• Tidak ada hasil yang ditemukan

KOALISI PARTAI ISLAM DALAM PERKEMBANGAN POLITIK DI INDONESIA TAHUN 1999 – 2004

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KOALISI PARTAI ISLAM DALAM PERKEMBANGAN POLITIK DI INDONESIA TAHUN 1999 – 2004"

Copied!
124
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

i

DI INDONESIA TAHUN 1999 – 2004

SKRIPSI

Oleh:

RANULIN WINDARSARI NIM: K4408007

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(2)

commit to user

ii

DI INDONESIA TAHUN 1999 – 2004

Oleh :

Ranulin Windarsari NIM : K4408007

Skripsi

Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Sejarah

Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(3)

commit to user

iii

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

Surakarta, Juli 2012

Pembimbing I Pembimbing II

Tri Yuniyanto, M. Hum Dra. Sri Wahyuni, M. Pd

(4)

commit to user

iv

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Pada hari : Selasa Tanggal : 10 Juli 2012

Tim Penguji Skripsi:

Nama Terang Tanda Tangan

Ketua : Drs. Herimanto, M. Pd, M. Si ………

Sekretaris : Drs. Djono, M. Pd ………

Anggota I : Drs. Tri Yuniyanto, M.Hum ………

Anggota II : Dra. Sri Wahyuni, M. Pd ………

Disahkan oleh

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret

a.n. Dekan

Pembantu Dekan I

(5)

commit to user

v

Ranulin Windarsari. K4408007. Koalisi Partai Islam dalam Perkembangan Politik di Indonesia tahun 1999 – 2004. Skripsi. Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta, Juli 2012.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan: (1) Latar Belakang Koalisi Partai Islam di Indonesia, (2) Tujuan Koalisi Partai Islam di Indonesia tahun 1999, (3) Perkembangan Koalisi Partai Islam dalam di Indonesia tahun 1999 – 2004.

Metode penelitian ini adalah metode historis dengan langkah-langkah heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Sumber data dalam penelitian ini berupa sumber primer dan sekunder. Teknik pengumpulan data dengan studi pustaka. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis historis, dengan melakukan kritik ekstern dan intern.

(6)

commit to user

vi

Ranulin Windarsari. K4408007. Coalition of Islamic Parties in Political Developments in Indonesia in 1999–2004. Thesis. Surakarta: Faculty of Teacher Training and Education. Sebelas Maret University, July 2012.

The aims of this research is to describe: (1) Background of the Islamic Coalition Party in Indonesia, (2) The objectives of Islamic Coalition Party in Indonesia in 1999, (3) The development of the Islamic Coalition Party in Indonesia in the year 1999-2004.

This research method is the historical method with heuristic steps, criticism, interpretation, and historiography. Source of data used in this study are primary sources and secondary sources. Collecting data by literature study. The data analysis technique used is the technique of historical analysis, by performing external and internal criticism.

(7)

commit to user

vii

Kerjasama yang baik dibutuhkan dalam suatu kelompok atau organisasi untuk mencapai tujuan tertentu (Gillin)

(8)

commit to user

viii

Karya ini dipersembahkan kepada: 1. Ibu dan Bapak yang telah

memberikan dukungan doa, spiritual dan material

2. Adik, Tante, Alm. Kakek tercinta

(9)

commit to user

ix

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulisan skripsi ini akhirnya dapat diselesaikan, untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar sarjana pendidikan. Banyak hambatan yang menimbulkan kesulitan dalam penyelesaian penulisan skripsi ini, namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya kesulitan-kesulitan yang timbul dapat teratasi. Untuk itu, atas segala bentuk bantuannya, disampaikan terima kasih kepada:

1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin penyusunan skripsi;

2. Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Surakarta yang telah memberikan persetujuan skripsi;

3. Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin demi kelancaran

penyusunan skripsi;

4. Drs. Tri Yuniyanto, M. Hum, selaku Pembimbing Skripsi I yang telah

memberikan nasehat, waktu, serta kritikan yang membangun selama memberikan bimbingan dalam penyusunan skripsi;

5. Dra. Sri Wahyuni, M. Pd, selaku Pembimbing Skripsi II yang telah memberikan waktu, nasehat, dan kritikan selama memberikan bimbingan dalam penyusunan skripsi;

6. Bapak dan Ibu Dosen Program Pendidikan Sejarah Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial yang secara tulus memberikan ilmu kepada penulis selama ini, mohon maaf atas segala tindakan dan perkataan yang tidak berkenan di hati;

Disadari dalam penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan, tetapi diharapkan penulisan skripsi ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan mahasiswa Program Pendidikan Sejarah pada khususnya.

Surakarta, Juni 2012

(10)

commit to user

x

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGAJUAN ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

HALAMAN MOTTO ... vii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... . 1

A.Latar Belakang Masalah ... ... 1

B.Rumusan Masalah ... …………. 12

C.Tujuan Penelitian ... 12

D.Manfaat Penelitian ... 12

E. BAB II LANDASAN TEORI ……… . 14

A.Tinjauan Pustaka ... 14

1. Sistem Politik ... 14

2. Sistem Pemerintahan ... 17

3. Partai Politik Islam ……….. 19

4. Koalisi Politik ……… 21

5. Politik Aliran ... 23

(11)

commit to user

xi

A.Tempat dan Waktu Penelitian ... 28

1. Tempat Penelitian ... 28

2. Waktu Penelitian ... 29

B.Metode Penelitian ... 29

C.Sumber Data ... 30

D.Teknik Pengumpulan Data ... 32

E. Teknik Analisis Data ... 33

F. Prosedur Penelitian ... 34

BAB IV HASIL PENELITIAN ………. ... 39

A.Latar Belakang Koalisi Partai Islam di Indonesia Tahun 1999 ... 39

1. Sejarah Koalisi Partai Islam setelah Kemerdekaan ... 39

2. Berakhirnya Rezim Orde Baru ... 48

3. Pemilu 7 Juni 1999 ... 53

B.Tujuan Koalisi Partai Islam di Indonesia Tahun 1999 ... 72

C.Perkembangan Koalisi Partai Islam di Indonesia Tahun 1999-2004 ... 78

1. Koalisi Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 1999 ... 78

2. Kabinet Persatuan Nasional ... 91

3. Sidang Istimewa MPR 2001 ... 98

4. Kabinet Gotong Royong ... 102

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN ... 105

A.Simpulan ... 105

B.Implikasi ... 107

C.Saran ... 110

DAFTAR PUSTAKA ... 111

(12)

commit to user

xii

Tabel Halaman 1. Jadwal Penelitian Sejarah Tentang Koalisi Partai Islam dalam

(13)

commit to user

xiii

Gambar Halaman 1. Skema Kerangka Berpikir Tentang Koalisi Partai Islam dalam

Perkembangan Politik di Indonesia Tahun 1999-2004 ... 25 2. Prosedur Penelitian Sejarah Tentang Koalisi Partai Islam dalam

(14)

commit to user

xiv

Lampiran Halaman

1. Majalah ……….……… 118

2. Koran ……….……….. 141 3. Jurnal Kopertis Wilayah XI Kalimantan, Volume 4 No. 6

Oktober 2006 ………. 158 4. Undang-undang RI No. 2 Tahun 1999 tentang Partai

Politik ……….. 172 5. Surat Keputusan Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu

(15)

commit to user 1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hubungan agama (Islam) dan Negara selalu menjadi kajian menarik di Indonesia. Hal ini disebabkan persoalan kesejarahan menyangkut hubungan antara agama dan Negara di Indonesia yang sering muncul dan tenggelam, juga karena banyaknya pengaruh hubungan agama dan Negara yang berkembang di dunia Islam atau penduduk muslim di Indonesia sebagai mayoritas (Ma’mun Murod Al-Brebesy, 1999: 237).

Indonesia merupakan suatu Negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Pemeluk Islam secara bersama atau sendiri, memiliki sistem bertindak dan sistem hubungan sosial yang tersusun dalam institusi syariah. Institusi syariah Islam disusun berdasarkan ajaran Islam yang tercantum dalam kitab al-Quran dan sunah Rasul. Pemeluk Islam yang merupakan mayoritas dari seluruh penduduk Indonesia merupakan sub sistem masyarakat Indonesia. Dengan demikian, setiap penyusunan dan perumusan aturan tata hubungan masyarakat yang dilakukan pemerintah Indonesia akan segera langsung atau tidak langsung melibatkan komunitas umat tersebut (Abdul Munir Mulkhan, 1989: 3).

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa umat Islam sebagai mayoritas terbesar di Indonesia selalu menarik untuk dikaji. Hal ini dikarenakan perkembangan umat Islam di Indonesia yang dinamis sehingga mempengaruhi sebagian besar segi kehidupan dalam bermasyarakat dan bernegara karena secara langsung maupun tidak langsung kehidupan masyarakat di Indonesia melibatkan komunitas umat Islam yang ada di Indonesia.

(16)

Islam di Indonesia sebagai unsur tambahan dari agama-agama yang telah ada, di samping mempersatukan juga merupakan sebuah kekuatan dinamis, tidak kaku dalam adaptasinya dengan kehidupan modern. Faktor ini pula yang menyebabkan Islam memainkan peran penting sebagai kendaraan nasionalisme dan pembangunan sosial di Indonesia.

Pengalaman sejarah perkembangan masyarakat Indonesia sebagai Negara, dalam proses perumusan konsep dasar tata hubungan sosial masyarakat memberi petunjuk suatu perbedaan yang cukup tajam antara pemerintah dan umat Islam tentang ideologi. Bagi umat Islam ideologi merupakan terjemahan langsung dari kaidah ajaran Islam, sementara pemerintah meletakkannya pada akar budaya kebangsaan dan kenasionalan. Oleh karena itu, pemerintah menempatkan Islam dalam konteks kebangsaan dan kenasionalan tersebut yang digali dari kebudayaan yang mentradisi dan mengakar dalam kehidupan masyarakat (Abdul Munir Mulkhan, 1989: 4).

(17)

tanah air, di samping meliputi segenap lapisan penduduk dari bawah sampai atas juga karena lebih di dorong oleh rasa seagama (Deliar Noer, 2000: 5). Atas dasar rasa seagama itu, maka Sarekat Dagang Islam berubah menjadi Sarekat Islam pada tahun 1912 karena pertimbangan bahwa pekumpulan itu tidak terbatas sampai para pedagang saja, tetapi juga mempunyai dasar yang lebih luas sehingga orang Islam yang bukan pedagang pun bisa menjadi anggota (Slamet Muljana, 2008: 122).

Lahirnya Sarekat Islam merupakan sebuah aktivitas keagamaan pertama yang cukup berarti dalam usaha memperbaiki posisi umat Islam dalam sebuah bangsa yang telah dijajah. Sarekat Islam merupakan organisasi yang berkontribusi dalam menegakkan akar kebangsaan dan persatuan Indonesia. Kemudian disusul dengan berdirinya Muhammadiyah pada tahun 1912, dengan semangat pembaharuan yang merupakan suatu cara baru untuk diperkenalkan kepada komunitas Islam ke dalam kehidupan modern yang mulai menggunakan organisasi modern. Falsafah perjuangan yang terpenting adalah mengangkat martabat bangsa terjajah.

Kedua organisasi Islam di atas disebut sebagai langkah awal yang mempunyai dampak bagi masa depan Indonesia. Hal ini dapat dilihat dalam perkembangan berikutnya, Sarekat Islam menjadi Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII), sebagai partai Islam pertama. Sedangkan Muhammadiyah berkembang menjadi sebuah organisasi kemasyarakatan yang sangat berpengaruh, terutama dalam mengajarkan paham Islam modern, memberikan perhatian pada pendidikan dan amal sosial.

Sejak tahun 1920-an umat Islam semakin banyak yang melibatkan diri dalam kegiatan politik untuk menentang penjajah asing. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa organisasi Islam telah memberikan sumbangan yang sangat besar bagi perjuangan bangsa menentang penjajah (Abdul Munir Mulkhan, 1987: 56).

(18)

2006: 66). MIAI dibentuk atas dasar keinginan untuk memperkuat tali persatuan umat Islam Indonesia. MIAI secara umum bergerak di bidang keagamaan, akan tetapi dalam setiap aktivitasnya sarat muatan politik. MIAI kemudian mendirikan partai Islam yaitu Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) pada bulan November 1943 (Ahmad Syafi’i Mufid, 2009: 13).

Selama ratusan tahun Indonesia dijajah oleh bangsa asing, akhirnya Indonesia memproklamirkan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945. Setelah prokalmasi kemerdekaan itu, Indonesia mulai menata sistem pemerintahannya dengan sistem presidensial, yaitu suatu pemerintahan yang kepala negaranya juga berfungsi sebagai kepala pemerintahan. Dengan demikian, dibentuk kabinet pertama yang sesuai dengan UUD 1945 pada tanggal 2 September 1945 yaitu kabinet Presidensial. Kehidupan partai politik di Indonesia dikenal semenjak adanya maklumat presiden tanggal 16 Oktober 1945 Nomor X, kemudian banyak partai politik yang di bentuk oleh rakyat (Miriam Budiardjo, 2008: 425). Sejak saat itu sistem kabinet Presidensial Indonesia diganti dengan sistem Kabinet Parlementer dengan Perdana Menteri pertamanya yaitu Sutan Syahrir yang praktis menjalankan kekuasaan. Berbekal kekuasaan tersebut, Sutan Syahrir mempelopori penggusuran sistem satu partai dan membengun sistem banyak partai. Kabinet Syahrir tidak ditempati oleh orang-orang dari partai politik, walaupun telah keluar maklumat pemerintahan RI pada tanggal 3 November tahun 1945 yang menganjurkan mendirikan partai politik dalam rangka memperkuat memperjuangkan kemerdekaan. Pada saat itu kabinetnya disebut sebagai kabinet presidensial dan dipimpin oleh seorang presiden. Dalam perjalanannya kabinet Presidensial ini tidak berlangsung lama, dari tanggal 19 Agustus 1945 sampai dengan 14 November 1945. Hal tersebut terjadi karena adanya maklumat presiden No X, juga pengaruh dari Syahrir tokoh Nasional yang sangat vokal yang menuntut dibentuknya kabinet parlementer (Zainal Abidin Amir, 2003: 34).

(19)

bisa memperoleh suara terbanyak di legislatif pada gilirannya akan mendapat kesempatan untuk mendominasi kabinet atau lembaga eksekutif. Hal ini menjadi salah satu pendorong bagi masyarakat yang terbelah menjadi lima aliran pemikiran politik untuk mendirikan partai sesuai dengan aliran yang dimiliki. Kelima aliran itu adalah Komunisme, Sosialisme Demokratik, Islam, Nasionalisme Radikal, dan Tradisionalisme Jawa (Zainal Abidin Amir, 2003: 35).

Kabinet selanjutnya dijabat oleh partai-partai politik yang bertanggung jawab kepada parlemen, dan partai-partai yang memimpin kementrian dalam kabinet baik parlementer maupun presidensial pada saat itu adalah partai-partai yang yang melakukan koaliasi (berkoalisi) seperti Parkindo dan Masyumi yang berkoaliasi pada masa kabinet Syahrir I. Adapun partai yang tidak ikut berkoalisi adalah partai yang memilih jalur sebagai oposisi (Miriam Budiardjo, 2008: 428).

Pemilu pertama pasca kemerdekaan Indonesia dilaksanakan pada tanggal 29 September 1955 pada masa pemerintahan kabinet Perdana Menteri Burhanuddin Harahap (Masyumi), diikuti oleh 118 peserta dari organisasi partai politik, organisasi kemasyarakatan maupun perorangan. Untuk memperebutkan 257 kursi DPR dan 514 kursi Konstituante. Dari seluruh peserta pemilu tersebut terdapat 5 partai Islam, yaitu Majelis Suro Muslimin Indonesia (Matsyumi), Nahdatul Ulama (NU), Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII), Partai Tarekat Islam Indonesia (PTII), Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI).

(20)

Isu politik yang paling menonjol yang dibawa oleh partai-partai Islam hasil pemilu tahun 1955 dan mempunyai suara yang sama adalah persoalan ideologi yaitu Islam sebagai dasar negara, berhadapan dengan kelompok lain yang menginginkan Pancasila serta sosial ekonomi sebagai dasar Negara. Hal ini terjadi karena pada saat itu sedang diperdebatkan tentang Konstitusi Indonesia di Konstituante. Namun perdebatan mengenai dasar Negara tidak membuahkan hasil karena kekuatan Islam dan Nasionalis memiliki kekuatan yang seimbang sehingga tidak mencapai jumlah 2/3 yang dibutuhkan (Hamdan Zoelva, 2008: 6).

Pemilu kedua dilaksanakan pada tanggal 3 Juli 1971, pada masa awal Orde Baru. Pemilu kedua ini diikuti oleh sepuluh Partai Politik diantaranya ada 4 partai Islam yaitu NU memperoleh suara 18,67%, Parmusi 7,36%, PSII 2,39% dan Partai Islam Perti 0,70%. Perolehan suara hasil pemilu 1971 untuk partai-partai yang bercorak Islam menurun dibandingkan pada pemilu 1955 (Deliar Noer, 1999: 97).

(21)

pada pemilu 1977 (pasca fusi 1973) partai Islam yang berfusi menjadi PPP perolehan suara 29,29%. Penurunan perolehan suara semakin berlanjut pada Pemilu tahun 1982 memperoleh 27,78%, Pemilu 1987 memperoleh 15,97%, pemilu 1992 memperoleh 17% dan pemilu terakhir Orde Baru yaitu pemilu 1997 memperoleh 17% (Abdul Munir Mulkhan, 2009: 45).

Presiden Soeharto setelah berkuasa selama 32 tahun pada tanggal 21 Mei 1998 lengser dari jabatannya sebagai Presiden Republik Indonesia dan jabatannya kemudian digantikan oleh Wakilnya yaitu Baharuddin Jusuf Habibie. Lengsernya Soeharto dari kursi kepresidenan maka dimulailah era Reformasi di Indonesia. Atas desakan publik, pemilu yang baru atau dipercepat segara dilaksanakan, sehingga hasil-hasil pemilu 1997 segera diganti. Kemudian pemilu dilaksanakan pada 7 Juni 1999 pada masa kekuasaan Habibie. Pada saat itu untuk sebagian alasan diadakannya pemilu adalah untuk memperoleh pengakuan atau kepercayaan dari publik, termasuk dunia internasional, karena pemerintahan dan lembaga-lembaga lain yan merupakan produk pemilu 1997 sudah dianggap tidak dipercaya. Hal ini kemudian dilanjutkan dengan penyelenggaraan Sidang Umum MPR untuk memilih presiden dan wakil presiden yang baru.

Pemerintah mengajukan RUU tentang Partai Politik sebelum menyelenggarakan Pemilu 1999 yang dipercepat pelaksanaannya, RUU tentang Pemilu dan RUU tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD. RUU kemudian disetujui DPR dan disahkan menjadi UU, presiden membentuk Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang anggota-anggotanya adalah wakil dari partai politik dan wakil dari pemerintah. Satu hal yang secara sangat menonjol membedakan Pemilu 1999 dengan pemilu-pemilu sebelumnya sejak 1971 adalah Pemilu 1999 ini diikuti oleh banyak sekali peserta. Ini dimungkinkan karena adanya kebebasan untuk mendirikan partai politik. Peserta Pemilu tahun 1999 berjumlah 48 partai (Muhammad Yahya Selma, 2009: 31).

(22)

Nirahua (2008: 87) “Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemillihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum”. Pasal tersebut mengisyaratkan bahwa Indonesia menganut sistem multi partai karena yang berhak mencalonkan pasangan calon presiden dan wakil presiden adalah partai politik atau gabungan partai politik. Kata gabungan partai poltitik artinya paling sedikit dua partai politik yang menggabungkan diri untuk mencalonkan presiden dan wakil presiden untuk bersaing dengan calon lainnya yang diusung oleh partai politik lain. Dengan demikian dari pasal tersebut di dalam pemilihan umum Presiden dan wakil Presiden paling sedikit terdapat tiga partai politik (S.E.M. Nirahua, 2009: 87).

Sejak Pemilihan Umum 1999, praktik sistem pemerintahan presidensiil Indonesia beralih dari sistem kepartaian dominan (dominant party) menjadi sistem kepartaian majemuk (multiparty). Melalui perubahan UUD 1945, peralihan itu diikuti dengan purifikasi sistem pemerintahan presidensiil. Berdasarkan ketentuan Pasal 6A UUD 1945 yang berbunyi “Salah satu upaya purifikasi tersebut pemilihan presiden dan wakil presiden dilakukan secara langsung”. Semangat pasal 6A ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi “pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum” baru dapat direalisasikan pada pemilihan Presiden tahun 1999. Pada pemilihan itu muncul 3 orang calon, sehingga penentuan Presiden dilakukan dengan suara terbanyak. Ini adalah proses pemilihan Presiden yang sangat demokratis (Saldi Isra, 2009: 108).

(23)

partai-partai Islam keseluruhan jika digabungkan mendapat suara 45,13% suara sedangkan pada Pemilu 1999 partai-partai Islam secara keseluruhan hanya mampu memperoleh 18,6% suara, menurun 26,53% suara.

Hasil pemilu menunjukkan bahwa koalisi politik pasca pemilu merupakan keniscayaan yang harus dilakukan oleh partai politik manapun (Delaiar Noer, 1999: 340). Pemerintahan yang dibangun oleh hasil pemilu 1999 bukan merupakan sistem parlementer seperti hasil pemilu 1955, pola koalisi antara partai yang satu dengan partai yang lain terjadi (Kacung Marijan, 2010: 69). Hal ini dikarenakan tidak ada satu pun partai yang berhak mmengklaim sebagai single majority party. Kemenangan PDI Perjuangan tidak mencapai 50% plus satu dari kursi yang tersedia. Mayoritas mutlak seperti halnya bunyi pasal 6A ayat (3) UUD 1945 dalam Ign. Ismanto (2004: 56) yaitu, “Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapat suara lebih dari lima puluh persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum”.

Kondisi politik pasca Soeharto terdapat isu politik sentral, yakni entitas politik reformis dan nonreformis. Sementara kedekatan ideologis merupakan faktor utama yang mampu merekatkan pola koalisi menjadi kokoh. Pemilu multipartai mengisyaratkan adanya pola politik posisi kontra posisi. Dalam proses persaingan itu, koalisi politik tidak bisa dihindarkan (Deliar Noer, 1999: 340). Koalisi merupakan langkah strategis dalam menentukan positioning dan pembentukan citra sebuah partai politik. Tanpa positioning yang unik maka sebuah partai politik akan sulit membedakan dirinya dari yang lain. Positioning berguna tidak hanya pada masa pemilu tapi juga saat pemerintahan berjalan. Positioning pada saat pemilu berfungsi untuk menarik perhatian pemilih, maka pada saat pemerintahan berjalan positioning

dapat berguna untuk menjalin hubungan dengan masyarakat. Selama masa menjalin hubungan ini dapat dilakukan pembentukan atau penguatan citra partai politik yang bertujuan untuk menguatkan hubungan antara partai politik dengan masyarakat.

Positioning partai politik akan menentukan citra partai politik di depan rakyat atau pemilih. Positioning akan lebih mudah bagi partai politik yang sudah memiliki

(24)

Giovanni Sartori dalam Zainal Abidin Amir (2003: 283) menyatakan bahwa sistem kepartaian Indonesia pasca-Soeharto memasuki fase yang disebut dengan Pluralitas Eksterm, yakni suatu sistem kepartaian yang ditandai oleh kehadiran jumlah partai yang cukup besar dan masing-masing memiliki ideologi yang bertentangan. Fenomena seperti ini biasanya muncul di negara-negara berkembang seperti Indonesia yang masyarakatnya secara sosio-kultural dapat dikatakan majemuk.

Secara prosedural koalisi adalah sebuah keharusan. Secara praktis, koalisi diperlukan untuk menggalang dukungan dalam membentuk pemerintahan oleh partai pemenang pemilu, di sisi lain dibutuhkan dalam rangka membangun dan memperkuat oposisi bagi partai-partai yang duduk di parlemen namun tidak ikut memerintah. Kelangsungan kekuasaan presiden atau wakil presiden tidak tergantung kepada dukungan DPR. Pada tataran praktis, koalisi tak terelakkan karena sistem politik multipartai melahirkan aroma sistem parlementer. Koalisi antar partai politik dengan demikian menjadi semacam motor penggerak bagi terpilihnya kandidat presiden (Suharizal, 2009: 30). Koalisi antar partai politik merupakan motor penggerak untuk menuju pemilihan Presiden karena dengan sistem multipartai di Indonesia sulit untuk mendapat suara mayoritas sebesar 50% lebih satu sehingga koalisi merupakan cara untuk menuju pemilihan Presiden.

Pemilu 1999 menempatkan PDI Perjuangan sebagai pemenang pemilu dengan mengantongi 33,76% suara dalam pemilihan Presiden 1999 tidak berhasil meloloskan calon Presiden Megawati Soekarnoputeri sebagai Presiden ke empat Republik Indonesia. Mengacu pada pasal 6 ayat 2 UUD 1945 yang menyatakan bahwa “Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan suara terbanyak”. Dengan kata lain, calon presiden dari partai yang mendapat suara terbanyak dalam pemilu tanggal 7 Juni 1999, tidak dengan sendirinya terpilih sebagai Presiden, tetapi tergantung dari berapa suara yang diperoleh di MPR.

(25)

dalam MPR, maka tidak mungkin partai itu meloloskan presiden yang dicalonkan. PDI Perjuangan harus di dukung oleh partai-partai lain dalam suatu koalisi untuk mewujudkan tujuan itu sehingga memperoleh suara mayoritas yaitu lima puluh persen ditambah satu di MPR, sebaliknya jika koalisi itu tidak dapat diwujudkan, maka pupuslah cita-cita itu. Hal tersebut dipahami oleh Golkar yang mendapat suara terbanyak kedua yang sejak awal sangat menginginkan terpilihnya kembali Habibie sebagai presiden ke empat. Perkembangan selanjutnya, persaingan antara dua kekuatan politik itu semakin keras dan masing-masing menggunakan tekanan yang berpotensi demokrasi yang baru tumbuh. Ketegangan politik terjadi sebelum pemilihan presiden 1999, seperti di tingkat elit, para pendukung Habibie yang melibatkan beberapa partai Islam mengedepankan argumentasi yang berpijak pada legal-formal kegamaan untuk menolak presiden wanita, dalam hal ini pencalonan Megawati sebagai Presiden. Ketegangan politik itu mengundang perhatian serius banyak kalangan yang kemudian muncul ide Poros Tengah dari Bambang Sudibyo sebagai penengah yang berupaya untuk menerobos kebekuan politik yang sedang berlangsung (Zainal Abidin Amir, 2003: 248-250).

(26)

dilakukan untuk dapat memenangkan kursi kepresidenan meskipun partai tersebut merupakan pemenang pemilu atau memperoleh suara terbanyak jika tidak bisa menjadi suara mayoritas, yaitu 50% lebih satu.

Berdasarkan uraian masalah diatas maka penulis tertarik untuk mengkaji dan mempelajari lebih lanjut masalah Koalisi Partai Islam, dan kemudian mengambil judul “KOALISI PARTAI ISLAM DALAM PERKEMBANGAN POLITIK DI

INDONESIA TAHUN 1999 – 2004” sebagai obyek penelitian.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka muncul permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana latar belakang koalisi partai Islam di Indonesia tahun 1999? 2. Bagaimana tujuan koalisi partai Islam di Indonesia tahun 1999?

3. Bagaimana perkembangan koalisi partai Islam dalam perpolitikan di Indonesia tahun 1999 – 2004?

C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan permasalahan diatas, tujuan yang ingin dicapai dari penulisan ini adalah:

1. Untuk mengetahui latar belakang koalisi partai Islam di Indonesia tahun 1999.

2. Untuk mengetahui tujuan koalisi partai Islam di Indonesia tahun 1999. 3. Untuk mengetahui perkembangan koalisi partai Islam dalam perpolitikan

di Indonesia tahun 1999 – 2004.

D. Manfaat Penelitian

(27)

1. Manfaat teoritis

Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah kelimuan terutamanya dalam pengetahuan tentang koalisi Partai Islam dalam perkembangan politik di Indonesia tahun 1999-2004.

2. Manfaat praktis

Secara praktis, penelitian ini diharapkan akan dapat bermanfaat: a. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan pembelajaran bagi para peneliti lain, khususnya yang mendalami peristiwa koalisi partai Islam dalam perkembangan politik di Indonesia tahun 1999-2004.

b. Bagi Pembaca

(28)

commit to user

14

BAB II

LANDASAN TEORI

A.Tinjauan Pustaka

1. Sistem Politik

a. Pengertian Sistem Politik

Pengertian Sistem menurut A. M. Junaedi (2008: 104) adalah “serangkaian unsur yang secara teratur yang saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas”. Menurut Pamudji dalam Arifin Rahman (1998: 1) mendifinisikan sistem sebagai suatu kebulatan atau keseluruhan yang komplek atau terorganisir, suatu himpunan atau perpaduan hal-hal atau bagian-bagian yang membentuk suatu kebulatan atau keseluruhan yang komplek atau utuh. Pengertian lain mengenai sistem menurut Sukarna (1990: 7) adalah metoda atau tata cara dan manajemen atau pengurusan. Sukarna (1981: 13) mendefinisikan sistem sebagai suatu kumpulan pendapat-pendapat, prinsip-prinsip dan lain-lain, yang membentuk suatu kesatuan yang berhubungan satu sama lain.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa sistem adalah suatu keseluruhan yang komplek atau terorganisir atau saling berhubungan satu dengan yang lain secara teratur saling berkaitan membentuk totalitas atau melakukan suatu maksud atau tujuan.

Kata “politik” berasal dari bahasa Yunani Politeia, yang akar katanya adalah Polis, yang bearti kesatuan masyarakat yang berdiri sendiri, yaitu Negara dan

teia berarti urusan. Politik merupakan suatu rangkaian asas, prinsip, keadaan, jalan, cara dan alat yang digunakan untuk mencapai tujuan tertentu yang dikehendaki (Sumarsono, 2001: 137).

(29)

seseorang/kelompok lain sehingga tingkah laku tersebut menjadi sesuai dengan keinginan dan tujuan dari orang yang mempunyai kekuasaan”.

Ossip K. Flechtheim dalam Miriam Budiardjo (1977: 38), ada 2 macam kekuasaan politik, yaitu (1) kekuasaan politik merupakan bagian dari kekuasaan sosial yang terwujud di dalam Negara, seperti DPR, Presiden, dan lembaga Negara lainnya, (2) kekuasaan politik merupakan bagian dari kekuasaan sosial yang ditujukan kepada Negara, seperti kelompok kepentingan, antara lain partai politik, militer, dan kelompok agama.

David Easton dalam Budi Winarno (2008: 1) mengemukakan bahwa kehidupan politik seyogianya dilihat sebagai sebuah sistem dari kegiatan-kegiatan yang saling berhubungan. Hal ini penting untuk menerapkan asumsi implisit kesalinghubungan bagian-bagian sebagai pangkal tolak berpikir dalam melaksanakan penelitian, dan untuk memandang kehidupan politik sebagai suatu sistem kegiatan-kegiatan yang saling berkaitan. Asumsi sifat saling berkaitan ini atau ikatan-ikatan sistematis dari kegiatan-kegiatan ini tidak dapat dilepaskan dari fakta bahwa semua kegiatan tersebut memengaruhi cara pembuatan dan pelaksanaan keputusan-keputusan otoritatif dalam suatu masyarakat.

Sifat penting sistem politik adalah kemampuannya untuk dibedakan dengan sistem lainnya, seperti organisme atau individu. Almond dan Powell dalam Budi Winarno (2008: 4) mengemukakan bahwa sebuah sitem secara tidak langsung merupakan ketergantungan antar bagian-bagian dan batas antara sistem dengan lingkungannya. Interpendensi mengandung makna bahwa ketika terdapat perubahan ini akan mempengaruhi perubahan semua komponen dan keseluruhan sistem politik.

(30)

Sukarna (1981: 15) mendefinisikan sistem politik sebagai kumpulan pendapat-pendapat, prinsip-prinsip dan lain-lain yang membentuk suatu kesatuan yang saling berhubungan satu sama lain untuk mengatur pemerintahan serta melaksanakan dan mempertahankan kekuasaan dengan cara mengatur hubungan antara individu atau kelompok individu satu sama lain atau dengan Negara dan hubungan negara dengan Negara.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa sistem politik adalah kumpulan prinsip-prinsip, pendapat-pendapat dan lain-lain yang membentuk suatu kesatuan yang saling berhubungan satu sama lain untuk mengatur urusan Negara atau pemerintahan.

b. Ciri-ciri Sistem Politik

(31)

Almond dalam Arifin Rahman (1998: 8) mengemukakan 4 (empat) ciri sitem politik, yaitu:

1) Semua sistem politik termasuk yang paling sederhana mempunyai kebudayaan politik. Dalam pengertian bahwa masyarakat yang paling sederhanapun mempunyai tipe struktur politik yang terdapat dalam masyarakat yang paling kompleks sekalipun. Tipe-tipe tersebut dapat diperbandingkan satu sama lain sesuai dengan tingkatan dan bentuk pembidangan kerja yang teratur.

2) Semua sistem politik menjalankan fungsi-fungsi yang sama walaupun tingkatannya berbeda-beda yang ditimbulkan karena perbedaan struktur. Hal ini dapat diperbandingkan yaitu bagaimana fungsi-fungsi itu tadi sering dilaksanakan atau tidak dan bagaimana gaya pelaksanaannya.

3) Semua struktur politik biar bagaimanapun juga dispesialisasikannya baik pada masyarakat yang primitif maupun yang modern melaksanakan banyak fungsi. Oleh karena itu sistem politik dapat membandingkan sesuai dengan tingkat kekhususan tugas.

4) Semua sistem politik adalah sistem campuran dalam pengertian kebudayaan. Secara rasional tidak ada struktur dan kebudayaan yang semuanya modern atau semuanya primitif melainkan dalam pengertian tradisional, semuanya adalah campuran antara unsur modern dan tradisional.

2. Sistem Pemerintahan

a. Pengertian Sistem Pemerintahan

(32)

bersenjata, kekuatan legislatif atau sarana pembuatan hukum, dan kekuasaan keuangan yaitu kesanggupan memungut uang yang cukup untuk membayar biaya mempertahankan negara dan menegakkan hukum yang dibuatnya atas nama negara.

Menurut Montesquieu dalam C.S.T. Kansil (1993: 10) bahwa dalam suatu sistem pemerintahan Negara terdapat tiga jenis kekuasaan yaitu: 1) kekuasaan legislatif, dilaksanakan oleh suatu badan perwakilan rakyat (parlemen), 2) kekuasaan eksekutif, dilaksanakan oleh pemerintah (Presiden atau Raja dengan bantuan menteri-menteri atau kabinet), 3) kekuasaan yudikatif, dilaksanakan oleh badan peradilan (Mahkamah Agung dan pengadilan bawahannya).

Istilah sistem pemerintahan berkaitan pula dalam hubungannya dengan bentuk dan struktur organisasi negara dengan penekanan pembahasan mengenai fungsi-fungsi badan eksekutif dalam hubungannya dengan badan legislatif. Pada umumnya, dalam berbagai konstitusi berbagai negara dirumuskan mengenai bentuk dan struktur badan eksekutif dalam hubungannya dengan legislatif, khususnya yang bersifat nasional. Perumusan mengenai sistem pemerintahan tingkat nasional mestinya menggunakan satu model dari dua model utama ditambah satu model campuran yakni sistem kabinet atau parlementer, sistem presidensil, sistem campuran antara sistem kebinet dan sistem presidensial (Jimly Assiddiqie, 1996: 40).

Berdasarkan pengertian di atas dapat dijelaskan bahwa sistem pemerintahan adalah pembuatan, cara dan hal-hal yang dilakukan oleh pejabat dalam struktur kekuasaan dalam satu negara, mencakup urusan pemerintahan dalam rangka mencapai tujuan Negara.

b. Pembagian Sistem Pemerintahan

(33)

suara terbanyak dari parlemen, yang berarti bahwa dukungan kebijakan kabinet tidak boleh menyimpang dari yang telah dikehendaki oleh parlemen. Badan eksekutif dalam sistem pemerintahan parlemen adalah kabinet yang terdiri dari perdana menteri dan para menteri. Menteri bertangungjawab sendiri atau bersama-sama kepada parlemen. Kesalahan yang dilakukan oleh kabinet dapat melibatkan kepala negara. Pertanggungjawaban menteri kepada parlemen tersebut dapat mengakibatkan kabinet meletakkan jabatan dan mengembalikan mandat kepada kepala negara, manakala parlemen tidak mempercayai kabinet lagi (Harmaily Ibrahim, Moh. Kusnardi, 1998: 15).

Sistem pemerintahan berikutnya adalah sistem pemerintahan presidensial. Dalam hal ini kedudukan eksekutif tidak tergantung kepada badan perwakilan rakyat. Dalam hal ini kedudukan eksekutif dikembalikan kepada rakyat. Adapun dasar hukum dari kekuasaan eksekutif dikembalikan kepada pemilihan rakyat, sebagai kepala negara seorang presiden menunjuk pembantu-pembantunya yang akan memimpin departemen masing-masing. Menteri bertanggungjawab kepada presiden, karena pembentukan kabinet itu tidak tergantung dari perwakilan rakyat atau tidak memerlukan dukungan kepercayaan dari badan-badan perwakilan rakyat tersebut, maka menteripun tidak dapat diberhentikan olehnya.

Keuntungan dari sistem ini adalah pemerintahan untuk jangka waktu yang ditentukan menjadi stabil. Kelemahannya adalah bahwa kemungkinan akan terjadi apa yang ditetapkan sebagai tujuan menurut eksekutif bisa berbeda dari pendapat legislatif (Harmaily Ibrahim, Moh. Kusnardi, 1998: 15).

3. Partai Politik Islam

(34)

Menurut Carl J. Friendrich dalam Antonius Atoshoki (2002: 94), partai politik adalah sekelompok manusia yang terorganisasi secara stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan kekuasaan pemerintahan bagi pemimpin materiil dan idiil kepada para anggotanya. Sedangkan Soltau menjelaskan partai politik sebagai yang sedikit banyak terorganisasikan, yang bertindak sebagai suatu kesatuan politik, dan yang memanfaatkan kekuasaannya untuk kebijakan umum yang mereka buat.

Sigmund Newman dalam Antonius Atoshoki (2002: 94) menyatakan bahwa partai politik adalah organisasi dan aktivitas-aktivitas politik yang berusaha untuk menguasai kekuasaan pemerintahan serta merebut dukungan rakyat atas dasar persaingan dengan suatu golongan atau golongan lain yang mempunyai pandangan berbeda.

Pengertian partai politik menurut Ramlan Surbakti (1992: 116) adalah: Kelompok anggota yang terorganisasi secara rapi dan stabil yang dipersatukan dan dimotivasi dengan ideologi tertentu, dan yang berusaha mencari dan mempertahankan kekuasaan dalam pemerintahan melalui pemilihan umum dan cara-cara lain yang sah guna melaksanakan alternatif kebijakan umum yang mereka susun, sebagai hasil dari pemanduan berbagai kepentingan yang hidup dalam masyarakat.

Pendapat lain tentang pengertian Partai Politik Islam menurut Zainal Abidin Amir (2003: 20) adalah:

Kelompok anggota yang terorganisasi secara rapi dan stabil yang dipersatukan dan dimotivasi dengan ideologi tertentu, dan yang berusaha mencari dan mempertahankan kekuasaan dalam pemerintahan melalui pemilihan umum dan cara-cara lain yang sah guna melaksanakan alternatif kebijakan umum yang mereka susun, sebagai hasil dari pemanduan berbagai kepentingan yang hidup dalam masyarakat yang mempunyai beberapa kriteria yaitu mencantumkan Islam sebagai asas partai, menggunakan simbol-simbol yang identik atau secara dekat diasosiasikan dengan Islam, dan memiliki basis sosial utama dari kalangan Islam tertentu.

(35)

Partai Politik Islam dipilah menurut kategori sebagai berikut:

a. Anggota masyarakat yang berkelompok dalam organisasi dengan simbol-simbol Islam (nama, asas, struktur organisasi, dan tanda gambar), dan berusaha mencari dan mempertahankan kekuasaan dalam pemerintahan untuk merealisasikan kepentingan umat Islam pada khususnya dan rakyat Indonesia pada umumnya.

b. Anggota masyarakat yang bergabung dalam suatu organisasi yang tidak menggunakan simbol Islam, namun susunan kepemimpinannya di dominasi oleh kelompok Islam santri serta pengambilan keputusan di tingkat internal partai banyak memihak kelompok Islam, berusaha memperoleh dan mempertahankan kekuasaan, serta basis sosial utamanya terdiri atas golongan Islam tertentu. Program atau tujuan partai diarahkan bagi kepentiongan seluruh rakyat tanpa terkecuali (Zainal Abidin Amir, 2003: 21).

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa partai Islam adalah kelompok atau organisasi yang diatur secara rapi atau terorganisir secara rapi yang disatukan berdasarkan kesamaan ideologi yaitu ideologi Islam atau menggunakan simbol-simbol yang berkaitan dengan Islam untuk menunjukkan keislaman organisasi tersebut untuk mempertahankan kekuasaan dalam pemerintahan dengan tujuan partai diarahkan untuk kepentingan seluruh rakyat tanpa terkecuali.

4. Koalisi Politik

Koalisi adalah kerjasama antara beberapa partai untuk memperoleh kelebihan suara di parlemen (A.M. Junaedi, 2008: 55). Koalisi merupakan ikatan atau gabungan antara 2 atau beberapa negara untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Atau beberapa partai/fraksi dalam parlemen untuk mencapai mayoritas yang dapat mendukung pemerintah. Hal ini menunjukan bahwa koalisi dibentuk / terbentuk untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu.

(36)

Partai-Partai Politik yang bediri setelah reformasi 1998 yang berhaulan Islam. Partai politik umumnya dianggap sebagai manifestasi dari suatu sistem politik yang sudah modern atau yang sedang dalam proses memodernisasikan diri. Gagasan mengenai partisipasi rakyat di Negara-negara yang menganut faham demokrasi mempunyai dasar ideologis bahwa rakyat berhak turut menentukan siapa-siapa yang akan menjadi pemimpin yang nantinya menentukan kebijaksanaan umum.

Prospek koalisi parpol sesudah Pemilu, sebenarnya merupakan masalah bagi orang Indonesia. Tetapi, yang penting koalisi itu sendiri terdiri dari partai-partai yang mendapat dukungan kuat dalam pemilu. Dalam kaitan ini, konsep koalisi itu sendiri berkaitan dengan sistem polotik di Indonesia.

Koalisi partai politik membentuk pemerintahan dan untuk memperkuat posisi tawar dalam proses politik di parlemen atau kabinet, menjadi hal tak terhindarkan dalam kehidupan partai di era reformasi ini. Fenomena tersebut dianggap wajar mengingat pengalaman dari hasil Pemilu di era reformasi ini menunjukkan kekuatan partai yang terfragmentasi secara berimbang. Hal ini membuat keputusan membentuk koalisi menjadi tidak terhindarkan (Untung Wahono, 2003: 20).

Menurut Smith dan Zurcher dalam Untung Wahono (2003: 20) mendefinisikan koalisi sebagai “aliansi atau penggabungan (union) yang bersifat sementara dari beberapa partai untuk mengusulkan atau mempromosikan kebijakan legislatif yang bersifat umum atau memilih kandidat. Koalisi juga didefinisikan sebagai sebuah aliansi dari partai-partai politik untuk memperoleh sejumlah tertentu dukungan anggota parlemen untuk membentuk pemerintahan, sementara struktur independen mereka tetap terpelihara”.

(37)

kesamaan ideologis. Semakin sama ideologi politiknya semakin awet koalisi yang terbentuk. Begitu juga sebaliknya, semakin berbeda ideologi, semakin besar kemungkin munculnya perilaku oportunis dan agenda yang tersembunyi.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa koalisi politik adalah gabungan dari beberapa partai dalam politik atau dalam suatu pemerintahan guna memperoleh tujuan tertentu yang telah disepakati bersama.

5. Politik Aliran

Secara historis, perjalanan politik bangsa sangat diwarnai oleh perspektif aliran. Pada kurun waktu Orde Lama, model-model aliran sangat terlihat dalampeta perpolitikan nasional Indonesia. Pada pemilu tahun 1955, setidaknya terdapat tiga tipologi aliran dalam kancah perjuangan politik, yaitu nasionalisme-Islam yang dipresentasikan oleh Masyumi, nasionalisme-sekuler yang diwakili oleh PNI, dan nasionalisme-komunis yang dipresentasikan oleh PKI. Ketiga Kekuatan ini bersitegang dalam Sidang Konstituante yang berlarut-larut dan tidak menghasilkan keputusan. Konflik itu bersumber dari ketiadaan konsensus mengenai dasar Negara Republik Indonesia. Kelompok Islam sementara itu menghendaki Islam sebagai dasar negara, PKI menghendaki komunis sebagai dasar negara, dan PNI menghendaki Pancasila. Berdasarkan perimbangan kekuatan tersebut, maka dalam waktu tiga setengah tahun tidak dicapai kata sepakat, sehingga terjadilah Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 (Nur Syam, 2009: 232).

(38)
(39)

Partai Politik

Islam Nasionalis Sekuler

Tradisional Modern

Koalisi Politik

B. Kerangka Berpikir

Pasca Reformasi 1998 Sistem Pemerintahan

Sistem Politik Pemilu Pil Pres MPR

Politik Aliran

Gambar: 1. Skema Kerangka Berpikir Tentang Koalisi Partai Islam dalam Perkembangan Politik di Indonesia Tahun 1999-2004

Keterangan:

(40)

yang bersifat legal dalam menampung dan menyalurkan semangat kebebasan berpolitik. Untuk membangun kembali struktur partai politik, diterbitkan dua Undang-Undang, yaitu UU No. 2 tahun 1999 tentang Partai Politik dan UU No. 3 tahun 1999 tentang Pemilu. Sejak diberlakukannya UU No. 2 tahun 1999, jumlah partai politik tidak dibatasi lagi dan Indonesia kembali ke sistem multipartai. Sehingga pemilu 1999 ini berbeda dengan pemilu-pemilu sebelumnya di Era Orde Baru. Jika pada masa Orde Baru hanya diikuti oleh 3 partai politik, di tahun 1999 diikuti oleh 48 partai politik karena tidak ada pembatasan mendirikan partai politik.

Hasil dari pemilu 1999 menempatkan PDI Perjuangan (Partai Nasionalis) sebagai pemenang pemilu. Dari 48 partai peserta pemilu ini, tidak ada yang bisa memperoleh suara mutlak yaitu 50% ditambah satu atau mendapat suara dominan (the dominant party) yang memaksa terjadinya proses koalisi yang sangat longgar ataupun dapat dikatakan aliansi untuk memilih seseorang menjadi presiden. Hal ini untuk menuju pada pemilihan Presiden yang dilakukan oleh MPR. Partai-partai ini ada yang berhaluan Sekuler dan berhaluan Islam. PDI Perjuangan yang merupakan partai baru pada saat itu telah berhasil menjadi pemenang pemilu meskipun jumlah suaranya kurang dari 50%. Maka untuk menjadikan calon sebagai Presiden cara yang ditempuh adalah dengan berkoalisi. Hal ini sangat disadari oleh Golkar sebagai partai dengan perolehan suara terbanyak kedua setelah PDI Perjuangan, dan Golkar akan memanfaatkan untuk meloloskan calon Presiden Habibie untuk menjadi Presiden RI keempat. Ketegangan politik pun terjadi antara pihak Golkar yang mendukung Habibie sebagai calon presiden Indonesia dan juga PDI Perjuangan yang mendukung Megawati untuk menjadi Presiden Indonesia selanjutnya.

(41)

Hal tersebut menimbulkan ide dari Amien Rais (MPR) dari PAN untuk membentuk Poros Tengah untuk menengahi masalah tersebut. Poros Tengah merupakan gabungan atau koalisi dari beberapa partai yang berhalauan Islam. Poros Tengah sendiri digunakan untuk menjegal megawati dari kursi calon presiden karena beberapa alasan.

(42)

commit to user

28

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Dalam penelitian yang berjudul “KOALISI PARTAI ISLAM DALAM

PERKEMBANGAN POLITIK DI INDONESIA TAHUN 1999 – 2004”,

penulis melakukan teknik pengumpulan data melalui studi pustaka. Penelitian yang digunakan adalah studi pustaka. Untuk memperoleh data penelitian ini, penulis mencari sumber tertulis di perpustakaan. Adapun perpustakaan yang dipergunakan sebagai tempat penelitian adalah:

a. Perpustakaan Program Studi Pendidikan Sejarah, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

b. Perpustakaan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

c. Perpustakaan Pusat Universitas Sebelas Maret Surakarta.

d. Perpustakaan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

e. Perpustakaan Monumen Pers Surakarta.

f. Ruang Dokumentasi Monumen Pers Surakarta. g. Perpustakaan Daerah Surakarta.

h. Perpustakaan Daerah Sukoharjo.

i. Perpustakaan Balai Muhammadiyah Surakarta. j. Perpustakaan Pusat Universitas Gadjah Mada.

(43)

commit to user

Tabel. 1 Jadwal Penelitian Sejarah Tentang Koalisi Partai Islam dalam Perkembangan Politik di Indonesia Tahun 1999-2004

Waktu yang digunakan untuk penelitian ini mulai dari disetujuinya judul skripsi yaitu pada November 2011, sampai dengan Juni 2012.

B. Metode Penelitian

Dalam suatu penelitian, peranan metode ilmiah sangat penting karena keberhasilan tujuan yang akan dicapai tergantung dari penggunaan metode yang tepat. Kata merode berasal dari bahasa Yunani, methodos yang berarti cara atau jalan. Sehubungan dengan karya ilmiah, maka metode menyangkut masalah cara kerja, yaitu cara kerja untuk memahami obyek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan (Koentjaraningrat, 1977: 16). Menurut Helius Sjamsudin (1996: 1), yang dimaksud dengan metode adalah suatu prosedur teknik atau cara melakukan penyelidikan yang sistematis yang dipakai oleh suatu ilmu (sains), seni atau disiplin ilmu yang lain.

(44)

commit to user

metode historis atau sejarah. Dengan metode sejarah penulis mencoba

merekonstruksi kembali suatu peristiwa di masa lampau sehingga dapat menghasilkan historiografi sejarah yang dapat dipertanggungjawabkan secara

ilmiah.

Gilbert J. Garraghan dalam Dudung Abdurrahman (1999: 43) mengemukakan bahwa metode penelitian sejarah adalah seperangkat aturan dan prinsip sistematis untuk mengumpulkan sumber-sumber sejarah secara efektif, menilai secara kritis, dan mengajukan sistematis dari hasil-hasil yang dicapai dalam bentuk tertulis. Menurut Louis Gottschalk dalam Dudung Abdurrahman (1999: 44) menjelaskan metode sejarah sebagai proses menguji dan menganalisis kesaksian sejarah guna menemukan data yang otentik dan dapat dipercaya, serta usaha sintesis atas data semacam itu menjadi kisah sejarah yang dapat dipercaya. Menurut Helius Syamsuddin (1996: 3), yang dimaksud metode sejarah adalah suatu cara bagaimana mengetahui sejarah.

Nugroho Notosusanto (1971: 35) mengatakan bahwa “metode penelitian sejarah merupakan proses pengumpulan, menguji, menganalisis secara kritis rekaman-rekaman dan penggalian-penggalian masa lampau menjadi kisah sejarah yang dapat dipercaya, metode ini merupakan proses merekonstruksi peristiwa-peristiwa masa lampau, sehingga menjadi kisah yang nyata”.

Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa metode penelitian sejarah adalah kegiatan pemecahan masalah dengan mengumpulkan

sumber-sumber sejarah yang relevan dengan permasalahan yang akan dikaji. Sehingga dapat memahami kejadian pada masa lalu kemudian menguji dan

menganalisa secara kritis dan mengajukan sintesis dari hasil yang dicapai dalam bentuk tertulis dari sumber sejarah tersebut, agar dapat dijadikan suatu cerita sejarah yang obyektif, menarik dan dapat dipercaya.

C. Sumber Data

(45)

commit to user

pengolahan, penyeleksian, dan pengkategorian. Menurut Helius Syamsuddin

(2007: 95) sumber sejarah ialah segala sesuatu yang langsung atau tidak langsung menceritakan kepada kita tentang sesuatu kenyataan atau kegiatan manusia pada

masa lalu (past actuality). Sumber sejarah merupakan bahan-bahan mentah (raw

materials) sejarah yang mencakup segala macam evidensi (bukti) yang telah

ditinggalkan oleh manusia yang menunjukkan segala aktivitas mereka di masa lalu yang berupa kata-kata yang tertulis atau kata-kata yang diucapkan (lisan).

Dalam usaha untuk mengumpulkan data, penulis menggunakan sumber tertulis. Sumber tertulis dibedakan menjadi dua, yaitu sumber tertulis primer dan sumber tertulis sekunder. Lois Gottschalk (1986: 35) mengemukakan bahwa sumber tertulis primer adalah kesaksian dari seorang saksi dengan mata kepala sendiri. Sumber tertulis primer juga dapat diartikan sebagai data yang didapatkan dari masa yang sejaman dan berasal dari orang yang sejaman. Sedangkan sumber tertulis sekunder merupakan kesaksian dari pada siapapun yang bukan merupakan saksi mata, yakni seorang yang tidak hadir dari peristiwa yang dikisahkannya. Sumber tertulis sekunder juga dapat diartikan sebagai data yang ditulis oleh orang yang tidak sejaman dengan peristiwa yang dikisahkannya.

Sumber primer yang penulis gunakan di dalam penelitian ilmiah ini adalah berupa koran, majalah, Undang-Undang yang terbit pada tahun 1998 sampai 2004-an, seperti Serambi Indonesia yang terbit Selasa, 5 Oktober 1999,

Wawasan terbit 4 Desember 1999, Wawasan terbit 7 Desember 1999, Majalah

Tempo, Volume 30 terbit 17 Juni 2001, Majalah Tempo terbit 24 Oktober 1999,

Undang-undang RI No. 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik, dan lain-lain.

Sumber primer yang berasal dari koran berisi atau berkaitan dengan koalisi partai politik khususnya partai politik Islam, koalisi partai Islam dan tentang Poros Tengah.

Adapun sumber sekunder yang digunakan di dalam penelitian ini berupa buku-buku literatur, jurnal, maupun artikel-artikel yang relevan dengan penelitian. Sumber tertulis sekunder yang penulis gunakan dalam penelitian ini antara lain :

(46)

commit to user

Saydam, Peta Islam Politik: Pasca Soeharto karangan Zainal Abidin Amir,

Mengelola Partai Politik karangan Firmanzah, Gusdur dalam Sorotan

Cendekiawan Muhammadiyah editor Abd. Rohim Ghazali, buku karangan M.C.

Ricklefs “Sejarah Indonesia Modern 1200-2004”, Jurnal Konstitusi FH Universitas Muhammadiyah Palembang yang ditulis oleh Muhammad Yahya Selma. 2009. Perjalanan Panjang Pemilu di Indonesia, dan lain-lain.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian historis merupakan salah satu langkah yang penting. Berdasarkan data yang digunakan dalam penelitian ini, maka dalam pengumpulan data dilakukan melalui Studi Pustaka.

Studi Pustaka merupakan teknik yang dilakukan untuk pengumpulan data dengan cara membaca data yang berasal dari arsip, buku, majalah, surat kabar yang terbit pada masa itu, masa sebelumnyaatau yang terbit kemudian. Bahan ini dapat digunakan untuk menjelaskan peristiwa yang diteliti.

Kegiatan Studi Pustaka dalam penelitian ini dilaksanakan sebagai berikut:

1. Mengumpulkan sumber primer dan sekunder yang berupa buku-buku literatur yang berkaitan dengan Koalisi Partai Islam dalam Perkembangan Politik di Indonesia tahun 1999-2004 yang tersimpan di beberapa perpustakaan diantaranya adalah Perpustakaan Program Studi Pendidikan Sejarah

Universitas Sebelas Maret Surakarta, Perpustakaan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Perpustakaan Fakultas

Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta, Perpustakaan Pusat Universitas Sebelas Maret Surakarta, Perpustakaan Daerah Surakarta, Perpustakaan Monumen Pers Surakarta, Perpustakaan Daerah Sukoharjo, Perpustakaan Universitas Gajah Mada, Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Surakarta, Jogja Library Center, dan Ruang Dokumentasi Monumen Pers Surakarta.

(47)

commit to user

perpustakaan berdasarkan periodesasi waktu atau secara kronologis.

3. Mengumpulkan data yang telah diperoleh dari perpustakaan untuk digunakan dalam penyusunan karya ilmiah.

E.Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini, teknik analisis data yang dipergunakan adalah teknik analisis historis. Menurut Kuntowijoyo yang dikutip oleh Dudung Abdurrahman (1999: 64), interpretasi atau penafsiran sejarah seringkali disebut juga dengan analisis sejarah. Analisis sendiri berarti menguraikan, dan secara terminologis berbeda dengan sintesis yang berarti menyatukan. Analisis dan sintesis, dipandang sebagai metode-metode utama dalam interpretasi. Menurut Helius Sjamsuddin (1996: 89) teknik analisis data historis adalah analisis data sejarah yang menggunakan kritik sumber sebagai metode untuk menilai sumber-sumber yang digunakan dalam penulisan sejarah. Sedangkan menurut Berkhofer dalam Dudung Abdurrahman (1999: 64), analisis sejarah bertujuan melakukan sintesis atas sejumlah fakta yang diperoleh dari sumber-sumber sejarah dan bersama-sama dengan teori-teori disusunlah fakta itu ke dalam suatu interpretasi yang menyeluruh.

Backer dalam Dudung Abdurahman (1999:39) berpendapat bahwa fakta sejarah dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu fakta keras (hard fact), yaitu fakta-fatka yang telah teruji kebenarannya dan fakta lunak (cold fact), atau

fakta-fakta yang belum diketahui kebenarannya dan masih perlu adanya penelitian untuk menyelidiki kebenarannya (1999:39).

(48)

commit to user

Prosedur penelitian adalah langkah-langkah penelitian awal yaitu

persiapan pembuatan proposal sampai pada penulisan hasil penelitian. Karena penelitian ini menggunakan metode historis, maka ada empat tahap yang harus

dipenuhi. Empat langkah itu terdiri dari heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Adapun prosedur yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Gambar: 2. Prosedur Penelitian Sejarah Tentang Koalisi Partai Islam dalam Perkembangan Politik di Indonesia Tahun 1999-2004

Keterangan:

1. Heuristik

Menurut Dudung Abdurrahman (1999: 55) heuristik berasal dari kata Yunani, heuriskein yang artinya memperoleh. Menurut Helius Syamsuddin (1996: 99) heuristik adalah pengumpulan sumber-sumber sejarah. Heuristik adalah kegiatan mencari dan mengumpulkan data dan peninggalan masa lampau baik

berupa bahan-bahan tertulis dan tercetak. Dengan demikian heuristik adalah kegiatan pengumpulan jejak-jejak sejarah atau dengan kata lain kegiatan mencari sumber sejarah.

Pada tahap ini peneliti berusaha mencari dan menemukan sumber-sumber tertulis berupa buku-buku serta bentuk kepustakaan lain yang relevan dengan penelitian. Sumber tertulis primer berupa surat kabar dan majalah maupun sumber sekunder berupa buku-buku dan literatur yang diperoleh dari beberapa

Heuristik Kritik

Sumber

Interpretasi Historiografi

(49)

commit to user

Sebelas Maret Surakarta, Perpustakaan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sebelas Maret Surakarta, Perpustakaan pusat Universitas Sebelas Maret Surakata, Perpustakaan Monumen Pers Surakarta, dan lain sebagainya.

2. Kritik

Tahap berikutnya adalah langkah verifikasi atau kritik untuk memperoleh keabsahan sumber. Keabsahan sumber dicari melalui pengujian mengenai kebenaran atau ketetapan sumber. Kritik terhadap sumber data dilakukan dengan dua cara yaitu kritik ekstern dan kritik intern (Dudung Abdurrahman, 1999: 58).

a. Kritik Sumber Ekstern

Kritik ekstern dilakukan pada sumber tertulis dengan menyeleksi segi-segi fisik dari sumber yang ditemukan dilihat dari jenis kertasnya, gaya penulisannya, bahasa yang digunakan, tahun pembuatan, siapa yang membuat, dan dimana buku, arsip atau surat kabar tersebut dibuat.

Dalam melakukan penelitian ini penulis menggunakan sumber-sumber yang relevan terhadap topik yang hendak diteliti. Penulis menggunakan sumber primer berupa koran dan majalah yang terbit pada tahun 1999-2002 seperti koran Suara Merdeka, 8 Oktober 1999, koran Serambi Indonesia, 7 Desember 1999. “PPP takkan Jadi Oposan”.1, koran Solopos, 26 Oktober 1999. “Alwi:

Gus Dur Cukup Pusing Susun Kabinet”._1, koran Solopos. Aidul Fitriciada Azhar. 1 Mei 2000. “Mempertimbangkan Sidang Istimewa MPR”. 4, koran Kompas, 9 Juni 1999. “Menimbang Calon Kompromi Presiden”. 13, Solopos, 17 Mei 1999. “PAN, PKB, PDI Perjuangan Sulit Berkoalisi”. 2. Selain itu juga

menggunakan Majalah Tempo. Wahyu Muryadi, Ardi Bramantyo, & Arif A. Kuswardono. Edisi 10 Mei 1999 “Meraba-raba Koalisi dan Ego Politisi”. 22-23, Majalah Suara Muhammadiyah. Anonim. 1999. 1-15 Januari. “Pasang

Surut Politik: Orde Baru dan Sesudahnya”. 14-15, Majalah Suara

Muhammadiyah. Okkie Muttaqie. edisi 16-30 September 1999. “Kini, Bola di

Tangan Poros Tengah”. 8, Majalah Gatra. Kamarudin. 2 Oktober 1999.

(50)

commit to user

Versus Status Quo”. 26-27, Majalah Tempo. Herbert Feith. 26 April 1999.

Mega Presiden, Amien Oposisi”. 30-31, Majalah Tempo. Gendur Sudarsono,

Edy Budiyarso dan Andari Karina. 2001. 24 Juni. “Merangkul Lagi Poros

Tengah”. 22-23. Selain itu juga dengan menggunakan Sumber buku misalnya

seperti buku Zainal Abidin Amir “Islam Politik Pasca Soeharto” dan Firmanzah “Mengelola Partai Politik”.

b. Kritik Sumber Intern

Kritik intern dilakukan dengan membandingkan antara isi sumber yang satu dengan isi sumber yang lain sehingga data yang diperoleh dapat dipercaya dan dapat memberikan sumber yang dibutuhkan. Hal tersebut dilaksanakan agar dapat mengetahui bagaimana isi sumber sejarah dan relevansinya dengan masalah yang dikaji. Kritik intern sumber data tertulis dalam penelitian ini dilakukan dengan mengidentifikasi gaya, tata bahasa, dan ide yang digunakan penulis, sumber data, dan permasalahannya kemudian dibandingkan dengan sumber data lainnya. Kritik ini bertujuan untuk menguji apakah isi, fakta dan cerita dari suatu sumber sejarah dapat dipercaya dan dapat memberikan informasi yang diperlukan.

Dalam buku Zainal Abidin Amir (2003: 283) Islam Politik Pasca

Soeharto disebutkan Koalisi merupakan langkah strategis dalam menentukan

positioning dan pembentukan citra sebuah partai politik. Tanpa positioning

yang unik maka sebuah parpol akan sulit membedakan dirinya dari yang lain.

Positioning berguna tidak hanya pada masa pemilu tapi juga saat pemerintahan

(51)

commit to user dan PKB.

Dalam buku Firmanzah (2008: 160) Mengelola Partai Politik.

Worcester dan Baines menyatakan bahwa partai politik dan kandidat pemilihan

umum secara permanen melakukan positioning melalui penciptaan dan penciptaan ulang kebijakan, image, serta jasa yang disediakan bagi publik.

Positioning dalam politik ini pada dasarnya adalah untuk menciptakan peluang

bagi partai politik dalam kompetensi politik nasional.

Kritik Intern terhadap buku Zainal Abidin Amir dan Firmanzah yaitu, dalam buku Zainal Abidin Amir lebih berisi tentang partai-partai Islam dalam perjalanan politik di Indonesia dari pasca kemerdekaan sampai dengan reformasi sedangkan dalam buku Firmanzah lebih berisi tentang partai politik secara keseluruhan dengan menyinggung sedikit mengenai partai Islam. Kritik ekstern dari buku Zainal Abidin Amir dan Firmanzah dapat diketahui dari bahasa yang digunakan oleh kedua penulis tersebut. Zainal Abidin Amir menggunakan bahasa yang lebih mudah dimengerti oleh orang awam atau umum, sedangkan Firmanzah banyak menggunakan istilah-istilah politik sehingga untuk memahami diperlukan pemahaman pengetahuan tentang politik.

3. Interpretasi

Dalam penelitian ini, interpretasi dilakukan dengan cara menghubungkan atau mengaitkan sumber sejarah yang satu dengan sumber sejarah lain, sehingga dapat diketahui hubungan sebab akibat dari suatu peristiwa masa lampau yang

(52)

dari data-data sejarah yang ada, juga diperlukan eksplanasi. Eksplanasi dalam

ilmu sejarah adalah menjelaskan atau menerangkan data sejarah yang ada sehingga didapat hubungan antara data yang satu dengan yang lain. Dalam

melakukan interpretasi dapat dilakukan dengan cara memperbandingkan data guna menyingkap peristiwa-peristiwa mana yang terjadi dalam waktu yang sama (Dudung Abdurrahman, 2011: 114).

4. Historiografi

Historiografi adalah menyampaikan sintesa yang diperoleh dalam bentuk suatu kisah atau hasil penafsiran atas fakta-fakta sejarah itu dilukiskan menjadi suatu kisah yang selaras dan logis. Pada tahap ini dituntut kemahiran dalam menuliskan kisah sejarah dengan bahasa yang baik. Dalam menyusun isi penelitian sejarah hendaknya disesuaikan dengan tujuan yang akan dicapai. (Nugroho Notosusanto, 1978: 42). Sebagai fase terakhir dalam metode sejarah, historiografi merupakan cara penulisan, pemaparan atau pelaporan hasil penelitian sejarah yang telah dilakukan (Dudung Abdurrahman, 2011: 117). Dari langkah-langkah tersebut dapat tersusun sebuah hasil karya penelitian yang berwujud skripsi dengan judul “Koalisi Partai Islam dalam Perkembangan Politik di

(53)

commit to user 39 BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Latar Belakang Koalisi Partai Islam di Indonesia tahun 1999

1. Sejarah Koalisi Partai Islam Setelah Kemerdekaan

Indonesia merupakan Negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Pemeluk Islam secara bersama atau sendiri, memiliki sistem bertindak dan sistem hubungan sosial yang tersusun dalam institusi syariah. Institusi syariah Islam disusun berdasarkan ajaran Islam. Dengan demikian, setiap penyusunan dan perumusan aturan tata hubungan masyarakat yang dilakukan pemerintah Indonesia akan segera langsung atau tidak langsung melibatkan komunitas umat tersebut (Abdul Munir Mulkhan, 1989: 3).

Islam di Indonesia tidak dapat disamakan dengan Islam di Negara manapun. Hal tersebut sesuai dengan simpulan Mintz dalam M. Rusli Karim (1997: 20) bahwa Islam di Indonesia sebagai unsur tambahan dari agama-agama yang telah ada, di samping mempersatukan juga merupakan sebuah kekuatan dinamis, tidak kaku dalam adaptasi dengan kehidupan modern. Faktor ini pula yang menyebabkan Islam memainkan peran penting sebagai kendaraan nasionalisme dan pembangunan sosial di Indonesia. Tokoh-tohoh Islam banyak yang memegang peranan penting dalam pemerintahan di Indonesia.

(54)

terhadap Islam dapat menyebar ke segenap penjuru tanah air, dari Aceh sebelah barat sampai ke Maluku di sebelah timur, di samping meliputi segenap lapisan penduduk dari bawah sampai atas karena lebih didorong oleh rasa seagama (Deliar Noer, 2000:5).

Lahirnya Sarekat Islam merupakan sebuah aktivitas keagamaan pertama yang cukup berarti dalam usaha memperbaiki posisi umat Islam dalam sebuah bangsa yang telah dijajah. Sarekat Islam kemudian berubah menjadi partai politik sekaligus berubah nama menjadi Partai Sarekat Islam (PSI) pada tahun 1920. Sarekat Islam merupakan organisasi yang berkontribusi dalam menegakkan akar kebangsaan dan persatuan Indonesia yang kemudian disusul dengan berdirinya Muhammadiyah pada tahun 1912, dengan semangat pembaharuan yang merupakan suatu cara baru untuk diperkenalkan kepada komunitas Islam ke dalam kehidupan modern yang mulai menggunakan organisasi modern. Falsafah perjuangan yang terpenting adalah mengangkat martabat bangsa terjajah.

Sarekat Islam dan Muhammadiyah disebut sebagai langkah awal yang mempunyai dampak bagi masa depan Indonesia. Hal ini dapat dilihat dalam perkembangan berikutnya, Sarekat Islam yang menjadi Partai Sarekat Islam kemudian menjadi Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII), sebagai partai Islam pertama. Sedangkan Muhammadiyah berkembang menjadi sebuah organisasi kemasyarakatan yang sangat berpengaruh, terutama dalam mengajarkan paham Islam modern, memberikan perhatian pada pendidikan dan amal sosial.

Gambar

Tabel. 1 Jadwal Penelitian Sejarah Tentang Koalisi Partai Islam dalam
Tabel. 2. 10 Besar Hasil Pemilu 7 Juni 1999
Tabel. 3 Peta Koalisi Poros Tengah dalam Pemilihan Presiden 1999 (10 Besar)

Referensi

Dokumen terkait

Pada zaman kekuasaan Kompeni, kabuyutan berada di wilayah kacutakan (wilayah adminstratif setingkat distrik). Beralihnya kekuasaan Belanda di Nusantara, dari Kompeni

Berdasarkan 8 artikel diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa kepatuhan minum obat pada penderita hipertensi masih sangat rendah, hal ini dapat menyebabkan tekanan

Dari pre test yang dilaksanakan untuk mengukur ketrampilan membaca reference bagi kelas VII-1, ternyata tidak ada siswa yang mampu menjawab seluruh soal reference

Artinya di luar program pelepasliaran orangutan yang dilakukan BOS Foundation selama ini, terdapat pelepasliaran tiga orangutan lintas provinsi pertama dari Nyaru Menteng di

Hasil penelitian menunjukan bahwa berdasarkan data tahun 2015 pelayanan pada Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Aceh Besar memiliki kecendrungan masuk ke daerah efisiensi dengan

Dari ketiga variabel yang berpengaruh langsung terhadap kepuasan kerja, nilai koefisien jalur yang paling rendah adalah variabel harapan sebesar 0,29 bila

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua serta melimpahkan taufiq-Nya dalam bentuk kesehatan, kekuatan dan ketabahan, sehingga

Kanker leher rahim atau lebih dikenal dengan nama kanker serviks, menempati peringkat teratas di antara berbagai jenis kanker yang menyebabkan kematian pada perempuan di