commit to user
PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF GROUP INVESTIGATION
(GI) MELALUI PROYEK TERBIMBING DAN EKSPERIMEN TERHADAP PRESTASI
BELAJAR MATERI UNSUR, SENYAWA DAN CAMPURAN PADA SISWA
KELAS VII SEMESTER I SMP NEGERI 2 KARANGANYAR
TAHUN PELAJARAN 2011/2012
Oleh:
CHRISTIN DEWI WULANSARI
NIM K3307018
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
ii
(GI) MELALUI PROYEK TERBIMBING DAN EKSPERIMEN TERHADAP PRESTASI
BELAJAR MATERI UNSUR, SENYAWA DAN CAMPURAN PADA SISWA
KELAS VII SEMESTER I SMP NEGERI 2 KARANGANYAR
TAHUN PELAJARAN 2011/2012
Oleh:
CHRISTIN DEWI WULANSARI
NIM K3307018
Skripsi
Ditulis dan Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan dalam Mendapatkan Gelar
Sarjana Kependidikan Program Pendidikan Kimia Jurusan
Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
commit to user
commit to user
commit to user
vi
ABSTRAK
Christin Dewi Wulansari. K3307018. PENGGUNAAN MODEL
PEMBELAJARAN KOOPERATIF GROUP INVESTIGATION (GI) MELALUI PROYEK TERBIMBING DAN EKSPERIMEN TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATERI UNSUR, SENYAWA, DAN CAMPURAN
PADA SISWA KELAS VII SEMESTER I SMP NEGERI 2
KARANGANYAR TAHUN PELAJARAN 2011/2012. Skripsi. Surakarta :
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret. Januari 2012.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) perbedaan prestasi belajar siswa aspek kognitif dengan model pembelajaran kooperatif tipe group investigation melalui proyek terbimbing dan eksperimen pada materi pokok unsur, senyawa dan campuran. (2) perbedaan prestasi belajar siswa aspek afektif dengan model pembelajaran kooperatif tipe group investigation melalui proyek dan eksperimen pada materi pokok unsur, senyawa dan campuran.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan menggunakan rancangan randomized pretest-posttest comparison group design untuk aspek kognitif dan rancangan randomized posttest only comparison group design untuk aspek afektif. Populasi dalam penelitian ini adalah kelas VII RSBI SMP Negeri 2 Karanganyar tahun ajaran 2011/2012. Pengambilan sampel menggunakan teknik
cluster random sampling. Sampel terdiri dua kelas yaitu kelas VIIB sebagai kelas eksperimen I (pembelajaran kooperatif GI melalui proyek terbimbing) dan kelas VII A sebagai kelas eksperimen II (pembelajaran kooperatif GI melalui eksperimen). Teknik pengumpulan data prestasi belajar aspek kognitif menggunakan metode tes dan prestasi belajar aspek afektif menggunakan metode angket. Teknik analisis data untuk pengujian hipotesis menggunakan uji t dua pihak.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa: (1)terdapat perbedaan prestasi belajar siswa aspek kognitif antara pembelajaran kooperatif tipe group investigation melalui proyek terbimbing dan eksperimen pada materi pokok unsur, senyawa dan campuran.; (2)terdapat perbedaan prestasi belajar siswa aspek afektif antara pembelajaran kooperatif tipe group investigation melalui proyek terbimbing dan eksperimen pada materi pokok unsur, senyawa dan campuran.
commit to user
vii
ABSTRACT
Christin Dewi Wulansari. K3307018. THE USE OF GROUP
INVESTIGATION (GI) COOPERATIVE LEARNING MODEL
THROUGH GUIDED PROJECT AND EXPERIMENT METHODS TOWARD LEARNING ACHIEVEMENT ON ELEMENT, COMPOUND
AND MIXTURE SUBJECT MATERIAL IN VII GRADE STUDENT 1ST
SEMESTER STATE SECONDARY SCHOOL OF 2 KARANGANYAR
(SMP N 2 KARANGANYAR) ACADEMIC YEAR 2011/2012. Thesis.
Surakarta: Teacher Training and Education Faculty. Sebelas Maret University. January 2012.
The purposes of this research are to know: (1) the difference of student’s learning achievement in cognitive aspect between using cooperative learning model of group investigation through guided projects and experiments on the subject matter of element, compound and mixture, and (2) the difference of student’s learning achievement in affective aspect between using cooperative learning model group investigation through guided projects and experiments on the subject matter of element, compound and mixture.
This research used experimental method with randomized pretest-posttest comparison group design for cognitive aspect and randomized posttest only comparison group design for affective aspect. The population is VII RSBI grade students of SMP Negeri 2 Karanganyar, academic year 2011/2012. The sample consists of 2 classes, which are VII B class as experimental class I (cooperative learning type GI through guided projects) and VII A class as experimental class II (cooperative learning type GI through experiment). The sampling technique is cluster random sampling. The collecting data used test method to measure cognitive learning achievement and questionnaires method to measure affective learning achievement. The analyze data used two side t- test.
The research shows that: (1) there are difference of student’s learning achievement in cognitive aspect between using cooperative learning model group investigation through guided projects and experiments on the subject matter of element, compound and mixture. (2) there are difference of student’s learning achievement in affective aspect between using cooperative learning model group investigation through guided projects and experiments on the subject matter of element, compound and mixture.
commit to user
viii
MOTTO
" Sesuatu mungkin mendatangi mereka yang mau menunggu, namun hanya
didapatkan oleh mereka yang bersemangat mengejarnya "
(Abraham Lincoln)
“Impossible Is Nothing”
(Penulis)
“Kesulitan adalah tantangan bagi pemenang, tetapi menjadi halangan bagi
pecundang”
commit to user
ix
PERSEMBAHAN
Karya ini kupersembahkan untuk:
1. Ayah dan ibu, yang telah memberikan motivasi, dan senantiasa
mendoakan yang terbaik dan memberikan kasih sayang untuk saya;
2. Adik-adikku (Dian, Ina, Pipit ) yang saya sayangi;
3. Alm. Harjo Supardiyo, yang telah memberikan motivasi
4. Seorang sahabat kecilku yang telah memberikan dukungan,
motivasi, dan semangat;
5. Sahabat hebatku (Otit, Cui, Hani, Fatah, Falah, Eka );
6. Chemistry education brotherhood; dan
commit to user
x
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur hanya bagi Allah SWT yang telah melimpahkan
banyak rahmat, nikmat, hidayah dan inayah-Nya kepada penulis sehingga pada
waktu-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam
mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan Kimia Jurusan Pendidikan Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan, saran, dorongan dan perhatian
dari berbagai pihak, skrpsi ini tidak dapat diselesaikan dengan baik. Dalam
kesempatan ini dengan segenap kerendahan hati penulis mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd., Selaku Dekan Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang
telah memberikan ijin penelitian.
2. Bapak Sukarmin, S.Pd, M.Si, Ph.D., selaku Ketua Jurusan P MIPA Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Ibu Dra. Bakti Mulyani, M.Si., selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Kimia Jurusan P. MIPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
4. Ibu Dra. Kus Sri Martini, M.Si., selaku pembimbing akademik yang telah
memberikan pengarahan sehingga memperlancar penulisan skripsi ini.
5. Bapak Dr. M. Masykuri, M.Si., selaku pembimbing I yang telah memberikan
bimbingan, pengarahan, dorongan dan perhatian yang luar biasa sehingga
memperlancar penulisan skripsi ini.
6. Bapak Agung N.C.S, S.Pd, M.Sc., selaku pembimbing II yang juga telah
memberikan bimbingan, pengarahan, dorongan dan perhatian yang luar biasa
sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
7. Bapak Drs. Js. Sukardjo, M.Si., selaku penguji ujian skripsi yang juga telah
commit to user
xi
8. Ibu Sri Retno Dwi Ariani S.Si, M.Si., selaku penguji ujian skripsi yang juga
telah memberikan bimbingan dan pengarahan.
9. Hj. Sri Murni Pudyastuti, S.Pd., M.Pd., selaku Kepala SMP Negeri 2
Karanganyar yang telah memberikan ijin penelitian.
10.Wiji Lestari, S.Pd., M.Pd., selaku Guru Biologi SMP Negeri 2 Karanganyar
atas bimbingannya selama penelitian.
11.Siswa kelas VII A dan VII B SMP Negeri 2 Karanganyar, atas kerja samanya.
12.Orang tua dan keluarga yang telah memberikan fasilitas dan do’a restu
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
13.Seluruh sahabatku.
14.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang membantu
sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini.
Penulis menyadari sepenuhnya skripsi yang telah dikerjakan ini masih
jauh dari kesempurnaan maka penulis menerima kritik dan saran yang bersifat
membangun demi kesempurnaan penulisan dimasa yang akan datang.
Akhirnya penulis berharap semoga karya ini bermanfaat bagi
perkembangan ilmu pengetahuan.
Surakarta, Januari 2012
commit to user
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGAJUAN ... ii
HALAMAN PERSETUJUAN ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
HALAMAN PERNYATAAN ... v
HALAMAN ABSTRAK... vi
HALAMAN ABSTRACT ... vii
HALAMAN MOTTO ... viii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR GAMBAR ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 6
C. Pembatasan Masalah ... 6
D. Perumusan Masalah... 7
E. Tujuan Penelitian ... 7
F. Manfaat Penelitian ... 7
BAB II. LANDASAN TEORI ... 9
A. Tinjauan Pustaka ... 9
1. Belajar dan Pembelajaran ... 9
2. Model Pembelajaran ... 15
3. Pembelajaran Kooperatif ... 16
4. Pembelajaran Kooperatif Tipe Investigasi Kelompok ... 18
5. Metode Pembelajaran ... 20
commit to user
xiii
7. Metode Eksperimen ... 24
8. Prestasi Belajar ... 26
9. Materi Unsur, Senyawa dan Campuran ... 29
B. Penelitian Relevan ... 41
C. Kerangka Pemikiran ... 42
D. Hipotesis ... 44
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 45
A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 45
1. Tempat Penelitian ... 45
2. Waktu Penelitian ... 45
B. Metode Penelitian... 45
1. Variabel Penelitian ... 47
2. Prosedur Penelitian ... 48
C. Penetapan Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel ... 48
1. Penetapan Populasi penelitian ... 48
2. Teknik Pengambilan Sampel ... 48
D. Teknik Pengumpulan Data ... 49
1. Metode Tes ... 49
2. Metode Angket ... 49
E. Instrumen penelitian ... 49
1. Instrumen Penelitian Kognitif ... 50
2. Instrumen Penilaian Afektif ... 53
F. Teknik Analisis Data ... 56
1. Uji Prasyarat Analisis ... 56
2. Uji Hipotesis ... 58
BAB IV. HASIL PENELITIAN... 60
A. Pengujian Instrumen ... 60
1. Uji Validitas ... 60
2. Uji Reliabilitas ... 61
3. Uji Taraf Kesukaran Item ... 61
commit to user
xiv
B. Deskripsi data... 62
1. Prestasi Belajar Siswa ... 63
2. Data Selisih Nilai Kognitif... 63
3. Data Nilai Afektif ... 64
C. Uji Prasyarat Analisis ... 65
1. Uji Normalitas ... 65
2. Uji Homogenitas ... 66
3. Uji Keseimbangan ... 66
D. Pengujian Hipotesis ... 67
1. Uji Hipotesis Selisih Nilai Kognitif ... 67
2. Uji Hipotesis Nilai Afektif ... 68
E. Pembahasan Hasil Analisis Data... 68
BAB V. KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ... 73
A. Kesimpulan ... 73
B. Implikasi ... 73
C. Saran ... 74
DAFTAR PUSTAKA ... 75
commit to user
xv
DAFTAR TABEL
Hal
Tabel 1 Nama-nama Unsur Beserta Lambangnya ... 31
Tabel 2 Sifat dan Kegunaan Logam ... 32
Tabel 3 Kegunaan Unsur Nonlogam ... 33
Tabel 4 Perbedaan Unsur Logam dan Nonlogam ... 33
Tabel 5 Senyawa Beserta Rumus Kimia dan Atom Penyusun Molekulnya .. 36
Tabel 6 Beberapa Senyawa dan Unsur Penyusunnya ... 37
Tabel 7 Angka dalam bahasa Yunani ... 37
Tabel 8 Nama Senyawa dan Rumus Kimianya ... 38
Tabel 9 Beberapa Campuran, Wujud, serta Penyusunnya ... 39
Tabel 10 Perbedaan Unsur dan senyawa ... 40
Tabel 11 Perbedaan Senyawa dan Campuran ... 40
Tabel 12 Design Penelitian Randomized Pretest-Postest Comparison Group Design ... 45
Tabel 13 Design Penelitian Randomized Postest Only Comparison Group Design. ... 46
Tabel 14 Skor Penilaian Afektif ... 54
Tabel 15 Ringkasan Hasil Tryout Instrumen Penelitian untuk Uji Validitas Soal ... 61
Tabel 16 Ringkasan Hasil Tryout Instrumen Penelitian untuk Uji Reliabilitas Soal ... 61
Tabel 17 Ringkasan Hasil Tryout Instrumen Penelitian untuk Uji Taraf Kesukaran Soal pada Aspek Kognitif... 61
Tabel 18 Ringkasan Hasil Tryout Instrumen Penelitian untuk Uji Daya Pembeda Soal pada Aspek Kognitif ... 62
commit to user
xvi
DAFTAR GAMBAR
Hal
Gambar 1 Skema Bentuk-Bentuk Belajar Ausebel ... 12
Gambar 2 Skema Kerangka Pemikiran ... 44
Gambar 3 Histogram Perbandingan Selisih Nilai Kognitif Kelas Eksperimen I
dan Kelas Eksperimen II pada Materi Unsur, Senyawa dan
Campuran ... 64
Gambar 4 Histogram Perbandingan Nilai Afektif Kelas Eksperimen I dan
Kelas Eksperimen II pada Materi Unsur, Senyawa dan Campuran
commit to user
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Hal
Lampiran 1 Silabus ... 79
Lampiran 2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 83
Lampiran 3 Lembar Kerja Siswa ... 100
Lampiran 4 Kisi-Kisi Soal Kognitif ... 119
Lampiran 5 Instrumen Soal Kognitif ... 125
Lampiran 6 Instrumen Soal Afektif... 154
Lampiran 7 Kisi Angket Kerjasama ... 161
Lampiran 8 Soal angket Kerjasama... 162
Lampiran 9 Pengolahan Data Try Out Aspek Kognitif ... 163
Lampiran 10 Pengolahan Data Try Out aspek Afektif ... 167
Lampiran 11 Lembar Validitas Isi ... 171
Lampiran 12 Hasil dan Perhitungan Validitas Isi ... 176
Lampiran 13 Acuan Syarat Pemilihan Kelas ... 179
Lampiran 14 Nilai Kerjasama Siswa dalam Kelompok ... 189
Lampiran 15 Data Induk Nilai Kognitif ... 190
Lampiran 16 Distribusi Frekuensi Data Induk Kognitif... 191
Lampiran 17 Uji Prasyarat Analisis Data Kognitif ... 197
Lampiran 18 Uji t dua Pihak Data Induk Kognitif ... 206
Lampiran 19 Data Induk Afektif ... 207
Lampiran 20 Distribusi Frekuensi Data Induk Afektif ... 209
Lampiran 21 Uji Prasyarat Analisis Data Induk Afektif ... 212
Lampiran 22 Uji t Dua Pihak Data Induk Afektif ... 215
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek) sebagai bagian dari budaya
manusia modern mengalami perkembangan yang cukup pesat seakan-akan memaksa
negara-negara dunia untuk terus bersaing dalam menguasai dan mengembangkan
Iptek untuk mencapai suatu negara yang bermartabat. Indonesia sebagai negara yang
sedang berkembang berusaha untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang
berkualitas agar mampu menguasai dan mengembangkan Iptek demi mencapai
kemakmuran dan kejayaan bangsa sehingga mampu menjajarkan diri dengan
negara-negara maju di masa yang akan datang. Konsep pendidikan yang dicanangkan oleh UNESCO adalah pendidikan ditegakkan oleh empat pilar, yaitu learn to know, learn
to do, learn to live together, learn to be (Kris Tan, 2011). Pilar pertama dan kedua
lebih diarahkan untuk membentuk sense of having yaitu bagaimana pendidikan dapat
mendorong terciptanya sumber daya manusia yang memiliki kualitas di bidang ilmu
pengetahuan dan ketrampilan agar dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas
hidup, sehingga mendorong sikap proaktif, kreatif, dan inovatif ditengah kehidupan
masyarakat. Sementara pilar ketiga dan keempat diarahkan untuk membentuk
karakter bangsa atau sense of being, yaitu bagaimana harus terus menerus belajar dan
pembentukan karakter yang memiliki integritas dan tanggung jawab serta memiliki
komitmen untuk melayani sesama.
Untuk mengembangkan Iptek, konsep pendidikan di Indonesia ditegakan
dengan berlakunya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Kurikulum ini
mulai diterapkan pada tahun ajaran 2006/2007. KTSP merupakan sebuah kurikulum
operasional pendidikan yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan
pendidikan. Salah satu wujud pelaksanaan KTSP adalah penggunaan model
pembelajaran yang open end, artinya guru sebagai pemegang otonomi dalam
pengelolaan pembelajaran yang cocok bagi peserta didiknya. Guru dituntut dapat
commit to user
agar siswa tertarik, aktif, kreatif, dan lebih mudah memahami materi pembelajaran.
Sikap aktif, kreatif, dan lebih mudah memahami materi pembelajaran akan
terwujud dengan menempatkan siswa sebagai subyek pendidikan. Sehingga dalam
pelaksanaannya, guru hanya bertindak sebagai fasilitator dan bukan sumber utama
pembelajaran.
Dalam proses pembelajaran guru dituntut dapat memahami perkembangan
peserta didik. Pemahaman terhadap perkembangan peserta didik sangat diperlukan
untuk merancang pembelajaran yang kondusif sehingga mampu meningkatkan
motivasi belajar siswa. Menurut teori perkembangan Piaget, tahapan kecerdasan
dibedakan dalam empat tahap, yaitu: 1) intelegensi sensori-motor (0-2 tahun), 2) pra
operasional (2-7 tahun), 3) operasional konkret (7-11 tahun), dan 4) operasional formal (11 tahun keatas) (Ratna Wilis Dahar, 1989 : 152).
Kimia merupakan salah satu materi pelajaran yang diberikan disekolah
menengah pertama, tetapi belum dalam mata pelajaran tersendiri, melainkan masih
tergabung dalam mata pelajaran IPA. Berdasarkan pengelompokan kecerdasan Piaget
tersebut, siswa SMP yang rata-rata berusia 12 tahun keatas diperkirakan sudah dapat
berpikir formal, artinya dalam periode ini anak tidak perlu berpikir dengan bantuan
benda atau hal-hal yang konkrit, ia mempunyai cara berpikir abstrak, sehingga anak
sudah mampu mempelajari ilmu kimia yamg umumnya bersifat abstrak.
Materi Unsur, Senyawa, dan Campuran adalah materi pokok yang diajarkan
pada siswa kelas VII SMP semester gasal. Unsur, Senyawa dan Campuran
merupakan hal yang penting dan banyak dijumpai dalam kehidupan sehari-hari.
Selain berkaitan erat dengan kehidupan sehari-hari, materi ini juga membutuhkan
cara berfikir abstrak. Cara berfikir abstrak ini nampak pada salah satu tuntutan
kompetensi dasar, dimana siswa diharuskan mampu membedakan sifat antara Unsur,
Senyawa dan Campuran. Misalnya siswa harus bisa membedakan sifat-sifat yang
membedakan antara karbon dengan kertas, dimana karbon adalah salah satu unsur
penyusun kertas. Menurut informasi dari guru, materi ini diajarkan sebagai materi
akhir. Guru cenderung untuk menyelesaikan mengajar materi biologi dan fisika
terlebih dahulu. Sebagai akibatnya penyampaian materi ini kurang maksimal karena
commit to user
SMP Negeri 2 Karanganyar adalah salah satu SMP Rintisan Sekolah
Bertaraf Internasional (RSBI). Dalam penerimaan siswa baru, calon siswa dituntut
memiliki kemampuan lebih. Hal ini dikarenakan seleksi masuk yang tidak hanya
menggunakan nilai hasil ujian akhir nasional, tetapi juga nilai raport, tes ujian masuk
dan hasil wawancara dengan wali murid. Hasil seleksi ini menghasilkan input
kemampuan siswa yang tinggi dengan rata-rata nilai PPDB > 70. Namun, menurut
informasi dari guru kemampuan kognitif yang tinggi itu tidak menjamin tingginya
prestasi siswa. Hal ini dibuktikan dengan pencapaian ketuntasan belajar materi
Unsur, Senyawa dan Campuran hanya sebesar 50,5%. Menurut informasi dari guru,
hal ini diperkirakan karena kemampuan kerjasama mereka dengan kelompok masih
rendah. Hal ini terlihat ketika siswa diberikan tugas kelompok, hasilnya tidak sebaik jika tugas tersebut diberikan secara individu. Selain itu, hal ini juga dimungkinkan
karena penggunaan metode ceramah dalam penyampaian materi. Siswa cenderung
sebagai obyek pembelajaran dan terbiasa belajar secara individu, sehingga ketika ada
tugas secara berkelompok mereka belum bisa mandiri mengerjakan.
Berdasarkan perkembangan intelektual siswa SMP, metode pembelajaran
yang sesuai adalah metode yang dapat merangsang siswa bersikap aktif, kreatif, dan
inovatif. Untuk menumbuhkan sikap aktif, kreatif dan inovatif pada diri siswa
tidaklah mudah. Proses pembelajaran yang terjadi selama ini memposisikan siswa
sebagai pendengar ceramah guru. Akibatnya proses belajar mengajar cenderung
membosankan, minat belajar siswa kurang dan ada kecenderungan siswa untuk
tergantung pada informasi guru. Ketergantungan ini membuat siswa mengalami
kesulitan saat bekerja secara kelompok, yang menuntut kemandirian dalam
melaksanakan tugas. Untuk mengantisipasi masalah tersebut berkelanjutan maka
perlu dicanangkan formula pembelajaran yang tepat.
Salah satu solusi untuk mengatasi masalah kerjasama siswa adalah dengan
penggunaan model pembelajaran kooperatif. Slavin mengatakan bahwa cooperative
learning adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam
kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4 sampai 6
commit to user
Dalam pelaksanaan model pembelajaran kooperatif memilki empat unsur
yaitu: 1) saling ketergantungan positif, 2) tanggung jawab perseorangan, 3) tatap
muka, 4) partisipasi dan komunikasi antar anggota. Dari keempat unsur tersebut,
saling ketergantungan positif dan komunikasi antar anggota mengisyaratkan adanya
kerjasama antar anggota kelompok.
Dalam model pembelajaran kooperatif, guru menyusun tugas sedemikian
rupa sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar
yang lain bisa mencapai tujuan mereka. Kondisi belajar ini memungkinkan siswa
tergantung secara positif pada anggota kelompok lainnya dalam mempelajari dan
menyelesaikan tugas yang diberikan guru. Selain itu, dalam mengerjakan tugas
kelompok, siswa juga berinteraksi dengan siswa lainnya agar tujuan mereka tercapai. Disinilah perilaku kerjasama yang baik dibutuhkan untuk menunjang ketercapaian
tujuan kelompok.
Ada bermacam macam tipe pembelajaran kooperatif, antara lain: Student
Team Achievement Division (STAD), Teams Game Tournament (TGT), Jigsaw,
Group Investigation (GI), Team Accelerated Instruction (TAI) dan sebagainya. Salah
satu tipe pembelajaran kooperatif adalah model Group Investigation. Tipe ini
merupakan model pembelajaran kooperatif yang kompleks karena memadukan
antara prinsip belajar kooperatif dengan pembelajaran yang berbasis konstruktivisme
dan prinsip pembelajaran demokratis.
Menurut Daniel Zingaro (2008) Group Investigation memiliki beberapa
keunggulan antara lain: 1) Siswa memiliki pertanyaan dengan tingkat lebih tinggi
mereka membutuhkan penjabaran respon atau penggunaan pemecahan masalah; 2)
Siswa lebih kooperatif dan altruistic, bahkan ketika mereka berinteraksi dengan
siswa di luar tim mereka atau dalam situasi luar; 3) Siswa mampu mengekspresikan
diri, memiliki kebebasan,tanggung jawab dan rasa diterima yang besar; 4) Siswa
pada kelas GI memiliki sifat etnik yang jauh lebih baik daripada siswa yang berada
di kelas tradisional
Tipe GI diharapkan mampu meningkatkan minat dan kerjasama siswa dalam
commit to user
input mereka cukup tinggi, mengingat langkah-langkah dalam GI memerlukan siswa
dengan input tinggi dalam memecahkan masalah.
Enam tahap dalam GI: 1) mengidentifikasi topik dan mengatur siswa dalam
kelompok, 2) merencanakan tugas yang akan dipelajari, 3) melaksanakan investigasi,
4) menyiapkan laporan akhir, 5) mempresentasikan laporan akhir dan 6) evaluasi.
Tahap ke 3 GI menyebutkan bahwa siswa melaksanakan investigasi. Siswa terlibat
dalam bermacam kegiatan investigasi baik didalam maupun diluar sekolah. Kegiatan
belajar didalam sekolah misalnya dengan melakukan eksperimen di laboratorium.
Sedangkan kegiatan diluar sekolah misalnya dengan menjalankan proyek yang telah
disusun.
Metode eksperimen adalah suatu cara yang digunakan guru untuk mengajar didepan kelas dengan membagi tugas meneliti suatu masalah. Siswa dibagi menjadi
beberapa kelompok, dan masing-masing kelompok mendapat tugas tertentu yang
harus dikerjakan, kemudian mereka mempelajari, meneliti, membahasnya dengan
kelompok dan menyusun laporan.
Metode proyek merupakan suatu metode instruksional yang melibatkan
penggunaan alat dan bahan yang diusahakan oleh siswa secara perseorangan atau
grup untuk mencari jawaban terhadap suatu masalah dengan perpaduan teori-teori
dari berbagai bidang studi dan dilaksanakan dalam jangka waktu tetentu,
menghasilkan sebuah produk, yang hasilnya kemudian ditampilkan atau
dipresentasikan. Pada penelitian ini akan digunakan metode proyek terbimbing.
Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe group investigation
melalui proyek dan eksperimen terhadap prestasi belajar siswa pada materi pokok
unsur senyawa dan campuran diharapkan diperoleh metode yang tepat untuk
commit to user
B. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang di atas dapat diidentifikasi beberapa masalah, yaitu: 1. rendahnya prestasi siswa, yang bertolak belakang dengan prestasi siswa saat
PPDB.
2. metode pembelajaran selama ini masih bersifat ekspositori, dimana pembelajaran
masih berpusat pada guru.
3. kecenderungan guru memperlakukan anak didik sebagai obyek sehingga siswa
cenderung tergantung pada guru.
4. rendahnya kemampuan bekerjasama dalam kelompok.
5. keterbatasan waktu belajar materi unsur, senyawa dan campuran yang disediakan
disekolah.
6. rendahnya minat belajar siswa
C. Pembatasan Masalah
Agar penelitian ini lebih terarah maka diperhatikan pembatasan masalah.
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah, maka pengkajian dan
pembatasan masalah dititikberatkan pada:
1. Subyek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah kelas VII RSBI Semester gasal SMP N 2
Karanganyar tahun pelajaran 2011/2012.
2. Metode Pembelajaran
Metode pembelajaran yang digunakan adalah pembelajaran kooperatif tipe
group investigation melalui proyek terbimbing (untuk kelas eksperimen I) dan
group investigation melalui eksperimen (untuk kelas eksperimen II).
3. Prestasi Belajar
Prestasi belajar yang diukur adalah aspek kognitif dan aspek afektif.
Prestasi belajar aspek kognitif dilakukan dengan uji statistik dari selisih nilai
pretest-posttest siswa. Prestasi belajar aspek afektif sebagai akibat dari proses pembelajaran
dianalisa secara statistik.
4. Materi Ajar
commit to user
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah dan pembatasan
masalah diatas, maka dapat dirumuskan masalah yaitu
1. Apakah terdapat perbedaan prestasi belajar siswa aspek kognitif antara model
pembelajaran kooperatif tipe group investigation melalui proyek terbimbing dan
eksperimen pada materi pokok unsur, senyawa dan campuran?
2. Apakah terdapat perbedaan prestasi belajar siswa aspek afektif antara model
pembelajaran kooperatif tipe group investigation melalui proyek terbimbing dan
eksperimen pada materi pokok unsur, senyawa dan campuran?
E. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui :
1. Perbedaan prestasi belajar siswa aspek kognitif dengan model pembelajaran
kooperatif tipe group investigation melalui proyek terbimbing dan eksperimen
pada materi pokok unsur, senyawa dan campuran
2. Perbedaan prestasi belajar siswa aspek afektif dengan model pembelajaran
kooperatif tipe group investigation melalui proyek terbimbing dan eksperimen
pada materi pokok unsur, senyawa dan campuran
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis dalam penelitian ini yaitu memberikan informasi mengenai
pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe group investigation melalui proyek
terbimbing dan eksperimen terhadap prestasi belajar siswa pada materi pokok Unsur,
commit to user
2. Manfaat Praktis
Manfaat teoritis dalam penelitian ini yaitu:
a. Memberikan masukan untuk mempertimbangkan proses peningkatan kualitas
guru kimia dalam mengembangkan pencapaian prestasi belajar siswa.
b. Bagi guru kimia, dapat dijadikan sebagai alternatif metode pembelajaran
dalam upaya memperbaiki proses pembelajaran yang sesuai dengan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
c. Bagi sekolah, penelitian ini dapat digunakan sebagai evaluasi professional
guru dalam memahami dan mengembangkan proses pembelajaran kimia.
d. Memberikan informasi kepada peneliti lainnya yang ingin mengembangkan
commit to user
9 BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Belajar dan Pembelajaran
a. Pengertian Belajar
Belajar adalah kegiatan yang berproses dan unsur yang sangat fundamental
dalam setiap penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. Ini berarti bahwa
berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu sangat bergantung pada
proses belajar yang dialami siswa, baik ketika ia berada di sekolah maupun di
lingkungan keluarganya sendiri.
Pengertian belajar dapat ditemukan dalam berbagai sumber atau literatur.
Meskipun ada perbedaan-perbedaan dalam rumusan pengertian belajar tersebut,
namun secara prinsip ditemukan beberapa kesamaan. Burton dalam Aunurahman
(2009:35) merumuskan pengertian belajar sebagai perubahan tingkah laku pada diri
individu karena adanya interaksi antara individu dengan individu dan individu
dengan lingkungannya sehingga mereka mampu berinteraksi dengan lingkungannya.
H.C. Witherington dalam Aunurahman (2009:35) mengemukakan belajar adalah
suatu perubahan kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari
reaksi berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepribadian atau suatu pengertian.
James O. Whittaker dalam Aunurahman (2009:35) juga mengemukakan
belajar adalah proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan
atau pengalaman. Belajar adalah suatu proses yang dilakukan individu untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai
hasil pengalaman individu itu sendiri di dalam interaksi dengan lingkungannya.
Sedangkan Abdillah dalam Aunnurahman (2009:35), belajar adalah suatu usaha
sadar yang dilakukan individu dalam perubahan tingkah laku baik melalui latihan
dan pengalaman yang menyangkut aspek-aspek kognitif, afektif dan psikomotorik
commit to user
menyatakan belajar adalah suatu proses dimana suatu organisme berubah perilakunya
akibat pengalaman.
Dari beberapa pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa belajar dapat
dipahami sebagai proses perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif
menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan
aspek kognitif, afektif dan psikomotorik untuk memperoleh tujuan tetentu.
b. Teori Belajar
Adapun teori-teori belajar yang mendasari pengertian belajar yang berkaitan
dengan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Teori Perkembangan Piaget
Menurut Piaget dalam Ratna Wilis Dahar (1989: 152), “setiap individu
mengalami tingkat-tingkat perkembangan intelektual sebagai berikut, sensori-motor
(0-2 tahun), pra-operasional (2-7 tahun), operasional kongkret (7-11 tahun),
operasional formal (11 tahun ke atas)”.
Pada tahap sensori motor, anak mengenal lingkungan dengan kemampuan
sensorik dan motorik. Anak mengenal lingkungan dengan penglihatan, penciuman,
pemdengaran, perabaan, dan pergerakannya. Pada tahap pra-operasional, anak
mengandalkan diri pada persepsi tentang realitas. Ia telah mampu menggunakan
simbol, bahasa, konsep sederhana, berpartisipasi, membuat gambar, dan
menggolong-golongkan. Pada tahap operasi konkret anak dapat mengembangkan
pikiran logis. Ia dapat mengikuti penalaran logis, walau kadang-kadang memecahkan
masalah secara “trial dan error”. Pada tahap operasi formal anak dapat berfikir abstrak seperti orang dewasa.
Teori perkembangan kognitif Piaget ini sangat erat kaitannya dengan
penelitian ini. Sebab, pada penelitian ini menggunakan siswa SMP sebagai sampel.
Menurut teori perkembangan Piaget, siswa SMP yang rata-rata berusia 12 tahun
keatas diperkirakan sudah dapat berpikir formal, artinya dalam periode ini anak tidak
perlu berpikir dengan bantuan benda atau hal-hal yang konkrit, ia mempunyai cara
berpikir abstrak. Sehingga anak sudah mampu mempelajari ilmu kimia yang
commit to user 2) Teori Belajar Penemuan Menurut Bruner
Menurut Rosser (1984) dalam Ratna Willis Dahar (1989:98), “Pendekatan Bruner terhadap belajar didasarkan pada dua asumsi, asumsi yang pertama adalah
bahwa perolehan pengetahuan merupakan suatu proses interaktif”. Bruner yakin
bahwa orang yang belajar berinteraksi dengan lingkungannya secara aktif, dimana
perubahan tidak hanya terjadi di lingkungan akan tetapi juga dalam diri orang itu
sendiri. Sedangkan untuk asumsi yang kedua adalah bahwa orang mengkontruksi
pengetahuannya dengan menghubungkan informasi yang masuk dengan informasi
yang disimpan yang sudah diperoleh sebelumnya. Model Bruner tersebut mendekati
sekali dengan struktur kognitif Ausubel.
Pendekatan Bruner terhadap belajar dapat juga dikatakan sebagai suatu
pendekatan kategorisasi. Bruner dalam Ratna Willis Dahar, “beranggapan bahwa
semua interaksi-interaksi kita dengan alam melibatkan kategori-kategori yang
diperlukan bagi pemfungsian manusia”. Menurut Bruner yang penting adalah
kategorisasi dapat membawa manusia ke tingkat yang lebih tinggi daripada informasi
yang diberikan. Manusia menentukan objek-objek tersebut dengan suatu kelas.
Apabila manusia mengklasifikasikan suatu objek, maka manusia tersebut akan
mempengaruhi objek tersebut dengan sekumpulan sifat-sifat, atribut-atribut kritis,
dan hubungan-hubungan. Manusia melakukan ini melalui inferensi, yaitu
menemukan lebih banyak daripada yang diperoleh secara langsung dari objek
tersebut.
Dari uraian tersebut dapat dikatakan bahwa belajar menurut Bruner merupakan pengembangan kategori-kategori dan pengembangan dari suatu sistem
pengkodean (coding). Berbagai ketegori-kategori saling berhubungan sedemikian
rupa, sehingga setiap individu mempunyai model yang unik suatu konsep. Pada
model ini, belajar baru dapat terjadi dengan cara mengubah model tersebut, ini bisa
terjadi melalui mengubah dan menghubungkan kategori-kategori dengan suatu cara
yang baru, atau dengan menambahkan kategri-kategori baru. Menurut Bruner, belajar
melibatkan tiga proses yang berlangsung hampir bersamaan. Ketiga proses tersebut
adalah : a) memperoleh informasi baru, Informasi baru dapat berfungsi sebagai
commit to user
transformasi Informasi, dalam transformasi pengetahuan, individu menjadikan
pengetahuan supaya sesuai atau tepat dengan tugas baru. Transformmasi informasi menyangkut cara seseorang memperlakukan pengetahuan, apakah dengan cara
ekstrapolasi, atau dengan mengubah kebentuk yang lain; c) menguji relevansi dan
ketepatan pengetahuan, seseorang menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan
dengan menilai apakah cara seseorang tersebut dalam memperlakukan pengetahuan
yang diperoleh sesuai dengan tugas yang ada. 3) Teori Belajar Bermakna Ausubel
Ausubel dalam Ratna Wilis Dahar (1989 : 111) berpendapat bahwa “belajar
dapat diklasifikasikan ke dalam dua dimensi” seperti yang ditunjukkan pada Gambar
1.
commit to user
Dari Gambar 1. dimensi yang pertama berhubungan dengan cara informasi
atau materi pelajaran yang disajikan pada siswa, yaitu melalui penerimaan atau penemuan. Kemudian untuk dimensi kedua menyangkut cara bagaimana siswa dapat
mengkaitkan informasi tersebut pada struktur kognitif yang sudah ada. Struktur
kognitif yang dimaksud disini adalah fakta-fakta, konsep-konsep dan
generalisasi-generalisasi yang telah dipelajari siswa.
Menurut Ausubel dalam Ratna Wilis Dahar (1989: 111), “pada tingkat
pertama dalam belajar informasi dapat dikomunikasikan pada siswa baik dengan
bentuk belajaran penemuan, dimana bentuk ini mewajibkan siswa untuk menemukan
sendiri sebagian atau seluruh materi yang akan diajarkan”. Sedangkan pada tingkat
kedua, siswa menghubungkan atau mengkaitkan informasi tersebut pada
pengetahuan yang berupa konsep atau yang lain yang pernah mereka miliki, maka
dalam hal inilah terjadi belajar bermakna. Namun ada kemungkinan pula bahwa
siswa dalam hal ini hanya mencoba-coba menghafalkan informasi baru tersebut dan
tidak menghubungkannya pada kosep-konsep yang sudah ada dalam struktur
kognitifnya, maka disinilah terjadi belajar hafalan.
Ausubel dan Novak dalam Ratna Wilis Dahar (1989 : 115) menyebutkan tiga
kelebihan yang dimiliki oleh belajar bermakna (meaningful learning), yaitu antara
lain : a) Informasi yang dipelajari secara bermakna akan dapat diingat lebih lama; b)
Informasi yang tersubsumsi (yaitu proses interaksi antara materi yang baru dipelajari
dengan subssumer-subsumer yang ada) mengakibatkan adanya peningkatan
diferensiasi dari subsumer-subsumer, sehingga memudahkan berlangsungnya proses belajar selanjutnya untuk materi pelajaran yang mirip; c) Informasi yang didapatkan
tidak hilang begitu saja namun meninggalkan efek residual yang mempermudah
untuk mempelajari hal-hal yang mirip, meskipun telah lupa. 4) Teori Belajar Menurut Gagne
Menurut Gagne, belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses dimana
suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat dari pengalaman. Ada lima
bentuk belajar yang diungkapkan oleh Gagne yaitu belajar responden, belajar
kontiguitas, belajar operant, belajar observasional, dan belajar kognitif. Pertama,
commit to user
dari perpasangan suatu stimulus tak terkondisi dengan suatu stimulus terkondisi.
Sebagai suatu fungsi pengalaman, stimulus terkondisi itu pada suatu waktu memperoleh kemampuan untuk mengeluarkan respon terkondisi. Bentuk belajar
semacam ini disebut belajar responden dan menolong kita untuk memahami
bagaimana para siswa menyenangi atau tidak menyenangi sekolah atau
bidang-bidang studi. Kedua, belajar kontiguitas yaitu bagaimana dua peristiwa dipasangkan
satu dengan yang lain pada suatu waktu, dan hal ini sering kita alami. Ketiga, kita
belajar bahwa konsekuensi-konsekuensi perilaku mempengaruhi apakah perilaku itu
akan diulangi atau tidak, dan berapa besar pengulangannya. Belajar semacam ini
disebut belajar operant. Keempat, pengalaman belajar sebagai hasil observasi
manusia dan kejadian-kejadian. siswa belajar dari model-model, dan masing-masing
siswa mungkin menjadi suatu model bagi orang lain dalam belajar observasional.
Kelima, belajar kognitif terjadi dalam kepala, bila melihat dan memahami
peristiwa-peristiwa disekitar (Ratna Wilis Dahar, 1989: 11-21).
c. Pengertian Pembelajaran
Dalam berbagai kajian dikemukakan bahwa instruction atau pembelajaran
sebagai suatu sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar siswa, yang
berisi serangkaian peristiwa yang dirancang, disusun sedemikian rupa untuk
mendukung dan mempengaruhi terjadinya proses belajar siswa yang bersifat internal.
Sepintas pengertian mengajar hampir sama dengan pembelajaran, namun pada
dasarnya berbeda. Dalam pembelajaran, situasi atau kondisi yang memungkinkan
terjadinya proses belajar harus dirancang dan dipertimbangkan terlebih dahulu oleh guru. Istilah pembelajaran atau proses pembelajaran sering dipahami sebagai proses
belajar mengajar di mana di dalamnya terjadi interaksi guru dan siswa dan antara
sesama siswa untuk mencapai suatu tujuan yaitu terjadinya perubahan sikap dan
tingkah laku siswa.
Pembelajaran berupaya mengubah masukan berupa siswa yang belum
terdidik, menjadi siswa yang terdidik, siswa yang belum memiliki pengetahuan
tentang sesuatu, menjadi siswa yang memiliki pengetahuan. Demikian pula siswa
yang memiliki sikap, kebiasaan atau tingkah laku yang belum mencerminkan
commit to user
sikap, kebiasaan dan tingkah laku yang baik. Sebenarnya belajar dapat saja terjadi
tanpa pembelajaran, namun hasil belajar akan tampak jelas suatu aktivitas pembelajaran (Aunurrahman, 2009 :34).
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu
usaha sadar dari guru untuk membantu proses belajar siswa, yang berisi serangkaian
peristiwa yang dirancang, disusun untuk mendukung dan mempengaruhi terjadinya
proses belajar siswa yang bersifat internal sehingga mampu menimbulkan perubahan
tingkah laku pada siswa yang berlangsung relatif lama.
2. Model Pembelajaran
Model diartikan sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai
pedoman dalam melakukan kegiatan. Model mengajar menurut Joyce dan Weil
dalam Syaiful Sagala (2011:176) adalah suatu deskripsi dari lingkungan belajar yang
menggambarkan perencanaan kurikulum, kursus-kursus, desain unit-unit pelajaran
dan pembelajaran, perlengkapan belajar, buku-buku pelajaran, buku-buku kerja,
program multimedia dan bantuan belajar melalui program komputer.
Menurut Aunurrahman (2009:146), model pembelajran dapat diartikan
sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam
mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu,
berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para guru untuk
merencanakan dan melaksanakan aktivitas pembelajaran. Model pembelajaran juga
dapat dimaknai sebagai perangkat rencana atau pola yang dapat dipergunakan untuk merancang bahan-bahan pembelajaran serta membimbing aktivitas pembelajaran di
kelas atau di tempat-tempat lain yang melaksanakan aktivitas pembelajaran.
Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran adalah kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam
melakukan kegiatan pembelajaran berupa deskripsi dari lingkungan belajar baik di
commit to user
3. Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran kelompok yang memiliki aturan-aturan tertentu. Prinsip dasar pembelajaran
kooperatif adalah siswa membentuk kelompok kecil dan saling mengajar sesamanya
untuk mencapai tujuan bersama. Dalam pembelajaran kooperatif siswa pandai
mengajar siswa yang kurang pandai tanpa merasa dirugikan. Siswa kurang pandai
dapat belajar dalam suasana yang menyenangkan karena banyak teman yang
membantu dan memotivasinya. Siswa yang sebelumnya bersikap pasif setelah
menggunakan pembelajaran kooperatif akan terpaksa berpartisipasi secara aktif agar
bias diterima oleh anggota kelompoknya (Made Wena, 2009:189).
Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar
menciptakan interaksi yang silih asah sehingga sumber belajar bagi siswa bukan
hanya guru dan buku ajar, tetapi juga sesama siswa (Made Wena, 2009:189)
Menurut Lie dalam Made Wena, (2009:189), pembelajaran kooperatif
adalah sistem pembelajaran yang memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerja
sama dengan sesama siswa untuk tugas-tugas yang terstruktur, dan dalam sistem ini
guru bertindak sebagai fasilitator.
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran kooperatif adalah sistem pembelajaran yang berusaha memanfaatkan
siswa lain dalam suatu kelompok kecil sebagai sumber belajar selain guru dan
sumber ajar lainnya
Prinsip-prinsip pembelajaran kooperatif antara lain :
a. Prinsip Ketergantungan Positif (Positive Interdependence).
Dalam pembelajaran kelompok, keberhasilan suatu penyelesaian tugas
sangat tergantung kepada usaha yang dilakukan setiap anggota kelompoknya. Oleh
sebab itu, perlu disadari oleh setiap anggota kelompok keberhasilan penyelesaian
tugas kelompok akan ditentukan oleh kinerja masing-masing anggota. Dengan
demikian semua anggota kelompok akan merasa saling ketergantungan.
b. Tanggung Jawab Perseorangan (Individual Accountability).
Prinsip ini merupakan konsekuensi dari prinsip yang pertama. Oleh karena
commit to user
kelompok harus memiliki tanggungjawab sesuai dengan tugasnya. Setiap anggota
kelompok harus memberikan yang terbaik untuk keberhasilan kelompoknya. Untuk mencapai hal tersebut, guru perlu memberikan penilaian terhadap individu dan juga
kelompok. Penilaian individu bisa berbeda, akantetapi penilaian kelompok harus
sama.
c. Interaksi Tatap Muka (Face to Face Promotion Interaction).
Pembelajaran kooperatif memberi ruang dan kesempatan yangluas kepada
setiap anggota kelompok untuk bertatap muka saling memberikan informasi dan
saling membelajarkan. Interaksi tatap muka akan memberikan pengalaman yang
berharga kepada setiapanggota kelompok untuk bekerja sama, menghargai setiap
perbedaan individu, memanfaatkan kelebihan masing-masing anggota, dan mengisi
kekurangan masing-masing. Kelompok belajar kooperatif dibentuk secara heterogen,
dari segi budaya, latar belakang sosial, dankemampuan akademik yang berbeda.
Perbedaan semacam ini akan menjadi modal utama dalam proses memperkaya antar
anggota kelompok.
d. PartisipasidanKomunikasi (Participation Communication).
Pembelajaran kooperatif melatih siswa untuk dapat mampu berpartisipasi
aktif dan berkomunikasi. Kemampuan ini sangat penting sebagai bekal mereka
dalam kehidupan di masyarakat kelak. Oleh sebab itu, sebelum melakukan kooperatif
, guru perlu membekali siswa dengan kemampuan berkomunikasi. Tidak setiap siswa
mempunyai kemampuan berkomunikasi, misalnya kemampuan mendengarkan dan
kemampuan berbicara, padahal keberhasilan kelompok ditentukan oleh partisipasi setiap anggotanya.
Ada bermacam macam tipe pembelajaran kooperatif, antara lain : Student
Team Achievement Division (STAD), Teams Game Tournament (TGT), Jigsaw,
Group Investigation (GI) , Team Accelerated Instruction (TAI) dsb. Salah satu tipe
pembelajaran kooperatif adalah model Group Investigation. Tipe ini merupakan
model pembelajaran kooperatif yang kompleks karena memadukan antara prinsip
belajar kooperatif dengan pembelajaran yang berbasis konstruktivisme dan prinsip
commit to user
4. Pembelajaran Kooperatif Tipe Investigasi Kelompok (Group Investigation)
a. Pengertian Group Investigation
Salah satu tipe pembelajaran kooperatif adalah group investigation. Tipe ini
merupakan model pembelajaran kooperatif yang kompleks karena memadukan
antara prinsip belajar kooperatif dengan pembelajaran yang berbasis konstruktivisme
dan prinsip pembelajaran demokratis.
Model ini dikembangkan oleh John Dewey dan Herbert A. Thelen yang
menggabungkan pandangan-pandangan proses sosial yang demokratis dengan
penggunaan strategi-strategi intelektual atau ilmiah untuk membantu manusia
menciptakan pengetahuan dan masyarakat yang teratur dengan baik.
Group investigation yang dikembangkan oleh Sholomo dan Yael Sharan di
Universitas Tel aviv, merupakan perencanaan pengaturan kelas yang umum dimana
para siswa bekerja dalam kelompok kecil menggunakan pertanyaan kooperatif,
diskusi kelompok, serta perencanaan dan proyek kooperatif (Sharan and Sharan,
1992 dalam Salvin 2009: 25). Dalam model ini, para siswa dibebaskan membentuk
kelompoknya sendiri yang terdiri dari dua sampai enam orang anggota.
b. Tahap-Tahap Group Investigation
Dalam group investigation, siswa bekerja melalui enam tahap. Tahap-tahap
tersebut antara lain :
1) mengidentifikasi topik dan mengatur siswa kedalam kelompok;
Pada tahap ini siswa meneliti beberapa sumber, mengusulkan sejumlah
topik, dan mengkategorikan saran-saran. Kemudian siswa bergabung dengan kelompoknya untuk mempelajari topic yang mereka pilih. Komposisi kelompok
didasarkan pada ketertarikan siswa dan harus bersifat heterogen. Tugas guru
membantu dalam pengumpulan informasi dan memfasilitasi pengaturan. 2) merencanakan tugas yang akan dipelajari;
Para siswa merencanakan bersama mengenai hal-hal yang akan dipelajari,
cara yang digunakan untuk mempelajari hal-hal tersebut dan pembagian tugas
commit to user 3) melaksanakan investigasi;
Pada tahap ini siswamengumpulkan informasi, menganalisis data, dan membuat kesimpulan.Tiap anggota kelompok berkontribusi untuk usaha-usaha yang
dilakukan kelompoknya. Mereka saling bertukar, berdiskusi, mengklarifikasi,dan
mensintesis semua gagasan
4) menyiapkan laporan akhir;
Pada tahap ini anggota kelompok menentukan pesan-pesan esensial dari
proyek mereka. Mereka merencanakan apa yang akan mereka laporkan, dan
bagaimana mereka akan membuat presentasi mereka. Kemudian wakil-wakil
kelompok membentuk sebuah panitia acara untuk mengkoordinasi rencana-rencana
presentasi.
5) mempresentasikan laporan akhir;
Presentasi yang dibuat untuk seluruh kelas dalam berbagai macam bentuk.
Bagian presentasi tersebut harus dapat melibatkan pendengarnya secara aktif. Para
pendengar mengevaluasi kejelasan dan penampilan presentasi berdasarkan kriteria
yang telah ditentukan sebelumnya oleh seluruh anggota kelas. 6) evaluasi.
Para siswa saling memberikan umpan balik mengenai topik tersebut,
mengenai tugas yang telah mereka kerjakan, mengenai keefektifan
pengalaman-pengalaman mereka. Guru dan siswa berkolaborasi dalam mengevaluasi
pembelajaran siswa. Penilaian atas pembelajaran harus mengevaluasi pemikiran
paling tinggi.(Slavin, 2008 : 218-220)
c. Keunggulan Group Investigation
Menurut Daniel Zingaro (2008 : 4-6) Group Investigation memiliki
beberapa keunggulan antara lain :
1) Siswa memiliki pertanyaan dengan tingkat lebih tinggi, mereka
membutuhkan penjabaran respon atau penggunaan pemecahan masalah. 2) Siswa pada lebih kooperatif dan altruistic, bahkan ketika mereka
berinteraksi dengan siswa di luar tim mereka atau dalam situasi luar. 3) Siswa mampu mengekspresikan diri, memiliki kebebasan, tanggung
commit to user
4) Siswa memiliki sifat etnik yang jauh lebih baik daripada siswa yang
berada di kelas tradisional.
d. Kelemahan Group Investigation
Menurut Daniel Zingaro (2008 : 6) Group Investigation memiliki beberapa
kelemahan antara lain :
1) Ada siswa yang tidak puas dengan hasil penemuan sendiri.
2) Ada siswa merasa bahwa GI membuang banyak waktu dibandingkan
dengan instruksi secara langsung.
3) Siswa tidak belajar sub topik lain dari topik secara keselurruhan.
4) Siswa tidak memiliki ketrampilan secara keseluruhan.
5) Siswa tidak puas dengan kurangnya kerjasama.
5. Metode Pembelajaran
Ada beberapa pendapat mengenai pengertian metode. Menurut Mulyani
Sumantri (2001 : 114) metode merupakan cara-cara yang ditempuh guru untuk
menciptakan situasi pengajaran yang benar-benar menyenangkan dan mendukung
bagi kelancaran proses belajar dan tercapainya prestasi belajar anak yang
memuaskan.
Menurut Mulyati Arifin (1990 : 107) metode mengajar menyangkut
permasalahan kegiatan fisik apa yang harus diberikan kepada siswa sehingga
kemampuan intelektualnya dapat berkembang, sehingga belajar dapat berjalan secara
efisien dan bermakna bagi siswa.
Dari pengertian diatas, dapat disimpulkan pengertian metode pembelajaran
adalah cara-cara yang ditempuh oleh guru untuk menciptakan situasi pengajaran
yang benar-benar menyenangkan dan membuat kemampuan intelektual siswa
berkembang, sehingga belajar dapat berjalan secara efisien dan bermakna bagi siswa.
Ada bermacam-macam metode pembelajaran antara lain metode ceramah,
metode tanya jawab, metode diskusi, metode demonstrasi, metode sosiodrama,
metode karyawisata, metode kerja kelompok, metode eksperimen, metode proyek
commit to user
6. Metode Proyek
Metode proyek adalah sebuah metode pembelajaran yang inovatif, dan lebih menekankan pada belajar kontekstual melalui kegiatan-kegiatan yang
kompleks. Fokus pembelajaran terletak pada prinsip dan konsep inti dari suatu
disiplin ilmu, melibatkan siswa dalam investigasi pemecahan masalah dan kegiatan
tugas-tugas bermakna lain, memberi kesempatan siswa bekerja secara otonom dalam
mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri, dan mencapai puncaknya untuk
menghasilkan produk nyata. Metode proyek memiliki potensi yang besar untuk
memberi pengalaman belajar yang lebih menarik dan bermakna bagi siswa (Made
Wena, 2009:145).
a. Tujuan Metode Proyek
Kerja proyek memuat tugas-tugas yang kompleks berdasarkan kepada
pertanyaan dan permasalahan (problem) yang sangat menantang, dan menuntut siswa
untuk merancang ,memecahkan masalah, membuat keputusan, melakukan kegiatan
investigasi, serta memberikan kesempatan kepada siwa untuk bekerja secara mandiri
(Thomas, dkk, 1999). Tujuannya adalah agar siswa mempunyai kemandirian dalam
menyelesaikan tugas yang dihadapinya (Made Wena, 2009 : 144).
b. Karakteristik Pembelajaran Proyek
Menurut Buck Institute for Education (1990) dalam Made Wena (2009:145)
belajar berbasis proyek memiliki karakteristik berikut : 1) Siswa membuat keputusan dan kerangka kerja.
2) Terdapat masalah yang pemecahannya tidak ditentukan sebelumnya.
3) Siswa merancang proses untuk mencapai hasil.
4) Siswa bertanggung jawab untuk mendapatkan dan mengelola informasi
yang dikumpulkan.
5) Siswa melakukan evaluasi secara kontinu.
6) Siswa secara teratur melihat kembali apa yang mereka kerjakan.
7) Hasil akhir berupa produk dan dievaluasi kualitasnya.
8) Kelas memiliki atmosfir yang memberi toleransi kesalahan dan
commit to user
Sebagai sebuah metode pembelajaran, menurut Thomas (2000) dalam Made
Wena (2009:146), pembelajaran proyek mempunyai beberapa prinsip, yaitu 1) Prinsip sentralistis (centrality)
Prinsip sentralistis (centrality) menegaskan bahwa kerja proyek merupakan
esesnsi dari kurikulum. Model ini merupakan pusat strategi pembelajaran, dimana
siswa belajar konsep utama dari suatu pengetahuan melalui kerja proyek. 2) Prinsip pertanyaan pendorong/penuntun (driving question)
Prinsip pertanyaan pendorong/penuntun (driving question) berarti bahwa
kerja proyek berfokus pada “pertanyaan atau permasalahan” yang dapat mendorong
siswa untuk berjuang memperoleh konsep atau prinsip utama suatu bidang tertentu. 3) Prinsip investigasi konstruktif (constructive investigation)
Prinsip investigasi konstruktif (constructive investigation) merupakan proses
yang mengarah kepada pencapaian tujuan, yang mengandung kegiatan inkuiri,
pembangunan konsep, dan resolusi. 4) Prinsip otonomi (autonomy)
Prinsip otonomi (autonomy) dalam pembelajaran berbasis proyek dapat
diartikan sebagai kemandirian siwa dalam melaksanakan proses pembelajaran, yaitu
bebas menentukan pilihannya sendiri, bekerja dengan minimal supervise, dan
bertanggung jawab.
5) Prinsip realistis (realism)
Prinsip realistis (realism) berarti bahwa proyek merupakan suatu yang nyata,
bukan seperti disekolah. Pembelajaran proyek harus dapat memberikan perasaan realistis kepada siswa termasuk dalam memilih topik, tugas, dan peran konteks kerja,
kolaborasi kerja, produk, pelanggan, maupun standart produknya.
Langkah-langkah pembelajaran model proyek adalah sebagai berikut : 1)
pengajar mengajukan sejumlah masalah. 2) siswa memilih topik/ masalah yang
diinginkan. 3) siswa membentuk kelompok kecil, menentukan langkah penyelesaian.
4) siswa menyusun cara kerja. 5) siswa mencari sumber yang diperlukan. 6)
mengadakan penyelidikan. 7) mengumpulkan segala hal yang dianggap penting. 8)
commit to user
c. Keunggulan Metode Proyek
Menurut Moursund (1997) dalam Made Wena (2009 :147), beberapa keuntungan dari metode proyek antara lain sebagai berikut :
1)Increased motivation
Pembelajaran proyek dapat meningkatkan motivasi belajar siswa, terbukti
dari beberapa laporan penelitian tentang pembelajaran proyek yang menyatakan
bahwa siswa sangat tekun, berusaha keras untuk menyelesaikan proyek, siswa
merasa lebih bergairah dalam pembelajaran, dan keterlambatan dalam kehadiran
sangat berkurang.
2)Increased problem-solving ability
Beberapa sumber mendeskripsikan bahwa lingkungan belajar pembelajaran
proyek dapat meningkatkan kemampuan memecahkan masalah, membuat siswa
lebih aktif dan berhasil memecahkan problem-problem yang bersifat kompleks.
3)Improved library research skill
Karena pembelajaran proyek mempersyaratkan siswa harus mampu secara
cepat untuk memperoleh informasi melalui sumber-sumber informasi, sehingga
ketrampilan siswa untuk mencari dan mendapatkan informasi akan meningkat
4)Increased collaboration
Pentingnya kerja kelompok dalam proyek memerlukan siswa
mengembangkan dan mempraktikan ketrampilan komunikasi. Kerja kelompok
kooperatif, evaluasi siswa, pertukaran informasi online adalah aspek-aspek
kolaboratif dari sebuah proyek.
5)Increased resource-management skill
Pembelajaran berbasis proyek yang diimplementasikan secara baik
memberikan kepada siswa pembelajaran dan praktik dalam mengorganisasi proyek,
dan membuat alokasi waktu dan sumber-sumber lain seperti perlengkapan untuk
menyelesaikan tugas (Made Wena, 2009 : 147).
d. Kekurangan Metode Proyek
Beberapa kelemahan dari pembelajaran berbasis proyek antara lain : 1) untuk siswa yang apatis, malas, dan minder akan semakin tergeser dari
commit to user
2) untuk siswa dengan tingkat kemampuan menalar sedang dan rendah
kurang cocok dengan metode proyek
Penelitian ini menggunakan metode proyek terbimbing dimana pelaksanaan
proyek masih ada bimbingan dari guru.
7. Metode Eksperimen
Menuru Syaiful Sagala (2011: 220) percobaan untuk membuktikan suatu
pertanyaan atau hipotesis tertentu. Eksperimen bisa dilakukan pada suatu
laboratorium, pekerjaan eksperimen mengandung makna belajar untuk berbuat,
karena itu dapa dimasukkan kedalam metode pembelajaran. Metode eksperimen
adalah cara penyajian bahan pembelajaran dimana siswa melakukan percobaan
dengan mengalami untuk membuktikan pertanyaan atau hipotesis yang dipelajari.
a. Tujuan Metode Eksperimen
Tujuan dari pendekatan eksperimen antara lain:
1) agar peserta didik mampu menyimpulkan fakta-fakta, informasi atau
data yang diperoleh,
2) melatih peserta didik merancang, mempersiapkan, melaksanakan dan
melakukan percobaan, dan
3) melatih peserta didik menggunakan logika berfikir induktif untuk
menarik kesimpulan dari fakta, informasi atau data yang terkumpul
melalui percobaan (Mulyani Sumantri dan Johar Permana, 2001:136).
b. Karakteristik Metode Eksperimen
Metode eksperimen dibedakan menjadi dua yaitu metode yang terencana
atau terbimbing dan metode eksperimen yang bebas. Dalam pembelajaran kimia,
kebanyakan eksperimen dipilih yang terbimbing atau terencana. Alasan utama adalah
dengan metode eksperimen terbimbing, hasilnya akan lebih cepat selesai dan lebih
teratur dan terarah, sehingga siswa tidak mudah bingung. Metode eksperimen
terbimbing adalah metode eksperimen dimana seluruh jalannya percobaan sudah
dirancang oleh guru sebelum percobaan dilakukan siswa. Langkah-langkah yang
harus dilaksanakan oleh siswa, peralatan yang harus diamati dan diukur semuanya
commit to user
dimana guru tidak memberikan petunjuk percobaan secara terperinci. Dengan kata
lain siswa harus lebih banyak berfikir sendiri, bagaimana akan merangkai rangkaian, apa yang harus diamati, diukur, dan dianalisa serta disimpulkan (Arni Astuti, 2010 :
22).
Prosedur eksperimen menurut Syaiful Sagala (2011), adalah :
1) perlu dikemukakan pada siswa tentang tujuan eksperimen dengan cara
mengajukan pertanyaan/ memberi masalah, mereka harus memahami masalah yang
akan dibuktikan melalui eksperimen;
2) mengumpulkan alat dan bahan yang akan digunakan dalam eksperimen,
hal-hal yang harus dikontrol ketat, urutan eksperimen, hal-hal yang perlu dicatat; 3) Selama eksperimen berlangsung guru harus mengawasi pekerjaan
siswa, bila perlu member saran atau pertanyaan yang menunjang jalannya
eksperimen;
4) Setelah eksperimen selesai guru harus mengumpulkan hasil penelitian
kemudian mendiskusikan dan mengevaluasi dengan tes atau tanya jawab.
c. Keunggulan Metode Eksperimen
Metode eksperimen sering digunakan karena memiliki keunggulan sebagai
berikut :
1) Siswa lebih terlatih menggunakan metode ilmiah dalam menghadapi
segala masalah, sehingga tidak mudah percaya pada sesuatu yang belum pasti
kebenarannya, dan tidak mudah percaya pula dengan kata orang, sebelum ia
membuktikan kebenarannya.
2) Mereka lebih aktif berpikir dan berbuat; suatu hal yang sangat
dikendaki oleh kegiatan belajar mengajar yang modern, dimana siswa lebih banyak
aktif belajar sendiri dengan bimbingan guru.
3) Siswa dalam melaksanakan proses eksperimen disamping memperoleh
ilmu pengetahuan, juga menemukan pengalaman praktis serta ketrampilan dalam
menggunakan alat-alat percobaan.
4) Siswa membuktikan sendiri kebenaran suatu teori, sehingga akan
mengubah sikap mereka yang tahayul, ialah peristiwa yang tidak masuk akal
commit to user
d. Kekurangan Metode Eksperimen
Eksperimen juga memiliki beberapa kekurangan, antara lain : 1) memerlukan peralatan percobaan yang komplit,
2) dapat menghambat laju pembelajaran dalam penelitian yang
memerlukan waktu yang lama,
3) menimbulkan kesulitan bagi guru dan peserta didik apabila kurang
berpengalaman dalam penelitian, dan
4) kegagalan dan kesalahan dalam bereksperimen akan berakibat pada
kesalahan menyimpulkan (Mulyani Sumantri dan Johar Permana, 2001:
136-137).
8. Prestasi Belajar
Kata ” prestasi” berasal dari bahasa Belanda yaitu prestatie. Kemudian
dalam bahasa Indonesia menjadi ”prestasi” yang berarti ”hasil usaha”. Prestasi
belajar merupakan suatu masalah yang utama dalam sejarah kehidupan manusia
karena sepanjang kehidupanya manusia selalu mengejar prestasi menurut bidang dan
kemampuan masing-masing. Kehadiran prestasi belajar dalam kehidupan manusia
pada tingkat dan jenis tertentu dapat memberikan kepuasan tertentu pula pada
manusia, khususnya manusia yang berada pada bangku sekolah (Zainal Arifin 1990:
2-3).
a. Fungsi Prestasi Belajar
Fungsi utama prestasi belajar menurut Zainal Arifin (1990: 3-4) antara lain: 1) Prestasi belajar sebagai indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan
yang telah dikuasai anak didik.
2) Prestasi belajar sebagai lambang pemuasan hasrat ingin tahu. Hal ini
didasarkan atas asumsi bahwa para ahli psikologi yang menyebut hal ini sebagai
tendensi keingintahuan (couriosity) dan merupakan kebutuhan umum pada manusia,
termasuk kebutuhan anak didik dalam suatu program pendidikan.
3) Prestasi belajar sebagai bahan informasi dalam inovasi pendidikan.