• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK (OLAHRAGA) DENGAN TINGKAT NYERI DISMINORE PADA REMAJA PUTRI KELAS XI DI SMK NU 1 KEDUNGPRING LAMONGAN TAHUN 2011

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK (OLAHRAGA) DENGAN TINGKAT NYERI DISMINORE PADA REMAJA PUTRI KELAS XI DI SMK NU 1 KEDUNGPRING LAMONGAN TAHUN 2011"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

TAHUN 2011

Anti Ningsih, Sulistiyowati, Cucuk Rahmadi P

…………...……….…… …… . .….

ABSTRAK

…… … ...………. …… …… . .….

Aktivitas atau mobilisasi merupakan kemampuan individu untuk bergerak secara bebas, mudah, dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas guna mempertahankan kesehatannya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara aktivitas fisik dengan tingkat nyeridisminorepada remaja putri.

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain penelitian Survei analitik dengan menggunakan pendekatanCross Sectional. Populasinya adalah remaja putri kelas XI yang mengalamidisminoredi SMK NU 1 Kedungpring Lamongan Tahun 2011 yaitu sebanyak 57 orang kemudian dengan menggunakan teknik sampling simple random sampling didapatkan sampel sebanyak 50 orang. Data diambil dengan menggunakan lembar skala nyeri dan lembar kuisioner. Setelah di tabulasi kemudian dianalisis dengan menggunakan ujispearman rhodengan α0,05.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir sebagian remaja putri mengalami nyeri sedang yaitu (42%) dan sebagian kecil yaitu (4%) mengalami nyeri berat. Dari hasil uji spearman rho didapatkan rs hitung = -0,042 dan p = 0,774 dimana p > 0,05 maka H0 diterima, artinya tidak terdapat hubungan antara aktivitas fisik dengan tingkat nyeri disminore. Kesimpulan bahwa tidak terdapat hubungan antara aktivitas fisik dengan tingkat nyeri disminore remaja putri. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kebudayaan, makna nyeri perhatian, ansietas, pengalaman terdahulu, keluarga dan dukungan social.

Kata kunci:aktivitas fisik (olah raga), tingkat nyeri disminore

PENDAHULUAN

.……. .

Masa transisi atau peralihan dari masa anak menuju masa dewasa meliputi perubahan penampilan fisik dan karakteristik fisiologis yang sangat besar, masa ini disebut sebagai masa remaja. Perubahan yang tampak jelas adalah perubahan fisik, dimana tubuh berkembang pesat sehingga mencapai bentuk tubuh orang dewasa yang disertai pula dengan berkembangnya kapasitas reproduksi menuju kematangan seksual (Hendriati Agustiani, 2006). Hal ini ditandai dengan menarce yaitu menstruasi pertama yang merupakan tanda permulaan pemasakan seksual dan terjadi sekitar usia 13 tahun (Siti Rahayu Haditono, 2002). Pada sebagian besar anak perempuan, menstruasi tidak regular, tidak dapat diprediksi, tidak nyeri dan tidak mengandung telur. Setelah satu tahun atau lebih, berkembang suatu irama hipofisis hipotalamus, dan ovarium memproduksi estrogen siklik yang adekuat untuk mematangkan ovum (Bobak, 2004).

Banyak wanita yang mengalami ketidaknyamanan pada awitan menstruasi salah satunya yaitu disminore, tetapi tingkat ketidaknyamanan disminore jauh lebih tinggi, dengan nyeri yang sering kali dirasakan di punggung bawah menjalar kebawah hingga kebagian atas tungkai (Andrew, Gilly, 2009).

Disminore mungkin merupakan keluhan pasien ginekologi yang paling umum terjadi, menyerang 75 % dari seluruh wanita. Dari semua wanita yang terkena, 50 % melaporkan gejala-gejala ringan (yaitu tidak ada gejala sistemik, obat-obatan jarang diperlukan dan pekerjaan jarang terganggu), 30% mengalami gejala-gejala sedang (yaitu ada beberapa gejala sistemik, memerlukan obat, pekerjaan cukup terganggu) dan 20% mempunyai gejala-gejala berat (yaitu banyak respon terhadap obat buruk dan pekerjaan terhambat) (Benson, Ralph C, 2008).

Survei awal yang dilakukan peneliti pada tanggal 22 Januari 2011 di SMK NU 1

(2)

Kedungpring Lamongan, dari 20 siswi yang sudah menstruasi yaitu terdapat 17 siswi atau 85% siswi mengalami disminore saat haid dan 3 siswi atau 15% siswi tidak mengalami disminore. Dari data tersebut maka masalah penelitian adalah masih banyaknya remaja putri yang mengalami disminore. Akibat yang sering ditimbulkan karena Disminore yaitu mual, muntah, lemas, sakit kepala atau migraine, gangguan usus (Andrew, Gilly, 2009). Selain itu bisa terjadi diare, dan kram, sakit seperti kolik di perut beberapa wanita bahkan pingsan dan mabuk, keadaan ini muncul cukup hebat sehingga menyebabkan penderita mengalami kelumpuhan aktivitas untuk sementara (Youngson, 2002).

Menurut Potter, Patricia A. (2005) disminore pada remaja dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain : Usia, jenis kelamin, kebudayaan, makna nyeri, perhatian, ansietas, pengalaman terdahulu, gaya koping, keluarga dan dukungan sosial.

Upaya yang dapat digunakan untuk meringankan nyeri disminore adalah dengan metode farmakologi dan non farmakologi. Pada metode farmakologi dilakukan dengan pemberian terapi hormonal dan terapi obat NSAID, sedangkan pada metode non farmakologi dapat menggunakan metode aktivitas fisik (olahraga), homeopati, akupuntur, biofeedback, teknik relaksasi, masase, aroma terapi, penggunaan herba tertentu serta makanan sehat (Potter, Patricia A., 2005).

Dari berbagai teknik diatas, remaja bisa meringankan nyeri yang dialami dengan melakukan aktivitas fisik. Dengan melakukan aktivitas fisik atau olahraga tubuh akan menghasilkan endorphin. Endorphin dihasilkan di otak dan susunan syaraf tulang belakang. Hormon ini dapat berfungsi sebagai obat penenang alami yang diproduksi otak sehingga menimbulkan rasa nyaman sehingga nyeri yang dialami tidak begitu dirasakan dan menstruasi dapat berjalan dengan lancar serta teratur tanpa disertai nyeri disminore. Karena banyaknya metode yang dapat digunakan untuk meringankan

remaja putri kelas XI di SMK NU 1

Kedungpring Lamongan tahun 2011”. Tujuan

penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan aktivitas fisik (olah raga) dengan tingkat nyeri dismenorea pada remaja putri kelas XI di SMK NU 1 Kedungpring Lamongan tahun 2011.

METODOLOGI PENELITIAN

Desain penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional. Populasi yang digunakan adalah seluruh remaja putri kelas XI yang mengalami disminore di SMK NU 1 Kedungpring Lamongan pada bulan Juli sampai Agustus 2011 yaitu sebesar 57 orang. Metode sampling simple random sampling. Sampel pada penelitian ini adalah sebagian remaja putri kelas XI yang mengalami disminore di SMK NU 1 Kedungpring Lamongan Tahun 2011 yang memenuhi kriteria inklusi sebesar 50 orang. Variabel independen aktivitas fisik (olahraga) dan variabel dependen tingkat nyeri disminore. Penelitian dilakukan menggunakan kuesioner tertutup dan lembar skala nyeri. Data ditabulasi dan dianalisis dengan uji spearman rhodengan α= 0,05.

HASIL

.

PENELITIAN

1. Data Umum

1) Karakteristik responden berdasarkan umur

Tabel 1 Distribusi umur responden kelas XI di SMK NU 1 Kedungpring Lamongan bulan Juli sampai Agustus tahun 2011

No Umur Jumlah Persentase

1 16 tahun 6 12 %

2 17 tahun 42 84 %

3 18 tahun 2 4 %

Total 50 100 %

(3)

2) Karakteristik responden berdasarkan lama menarche

Tabel 2 Distribusi lama menarche responden kelas XI di SMK NU 1 Kedungpring Lamongan bulan Juli sampai Agustus tahun 2011

No. Lama

menarche Jumlah Persentase

1 2 tahun 5 10 %

2 3 tahun 7 14 %

3 4 tahun 20 40 %

4 5 tahun 14 28%

5 6 tahun 4 8 %

Total 50 100 %

Berdasarkan data diatas menunjukkan bahwa hampir sebagian responden sudah mengalami menstruasi selama 4 tahun yaitu sebesar 20 orang (40 %) dan sebagian kecil sudah mengalami menstruasi selama 6 tahun yaitu sebesar 4 orang (8 %).

2. Data Khusus

1) Aktivitas fisik remaja putrid

Tabel 3 Distribusi aktivitas fisik (olah raga) responden kelas XI di SMK NU 1 Kedungpring Lamongan tahun 2011

No Aktivitas fisik Jumlah Prosentase 1 Tidak melakukan 26 52% 2 Melakukan tidak

teratur

10 20%

3 Melakukan teratur 14 28%

Total 50% 100%

Berdasarkan data diatas menunjukkan bahwa lebih dari sebagian responden tidak melakukan aktivitas fisik (olah raga) yaitu sebesar 26 orang (52%) dan sebagian kecil melakukan aktivitas fisik (olah raga) tidak teratur yaitu sebesar 10 orang (20%).

2) Tingkat nyeri disminore remaja putri Tabel 4 Distribusi tingkat nyeri

disminore responden kelas XI di SMK NU 1 Kedungpring Lamongan tahun 2011

No. Tingkat nyeri Jumlah Prosentase

1 Tidak nyeri 12 24 %

2 Nyeri ringan 15 30 %

3 Nyeri sedang 21 42 %

4 Nyeri berat 2 4 %

5 Nyeri sangat

berat 0 0

Total 50 100 %

Berdasarkan data diatas menunjukkan hampir sebagian responden mengalami nyeri sedang yaitu sebesar 21 orang (42%) dan sebagian kecil mengalami nyeri berat sebesar 2 orang (4%).

2) Hubungan aktivitas fisik (olah raga) dengan tingkat nyeri disminore pada remaja putrid

Tabel 5 Tabel silang aktivitas fisik (olah raga) dengan tingkat nyeri disminore remaja putri kelas XI di SMK NU 1 Kedungpring Lamongan tahun 2011

Aktivita s fisik

Tingkat Nyeri

Jumlah Tidak

nyeri

Nyeri ringan

Nye ri seda

ng

Nyeri berat

Nyeri sangat berat

 %  %  %  %  %  % Tidak

Melakuk an

8 30% 8 30% 8 30% 2 10% 0 0% 26 100%

Melakuk an tidak

teratur

0 0% 2 20% 8 80% 0 0% 0 0% 10 100%

Melakuk an teratur

4 28% 5 36% 5 36% 0 0% 0 0% 14 100%

Jumlah 12 24% 15 30% 21 42% 2 4% 0 0% 50 100%

(4)

Dari Tabel 5 diatas menunjukan bahwa hampir sebagian (30%) responden yang tidak melakukan aktivitas fisik (olah raga) mengalami nyeri sedang dan hampir seluruhnya (80%) responden yang melakukan aktivitas fisik (olah raga) tidak teratur juga mengalami nyeri sedang. Sedangkan responden yang melakukan aktivitas fisik (olahraga) teratur nyeri sedang terjadi pada hampir sebagian (36%) remaja tersebut. Dengan menggunakan ujispearman rhohasil analisis data dengan bantuan SPSS versi 16,0 didapatkan rs hitung = -0,042 dan p = 0,774 dengan taraf signifikan (α) 0,05 sehingga p > 0,05 maka Ho diterima yaitu tidak terdapat hubungan antara aktivitas fisik (olah raga) dengan tingkat nyeri disminore.

PEMBAHASAN

.… .…

1. Aktivitas Fisik Remaja

Dari Tabel 3 menunjukan bahwa lebih dari sebagian remaja putri kelas XI di SMK NU 1 Kedungpring Lamongan tidak melakukan aktivitas fisik (olah raga) yaitu sebesar 52%. Banyaknya remaja putri yang tidak mengikuti olah raga disebabkan karena masalah keamanan, desakan waktu, dan ketidakmampuan mengukur efek aktivitas sehari-hari pada keseluruhan tingkat aktivitas sehari-hari remaja putri (Varney, Helen. 2006). Hal tersebut dipengaruhi oleh faktor usia dan menarce.

Berdasarkan Tabel 1 menunjukkan hampir seluruh remaja putri berumur 17 tahun yaitu sebesar 84%. Perbedaan usia juga mempengaruhi kemampuan aktivitas fisik seseorang. Seiring dengan bertambahnya usia maka kemampuan dan kematangan fungsi alat gerak juga akan semakin berkembang. Pada saat remaja fungsi alat tubuh sudah matang dan cukup mampu untuk melakukan aktivitas fisik (olah raga) yang akan berguna bagi tubuhnya. Dengan bertambahnya umur seseorang maka akan terjadi perubahan pada fisik, psikologi dan mental, sehingga pada kondisi ini remaja banyak mengetahui informasi tentang kesehatan reproduksi, karena mereka mampu mengatasi masa

Dari Tabel 2 menunjukkan bahwa hampir sebagian remaja putri sudah mengalami menstruasi selama 4 tahun yaitu sebesar 40%. Usia menarce mempengaruhi kesiapan seorang wanita dalam menghadapi segala hal tentang menstruasi dan gangguannya. Semakin lama remaja telah mengalami menstruasi maka remaja akan memiliki banyak pengalaman dalam mengatasi masalah yang dialami. Usia terjadinya menarce (awitan menstruasi) semakin dini. Rentang normal usia menarce adalah 10-16 tahun, tetapi beberapa gadis menarce pada usia 9 tahun (Andrews, Gilly. 2009). Puberitas premature dapat menandakan adanya gangguan endokrin. Aktivitas fisik intensif pada remaja putri dikaitkan dengan resiko yang lebih rendah dalam mencapai menarce yang lebih awal (Varney, Helen. 2006).

2. Tingkat Nyeri Disminore

Dari Tabel 4 menunjukan hampir sebagian remaja putri mengalami nyeri sedang yaitu sebesar 42%. Tingkatan nyeri dikatakan sedang apabila remaja putrid secara subyektif mengatakan mengalami nyeri sedang dan secara obyektif remaja putri mendesis, menyeringai dapat menunjukan lokasi nyeri dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik.

Dari Tabel 1 menunjukkan hampir seluruh remaja putri berumur 17 tahun yaitu sebesar 84%. Semakin berusia maka nyeri yang dirasakan semakin berat pula, remaja yang belum cukup usianya biasanya akan mengalami kesulitan dalam memahami nyeri yang dialami dan cara yang harus dilakukan untuk mengurangi nyeri terebut. Namun remaja yang usianya cukup akan lebih bisa beradaptasi dengan keadaan nyeri tersebut. Usia merupakan variabel penting yang mempengaruhi nyeri, perbedaan perkembangan yang ditemukan diantara kelompok usia dapat mempengaruhi bagaimana seseorang bereaksi terhadap nyeri (Potter, Patricia A. 2005).

(5)

kesiapan seorang wanita dalam menghadapi segala hal tentang menstruasi dan gangguannya. Semakin lama remaja telah mengalami menstruasi maka remaja akan memiliki banyak pengalaman dalam mengatasi masalah yang dialami. Apabila seseorang sejak lama sering mengalami nyeri dan tidak mampu mengatasinya, maka ansietas atau rasa takut dapat muncul tetapi apabila individu tersebut mampu mengatasi nyeri yang di alaminya akan lebih mudah individu tersebut mendeskripsikan sensasi nyeri tersebut. Akibatnya, klien akan lebih siap untuk melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan untuk menghilangkan nyeri. Usia terjadinya menarce (awitan menstruasi) semakin dini. Rentang normal usia menarce adalah 10-16 tahun, tetapi beberapa gadis menarce pada usia 9 tahun (Andrews, Gilly. 2009).

3. Hubungan aktivitas fisik dengan tingkat nyeri disminore pada remaja putri di SMK NU 1 Kedungpring Lamongan

Dari Tabel 5 menunjukan bahwa hampir sebagian (30%) remaja putri yang tidak melakukan aktivitas fisik (olah raga) mengalami nyeri sedang dan hampir seluruhnya (80%) remaja yang melakukan aktivitas fisik (olah raga) tidak teratur juga mengalami nyeri sedang. Sedangkan remaja putri yang melakukan aktivitas fisik (olahraga) teratur nyeri sedang terjadi pada hampir sebagian (36%) remaja tersebut. Dari hasil ujispearmen rhodidapatkan rs hitung = -0,042 dan = 0,774 dimana p > 0,05 maka Ho diterima, artinya tidak terdapat hubungan antara aktivitas fisik dengan tingkat nyeri disminore. Hal ini kemungkinan lebih banyak dipengaruhi oleh faktor lain seperti usia, kebudayaan, makna nyeri, perhatian, ansietas, pengalaman terdahulu, gaya koping, keluarga dan dukungan sosial yang selanjutnya akan mempengaruhi tingkat nyeri seseorang (Potter, Patricia A., 2005).

Usia merupakan variabel penting yang mempengaruhi nyeri, khususnya pada anak-anak dan lansia. Hubungan perkembangan, yang ditemukan diantara kelompok usia ini

dapat mempengaruhi bagaimana anak-anak dan lansia bereaksi terhadap nyeri.

Kebudayaan berkaitan dengan keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa yang diterima oleh kebudayaan mereka.

Makna nyeri berpengaruh dengan derajat dan kualitas nyeri yang dipersepsikan. Individu akan mempersepsikan nyeri dengan cara berbeda-beda, apabila nyeri tersebut memberikan kesan ancaman, suatu kehilangan, hukuman, dan tantangan.

Perhatian individu pada nyeri mempengaruhi persepsi nyeri. Hal ini merupakan salah satu konsep yang diterapkan di berbagai terapi untuk menghilangkan nyeri, seperti relaksasi, distraksi, teknik imajinasi terbimbing (guided imagery), dan masase. Fokus perhatian dan konsentrasi klien pada stimulus yang lain akan menempatkan nyeri pada kesadaran yang perifer sehingga toleransi nyeri individu meningkat. Upaya pengalihan nyeri menyebabkan respon terhadap nyeri menurun.

Ansietas sering kali meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri juga dapat menimbulkan suatu perasaan ansietas. Individu yang memiliki emosional yang sehat biasanya lebih mampu mentoleransi nyeri tingkat sedang hingga berat dari pada individu yang memiliki emosional yang kurang stabil. nyeri yang tidak kunjung hilang sering kali menyebabkan psikosis dan gangguan kepribadian.

Keletihan juga mempengaruhi nyeri. Persepsi nyeri akan meningkat jika individu keletihan. Rasa kelelahan menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan kemampuan koping. nyeri sering berkurang setelah individu mengalami suatu periode tidur yang lelap dibandingkan pada saat kelelahan.

(6)

ketakutan terhadap peningkatan nyeri dan pengobatannya yang tidak adekuat. Pasien yang tidak pernah mengalami nyeri yang nyerinya segera reda sebelum nyeri tersebut menjadi lebih parah.

Dukungan keluarga dan dukungan sosial atau orang terdekat dapat mempengaruhi nyeri seseorang. Kehadiran keluarga yang dicintai atau teman bisa mengurangi rasa nyeri pasien, namun ada juga yang lebih suka menyendiri ketika merasakan nyeri. Kehadiran orang-orang terdekat merupakan tempat klien menumpahkan keluhan mereka tentang nyeri. Individu yang mengalami nyeri sering kali bergantung pada anggota keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan, bantuan, atau perlindungan. Walaupun nyeri tetap dirasakan, kehadiran orang yang dicintai akan mengurangi kesepian dan ketakutan. Kehadiran orang tua sangat penting bagi anak-anak yang sedang mengalami nyeri.

Kesimpulan dari penelitian yang dilakukan di SMK NU 1 Kedungpring Lamongan, yaitu hampir sebagian remaja putri yang tidak melakukan aktivitas fisik (olah raga) tidak mengalami nyeri dan sebagian kecil remaja yang melakukan aktivitas fisik tidak teratur mengalami nyeri ringan. Hal ini kemungkinan lebih banyak dipengaruhi oleh faktor lain seperti usia, kebudayaan, makna nyeri, perhatian, ansietas, pengalaman terdahulu, keluarga dan dukungan sosial.

KESIMPULAN DAN SARAN

.

1. Kesimpulan

Tidak terdapat hubungan antara aktivitas fisik dengan tingkat nyeri disminore pada remaja kelas XI di SMK NU 1 Kedungpring Lamongan.

2. Saran

Dari hasil penelitian diharapkan memberi sumbangan bagi ilmu pengetahuan khususnya dalam hal pengetahuan tentang disminore. Dan sebagai sarana pembanding

Diharapkan responden lebih aktif dalam mengikuti ekstrakulikuler olahraga yang ada disekolahnya sehingga bisa bermanfaat bagi dirinya.

Untuk lebih membudayakan penyuluhan tentang kesehatan reproduksi terutama remaja sehingga remaja bisa mengatasi masalah yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi secara benar.

Dengan adanya penelitian tersebut dapat digunakan untuk meningkatkan partisipasi dalam program dan sebagai data serta masukan yang dapat dipergunakan untuk mengetahui dan meningkatkan status kesehatan siswi, terutama mengurangi ketidak hadiran disekolah karena disminore.

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor lain yang ada hubungan dengan tingkat nyeri disminore pada remaja dengan sampel dan teknik yang lebih tepat.

. . .

DAFTAR PUSTAKA

. . .

Andrew, Gilly. (2009).Buku Ajar Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta : EGC Benson, Ralph C. (2008).Buku Saku Obstetri

dan Ginekologi. Jakarta : EGC Bobak. (2004). Buku ajar Keperawatan

Maternitas. Jakarta: EGC

Danim, Sudarwan. (2003). Metodologi Penelitian Kebidanan. Jakarta : EGC

Gil. (1990). Dampak Disminore (2002). http//www. disminore. blogspot. com.Diakses tanggal 10 Februari 2011

Giriwijoyo, S, Ali, M. (2005). Ilmu Faal Olahraga Untuk Kesehatan Dan Untuk Prestasi. Fakultas Pendidikan Surabaya Dan Kesehatan UPI, Bandung

(7)

Hanifa Winkjosastro. (2005). Ilmu Kandungan. Jakarta: YBP-SP Hidayat, A. Aziz Alimul. (2008). Pengantar

Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Salemba Medika

Hidayat, A.Aziz Alimul. (2007). Riset Keperawatan Dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta: Salemba Medika.

Hidayat, Musrifatul. (2008). Ketrampilan Dasar Praktik Klinik Untuk Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika

Harry. Mekanisme endorphin dalam tubuh.

2007. Available at

Http:/klikharry.files.wordpress.co m/2007/02/1.doc endorphin dalam tubuh. Diposkan tanggal 10 february 2011

Kasman, D. (2002). Panduan Kesehatan Olahraga Bagi Petugas Kesehatan. Jakarta: FKUI

Manuaba, Ida Bagus Gde. (2001). Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan KB. Jakarta : EGC

Mansjoer, Arif. (2000). Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga. Jakarta : Media Aesculapius

Moh. Nazir. (2005). Metode Penelitian. Bogor : 2005

Ninik dwi A. (2005). Disminore Alias Nyeri Haid. http//www. nex klaten. blogspot. com diakses tanggal 2 februari 2011

Nursalam. (2008). Konsep Dan Penerapan Metodelogi Penelitian Ilmu

Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Nursalam. (2003). Konsep Dan Penerapan Metodelogi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Pangkalan ide. (2008). Dark Chocolate. Jakarta : Elex Media

Posted. (2008). Dampak Disminore (2002). http//www. disminore. blogspot. com.Diakses tanggal 10 Februari 2011

Potter, Patricia A. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC

Price, Sylvia A. (2006). Patofisiologi : Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit.Jakarta : EGC

Soekidjo, Notoadmojo. (2010). Metode Penelitian Kesehatan. Jakrta: Renika Cipta.

Siti Rahayu Haditono. (2002). Psikologi Perkembangan. Yogyakarta : UGM Press

Sugiyono. (2006). Statistik Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta

Suharsimi, Arikunto. (2009). Manajemen Penelitian. Jakarta: Renika Cipta. Varney, Helen. (2006). Buku Ajar Asuhan

Kebidanan. Jakarta : EGC

Gambar

Tabel 4Distribusi

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk melihat bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran melalui metode Personalized System of Instruction

terhadap kecelakaan yang dialaminya sendiri tidak bisa menuntut pihak lain..

Pihak Puskesmas di Kabupaten Pekalongan dalam mengatasi permasalah tersebut berupaya secara optimal meningkatkan pelayanan publik yang terkait dengan kinerja

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul

Saya adalah mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Sumatra Utara yang melakukan penelitian dengan tujuan menggambarkan Pengetahuan dan perilaku lansia terhadap Perawatan Diri

Dari penjelasan diatas, jelaslah bahwa tindakan, tujuan dan nilai kebajikan yang dianut oleh teroris sudah jauh menyimpang dan bertentangan dengan nilai-nilai kebajikan dan norma

Kadang-kadang, gerakan lempeng ini macet dan saling mengunci, sehingga terjadi pengumpulan energi yang berlangsung terus sampai pada suatu saat batuan pada lempeng tektonik

Setiap konsekuen pada aturan yang berbentu IF-THEN harus direpresentasikan dengan suatu himpunan fuzzy dengan fungsi keanggotaan yang monoton. Sebagai hasilnya, output hasil