commit to user
PROBLEM-PROBLEM SOSIAL
DALAM NOVEL KRONIK BETAWI KARYA RATIH KUMALA:
Pendekatan Sosiologi Sastra
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan
guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa
Universitas Sebelas Maret
Disusun oleh
ERNA FAJARWATI C0205026
FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
commit to user
commit to user
commit to user
iv
PERNYATAAN
Nama : Erna Fajarwati NIM : C0205026
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul Problem-Problem Sosial dalam Novel “Kronik Betawi” Karya Ratih Kumala: Pendekatan Sosiologi Sastra adalah betul-betul karya sendiri, bukan plagiat, dan tidak dibuatkan oleh orang lain. Hal-hal yang bukan karya saya, dalam skripsi ini diberi tanda kutipan dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh dari skripsi tersebut.
Surakarta, 25 Juni 2012
Yang membuat pernyataan,
commit to user
v
MOTTO
Bekerjalah seolah-olah engkau akan hidup selamanya dan perbanyaklah amalmu
seolah-olah engkau akan mati esok hari.
commit to user
vi
PERSEMBAHAN
Karya ini kupersembahkan untuk
Keluarga tersayang terutama Bapak dan Ibu tercinta,
Sahabat-sahabat yang selalu ada,
commit to user
vii
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah senantiasa penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT,
yang telah memberikan berbagai kemudahan dan limpahkan karunia-Nya kepada
penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
Problem-Problem Sosial dalam Novel “Kronik Betawi”: Pendekatan Sosiologi Sastra.
Penulis sangat berterima kasih atas segala bantuan, dukungan, dan
dorongan yang telah diberikan oleh semua pihak baik secara langsung maupun
tidak langsung demi tersusunnya skripsi ini. Untuk itu dalam kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak berikut.
1. Drs. Riyadi Santosa, M.Ed, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni
Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan
kesempatan untuk menyusun skripsi.
2. Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag., Ketua Jurusan Sastra Indonesia Universitas
Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan dorongan dan kemudahan
selama penyusunan skripsi.
3. Drs. Wiranta, M.S., sebagai pembimbing skripsi, yang telah memberikan
arahan, perhatian, dan kesabaran secara penuh selama berlangsungnya
penyusunan skripsi.
4. Miftah Nugroho, S.S., M.Hum., sebagai pembimbing akademik yang selalu
memberikan semangat dan dorongan untuk segera menyelesaikan skripsi.
5. Seluruh dosen Jurusan Sastra Indonesia Universitas Sebelas Maret Surakarta
commit to user
viii
6. Bapak, ibu, adik serta keluarga besar, yang telah memberi semangat dan
dorongan dalam segala hal. Tiada kata yang dapat terucap selain syukur dan
terima kasih.
7. Kawan-kawan Sastra Indonesia angkatan 2005 Universitas Sebelas Maret
Surakarta, terima kasih atas kebersamaannya.
8. Semua pihak yang telah membantu penulis, yang tidak dapat disebutkan satu
per satu.
Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih terdapat berbagai
kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca
demi penyempurnaan karya ini. Semoga ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa
Sastra Indonesia pada khususnya dan pembaca pada umumnya. Terima kasih.
Surakarta, 25 Juni 2012
commit to user
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERNYATAAN ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
HALAMAN MOTTO ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... ix
ABSTRAK ... xi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Pembatasan Masalah ... 6
C. Rumusan Masalah ... 7
D. Tujuan Penelitian ... 7
E. Manfaat Penelitian ... 7
F. Sistematika Penulisan ... 8
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR ... 11
A. Kajian Terdahulu ... 11
B. Landasan Teori.. ... 12
C. Kerangka Pikir ... 29
commit to user
x
A. Metode Penelitian ... 31
B. Pendekatan ... 31
C. Objek Penelitian ... 32
D. Sumber Data ... 32
E. Data ... ... 33
F. Teknik Pengumpulan Data ... 33
G. Teknik Analisis Data ... 33
BAB IV ANALISIS STRUKTURAL ... 35
A. Alur...….. 35
B. Tokoh ... 44
C. Latar ……….. 59
D. Tema dan Amanat ... 63
BAB V ANALISIS SOSIOLOGI SASTRA ... 65
A. Kebudayaan ... 65
B. Problem Intern Masyarakat Jakarta ... 72
C. Respon Pengarang ... 75
1. Respon Pengarang terhadap Kebudayaan ... 76
2. Respon Pengarang terhadap Problem Intern Masyarakat Jakarta .. 78
BAB VI PENUTUP ... 82
A. Simpulan ... 82
B. Saran ... 84
DAFTAR PUSTAKA ... 85
commit to user
xi
ABSTRAK
Erna Fajarwati. C0205026. 2012. berjudul Problem-Problem Sosial dalam Novel “Kronik Betawi” Karya Ratih Kumala: Pendekatan Sosiologi Sastra. Skripsi: Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, yaitu 1) Bagaimanakah unsur struktural yang meliputi tokoh, alur, latar, tema dan amanat dalam novel Kronik Betawi karya Ratih Kumala? 2) Bagaimanakah problem sosial yang terdapat dalam novel Kronik Betawi karya Ratih Kumala? 3) Bagaimanakah respon pengarang terhadap problem sosial yang terdapat dalam novel Kronik Betawi karya Ratih Kumala?
Tujuan penelitian ini adalah 1) Mendeskripsikan unsur struktural yang meliputi tokoh, alur, latar, tema dan amanat dalam novel Kronik Betawi karya Ratih Kumala. 2) Mendeskripsikan problem sosial yang terdapat dalam novel Kronik Betawi karya Ratih Kumala. 3) Mendeskripsikan respon pengarang terhadap problem sosial yang terdapat dalam novel Kronik Betawi karya Ratih Kumala.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Pendekatan yang digunakan adalah sosiologi sastra. Objek dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua, yaitu objek material berupa novel Kronik Betawi, dan objek formal yaitu problem-problem sosial dan respon pengarang terhadap problem-problem sosial yang terdapat dalam novel Kronik Betawi. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh wacana, alinea, frasa, kalimat, kelompok kata dan kata yang mengungkapkan alur, tokoh, tema, amanat dan latar serta problem-problem sosial dan respon pengarang terhadap problem-problem sosial berupa kebudayaan dan problem intern masyarakat Jakarta dalam novel Kronik Betawi. Teknik pengumpulan data diperoleh melalui teknik pustaka. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut, yaitu 1) tahap pengumpulan data, 2) tahap analisis data, 3) tahap laporan.
commit to user
1
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Membicarakan karya sastra, tidak mungkin melepaskan diri dari
kehidupan masyarakat dengan segala permasalahannya. Berbagai masalah harus
dihadapi sebagai suatu kenyataan dan harus dicari pemecahannya oleh manusia
sendiri, terlepas apakah manusia akan mampu atau tidak mengatasi permasalahan
hidupnya. Persoalan-persoalan inilah yang mendorong seorang pengarang untuk
menuangkan idenya melalui tulisan yang dinamakan karya sastra (baca:novel),
sehingga novel bisa dijadikan refleksi dari kehidupan manusia. ”Sastra tidaklah
lahir dari kekosongan sosial” (Andre Hardjana, 1985:71), tetapi karya sastra itu
lahir dari realitas sosial masyarakat. Dari karya sastra tersebut bisa terungkap
nilai-nilai yang mempengaruhi suatu masyarakat dan pengarangnya, seorang
pengarang dalam merespon nilai- nilai dapat dilihat dari karya-karyanya.
Karya sastra merupakan cerminan dari kehidupan suatu masyarakat
beserta kebudayaan yang tumbuh di tengah-tengah masyarakat. Karya sastra tidak
dapat dipisahkan dengan hal-hal yang melingkupinya, salah satunya adalah
manusia. Karya sastra muncul ditengah-tengah masyarakat yang memiliki
berbagai macam konflik. Konflik tersebut akan menjadi suatu hal yang menarik
apabila dijadikan sebuah karya sastra. Karya sastra merupakan cerminan dari
masyarakat yang hakikatnya menggambarkan kehidupan sosial, di sisi lain sastra
dibuat untuk dinikmati, dipahami, dan dimanfaatkan oleh masyarakat (Sapardi
commit to user
karakternya, karakter tersebut dipengaruhi oleh lingkungan masyarakat disekitar
tokoh.
Karya sastra menceritakan berbagai masalah kehidupan manusia dalam
interaksinya dengan lingkungan dan sesamanya. Karya sastra berisi hasil
penghayatan dan reaksi sastrawan terhadap lingkungan yang dilakukan dengan
penuh kesadaran dan tanggung jawab (Burhan Nurgiyantoro, 2005:3). Dapat
dikatakan bahwa lewat karya sastra, masyarakat dapat belajar tentang hakikat
hidup dan kehidupan. Pengarang melihat problem-problem sosial yang terjadi di
masyarakat dan menjadikannya sebagai sumber inspirasi. Mereka berusaha
memotret maupun menganalisanya bahkan menyusun proyeksi masa depan bagi
masyarakat. Adanya hubungan antara sastra dengan berbagai aspek kehidupan
masyarakat yang digambarkan dengan adanya problem-problem sosial, maka
dapat dikatakan bahwa antara karya sastra dan masyarakat terdapat hubungan
yang erat. Dalam rangka menggambarkan kehidupan melalui sebuah karya sastra,
seorang pengarang tidak terlepas dari akar budaya dan masyarakat sosial yang
melingkupinya.
Pengarang merupakan anggota masyarakat maka, dengan kekuatan
imajinasinya seorang pengarang dapat melahirkan sebuah karya sastra dari
persoalan sosial masyarakat yang melingkupinya. Sebagai hasil dari pergaulan
atau hubungan dengan orang lain (masyarakat) sering kali timbul kenyataan yang
berbeda dengan apa yang diharapkan, kenyataan itulah yang disebut problem.
Problem di masyarakat dan masalah yang muncul dalam diri pengarang
commit to user
sehingga dapat menampilkan hal yang ada maupun tak ada dalam bentuk karya
sastra.
Problem sosial tersebut penting untuk diteliti karena problem sosial itu
melibatkan seluruh aspek kehidupan, walaupun seringkali kehadirannya tidak
disadari sebagai masalah sosial oleh masyarakat yang bersangkutan. Problem
sosial tersebut relevan untuk diteliti, karena dapat digunakan untuk mengetahui
seluk-beluk dan latar belakang yang berkaitan dengan masalah-masalah yang
diteliti dalam suatu masyarakat. Problem sosial tersebut aktual karena
masalah-masalah itu sendiri terjadi di sekitar lingkungan kehidupan sehari-hari dan sesuatu
yang nyata itu ada dalam kehidupan manusia karena dapat dirasakan dan dialami
sendiri dan bagaimana mengatasi masalah itu.
Untuk penelitian ini penulis mengambil objek sebuah novel. Novel
merupakan salah satu genre karya sastra jenis prosa. Dalam novel dapat dijumpai
gambaran sisi kehidupan manusia dengan berbagai permasalahan dalam
interaksinya dengan lingkungan dan sesamanya. Taine (dalam Faruk, 1999:46)
mengatakan ”novel bertujuan untuk menggambarkan kehidupan nyata,
mendeskripsikan karakter, mensugestikan rancangan tindakan, dan memberikan
penilaian terhadap motif-motif tindakan”. Dapat dikatakan bahwa novel mampu
mempresentasikan gambaran kehidupan dan segala permasalahan. Lewat novel,
pengarang dapat leluasa mengungkapkan masalah sosial masyarakat dan
memberikan pendapat berdasarkan latar belakang sosial budaya, keyakinan serta
pandangan hidupnya dan sekaligus mengajarkan pemecahan permasalahan sosial
commit to user
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan objek novel Kronik Betawi
karya Ratih Kumala. Novel ini merupakan cetakan kedua yang terbit tahun 2009.
Sebelum diterbitkan menjadi sebuah novel pada tahun 2009, novel Kronik Betawi
ini merupakan cerita bersambung atau cerbung yang dimuat dalam Harian
Republika pada bulan Agustus-Desember 2008. Ratih Kumala merupakan salah
satu sastrawan yang lahir dan besar dikeluarga Betawi-Jawa. Munculnya novel
Kronik Betawi didasarkan pengalaman kehidupan pribadi Ratih Kumala yang
dibesarkan dari keluarga Betawi asli, meskipun dalam novel tersebut juga
menceritakan kehidupan masyarakat Betawi yang mulai mengalami kemajuan
zaman. Selain itu, di dalam novel ini diceritakan pula bagaimana tokoh-tokohnya
menghadapi problem-problem sosial yang muncul dalam kehidupan masyarakat
Betawi.
Berdasarkan penelusuran langsung yang dilakukan oleh penulis, diketahui
bahwa novel ini belum pernah diteliti di Universitas Sebelas Maret (UNS),
Universitas Gadjah Mada (UGM), maupun Universitas Diponegoro (UNDIP).
Namun novel ini pernah diteliti oleh mahasiswa di Universitas Muhammadiyah
Surakarta (UMS) dengan judul Aspek Budaya Novel “Kronik Betawi” Karya
Ratih Kumala: Tinjauan Semiotik dan Implikasinya Dalam Pembelajaran Sastra
di SMA.
Novel Kronik Betawi karya Ratih Kumala menarik untuk dikaji, karena
merupakan cerminan keadaan masyarakat tempat Ratih Kumala hidup dan tinggal
yaitu Betawi. Penggambaran latar dan gaya kehidupan orang Betawi yang lugu,
bodoh, dan alami, tetapi kesederhanaan dari kehidupan kalangan bawah yang
commit to user
menggambarkan suatu kritikan sosial dalam masyarakat. Novel ini merespon
fenomena-fenomena yang tengah terjadi dalam masyarakat, khususnya
masyarakat Betawi dan bagaimana fenomena-fenomena tersebut dihadirkan dalam
novel. Melalui novel Kronik Betawi, Ratih Kumala berusaha menuangkan idenya
dalam menanggapi masalah sosial yang terkandung di dalamnya seperti
kebudayaan dan problem intern masyarakat Jakarta yang tertuang dalam novel
merupakan cerminan kehidupan dan budaya masyarakat Betawi. Masyarakat
Betawi mempunyai kebudayaan yang mampu mempererat hubungan
kekeluargaan. Hal ini dapat dilihat dalam sebuah artikel berikut.
Menurut sejarawan JJ Rizal keanekaragaman yang melekat pada unsur kebudayaan Betawi mampu mengakomodasi konsep kosmopolitan. "Kalau orang bicara mengenai bagaimana metropolitan, kebudayaan betawi sesungguhnya adalah kebudayaan yang mampu menyokong kosmopolitanisme, karena begitu inklusif dan terbuka terhadap begitu banyak unsur budaya," tutur JJ Rizal kepada Tribun, dalam gelaran Betawi Punye Gaye. Menurut JJ Rizal, unsur budaya Betawi juga diterima dengan egalitarianisme dan dimanifestasikan dalam bentuk memperlihatkan aspek demokratis yang kuat dalam bahasa dalam pergaulan. Hal tersebut merupakan modal yang sangat berharga bagi Jakarta dan budaya kosmopolitan tanpa harus menjadi konflik. "Modal ini bisa berjalan tanpa harus menjadi konflik, budaya betawi memperlihatkan bagaimana perbedaan dapat ditampung tanpa harus terjadi konflik tetapi sebagai rahmat dan sesuatu yang indah. Bagaimana perbedaan diterima dan diposisikan sebagai modal sosial," terang Rizal.
(http://jakarta.tribunnews.com/2012/04/21/budaya-betawi-mampu-menyokong-kosmopolitanisme)
Keaktualan novel tersebut sebagai bahan kajian terletak pada kondisi cerita
yang menjadi wahana pengarang dalam mengetengahkan berbagai masalah sosial,
seperti problem kebudayaan dan problem intern masyarakat Jakarta dalam
berbagai sendi kehidupan sehingga masalah sosial di atas dapat diselesaikan
commit to user
Manfaat yang dapat diambil dengan membaca karya ini adalah lebih
mengetahui seluk-beluk problem-problem sosial yang banyak dihadapi dikalangan
masyarakat dan bagaimana mengatasi problem-problem sosial itu secara baik
demi tercapainya masyarakat yang harmonis.
Pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah sosiologi sastra, hal
ini mengingat lahirnya karya sastra dapat diasumsikan sebagai reaksi terhadap
realitas yang relevan di dalam masyarakat. Masalah-masalah sosial yang
dituangkan di dalam novel terkait dengan dunia sekarang yang bercerita tentang
problem kebudayaan dan problem intern masyaraka Jakarta. Karya yang
dilahirkan dapat mewakili aspirasi dan cerminan kondisi suatu masyarakat. Hal ini
sesuai dengan pernyataan bahwa sosiologi dapat dipakai sebagai ilmu bantu dalam
pendekatan karya sastra, karena baik sosiologi ataupun sastra mempunyai bidang
yang sama yaitu kehidupan manusia dalam masyarakat. Pendekatan yang umum
terhadap karya sastra dengan masyarakat adalah karya sastra sebagai dokumen
sosial, sebagai potret kenyataan sosial. Ada semacam potret sosial yang ditarik
dari karya sastra, karena sedikit banyak dalam karya sastra tercermin kehidupan
manusia dalam kehidupan masyarakat pada suatu zaman ( Rene Wellek dan
Austin Warren, 1989:122). Penelitian ini cukup relevan apabila didekati dengan
pendekatan sosiologi sastra.
Berdasarkan uraian di atas, maka novel Kronik Betawi karya Ratih
Kumala akan diangkat menjadi bahan penulisan skripsi, dan penelitian ini
mengambil judul Problem-Problem Sosial dalam Novel “Kronik Betawi” Karya
Ratih Kumala: Pendekatan Sosiologi Sastra. Penelitian ini diharapkan mampu
commit to user
B. Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah dimaksudkan agar penelitian ini menjadi jelas dan
terarah, dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Analisis unsur-unsur struktural yang meliputi: tokoh, alur, latar, tema, dan
amanat dalam novel Kronik Betawi karya Ratih Kumala.
2. Menggambarkan aspek sosiologis yang terdapat dalam novel Kronik Betawi
karya Ratih Kumala yaitu tentang realitas sosial masyarakat Betawi yang
sarat dengan berbagai problem.
3. Mengungkapkan respon pengarang terhadap problem sosial yang ada dalam
novel Kronik Betawi karya Ratih Kumala.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan pembatasan masalah diatas maka
perumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut.
1. Bagaimanakah unsur struktural yang meliputi tokoh, alur, latar, tema dan
amanat dalam novel Kronik Betawi karya Ratih Kumala ?
2. Bagaimanakah problem sosial yang terdapat dalam novel Kronik Betawi
karya Ratih Kumala?
3. Bagaimanakah respon pengarang terhadap problem sosial yang terdapat
dalam novel Kronik Betawi karya Ratih Kumala?
commit to user
Dalam setiap penelitian tentunya mempunyai tujuan yang ingin dicapai.
Adapun tujuan dari penelitian ini sebagai berikut.
1. Mendeskripsikan unsur struktural yang meliputi tokoh, alur, latar, tema dan
amanat dalam novel Kronik Betawi karya Ratih Kumala.
2. Mendeskripsikan problem sosial yang terdapat dalam novel Kronik Betawi
karya Ratih Kumala.
3. Mendeskripsikan respon pengarang terhadap problem sosial yang terdapat
dalam novel Kronik Betawi karya Ratih Kumala.
E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoretis
maupun secara praktis. Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Manfaat Teoretis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan contoh model penelitian karya
sastra yang berupa novel dengan pendekatan sosiologi sastra. Penelitian ini juga
diharapkan dapat menambah wawasan dan memperkaya khazanah ilmu
pengetahuan tentang studi sastra Indonesia khususnya dalam hal ini analisis novel
dengan pendekatan sosiologi sastra.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis penelitian ini mampu memberi manfaat kepada pembaca
untuk menangkap problem-problem sosial yang dialami masyarakat Betawi.
Melalui penelitian ini, pembaca dapat mengetahui amanat yang terkandung dalam
novel Kronik Betawi yaitu kesenian gambang kromong dan tanjidor yang
commit to user
pemerintah kota Jakarta. Kebudayaan masyarakat Betawi seharusnya mampu
bersaing secara global dengan kebudayaan dari daerah lainnya.
F. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam suatu penelitian berfungsi untuk memberikan
gambaran yang terarah mengenai langkah-langkah suatu penelitian. Sistematika
penulisan dalam penelitian ini adalah
Bab pertama adalah pendahuluan, yang berisi latar belakang masalah yang
didalamnya mengangkat hal-hal yang melatarbelakangi penulisan penelitian ini
pembatasan masalah yang berisi batasan-batasan yang dibuat agar penelitian ini
berlangsung secara terarah, perumusan masalah berisi masalah-masalah yang akan
dibahas dalam penelitian ini, tujuan penelitian yang berisi tujuan-tujuan yang
ingin didapatkan penulis dalam penelitian ini, serta manfaat penelitian yang berisi
manfaat secara teoretis dan praktis.
Bab kedua adalah kajian pustaka dan kerangka pikir yang meliputi teori
struktural dan teori sosiologi sastra. Teori struktural berisi penjelasan mengenai
unsur penokohan, alur, tema, latar, dan amanat yang digunakan dalam penelitian.
Sedangkan teori sosiologi sastra berkaitan dengan problem-problem sosial serta
respon pengarang terhadap karya sastra. Kerangka pikir memuat tahapan peneliti
dalam melakukan analisis.
Bab ketiga adalah metode penelitian, berisi penjelasan mengenai bentuk
penelitian. Pendekatan adalah prendekatan yang digunakan dalam penelitian ini.
Objek penelitian yaitu berisi tentang apa saja objek yang akan digunakan dalam
commit to user
adalah objek penelitian. Teknik pengumpulan data yaitu cara dan teknik-teknik
yang digunakan dalam proses pengumpulan data. Teknik analisis data yaitu
teknik-teknik dalam menganalisis data dalam penelitian. Teknik laporan yaitu
melaporkan hasil dari penelitian.
Bab keempat berisi analisis struktural novel Kronik Betawi karya Ratih
Kumala yang meliputi unsur alur, tokoh, latar, tema, dan amanat yang mempunyai
keterjalinan dalam membangun sebuah unsur cerita.
Bab kelima adalah analisis sosiologi sastra tentang adanya gambaran
problem sosial masyarakat Betawi serta respon pengarang yang tertuang dalam
karyanya untuk menanggapi problem sosial tersebut.
Bab keenam adalah penutup berisi simpulan dan saran dari hasil
penelitian. Simpulan merupakan hasil dari pembahasan permasalahan dalam
commit to user
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR
A. Kajian Terdahulu
Berdasarkan penelusuran peneliti di Perpustakaan Pusat serta
Perpustakaan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret dan di
Perpustakaan Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada, serta Perpustakaan
Universitas Diponegoro, penelitian dengan objek novel Kronik Betawi karya Ratih
Kumala tidak ditemukan.
Penulis menemukan skripsi yang membahas novel Kronik Betawi ditulis
oleh Thomas Prasetyo pada tahun 2010, mahasiswa Universitas Muhammadiyah
Surakarta dengan judul Aspek Budaya Novel “Kronik Betawi” Karya Ratih
Kumala: Tinjauan Semiotik dan Implikasinya Dalam Pembelajaran Sastra di
SMA. Dalam penelitian ini masalah yang dibahas adalah bagaimana membangun
makna novel Kronik Betawi melalui unsur intrinsik dan aspek budaya ditinjau dari
kajian semiotik serta implikasinya dalam pembelajaran sastra di SMA. Selain itu,
dalam penelitian ini juga dibahas aspek budaya di antaranya adalah sistem religi
dan upacara keagamaan, sistem dan organisasi masyarakat, sistem pengetahuan,
bahasa, kesenian, sistem mata pencaharian, sistem teknologi. Tujuh aspek tersebut
kemudian diimplikasikan dalam pembelajaran sastra di SMA dengan proses
pembelajaran melalui standar kompetensi dan kompetensi dasar.
Berbeda dengan penelitian ini, novel Kronik Betawi karya Ratih Kumala
ditelaah menggunakan pendekatan struktural dan pendekatan sosiologi sastra. Hal
tersebut dilakukan mengingat permasalahan yang ditemukan oleh penulis adalah
commit to user
masalah problem-problem sosial yang terdapat dalam novel Kronik Betawi
terutama masalah kebudayaan dan problem intern masyarakat Jakarta. Peneliti
juga meneliti mengenai respon pengarang terhadap problem sosial yang ada dalam
novel tersebut.
B.
Landasan Teori 1. Teori StrukturalStruktur karya sastra dapat diartikan sebagai suatu susunan penegasan
dan gambaran semua bahan dan bagian yang menjadi komponennya yang
secara bersama-sama membentuk kebulatan yang indah (Abrams, dalam
Burhan Nurgiyantoro, 2005:36). Karya sastra adalah sebuah totalitas yang
didalamnya terdapat unsur-unsur yang saling berhubungan, menentukan, dan
mempengaruhi untuk membentuk satu kesatuan yang utuh. Maka dalam
menganalisis karya sastra dilakukan dengan cara mengidentifikasi, mengkaji,
dan mendeskripsikan fungsi dan hubungan antar unsur intrinsik yang
bersangkutan (Burhan Nurgiyantoro, 2005:37).
Pendekatan struktural adalah pendekatan yang dibatasi pada karya itu
sendiri terlepas dari masalah pengarang dan pembaca. Karya sastra dipandang
sebagai suatu kebulatan makna dari bangunan seutuhnya, yaitu alur, latar,
tokoh, tema dan amanat.
Sebuah analisis struktural bertujuan untuk menyingkap dan
memberikan gambaran yang jelas tentang keterkaitan semua unsur dan aspek
karya sastra yang secara bersama-sama membentuk makna keseluruhan
unsur-commit to user
unsur intrinsik karya sastra. Karya sastra merupakan kesatuan yang utuh,
maka karya sastra dapat dipahami maknanya jika kita memahami unsur-unsur
pembentuknya. Dengan kata lain makna suatu karya sastra tidak terletak pada
unsurnya yang berdiri sendiri, tetapi dalam keterjalinannya dengan
unsur-unsur secara keseluruhan.
Dapat disimpulkan bahwa pendekatan struktural adalah suatu
pendekatan dengan ilmu sastra yang cara kerjanya menganalisis unsur-unsur
struktur yang membangun karya sastra, serta menunjukkan hubungan antar
unsur itu dan sumbangan apa yang diberikan terhadap tujuan estetika dan
makan keseluruhan yang ingin dicapai. Analisis struktural merupakan salah
satu kajian kesusastraan yang menitikberatkan pada hubungan antar unsur
pembangun karya sastra. Unsur karya sastra yang hadir di pembaca
merupakan sebuah totalitas. Karya sastra yang dibangun dari sejumlah unsur
akan saling berhubungan dan saling menentukan, sehingga menyebabkan
karya tersebut menjadi sebuah karya yang bermakna hidup.
Dalam penelitian ini analisis struktural tetap digunakan sebagai
landasan untuk mengungkap unsur-unsur struktural novel Kronik Betawi,
meskipun yang menjadi pokok dalam penelitian ini adalah pendekatan
sosiologi sastra. Teori struktural tersebut meliputi beberapa pemahaman
tentang alur, tokoh, latar, tema, dan amanat.
a. Alur
Alur atau plot adalah jalinan peristiwa dalam karya sastra untuk
mencapai efek tertentu. Hubungan keterjalinannya dapat diwujudkan oleh
commit to user
alur tersebut terbentuk atas sejumlah struktur naratif yang kecil (episode
atau kejadian), sedangkan alur dalam sebuah novel merupakan struktur
yang lebih besar (Rene Wellek dan Austin Warren, 1989:285).
Menurut Panuti Sudjiman alur adalah rangkaian yang direka dan
dijalin dengan seksama, yang menggerakan jalinan cerita melalui rumitan
ke arah klimaks dan penyelesaian (Panuti Sudjiman, 1990:4). Alur dalam
sebuah cerita dapat dilihat sebagai kontruksi yang dibuat oleh pembaca
mengenai sebuah deretan peristiwa atau kejadian yang saling berkaitan
secara logis dan kronologis, serta deretan yang diakibatkan atau dialami
oleh tokoh dalam cerita.
Alur bukan hanya menggunakan apa yang terjadi, melainkan juga
menunjukkan mengapa hal itu terjadi. Sebuah cerita rekaan mempunyai
permulaan dan akhir, inilah terlaksana alur. Alur memiliki bagian-bagian
yang secara sederhana dapat dilihat sebagai permulaan, pertikaian,
perumitan, puncak, peleraian, dan akhir.
Alur atau plot adalah jalinan peristiwa di dalam karya sastra untuk
mencapai efek tertentu. Plot adalah urutan peristiwa atau kejadian yang
dihubungkan oleh hubungan sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan
atau menyebabkan peristiwa yang lainnya (Stanton dalam Burhan
Nurgiyantoro, (2005:119).
Dalam menganalisis alur, Muchtar Lubis membedakan tahapan alur
menjadi lima bagian.
a. Tahap situation (tahap penyituasian) merupakan tahap pembukaan
commit to user
berfungsi untuk pedoman cerita yang dikisahkan pada tahap
berikutnya.
b. Tahap generating circumstances (tahap pemunculan konflik)
merupakan tahap awal munculnya konflik, dan konflik itu sendiri akan
berkembang dan atau dikembangkan menjadi konflik-konflik pada
tahap berikutnya.
c. Tahap rising action (tahap peningkatan konflik) merupakan tahap di
mana konflik yang muncul mulai berkembang. Konflik-konflik yang
terjadi, baik internal, eksternal, ataupun keduanya,
pertentangan-pertentangan, benturan-benturan antar kepentingan, masalah dan
tokoh yng mengarah ke klimaks semakin tidak dapat dihindari.
d. Tahap climax (tahap klimaks). Konflik dan atau
pertentangan-pertentangan yang terjadi, yang dilakui dan atau ditimpakan kepada
para tokoh cerita mencapai titik intensitas puncak. Sebuah fiksi yang
panjang mungkin saja memiliki lebih dari satu klimaks.
e. Tahap denounment (tahap penyelesaian). Konflik yang telah mencapai
klimaks diberi penyelesain, ketegangan dikendorkan. Konflik-konflik
tambahan jika ada juga diberi jalan keluar, dan cerita diakhiri (dalam
Burhan Nurgiyantoro, 2005:149-150).
Alur memegang peranan penting dalam sebuah cerita. Selain
sebagai dasar bergeraknya cerita, alur akan mempermudah pemahaman
pembaca terhadap cerita yang disajikan. Alur mengatur bagaimana
tindakan-tindakan harus bertalian satu sama lain, bagaimana tokoh digambarkan, dan
commit to user
Dilihat dari teknis pengalurannya, alur dibedakan atas:
a) Alur maju (konvensional, progresif), yaitu teknik pengaluran yang
jalannya peristiwa dimulai dari melukiskan keadaan sampai
penyelesaian.
b) Alur mundur (flashback, sorot balik, atau regresif), yaitu teknik
pengaluran yang menempatkan peristiwa yang dimulai dari
penyelesaian kemudian ke titik puncak sampai menggambarkan
keadaan.
c) Alur tarik balik (back tracking), yaitu teknik pengaluran yang jalan
ceritanya tetap maju, namun pada tahap-tahap tertentu peristiwanya
ditarik ke belakang (Mursal Esten, 1978:26).
b. Tokoh
Tokoh cerita menurut Abrams (dalam Burhan Nurgiyantoro,
2005:165) adalah “orang-orang yang ditampilkan dalam sebuah cerita
yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan
tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan tindakan”. Sebagian
besar tokoh-tokoh karya fiksi adalah tokoh rekaan. Meskipun hanya rekaan
atau imajinasi pengarang, masalah tokoh dan penokohan merupakan
bagian penting dalam membangun sebuah cerita. Zainuddin Fananie
(2000:86) mengatakan bahwa “tokoh-tokoh tidak saja berfungsi untuk
memainkan cerita, tetapi berperan untuk menyampaiakn ide, motif, alur,
dan tema”.
Semua cerita yang disajikan dalam karya sastra tentunya
commit to user
menjadi penggerak cerita. Maksud tokoh adalah manusia dengan segala
kehidupan individunya yang sesuai dengan maksud pengarang. Setiap
individu tertentu mempunyai sifat dan ciri yang berbeda-beda sesuai
dengan pribadi masing-masing.
Menurut Soediro Satoto (1998:4) ada tiga dimensi perwatakan yang
dimiliki tokoh, yaitu sebagai berikut.
a) Dimensi fisiologis, ialah ciri-ciri badan tokoh. Misalnya usia, jenis
kelamin, keadaan tubuhnya, ciri muka, dan ciri badan yang lain.
b) Dimensi sosiologis, ialah ciri-ciri kehidupan tokoh dalam masyarakat.
Misalnya status sosial, pekerjaan, jabatan, peranan dalam masyarakat,
tingkat pendidikan kehidupan pribadi, pandangan hidup, agama,
kepercayaan, ideologi, aktifitas sosial, hobi, keturunan.
c) Dimensi psikologis, ialah latar belakang kejiwaan tokoh. Misalnya
mentalitas, ukuran moral, tempramen, perilaku, tingkat keahlian
tertentu.
Masalah penokohan merupakan salah satu hal yang kehadirannya
dalam sebuah fiksi amat penting dan bahkan menentukan, karena tidak
akan mungkin ada suatu karya fiksi tanpa adanya tokoh yang diceritakan,
tanpa adanya tokoh yang bergerak yang akhirnya membentuk alur cerita
(Atar Semi, 1993:36). Burhan Nurgiyantoro menjelaskan lebih lanjut
bahwa “penokohan”lebih luas pengertiannya daripada „tokoh‟ dan
„perwatakan‟, sebab ia telah mencakup siapa tokoh cerita, bagaimana
commit to user
sehingga sanggup memberi gambaran yang jelas kepada pembaca”
(Burhan Nurgiyantoro, 2005:166).
Terdapat dua macam cara memperkenalkan tokoh dalam fiksi,
yaitu:
a) Secara analitik, yaitu pengarang langsung memaparkan tentang watak
atau karakter tokoh. Pengarang menyebutkan bahwa tokoh tersebut
keras hati, penyayang, keras kepala, den sebagainya.
b) Secara dramatik, yaitu penggambaran perwatakan yang tidak
diceritakan secara langsung tetapi hal itu disampaikan melalui
pemilihan nama tokoh, penggambaran fisik atau postur tubuh, cara
berpakaian, tingkah laku terhadap tokoh lain, lingkungan dan
sebagainya. Dialog baik dialog tokoh yang bersangkutan dalam
interaksinya dengan tokoh-tokoh lain (Atar Semi, 1993:39-40).
Berdasarkan fungsi tokoh dalam ceritaan rekaan dibedakan menjadi
tokoh sentral dan tokoh bawahan. Tokoh sentral dibagi menjadi tiga
macam, yaitu:
a) Protagonis, yaitu tokoh yang memegang peran pimpinan.
b) Antagonis, yaitu penentang utama dari protagonis.
c) Warawan atau wirawati, pada umumnya mempunyai keagungan
pikiran dan keseluruhan budi pekerti yang tercermin di dalam cerita
dan tindakan yang mulia (Burhan Nurgiyantoro, 2005:17).
Berdasarkan macam-macam cara memperkenalkan watak tokoh
commit to user
Soediro Satoto(1998:4), yaitu analisis dengan melihat dimensi fisiologis,
sosiologis, dan psikologis.
c. Latar
Latar merupakan segala keterangan mengenai waktu, ruang, dan
suasana terjadinya peristiwa (Panuti Sudjiman, 1990:46). Istilah latar
dalam artian yang lengkap meliputi aspek ruang dan waktu terjadinya
peristiwa. Latar dapat menjadi lebih luas dari sekedar urutan lakuan dan
tidak tergantung arti dari setiap peristiwa. Perumusan latar dipandang
sebagai bagian jenis informasi dimana, kapan, saat atau waktu dalam apa
kejadian itu. Selain itu mengidentifikasi situasi yang tergambar dalam
cerita, keberadaan elemen latar hakikatnya tidak hanya menyatakan di
mana, kapan, dan bagaimana peristiwa berlangsung, melainkan berkaitan
juga dengan gambaran tradisi karakter, perilaku sosial, dan pandangan
masyarakat pada waktu cerita ditulis.
Latar memberikan pijakan cerita secara konkret dan jelas. Hal ini
penting untuk memberikan kesan realistis kepada pembaca, menciptakan
suasana tertentu yang seolah-olah sungguh ada dan terjadi. Sebagaimana
disebutkan Jacob Sumarjo (dalam Zainuddin Fananie, 2000:98), “latar
yang berhasil haruslah terintegrasi dengan tema, watak, gaya, implikasi,
atau kaitan filosofinya.
Unsur latar menurut Burhan Nurgiyantoro (2005:227-223)
dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitu sebagai berikut.
1) Latar tempat, menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang
commit to user
realistis ini penting untuk membawa pembaca seolah-olah segala hal
yang diceritakan sungguh terjadi, yaitu di tempat dan waktuseperti
yang diceritakan itu.
2) Latar waktu, menyaran pada „kapan‟ terjadinya peristiwa-peristiwa
yang diceritakan dalam fiksi. Pengangkatan unsur sejarah ke dalam
karya fiksi akan menyebabkan waktu yang diceritakan bersifat khas,
tipikal, dan dapat menjadi sangat fungsional, sehingga tak dapat
diganti dengan waktu yang lain.
3) Latar sosial, menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku
kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam
karya.
Dari sebuah cerita terkadang ditemukan latar yang banyak
mempengaruhi penokohan dan terkadang membentuk tema. Misalnya,
latar dapat membentuk suasana emosional tokoh cerita, misalnya, cuaca
yang ada di lingkungan tokoh memberi pengaruh terhadap perasaan tokoh
cerita tersebut. Latar juga berfungsi sebagai proyeksi keadaan batin para
tokoh, latar menjadi metamor dari keadaan emosi dan spiritual tokoh.
Namun tidak semua latar serasi dengan peristiwa yang dilatarinya, jadi
tidak tertutup kemungkinan adanya latar yang kontras, misalnya, suasana
pagi yang cerah dan segar dikontraskan dengan suasana batin tokoh yang
sedih, gundah, dan pilu.
d. Tema dan Amanat
Tema (theme) menurut Stanton dan Kenny (dalam Burhan
commit to user
Setiap karya fiksi tentulah mengandung dan menawarkan sebuah tema,
tetapi memahami sebuah tema dalam sebuah cerita tidaklah mudah. Tema
harus dimengerti, ditafsirkan melalui cerita dan unsur-unsur pembangun
cerita yang lain.
Menurut Zainuddin Fananie ( 2000:84), “tema adalah gagasan, ide,
pandangan hidup pengarang yang melatarbelakangi sebuah karya sastra”.
Tema bisa berupa persoalam moral, etika, agama, sosial budaya, teknologi,
tradisi yang terkait erat dengan masalah kehidupan. Namun, tema bisa
berupa pandangan pengarang dalam menyiasati persoalan kehidupan yang
muncul, bisa dikatakan tema berwujud pengarang terhadap kehidupan
Tema adalah makna yang dikandung oleh sebuah cerita. Namun
banyak maknayang dikandung dan ditawarkan oleh cerita itu, maka
masalahnya adalah makna khusus mana yang dapat dinyatakan sebagai
makna pokok atau makna utama dalam sebuah karya sastra. Terkadang
tema didukung oleh pelukisan latar dalam penokohan. Tema bahkan dapat
menjadi faktor yang mengikat peristiwa-peristiwa dalam satu alur. Ada
kalanya gagasan itu begitu dominan sehingga menjadi kekuatan yang
membangun karya sastra dan menjadi motif tindakan tokoh.
Dalam usaha menemukan dan menafsirkan tema sebuah novel,
Stanton (dalam Burhan Nurgiyantoro,2005:87-88) mengemukakan
sejumlah kriteria sebagai berikut.
1) Penafsiran tema sebuah novel hendaknya mempertimbangkan tiap
commit to user
2) Penafsiran tema sebuah novel hendaknya tidak bertentangan dengan
setiap detail cerita.
3) Penafsiran tema sebuah novel hendaknya tidak mendasarkan diri pada
bukti-bukti yang tidak dinyatakan baik secara langsung ada dan atau
yang disarankan dalam cerita.
4) Penafsiran tema sebuah novel haruslah mendasarkan diri pada
bukti-bukti yang secara langsung ada dan atau yang disarankan dalam cerita.
Dari sebuah karya sastra ada kalanya dapat diangkat suatu ajaran
moral, atau pesan yang ingin disampaikan pengarang, itulah amanat
(Panuti Sudjiman, 1990:57). Jika permasalahan yang diajukan dalam cerita
juga diberi jalan keluarnya oleh pengarang, maka jalan keluarnya itulah
yang disebut amanat.
Menurut Mursal Esten (1978:22), “amanat adalah hasil pemecahan
dari tema yang ingin disampaikan pengarang terhadap pembaca”. Amanat
seperti halnya tema, amanat merupakan unsur isi dari sebuah cipta sastra.
Di dalam amanat dapat terlihat pandangan hidup dan cita-cita pengarang.
Amanat disampaikan secara eksplisit maupun implisit. Dikatakan
implisit, jika jalan keluar atau ajaran moral itu disiratkan dalam tingkah
laku tokoh menjelang cerita berakhir. Amanat dikatakan eksplisit, jika
pengarang pada tengah ataupun akhir cerita menyampaikan seruan, saran,
peringatan, ajaran, dan sebagainya yang berkenaan dengan gagasan dasar
cerita itu.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tema adalah pokok
commit to user
cerita, sedangkan amanat merupakan pemecahan persoalan atau pesan
yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca.
2. Teori Sosiologi Sastra
Pendekatan yang umum dilakukan terhadap hubungan antara sastra
dan masyarakat adalah mempelajari sastra sebagai dokumen sosial. Sosiologi
sastra merupakan interdisipliner sosial dan studi sastra. Pendekatan sosiologi
sastra mempunyai asumsi dasar bahwa karya sastra merupakan refleksi
masyarakat pada zaman karya sastra itu ditulis, hal ini dikarenakan pengarang
tidak pernah terlepas dari masyarakat.
Sosiologi sastra adalah cabang dari penelitian sastra yang bersifat
reflektif. Dalam pandangan Wolf (dalam Suwardi Endraswara, 2003:77),
“sosiologi sastra merupakan cabang dari penelitian sastra yang sasarannya
adalah level „makna‟ dari karya sastra”. Kehidupan sosial menjadi awal
terciptanya sebuah karya sastra.
Sosiologi sastra bergerak dari faktor-faktor sosial yang terdapat dalam
karya sastra, dan selanjutnya untuk memahami fenomena sosial yang ada di
luar teks sastra. Jadi, cabang ilmu ini melihat dunia sastra atau karya sastra
sebagai mayornya, dan fenomena sosial sebagai minornya. Sosiologi sastra
hendak mencari gambaran realitas pada waktu karya sastra ditulis. Dalam hal
ini karya sastra akan memberikan realitas yang ideal dari tatanan hidup
masyarakat dan bukan sesuatu yang sama sekali abstrak.
Di dalam telaah sosiologi sastra yang dikemukakan Sapardi Djoko
commit to user
1) Pertama, pendekatan yang berdasar pada anggapan bahwa sastra
merupakan cermin proses sosial ekonomis belaka. Pendekatan ini
bergerak dari faktor-faktor luar karya sastra untuk membicarakan sastra,
sastra hanya berharga dalam hubungannya dengan faktor-faktor di luar
karya sastra itu sendiri. Jelas dalam pendekatan ini teks sastra tidak
dianggap yang uatma ia hanya merupakan epiphenomeon (gejala kedua).
2) Kedua pendekatan yang mengutamakan teks sastra sebagai bahan
penelaahan. Metode yang digunakan dalam sosiologi sastra ini adalah
analisis teks untuk memahami lebih dalam lagi gejala sosial yang di luar
sastra (Sapardi Djoko Damono, 1984:74).
Sosiologi sastra merupakan bagian mutlak dari kritik sastra yang
mengkhususkan diri dalam menelaah sastra dengan memperhatikan segi-segi
sosial kemasyarakatan. Hubungan antara sosiologi dan kritik sastra pada
dasarnya terpusat pada unsur-unsur luar sebagai latar belakang
kemasyarakatan diri pengarang dan karyanya, seperti status sosial, ideologi,
politik, dan ekonomi. Dengan demikian, suatu masyarakat tertentu yang
menghidupi seorang pengarang dengan sendirinya akan melahirkan suatu
jenis sastra dan jenis karya sastra tertentu yang dipengaruhi oleh masyarakat
pula. Hal itu dikarenakan adanya asumsi bahwa tata kemasyarakatan bersifat
normatif, maksudnya mengandung unsur-unsur pengatur yang harus dipatuhi
sehingga hubungan antar manusia ditentukan atau paling sedikit dipengaruhi
oleh tata kemasyarakatan tersebut, begitu juga karya sastra yang ditulis oleh
seorang pengarang akan dipengaruhi oleh tata kemasyarakatan. Dengan
commit to user
ditulis pengarang, bagaimana menulisnya, untuk siapa karya sastra, dan apa
tujuannya karya sastra tersebut ditulis (Andre Hardjana,1985:70).
Sosiologi sastra merupakan pemahaman terhadap karya sastra
sekaligus hubungannya dengan masyarakat yang melatarbelakanginya
(Nyoman Kutha Ratna, 2003:27). Sosiologi sastra adalah bagian dari telaah
sastra yang mengkhususkan diri dalam menelaah karya sastra dengan
memperhatikan segi kemasyarakatannya.
Menurut Panuti Sudjiman, sosiologi sastra adalah karya para kritikus
dan sejarawan yang terutama mengungkapkan keterpengaruhan pengarang
oleh status lapisan masyarakat, tempat asal pengarang, ideologi, politik,
sosialnya, kondisi ekonomi pengarang, serta khalayak yang dituju (Panuti
Sudjiman,1990:2).
Hubungan antara sastra dan masyarakat dapat diklasifikasikan sebagai
berikut.
1) Sosiologi pengarang, yang mempermasalahkan status sosial, ideologi,
politik, dan hal lain yang menyangkut diri pengarang.
2) Sosiologi karya sastra, yang mempermasalahkan tentang apa yang
tersirat dalam karya sastra itu, apa tujuannya, dan amanat apa yang
hendak disampaikannya.
3) Sosiologi sastra dan masyarakat, yang mempermasalahkan tentang
pembaca dan pengaruh sosialnya terhadap masyarakat ( Rene Wellek
dan Austin Warren,1989:3).
Klasifikasi yang pertama ini berkaitan dengan teori sosiologi sastra
commit to user
di sini adalah latar belakang sosial, status pengarang, proses produksi sastra,
dan ideologi pengarang yang terlihat dari berbagai kegiatan pengarang di luar
karya sastra. Sumber penelitian dapat berasal dari biografi pengarang, atau
meluas hingga menuju tempat asal dan tempat tinggal pengarang.
Kedua, pendekatan yang umum dilakukan terhadap hubungan sastra
dan masyarakat adalah mempelajari sastra sebagai dokumen sosial, sebagai
potret kenyataan sosial. Sebagai dokumen sosial, sastra dipakai untuk
menguraikan ikhtisar sejarah sosial. Setiap orang meneliti berbagai “dunia”
dalam sebuah karya sastra, tetapi penelitian ini kurang bermanfaat jika
memikul rata bahwa karya sastra adalah cermin kehidupan, sebuah reproduksi
atau sebuah dokumen sosial. Pendekatan sosiologi sastra melalui ini karya
sastra menempatkan karya sebagai objek kajian, dalam hal ini karya sastranya
yang diteliti dengan tidak melupakan hal-hal yang berkaitan dengan
permasalahan yang dihadapi sehingga bila menggunakan pendekatan ini
peneliti tidak harus meneliti secara detail tentang pengarangnya, hanya secara
umum, dan yang berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian saja.
Melalui sebuah karya sastra dapat terlihat gambaran kehidupan suatu
masyarakat tertentu ataupun segala macam problem dalam kehidupan
masyarakat, meskipun sastra tidak secara tepat mencerminkan peristiwa pada
saat karya sastra tersebut ditulis, tetapi dalam karya sastra terdapat gambaran
kehidupan lengkap dengan segala tatanannya.
Ketiga, sosiologi sastra dan masyarakat. Pendekatan bertumpu pada
pandangan dan pendapat masyarakat atau pembaca terhadap karya sastra yang
commit to user
terhadap suatu golongan masyarakat tertentu dan masyarakat umum, ataupun
sebaliknya.
Penulis dalam penelitian ini menggunakan klasifiksi kedua yaitu
dengan pendekatan terhadap isi karya sastra. Melakukan penelitian terhadap
isi karya sastra, tujuan serta hal-hal yang tersirat dalam karya sastra, dan yang
berkaitan dengan masalah sosiologi yaitu dengan meneliti aspek-aspek
sosiologis yang terdapat dalam karya sastra. Misalnya, menelitisegala macam
problem masyarakat yang terdapat dalam novel dengan melihat gambaran
hidup suatu masyarakat. Pendekatan sosiologi sastra khususnya klasifikasi
kedua sangat sesuai dengan permasalahan yang ada dalam penelitian ini.
Analisis dalam penelitian ini dilakukan terhadap permasalahan
problem-problem masyarakat yang terdapat dalam novel Kronik Betawi karya Ratih
Kumala.
3. Problem-Problem Sosial
Sosiologi tidak hanya menelaah gejala-gejala yang wajar, namun juga
menelaah gejala-gejala yang tidak wajar dalam masyarakat. Problem-problem
sosial adalah gejala abnormal, yaitu gejala yang tidak wajar dalam
masyarakat dan tidak dikehendaki masyarakat yang bersangkutan. Hal itu
disebabkan karena unsur-unsur masyarakat tidak dapat berfungsi
sebagaimana yang diharapkan masyarakat sehingga menyebabkan
kekecewaan-kekecewaan dan penderitaan bagi masyarakat tersebut (Soerjono
Soekanto,1999:395). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, problem
sosial adalah sesuatu atau persoalan yang berkenaan dengan masyarakat yang
commit to user
Problem-problem sosial timbul dari kekurangan-kekurangan dalam
diri manusia atau kelompok sosial yang bersumber pada faktor-faktor
ekonomis, biologis, psikologis, dan kultural. Soerjono Soekanto
(1999:401-402) mengklasifikasikan sumber dari problem sosial secara umum menjadi
empat golongan.
1) Faktor ekonomis, antara lain termasuk kemiskinan, pengangguran,
pelacuran, dan kejahatan.
2) Faktor biologis, antara lain meliputi penyakit-penyakit jasmaniah, dan
cacat.
3) Faktor-faktor psikologis, seperti sakit syaraf, jiwa, lemah ingatan,
sukar menyesuaikan diri, bunuh diri, dan sebagainya.
4) Faktor kebudayaan, seperti masalah perceraian, kenakalan anak muda,
perselisihan agama, suku, dan ras.
Soerjono Soekanto menyatakan terdapat sembilan masalah sosial yang
pada umumnya dihadapi masyarakat, yaitu kemiskinan, kejahatan,
disorganisasi keluarga, masalah generasi muda dalam masyarakat modern,
peperangan, pelanggaran terhadap norma-norma masyarakat, masalah
kependudukan, masalah lingkungan, dan birokrasi (1999:406). Analisis
problem-problem sosial dalam penelitian ini mengacu pada pendapat tersebut,
akan tetapi hanya terfokus pada problem disorganisasi keluarga dan problem
intern masyarakat.
a. Kebudayaan
Kebudayaan mencakup kesemuanya yang didapatkan atau dipelajari
commit to user
sesuatu yang dipelajari dari pilar-pilar perilaku yang normatif. Artinya
mencakup segala pola berfikir, merasakan, dan bertindak (Soerdjono
Soekanto, 1999: 189). Kebudayaan berhubungan erat dengan masyarakat
yang mengelilinginya.
Kebudayaan adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan hidup (http://id.wikipedia.org/wiki/Budaya).
b. Problem Intern Masyarakat Jakarta
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1996), problem diartikan
sebagai masalah. Problem intern masyarakat Jakarta berarti permasalahan
yang terjadi dalam suatu masyarakat Jakarta akibat adanya persoalan
kepentingan antar kelompok-kelompok dalam masyarakat yang dapat
mengakibatkan terjadinya konflik.
C. Kerangka Pikir
Pengarang merupakan anggota masyarakat yang di dalamnya terdapat
problem-problem sosial masyarakat. Pengarang menciptakan karya sastra dengan
melihat kenyataan yang terjadi di lingkungan sekitarnya, misalnya dengan melihat
problem-problem sosial yang terjadi dalam masyarakat. Sebuah karya sastra,
khususnya novel di dalamnya terdapat tokoh beserta masyarakat yang
mengelilingi tokoh tersebut dan juga muncul problem-problem sosial dalam
commit to user
Penelitian dilakukan dengan membaca sumber data berupa novel Kronik
Betawi karya Ratih Kumala. Unsur intrinsik yang berupa alur, tokoh, latar, tema,
dan amanat dianalisis dengan pendekatan struktural. Analisis ini akan membantu
dalam proses analisis berikutnya. Setelah unsur intrinsik dianalisis, pendekatan
sosiologi sastra digunakan dalam menganalisis problem-problem sosial yang
terdapat dalam novel Kronik Betawi, berupa problem kebudayaan dan problem
intern masyarakat Jakarta. Hasil analisis pendekatan struktural dan pendekatan
sosiologi sastra digunakan sebagai acuan dalam melihat respon pengarang
terhadap problem-problem sosial yang terdapat dalam novel Kronik Betawi.
Langkah terakhir adalah penarikan simpulan, yang dilakukan setelah seluruh
commit to user
31
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Metode dalam sebuah penelitian merupakan cara yang sistematis untuk
memecahakan suatu masalah. Lewat metode penelitian, diharapkan
masalah-masalah yang dirumuskan dapat dipecahakan.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
kualitatif. Metode ini merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data-data
deskriptif yang berupa kata-kata lisan maupun tertulis tentang sifat-sifat suatu
individu, keadaan atau pun gejala dari kelompok tertentu yang diamati (Lexy J.
Moleong, 2001:6).
Mattew B. Miles dan A. Michael Huberman (1992:15) menjelaskan bahwa
dalam analisis kualitatif data yang muncu berupa kata-kata dan bukan rangkaian
angka yang diproses melalui pencatatan, pengetikan, penyuntingan, tetapi
analisisnya tetap menggunakan kata-kata yang biasanya disusun kedalam teks
yang diperluas.
B. Pendekatan
Pendekatan merupakan usaha dalam proses penelitian untuk mendekati
objek penelitian lewat sudut atau cara pandang tertentu. Pendekatan yang
digunakan dalam penelitianini adalah pendekatan struktural. Pendekatan struktural
pada prinsipnya peneliti meneliti karya sastra sebagai karya yang otonom terlepas
dari latar belakang sosial, sejarah, biologi, pengarang, dan lain-lain di luar karya
commit to user
cermat, seteliti, semendetail, dan sedalam mungkin keterkaitan dan keterjalinan
semua unsur dan aspek karya sastra secara bersama menghasilkan dan membentuk
makna menyeluruh dan utuh (univied whole) (Teeuw,1984:135). Selain
pendekatan struktural, dalam penelitian ini juga akan menggunakan pendekatan
sosiologi sastra. Pendekatan sosiologi sastra adalah pendekatan yang
mempertimbangkan aspek-aspek kemasyarakatan (Sapardi Djoko Damono,
1984:2).
C. Objek Penelitian
Objek dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua, yaitu objek material
berupa novel Kronik Betawi karya Ratih Kumala, dan objek formal yaitu unsur
intrinsik yang meliputi alur, penokohan, latar, tema, dan amanat serta
problem-problem sosial yang terdapat dalam novel Kronik Betawi karya Ratih Kumala.
D. Sumber Data
Sumber data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah novel
Kronik Betawi karya Ratih Kumala, yang terdiri dari 10 bab dengan tebal 255
halaman, diterbitkan oleh PT Gramedia Pustaka Utama Jakarta, Juli 2009, cetakan
kedua.
Sumber data sekunder dalam penelitian ini adalah buku-buku, artikel.
Sumber data sekunder diantaranya artikel yang diakses pada blog Ratih Kumala
commit to user
E. Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh wacana, alinea,
frasa, kalimat, kelompok kata dan kata yang mengungkapkan alur, tokoh, latar,
amanat, dan tema serta problem sosial dan respon pengarang terhadap problem
sosial berupa problem kebudayaan dan problem intern masyarakat Jakarta dalam
novel Kronik Betawi.
F. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik pustaka, yaitu
teknik yang dilakukan dengan mencari, mengumpulkan, membaca, dan
mempelajari buku-buku acuan, artikel, atau tulisan yang berhubungan dengan
objek penelitian.
Sebelum data dianalisis, data yang telah terkumpul diklasifisikan terlebih
dahulu. Langkah mengklasifikasikan data ini merupakan kelanjutan dari langkah
pengumpulan data.
G. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data dalam penelitian ini melalui beberapa tahapan sebagai
berikut.
1. Tahap Pengumpulan Data
Tahap ini merupakan tahap pengumpulan data-data yang relevan dan akurat
commit to user
2. Tahap Analisis
Tahap ini merupakan tahap analisis berbagai sebab munculnya problem sosial
dan respon pengarang terhadap problem sosial yang terdapat dalam novel
Kronik Betawi.
3. Tahap Laporan
Tahap ini merupakan tahap melaporkan hasil penelitian terhadap berbagai
sebab munculnya problem sosial dan respon pengarang terhadap problem
commit to user
35
BAB IV
ANALISIS STRUKTURAL
Teori struktural adalah disiplin yang memandang karya sastra sebagai
suatu struktur, terdiri dari beberapa unsur di mana unsur-unsur tersebut saling
berkaitan antara satu dengan lainnya.Analisis struktural suatu karya sastra
merupakan kegiatan menganalisis dari segi intrinsiknya. Unsur-unsur intrinsik
inilah yang menyebabkan karya sastra hadir, unsur-unsur secara faktual akan
dijumpai jika orang membaca karya sastra.
Menurut Burhan Nurgiyantoro, “unsur intrinsik sebuah novel adalah
unsur-unsur yang secara langsung turut serta membangun cerita, kepaduan antar
unsur intrinsik inilah yang membuat novel berwujud” (2005, 10). Unsur intrinsik
yang dimaksud adalah alur, tokoh, latar, tema, dan amanat.
A. Alur
Alur adalah serentetan peristiwa dalam sebuah cerita untuk membentuk suatu
totalitas yang utuh. Alur adalah jalinan peristiwa di dalam karya sastra untuk
mencapai efek tertentu. Pautannya dapat diwujudkan oleh hubungan temporal
(waktu) dan oleh hubungan kausal (sebab akibat) (Panuti Sudjiman, 1990:4).
Bentuk alur tergantung dari pengarang. Keberadaan sebuah alur dalam cerita
sangat penting. Tanpa alur sebuah cerita tidak akan berarti, bahkan tidak akan
membentuk suatu cerita yang apik, karena hanya merupakan penggalan-penggalan
yang berdiri sendiri dan tidak ada ujung pangkalnya. Tahapan alur dari novel
commit to user
Tahap Penyituasian (Situation)
Merupakan tahapan pembuka cerita, pemberi informasi awal, yang
terutama berfungsi untuk landasan tumpu bagi cerita yang dikisahkan pada tahap
berikutnya. Tahap penyituasian dalam novel ini digambarkan ketika modernisasi
kota Jakarta mulai memberikan dampak kepada masyarakat Betawi. Salah satu
dampaknya adalah kesenian tradisonal Betawi, seperti gambang kromong dan
tanjidor perlahan mulai dilupakan oleh masyarakat Betawi. Hal ini dialami oleh
Haji Jaelani dan Haji Jarkasi, mereka sebagai seniman Betawi yang
kehidupannya mulai tidak mendapatkan tempat lagi di masyarakat. Hal ini dapat
dilihat dari kutipan berikut.
Jarkasi sendiri sampai saat ini, selain mengurus lima buah rumah petak yang dikontrakkan, juga tak pernah absen mengurus kelompok gambang kromong meskipun nyaris tak ada lagi orang yang menanggap kesenian tradisional itu (Ratih Kumala, 2009:45).
Berdasarkan data di atas, pada tahap penyituasian menggambarkan
keresahan seniman Betawi merasa sudah tidak mendapatkan tempat lagi di
masyarakat. Sebagai contoh, Haji Jarkasi dan Jaelani sebagai seniman gambang
kromong dan tanjidor yang sudah jarang mendapatkan panggilan untuk bermain.
Tahap Pemunculan Konflik (Generating Circumstances)
Pada tahap ini merupakan tahap awal munculnya konflik dan konflik itu
sendiri akan berkembang menjadi konflik-konflik pada tahap berikutnya. Pada
tahap ini konflik di mulai dari kota Jakarta yang sudah mengalami pertumbuhan.
Hal ini mengakibatkan masyarakat Betawi merasa pelan-pelan tergusur oleh
kemajuan kota Jakarta. Hal ini sesuai dengan kutipan berikut.
commit to user
rambutan, kemudian ada musim banjir yang disusul oleh musim diare dan musim demam berdarah (Ratih Kumala, 2009:24).
Berbeda dengan Haji Jarkasi, sebagai seniman tradisional tentu saja ia
ingin mengembangkan kesenian tersebut. Bakat seni yang ia miliki menurun
kepada putrinya Edah yang senang menari dan bermain lenong, meskipun Enden
istri Haji Jarkasi tidak senang apabila Edah kelak menjadi seorang penari. Hal ini
sesuai dengan kutipan berikut.
Baru saja Jarkasi menaruh pantatnya di kursi, belum juga diteguk air teh yang disuguhkan istrinya, Enden sudah mengomel soal anak perempuan mereka yang sebiji mete jambu bol suka menari. Jarkasi hanya berdehem (Ratih Kumala, 2009:45).
Kehidupan rumah tangga Juleha yang tidak harmonis pada tahun ketiga
pernikahannya dengan Jiih. Hal ini dikarenakan Juleha tak kunjung diberikan
momongan, bahkan ia dikatakan mandul oleh suaminya. Hal ini dapat dilihat dari
kutipan berikut.
Setelah tiga tahun mereka menikah, tak juga Juleha dikaruniai anak.“Elu mandul ye Ha?” tanya Jiih suatu hari. Pertanyaan itu membuat Juleha kecil hati sekaligus marah. Itu kali pertama Jiih mengucap perkataan yang membuat betul-betul sakit hati (Ratih Kumala, 2009:60).
Berdasarkan data di atas, pada tahap pemunculan konflik menceritakan
masyarakat Betawi sudah benar-benar tergusur oleh kemajuan kota Jakarta. Haji
Jarkasi sebagai pemain gambang kromong yang sudah tidak mendapatkan tempat
lagi di masyarakat. Ketika itu juga Enden, istri Jarkasi melarang anaknya untuk
menjadi penari karena ia tidak mau anaknya kelak dicap sebagai perempuan
murahan. Juleha, adik bungsu Haji Jaelani sebagai wanita tentu saja mempunyai
perasaan yang sensitif. Ia merasa sakit hati ketika Jiih mengeluarkan kata-kata
kasar dan mengatakan ia mandul karena ditahun ketiga pernikahannya belum juga
commit to user
Tahap Peningkatan Konflik (Rissing Action)
Tahap ini merupakan tahap konflik berkembang. Konflik-konflik yang
terjadi, baik secara eksternal maupun internal, pertentangan-pertentangan,
benturan-benturan antar kepentingan yang mengarah semakin tidak dapat
dihindari.
Konflik mulai meningkat ketika kota Jakarta semakin lama semakin padat
penduduknya oleh kaum pendatang dan volume kendaraan bermotor yang
semakin banyak. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut.
Ampek rasanya dada ini, melihat anak-anak sekarang tidak punya tanah lapang lagi untuk bermain. Lihat anak-anak sekarang butuh perempatan jalan untuk main bola. Terus, kalau ada mobil lewat harus berhenti dulu kasih jalan buat mobil padahal sekarang nyaris tiap rumah punya mobil atau setidaknya motor (Ratih Kumala, 2009:76).
Banyak warga dari luar daerah yang datang berbondong-bondong ke kota
Jakarta dengan tujuan mencari rejeki. Padahal belum tentu kehidupan mereka
akan lebih baik dan senyaman ketika mereka hidup di daerah asalnya. Hal ini
sesuai dengan kutipan berikut.
Heran, orang-orang itu bela-belain datang jauh-jauh ke Jakarta Cuma buat hidup berhimpit-himpitan. Apa betul hijrah ke Jakarta itu sama dengan memperbaiki nasib? Apa tidak sama saja susahnya dengan tinggal di kampung asal atau malah lebih susah? Saya tidak mengerti (Ratih Kumala, 2009:77).
Konflik di keluarga Haji Jaelani juga terjadi ketika Salomah marah
terhadap Fauzan yang bolos sekolah, karena Salomah menganggap di jaman
sekarang sekolah adalah hal yang penting. Hal ini sesuai dengan kutipan berikut.
commit to user
Konflik serupa juga terjadi ketika Salomah memperingatkan Japri yang
tidak mempunyai pekerjaan padahal ia telah memiliki anak dan istri. Hal ini dapat
dilihat dari kutipan berikut.
“Pri…, elo kan belum punya kerjaan. Terus bini lu mau dikasi makan apa?”(Ratih Kumala, 2009:84).
Juleha sebagai wanita yang mengalami ketidakadilan gender dengan
suaminya. Rumah tangganya tidak harmonis, bahkan suaminya menikah lagi dan
menganggap Juleha mandul. Hal ini sesuai dengan kutipan berikut.
“Abang pengen nikah… nikah di depan lu, makenye ijab lagi baek -baek ada lu,” Katanya beralasan.
“Nikah ama die yang pertama belum dapat ijin dari aye kan? Bukannya itu sama saja zinah?” aku membuang muka. Kena dia!satu smash dariku (Ratih Kumala, 2009:122).
Berdasarkan data di atas, tahap peningkatan konflik terjadi ketika Haji
Jaelani mulai geram melihat pembangunan di mana-mana. Haji Jaelani merasa
semakin tenggelam oleh kemajuan zaman. Dari perkembangan seperti itu, Haji
Jaelani menyuruh anaknya Fauzan untuk tetap sekolah. Juleha yang tidak kunjung
diberikan momongan akhirnya dikhianati suaminya dengan menikah lagi tanpa
izin Juleha.
Tahap Klimak (Climax)
Pada tahap ini konflik dan pertentangan-pertentangan yang terjadi, yang
dimunculkan kepada tokoh cerita mancapai titik puncaknya. Konflik memuncak
ketika para pemborong yang mengaku sebagai utusan Sultan Agung mulai
merong-rong warga termasuk Haji Jaelani untuk menjual mengganti tanah mereka
dengan uang. Niat para pemborong sebenarnya adalah mengusir warga secara
halus karena mereka ingin menggunakan tanah untuk dibangun perkantoran, mall,