• Tidak ada hasil yang ditemukan

Budhisme di Cina dan aliran

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Budhisme di Cina dan aliran"

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

Budhisme di Cina dan aliran-alirannya

(2)

(3)

kebudayaan setempat, seperti terlihat dalam berbagai karya seni yang bercorak keagamaan. Masa keemasan ini juag ditandai dengan banyaknya para ilmuwan Cina yang melakukan perjalanan untuk mempelajari dan menulis sejarah agama ke berbagai negeri yang termasuk Nusantara, menerjemahkan kitab-kitab sutra dan memperkaya dengan ide-ide keagamaan yang ganjil dan menakjubkan. Di antara para ilmuwan itu adlah Fa Hien, Hi Nen, Tsang dan I’Tsing.

Namun kemajuan agama Buddha di Cina itu ditandai pula dengan kebangkitan kembali Konfusiasme yang bersifat sosial-elitis sehingga serimg berbenturan dengan ajaran Buddaha yang menekankan pada kehidupan sejati melalui hidup membiara sebagai bhikkhu. Pertetangan tersebut merembaet pula pada tradisi cina yang menekankan pada kehidupan keluarga disatu pihak, dengan ajaran Buddha untuk hidup selibat dan membiara dilain pihak, yang secara ekonomis tidak membantu pengembangan produktivitas keluarga dan masyarakat. Namun sejauh itu agama Buddha tetap mampu mengakomodasikan dirinya dengan kepercayaan tersebut sehingga memperoleh tempat sejajar dengan konfusianisme dan taoisme. Bahkan, ketiga-tiganya membentuk landasan filsafat dan agama di Cina yang dikenal sebagai Sam Kauw, atau Tri Dharma, yang berarti tiga ajaran.[2]

(4)

Dengan kesempurnaan ini, kita memasuki alam dari tapabrata dan psychologi phonomena yang abnormal, Mahayan sekarang memulai menjadi tak dapat dipahami. Dhyana, berasal dari dhya, adalah salah satu istilah yang tidak dapat diterjemahkan sebagai meditasi,’ kegembiraan yang luar biasa,’ perenungan, rasa gembira, dan seterusnya.

C.A.F. Rhys Davids telah menunjukan bahwa jhana dalam pali tidak berarti meditasi, karena kata-kata bahasa inggris menyatakan secara tidak langsung usaha intelektual.

C.A.F. Rhys Davids menjelaskan Dhyana sebagai latihan mengenai renungan penuh atau abstraksi. Ini boleh diterima sebagai terjemahan konvensional untuk saat sekarang.

(5)
(6)

memberikan kesusahan, dan tema-teman mereka lebih baik pada yang bodoh ini dan orang-orang dunia yang mementingkan diri sendiri. Seorang bhodisatva yang telah kembali kehutan harus menemukan batang kayu di pepohonan, buku-buku di dalam sungai yang mengalir. Dia harus bebas dari ide mengenai sendiri dan pemilikan, seperti pohon tapi harus bersedia berkorban kehidupannya bagi mereka dalam satu semangat yang sangat merasa kasihan jika binatang itu menyerang dia. Dia harus mencurahkan perhatian pada meditasi dan ujian diri sendiri, dan juga berkhutbah secara kebetulan kepada umat awam yang mungkin mengunjunginya didalam pertapaan. Seorang bodhisattva harus melatih 4 meditasi yang dinamakan brahma vihara (4 yang maha mulia;) juga dikenal sebagai apramanani. 4 brahma vihara terdiri dari pengolahan yang dalam mengenai 4 perasaan, menurut suatu metode tertentu, yaitu : - Maitri (cinta atau persahabatan)

- Keruna (perasaan terharu) - Mudita (kesenangan simpatik) - Upeksa (ketenangan).

(7)

(pembabasan, atau tingkatan pembebasan) tingkatan tertinggi ini biasanya dinamakan samapatis, dan bukan dhyana, di dalam naskah sansekerta. Pembebasan yang pertama tidaklah berhubungan dengan pokok pembahasan kita dalam bagian ini. Sejarah permulaannya mengenai kategori itu adalah tidak jelas. Mereka itu barangkali sudah ada sebelum agama Buddha, sebagaimana Brahma-jala-sutta menghubungkan mereka dengan sekte non-Buddhist. Menurut Lal.V. Rudraka Ramaputra, sebagai gurunya Buddha Gautama untuk beberapa waktu, melatih itu.

Berikut ini penjelasan Dhyana :

- Dhayana ke-1. Dia (yakni bodhisattva ) bebas dari kesenangan hawa nafsu dan keadaan pikiran yang buruk dan tercela, memperoleh dan tinggal dalam dhyana ke-1, yang timbul dari pengasingan, dan berhubungan dengan kesenengan dari kegembiraan, dan timbul dari penuh konsentrasi di dalam ketiadaan dari refleksi dan infestigasi.

- Dhyana ke-2. Dengan penghentian dari refleksi dan investigasi, dia, tenang di hati, mengkonsentrasikan pikirannya pada satu titik, memperoleh dan tinggal dalam dhyana ke -2. Yang berhubungan dengan kesenangan dan kegembiraan, dan timbul dari penuh konsentrasi di dalam ketiadaan dari refleksi dan investigasi.

(8)

kewaspadaan, dan kebahagiaan, memperoleh dan tinggal dalam dhyana ke-3 dimana tanpa kesenangan.

- Dhyana ke-4. Karena bebas dari sakit dan kesenengan dan hilangnya yang dulu mengenbai kegirangan hati dan kkecewaan, dia memperoleh dan tinggal dalam dhyana ke-4, dimana tidak sakit begitu juga senang, yang murni mutlak melalui ketenagnagn dan kewaspadaan.

- Dhyana ke-5. Dia melebihi semua persepsi mengenai bentuk materi, melenyapkan persepsi akan daya tahan , tidak menaruh perhatian terhadap persepsi mengenai perbedaan, menyadari bahwa ruang adalah tidak terbatas dan memperoleh dan tinggal dalam ruang pola yang terbatas.

- Dhyana ke-6. Kesadaran yang tidak terbatas. Dia melebihi semua ruang bola yang tak terbatas, menyadari bahwa kesadaran ialah tak terbatas memperoleh dan tinggal dalam bidang kesadaran yang tidak terbatas.

- Dyhana ke-7.Alam dari tidak ada apa-apanya. Dia melebihi semua bidang kesadaran yang tak terbatas, menyadari bahwa tiada apa-apa memperoleh dan tinggal dalam ruang yang tiada apa-apa.[3]

Formula sansekerta berbeda dengan Pali dalam beberapa hal. Keadaan psycologi juga di anggap membawa seorang bodhisattva menyentuh langsung dunia dan ruang yang berbeda, yang eksistensinya diterima di kosmologi buddhism.

(9)

naik di dalam kesadaran manusia. Dia percaya bahwa Budhist bahkan dapat membuat komunikasi dengan yang telah meninggala dengan cara dhyana.

Akan tetapi hal itu mungkin, kosmologi dari buddhist Mahayana membagi semesta ke dalam 3 bagian atau tiga alam (Tri Loka) : ruang lingkup atau alam mengenai kenikmatan berhubungan dengan panca indera, alam dari bentuk atau zat(benda), dan alam dari tiada bentuk atau bukan zat atau benda . sebagaimana W.Kirfel telah telah menunjukan, 3 kategori ini adalah yang pertama-tama diterapkan pada konsepsi mengenai bhava, dan kemudian diperluas ke seluruh semesta. Macrocosm dan microsm jadi dibawa kedalam keseimbangan. Aliran cen yen

(10)

pengaruh dari Brahmanisme yang banyak upacara dan ungkapan gaib di dalam petunjuk dari Atharva-veda.

Pada abad IV M., srimitra dari kucha (sinkiang) menterjemahkan sebuah kitab Tantrayana yang berisikan mantra-mantra, pengobatan serta doa-doa dan ilmu gaib, hal-hal demikian tidaklah mencerminkan nilai-nilai agung dari Tantrayana. Tantrayana yang murni baru dapat berkembang setelah datangnya 3 (tiga) Guru besar dari India ke Tiongkok pada masa dinasti T’ang (abad VI-VII) tiga guru besar tersebut adalah :

1) Subhakarasinha/san wu wei (637-735); beliau adalah bekas ian pergi ke kashmir dan pada tahun 716 tiba di Chang an, Subhakarasinha dan I-tsing menterjemahkan Maha Vairocana Sutra (Ta Re Ju Lai Cing) ke dalam bahasa Tiong hoa pada tahun 725 M.

2) Vajrabodhi / cin kang ce (663-723 M.) beliau berasal dari India selatan dan belajar di Nalanda, beliau mempelajari Vinaya, Madhyamika, Yogacara, dan Varasekhara, pada tahun 720 beliau menterjemahkan Vajrasekhara ke dalam bahasa Tiong hoa.

3) Amoghavajra / Pu Khung (705-884); beliau berasal dari India utara dan menjadi siswa Vajrabodhi, pada waktu muda telah mahir tentang Tantrayana kemudian belajar lagi dengan Samantabhadra mengenai Vajra-sekharayoga dan Maha Vairocana Garbhakosa. Dia tiba di Chang An pada tahun 746 M.

(11)

Doktrinnya dikenal sebagai Vijnanavada dan pengikutnya disebut Vijnanavadin. Pandangan yogacara juga berasal dari Madhyamika, yaitu vijnana (kesadaran) adalah nyata, sedangkan obyek kesadaran adalah tidak nyata, filsafat Madhyamika bahwa baik subyek maupun obyek kedua-duanya di dalam kesadaran adalah tidak nyata (realitas adalah sunyata bagi Madhyamika). Menurut yogacara kejadian dari ilusi menunjukan bahwa kesadaran dapat mempunyai isi tanpa adanya suatu hubungan obyek yang diluar pada kesadaran itu. Ini menunjukkan “Murti” sifata dasar yang dimiliki sendiri mengenai kesadaran, oelh akrena itu apa yang dinamakan obyek atau isi hasil dari kesadaran adalah hasil dari suatu perubahan kesadaran bagian dalam, salah satu karya Asanga adalah yogacara –bhumi Sastra.

Perluasan dari ide yogacara dalam agama Buddha permulaan termasuk dihayati oleh aliran Sautrantika yamng mengajarkan Panca Skandha yaitu vijnana sendiri adalah telah ada dari tumimbal lahir. Yogacara mengembangkan doktrin mengenai alaya-vijnana atau gudang kesadaran hal di maksudkan kesadaran murni.

Vijnanvada

(12)

Kebenaran yang kedua adalah kebenrana yang dikaji, konsepsi sebagaimana yang telah dikaji berhubungan dengan sebab, itu di luar dari asalnya, dan kondisi mengenai pelapukannya. Kebenaran yang ketiga yang merupakan yang tertinggi dinamakan panirispanna yaitu tanpa awal atau asal pelapukannya, tidak berubah, dan ketiadaan dari mengenai subyek dan obyek. Nirmana-kaya adalah kebenaran konvensioanl . sambogha-kaya adalah kebenaran yang kedua (paratantra), dan Dharma-kaya adalah kebenaran yang tertinggi tau ketiga (parinispanna).

Yogacara pada perkembangan berikutnya dikenal dengan Vajrayana atau tantra. Dengan penggabungan mengenai ritual,ibadah, dan yoga dalam konteksnya mengenai ide absolut, aspek gandanya yaitu kedua-duanya agama, metafisik, dan tujuannya. Mengenai perubahan personalitas manusia dengan cara institusi mistik dengan yang absolut.[4]

Pada abad ke VIII, seorang bhiksu cendekiawan jepang yang bernama Kobo Daishi (Khung Hai Ta She) menggaris bawahi kedudukan tantra Buddhist sebagai berikut :

Pertama, orang-orang awam yang hidupnya hanay menuruti hawa-nafsunya.

Kedua, tingkatan manusia yang berusaha untuk hidup bermoral dan mengerti akan tatakrama kehidupan. Ini diwakili oleh kaum konfusianisme (kong hu cu)

Ketiga, tingkatan manusia kedewaan yang berusaha untuk mengumpulkan kesaktian-kesaktian. Ini diwakili oleh kaum Taois dari Tao Chiau dan sementara kaum Brahmin.

(13)

berusaha untuk mensucikan diri. Ini diwakili oleh Abhidharma-kosa

Kelima, tingkatan kaum Prataya Buddhayana yang hanya menikmati hasil-hasil kesucian tetapi tidak menghiraukan makhluk lain.

Keenam, golongan yang menganggap bahwa Ekayana adalah hal yang nyata. Ini diwakili oleh kaum Tri sastra

Ketujuh, golongan yang mewakili kaum Dharmalaksana.

Aliran Vinaya

Sekte Vinaya ini didirikan di Tiongkok pada waktu dinasti T’ang abad ke-6 oleh bhiksu Tao Hsuan. Sesuia dengan namanya, sekte ini sangat menitikberatkan pada kitab-kitab Vinaya. Sejak agama buddha masuk ke Tiongkok pada abad ke 1 M sampai dengan abad ke-4 M, belum semua kitab Vinaya ada secara lengkap sebagai pedoman bagi para bhiksu di Tiongkok. Bhiksu Fa Hsien pergi ke India melalui jalan darat dengan berjalan kaki dan kembali ke Tiongkok melalui Srilanka dengan kapal laut (399-414 M) untuk mengambil kitab-kitab viyana.

Kitab- kitab suci Vinaya dalam bahasa sansekerta dijadikan sebagai pedoman mereka :

1. Brahmajala Sutra (Fan Wang Ching) terjemahan Kumarajiva tahun 406 M sebagai kitab pedoman utama.

2. Catuh Vinaya (empat disiplin) yaitu :

- Mahasanghika Vinaya (Ta Seng Che Lu ) terjemahan Buddhabandra (405 M ) dalam bahasa mandarin sebanyak 40 jilid (Chuan)

(14)

- Dharmagupta Vinaya (She Fen Lu ) terjemahan Buddhayasa (405 M) dalam bahasa mandarin sebanyak 60 jilid,

- Mahisaka Vinaya (U Pu Lu ) terjemahan Buddhajiva (423 M ) dalam bahasa Mandarin sebanyak 30 jilid.

Pratimoksa dalam aliran Mahayana adalah berdasrakan Dharmagupta Vinaya (She Fen Lu) berisikan 250 pasal, dan disebut juga Vinaya empat bagian (She Fen Lu), sedangkan peraturan Bodhisattva Sila berdasarkan Brahmajala Sutra berisikan 58 pasal. Sekte Vinaya ini juga berkembang sampai ke Jepang dan korea. Tahun 754, bhiksu Ch’ien Chen datang ke Nara – jepang mengajarkan Vinaya kepada para bhiksu jepang. Sekte Vinaya ini adalah aliran Mahayan yang didirikan di Tiongkok.

(15)

Ali, Mukti H.A. Agama-Agama Di Dunia, Yogyakarta : IAIN Sunan Kalijaga Press, 1998. Desa Kausalya karma sutra (Dharma Pitaka), Bogor-Jawa Barat 2008

Kebahagiaan Dalam Dhamma, Jakarta: Majelis Buddha Mahayana Indonesia.

Conze,Prof. Buddhist Thought in India: T.R.V.Murti, 1995

[1][1] Mukti ali, agama-agama dunia, bogor ;IAIN sunan kalijaga press, cetakan ke-2 h.138

[2] [2][2] Mukti ali, agama-agama dunia,bogor ;IAIN sunan kalijaga press , cetakan ke-2 h.139

[3] Budha Dharma Mahayana,jakarta; majelis agama buddha mahayana indonesia.cetakan ke-1, h.257-258

(16)
(17)

KATA PENGANTAR

Puji serta rasa syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat, hidayah dan inayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada rasul panutan kita yakni Nabi Muhammad SAW, juga kepada keluarganya, para sahabatnya dan semua pengikutnya yang setia hingga akhir zaman.

Dengan selesainya makalah ini, mahasiswa dan para pembaca diharapkan mampu memahami dan mengamalkan isi dari pada makalah ini dengan sebaik-baiknya. Kami menyadari bahwa penulisan makalah ini jauh dari kesempurnaan, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari mahasiswa dan para pembaca.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini, semoga amal kebaikannya dilipat gandakan oleh Allah SWT dan menjadi amal saleh yang akan menjadi saksi di hari kiamat nanti. Amiin

Penulis

A. Latar Belakang

(18)

India bagian selatan. Kedatangan bangsa Arya inilah yang menimbulkan adanya system kasta di dalam struktur masyarakat India .

B. Tujuan

Pembuatan makalah yang bertema “Sejarah Perkembangan Agama buddha Dunia 1. Masyarakat dapat memahami sejarah Agama Buddha Di Dunia

2. Agar mahasiswa dapat mengenal sejarah perkembangan Agama Buddha di dunia 3. Menambah wawasan para pembaca.

C. Rumusan Masalah

1. Sejarah Peradaban India 2. Agama Buddha di Cina

PEMBAHASAN

1. Sejarah Peradaban India

(19)

Pahamnya disebut agama Budha. Menurut agama Budha kesempurnaan (Nirwana) dapat dicapai setiap orang tanpa harus melalui bantuan pendeta/ kaum Brahmana. Setiap orang mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk mencapai kesempurnaan tersebut asalkan ia mampu mengendalikan dirinya sehingga terbebas dari samsara. Berdasarkan pandang tokoh-tokoh agama Buddha, sejarah agama Buddha tidak dimulai pada abad ke-6 dengan kelahiran Sidharta Gautama, tapi sudah jauh sebelumnya, yaitu dengan sejarah-sejarah kehidupan dia sebagai Buddhisattwa atau “Buddha yang akan datang” beserta ajaran Buddha yang menyangkut kelahiran kembali (samsara).

Dalam alur sejarah agama agama di india zaman agama budha dimulai sejak tahun 500 SM Hingga tahun 300 M, secara Historis agama tersebut memepunyai kaitan erat dengan agama hindu yang dating sebelunnya, sebagai agama ajaran budha tidak bertitik tolak dari tuhan dan hubungannya dengan alam semesta dan seluruh isinya termasuk manusia tetapi dari keadaan yang dihadapi manusia dalam kehidupan sehari hari, khususnya tentang tata susila yang harus di jalankan manusia agar terbebas dari lingkaran kesesatan yang selalu menngiringi kehidupannya,

Telah lama kita dengar dalam cerita dan kisah yang berkembang di masyarakat kalangan umat budha bahwa jauh sebelum zaman prasejarah pernah hidup seorang mahluk yang bernama sumedha, ia pernah mengalami berjuta juta kali reinkarnasi selama ia dalam tubuh seorang manusia yang mempunyai derajat ke-budha-an yang bernama sidharta, tidak semua mahluk bias menjelma dalam tubuh yang mempunyai derajat ke-budha-an sebab derajat ini hanya bias dicapai oleh seorang yang benar benar telah mempersembahkan pengorbanan yang besar terhadap sesama umat manusia,

Cerita mengenai riwayat hidup budha sendiri diliputi olej mito;ogi yang ajaib sehingga menimbulkan penilaian yang berbeda beda terhadap kebenaran cerita cerita tersebut, E.Senart (1875) berpendapat bahwa cerita tentang riwayat itu hanyalah mite yang telah berkembang pada zaman sebelum Gautama lahir, dan mite ini merupakan menggambarkan pemujaan terhadap matahari,

H. Oldemberg berpendapat bahwa Gautama memang benar benar lahir tetapi cerita mengenai dirinya disesuaikan dengan keadaan waktu, sedangkan H.Kern mengatakan dengan menyatukan kedua pendapat diatas dan berpendapat bahwa budha Gautama memang benar benar lahir tetapi cerita kehidupannya memang diliputi oleh suatu mite tentang matahari yang menerangi bumi.

(20)

Menurut Riwayat .sidharta dilahirkan pada tahun 560 SM, didaerah kapilawastu di kaki pegunungan Himalaya, India Utara kira kira seratus mil dari benares, dalam buku ‘Agama agama Manusia” menyebutkan bahwa ayah dari sidharta adalah seorang bangsawan yang kaya raya, sedang dalam buku lain disebutkan bahwa ayahnya adalah seorang raja yang kaya raya bernama sudhodana dan ibunya bernama maya, tempat lahirnya ditemukan dilumbini pada tahun 1895 . Pada suuatu hari maya yang sedang hamil tua pergi dari kapaliwastu ke devadha hendak menego saudaranya di tengah tengah perjalanan hatinya tertarik untuk melihat hutan kecil yang penuh dengan bunga dan burung bersiulan, ketika di dalam hutan tersebut itulah maya melahirkan sidharta dengan wajah yang bersina bagai matahari, di ceritakan bahwa ketika sidharta lahir seketika itu pula orang yang tuli bias mendengar, yang lumpuh dapat berjalan, yang buta dapat melihat dan yang sakit dapat menjadi sembuh, sesudah melahirkan sidharta 7 hari kemudian maya meninggalkan dunia yang fana ini.

Bayi yang lahir tersbut menurut ramalan seorang pendeta (bernama asita), bahwa bayi tersebut bbetul betul sebagai utusan dewa yang kelak akan menjadi pemimpin dan petunjuk bagi semua mahluk dan menolong segenap rohani manusia dari samsara .

Ayahnya yang merawat dan menjaganya, menginginkan agara sidharta menjadi seorang raja besar sebagai penerusnya, sejak lahir sidharta di pelihara baik baik diasuh dengan segala kebesaran dan kenikmatan serta kemewahan, beliau tidak dapat meninggalkan istana dengan sekehendak hati, jika beliau hendak pergi bertamasya harus diiringi oelh pegawai istana.

Setelah dewasa kemudian sidharta mempunyai istri yang bernama gopa dan mempunyai anak laki laki yang bernama rahula,

pada suatu hari sidharta berjalan jalan di kota kemudian melihat orang yang tua bertongkat dan hampir menyentuh dadanya badannya telah bongkok, kepalanya berat dan tidak berdaya lagi membawanya, sidharta kemudian merasa kasihan dan sedih melihatnya,

suatu kisah lain menceritakan bahwa sidharta telah melihat seorang yang meringkuk karena sakit sambil mengerang dan mengaduh tanda beratnya penderitaan yang hidup yang dilalui orang tersebut,keluarga disekelilingnya tidak berdaya menghilangkan rasa sakitnya malah dia tidak dapat menegtahui apa penyakit yang diderita oleh saudaranya tersebut.

(21)

Sejak mulai berfikir zuhud itu lah sidharta mulai sering keluar dari istana dan bertapa dan menjadi budha yang artinya “yang disinari”, dari hasil bertapanya ini sidharta mendapatkan ilham berupa 4 ajaran pokok dan 8 jalan kebenaran .

D. Ajaran sidharta Gautama

Setelah sidharta melakukan pertapaan selama beberapa tahun kemudian dia mendapatkan ilham berupa 8 jalan jalan kebenaran dan 4 poin khutbah yang kemudian dia sebarkan kepada semua orang orang, keempat poin tersebut adalah : 1. Lahir menjadi tua, dan meninggal dunia itu menderita, begitu pula itu halnya dengan bersedih hati itu juga menderita, segala hal yang berhubungan dengan ketidak enakkan adalah suatu pernderitaan,

2. Apakah yang menyebabkan penderitaan itu?

Penderitaan itu disebabkan oleh hati yang tidak ikhlas dan hawa nafsu, 3. Dapatkah penderitaan itu dihilangkan?

Penderitaan akan lenyap bila hawa nafsu yang berlebihan dapat dihilangkan 4. Bagaimanakah cara melenyapkan penderitaan itu?

Cara untuk melenyapkan penderitaan itu hanya dengan menjalani delapan jalan kebenaran yang diberikan oleh budha, yaitu :

a. Percaya yang benar

Menurut Karen amstrong dalam bukunya yang berjudul “Budha” kedelapan unsur jalan kebenaran tersebut telah ada dalam 3 aspek yaitu:

1. Moral atau pengendalian diri, yaitu berkata, bertindak, dan hidup yang benar, pada pokoknya ketiga komponen ini merupakan bagian dari ekspresi diri.

2. Meditasi, yaitu ajaran yoga yang disempurnakan Gautama, termasuk didalamnya konsentrasi , perhatian dan usaha yang benar.

(22)

Sejarah perkembangan agama Buddha tidak lepas dari bantuan raja-raja yang mendukung agama Buddha, di antaranya adalah :

a. Ajatasatu

Raja dari kerajaan Magadha yang memberi sokongan dana pada saat diadakannya sangha samaya pertama di goa Satapani, Rajagaha. Dalam sangha samaya ini untuk pertama kalinya ajaran Buddha diulang dan dikumpulkan setelah parinibbananya Buddha Gotama.

b. Ashoka wardhana

Asoka pada awalnya beragama Hindu dan memiliki perangai yang menakutkan dan kejam. Jika ada kerajaan lain yang tidak mau tunduk kepada Asoka maka kerajaan tersebut akan diserang dan dijadikan daerah jajahan. Namun setelah mengenal ajaran Buddha Asoka mulai berubah perangainya. Asoka ikut menyebarkan agama Buddha ke luar India dengan mengirimkan banyak Dharmaduta-dharmaduta ke tempat yang berlainan serta mendirikan banyak prasasti yang berisi tentang ajaran-ajaran agama Buddha. Asoka juga mengirimkan putra-putrinya yaitu bhikkhu Mahinda dan bhikkhuni Sanghamitta ke Ceylon untuk menyebarkan agama Buddha di sana. Sanghayana ke-3 diadakan di pataliputta waktu pemerintahan Asoka, dikarenakan adanya perselisihan diantara sekte terhadap pemahaman akan kitab suci tipitaka .

Dari Konsili I sampai IV secara garis besar terpecahlah aliran Buddha menjadi empat aliran besar, yaitu .

Sthavirada menjadi aliran yang sekarang bernama Theravada Buddhis, sedangkan Mahasangika dan Sarvastivada kelak menjadi aliran Mahayana Buddhis. Sammitya yang merupakan pecahan Sthavirada sudah punah.

Theravada Buddhis berkembang di India semasa Raja Asoka dan dibawa oleh Putra Raja Asoka yang bernama Mahinda ke Srilanka dan kelak dari Sri Lanka menyebarlah Buddha Theravada ke Asia Tenggara pada abad ke-11.

(23)

Yogacara-vijnanavada dengan karya terkenalnya Yogacarabhumi-sastra. Dari India menyebarlah agama Buddha Mahayana ke timur, yaitu Cina, Korea, Jepang, dan ke Utara Tibet dan Nepal yang kelak menjadi Tantrayana Buddhis. Menjelang pertemuan terakhir atas anjuran raja asoka maka dikirimlah utusan utusan ke berbagai Negara untuk menyebarkan dharma, antara lain : Syiria, Mesir, Yunani, dan Asia Tenggara

a. Mahayana di India

Sekitar awal era Kristen, terjadi suatu gejala baru pada agama Budha, yakni bermunculan Mahayana yang secara harfiyah berarti kendaraan “kendaraan besar” . Mahayana timbul karena lemahnya semangat lama yang menghasilkan makin sedikit Arahat, serta tekanan-tekanan dalam doktrin selagi mereka berkembang dan juga karena tuntutan pengikut awam mengenai hak-hak sederajat dengan para biksu. Pengaruh asing juga banyak mempengaruhinya. Mahayana berkembang di Barat Laut India dan India selatan, daerah dimana agama Budha paling banyak terkena pengaruh-pengaruh non India, seperti pengaruh seni Yunani dalam bentuk Hellenistik dan Romawi, maupu pengaruh pandangan dari Mediterania dan Iran, penyilangan ini secara kebetulan menyebabkan agama Budha Mahayana cocok dibawa ke luar India. Agar dapat disebarkan keluar India. Agama Budha pertama-tama harus di modifikasi dengan pengaruh-pengaruh agama asing, sebelum agama Budha diterima oleh agama asing, contoh seperti agama Budha yang berkembang di daerah Cina maka dia harus menyesuaikan adat budaya Cina, serta menjalani tahap proses de-Indianisasi. Harus menerima pengaruh dari mereka dahulu. Bahkan secara garis besarnya, hanya gama Budha Mahayana inikah yang mampu hidup diluar India .Penyebaran aliran Mahayana antara abad pertama - abad ke-10 Masehi Dari saat itu dan dalam kurun waktu beberapa abad, Mahayana berkembang danmenyebar ke arah timur. Dari India ke Asia Tenggara, lalu juga ke utara ke AsiaTengah, Tiongkok, Korea, dan akhirnya Jepang pada tahun 538.

b. Hinayana di India

(24)

perumpamaan dan lain-lain. Yang diambil cerita rakyat dari bangsa India itu sendiri yang banyak tersimpan. Maka cerita-cerita ini disusun menjadi cerita Bodhisttwa . Kata Hinayana bukanlah berasal dari bahasa Tibet, bukan berasal dari bahasa China, Inggris ataupun Bantu, tetapi berasal dari bahasa Pali dan Sanskerta. Oleh karena itu, satu-satunya pendekatan yang masuk akal untuk menemukan arti dari kata tersebut, adalah mempelajari bagaimana kata hiinayaana digunakan dalam teks Pali dan Sanskerta. Hinayana terdiri dari Hina (kecil) dan Yana sering disebut sebagai kendaraan kecil karena bertujuan menjadi arahat maupun paccekabuddha yang dianggap lebih rendah (inferior). Istilah Hinayana sendiri sebenarnya merupakan istilah yang diberikan oleh kaum Mahayana. pengikut aliran Hinayana tersebar mulai dari Srilanka, Burma ,Thailand, Vietnam, Kamboja, dan Laos. Tradisi yang berkembang selama berabad-abad telah mengubah praktek sempit aliran Hinayana yang pada awalnya hanya di tujukan untuk bikhu. Hinayana menjadi aliran yang besar dengan di kenal ditenggah masyarakat. Para bikhuni terus menekuni ajaran guna mencapai tingkat arhat. namun metode baru berkembang untuk perumah tangga (umat awam) dalam mempraktikkan ajaran Agama Budha,meskipun mereka tinggal bersama keluarga, memiliki harta dan mengejar karir. Aliran hinayana mengajarkan kepada pengikutnya untuk hidup sesuai ajaran, puas dengan apa yang diperoleh, dan hidup bahagia.

2. Agama Buddha di Cina Dengan mengetahui gambaran menyeluruh tentang sejarah negeri China, maka sejarah perkembangan agama Buddha di China akan dipahami dengan lebih baik. Sejak jaman perunggu di China, kerajaan-kerajaan timbul dan tenggelam, pemerintahan juga berubah-ubah dari pangeran hingga pegawai pemerintah.

(25)

Penduduk China terdiri dari suku-suku bangsa dengan bahasa yang berlainan. Suku yang utama adalah Bangsa Han, yang mengembangkan dasar-dasar kebudayaan dan politik sejak dinasti Han (202-220 SM). Para ahli bahasa menggolongkan bahasa China dalam keluarga Sino-Tibet. Dialek-dialek yang merupakan bagian dari bahasa China beberapa diantaranya adalah dialek Wu atau Soochow, didapati di sekitar sungai Yangtze dan Shanghai, dialek Min diwakili oleh Amoy (Fukien selatan) dan Swatow (Kwantung dan pulau Hainan), dialek Hakka Yueh (Kanton), serta suku-suku minoritas di selatan dan barat yang berdarah campuran Turki dan Mongol. Karena pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat, kesulitan bahasa telah melahirkan bahasa Mandarin sebagai bahasa nasional pada abad ke 20 ini.

Sejarah China memberikan gambaran bahwa agama tidak memegang peranan penting. Filsafat etika (moral) dari Kong Hu Chu atau Confusius (551-479 SM) yang mengajarkan ”jen” sebagai azas kesatuan telah dilengkapi dengan konsep "yi" atau kebenaran oleh Mencius (sekitar 372-289 SM). Pandangan filsafat tersebut kemudian disempurnakan oleh Hsun Tzu (306-212 SM).

Selain pandangan pembaharuan yang berdasarkan tata laku dalam kehidupan masyarakat yang berasal dari Kong Hu Chu, terdapat juga pandangan lain yang berdasarkan kehidupan rohani (bertapa) dari Lao Tzu (sekitar 575-485 SM) dan Chuang Tzu (sekitar 369-286 SM) yang disebut "Teo Te Ching". Dalam sejarah China, kedua pandangan tersebut silih berganti berkembang sesuai dengan keadaan kehidupan masyarakat. Bila keadaan tenang dan makmur, maka pandangan Kong Hu Chu yang berkembang. Dan sebaliknya bila keadaan sulit, maka ajaran Tao yang populer.

Keruntuhan dinasti Han pada awal abad ke-3 Masehi telah membuat kerajaan China mengalami kemunduran dalam beberapa abad. Ajaran Kong Hu Chu pun memudar dan pada masa ini agama Buddha mulai diperhatikan masyarakat China, ajaran Tao juga mengalami kebangkitan kembali.

Sejarah filsafat China dapat dibagi menjadi lima periode, yaitu : 1. Periode kuno awal (sampai sekitar 200 SM)

2. Periode kuno kemudian (sekitar 200 SM - 400 M) 3. Periode pertengahan (sekitar 400–1000 M)

(26)

Ensyclopedia Americana cetakan tahun 1978 menyebutkan nama-nama dinasti dan negara (kerajaan) di China dari zaman purba sebagai berikut :

Kerajaan T'ang (legenda) 3.000 tahun SM

Kerajaan Yu (legenda) 3.000 tahun SM

Dinasti Hsia

1994-1523 SM (perkiraan) Dinasti Shang (Yin)

1523-1028 SM (perkiraan) Dinasti Chou

Chou barat Chou timur

1027-256 SM (perkiraan) 1027-770 SM (perkiraan) 770-256 SM

Dinasti Chin 256-206 SM Dinasti Han Han barat (awal) Hsin

Han timur (kemudian) 202 SM – 220 M 202 SM – 9 9-23

25-220

Tiga kerajaan Shu

(27)

220-265 221-264 220-265 222-280

Dinasti Chin (Tsin) Chin barat

Chin timur 265-420 265-317 317-420

Dinasti-dinasti selatan Liu Sung

Ch'i Liang Ch'en 420-589 420-479 479-502 502-557 557-589

(28)

550-557 557-581 Dinasti Sui 581-618 Dinasti T'ang 618-906

5 (lima) dinasti Liang (kemudian) Yang (kemudian) Chin (kemudian) Han (kemudian) Chou (kemudian) 907-960

907-923 923-936 936-947 947-950 951-960

10 (sepuluh) kerajaan Wu

T'ang (selatan) Ping (selatan) Ch'u

Shu (awal) Shu (kemudian) Wu-yueh

Min

(29)

902-937 937-975 907-963 927-951 907-925 934-965 907-978 909-944 907-971 951-979 Dinasti Sung Liao

Sung (utara) His-hsia Chin (Kin) Sung (selatan) 960-1279 947-1125 960-1126 990-1227 1115-1234 1127-1279

Dinasti Yuan (MONGOL) 1271-1368

Dinasti Ming 1368-1644

Dinasti Ch'ing (MANCHU) 1644-1911

Republik

(30)

Agama Buddha berkembang ke China sekitar abad kedua sebelum masehi melalui Asia Tengah dan mulai berpengaruh pada masa pemerintahan Kaisar Ming (58-75 M). Sejak dinasti Han (202-220 M), agama Buddha mulai mendapat perhatian. Kira-kira pada masa itulah Mo Tzu menyusun bukunya Li-huo-lun (Menangkis Kekeliruan) sebagai apologia bagi agama Buddha.

Pada tahun 147 M seorang bhikṣu dari Asia Tengah bernama Lokaraksha telah menetap di Loyang, ibukota dinasti Han masa itu. Pada abad ke-2, ke-3, dan ke-4 banyak bhikkhu dari India pergi ke China dan menyalin berbagai Sūtra dan sastra dalam bahasa China.

Pada tahun 399 M seorang bhikṣu China bermana Fa Hien, bersama rombongannya yang terdiri atas 10 orang, melakukan perjalanan ke India melalui jalan darat untuk mempelajari agama Buddha. Pada tahun 413 M, beliau pulang melalui jalan laut dan singgah di Sriwijaya (Sumatera) dan Jawa. Beliau menyalin berbagai sūtra. Catatan beliau mengenai negara-negara Buddhis (Record of Buddhist countries) terkenal sampai kini.

Dalam masa dua setengah abad, setelah Bhikṣu Fa-Hien, banyak lagi peziarah yang terdiri dari bhikṣu-bhikṣu China, berangkat ke India. Tetapi catatan perjalanan mereka lenyap, kecuali petikan-petikan singkat yang terdapat pada berbagai naskah kuno. Menjelang awal abad ke-7 M, seorang bhikṣu Cina bernama Huan Tsang melakukan perjalanan lagi ke India dan catatan perjalanan beliau pada berbagai wilayah barat itu (Record of Western Regions) merupakan salah satu sumber sejarah sampai kini. Beliau merasa tidak puas menyaksikan agama Buddha

yang dicintainya telah kehilangan pengaruh di anak benua India.

Buddhisme atau atau dalam bahasa cina fójiào pertama kali dibawa ke Cina dari India oleh para misionaris dan pedagang di sepanjang Jalan Sutra yang menghubungkan Cina dengan Eropa pada akhir Dinasti Han (202 SM - 220 M) . Pada saat itu, Buddhisme India sudah lebih dari 500 tahun, tetapi iman tidak mulai berkembang di China sampai penurunan dari Dinasti Han dan mengakhiri keyakinan ketat Konfusianisme.

(31)

kesatuan, sedangkan Lao Tzu mengajarkan tentang “Tao Te Ching”. Agama Buddha mulai berkembang di Cina sekitar abd ke-2 S.M melalui Asia Tengah serta mulai berpengaruh pada masa pemerintahan kaisar Ming (58-75 M) .

Dalam filsafat Buddha . Ada orang-orang yang mengikuti Buddhisme Theravada tradisional, yang melibatkan meditasi yang ketat dan membaca lebih dekat dari ajaran asli Sang Buddha. Buddhisme Theravada menonjol di Sri Lanka dan sebagian besar Asia Tenggara. Ini dalah keberhasilan yang luar biasa dalam agama Buddha yang telah mengusik para pejabat tinggi China dalam banyak hal, karena kelihatanya tidak acuh dengan keberlangsungan keluarga, menunjukan sedikit kesetiaan kepada negara dan sepertinya mengorbankan kepercayaan takhayul yang tanpa dasar. Rahib Buddha. Dengan dasar pengasingan diri, menolak untuk membuat tanda-tanda penghormatan lahiriyah yang terkenal yang secara umum pada putra langit dan pengiringnya .

Agama Buddha yang memegang di Cina adalah Mahayana Buddhisme, yang mencakup berbagai bentuk seperti Buddhisme Zen, Pure Tanah Buddhisme dan Buddhisme Tibet - juga dikenal sebagai Lamaism.

Mahayana Buddhis percaya di banding yang lebih luas dengan ajaran Buddha dibandingkan dengan pertanyaan filosofis yang lebih abstrak diajukan dalam Buddhisme Theravada. Buddha Mahayana juga menerima Buddha kontemporer seperti Amitabha, Buddha Theravada yang tidak.

Buddhisme mampu untuk secara langsung menjawab konsep penderitaan manusia - yang memiliki daya tarik yang luas untuk orang Cina yang berurusan dengan kekacauan dan perpecahan negara berperang bersaing untuk kontrol setelah jatuhnya Han. Banyak etnis minoritas di China juga mengadopsi ajaran Buddha. Persaingan dengan Taoisme transformasi utama, di mana jiwa hidup setelah kematian dan perjalanan ke dunia yang abadi. Karena dua keyakinan sangat kompetitif, banyak guru dari kedua sisi dipinjam dari yang lain. Hari ini banyak orang Cina percaya pada unsur-unsur dari kedua sekolah pemikiran.

(32)

sungguh-sungguh tertarik pada cita-cita Bodhisattwa yang membuka kemungkinan tertinggi bahkan untuk lapisan masyarakat rendah, pantheon Buddhis, dengan makhluk leluhur yang penuh kasih sayang seperti Kuan Yin dan lain-lain . Dapat membangkitkan dorongan dan penghiburan dan berkat dukungan Buddha dan Sangha, bahkan mereka mengharapkan kehidupan lebih baik untu berikutnya. Popularitas Buddhisme, menyebabkan konversi cepat untuk Buddhisme kemudian oleh penguasa Cina. Sui dan Dinasti Tang berikutnya semua diadopsi Buddha sebagai agama mereka. Agama ini juga digunakan oleh penguasa asing dari Cina, seperti Dinasti Yuan dan Manchu, untuk menghubungkan dengan Cina dan membenarkan kekuasaan mereka. Para Machus diupayakan untuk menarik paralel antara agama Buddha. agama asing, dan pemerintahan mereka sendiri sebagai pemimpin asing. Kontemporer Buddhisme: Meskipun pergeseran China untuk ateisme setelah Komunis menguasai Cina pada tahun 1949, Buddha terus tumbuh di Cina, terutama setelah reformasi ekonomi pada tahun 1980an. Saat ini ada diperkirakan pengikut agama Buddha di Cina dan lebih dari 20.000 kuil Buddha. Ini adalah agama terbesar di Cina. Aliran-aliran agama Buddha yang berkembang di Cina secara garis besar ada dua paham, yaitu : 1. aliran paham Atta, 2. aliran paham Anatta.

1. Aliran Theravada di Cina

Aliran Theravada pada mulanya terbagi atas tiga aliran, antara lain : Cheng-shih (Sautrantika), Chu-she (Vaibhashika), Lu. Ketiga aliran ini tidak berumur lama karena kalah dari aliran-aliran baru dari mazhab Mahayana .

2. Aliran Mahayana di Cina

Ada beberapa aliran dalam mazhab Mahayana, antara lain : San-lun, We-shih, Tien-tai, Hua-yen, Chan, Ching-tu,Chen-yen. Diantara ketujuh aliran tersebut hanya empat yang paling berpengaruh, yaitu : Tien-tai, Hua-yen, Chan, Ching-tu.

Tokoh-tokoh agama Buddha di Cina.

1. Kumarajiva (Ci-mo-lo-shi)

Kumarajiva berasal dari kashmir. Tinggal di Cina mulai awal abad ke-5 M dan memimpin lembaga yang bertugas menterjemah kitab suci agama Buddha ke dalam bahasa Cina. Terjemahannya meliputi 300 jilid buku. Kumarajiva meninggal pada tahun 413 M.

(33)

Paramatha berasal dari Ujjain dan dikirim ke Cina oleh raja Magadha, tahun 548 M tiba di Nanking. Paramatha meniggal dalam usia 71 tahun pada tahun 568 M. Meninggalkan karya terjemahan sebanyak 70 judul kitab agama Buddha.

Jalur utara banyakan dari mazhab Mahayana karena mazhab Hinayana (Theravada) kurang dapat di terima karena hidup dengan empat musim dengan tuntutan vinaya(aturan) yang ketat dan harus meninggalkan kehidupan duniawi berat karena masyarakat akan kehilangan banyak tenaga produktif. Meski demikian awal perkembangannya banyak menemui kesulitan, penyebabnya antara lain anjuran untuk menjadi Bhiksu bertentangan dengan anak laki2 harus bertanggung jawab dan berbakti pada oragn tua dan leluhur. tapi fleksibilitas mazhab Mahayana terhadap tradisi dan budaya tanpa menghilangkan inti ajaran Buddha membuat masyarakat Cina secara luas dapat menerimanya. Sementara itu aliran-aliran baru dari India terus masuk ke Cina. dan berpengaruh besar terhadap Ajaran Buddha Sakyamuni. Kedudukan sentral Buddha Sakyamuni tergantikan dengan Buddha-Buddha lain yang dibabarkan oleh Sakyamuni sebelumnya yaitu : Buddha-Buddha Amitabha dan Buddha Mahavairocana. Padahal keberadaan Buddha2 tersebut sebenarnya dibabarkan untuk mematahkan pandangan "hanya satu Buddha" Akibat kekeliruan ini, Agama Buddha di Cina bercampur-aduk dengan ajaran di luar Buddha sehingga menemui keruntuhannya. Dengan demikian Agama Buddha berangsur-angsur mengalami sinkretisme dengan filsafat tradisional Cina yaitu Konfucianisme dan Taoisme. Asoka termasuk salah satu raja yang aktif dalam mengembangkan agama Buddha dengan mengirimkan Dharmadutanya ke berbagai penjuru dunia. Dalam perkembangannya agama Buddha menjumpai tidak sedikit halangan termasuk dari berbagai agama bahkan dari aliran-aliran agama Buddha sendiri demi untuk kepentingan mereka pribadi.

(34)

Buddha mulai menggema kembali di dunia, terutama di barat dimana orang-orang barat ingin mencari hal-hal yang bersifat spiritual yang di dunia barat sendiri sulit untuk mendapatkannya. Sehingga mereka mencarinya ke daerah timur (asia) yang sejak dulu terkenal dengan pusat-pusat spiritualnya dan tokoh-tokoh agamanya. Dalam perkembangan agama buddha didunia sekarang ini sangat prsat sekali dibanding zaman yang dulu terutama dibelahan bumi bagian barat (Amerika dan eropa). Orang-orang dibarat saat ini lebih menyukai spritual dan filsafat orang-orang timur, dimana terjadi kebalikanya oarang timur lebih menyukai hal-hal yeng bersifat modern dan kapitalis yang dimiliki orang barat

DAFTAR PUSTAKA

 Conze,Edward,Sejarah Singkat Agama Buddha,Karaniya, Jakarta, 2010.cet. I

 Memahami buddhayana, Bandung. 1995. cet. 50

 Arifin, Menguak Misteri Ajaran Agama-agama Besar, PT. Citra Mandala Pratama, Jakarta. 2004. cet :11

 Tanggok, M. Ikhsan, Agama Buddha. Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009, cet. 1

 Wahyono Mulyadi. 1995. Sejarah perkembangan Agama Buddha. Jakarta: Dirijen Bimas Hindu Buddha

 Abdul manaf, Mujahid, Sejarah Agama Agama, Jakarta : PT.raja Grafindo Persada, 1996

(35)

Agama Buddha berkembang ke China sekitar abad kedua sebelum masehi melalui Asia Tengah dan mulai berpengaruh pada masa pemerintahan Kaisar Ming (58-75 M). Sejak dinasti Han (202-220 M), agama Buddha mulai mendapat perhatian. Kira-kira pada masa itulah Mo Tzu menyusun bukunya Li-huo-lun (Menangkis Kekeliruan) sebagai apologia bagi agama Buddha.

Pada tahun 147 M seorang bhikṣu dari Asia Tengah bernama Lokaraksha telah menetap di Loyang, ibukota dinasti Han masa itu. Pada abad ke-2, ke-3, dan ke-4 banyak bhikkhu dari India pergi ke China dan menyalin berbagai Sūtra dan sastra dalam bahasa China.

Pada tahun 399 M seorang bhikṣu China bermana Fa Hien, bersama rombongannya yang terdiri atas 10 orang, melakukan perjalanan ke India melalui jalan darat untuk mempelajari agamaBuddha. Pada tahun 413 M, beliau pulang melalui jalan laut dan singgah di Sriwijaya (Sumatera) dan Jawa. Beliau menyalin berbagai sūtra. Catatan beliau mengenai negara-negara Buddhis(Record of Buddhist countries) terkenal sampai kini.

(36)

bernama Huan Tsang melakukan perjalanan lagi ke India dan catatan perjalanan beliau pada berbagai wilayah barat itu (Record of Western Regions) merupakan salah satu sumber sejarah sampai kini. Beliau merasa tidak puas menyaksikan agama Buddha yang dicintainya telah kehilangan pengaruh di anak benua India.

ALIRAN AGAMA BUDDHA AWAL DI CHINA

Aliran-aliran agama Buddha yang berkembang di China secara garis besar terbagi dalam dua pandangan, yaitu (1) aliran-aliran dari pandangan Atta dan (2) aliran-aliran dari pandanganAnatta.

Aliran yang mula-mula berkembang di China adalah Theravāda, yang terbagi dalam tiga aliran, yaitu :

Cheng-shih (di India dinamakan aliran Sautantika), yang berpandangan bahwa Dhamma dan kehidupan itu hanya realitas maya. Aliran itu berkembang di China sampai abad ke-6, lalu mulai mundur, dan kemudian lenyap pada abad ke-8 setelah aliran San-lun (Mahāyāna) muncul.

Chu-she (di India dinamakan aliran Vaibashika), berpandangan bahwa Dhamma dan kehidupan itu mempunyai realitas. Aliran itu berkembang sampai abad ke-7 dan kemudian lenyap setelah aliran Mahāyāna muncul.

(37)

seorang bhikṣu terkemuka dari Gunung Selatan. Peraturan yang ketat itu termasuk 250 "larangan" bagi bhikṣu dan 348 "larangan" bagi bhikṣuni. Lambat laun aliran tersebut meresapi ajaran-ajaran aliran lain sehingga tidak lagi merupakan aliran tersendiri.

Ketiga aliran tersebut tidak bertahan lama karena masuknya aliran Mahāyāna yang lebih mudah berkembang di China, sehingga pada akhirnya pengaruh Theravāda lenyap dari bumi China.

Dalam aliran Mahāyāna di China, berkembang tujuh aliran besar, yaitu : aliran San-lun

aliran Wei-shih

aliran Tien-tai

aliran Hua-yen

aliran Chan

aliran Ching-tu

aliran Chen-yen

Di antara tujuh aliran itu, hanya empat paling berpengaruh dan merupakan inti dari agamaBuddha di China. Keempat aliran itu adalah Tien-tai, Hua-yen, Chan, dan Ching-tu.

(38)

Aliran Sun-lun

San-lun artinya Tiga Sūtra. Aliran ini berdasarkan pada tiga karya yang disalin Kumarajiva ke dalam bahasa China. Dua buah di antaranya adalah karya Bhikkhu Nagarjuna dan sebuah lagi merupakan karya muridnya, Deva.

Aliran ini di India dikenal sebagai aliran Madhyamika (Aliran Tengah). Aliran ini berpendirian bahwa seluruh alam luar itu hanya suatu realitas terbatas (qualified

reality) belaka, tidak merupakan realitas penuh. Seluruh fenomena dalam alam

luar itu sepanjang fragmatis memang suatu kenyataan, dalam pengertian realitas terbatas, bagi tujuan-tujuan praktis. Semuanya itu hanya riil dalam pengertian kenyataan semu belaka. Tidak terdapat satupun dari keseluruhannya itu memiliki Atta (full-Being). Pada akhirnya, semuanya akan kehilangan realitas.

Setiap orang terus menerus dipengaruhi oleh ilusi (khayal) dari tanggapan indrianya. Semuanya itu pada hakikatnya hanya kekosongan belaka. Kekosongan (sunyata) itu saja yang betul-betulṠunya Vāda (Doktrine of Emptiness).

Suatu kritik yang diajukan terhadap pemikiran Ṡunya Vāda adalah apabila pemikiran itu dilanjutkan maka setiap pemikiran (bahkan pemikiran Ṡunya Vāda itu sendiri yang mempertahankan serba-kosong itu) adalah tidak riil. Argumentasi di atas itupun, yang menantangṠunya Vāda, juga tidak riil. Pernyataan terakhir itupun tidak rill. Begitu seterusnya tanpa henti-hentinya.

(39)

itu dapat dialami dalam samādhi secara langsung dan pasti, yaitu suatu hal yang tidak dimiliki oleh alam luar, maka kekosongan itu pada hakikatnya berada di mana-mana mencakup segalanya. Jadi segala yang ada itu pada hakikatnya merupakan bagian dari kekosongan itu atau Nirvāṇa.

Di dalam ungkapan yang lebih mudah untuk dipahami akan dapat dijelaskan sebagai berikut : silahkan pejamkan mata anda dan tutup telinga anda maka segalanya akan berubah menjadi suatu yang kosong (void). Dengan membenamkan diri di dalam kekosongan itu (sewaktu menjalankansamādhi), seseorang mencapai Nirvāṇa. Di sana terasa ketentraman jiwa, teduh-tenang, suatu diam yang kekal.

Di dalam aliran Madhyamika ini dijumpai dua pengertian tentang kebenaran, yaitu kebenaran umum dan kebenaran tertinggi. Pernyataan bahwa Dhamma dan aku itu ada merupakan hal yang dipandang dari sudut kebenaran umum atau kebenaran alami, yang sifatnya relatif dan pragmatis. Pernyataan bahwa Dhamma dan aku itu senantiasa berubah dari saat ke saat dan itu bukan sesuatu yang tetap ada pada setiap saat merupakan hal yang dipandang dari sudut kebenaran tertinggi. Hanya Ṡunya (kekosongan, void) saja yang memiliki realitas yang tidak berubah-ubah.

Titik tolak aliran Madhyamika itu berpangkal pada Empat Dalil yang pada intinya menolak setiap pandangan tentang : (1) ada, (2) tidak ada, (3) serentak ada dan tidak ada, (4) serentak ada dan bukan tidak ada.

(40)

dalam penggunaan logika sehingga ketiga Sūtra yang menjadi dasar aliran Madhyamika itu mempunyai kekuatan yang mempesona. Demikian pendapat dari W. Theddore de Bary di dalam buku Sources of Chinese Tradition edisi 1964, menyatakan bahwa George Berkeley (1685-1753) dan David Hume (1711-1776), dua orang filsuf bangsa Inggris yang pendapatnya menggoncangkan alam pikiran di Barat pada abad ke-18, meminjam dalil-dalil Bhikkhu Nagarjuna itu.

Aliran Madhyamika di China (aliran San-lun) ini kemudian dikembangkan dan disempurnakan oleh Dhi-tsang (549-623 M), seorang bhikṣu yang memiliki ayah dari Parsi dan ibu dari China. Karya-karyanya merupakan penyempurnaan yang menyeluruh bagi aliran Mahāyāna. Akan tetapi aliran itu mulai kurang berpengaruh semenjak abad ke-9 Masehi.

Aliran Wei-shih

Wei-shih itu bermakna “Hanya Kesadaran”. Aliran ini di India dikenal dengan

nama vijñānavādayang dibangun oleh Asanga. Sebelum karya Asanga disalin ke dalam bahasa China, aliran ini dikenal dengan sebutan She-lun. Aliran ini belakangan dikenal sebagai aliran Fahsiang(Dharmakāya), dibangun oleh Huan-Tsang (596-664 M), seorang bhikṣu, penulis, dan cendekiawan. Beliau melakukan perjalanan ke India, setelah pulang kembali ke China, beliau dengan tekun menyalin karya-karya kaum vijñānavāda, terutama karya Bhikkhu Dhammapāla yang berjudul Vijñāpti-Matrata-Siddhi

(Sistematika dari Hanya Kesadaran, Cheng Wei Shih Lun). Semenjak itu aliran

(41)

Vijñānavāda ini merupakan sebuah aliran Cita-Murni (Pure Idealism). Perwujudan alam luar itu hanya ada di dalam ingatan seseorang. Alam luar itu tidak lain dari maya belaka. Bagi seseorang di dalam samādhi mungkin saja bisa memunculkan di depan mata ingatannya akan segala rupa dari alam luar itu, yang benar-benar mirip menurut kenyataannya sesuai tanggapan indria, namun orang tersebut sadar bahwa semuanya itu tidak memiliki realitas. Justru tanggapan itu, dengan begitu, bukan bukti atas “ada”. Setiap tanggapan itu tidak lain adalah proyeksi dari ingatan belaka, yakni dari kesadaran seseorang.

Meskipun begitu, kaum Vijñānavāda mengakui ada sesuatu yang bebas dari pemikiran manusia, “ada yang murni”, dan menyeluruh tanpa ciri, yang tidak bisa diberi predikat olah karena ada itu sendiri tanpa predikat. “Ada yang Murni” dan menyeluruh itu disebut dengan Tathatā. Tathatāitu merupakan sebutan bagi Maha Pencipta, Tathatā itu bermakna “Kenyataan”. “Kenyataan” itu merupakan sesuatu yang dapat ditunjuk oleh kesadaran tetapi tidak dapat dilukiskan.

(42)

Mengenai ajaran tentang Keselamatan (Salvatian), yakni Moksha yang akan membebaskanDukkha, kaum Vijñānavāda berpendapat bahwa hal itu hanya dapat dicapai dengan menghabiskan perbendaharaan kesadaran sampai “Ada yang Murni”, sehingga akhirnya sama dengan Kenyataan (Tathatā). Jalan satu-satunya untuk mencapai hal itu hanya dengan menjalaniYoga, yang terbagi atas Kriya yoga dan Raja yoga.

Tathatā atau “Kenyataan” itu dapat dicapai dengan empat hikmat, yaitu : 1. hikmat laku, terdiri atas lima tingkat kesadaran.

2. hikmat tinjauan, pemusatan kesadaran indria. 3. hikmat ingatan, pemusatan kesadaran ingatan.

4. hikmat Kaca-Maha-Agung, berupa kesadaran tertinggi, yang melenyapkan diri ke dalam Keituan.

Aliran Tien-tai

Aliran Tien-tai dalam agama Buddha mendapatkan kedudukan penting dalam filsafat China. Di Jepang disebut dengan aliran Nichiren.

(43)

Seroja Hukum Terbaik itu, menurut pendapat Guru Besar dari Tien-tai, adalah Sūtra Mahāyānayang paling mudah untuk dipahami oleh kalangan umum, karena bukan karya theologis yang berbelit-belit, tetapi langsung memberikan tuntutan ke arah keselamatan melalui praktek.

Pandangan-pandangan Chih-kai dicatat dan dihimpun oleh muridnya, Kuan-ting, dan merupakantiga karya besar dari aliran Tien-tai, yaitu :

1. Fa-hua wen-chu, tentang kata dan kalimat di dalam Seroja.

2. Fa-hua hsuan-i, tentang pengertian yang lebih dalam dari Seroja. 3. Mo-ho chi-kuan, tentang kesadaran dan renungan.

Pada masa itu, agama Buddha di China memperlihatkan dua ciri. Di wilayah bagian selatan lebih mengutamakan pembahasan-pembahasan secara rasional dan filosofis. Sedangkan di wilayah bagian utara lebih mengutamakan kepercayaan dan penghormatan terhadap tata tertib. Belahan selatan bersifat intelektual sementara belahan utara bersifat disiplin.

Chih-kai berasal dari selatan, tetapi gurunya, Hui-tsu (514-577 M) berasal dari utara. Dengan begitu menurut pemeo China, pada diri Chih-kai itu bersatu dua sayap burung. Ajaran Tien-taimengutamakan suatu prinsip yang disebut dengan Keselamatan Sempurna melalui Tiga Kebenaran, yaitu :

1. Seluruh “unsur” (Dharma) dan “aku” merupakan suatu kekosongan belaka, yang dihasilkan oleh hukum sebab-akibat, serta tidak memiliki ciri kedirian.

2. Semuanya hanya “Ada Sementara”.

(44)

Ketiga hal tersebut (kosong, sementara, pengertian) saling berkaitan satu dengan lainnya, dengan demikian, “Satu adalah Tiga” dan “Tiga adalah Satu”. Kesatuan itu merupakan “ada-Kenyataan” yang relatif tetapi memiliki kemiripan dengan Yang Mutlak.

Titik berat terpenting pada aliran Tien-tai terletak pada kesadaran dan renungan sebagai jalan untuk menuju “Kebenaran Terakhir”. “Kebenaran Terakhir” itu terjelma pada saat-saat dalam Ekstasi. “Ada Sementara’ itu memiliki kepribadian-Buddha di dalam dirinya dan justru bisa diselamatkan melalui kesadaran dan konsentrasi. Dalam hal ini, sarjana menilai sebagai pengaruh ajaran Atman dan Brahman dari agama Hindu.

Aliran Hua-yen

Aliran Hua-yen bermakna Kalung Bunga (Flower Garland School). Aliran Hua-yen ini berdasarkan Avatamsaka-Sūtra, sebuah karya dari India Utara, yang mengemukakan ajaran Sakyamuni dalam kedudukannya sebagai penjelmaan Buddha Vairochana. Aliran tersebut di India sendiri tidak pernah ada. Sedangkan Vairochana itu, di dalam Upanishads yang merupakan kitab suci agama Hindu, adalah penamaan bagi pemimpin kodrat-kodrat rohani yang mempunyai sifat tertentu.

(45)

Besar dari Hsien-show. Dengan demikian aliran ini berasal dari daerah asal guru besarnya.

Pokok ajaran utama dalam aliran Hua-yen adalah Kausalitas

Univeral, yaitu Hukum Sebab Akibat yang Universal. Alam semesta itu tercipta

dengan serentak dan ini yang disebut alam Hukum (Dharmadhatu) oleh aliran Hua-yen.

Seluruh unsur (Dharma) dan aku memiliki tiga ciri yang saling berlawanan, yaitu :

1. umum khusus

2. persamaan perbedaan 3. kesatuan perpisahan.

Aliran Ching-tu

Aliran Ching-tu biasa disebut aliran Sukhavati (Happy Land School), didasarkan

padaSukhavati-Vyusha-Sūtra

(46)

Sukhavati dikuasai oleh Buddha Amitābha. Di China disebut dengan Kwan-Yin dan di Jepang disebut dengan Amida. Setiap orang yang menginginkan kebenaran dan pencerahan, senantiasa memusatkan pemikiran dan renungan terhadap Amitābha, pada saat menghembuskan napas yang penghabisan mengucapkan nama-Nya, maka Buddha Amitābha dengan segala pengiringnya akan menyambut orang itu dan langsung membawanya ke Sukhavati.

Para pengikut aliran Ching-tu sangat mengutamakan samatha, ketenangan batin.

Aliran Chan

Aliran Chan di China dikenal di India dengan sebutan aliran Dhyāna dan di Jepang dikenal dengan sebutan aliran Zen. Dhyāna berarti meditasi (samādhi). ”Chan” dan ”Zen” adalah perubahan bunyi (transliterasi) dari dhyāna menurut dialek China dan dialek Jepang. AliranChan bersifat mistik. Buddha Gotama pada masa hidup-Nya, menurut aliran Chan, tidak memberikan dan membukakan ”Ilmu Tertinggi” kepada siapapun, kecuali kepada seorang murid-Nya yang amat penting, Bhikkhu Mahā Kassapa, satu-satunya murid yang sanggup memahaminya. Bhikkhu Mahā Kassapa dipandang sebagai Bhikkhu Pertama (Dirs Patriarch)menurut silsilah di dalam aliran Chan.

(47)

pembangun Thariqat tersebut, yaitu Muhammad bin Baharuddin Al Naksyabandi (1338-1412 M), yang berasal dari Asia Tengah.

Demikian pula halnya dengan aliran Chan yang menyatakan bahwa Bhikkhu Mahā Kassapahanya mewariskan hikmat rahasia itu kepada penggantinya, demikian terus menerus hingga berjumlah 27 orang Bhikkhu di India. Bhikkhu yang ke-8 bernama Bodhidharma yang meninggalkan India dan berlayar ke China pada tahun 527 (masa pemerintahan Liang Wudi dari dinasti Liang). Bodhidharma menetap selama 9 tahun di Vihāra Saolin, di pegunungan Song, serta menunjuk Bhikṣu Hui-ke sebagai penggantinya.

Di China, ”Kebenaran rahasia” itu diwariskan secara turun temurun. Secara berturut-turut BhikṣuHui-ke digantikan oleh Seng Can, Dao Xin, Hong Ren, dan Hui Neng (638-713 M) dalam kedudukannya sebagai Bhikṣu Keenam (Sixth

Patriarch). Murid Hui-neng yang terkenal adalah Nanyue Hua Rang (677-744),

Qingyuan Xingsi (660-740), Yongjia Xuang Xuang jue (665-713), Nanyang Huizon (677-775), dan Heze Shenhui (670-758 M.).

Aliran Chan bersikap agak bebas dalam mempelajari berbagai Sūtra Mahāyāna. Aliran ini tidak mengikatkan diri pada Sūtra tertentu. Begitu pula terhadap berbagai aliran filsafat dan theogoni di dalam aliran Mahāyāna. Aliran Chan lebih mengutamakan pendekatan secara kerohanian (intuitif) untuk mencapai ”Kesadaran Tertinggi”.

(48)

Segala ajaran di dalam aliran Chan lebih mengutamakan saluran ” ingatan-ke-ingatan” (mind-to-mind). Mereka berpegang pada kisah bagaimana Buddha Gotama (563-483 SM) pada suatu waktu menyampaikan ajaran-Nya tanpa mengucapkan sepatah katapun, tetapi hanya memandangi mata seorang murid-Nya. Beliau lalu membuat ”gerak-kecil dengan jarinya”. Murid itu mendadak menerima suatu ”Ilmu Tertinggi”. Aliran Chan tidak mempergunakan argumentasi-argumentasi yang rasionil maupun rumusan-rumusan theologies yang demikian pelik.

Sifat kepribadian pada aliran Chan amat kuat sehingga para pengikutnya kurang menaruh hormat terhadap patung-patung pujaan. Sikap aliran Chan ada yang menilai agak bersifat icono-clastic,yakni menolak pemujaan patung-patung, karena pujaan-pujaan lahiriah itu tidak membawa kepada ”Tujuan Tertinggi”. Titik berat ajarannya lebih mengutamakan disiplin, yakni ketaatan dan khidmat yang sepenuh-penuhnya kepada ”Guru”. Hanya ”Guru” saja yang secara resmi dan pasti dapat menuntun seorang Murid kepada pencerahan dan kebenaran untuk mencapai ”Kepribadian Buddha”.

Aliran Chan berpendirian bahwa ”Kepribadian Buddha” hidup terbenam dalam diri manusia dan melalui renungan di dalam samādhi, maka

”Kepribadian-Buddha” itu dapat dilihat.

(49)

1. Tathāgata-Meditation, yaitu cara samādhi dari Buddha Gotama, mempergunakan kodrat-kodrat renungan.

2. Patriarchal-Mediation, yaitu cara samādhi yang diajarkan oleh BhikṣuBodhidharma, meniadakan pemikiran dan memusatkan kesadaran rohani guna mencapai ”Kepribadian Buddha”.

Di dalam kesadaran rohani itu semua batas pandangan dilenyapkan, seluruh pengharapan-pengharapan dipusatkan, dan satu-satunya tujuan adalah menyaksikan ”Kebenaran Terakhir” itu. Guru-guru Besar dari aliran Chan itu pada masa-masa kemudian sengaja mengajar dan berbicara dalam bahasa biasa. Tidak lagi menggunakan laku dan gerak yang penuh rahasia dan teka-teki. Hal inilah yang menyebabkan aliran Chan itu populer di China.

Tentang kesadaran rohani itu terdapat dua paham pada masa Imam ke-enam Hui-Neng (638-713 M) masih hidup, yaitu:

1. Kesadaran Mendadak, dianut oleh aliran Selatan yang didirikan oleh Hui-Neng, kemudian dikembangkan oleh Shenhui (670-762) dan pada masa akhir dinastiTang tumbuh menjadi lima cabang perguruan dan secara bersama-sama membentuk lima perguruan Chan di China yang terkenal sampai sekarang.

2. Kesadaran Berangsur, dianut oleh aliran Utara, berdasarkan ajaran dari Shen-Hsiu (605-796 M). Aliran utara itu bertahan tidak lama lalu lenyap.

(50)

Chen-yen bermakna ”Kata yang Benar”. Aliran Chen-yen berpendirian bahwa alam semesta itu berisi tiga misteri, yaitu pikiran, ucapan, dan perbuatan. Tiga misteri itu menyimpan kodrat-kodrat yang bersifat magis.

Seluruh alam lahir yang merupakan penjelmaan pikiran, ucapan, dan perbuatan itu adalah manifestasi dari ”Buddha-Matahari Terbesar”. Di sana dirasakan pengaruh mitologi Yunani, yang pada abad ketiga sebelum masehi dibawa oleh pasukan Yunani yang menguasai Asia Tengah dan anak benua India. Orang Yunani pada waktu itu memuja Dewa Matahari (Zeus).

Dengan mempergunakan bahasa rahasia, sajak-sajak mistik, kata-kata mantra, dan sebagainya, maka inti kodrat dari Buddha akan dapat dihubungi oleh manusia dan digunakan untuk sesuatu tujuan. Doktrin ini pada awalnya memperoleh pengaruh besar di China tetapi kemudian berangsur-angsur mundur. Namun dewasa ini dijumpai pengaruhnya di Tibet dan Jepang.

Kemunduran agama Buddha di China

Pada tahun 845 agama Buddha di China menghadapi cobaan berat. Kaisar Wu Zong yang berkuasa mengeluarkan perintah untuk melenyapkan pengaruh agama Buddha atas pertimbangan ekonomi. Lebih dari 4.600 vihāra dan 40.000 biara di wilayah kerajaan dihancurkan, lebih dari 260.500 bhikṣu

(51)

Dalam keadaan yang sulit tersebut, agama Buddha dari aliran Chan saja yang dapat bertahan dan tidak banyak terpengaruh karena aliran ini tidak tergantung pada kitab-kitab ataupun upacara-upacara. Bhikṣu-bhikṣu aliran Chan dapat bekerja sendirisendiri untuk mendapatkan nafkahnya dan tidak tergantung dari masyarakat.

Krisis yang terjadi pada masyarakat China setelah runtuhnya dinasti Han telah diwarnai oleh nilai-nilai yang dibawa oleh ajaran agama Buddha yang masuk melewati Asia Tengah. Diseluruh wilayah kerajaan, baik di utara, selatan, maupun suku-suku nomad (pengembara) serta di lingkungan kaum terpelajar maupun masyarakat umum, agama Buddha diterima dengan tangan terbuka. Kemudian agama Buddha ikut berkembang dalam pasang surutnya dinasti-dinasti.

Referensi

Dokumen terkait

Knowledge donating berpengaruh signifikan pada kapabilitas inovasi (Fen Lin, 2007) dan Knowledge donating berpengaruh signifikan pada innovation capability (Rahab,

Kegiatan dakwah yang dilaksanakan oleh lembaga SIAM di majelis-majelis taklim binaan- nya bertujuan mengajak atau menyeru melaku- kan kebajikan dan mencegah kemungkaran, mengubah

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja pegawai kecamatan gunung pati termasuk unggul, ini dapat dilihat dari beberapa fenomena yang menunjukkan

Dalam RPP siklus 1 dan siklus 2 memiliki kesamaan komponen dengan RPP pada umumnya yang terdiri dari (identitas sekolah, kelas, semester, tema/subtema dan

ب صخلم ةيفصو ةسارد( سي ةروس في تابسانلما نع )يمركلا نآرقلا روسل يعوضولما يرسفتلا باتك وتنياراه يدور 34.2.3.11289 لص دممح بينلا تازجعم مظعأ نم

Berkaitan dengan tujuan penelitian yaitu memvalidasi modul pada program pelatihan “berbagi Untuk Sahabat” dalam meningkatkan keterampilan fasilitator teman sebaya

Namun kelebihan kue ini adalah penampilannya yang lebih menarik dan lebih berasa manis tidak seperti kue mochi yang memiliki rasa tawar, serta aneka saos olahan yang

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) proses pengembangan modul kimia berbasis Predict-Observe-Explain (POE) yang dapat mengurangi miskonsepsi dan