• Tidak ada hasil yang ditemukan

250836882 Makalah Ns Sani Paling Fixxxx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "250836882 Makalah Ns Sani Paling Fixxxx"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

PERAWATAN DAN PERAN PERAWAT PADA INDIVIDU, KELUARGA

DAN KOMUNITAS DENGAN PENYAKIT TROPIS DAN INFEKSI

Oleh :SGD 7

Ida Ayu Shri Adhnya Shwari (1202105011) Ni Putu Rina Puspitasari (1202105015) Ni Putu Eka Sintia Dewi A (1202105023)

I Gede Subagia (1202105039)

I Gst. Ayu Ngr. Selly Tri Utami (1202105047) Ni Kadek Dwi Lestari (1202105052) I Wayan Wahyu Pratama (1202105065) Kadek Elda Widnyana (1202105071) Ni Putu Intan Mertaningsih (1202105080)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA 2014

Learning Task

penyakit tropis dan infeksi Putu Ayu Sani Utami

(2)

2. Bagaimana pencegahan yang anda sarankan kepada masyarakat agar tidak terkena penyakit tropis dan infeksi?

3. Jelaskan strategi untuk mengendalikan penyakit tropis?

4. Pendidikan kesehatan apa yang dapat anda berikan pada masyarakat terkait penyakit tropis dan infeksi dan jelaskan alasannya?

5. Bagaimanakan peran perawat komunitas terhadap penyakit tropis dan infeksi baik dalam tatanan keluarga maupun komunitas?

PEMBAHASAN

1. Penyakit tropis dan infeksi yang dapat ditemukan dalam tatanan komunitas, serta faktor risikonya.

Jawab:

Penyakit tropis merupakan penyakit yang menjangkit pada area tropis (wilayah panas berkondisi lembab). Penyakit ini meliputi penyakit menular maupun tidak menular dan penyakit infeksi dan non infeksi. Indonesia adalah salah satu negara tropis, multi ethnik, genetik, dan beragam sosial budaya yang menyebabkan banyaknya timbul penyakit-penyakit tropis.

Penyakit Infeksi oleh Bakteri (TBC, diare, demam tifoid) a. TBC

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh basil Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar basil tuberkulosis menyerang paru, tetapi dapat juga menyerang organ tubuh lainnya (Depkes RI, 2007).

(3)

Penyakit TB dapat menyerang laki-laki dan perempuan. Hampir tidak ada perbedaan di antara anak laki dan perempuan sampai pada umur pubertas . 2. Status gizi.

Telah terbukti bahwa malnutrisi akan mengurangi daya tahan tubuh sehingga akan menurunkan resistensi terhadap berbagai penyakit termasuk TB. Faktor ini sangat berperan pada negara-negara miskin dan tidak mengira usia.

3. Sosioekonomi.

Penyakit TB lebih banyak menyerang masyarakat yang berasal dari kalangan sosioekonomi rendah. Lingkungan yang buruk dan permukiman yang terlampau padat sangat potensial dalam penyebaran penyakit TB.

4. Pendidikan.

Rendahnya pendidikan seseorang penderita TB dapat mempengaruhi seseorang untuk mencari pelayanan kesehatan. Terdapat beberapa penelitian yang menyimpulkan bahwa seseorang yang mempunyai pendidikan rendah akan berpeluang untuk mengalami ketidaksembuhan 5,5 kali lebih besar berbanding dengan orang yang mempunyai tingkat pendidikan yang lebih tinggi.

5. Faktor-faktor Toksis.

Merokok, minuman keras, dan tembakau merupakan faktor penting dapat menurunkan daya tahan tubuh.

Selain itu menurut Suarni,H, 2009 dijelaskan factor risiko TB yaitu : a. Faktor Umur

Beberapa factor risiko penularan penyakit tuberkolosis di Amerika yaitu umur, jenis kelamin, ras asal Negara bagian, serta infeksi AIDS. Dari hasil penelitian yang dilaksanakan di New York pada panti penampungan orang-orang gelandangan, menunjukkan bahwa kemungkinan mendapat infeksi tuberculosis aktif meningkat secara bermakna sesuai dengan umur.

Insiden tertinggi tuberculosis paru-paru biasanya mengenai usis dewasa muda. Di Indonesia diperkirakan 75% penderita TB paru adalah kelompok usis produktif, yaitu 15-50 tahun.

b. Faktor Jenis Kelamin

(4)

TB paru lebih cenderung terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan wanita karena laki-laki sebagian besar mempunyai kebiasaan merokok sehingga memudahkan terjangkitnya TB paru.

c. Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh terhadap pengetahuan seseorang, dianatranya mengenai rumah yang memenuhi syarat kesehatan dan pengetahuan penyakit TB paru sehingga dengan pengetahuan yang cukup, maka seseorang akan mencoba untuk mempermudah perilaku hidup bersih dan sehat. Selain itu, tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh terhadap jenis pekerjaannya.

d. Pekerjaan

Jenis pekerjaan menentukan faktor risiko apa yang harus dihadapi setiap individu. Bila pekerja bekerja di lingkungan yang berdebu, paparan partikel debu di daerah terpapar akan memengaruhi terjadinya gangguan pada saluran pernapasan. Paparan kronisudara yang tercemar dapat meningkatkan morbiditas, terutama terjadinya gejala penyakit saluran pernapasan dan umumnya TB paru.

Jenis pekerjaan seseorang juga memengaruhi pendapatan keluarga yang akan mempunyai dampak terhadap pola hidup sehari-hari di antara konsumsi makanan,pemeliharaan kesehatan. Selain itu, akan memengaruhi kepemilikan rumah (konstruksi rumah).

Kepala keluarga yang mempunyai pendapatan di bawah UMR akan mengonsumsi makanan dengan kadar gizi yang tidak sesuai dengan kebutuhan bagi setiapanggota keluarga sehingga mempunyai status gizi yang kurang dan akan memudahkan untuk terkena penyakit infeksi, dianatarnya TB paru. Dalam hal jenis konstruksi rumah dengan mempunyai pendapatan yang kurang, maka konstruksi rumah yang dimiliki tidak memenuhi syarat tidak memenuhi syarat kesehatan sehingga akan mempermudah terjadinya penularan penyakit TB paru.

e. Kebiasaan merokok

Merokok diketahui mempunyai hubungan dengan meningkatkan risiko untuk mendapatkan kanker paru-paru, penyakit jantung koroner, bronkitis kronis, dan kanker kandung kemih. Kebisaan merokok meningkatkan risiko untuk terkena TB paru sebanyak 2,2 kali.

(5)

2005). Prevalensi merokok pada hamper semua Negara berkembang lebih dari 50% terjadi pada laki-laki dewasa, sedangkan wanitaperokok kurang dari 5%. Dengan adanya kebiasaan merokok akan mempermudah untuk terjadinya infeksi TB paru.

Mereka yang paling berisiko terpajan dengan basil adalah mereka yang tinggal berdekatan dengan orang yang terinfeksi aktif. Kelompok inianatara lain tunawisma yang tinggal di tempat penampungan yang terdapat kasus tuberculosis, serta anggota keluarga pasien. Anak-anak merupakan kelompok yang sangat rentan. Imigram ke Amerika Serikat yang berasal dari Negara berkembang sering mengidap infeksi aktif atau laten.

Tenaga kesehatan yang merawat pasien tuberculosis, dan mereka yang menggunakan fasilitas klinik perawatan atau rumah sakit yang juga digunakan oleh penderita tuberculosis juga berisiko terpajan dan terjangkit penyakit TB. Di anatara mereka yangtterpajan basil, individu yang system imunnya tidak adekuat, seperti mereka yang kekurangan gizi, individu lanjut usiaatau bayi dan anak-anak, individu yang mendapat obat imunosupresan, dan mereka yang mengidap virus imunodefisiensi manusia (HIV) kemungkinan besar akan terinfeksi. Virulensi galur kuman juga memengaruhi penularan, jenis galur tertentu teridentifikasi sangan virulen. Pengendalian TB terhambat oleh munculnya resisten multi-obat dan efek sinergis pada HIV/AIDS. Jumlah kasus TB yang bermakna di Afrika telah dikaitkan dengan infeksi HIV( Suarni,H.2009).

b. Diare

Diare adalah defekasi encer lebih dari 3 kali sehari, dengan/tanpa darah dan lendir dalam tinja.9 Diare dikatakan sebagai keluarnya tinja berbentuk cair sebanyak tiga kali atau lebih dalam dua puluh jam pertama, dengan temperatur rectal di atas 38°C, kolik, dan muntah-muntah (Sitorus, 2008).

Faktor risiko terjadinya diare adalah faktor perilaku dan faktor lingkungan 1. Faktor perilaku antara lain:

(6)

b. Menggunakan botol susu terbukti meningkatkan risiko terkena penyakit diare karena sangat sulit untuk membersihkan botol susu

c. Tidak menerapkan Kebiasaaan Cuci Tangan pakai sabun sebelum memberi ASI/makan, setelah Buang Air Besar (BAB), dan setelah membersihkan BAB anak

d. Penyimpanan makanan yang tidak higienis 2. Faktor lingkungan antara lain:

Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan. Dua faktor yang dominan, yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja. Kedua faktor ini akan berinteraksi bersama dengan perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat pula, yaitu melalui makanan dan minuman maka dapat menimbulkan kejadian penyakit diare.

a. Ketersediaan Jamban

Penelitian Dewi Ratnawati dkk ( tahun 2006) di Kabupaten Kulon Progo Yogyakarta dengan desain penelitian case control, menunjukkan bahwa penggunaan jamban yang tidak memenuhi syarat sanitasi akan meningkatkan risiko 2,550 kali lebih besar balitanya untuk terkena diare akut dibandingkan dengan penggunaan jamban yang memenuhi syarat dan secara statistik bermakna.

b. Penyediaan Air Bersih

Penelitian Dewi Ratnawati dkk (tahun 2006) di Kabupaten Kulon Progo Yogyakarta dengan desain penelitian case control, menunjukkan bahwa penggunaan sarana air bersih yang tidak memenuhi syarat sanitasi akan meningkatkan risiko 1,310 kali lebih besar balitanya untuk terkena diare akut dibandingkan dengan penggunaan sarana air bersih yang memenuhi syarat namun secara statistik tidak bermakna.

c. Sanitasi Lingkungan

(7)

terutama anak gizi buruk, penyakit imunodefisiensi/imunosupresi dan penderita campak (Kemenkes RI, 2006).

c. Demam Tifoid

Demam tifoid merupakan penyakit demam akut dan mengancam jiwa yang disebabkan oleh infeksi sistemik dari bakteri Salmonella enteric dengan serotype masing-masing typhi dan paratyphi (Arif Rakhman,2009).

Faktor resiko demam tifoid menurut Harahap, 2011 antara lain: 1. Sanitasi lingkungan yang buruk

Sanitasi lingkungan yang buruk meliputi sumber air bersih yang tercemar, kondisi lingkungan sekitar rumah maupun di dalam rumah yang kotor (sampah bertebaran di mana-mana), kotoran hewan di jalan umum yang tidak dibersihkan (dibiarkan begitu saja), dan sebagainya.

2. Personal Hygiene yang buruk

Personal hygiene yang buruk ini dapat berupa perilaku tidak bersih dan sehat oleh anggota masyarakat, seperti tidak mencuci tangan sebelum maupun sesudah makan, menggunakan peralatan makan yang sudah dipakai sebelumnya (belum dicuci langsung dipakai kembali, atau kalaupun dicuci tetapi tidak bersih), tidak menggunakan jamban atau toilet untuk buang air besar maupun buang air kecil.

3. Menjadikan sungai sebagai sapiteng rumah tangga

Hal ini dapat mencemari sungai sehingga bakteri S. typhi dapat menyebar di dalam sungai. Jika, sungai tersebut dimanfaatkan sebagai tempat untuk mandi, cuci, kakus maka bakteri S. typhi akan sangat mudah menginfeksi manusia. 4. Mengkonsumsi makanan (khususnya sayuran) dalamm kondisi mentah dan

minum air yang tidak direbus

Makanan atau minuman yang tidak dimasak hingga matang atau mendidih (untuk air) akan menyebabkan bakteri yang berada pada sayur dan yang berada di dalam air tidak mati sehingga akan dengan mudah termakan dan masuk ke dalam tubuh.

5. Pasteurisasi susu yang tidak baik

Pasteurisasi susu yang menggunakan suhu yang tidak sesuai maka dapat memicu berkembangnya bakteri-bakteri termasuk bakteri S. typhi, apabila terminum oleh manusia maka akan masuk ke dalam tubuh dan menginfeksi manusia tersebut

6. Cara pengolahan dan penyajian makanan dan minuman yang tidak baik

(8)

dan minuman, menggunakan wadah yang tidak bersih, makanan atau minuman dibiarkan terbuka begitu saja, dan sebagainya. Hal tersebut dapat menyebabkan bakteri mudah berpindah ke dalam makanan dan minuman kemudian termakan dan menginfeksi manusia

Penyakit Infeksi oleh Virus (DBD , hepatitis, rabies, HIV-AIDS, flu burung, meningitis )

a. DBD

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah salah satu penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan dari seorang kepada orang lain melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Menurut buku pencegahan pengendalian dengue & demam berdarah, faktor-faktor resiko pada demam berdarah dengue adalah :

1. Status imun setiap individu

2. Strain/serotype virus yang menginfeksi 3. Usia pasien

4. Latar belakang genetic pasien

Faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit demam berdarah dengue antara lain faktor host, lingkungan, serta faktor virusnya sendiri. Faktor lingkungan merupakan salah satu faktor penting yang berkaitan dengan terjadinya infeksi dengue. Lingkungan pemukiman sangat besar peranannya dalam penyebaran penyakit menular. Kondisi perumahan yang tidak memenuhi syarat rumah sehat apabila dilihat dari kondisi kesehatan lingkungan akan berdampak pada masyarakat itu sendiri. Dampaknya dilihat dari terjadinya suatu penyakit yang berbasis lingkungan yang dapat menular (Maria, Ita, dkk,2013).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ita Maria, Hasanuddin Ishak, dan Makmur Selomo (2013) di Kota Makasar menyatakan bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi angka kejadian penyakit demam berdarah dengue, antara lain :

1. Densitas Larva

(9)

suatu tindakan yang tepat, sehingga di rumah responden ditemukan adanya larva Aedes aegypti.

Tingginya kepadatan populasi akan mempengaruhi distribusi penyebaran penyakit DBD. Hal ini karena asumsi bahwa kurang dari 5% dari suatu populasi nyamuk yang ada pada suatu populasi nyamuk yang ada pada musim penularan akan menjadi vektor (Sari, Martini & Ginanjar, 2012). Keberadaan kontainer di lingkungan rumah sangat berperan dalam kepadatan jentik Aedes, karena semakin banyak kontainer akan semakin banyak tempat perindukan dan akan semakin padat populasi nyamuk Aedes. Semakin padat populasi nyamuk Aedes, maka semakin tinggi pula risiko terinfeksi virus DBD dengan waktu penyebaran lebih cepat sehingga jumlah kasus penyakit DBD cepat meningkat yang pada akhirnya mengakibatkan terjadinya KLB penyakit DBD.

2. Kepadatan Hunian Rumah

Kepadatan penghuni adalah perbandingan jumlah penghuni dengan luas rumah dimana berdasarkan standar kesehatan adalah 10 m2 per penghuni, semakin luas lantai rumah maka semakin tinggi pula kelayakan hunian sebuah rumah. Pada penelitian ini ditemukan bahwa kelompok kasus lebih banyak yang memiliki hunian rumah yang padat (risiko tinggi) sebesar 37orang (71,2%), sedangkan pada kelompok kontrol lebih banyak yang memiliki hunian rumah yang tidak padat (risiko rendah) sebesar 33 orang (63,5%). Hunian rumah yang padat merupakan faktor risiko kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) dengan nilai OR =4,28 (95% CI 1,88-9,76). Risiko responden yang tinggal di rumah yang memiliki hunian yang padat untuk terkena Demam Berdarah Dengue 4,28 kali lebih besar dibandingkan dengan responden yang tinggal di rumah yang memiliki hunian yang tidak padat dan dilihat dari nilai LL dan UL, variabel kepadatan hunian bermakna secara statistik.

Kepadatan penduduk yang tinggi dan jarak rumah yang sangat berdekatan membuat penyebaran penyakit DBD lebih intensif di wilayah perkotaan dari pada wilayah pedesaan karena jarak rumah yang berdekatan memudahkan nyamuk menyebarkan virus dengue dari satu orang ke orang lain yang ada di sekitarnya (Maria, Ita, dkk,2013).

3. Ventilasi Rumah

(10)

rumah dan menggigit manusia. Dalam penelitian ini ventilasi dan jendela rumah dikatakan memenuhi syarat kesehatan bila pada lubang ventilasi terpasang jaring-jaring atau kawat kasa. Dari hasil penelitian menunjukkan umumnya masyarakat memiliki tidak berkasa. Pada kelompok kasus lebih banyak yang memiliki ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan (risiko tinggi) sebesar 40 orang (76,9%), sedangkan pada kelompok kontrol lebih banyak yang yang memiliki ventilasi yang memenuhi syarat kesehatan (risiko rendah) sebesar 38 orang (73,1%). Ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan merupakan faktor risiko kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) dengan nilai OR= 9,04 (95%CI 3,71-22,02). Risiko responden di dalam rumah dengan ventilasi yang tidak berkasa untuk terkena DBD 9,04 kali lebih besar dibandingkan dengan responden yang memiliki ventilasi udara yang berkasa dan dilihat dari nilai LL dan UL, variabel ventilasi bermakna secara statistik. (Maria, Ita, dkk,2013).

4. Kelembaban

Kelembaban merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kenyamanan penghuni suatu rumah. Kondisi kelembaban udarah dalam ruangan dipengaruhi oleh musim, kondisi udara luar, kondisi ruangan yang kebanyakan tertutup. Risiko responden yang tinggal di rumah yang lembab untuk terkena Demam Berdarah Dengue 3,36 kali lebih besar dibandingkan dengan responden yang tinggal di rumah yang tidak lembab dan dilihat dari nilai LL dan UL, variabel kelembaban bermakna secara statistik.

Demikian pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Yudhastuti dan Vidiyani (2005) di Kota Surabaya menunjukkan bahwa kelembaban berhubungan dengan keberadaan jentik Aedes aegypti. Suatu daerah akan menjadi potensial untuk penularan DBD apabila didukung oleh faktor lingkungan misalnya kelembaban (Maria, Ita, dkk,2013).

5. Suhu

(11)

menetas 7 hari pada air dengan suhu 16ºC. Telur nyamuk ini akan berkembang pada air dengan suhu udara 20-30ºC (Maria, Ita, dkk,2013).

b. Hepatitis - Hepatitis A

Hepatitis A sangat menular dan dapat menyebar dari orang ke orang dengan gejala yang berlainan. Biasanya hanya menyebabkan sakit ringan, dan banyak orang yang terinfeksi mungkin tidak pernah menyadari mereka sakit sama sekali. Faktor risiko utama untuk hepatitis A adalah mereka yang bepergian atau tinggal di Negara dengan tingkat infeksi yang tinggi. Serta anak-anak yang menghadiri pusat penitipan anak juga memiliki risiko lebih tinggi untuk mendapatkan hepatitis A (Siregar, 2011).

- Hepatitis B

Hepatitis B adalah infeksi pada hati yang berpotensi menyebabkan kematian yang disebabkan oleh virus hepatitis B. Hepatitis B merupakan masalah kesehatan global utama dan merupakan jenis yang paling serius dari semua jenis Hepatitis. Penyakit ini dapat menyebabkan penyakit hati kronis dan bisa menyebabkan penderitanya beresiko tinggi mengalami kematian akibat komplikasi lebih lanjut menjadi sirosis hati dan kanker hati. (Siregar,2011). Misnadiarly (2007) dalam bukunya menyebutkan kelompok resiko tinggi mudah tertularnya virus hepatitis B, meliputi :

o Anak kecil di tempat perawatan yang tinggal di lingkungan epidemis

o Seseorang yang tinggal serumah atau berhubungan seksual dengan penderita resiko tertular penyakit hepatitis B

o Pekerja kesehatan o Pasien cuci darah

o Pengguna narkoba dengan jarum suntik

o Mereka yang menggunkan peralatan kesehatan bersama seperti pasien dokter gigi dan lain-lain

o Orang yang ikut akupuntur atau tato yang menggunakan jarum tidak steril o Mereka yang tinggal atau sering bepergian ke daerah endemis hepatitis B o Mereka yang berganti pasangan, oleh karena ketidaktahuan kondisi kesehatan

pasangan

o Kaum homoseksual - Hepatitis C

(12)

 Pengguna narkoba suntik

 Bayi yang dilahirkan oleh wanita yang menderita hepatitis C

 Pasien hemodialisis

 Petugas kesehatan

 Orang yang lahir di negara yang mempunyai angka tinggi infeksi hepatitis

 C (misalnya bagian Afrika dan Mesir)

 Orang yang membuat tatu atau menindik tubuh di rumah dengan

 peralatan yang tidak steril

 Tahanan LP

c. Rabies

Rabies adalah penyakit zoonosis (penyakit yang ditularkan dari hewan ke manusia) yang disebabkan oleh virus rhabdovirus. Rabies dapat menular kepada manusia melalui kontak dekat dengan air liur yang terinfeksi melalui gigitan atau cakaran. Penyebab utama rabies kepada manusia adalah gigitan anjing penderita rabies. Sebagian besar kematian terjadi tanpa profilaksis pasca pajanan Evalina (2010).

Faktor-faktor yang dapat meningkatkan risiko rabies meliputi:

 Bepergian atau tinggal di negara-negara berkembang di mana rabies sangat tinggi, termasuk negara-negara di Afrika dan Asia Tenggara

 Kegiatan yang cenderung sering kontak dengan binatang liar yang mungkin memiliki rabies, seperti menjelajahi gua di mana kelelawar hidup atau berkemah tanpa mengambil tindakan pencegahan untuk menjaga binatang liar jauh dari perkemahan

 Bekerja di laboratorium dengan virus rabies

 Luka di kepala, leher atau tangan, yang dapat membantu perjalanan virus rabies ke otak lebih cepat

d. HIV/AIDS

(13)

AIDS merupakan singkatan dari Aquired Immune Deficiency Syndrome. Syndrome berarti kumpulan gejala-gejala dan tanda-tanda penyakit. Deficiency berarti kekurangan, Immune berarti kekebalan, dan Aquired berarti diperoleh atau didapat, dalam hal ini “diperoleh” mempunyai pengertian bahwa AIDS bukan penyakit keturunan (Siregar,(2012).

a. Faktor Host

Infeksi HIV/AIDS saat ini telah mengenai semua golongan masyarakat, baik kelompok risiko tinggi maupun masyarakat umum. Kelompok masyarakat yang mempunyai risiko tinggi adalah pengguna narkoba suntik (Injecting Drug Use), kelompok masyarakat yang melakukan promiskuitas (hubungan seksual dengan banyak mitraseksual) misalnya WPS (wanita penjaja seks), dari satu WPS dapat menular ke pelanggan-pelanggannya selanjutnya pelanggan-pelanggan WPS tersebut dapat menularkan kepada istri atau pasangannya. Laki-laki yang berhubungan seks dengan sesamanya atau lelaki seks lelaki (LSL). Narapidana dan anak-anak jalanan, penerima transfusi darah, penerima donor organ tubuh dan petugas pelayan kesehatan juga mejadi kelompok yang rawan tertular HIV.

Berdasarkan data Ditjen PP & PL Depkes RI (2009), rasio kasus AIDS antara laki-laki dan perempuan adalah 3:1. Proporsi penularan HIV/AIDS melalui hubungan heteroseksual sebesar 50,3%, IDU 40,2%, Lelaki Seks Lelaki (LSL) 3,3%, perinatal 2,6%, transfusi darah 0,1% dan tidak diketahui penularannya 3,5%. Risiko penularan dari suami pengidap HIV ke istrinya adalah 22% dan istri pengidap HIV ke suaminya adalah 8%. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan infeksi HIV menjadi AIDS adalah usia pada saat infeksi. Orang yang terinfeksi HIV pada usia muda, biasanya lambat menderita AIDS, dibandingkan jika terinfeksi pada usia lebih tua (Siregar, 2012).

b. Faktor Agent

(14)

berbanding terbalik dengan jumlah virus HIV yang ada dalam tubuh (Siregar, 2012).

c. Faktor Environment

Menurut data UNAIDS (2009), dalam survei yang dilakukan di negara bagian Sub-Sahara Afrika antara tahun 2001 dan 2005, prevalensi HIV lebih tinggi di daerah perkotaan daripada di daerah pedesaan, dengan rasio prevalensi HIV di kota : pedesaan yaitu 1,7:1. Misalnya di Ethiopia, orang yang tinggal di areal perkotaan 8 kali lebih mudah terinfeksi HIV dari pada orang-orang yang tinggal di pedesaan. Penelitian Silverman, dkk (2006) desain Case records di Mumbai, pada 175 orang perempuan korban perdagangan seks di rumah pelacuran di India, 54,3% diantaranya berasal dari India, 29,7% berasal dari Nepal, 4% berasal dari Bangladesh dan 12% tidak diketahui asalnya. Dari 28,4% perempuan India korban perdagangan seks yang positif HIV, perempuan yang berasal dari Kota Karnataka dan Maharashtra lebih mungkin terinfeksi HIV daripada perempuan yang berasal dari Kota Bengal Barat dengan Odds Ratio (OR) 7,35. Hal ini dikarenakan Kota Karnataka dan Maharashtra merupakan daerah dengan prevalensi HIV yang tinggi. (Siregar,2012).

d. Flu Burung

Flu Burung yang sering dikenal juga dengan istilah Fowl plaque merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza yang menyerang berbagai unggas, termasuk unggas darat maupun air. Flu Burung ( Avian Influenza/ AI) selain menyebabkan kerugian ekonomis juga berdampak terhadap kehilangan nyawa pada manusia, sehingga penyakit flu burung dikelompokkan pada penyakit kategori I yaitu penyakit strategis (World Health Organizatio,. 2014).

Kelompok yang berisiko tinggi terhadap penyakit Flu Burung yaitu :

 Pekerja peternakan/pemprosesan unggas (termasuk dokter hewan, dll)

 Pekerja lab yang memproses sampel pasien/hewan terjangkit

 Pengunjung peternakan/pemprosesan unggas dalam 1 minggu terakhir

 Kontak dengan penderita flu burung

 Masyarakat luas yang berdomisili dekat dengan unggas

(15)

Meningitis adalah infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai piameter (lapisan dalam selaput otak) dan arakhnoid serta dalam derajat yang lebih ringan mengenai jaringan otak dan medula spinalis yang superfisial.

Faktor resiko meningitis antara lain: pasien yang mengalami defek dural, sedang menjalani spinal procedure, bacterial endocarditis, diabetes melitus, alkoholisme, splenektomi, sickle cell disease, dan keramaian ( Pubmed Health, 2012).

Faktor risiko mendapatkan meningitis meliputi:

 Mereka yang tinggal di dekat seperti sekolah, perguruan tinggi, pangkalan militer, Pusat-pusat penitipan siang hari, siswa perumahan dll lebih beresiko terkena infeksi meningococcal.

 Mereka dengan CSF pleuroperitoneal ditempatkan dalam otak mereka untuk patologi lain

 orang-orang dengan cacat di dura

 menggunakan prosedur tulang belakang (misalnya tulang belakang anestesi)  penderita diabetes

 mereka dengan bakteri Endokarditis  alkoholisme dan hati sirosis

 penyalahgunaan narkoba suntikan  ginjal ketidak cukupan

 Thalassemia  cystic fibrosis  hipoparatiroidisme  splenectomy  sabit cell penyakit

Penyakit Infeksi oleh Parasit (malaria) a. Malaria

(16)

Kelompok risiko tinggi untuk untuk menderita malaria berat adalah: 1. Di daerah hiper/holoendemik:

 Anak kecil berumur dibawah 6 bulan

 Angka kematian tinggi pada kelompok umur 1-3 tahun  Wanita hamil, selama trimester kedua dan ketiga kehamilan.

Peningkatan risiko terhadap penyakit malaria selama kehamilan diperkirakan disebabkan oleh dua faktor, Pertama, parasit-parasit yang menyebabkan malaria cenderung berakumulasi dalam plasenta (ari-ari). Sebagai tambahan, selama kehamilan, sistem kekebalan tubuh sang ibu berada dalam tingkat respon yang kurang dari normal.

2. Di daerah hipo/mesoendemik: Anak-anak dan orang dewasa 3. Lain-lain :

 Pendatang, misalnya transmigran  Pelancong (travelers)

Selain itu faktor risiko terjadinya malaria menurut Ikrayama Babba yaitu :

 Kawat kasa

Pemasangan kawat kasa pada ventilasi akan memyebabkan semakin kecilnya kontak nyamuk yang berada di luar rumah dengan penghuni rumah, dimana nyamuk tidak dapat masuk ke dalam rumah. Dengan pemasangan kawat kasa pada ventilasi akan melindungi penghuni rumah dari gigitan nyamuk.

 Dinding rumah

Menurut penelitian Yoga (1999), menyatakan bahwa keadaan kualitas rumah sangat berpengaruh terhadap kemungkinan terjadinya penularan malaria di dalam rumah. Penduduk dengan rumah yang dindingnya banyak berlubang berisiko sakit malaria 18 kali, dibandingkan dengan rumah penduduk dengan dinding rapat

 Keberadaan kandang ternak

(17)

2. Pencegahan yang disarankan kepada masyarakat agar tidak terkena penyakit tropis dan infeksi.

Jawab:

Secara umum pencegahan penyakit tropis dan infeksi dapat dilakukan dengan: Penyakit tropis

Beberapa strategi untuk mengendalikan/pencegahan penyakit tropis meliputi:

- Pengeringan lahan basah untuk mengurangi populasi serangga dan vektor lainnya.

- Aplikasi insektisida dan / atau penolak serangga) pada permukaan strategis seperti: pakaian, kulit, bangunan, habitat serangga, dan kelambu.

- Penggunaan kelambu tempat tidur atas (juga dikenal sebagai "kelambu") untuk mengurangi penularan malam hari, karena spesies tertentu dari nyamuk tropis pakan terutama di malam hari.

- Penggunaan air sumur, dan / atau penyaringan air, filter air, atau air pengobatan dengan tablet air untuk menghasilkan air minum bebas dari parasit.

- Pengembangan dan penggunaan vaksin untuk mempromosikan kekebalan penyakit. Farmakologis pra-pajanan (untuk mencegah penyakit sebelum pajanan terhadap lingkungan dan / atau vektor).

- Farmakologis profilaksis pasca pajanan (untuk mencegah penyakit setelah terpapar lingkungan dan / atau vektor).

- Terapi farmakologis (untuk mengobati penyakit setelah infeksi atau infestasi). - Membantu dengan pembangunan ekonomi di daerah endemik. Misalnya dengan

memberikan kredit mikro untuk memungkinkan investasi di bidang pertanian lebih efisien dan produktif. Hal ini pada gilirannya dapat membantu subsisten pertanian menjadi lebih menguntungkan, dan ini keuntungan dapat digunakan oleh penduduk setempat untuk pencegahan penyakit dan pengobatan, dengan manfaat tambahan mengurangi angka kemiskinan.

Pencegahan penyakit infeksi

Berikut adalah beberapa tips untuk mencegah terkena penyakit infeksi:

- Sering mencuci tangan. Mencuci tangan membantu menghilangkan kuman yang Anda dapatkan dari binatang, tempat kotor, atau benda-benda terkontaminasi. Anda terutama sangat disarankan untuk mencuci tangan sebelum, selama dan sesudah menyiapkan makanan, sebelum makan, setelah menggunakan kamar mandi, dan setelah memegang binatang.

(18)

- Jauhi penderita penyakit yang mudah menular melalui kontak, misalnya flu, cacar air atau belekan. Bila Anda tidak dapat menghindarinya, berhati-hatilah agar tidak menyentuh wajah Anda dengan tangan sebelum Anda mencucinya.

- Cegah perkembangbiakan nyamuk demam berdarah dan nyamuk lainnya dengan gerakan 3M Plus (Menguras, Menutup, Mengubur dan Menggunakan anti nyamuk).

- Pastikan tidak ada air yang menggenang di rumah Anda, kuras kamar mandi secara teratur, tutup tempat-tempat yang berpotensi mengumpulkan air dan kubur botol, pot, tempayan dan benda-benda penampung air lainnya.

- Masak dan sajikan makanan dengan aman. Ketahuilah makanan mana yang harus selalu disimpan di kulkas. Jangan biarkan makanan yang mudah basi seperti susu segar, bakso, nuget ayam, dan lainnya di tempat terbuka lebih dari dua jam. Tutuplah makanan dengan rapat agar tidak dihampiri lalat.

- Cucilah buah-buahan dan sayuran mentah dengan bersih. Masaklah daging, ayam dan telur sampai betul-betul matang. Pastikan Anda membelinya dari sumber yang terpercaya. Daging yang bersumber tidak jelas dapat membawa penyakit antrax dan flu burung yang sangat berbahaya.

- Dapatkan imunisasi. Pastikan bayi Anda mendapatkan semua imunisasi yang dibutuhkan sesuai jadwal. Bila Anda bepergian ke daerah yang rawan, dapatkan imunisasi yang tepat sebelum Anda berangkat ke sana. Jamaah haji wajib mendapatkan imunisasi meningitis sebelum berangkat.

- Gunakan antibiotik dengan bijak. Flu, demam berdarah, dan infeksi virus lainnya tidak dapat diobati dengan antibiotik. Bakteri dapat menjadi resisten bila Anda mendapatkan antibiotik pada saat Anda tidak memerlukannya.

- Jagalah kebersihan dan kesehatan hewan piaraan Anda. Berikan imunisasi yang memadai kepada mereka.

- Pisahkan dengan tegas barang-barang yang dipakai hewan dengan yang dipakai anggota keluarga Anda. Bersihkan kotoran dan kandang mereka dengan teratur menggunakan sabun dan desinfektan.

- Hindari kontak dengan binatang liar yang mungkin membawa penyakit berbahaya. Tikus dapat membawa penyakit pes dan leptospirosis. Burung dan ayam liar dapat membawa virus flu burung. Kucing dan anjing liar dapat menularkan rabies. - Makanlah makanan yang kaya antioksidan dan multivitamin A, C dan E. Tubuh

Anda akan memiliki sistem imun yang lebih baik dengan mengkonsumsinya. Bila sistem imun Anda lemah, konsultasikan dengan dokter agar mendapatkan pengobatan yang dapat meningkatkannya.

(19)

Pencegahan penyakit TBC Paru.

Menurut Suarni,2009 tindakan pencegahan dapat dikerjakan oleh penderita, masyarakat dan petugas kesehatan yang meliputi :

1. Oleh penderita, dapat dilakukan dengan menutup mulut sewaktu batuk dan membuang dahak tidak disembarangan tempat.

2. Oleh masyarakat dapat dilakukan dengan meningkatkan dengan cara bayi harus diberikan vaksinasi BCG.

3. Oleh petugas kesehatan dengan memberikan penyuluhan tentang penyakit TB yang antara lain meliputi gejala bahaya dan akibat yang ditimbulkannya.

4. Isolasi, pemeriksaan kepada orang-orang yang terinfeksi, pengobatan khusus TBC.Pengobatan mondok dirumah sakit hanya bagi penderita yang kategori berat yang memerlukan pengembangan program pengobatannya yang karena alasan-alasan sosialekonomi dan medis untuk tidak dikehendaki pengobatan jalan. 5. Desinfeksi, Cuci tangan dan tata rumah tangga kebersihan yang ketat, perlu

perhatian khusus terhadap muntahan dan ludah (piring, hundry, tempat tidur, pakaian), ventilasi rumah dan sinar matahari yang cukup.

6. Imunisasi orang-orang kontak. Tindakan pencegahan bagi orang-orang sangat dekat (keluarga, perawat, dokter, petugas kesehatan lain) dan lainnya yang terindikasi dengan vaksin BCG dan tindak lanjut bagi yang positif tertular.

7. Penyelidikan orang-orang kontak. Tuberculin-test bagi seluruh anggota keluarga dengan foto rontgen yang bereaksi positif, apabila cara-cara ini negatif, perlu diulangpemeriksaan tiap bulan selama 3 bulan, perlu penyelidikan intensif.

8. Pengobatan khusus. Penderita dengan TBC aktif perlu pengobatan yang tepat. Obat-obat kombinasi yang telah ditetapkan oleh dokter diminum dengan tekun dan teratur, waktuyang lama ( 6 atau 12 bulan). Diwaspadai adanya kebal terhadap obat obat, dengan pemeriksaan penyelidikan oleh dokter.

9. Pengobatan preventif, diartikan sebagai tindakan keperawatan terhadap penyakit inaktif dengan pemberian pengobatan INH sebagai pencegahan.

10. BCG, vaksinasi, diberikan pertama-tama kepada bayi dengan perlindungan bagi ibunya dan keluarhanya. Diulang 5 tahun kemudian pada 12 tahun ditingkat tersebut berupa tempat pencegahan.

11. Pemeriksaan bakteriologis dahak pada orang dengan gejala TBC paru.

12. Pemeriksaan screening dengan tubercullin test pada kelompok beresiko tinggi, seperti para emigrant, orang-orang kontak dengan penderita, petugas dirumah sakit, petugas/guru disekolah, petugas foto rontgen.

(20)

Pencegahan Diare

Menurut USAID, UNICEF & WHO,2005 diare dapat dicegah antara lain dengan cara:

1. Mencuci tangan pakai sabun dengan benar pada lima waktu penting: 1) sebelum makan,

2) setelah buang air besar, 3) sebelum memegang bayi 4) setelah menceboki anak dan 5) sebelum menyiapkan makanan;

2. Meminum air minum sehat, atau air yang telah diolah, antara lain dengan cara merebus, pemanasan dengan sinar matahari atau proses klorinasi;

3. Pengelolaan sampah yang baik supaya makanan tidak tercemar serangga (lalat kecoa, kutu, lipas, dan lain-lain);

4. Membuang air besar dan air kecil pada tempatnya, sebaiknya menggunakan jamban dengan tangki septic

Pencegahan Demam Tifoid

Pada dasarnya ada empat tingkatan pencegahan penyakit secara umum, yakni: Pencegahan tingkat dasar (primordial prevention), pencegahan primer (primary prevention), pencegahan sekunder (secondary prevention), dan pencegahan tersier (tertiary prevention). Pencegahan tingkat dasar merupakan upaya pencegahan dini terhadap penyakit secara umum oleh masyarakat. Hal ini terkait dengan usaha memelihara atau mempertahankan gaya hidup sehat masyarakat. Selain itu, pencegahan dapat dilakukan agar kebiasaan buruk atau tidak sehat masyarakat kemudian tidak diikuti oleh generasi selanjutnya. Oleh karena pencegahan ini masih bersifat umum (tidak untuk penyakit tertentu) sehingga bisa digunakan tidak hanya untuk penyakit demam tifoid saja tetapi juga untuk penyakit lainnya. Contoh primordial prevention, yaitu menjaga pola makan sehat, sanitasi personal maupun lingkungan, dan sebagainya. Berikut ini akan dijelaskan langkah-langkah atau tingkatan pencegahan (level of prevention) dari demam tifoid menurut Harahap,2011 yaitu:

Primary Prevention

Pencegahan ini merupakan pencegahan terhadap suatu penyakit tertentu dengan mengontrol atau mengawasi faktor resiko, faktor penyebab yang dilakukan sebelum penyakit masuk kedalam tubuh (periode prepatogenesis). Pencegahan primer ini terbagi dua yaitu:

1. Health Promotion (Promosi Kesehatan)

(21)

 Sosialisai melalui media massa (poster, iklan, brosur, pamflet, dsb.) 2. General and Specific Protection (Perlindungan Umum dan Khusus)

 Mengajak masyarakat untuk gotong-royong melakukan sanitasi lingkungan (bersih-bersih pekarangan rumah, fasilitas umum seperti bak sampah, dsb.)

 Memperhatikan sarana dan sumber air bersih

 Mengajak masyarakat untuk melakukan personal hygiene (mencuci tangan setelah buang air besar, dan sesudah maupun sebelum makan)

 Mengadakan pelatihan cara mengolah dan menyajikan makanan yang baik, sehat, dan bersih kepada para Ibu rumah tangga

 Mengajak masyarakat untuk selalu memanfaatkan toilet ketika (maaf) buang air besar maupun buang air kecil.

 Pasteurisasi susu yang tepat

 Imunisasi/vaksinasi, terutama kepada para tenaga medis, anggota keluarga penderita, dan turis asing yang mendatangi daerah endemis

Secondary Prevention

Pencegahan ini disasarkan kepada orang-orang yang setelah diagnosis, mereka dianggap menderita maupun yang terancam menderita. Sehingga, pencegahan ini berguna untuk menghentikan proses penyakit lebih lanjut, mencegah perluasan penyakit, serta dapat dilakukan pengobatan yang cepat dan tepat.

1. Early Diagnosis and Promt Treatment (Diagnosis Dini dan Pengobatan Segera)

Screening

 Pengobatan yang cepat dan tepat, seperti pemberian antibiotika yang tepat

 Pencarian dan pelaporan kasus demam tifoid yang rutin dan sigap Tertiary Prevention

Pencegahan ini dilakukan terhadap pasien atau penderita penyakit tertentu sehingga diharapkan dapat mencegah bertambah parahnya penyakit yang diderita dan mencegah terjadinya kecacatan mapun kematian.

1. Disability Limitation (Pembatasan Kecacatan)

 Ahli medis melakukan pengobatan secara intensif

 Perencanaan pengobatan yang spesifik, sperti pada orang dewasa menggunakan ciprofloxacin dan untuk anak-anak ada TMP-SMX yang masih efektif untuk penderita akut

2. Rehabilitation (Rehabilitasi)

 Penderita disarankan untuk menjaga personal hygiene, sanitasi lingkungan dan makanan, sarana air bersih, dan sebagainya.

 Manajemen stress, karena kemungkinan penyakit yang diderita membuat penderita merasa tidak produktif dan merasa bosan, sehingga pasien bisa produktif kembali

(22)

TUBEX, Typidot, dan Typidot M akan membantu menegakkan diagnosis demam tifoid. Namun untuk memastikan adanya demam tifoid, perlu dilakukan pemeriksaan biakan darah, feses, dan urin.

Penyakit Infeksi oleh Virus (DBD , hepatitis, rabies, HIV-AIDS, flu burung, meningitis )

Pencegahan Demam Berdarah

Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya, yaitu nyamuk Aedes aegypti. Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode yang pencegahan terbaik adalah dengan menghilangkan genangan air yang dapat menjadi sarang nyamuk, dan menghindari gigitan nyamuk (Maria, Ita, 2013).

tepat, yaitu : Lingkungan

Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat, modifikasi tempat perkembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan manusia, danperbaikan desain rumah. Sebagai contoh:

- Menguras bak mandi/penampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu. - Mengganti/menguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu

sekali.

- Menutup dengan rapat tempat penampungan air.

- Mengubur kaleng-kaleng bekas, aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah dan lain sebagainya.

Biologis

Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik (ikan adu/ikan cupang), dan bakteri (Bt.H-14).

Kimiawi

Cara pengendalian ini antara lain dengan:

Pengasapan/fogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion), berguna untuk mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu. - Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti, gentong air, vas bunga, kolam, dan lain-lain.

(23)

obat nyamuk, memeriksa jentik berkala, dll sesuai dengan kondisi setempat (Keri Lestari, 2010).

Langkah Umum untuk Mencegah Penyakit yang Disebarkan oleh Nyamuk

1. Kenakan pakaian lengan panjang dan celana panjang, dan gunakan obat penangkal nyamuk yang mengandung DEET pada bagian tubuh yang tidak terlindungi.

2. Gunakan kawat nyamuk atau kelambu di ruangan tidak berAC.

3. Pasang obat nyamuk bakar ataupun obat nyamuk cair/listrik di tempat yang dilalui nyamuk, seperti jendela, untuk menghindari gigitan nyamuk. 4. Cegah munculnya genangan air

 Buang kaleng dan botol bekas ditempat sampah yang tertutup.

 Ganti air di vas bunga paling sedikit seminggu sekali, dan jangan biarkan ada air menggenang di pot tanaman.

 Tutup rapat semua wadah air, sumur dan tangki penampungan air.  Jaga saluran air supaya tidak tersumbat.

 Ratakan permukaaan tanah untuk mencegah timbulnya genangan air. Pencegahan Penyakit Hepatitis

Menurut Park ada lima pokok pencegahan yaitu :

1. Health Promotion, usaha peningkatan mutu kesehatan 2. Specifik Protection, perlindungan secara khusus

3. Early Diagnosis dan Prompt Treatment, pengenalan dini terhadap penyakit,serta pemberian pengobatan yang tepat

4. Usaha membatasi cacat 5. Usaha rehabilitasi

Dalam upaya pencegahan infeksi Virus Hepatitis B, sesuai pendapat Effendi dilakukan dengan menggabungkan antara pencegahan penularan dan pencegahan penyakit. Pencegahan dapat dilakukan dengan melalui tindakan Health Promotion baik pada hospes maupun lingkungan dan perlindungan khusus terhadap penularan.

- Health Promotion terhadap hos berupa pendidikan kesehatan, peningkatan higiene perorangan, perbaikan gizi, perbaikan sistem transfusi darah dan mengurangi kontak erat dengan bahan-bahan yang berpotensi menularkan virus hepatitis.. - Pencegahan virus hepatitis melalui lingkungan, dilakukan melalui upaya:

meningkatkan perhatian terhadap kemungkinan penyebaran infeksi hepatitismelalui tindakan melukai seperti tindik, akupuntur, perbaikan sarana kehidupan di kota dan di desa serta pengawasan kesehatan makanan yang meliputi tempat penjualan makanan dan juru masak serta pelayan rumah makan.

(24)

langsung bersinggungan dengan darah, serum, cairan tubuh dari penderita hepatitis, juga pada petugas kebersihan, penggunaan pakaian khusus sewaktu kontak dengan darah dan cairan tubuh, cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan penderita pada tempat khusus selain itu perlu dilakukan pemeriksaan HBsAg petugas kesehatan (Onkologi dan Dialisa)untuk menghindarkan kontak antara petugas kesehatan dengan penderita ( Notoatmodjo, Soekidjo. 2003)

Pencegahan Rabies

Pencegahan rabies pada hewan adalah tanggung jawab Dinas Peternakan dan dalam pelaksanaannya akan bekerjasama dengan semua isntansi. Agar pencegahan dan pemberantasan lebih efektif, maka disusun pedoman khusus berlandaskan pada surat keputusan bersama antara menteri Kesehatan, Menteri pertanian dan Menteri Dalam Negeri tentang pencegahan dan penanggulangan rabies (Hiswani, 2011).

Adapun langkah-langkah pencegahan rabies dapat dilihat dibawah ini:

- Tidak memberikan izin untuk memasukkan atau menurunkan anjing, kucing, kera dan hewan sebangsanya di daerah bebas rabies.

- Memusnahkan anjing, kucing, kera atau hewan sebangsanya yang masuk tanpa izin ke daerah bebas rabies.

- Dilarang melakukan vaksinasi atau memasukkan vaksin rabies kedaerah-daerah bebas rabies.

- Melaksanakan vaksinasi terhadap setiap anjing, kucing dan kera, 70% populasi yang ada dalam jarak minimum 10 km disekitar lokasi kasus.

- Pemberian tanda bukti atau pening terhadap setiap kera, anjing, kucing yang telah divaksinasi.

- Mengurangi jumlah populasi anjing liar atan anjing tak betuan dengan jalan pembunuhan dan pencegahan perkembangbiakan.

- Menangkap dan melaksanakan observasi hewan tersangka menderita rabies, selama 10 sampai 14 hari, terhadap hewan yang mati selama observasi atau yang dibunuh, maka harus diambil spesimen untuk dikirimkan ke laboratorium terdekat untuk diagnosa.

- Mengawasi dengan ketat lalu lintas anjing, kucing, kera nan hewan sebangsanya yang bertempat sehalaman dengan hewan tersangka rabies.

- Membakar dan menanam bangkai hewan yang mati karena rabies sekurang-kurangnya 1 meter.

Pencegahan HIV/AIDS

(25)

1. Upaya Pencegahan AIDS Jangka Pendek Upaya pencegahan AIDS jangka pendek adalah dengan KIE, memberikan informasi kepada kelompok resiko tinggi bagaimana pola penyebaran virus AIDS (HIV), sehingga dapat diketahui langkah -langkah pencegahannya. Ada 3 pola penyebaran virus HIV yaitu melalui hubungan seksual, melalui darah dan melalui ibu yang terinfeksi HIV kepada bayinya.

2. Pencegahan Infeksi HIV melalui hubungan seksual HIV terdapat pada semua cairan tubuh penderita tetapi yang terbukti berperan dalam penularan AIDS Adalah mani, cairan vagina dan darah.HIV dapat menyebar melalui hubungan seksual pria ke wanita, dari wanita ke pria dan dari pria ke pria.Setelah mengetahui cara penyebaran HIV melaui hubungan seksual maka upaya pencegahan adalah dengan cara:

- Tidak melakukan hubungan seksual.Walaupun cara ini sangat efektif, namun tidak mungkin dilaksanakan sebab seks merupakan kebutuhan biologis.

- Melakukan hubungan seksual hanya dengan seorang mitra seksual yang setia dan tidak terinfeksi HIV (homogami)

- Mengurangi jumlah mitra seksual sesedikit mungkin

- Hindari hubungan seksual dengan kelompok resiko tinggi tertular AIDS. - Tidak melakukan hubungan anogenital.

- Gunakan kondom mulai dari awal sampai akhir hubungan seksual dengan kelompok resiko tinggi tertular AIDS dan pengidap HIV.

3. Pencegahan Infeksi HIV Melalui Darah

Darah merupakan media yang cocok untuk hidup virus AIDS. Penularan AIDS melalui darah terjadi dengan:

- Transfusi darah yang mengandung HIV.

- Jarum suntik atau alat tusuk lainnya (akupuntur, tato,tindik) bekas pakai orang yang mengidap HIV tanpa di sterilkan dengan baik.

- Pisau cukur,gunting kuku atau sikat gigi bekas pakai orang yang mengidap virus HIV.

Langkah-langkah untuk mencegah terjadinya penularan melalui darah adalah: - Darah yang digunakan untuk transfuse diusahakan bebas HIV dengan

jalan memeriksa darah donor. Hal ini masih belum dapat dilaksanakan sebab memerlukan biaya yang tingi serta peralatan canggih karena prevalensi HIV diIndonesia masih rendah, maka pemeriksaan donor darah hanya dengan uji petik.

(26)

- Jarum suntik dan alat tusuk yang lain harus disterilisasikan secara baik setiap kali habis dipakai.

- Semua alat yang tercemar dengan cairan tubuh penderita AIDS harus di sterillisasikan secara baik.

- Kelompok penyalahgunaan narkotik harus menghenti kan kebiasaan penyuntikan obat ke dalam badannya serta menghentikan kebiasaan mengunakan jarum suntik bersama.

- Gunakan jarum suntik sekali pakai (disposable) - Membakar semua alat bekas pakai pengidap HIV. 4. Pencegahan Infeksi HIV Melalui Ibu

Ibu hamil yang mengidap HIV dapat memindahkan virus tersebut kepada janinnya. Penularan dapat terjadi pada waktu bayi didalam kandungan, pada waktu persalinan dan sesudah bayi di lahirkan.Upaya untuk mencegah agar tidak terjadi penularan hanya dengan himbauan agar ibu yang terinfeksi HIV tidak hamil.

Upaya Pencegahan AIDS Jangka Panjang

Penyebaran AIDS diIndonesia (Asia Pasifik) sebagian besar adalah karena hubungan seksual,terutama dengan orang asing. Kasus AIDS yang menimpa orang Indonesia adalah mereka yang pernah ke luar negeri dan mengadakan hubungan seksual dengan orang asing.Hasil penelitian menunjukkan bahwa resiko penularan dari suami pengidap HIV keistrinya adalah 22% dan istri pengidap HIV ke suaminya adalah 8%. Namun ada penelitian lain yang berpenda pat bahwa resiko penularan suami ke istri atau istri ke suami dianggap sama. Kemungkinan penularan tidak terganggu pada frekuensi hubungan seksual yang dilakukan suami istri.Mengingat masalah seksual masih merupakan barang tabu diIndonesia, karena norma-norma budaya dan agama Yang masih kuat, sebetulnya masyarakat kita tidak perlu risau terhadap penyebaran virus AIDS. Namun demikian kita tidak boleh lengah sebab negara kita merupakan Negara terbuka dan tahun 1991 adalah tahun melewati Indonesia. Upaya jangka panjang yang harus kita lakukan untuk mencegah merajalelanya AIDS adalah merubah sikap dan perilaku masyarakat dengan kegiatanyang meningkatkan norma-norma agama maupun social sehingga masyarakat dapat berperilaku seksual yang bertanggung jawab (Siregar,2012).

Yang dimaksud dengan perilaku seksual yang bertanggung jawab adalah :

 Tidak melakukan hubungan seksual sama sekali.

 Hanya melakukan hubungan seksual dengan mitra seksual yang setia dan tidak terinfeksi HIV (monogamy).

(27)

 Menghindari hubungan seksual dengan orang yang mempunyai lebih dari satu mitra seksual.

 Mengurangi jumlah mitra seksual sesedikit mungkin.

 Mengurangi jumlah mitra seksual sesedikit mungkin

 Hindari hubungan seksual dengan kelompok resiko tinggi tertular AIDS.

 Tidak melakukan hubungan anogenital.

 Gunakan kondom mulai dari awal sampai akhir hubungan seksual

Pencegahan Flu Burung Pencegahan primer : Pada Unggas

- Peningkatan Biosekuriti Desinfeksi alat dan fasilitas peternakan

- Depopulasi (pemusnahan selektif) dilakukan terhadap unggas sehat yang sekandang dengan unggas sakit di peternakan tertular

- Disposal Dilakukan dengan cara pembakaran dan penguburan terhadap unggas mati, kotoran, alas kandang, pakan ternak yang tercemar.

- Vaksinasi dapat dilakukan terhadap unggas yang sehat di daerah tertular sebagai berikut :

 Ayam pedaging divaksin umur 4-7 hari dosis 0,2 ml pemberian di bawah kulit pada pangkal leher.

 Ayam petelur dan pembibitan divaksin pada :

Umur 4-7 hari dosis 0,2 ml pemberian di bawah kulit pada pangkal leher. Umur 4-7 minggu, dosis 0,5 ml pemberian dibawah kulit pada pangkal leher. Umur 12 minggu, dosis 0,5 ml pemberian dibawah kulit pada pangkal leher atau pada otot dada.

 Pengulangan kembali tiap 3-4 bulan dengan dosis 0,5 ml pada otot dada. Pada Manusia

- Kelompok Beresiko Tinggi (peternak dan pedagang).

 Mencuci tangan dengan desinfektan dan mandi sehabis bekerja.

 Menghindari kontak langsung dengan unggas yang terinfeksi flu burung.  Menggunakan pelindung diri (masker dan pakaian kerja)

 Membersihkan kotoran unggas setiap hari.

 Lalu lintas manusia yang masuk peternakan harus dikontrol

 Apabila ada ayam, bebek, atau burung sakit atau mati tanpa diketahui penyebabnya; atau petugas peternakanyang sakit, maka harus dilaporkan ke pihak yang berwajib.

(28)

vaksin H5, tetapi kurang imunogenik sehingga perlu diberikan dua sampai tiga dosis. Penelitian sudah banyak dilakukan untuk membuat vaksin terhadap virus influenza A H5N1.Kondihalli et al. (1999), membuat vaksin DNA yang mengkode hemaglutinin yang memberikan perlindungan terhadap infeksi virus influenza A H5N1 pada mencit. Vaksin ini cukup baik dan perlu diteliti lebih lanjut pada binatang mamalia. Bresson et al. (2006) juga sudah meneliti vaksin virion H5N1 mati terpisah (split vaccine) sudah sampai pada fase I. Manfaat vaksin ini untuk menghadapi pandemi juga harus diteliti lebih jauh(WHO,2006).

Masyarakat Umum

- Menjaga daya tahan tubuh dengan memkan makanan bergizi dan istirahat yang cukup.

- Mengolah unggas dengan cara yang benar, yaitu :  Pilih unggas yang sehat

 Memasak daging ayam sampai suhu + 800 C selama 1 menit dan pada telur sampai suhu 640 C selama 4,5 menit

 Dapur dan peralatan yang digunakan harus dibersihkan sebelum dan sesudah digunakan

Pencegahan sekunder Pengawasan di Rumah Sakit

Influenza terkenal sebagai patogen nosokomial. Oleh karna itu, sangat disarankan untuk mencegah terjadinya penularan ke petugas kesehatan dan penderita lain dalam situasi nonpandemi dan dalam perawatan penderita. Dalam menangani penderita, para perawat harus menggunakan masker. Perawat yang terpajan tanpa alat pelindung harus diberikan kemoprofilaksis oseltamivir 75 mg setiap hari selama 7 sampai 10 hari. Pemberian profilaksis sebelum terpajan dibenarkan jika terbukti bahwa galur virus influenza A (H5N1) dapat menular dari orang ke orang secara efisien atau untuk seseorang yang memiliki risiko pajanan yang tinggi. Isolasi pada penderita dan karantina pada klein suspek karus dilakukan untuk mencegah penularan jika terbukti bahwa H5N1 dapat menular dari manusia ke manusia. (WHO, 2006) Pencegahan tersier

(29)

Pencegahan Meningitis Pencegahan Primer

Tujuan pencegahan primer adalah mencegah timbulnya faktor resiko meningitis bagi individu yang belum mempunyai faktor resiko dengan melaksanakan pola hidup sehat. Pencegahan dapat dilakukan dengan memberikan imunisasi meningitis pada bayi agar dapat membentuk kekebalan tubuh. Vaksin yang dapat diberikan seperti Haemophilus influenzae type b (Hib), Pneumococcal conjugate vaccine (PCV7), Pneumococcal polysaccaharide vaccine (PPV), Meningococcal conjugate vaccine (MCV4), dan MMR (Measles dan Rubella).10 Imunisasi Hib Conjugate vaccine (Hb-OC atau PRP-OMP) dimulai sejak usia 2 bulan dan dapat digunakan bersamaan dengan jadwal imunisasi lain seperti DPT, Polio dan MMR.20 Vaksinasi Hib dapat melindungi bayi dari kemungkinan terkena meningitis Hib hingga 97%. Pemberian imunisasi vaksin Hib yang telah direkomendasikan oleh WHO, pada bayi 2-6 bulan sebanyak 3 dosis dengan interval satu bulan, bayi 7-12 bulan di berikan 2 dosis dengan interval waktu satu bulan, anak 1-5 tahun cukup diberikan satu dosis. Jenis imunisasi ini tidak dianjurkan diberikan pada bayi di bawah 2 bulan karena dinilai belum dapat membentuk antibody (James, S. & Ashwill, 2007).

Meningitis Meningococcus dapat dicegah dengan pemberian kemoprofilaksis (antibiotik) kepada orang yang kontak dekat atau hidup serumah dengan penderita.Vaksin yang dianjurkan adalah jenis vaksin tetravalen A, C, W135 dan Y. meningitis TBC dapat dicegah dengan meningkatkan sistem kekebalan tubuh dengan cara memenuhi kebutuhan gizi dan pemberian imunisasi BCG. Hunian sebaiknya memenuhi syarat kesehatan, seperti tidak over crowded (luas lantai > 4,5 m2 /orang),ventilasi 10 – 20% dari luas lantai dan pencahayaan yang cukup.Pencegahan juga dapat dilakukan dengan cara mengurangi kontak langsung dengan penderita dan mengurangi tingkat kepadatan di lingkungan perumahan dan di lingkungan seperti barak, sekolah, tenda dan kapal. Meningitis juga dapat dicegah dengan cara meningkatkan personal hygiene seperti mencuci tangan yang bersih sebelum makan dan setelah dari toilet.

Pencegahan Sekunder

(30)

mendiagnosa penyakit dapat dilakukan dengan pemeriksaan fisik, pemeriksaan cairan otak, pemeriksaan laboratorium yang meliputi test darah dan pemeriksaan X-ray (rontgen) paru. Selain itu juga dapat dilakukan surveilans ketat terhadap anggota keluarga penderita, rumah penitipan anak dan kontak dekat lainnya untuk menemukan penderita secara dini (Sitorus, 2008).

Pencegahan Tertier

Pencegahan tertier merupakan aktifitas klinik yang mencegah kerusakan lanjut atau mengurangi komplikasi setelah penyakit berhenti. Pada tingkat pencegahan ini bertujuan untuk menurunkan kelemahan dan kecacatan akibat meningitis, dan membantu penderita untuk melakukan penyesuaian terhadap kondisi kondisi yang tidak diobati lagi, dan mengurangi kemungkinan untuk mengalami dampak neurologis jangka panjang misalnya tuli atau ketidakmampuan untuk belajar. Fisioterapi dan rehabilitasi juga diberikan untuk mencegah dan mengurangi cacat.

Penyakit Infeksi oleh Parasit (malaria) Pencegahan Malaria

Menurut Depkes 2008 cara Pencegahan Penyakit malaria yakni:

- Menghindari gigitan nyamuk, Tidur memakai kelambu, menggunakan obat nyamuk,memakai obat oles anti nyamuk, pasang kawat kasa pada ventilasi, menjauhkan kandang ternak dari rumah, kurangi berada di luar rumah pada malam hari.

- Pengobatan pencegahan, 2 hari sebelum berangkat ke daerah malaria, minum obat doksisilin 1 x 1 kapsul/ hari sampai 2 minggu setelah keluar dari lokasi endemis malaria

- Membersihkan lingkungan, Menimbun genangan air, membersihkan lumut, gotong royong membersihkan lingkungan sekitar, mencegahnya dengan kentongan.

- Menebar kan pemakan jentik, Menekan kepadatan nyamuk dengan menebarkan ikan pemakan jentik. Seperti ikan kepala timah, nila merah, gupi, mujair dll. - Menggunakan kelambu (bed net) pada waktu tidur, lebih baik lagi dengan

kelambu berinsektisida.

- Mengolesi badan dengan obat anti gigitan nyamuk (repellent).

- Menggunakan pembasmi nyamuk, baik bakar, semprot maupun lainnya. - Memasang kawat kasa pada jendela dan ventilasi.

- Letak tempat tinggal diusahakan jauh dari kandang ternak.

(31)

- Membersihkan tempat hinggap/istirahat nyamuk dan memberantas sarang nyamuk.

- Hindari keadaan rumah yang lembab, gelap, kotor dan pakaian yang bergantungan serta genangan air.

- Membunuh jentik nyamuk dengan menyemprotkan obat anti larva (bubuk abate) pada genangan air atau menebarkan ikan atau hewan (cyclops) pemakan jentik. - Melestarikan hutan bakau agar nyamuk tidak berkembang biak di rawa payau

sepanjang pantai.

- Menghindari atau mengurangi gigitan nyamuk malaria, dengan cara tidur memakai kelambu, tidak berada diluar rumah pada malam hari, mengolesi badan dengan lotion anti nyamuk, memasang kawat kasa pada jendela.

- Membersihkan tempat sarang nyamuk, dengan cara membersihkan semak-semak disekitar rumah dan melipat kain-kain yang bergantungan, mengusahakan didalam rumah tidak gelap, mengalirkan genangan air serta menimbunnya.

- Membunuh nyamuk dewasa (penyemprotan dengan insektisida) - Membunuh larva dengan menebarkan ikan pemakan larva - Membunuh larva dengan menyemprot larvasida.

3. Strategi untuk mengendalikan penyakit tropis. Jawab:

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan lima strategi kesehatan masyarakat untuk pencegahan dan pengendalian penyakit tropis terabaikan :

1) Memperluas pengetahuan tentang pencegahan

Hal diatas dapat dilakukan salah satunya dapat menngunakan promosi kesehatan untuk melakukan pencegahan penyakit tropis. Promosi kesehatan ( Promkes ) adalah upaya kegiatan untuk membuat prilaku masyarakat kondusif dalam meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang kesehatan, sehingga masyarakat “melek kesehatan’ (health literacy), promosi kesehatan tidak dapat terlepas dan selalu berkaitan dengan perilaku masyarakat, sebagaimana diungkapkan. Masyarakat Indonesia kebanyakan meninggal disebabkan oleh penyakit sederhana yang dapat dicegah dan diobati secara mudah, disebabkan keadaan kesehatan lingkungan yang kurang baik, perilaku kesehatan dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan yang kurang, akhirnya penyakit yang ringan menjadi lebih berat dan dapat berakibat kematian. Komitmen ini harus mendorong orang lain untuk memperluas dukungan mereka untuk mengembangkan layanan yang dibutuhkan untuk mengatasi penyakit tropis (Jamaludin,A. 2010).

(32)

Strategi system managemen vektor terpadu dirancang untuk mencapai manfaat pengendalian penyakit terbesar dengan cara yang paling hemat biaya, dan meminimalkan dampak negatif terhadap ekosistem (misalnya penipisan keanekaragaman hayati) dan merugikan efek samping pada kesehatan masyarakat dari penggunaan berlebihan bahan kimia alam pengendalian vector. Mengandalkan metode tunggal pengendalian vektor, system managemen vektor terpadu menekankan pentingnya, memahami ekologi vektor lokal dan pola lokal penularan penyakit, dan kemudian memilih alat pengendalian vektor yang sesuai, dari berbagai pilihan yang tersedia. Ini termasuk strategi pengelolaan lingkungan yang dapat mengurangi atau menghilangkan tempat berkembang biak vektor sama sekali melalui peningkatan desain atau operasi proyek pengembangan sumber daya air serta penggunaan kontrol biologi (larvasida misalnya bakteri dan ikan larvivorous) target itu dan membunuh larva vektor tanpa menghasilkan dampak ekologi dari penggunaan bahan kimia (Jamaludin,A. 2010).

Mengurangi penularan penyakit dengan memperpendek atau mengganggu umur vektor. system managemen vektor terpadu menyediakan kerangka kerja untuk perlindungan dan strategi perbaikan/pencegahan yang menggabungkan pengelolaan lingkungan dan alat-alat kimia secara terpadu, misalnya kelambu berinsektisida. System managemen vektor terpadu membutuhkan pendekatan multi-sektoral untuk pengendalian vektor untuk pengendalian penyakit. Misalnya dampak kesehatan atas pembangunan infrastruktur baru, misalnya sumber daya air, irigasi dan pertanian, dapat membantu mengidentifikasi dampak potensial pada penyakit tular vektor sehingga keputusan kebijakan efektif dapat diambil. Pada kegiatan system managemen vektor terpadu peran serta beberapa sector dalam pemerintahan berperan disesuaikan dengan keadaan daerah selain itu peran serta masyarakat sangat begitu besar dimana untuk merencanakan dan pelaksanaan suatu kegiatan pengendalian yang akan dilakukan disesuaikan dengan keadaan lingkungan dan sumber daya yang ada (tenaga, biaya dan lain lain) (Jamaludin,A. 2010).

(33)

 Habitat Pengendalian

Menghapus atau mengurangi daerah di mana vektor dapat dengan mudah berkembang biak dapat membantu membatasi pertumbuhan penduduk. Sebagai contoh, penghapusan tergenang air, kerusakan ban bekas dan kaleng yang berfungsi sebagai lingkungan perkembangbiakan nyamuk dan manajemen yang baik dari air yang digunakan dapat mengurangi daerah kejadian vektor yang berlebihan.

 Mengurangi Kontak

Membatasi paparan serangga atau hewan yang diketahui vektor penyakit dapat mengurangi risiko infeksi secara signifikan. Sebagai contoh, kelambu, jendela layar pada rumah, atau pakaian pelindung dapat membantu mengurangi kemungkinan kontak dengan vektor. Agar efektif ini membutuhkan pendidikan dan promosi metode antara penduduk untuk meningkatkan kesadaran ancaman vector.

 Kontrol Kimia

Insektisida,larvasida dan penolak dapat digunakan untuk mengendalikan vektor. Sebagai contoh, larvasida dapat digunakan dalam zona perkembangbiakan nyamuk; insektisida dapat diterapkan pada dinding rumah atau kelambu, dan penggunaan penolak pribadi dapat mengurangi kejadian gigitan serangga dan dengan demikian infeksi. Penggunaan pestisida untuk pengendalian vektor dipromosikan oleh WHO dan telah terbukti sangat efektif

 Pengendalian biologis

Penggunaan predator vektor alami, seperti bakteri atau racun botani senyawa, dapat membantu mengendalikan populasi vektor. Menggunakan ikan yang memakan nyamuk larva atau mengurangi tingkat breeding dengan memperkenalkan disterilkan lalat jantan telah ditunjukkan untuk mengendalikan populasi vektor dan mengurangi risiko infeksi

4) Tindakan kesehatan masyarakat mengenai penyakit hewan yang sesuai

(34)

lingkungan dalam tubuh kita. (3) Lingkungan alam/luar (sosial environment), semua orang manusia lain yang mempengaruhi kita. Pengaruh lingkungan sosial ini ada yang kita terima secara langsung dan ada yang tidak langsung. Pomalingo dan Ali Ibrahim (2003:118) mengemukakan kesehatan lingkungan adalah sangat besar pengaruhnya terhadap kesehatan manusia. Di dalam lingkungan yang sesuai, penyebab penyakit dapat dipelihara dan ditulrakan dari manusia ke manusia, dari hewan ke manusia, dari hewan ke hewan, atau dari manusia ke hewan.

5) Persediaan air bersih, sanitasi dan kebersihan

Penyakit tropis paling sering biasanya mengenai kalangan masyarakat miskin, terutama masyarakat yang kekurangan akses atas perumahan yang layak, air minum yang aman serta sanitasi yang bersih. Untuk menanggulangi penyakit tropis dapat dikontrol melalui perawatan rutin massa kelompok berisiko dengan obat yang efektif, serta peningkatan akses terhadap air minum dan sanitasi yang layak, bersih, dan aman.

Ada beberapa strategi untuk mengendalikan penyakit tropis meliputi:

 Pengeringan lahan basah untuk mengurangi populasi serangga dan vektor lainnya.

 Tindakan terpenting: memutus rantai penularan (menghentikan kontak agen penyebab penyakit dengan host)

 Menitikberatkan penanggulangan faktor resiko penyakit (lingkungan dan perilaku)

 Aplikasi insektisida dan / atau penolak serangga) pada permukaan strategis seperti: pakaian, kulit, bangunan, habitat serangga, dan kelambu.

 Penggunaan kelambu tempat tidur atas (juga dikenal sebagai "kelambu") untuk mengurangi penularan malam hari, karena spesies tertentu dari nyamuk tropis pakan terutama di malam hari.

 Penggunaan air sumur, dan / atau penyaringan air, filter air, atau air pengobatan dengan tablet air untuk menghasilkan air minum bebas dari parasit.

 Pengembangan dan penggunaan vaksin untuk mempromosikan kekebalan penyakit.

 Farmakologis pra-pajanan (untuk mencegah penyakit sebelum pajanan terhadap lingkungan dan / atau vektor).

 Farmakologis profilaksis pasca pajanan (untuk mencegah penyakit setelah terpapar lingkungan dan / atau vektor).

(35)

 Membantu dengan pembangunan ekonomi di daerah endemik. Misalnya dengan memberikan kredit mikro untuk memungkinkan investasi di bidang pertanian lebih efisien dan produktif. Hal ini pada gilirannya dapat membantu subsisten pertanian menjadi lebih menguntungkan, dan ini keuntungan dapat digunakan oleh penduduk setempat untuk pencegahan penyakit dan pengobatan, dengan manfaat tambahan mengurangi angka kemiskinan.

4. Pendidikan kesehatan yang dapat anda berikan pada masyarakat terkait penyakit tropis dan infeksi dan jelaskan alasannya.

Jawab:

Hal pendidikan kesehatan sangat penting diberikan perawat kepada masyarakat terkait upaya preventif dalam mengatasi masalah-masalah penyakit seperti yang dijelaskan diatas, mengingat banyak penyakit endemis yang ada di Negara kita sehingga untuk mencegah penyabaran penyakit tersebut diperlukan bantuan oleh pihak individu, keluarga, masyarakat dan komunitas masyarakat untuk mencegah meluasnya penyakit tersebut.

Pencegahan penyakit Infeksi oleh Bakteri (TBC, diare, demam tifoid) TBC

Pendidikan kesehatan yang dapat diberikan pada pasien TBC dapat diberikan berupa upaya preventif yang meliputi upaya pencegahan yang diklasifikasikan menjadi tiga tahapan menurut Suryo, Joko, 2010 meliputi :

Pencegahan Primer

Dengan promosi kesehatan sebagai salah satu pencegahan TBC paling efektif, walaupun hanya mengandung tujuan pengukuran umum dan mempertahankan standar kesehatan sebelumnya yang sudah tinggi. Proteksi spesifik dengan tujuan pencegahan TBC yang meliputi ; (1) Imunisasi Aktif, melalui vaksinasi BCG secara nasional dan internasional pada daerah dengan angka kejadian tinggi dan orang tua penderita atau beresiko tinggi dengan nilai proteksi yang tidak absolut dan tergantung Host tambahan dan lingkungan, (2) Chemoprophylaxis, obat anti TBC yang dinilai terbukti ketika kontak dijalankan dan tetap harus dikombinasikan dengan pasteurisasi produk ternak, (3) Pengontrolan Faktor Prediposisi, yang mengacu pada pencegahan dan pengobatan diabetes, silicosis, malnutrisi, sakit kronis dan mental. Pencegahan Sekunder

(36)

dengan deteksi dini penting untuk kesuksesan aplikasi modern kemoterapi spesifik, walau terasa berat baik dari finansial, materi maupun tenaga. Metode tidak langsung dapat dilakukan dengan indikator anak yang terinfeksi TBC sebagai pusat, sehingga pengobatan dini dapat diberikan. Selain itu, pengetahuan tentang resistensi obat dan gejala infeksi juga penting untuk seleksi dari petunjuk yang paling efektif. Langkah kontrol kejadian kontak adalah untuk memutuskan rantai infeksi TBC, dengan imunisasi TBC negatif dan Chemoprophylaxis pada TBC positif. Kontrol lingkungan dengan membatasi penyebaran penyakit, disinfeksi dan cermat mengungkapkan investigasi epidemiologi, sehingga ditemukan bahwa kontaminasi lingkungan memegang peranan terhadap epidemi TBC. Melalui usaha pembatasan ketidakmampuan untuk membatasi kasus baru harus dilanjutkan, dengan istirahat dan menghindari tekanan psikis.

Pencegahan Tersier

Rehabilitasi merupakan tingkatan terpenting pengontrolan TBC. Dimulai dengan diagnosis kasus berupa trauma yang menyebabkan usaha penyesuaian diri secara psikis, rehabilitasi penghibur selama fase akut dan hospitalisasi awal pasien, kemudian rehabilitasi pekerjaan yang tergantung situasi individu. Selanjutnya, pelayanan kesehatan kembali dan penggunaan media pendidikan untuk mengurangi cacat sosial dari TBC, serta penegasan perlunya rehabilitasi.

Diare

Pendidikan kesehatan yang dapat diberikan pada pasien yang mengalami diare dapat diberikan berupa upaya pentalaksanaannya yang meliputi:

Menurut Unicef dan WHO (2006), prinsip penatalaksanaan diare antara lain dengan rehidrasi, nutrisi dan zat besi.

a. Rehidrasi

Diare cair membutuhkan penggantian cairan dan elektrolit tanpa melihat etiologinya. Jumlah cairan yang diberi harus sama dengan jumlah cairan yang telah hilang dan yang masih terus berlangsung melalui diare dan atau muntah, juga ditambah dengan banyaknya cairan yang hilang melalui keringat, urin, pernapasan. Jumlah ini tergantung pada derajat dehidrasi serta berat badan masing-masing anak atau golongan umur.

b. Nutrisi

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian asumsi yang dapat digunakan pada penelitian ini adalah pentingnya makna mataraga dan tolopena yang menjadi simbol komunikasi budaya pada proses ritual

Kita dapat memperkirakan bahwa pada saat itu, Nazaret telah sedemikian rupa diabaikan sehingga tidak ada hal baik yang dapat diharapkan muncul dari mereka yang tinggal di

Komponen produksi pada tanaman jarak pagar diataranya adalah jumlah bunga betina, rasio bunga betina dan jantan, jumlah buah yang jadi, jumlah biji per buah dan bobot kering

Bila dilihat dari penciptaan sumber pertumbuhan ekonomi Riau tahun 2015, Industri Pengolahan memiliki sumber pertumbuhan tertinggi sebesar 0,99 persen,

Data primer berasal dari sumber yang asli dan dikumpulkan secara khusus untuk menjawab pertanyaan penelitian. Pengumpulan data primer dilakukan ketika

Inflasi yang disebabkan adanya kenaikan harga ditunjukkan dengan kenaikan indeks pada kelompok bahan makanan sebesar 3,58 persen; kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan

Kuadran 2 merupakan gaya terpadu yang menunjukkan orientasi yang tinggi pada tugas atau pekerjaan dan juga pada hubungan atau orang, sehingga responden yang

Manfaat praktis lain dari penelitian ini yaitu untuk memastikan apakah metode Westergren masih layak dan relevan untuk pengukuran LED pada praktek laboratorium,