan oleh Hippocrates (abad ke-5 SM) dalam tulisannya berjudul Epidemics serta dalam catatannya mengenai “Airs, Waters and Places”, beliau telah mempelajari masalah penyakit di masyarakat dan mencoba mengemukakan berbagai teori tentang hubungan sebab akibat terjadinya penyakit dalam masyarakat. Walaupun pada akhirnya teori tersebut tidak sesuai dengan kenyataan, tetapi telah memberikan dasar pemikiran tentang adanya hubungan faktor lingkungan dengan kejadian penyakit sehingga dapat dikatakan bahwa konsep tersebut adalah konsep epidemiologi yang pertama.
Kemudian Galen mengemukakan suatu doktrin epidemiologi yang lebih logis dan konsisten dengan menekankan teori bahwa beradanya suatu penyakit pada kelompok penduduk tertentu dalam suatu jangka waktu tertentu (suatu generasi tertentu) dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yakni:
1. Faktor Atmosfir ( the atmospheric factor ) 2. Faktor Internal ( internal factor )
3. Faktor Predisposisi ( predisposing factor )
ini dikenal jasa Veronese Fracastorius ( 1483 – 1553 ) dan Sydenham ( 1624 – 1687 ) yang secara luas telah mengemukakan tentang teori kontak dalam proses penularan penyakit. Berdasarkan teori kontak inilah dimulainya usaha isolasi dan karantina yang kemudian ternyata mempunyai peranan positif dalam usaha pencegahan penyakit menular hingga saat ini.
Konsep tentang sifat kontagious dan penularan penyakit dalam masyarakat telah disadari dan dikenal sejak dahulu namun baru pada abad ke-17, teori tentang germ dan perannya dalam penularan penyakit pada masyarakat mulai dikembangkan. Dalam hal ini Sydenham dapat dianggap sebagai pioner Epidemiologi walaupun sebagian dari teorinya tidak lagi diterima. Sydenham dengan teori serta berbagai perkiraannya terhadap kejadian epidemi, perjalanan epidemi dalam masyarakat serta perkiraan sifat epidemi merupakan suatu model penggunaan metode epidemiologi. Pada saat yang sama, John Graunt telah mengembangkan teori Statistik Vital yang sangat bermanfaat dalam bidang epidemiologi. Walaupun Graunt bukan seorang dokter, tetapi hasil karyanya sangat bermanfaat dalam bidang epidemiologi dengan menganalisis sebab kematian pada berbagai kejadian kematian di London dan mendapatkan berbagai perbedaan kejadian kematian antarjenis kelamin serta antara penduduk urban dan rural, maupun perbedaan berbagai musim tertentu. Di samping Graunt yang telah mengembangkan Statistik Vital, William Farr mengembangkan analisis sifat epidemi berdasarkan hukum Matematika. William Farr mengemukakan bahwa meningkatnya, menurunnya, dan berakhirnya suatu epidemi mempunyai sifat sebagai fenomena yang berurutan.
Jakob Henle pada tahun 1840 mengemukakan teorinya tentang sifat epidemi dan endemi yang sangat erat hubungannya dengan fenomena biologis. Dalam tulisannya dikemukakan bahwa yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit adalah organisme yang hidup. Pendapat ini pada waktu yang sama telah mendorong berbagai ilmuan terkemuka seperti Robert Koch, Pasteur dan lainnya untuk menemukan mikroorganisme penyebab penyakit tertentu.
Perkembangan hubungan sebab akibat yang bersifat tunggal mulai dirasakan ketidakmampuannya dalam hal memberikan jawaban terhadap berbagai gangguan kesehatan masyarakat sehingga mulai dipikirkan hubungan yang lebih kompleks dalam proses sebab terjadinya penyakit serta gangguan kesehatan lainnya.
B. Perkembangan Epidemiologi
Pada pertengahan abad ke-19, para ilmuwan kesehatan masyarakat dan kedokteran, lebih mengarahkan pengamatan dan penelitiannya terhadap konsep baru tentang penyebab penyakit secara khusus serta teori tentang imunitas. Banyak di antara para peneliti pada awal era mikrobiologi mulai mengarahkan perhatiannya pada lingkungan fisik dalam mencari penyebab (agent) yang spesifik sebagai faktor penyebab penyakit. Lingkungan fisik ditempatkan sebagai sumber, media, bahkan sebagai penyebab terjadinya penyakit tertentu.
Dengan perkembangan mikrobiologi secara pesat serta didapatkannya mikroorganisme penyebab penyakit, disusul dengan pemunculan konsep pejamu dan imunitas membawa perkembangan baru dalam dunia epidemiologi. Selama periode tersebut, selain usaha menemukan jenis mikroorganisme tertentu sebagai penyebab penyakit, juga mendorong dikembangkannya konsep hubungan kausal yang berperan dalam proses kejadian penyakit. Namun demikian, sebagaimana halnya dengan konsep miasma sebelumnya, konsep germ ini juga belum mampu menjawab berbagai kejadian penyakit dan gangguan kesehatan masyarakat. Dari sudut pandang epidemiologi, peranan pejamu dalam proses kejadian penyakit mampu memberikan dorongan yang cukup berarti dalam perkembangan konsep imunitas sehingga pusat perhatian para ilmuwan lebih diarahkan pada unsur pejamu dan agent termasuk interaksi unsur tersebut dalam proses terjadinya penyakit.
Perkembangan selanjutnya mengarah kepada pemahaman proses hubungan sebab akibat terhadap berbagai peristiwa penyakit dan gangguan kesehatan dengan melalui pendekatan metode epidemiologi. Hal ini lebih mengarahkan para ahli epidemiologi untuk menggunakan model pendekatan sistem, di mana analisis didasarkan pada sekelompok faktor yang saling berkaitan erat dalam suatu bentuk hubungan yang konsisten. Dalam hal ini setiap sistem sangat berkaitan satu dengan yang lain sehingga setiap perubahan pada faktor tertentu, kemungkinan besar akan menimbulkan perubahan dalam sistem tersebut. Selain itu, juga memiliki lagi keterkaitan antarsistem yang menuju kepada suatu universe atau generalisasi.