1 1.1 Latar Belakang Masalah
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu tentang
alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan
pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi
juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi
wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta
prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan
sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman
langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam
sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga
dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam
tentang alam sekitar (Permendiknas 2006:22).
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan sebuah mata pelajaran yang diajarkan
di semua jenjang pendidikan yang ada di Indonesia tidak terkecuali di Sekolah Dasar
(SD). Dalam penerapannya mata pelajaran IPA lebih difokuskan untuk mempelajari
tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan alam. Pada pembelajaran IPA, kegiatan
siswa tidak hanya berfokus pada teori kegiatan di dalam kelas saja, tetapi siswa juga
dapat melakukan kegiatan praktik sehingga siswa akan mendapatkan pengalaman
secara langsung mengenai pembelajaran yang dilakukan dengan tingkat pemahaman
yang lebih baik dalam mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan. Dalam
kurikulum KTSP disebutkan dengan jelas bahwa tujuan pembelajaran IPA di SD
(BSNP, 2006:484-485) adalah sebagai berikut: (1) memperoleh keyakinan terhadap
keteraturan alam ciptaann-Nya; (2) mengembangkan pengetahuan dan pemahaman
konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari; (3) mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya
hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan
masyarakat; (4) mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam
sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan; (5) meningkatkan kesadaran
untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam
dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan, dan; (6) memperoleh
bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan
pendidikan ke SMP atau MTs.
Pembelajaran pada dasarnya mempunyai makna dua kegiatan yaitu belajar dan
membelajarkan yang juga melibatkan dua pihak yaitu guru dan siswa. Belajar dan
membelajarkan merupakan dua konsep yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain.
Belajar menitik beratkan pada apa yang harus dilakukan seseorang sebagai subyek
yang menerima materi pelajaran. Sedangkan membelajarkan menekankan pada hal
yang dilakukan oleh seseorang sebagai fasilitator memberikan materi pelajaran.
Dalam pembelajaran IPA, salah satu faktor yang sangat diperlukan untuk menunjang
keberhasilan dalam proses pembelajaran dalah adanya hubungan timbal balik antara
guru dan siswa serta antara siswa dengan siswa lainnya, seperti adanya stimulus
(tanya jawab, pemberian tugas, atau diskusi kelompok) dan adanya respon dari siswa
terhadap stimulus tersebut.
Penyampaian materi pembelajaran, seorang guru diharapkan dapat menarik
perhatian dan memotivasi siswanya agar siswa mempunyai motivasi yang tinggi dan
berpartisipasi aktif serta memfasilitasi siswa dalam mengembangkan kreatifitas dan
kemandirian siswa pada pembelajaran yang sesuai dengan bakat, minat, dan
perkembangan dari siswa dalam pembelajaran IPA. Dengan demikian konsep belajar
dan membelajarkan akan terpadu dalam satu kegiatan saat terjadi interaksi antara
siswa tidak hanya semata-mata menghafal, bukan pula mengingat, namun belajar
yang sebenarnya adalah sebuah proses yang ditandai dengan adanya perubahan
perilaku seperti perubahan pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku,
keterampilan, kecakapan dan kemampuan, daya reaksi, daya penerimaan, dan lain–
lain yang melibatkan semua aspek siswa. Aspek yang dimaksud dalam hal ini adalah
kemampuan siswa dalam bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Pandangan umum menyatakan bahwa pembelajaran mungkin yang kurang
bervariasi sering digunakan oleh guru, dirasa sudah tidak cocok lagi untuk digunakan,
karena pada dasarnya metode ini hanya menekankan pada keaktifan guru sebagai
sumber utama dalam menyampaikan ilmu. Hal tersebut didukung dengan pernyataan
Kesuma, dkk. (2010:56) “pendidikan di Indonesia masih didominasi oleh kelas yang
berfokus pada guru sebagai sumber utama pengetahuan, sehingga ceramah akan
menjadi pilihan utama dalam menentukan strategi belajar, sehingga sering
mengabaikan pengetahuan awal siswa”.
Penggunaan metode mengajar secara konvensional seperti ini, dirasa kurang
efektif karena dalam pelaksanaannya siswa cenderung pasif dalam menerima
pembelajaran bahkan mengantuk karena membosankan. Namun jika dikaji lebih
lanjut, pembelajaran konvensional tidak sepenuhnya buruk. Pembelajaran secara
konvensional dapat dinilai baik dan berhasil jika di dalamnya terdapat beberapa
faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan, diantaranya adalah pembawaan guru
dalam mengelola pembelajaran, motivasi maupun minat siswa yang tinggi, bahkan
sarana dan prasarana yang memadai dapat menjadikan pembelajaran konvensional
bermakna. Namun terlepas dari hal tersebut, pendekatan maupun model pembelajaran
yang tepat dan sesuai dengan karakteristik siswa dapat mengubah gaya belajar siswa
agar lebih aktif dalam mengkontruksikan konsep.
Hasil observasi dan wawancara terhadap guru yang dilakukan di kelas 4 SDN
ditemukan beberapa hal sebagai berikut. Dalam kegiatan pembelajaran guru tidak
membuat RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) sehingga proses pembelajaran
yang dilaksanakan kurang terencana dan tersusun dengan baik. Di awal kegiatan
pembelajaran guru tidak menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dilakukan.
Saat pembelajaran berlangsung kegiatan pembelajaran lebih didominasi oleh guru
yang sebagai sumber dalam belajar sementara siswa kurang berpartisipasi aktif dalam
kegiatan pembelajaran. Materi pembelajaran yang disampaikan guru bersumber dari
buku pegangan BSE (Buku Sekolah Elektronik) dan LKS (lembar Kerja Siswa) saja
tanpa adanya sumber tambahan yang lain.
Proses pembelajaran IPA seperti yang terjadi di SDN Candisari 01 terdapat
beberapa permasalahan dalam proses belajar mengajar diantaranya pertukaran
informasi hanya bersifat informatif tanpa adanya pemahaman yang lebih mendalam
dari siswa, guru kurang meningkatkan peran aktif siswa dalam kegiatan pembelajaran
baik secara individu maupun dalam pembelajaran secara kelompok. Dalam
pelaksanaan pembelajaran guru belum menggunakan pendekatan Problem Based
Learning sebagai fokus dalam proses pembelajaran, sehingga siswa kurang terlatih
untuk menganalisis dan menemukan solusi untuk pemecahan suatu permasalahan.
Hal ini terbukti saat guru memberikan suatu topik permasalahan siswa hanya diam
dan hanya 2 anak yang mengungkapkan mengutarakan pendapat sebagai solusi dari
soal yang diberikan guru.
Model pembelajaran yang kurang bervariasi seperti yang digunakan oleh guru
SD kelas 4 SDN Candisari 01 maka siswa menjadi cepat bosan dan kurang
bersemangat dalam mengikuti pembelajaran. Sebagian siswa lebih memilih untuk
bermain bersama temannya ataupun membuat gaduh suasana kelas disaat
pembelajaran berlangsung. Banyak juga siswa meminta ijin untuk pergi ke toilet
ataupun ijin untuk mencuci tangan secara bergantian. Hal ini akan berpengaruh
terhadap pemahaman dan konsentrasi siswa dalam pembelajaran dan mempengaruhi
dampak yang tidak sesuai dengan tujuan mata pelajaran IPA yang tertuang dalam
standar isi. Masalah yang muncul diantaranya adalah siswa yang duduk dibangku
kelas 4 SDN Candisari 1 belum dapat menemukan solusi atau pemecahan suatu
permasalahan yaitu guru hanya memberikan materi secara garis besar kemudian
siswa hanya menyelesaikan soal yang ada di lembar kerja siswa dalam materi
pembelajaran wujud benda dengan tepat, siswa kurang berperan aktif dalam proses
pembelajaran sehingga hasil belajar siswa belum maksimal. Hal ini didukung dengan
data hasil belajar siswa pada pembelajaran IPA kelas 4 SDN Candisari 1 masih
banyak siswa yang mendapatkan nilai dibawah KKM yang ditetapkan untuk mata
pelajaran IPA yakni 70. Dari sejumlah 25 siswa yang ada dikelas 4 hanya 11 siswa
(44%) yang tuntas KKM dan 14 siswa (56%) siswa yang memperoleh nilai dibawah
KKM. Kesenjangan juga terjadi antara siswa dengan nilai tertinggi yakni 85 dan
siswa dengan nilai terrendah yakni 48.
Berdasarkan dari penjelasan latar belakang diatas, maka dilakukan penelitian
tindakan kelas dengan pendekatan Pembelajaran Berbasis Pemecahan Masalah dengan judul “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPA Pada siswa kelas 4 SDN Candisari 01 Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali Melalui Pendekatan Problem
Based Learning tahun pembelajaran 2016/2017”.
1.2 Identifikasi Masalah
Observasi lapangan yang dilakukan di kelas 4 SDN Candisari 1 Kecamatan
Ampel Kabupaten Boyolali diketahui bahwa terdapat beberapa permasalahan yang
dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Pembelajaran yang mungkin kurang bervariasi yang sering digunakan oleh
guru, dirasa sudah tidak cocok lagi untuk digunakan, karena pada dasarnya
metode ini hanya menekankan pada keaktifan guru sebagai sumber utama
dalam menyampaikan ilmu, yang menyebabkan siswa kurang terlatih untuk
2. Siswa belum dapat menemukan solusi atau pemecahan suatu permasalahan
yaitu guru hanya memberikan materi secara garis besar kemudian siswa hanya
menyelesaikan soal yang ada di LKS (Lembar Kerja Siswa) dalam materi
pembelajaran wujud benda dengan tepat.
3. Dalam kegiatan pembelajaran guru tidak membuat RPP (Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran) sehingga proses pembelajaran yang dilaksanakan
kurang terencana dan tersusun dengan baik.
4. Di awal kegiatan pembelajaran guru tidak menyampaikan tujuan
pembelajaran yang akan dilakukan yang mana tujuan pembelajaran adalah hal
yang akan dicapai dalam kegiatan pembelajaran.
5. Saat pembelajaran berlangsung kegiatan pembelajaran lebih didominasi oleh
guru menjadi sumber dalam belajar sementara siswa kurang berpartisipasi
aktif dalam kegiatan pembelajaran.
6. Guru kurang meningkatkan peran aktif siswa dalam kegiatan pembelajaran
baik secara individu maupun dalam pembelajaran secara kelompok.
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi pada permasalahan yang telah disebutkan maka pada
pembahasan sebelumnya maka dapat dirumuskan masalah yaitu :
1. Bagaimana pelaksanaan pendekatan pembelajaran Problem Based Learning
(PBL) dapat meningkatkan hasil belajar IPA dalam aspek kognitif, aspek afektif
dan aspek psikomotrik siswa kelas 4 SDN Candisari 01 Kecamatan Ampel
Kabupaten Boyolali Tahun Pelajaran 2016/2017?
2. Apakah dapat meningkatkan hasil belajar IPA melalui pendekatan Problem
Based Learning pada siswa kelas 4 SDN Candisari 01 Kecamatan Ampel
1.4Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini berdasarkan rumusan masalah diatas adalah sebagai
berikut:
1. Mengetahui pelaksanaan proses hasil belajar pada aspek kognitif, aspek
afektif, dan aspek psikomotorik pembelajaran IPA melalui pendekatan
Problem Based Learning siswa kelas 4.
2. Meningkatkan hasil belajar pada pembelajaran IPA melalui pendekatan
Problem Based Learning siswa kelas 4 SDN Candisari 01 Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali tahun pembelajaran 2016/2017?”
1.4.2 Manfaat Penelitian
Hasil Penelitian ini juga diharapkan dapat memberi manfaat baik secara teoritis
maupun manfaat praktis dalam pendidikan.
1. Manfaat Teoritis
Menambah pengalaman bagi peneliti tentang penerapan model pembelajaran
Problem Based Learning untuk meningkatkan hasil belajar IPA siswa.
2. Manfaat Praktis a. Bagi Guru
Guru mendapatkan masukan mengenai cara mengajar menggunakan
pendekatan Problem Based Learning yang dapat digunakan untuk
melaksanakan kegiatan pembelajaran yang lebih kreatif sehingga dapat
meningkatkan konsentrasi dan keaktifan siswa dalam pembelajaran.
b. Bagi Sekolah
Meningkatkan mutu hasil pembelajaran pada mata pelajaran IPA kelas 4 SDN
Candisari 01 kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali tahun pembelajaran
2016/2017.
c. Bagi Siswa
Manfaat bagi siswa adalah meningkatkan hasil belajar pada mata pelajaran