• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PROFIL LOKASI PENELITIAN 2.1 Gambaran Umum Desa Padang Halaban 2.1.1 Letak Lokasi dan Batas-batas Wilayah - Peranan Organisasi Massa Petani Dalam Pendidikan Politik Kaum Tani di Indonesia (Studi Kasus : Organisasi Massa Petani STPHL-AGRA, Padang Ha

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II PROFIL LOKASI PENELITIAN 2.1 Gambaran Umum Desa Padang Halaban 2.1.1 Letak Lokasi dan Batas-batas Wilayah - Peranan Organisasi Massa Petani Dalam Pendidikan Politik Kaum Tani di Indonesia (Studi Kasus : Organisasi Massa Petani STPHL-AGRA, Padang Ha"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PROFIL LOKASI PENELITIAN

2.1 Gambaran Umum Desa Padang Halaban 2.1.1 Letak Lokasi dan Batas-batas Wilayah

Desa Padang Halaban berada di kecamatan Aek Kuo, Kabupaten Labuhan

Batu Utara. Secara geografis, Kabupaten Labuhan Batu Utara terletak diantara

terletak 99.25.00o - 100.05.00o Bujur Timur dan 01o58’ - 02o50’Lintang Utara

dengan ketinggian 0 – 700 meter di atas permukaan laut. Kabupaten ini memiliki

wilayah seluas 354.580 Ha dengan batas-batas sebagai berikut :

 Sebelah Utara dengan Kabupaten Asahan dan Selat Malaka

 Sebelah Selatan dengan Kabupaten Labuhanbatu dan Kabupaten Padang

Lawas Utara

 Sebelah Barat dengan Kabupaten Tapanuli Utara; dan Kabupaten Toba

Samosir

 Sebelah Timur dengan Kabupaten Labuhanbatu

Kabupaten Labuhanbatu Utara adalah kabupaten yang baru dimekarkan

dari Kabupaten Labuhanbatu sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun

2008 pada 24 Juni 2008 tentang Pembentukan Kabupaten Labuhanbatu Utara,

semasa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Ibu kota kabupaten

(2)

wilayah kecamatan dan 90 desa/kelurahan. Delapan kecamatan tersebut antara

lain :

1. Kecamatan NA IX-X

2. Kecamatan Merbau

3. Kecamatan Aek Kuo

4. Kecamatan Aek Natas

5. Kecamatan Kualuh Selatan

6. Kecamatan Kualuh Hulu

7. Kecamatan Kualuh Hilir

8. Kecamatan Kualuh Leidong

Khusus untuk kecamatan Aek Kuo mempunyai luas 25.020 ha, dengan

ibukota kecamatan Aek Korsik. Desa Sidomukti, Perkebunan Padang Halaban

menjadi lokasi penelitian merupakan desa yang terdapat di Kecamatan Aek Kuo.

Jarak dari ibukota kecamatan ke lokasi penelitian sekitar 1.50 km. Jarak dari desa

Sidomukti ke Ibukota kabupaten sekitar 20 km, serta jarak ke Medan sebagai

ibukota provinsi adalah 187 km dan jarak ini bisa ditempuh dengan angkutan

umum roda empat sekitar 7-8 jam perjalanan. Untuk mencapai kecamatan Aek

Kuo dari ibukota kabupaten bisa ditempuh sekitar 1-2 jam. Dari Aek Kanopan

dengan menggunakan angkutan kota dan angkutan antar kota antar provinsi

dengan ongkos Rp. 15.000,-. Sementara dari ibukota provinsi Medan, ditempuh

(3)

timur sumatera menuju Kampung Pajak, Simpang Panigoran dengan ongkos Rp.

50.000,-. Selain itu, untuk menuju lokasi ini, dapat juga ditempuh dengan kereta

api tujuan Medan- Rantau Parapat dengan ongkos Rp. 100.000,- dan turun di

Stasiun Kereta Api Padang Halaban. Selanjutnya perjalanan dilanjutkan ke

Perkebunan Padang Halaban, Desa Sidomukti. Perjalanan ke lokasi penelitian

menggunakan kendaraan dua atau roda empat. Sebagian besar masyarakat

menggunakan roda dua, dikarenakan tidak adanya angkutan umum menuju lokasi

ini.

Secara administrative, Padang Halaban, Desa Sidomukti mempunyai

batas-batas wilayah sebagai berikut :

 Sebelah utara berbatasan dengan dusun Perlabean-Desa Aek Korsik,

Desa Bandar Selamet dan Desa Purworejo Kecamatan Aek Kuo

 Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Padang Maninjau

Kecamatan Aek Kuo dan Desa Pulo Jantan Kecamatan Na IX-X

 Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Simpang Empat, Desa

Lobu Rampah Kecamatan Marbau

 Sebelah Timur berbatasan dengan Dusun Parit Minyak Desa Aek

Korsik Kecamatan Aek Kuo, Desa Aek Hitetoras dan Desa

(4)

Perkebunan Padang Halaban termasuk dataran rendah dengan sedikit

bukit-bukit kecil serta rawa-rawa. Daerah yang berada di antara dataran tinggi

sebelah barat dan dataran rendah di sebelah Timur provinsi Sumatera Utara.

Berada di antara kabupaten Labuhan Batu Utara dan Labuhan Batu Induk, namun

lokasinya lebih dekat jika ke Labuhan Batu Induk atau ke Kota Rantau Prapat.

Sekitar 7 Km ke sebelah barat dari perkebunan Padang Halaban terdapat jalan

besar lintas timur Sumatera. Sementara itu ditengah-tengah perkebunan terdapat

stasiun kereta api padang halaban yang akan menuju ke Medan atau Rantau

Prapat.

2.1.2. Keadaan Alam

Secara umum kondisi iklim di wilayah studi dikaregorikan pada iklim

tropis basah yang dicirikan adanya dua pertukaran angin. Hal ini dikarenakan

adanya angin Moonson Barat yang bertiup dari arah Utara (Asia Tenggara) dan

setelah lewat Selat Malaka angin tersebut akan menjadi basah oleh kandungan air

yang menyebabkan musim hujan di wilayah sekitar bulan April – September.

Sedangkan angin Monsoon Timur yang bertiup dari Australia pada sekitar bulan

Oktober hingga April merupakan angin kering yang menyebabkan kecilnya curah

hujan di wilayah studi yaitu sebanyak 19 hari hujan.

Menurut ketinggian tanahnya, Kabupaten Labuhanbatu Utara terdiri dari

daerah dataran rendah dan perbukitan. Wilayah yang terletak pada ketinggian 0-10

(5)

permukaan laut (dpl) seluas 124.212 Ha (35,03%), 26-100 m di atas permukaan

laut (dpl) seluas 61,949 Ha (17,47%) dan lebih dari 100 m di atas permukaan laut

(dpl) seluas 104.859 Ha (29,57%) dan 8.716 Ha (2,46%) merupakan sungai.

Menurut kemiringan tanahnya, wilayah yang berada pada kemiringan antara 0-2%

seluas 218.382 Ha (61,59%), kemiringan antara 2-15% seluas 14.004 Ha (3,95%),

kemiringan antara 15-40% seluas 52.011 Ha (14,67%) dan lebih dari 40% seluas

61,467 Ha (17,34%) dan seluas 8.716 Ha (2,46%) adalah sungai.

Sedangkan kondisi geologi Kabupaten Labuhanbatu Utara secara umum

didominasi oleh tekstur tanah halus seluas 233.719 Ha (65,91%), tekstur tanah

sedang seluas 112.145 Ha (31,63%) dan seluas 8.716 Ha (2,46%) adalah sungai.

Wilayah dengan kedalaman efektif antara 30-60 cm mencapai 117.965 Ha

(33,27%), kedalaman 60-90 cm mencapai 27.529 Ha (7,76%), lebih dari 90 cm

seluas 102.686 Ha (28,96%), lahan gambut seluas 70.926 Ha (20%) dan seluas

8.716 Ha (2,46%) adalah sungai.

Daerah Perkebunan Padang Halaban merupakan daerah subur, dengan

jenis tanah Litosol, Podsolik, Posolik merah kuning dan Regosol yang cocok

untuk tanaman pangan, dan perkebunan. Terdapat juga sumber air permukaan di

atas rawa-rawa dan juga sumber air bawah tanah, apalagi didukung dengan curah

hujan yang tinggi. Karenanya dulu wilayah Padang Halaban menjadi wilayah

(6)

Kabupaten Labuhanbatu Utara merupakan salah satu sentra perkebunan di

Sumatera Utara. Komoditi penting yang dihasilkan perkebunan di Kabupaten

Labuhanbatu Utara adalah Kelapa sawit. Produksi kelapa sawit (perkebunan

rakyat) tahun 2010 sebesar 819.363 ton dengan total luas tanaman 63.061 ha.

Kecamatan penghasil kelapa sawit terbesar adalah Kecamatan Aek Natas, Kualuh

Hulu dan Aek Kuo dimana kontribusi ketiga kecamatan tersebut masing-masing

untuk produksi kelapa sawit sebesar 22,97%, 17,08%, 16,19%.

Perkembangan sektor perkebunan yang terdapat di Kabupaten

Labuhanbatu Utara sangat menopang produksi karet dan kelapa sawit di Provinsi

Sumatera Utara, hal tersebut dapat dilihat dari luas daerah keseluruhan kelapa

sawit yang mencapai 146.980 ha dan luas lahan karet seluas 5388 ha.

Produksi perkebunan tersebut merupakan pilar utama dalam pengembangan sektor

industri pengolahan sawit dan karet. Besarnya potensi dapat terlihat dari pasokan

bahan baku untuk industri pengolahan dan hasil tingkat produksi perkebunan

kelapa sawit yang mencapai 168.504,00 ton/tahun dan tingkat produksi

perkebunan karet yang mencapai 18.656,00 ton/tahun. Hal ini memberikan

gambaran bahwa sector perkebunan merupakan salah satu komoditas unggulan di

(7)

2.1.3. Asal – mula Desa

2.1.3.1.Sejarah Padang Halaban 1. Sebelum 1945

Tahun 1911, pohon kelapa sawit diperkenalkan di Sumatera Timur

(sekarang Sumatera Utara). Tanah Itam Hulu dan Pulau Raja adalah lokasi

pertama kali perkebunan kelapa sawit dibuka oleh perusahaan Oliepalmen Cultuur

dan Huileries de Sumatera. Perkebunan kelapa sawit semakin diperluas oleh

perusahaan perkebunan sawit lainnya : Seumadam Cultuur Mij, Sungai Liput

Cultuur Mij, Mapoli Tanjung Genteng oleh Palmbomen Cultuur Mij, Medang Ara

Cultuur Mij, Deli Muda oleh Huileries de Deli. Hingga tahun 1915 luas

perkebunan sawit sudah mencapai 2.715 Ha; ditandai sebagai babak baru

perkebunan sekala luas. Salah satu perusahaan perkebunan yang berdiri pada

waktu itu adalah Perkebunan Padang Halaban Plantagen AG Zurich.

Dalam berproduksi perkebunan memperkerjakan buruh-buruh yang di

datangkan dari pulau jawa dengan menggunakan program transmigrasi Kolonial

Belanda, sebagaimana di jelaskan dalam keputusan politik Etis Belanda.

Orang-orang Jawa yang didatangkan berasal dari beberapa daerah dari Jawa Tengah,

diantaranya : Kebumen, Banyumas, Banjarnegara, dan Klaten. Kedatangan

orang-orang Jawa ke tanah Deli akibat propaganda Belanda tentang kehidupan lebih

baik di pulau emas. Dengan menggunakan kapal laut melalui laut Jawa menuju

selat Malaka, masyarakat diturunkan di beberapa pelabuhan di Sumatera Timur

(8)

beberapa perkebunan dengan alat transportasi berupa trem dan mobil yang

disediakan oleh kolonial Belanda.

Di perkebunan-perkebunan tersebut orang-orang Jawa ditampung dalam

satu kamp penampungan yang segera setelah itu dikomandoi oleh mandor kebun

untuk bekerja di setiap afdeling. Mandor-mandor kebun pada awalnya

orang-orang Batak yang tunduk pada Asisten kebun yang merupakan orang-orang-orang-orang dari

eropa, namun kemudian para mandor kebun diambil dari jawara-jawara yang lahir

di perkebunan, baik orang Jawa, Batak maupun Madura. Buruh di kebun harus

menjalankan kerja dengan kontrol penuh para mandor. Ketika bekerja mereka

harus menggunakan peralatan yang sangat sederhana, pohon sawit yang ditanam

harus ditanam, dirawat dan dipanen dengan sepenuhnya tenaga manusia dengan

peralatan sederhana.

Politik kolonial Belanda agar mayarakat tetap bertahan di perkebunan dan

tidak mengerti skema penghisapan kolonial Belanda dengan sistem kerja yang

diberlakukan, membuat berbagai macam kegiatan. Ada kegiatan perjudian,

prostitusi, madat dan minum-minuman keras yang hadir setiap acara rakyat,

seperti : ronggeng, ludruk, wayang, kuda lumping dan tayuban. Setiap datang hari

mendapatkan gaji, acara segera diadakan di perkebunan, akibatnya banyak dari

para buruh kontrak yang ketarik dalam kegiatan dan habis uangnya sehingga tidak

(9)

2. Periode 1942-1945

Pendudukan Indonesia oleh Jepang, kondisi rakyat pada waktu itu

kekurangan kebutuhan pangan, demikian juga yang terjadi dengan buruh-buruh

perkebunan. Sekitar 1.000 Ha tanah dikelola oleh Jepang untuk menanam

tanaman pangan. Masyarakat yang mendiami perkebunan Padang Halaban

dimobilisasi untuk menjadi buruh perkebunan tanaman pangan ini. Masyarakat

tunduk pada aturan main tentara jepang yang kejam dan tidak manusiawi, seperti

memperkerjakan masyarakat tanpa jaminan kehidupan yang layak.

Pada pemerintahan Jepang masyarakat dikonsentrasikan dalam satu barak

penampungan yang dihuni oleh puluhan bahkan ratusan kepala keluarga.

Masyarakat harus menjalankan kerja wajib untuk melakukan replanting tanaman

perkebunan menjadi tanaman pangan dengan waktu dan beban kerja yang tidak

menentu. Diantara para pemuda diwajibkan untuk terlibat dalam tentara bentuka

Jepang, seperti PETA dan HEIHO. Sedangkan perempuan dipaksa untuk menjadi

budak seks orang-orang Jepang di perkebunan, yang dikenal dengan Jugun Ian Fu.

Proklamasi kemerdekaan Indonesia membuat tentara Jepang keluar dari

perkebunan. Bekas tanah peninggalan Jepang kemudian diduduki oleh rakyat

untuk kebutuhan pangan dan membantu laskar-laskar rakyat. Sementara tanaman

komoditas seperti karet dan sawit yang ditinggalkan dikelola dan dipanen oleh

sebagian masyarakat desa Rembu Rempah. Seperti di wilayah Afdeling karet PT

Plantagen AG Zurich di kelola oleh masyarakat dan dipanen untuk memenuhi

(10)

3. Periode 1945-1954

Tanah yang diduduki oleh masyarakat sebanyak 20% saja yang

dimanfaatkan untuk perkampungan dan ladang pangan, sisanya menjadi semak

belukar. Diatas tanah tersebut dibangun beberapa desa, diantaranya desa :

Sidodadi, Karang Anyar, Purworejo, Sidomulyo, Kertosentono, dan Blungit.

Terdapat beberapa perkampungan di areal perkebunan, diantaranya : Pondok

Roni, Pondok Lawas, dan Sidomukti.

Beberapa tahun menduduki tanah, dikeluarkan Kartu Tanda Pendaftaran

Pemakaian Tanah (KTTPT) yang dikeluarkan oleh Kantor Reorganisasi

Pemakaian Tanah (KRPT) Wilayah Sumatera Timur berdasarkan UU Darurat No

08 Tahun 1954 jo UU Darurat No 01 Tahun 1956 mengenai penyelesaian

pemakaian tanah perkebunan oleh rakyat. Menurut data yang dihimpun oleh

perkebunan ketika itu di tahun 1967-1968 masyarakat yang mendapatkan KRPT

sebanyak 403 orang yang terdiri dari : desa Sidodadi (92 orang), desa Karang

Anyar (80 orang), desa Sidomulyo (139 orang), desa Kertosentono (12 orang),

dan desa Blungit (6 orang).

Terjadi Konferensi Meja Bundar (KMB) pada tahun 1949, di Kopenhagen,

Denmark. Beberapa tahun setelah perundingan tersebut, pengusaha Belanda yang

meninggalkan perkebunan setelah diusir oleh Jepang dan Revolusi Agustus 1945,

kembali masuk ke areal perkebunan. Kedatangan mereka bermaksud untuk

merencanakan pembangunan perkebunan kembali. Hal ini bisa dibuktikan dengan

(11)

Karanganyar dan Sidomulyo tentang kesediaannya kembali bekerja di kebun

seperti sebelum pengusaha Belanda pergi atau jika tidak bisa terlibat dalam

pekerjaan kebun kembali bisa mengolah tanah yang sudah diduduki dan dimiliki

oleh masyarakat.

4. 1954-1965

Di areal Perkebunan Padang Halaban tidak hanya berdiri PT.Plantagen

AG, tapi juga beroprasi NV.Sumcama dan PT.Sarikat Putra.

Perusahaan-perusahaan perkebunan ini beroprasi dengan memperkerjakan buruh yang berasal

dari penduduk sekitar. Kondisi ekonomi, hidup masyarakat di perkebunan Padang

Halaban sangat bergantung dengan kegiatan produksi mengelolah tanah. Setelah

pengusiran Jepang dari tanah Indonesia dan ditandainya kemerdekaan Indonesia,

masyarakat mulai bisa mengusahai tanah bekas perkebunan asing secara bebas.

Tanah-tanah negara bebas mulai dikerjakan oleh masyarakat secara berkelompok

untuk membuka lahan-lahan baru dan dibagi secara merata melalui kegiatan

pemancengan. Rata-rata kesanggupan masyarakat ketika itu untuk mengerjakan

lahan seluas 2 Ha.

Masyarakat bergantung pada kegiatan bertani, mengolah tanah untuk

kebutuhan tanaman pangan berkelanjutan. Untuk mengolah tanah masyarakat

bergantung pada perubahan cuaca dalam perkembangan bulan. Jika musim

penghujan, tanah di kelola untuk tanaman padi. Ketika musim kemarau tanah

(12)

perkebunan padang halaban memenuhi kebutuhan pangan harian. Disamping itu

untuk menutupi kebutuhan pangan utama lainnya masyarakat menanam ubi jalar

maupun ubi kayu di sekitar pekarangan rumah.

Masyarakat juga menanam tanaman sayur-mayur untuk kebutuhan

tambahan pangan maupun diperjual belikan. Beberapa sayur yang ditanam ketika

itu, ada bayam, kangkung, daun ubi, genjer, mentimun, terong, daun kemangi,

paria, dan labu. Selain sayur berbagai tanaman buah juga tumbuh subur, beberapa

tanaman buah seperti semangka, bengkoang, durian, pisang, nangka, mangga,

rambutan mudah sekali dijumpai. Sehingga tidak heran jika setiap harinya di

stasiun Padang Halaban disediakan 2 sampai 3 buah gerbong kereta api untuk

mengangkut hasil pertanian masyarakat ke Rantau Prapat-Labuhan batu.

Kondisi tanah yang berbukit-bukit dengan beberapa lembah dan daratan

yang luas membuat wilayah perkebunan Padang Halaban subur untuk

tumbuh-tumbuhan. Lembah-lembah yang ada berubah menjadi rawa sebagai sumber air

untuk kebutuhan irigasi maupun habitat bagi beberapa jenis ikan. Beberapa ikan

rawa yang lazim ditangkap oleh masyarakat untuk kebutuhan lauk pauk

diantaranya ikan lembat, siluang, betook, lele, sepat, gabus, dan belut. Masyarakat

melakukan penangkapan ikan dengan memancing dengan metode taut atau getek,

memasang bubu, dan menjala.

Kondisi kebudayaan, masyarakat dipengaruhi oleh perkembangan kegiatan

ekonomi. Di sela-sela kegiatan untuk mengolah tanah beberapa kegiatan untuk

(13)

kegiatan keagamaan mampu memberikan motivasi kepada masyarakat untuk

selalu berfikir positif dalam hubungannya antar sesama manusia atau dengan

Tuhan. Kegiatan keagamaan dibangun berdasarkan keyakinan masyarakat yang

mayoritas memeluk agama islam. Di setiap desa terdapat Langgar (mushola) dan

satu buah masjid sebagai tempat beribadah dan menjalankan kegiatan mengaji.

Hasil dari praktek sosial masyarakat beberapa kegiatan seni dan budaya

lahir, diantaranya Jaran Kepang, Ludruk, Wayang, Tari-tarian tradisional, dan

kesenian reog lahir dengan sendirinya. Seperti di Aek Korsik dikenal dengan desa

tempat berdirinya kesenian Ludruk dengan nama Sakerah, kesenian Jaran Kepang

dengan nama Wiryaji dan seorang dalang wayang kulit dengan nama mbah

Dalang. Karenanya wajar jika di tahun-tahun sebelum peristiwa 1965, kawasan

perkebunan Padang Halaban aktif menyelenggarakan pentas budaya bernuansakan

kearifan lokal.

Beberapa sekolah tingkat dasar berdiri di setiap desa, yang dikenal

kemudian oleh rakyat dengan Sekolah Rakyat (SR). Hanya ada satu sekolah

tingkat menengah di daerah Kecamatan Marbau saat ini. Sebagian kecil

masyarakat yang berusia antara 7-13 tahun kala itu menyelesaikan Sekolah

Rakyat dan kesulitan untuk melanjutkan ke tingkatan selanjutnya karena jarak dan

keterbatasan alat trasportasi. Hanya beberapa warga yang memiliki lereng

(sepeda) untuk alat trasportasi dari satu tempat ke tempat lainnya, dan termasuk

(14)

Keadaan politik, di setiap desa memiliki pusat administratif yang di

kepalai oleh seorang kepala desa dan dibantu oleh wakil. Kepala desa yang ada

ketika itu memimpin masyarakat dalam banyak hal, mulai dari penataan kampung

sampai penataan aktivitas kemasyarakatan, tidak hanya memimpin kegiatan

administratif. Kepala desa ditunjuk oleh masyarakat dan bertanggung jawab

sepenuhnya terhadap masyarakat. Kepala desa sangat dihormati ketika itu, karena

ketauladanan, pengaruh politiknya dalam menyelesaikan berbagai masalah di

masyarakat maupun kemampuan ilmu sepiritualnya. Setiap kepala desa menjadi

salah satu anggota dari organisasi kemasyarakatan. Organisasi-organisasi yang

ada ketika itu, diantaranya Serikat Buruh Perkebunan Republik Indonesia

(SARBUPRI), Pemuda Pancasila (PP), Pemuda Marhaen, Pemuda Rakyat,

Barisan Tani Indonesia (BTI), Gerakan Wanita Indonesia (GERWANI), GUBSI,

Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) dan PERKAPEN. Organisasi-organisasi

yang ada bersifat massal, atau organisasi massa dengan keanggota yang luas.

Sehingga tidak heran keberadaan Partai Politik ketika itu berusaha untuk

mendekati organisasi-organisasi massa yang ada. Ada tiga partai besar ketika itu,

diantaranya Partai Nasionalis Indonesia (PNI), Partai Masyumi dan Partai

Komunis Indonesia (PKI). Masyarakat di kawasan Padang Halaba tidak asing

dengan nama-nama organisasi massa maupun partai yang ada. Karena bagi

mereka organisasi maupun partai tersebut wadah untuk bersosialisasi dan

membangun persaudaraan diantara sesama. Sebelum 1965, setiap orang yang

(15)

  Sejak diusirnya kolonial Belanda dan pendudukan Fasis Jepang di tahun

1945, para lascar-laskar rakyat dan masyarakat disekitar perkebunan Padang

Halaban mengambil alih tanah. Usaha rakyat ini diperkuat oleh seruan dari Ir.

Soekarno sebagai Presiden Republik Indonesia pertama. Dalam seruannya

menyampaikan “perintah langsung kepada seluruh rakyat Indonesia dan para

laskar rakyat rakyat agar areal-areal atau tanah bekas perkebunan asing yang

ditinggalkan pengelolanya supaya diberikan atau dibagikan kepada rakyat

Indonesia (termasuk bekas kuli bangsa Jepang) untuk ditanami dengan tanaman

pangan guna membantu keperluan logitik lascar rakyat, disamping juga sebagai

tanda bangsa yang sudah merdeka”.

Berdasarkan seruan tersebut, pada tahun 1945 hampir seluruh areal lahan

di Perkebunan Padang Halaban seluas 3000 Ha, dibagikan kepada rakyat bekas

kuli bangsa jepang secara bekerjasama dengan para laskar rakyat. Tanah-tanah

tersebut dibagikan berdasarkan bekas divisi perkebunan padang halaban di

masing-masing tempat. Untuk selanjutnya dikembangkan menjadi perkampungan

rakyat/desa, dengan luas tanah yang berhak diusahai rakyat masing-masing seluas

2 (dua) Ha/KK. Pembagian tanahnya : Tanah di bekas Divisi I yang diduduki

rakyat dinamakan Desa Sidomulyo, Tanah di bekas Divisi Pabrik yang diduduki

rakyat dinamakan Desa Karang Anyar, Tanah di bekas Divisi II yang diduduki

rakyat dinamakan Desa Sidodadi/Aek Korsik, Tanah di bekas Divisi III yang

(16)

IV-V yang diduduki rakyat dinamakan Desa Kartosentono/Brussel, dan Tanah di

bekas Divisi VI yang diduduki rakyat dinamakan Desa Sukadame/Panigoran

Tahun 1954 setelah dikeluarkannya UU Darurat Nomor 8 Tahun 1954

oleh Pemerintah Republik Indonesia, masyarakat desa yang telah menduduki dan

mengusahai tanah rampasan perang, diberikan KTPPT (Kartu Tanda Pendaftaran

Pendudukan Tanah) yang dikeluarkan oleh KRPT (Kantor Reorganisasi

Pemakaian Tanah) wilayah Sumatera Timur sebagai dasar untuk mendapatkan

atau memperoleh alas hak yang diakui hukum seperti diatur dalam UUPA No 5

Tahun 1960. Sejak pengesahan tersebut rakyat dibebani kewajiban membayar

pajak atau Iuran Pembangunan Daerah (IPEDA) oleh Pemerintah Kabupaten

Labuhanbatu.

Demikian pula dengan status tanah yang diduduki oleh rakyat disahkan

oleh pemerintah telah dikeluarkan dari areal Hak Guna Usaha (HGU) Perkebunan

Padang Halaban (saat itu bernama Perusahaan NV. SUMCAMA). Untuk

diketahui, bahwa luas areal desa-desa yang diciptakan oleh rakyat sejak tahun

1945 dan dikeluarkan dari HGU Perusahaan Perkebunan Padang Halaban, hingga

tahun 1969/1970 tidak pernah mengalami perluasan areal desa (merebaknya

penggarap liar). Areal desa itu tetap luasnya sejak dibentuk menjadi desa hingga

terjadi peristiwa penggusuran.

Bahkan pada tahun 1962, setelah sekitar 17 (tujuh belas) tahun

mengembangkan dirinya, Desa Sidomulyo berhasil mendapatkan Penghargaan

(17)

yang berhasil meraih Juara II Desa Terbaik se-Sumatera Utara. Saat itu, Ulung

Sitepu yang langsung turun atau datang ke Desa Sidomulyo untuk menyerahkan

Piagam Penghargaan yang juga langsung diterima oleh Kepala Desa Sidomulyo

saat itu, yaitu bapak (alm) Langkir.

2.1.4. Jumlah dan Susunan Penduduk

Penduduk Desa Padang Halaban berjumlah ± 1800 jiwa, terdiri dari 890

laki-laki dan 910 perempuan. Jumlah kepala keluarga di Padang Halaban adalah

445 KK.

2.1.4.1. Agama

  Sebagian besar penduduk Kecamatan Aek Kuo beragama Islam yaitu

sebanyak 73,25 %, sedangkan yang beragama Kristen Protestan sebanyak 14,86

%,Kristen Katolik sebanyak 9,6 %, Budha sebanyak 1,4 %, dan Hindu 0,9 %.

Sedangkan untuk wilayah Padang Halaban, jumlah penduduk menurut agama

adalah sebagai berikut

Tabel 1. Jumlah Penduduk Padang Halaban Menurut Agama

NO Agama Jumlah Presentase

1. Islam 1314 73 %

2. Kristen Protestan 252 14 %

(18)

4. Budha 36 2 %

5. Hindu 54 3 %

Jumlah 1800 100 %

Sumber: Kepala Desa Padang Halaban 2012

2.1.4.2Tingkat Pendidikan

Desa Padang Halaban mempunyai tingkat pendidikan yang tergolong

rendah. Lebih dari 50 % penduduknya hanyalah tamat SD, dimana sebagian tidak

tamat SD dan ada juga yang masih buta huruf. Kondisi ini dikarenakan karena

fasilitas pendukung pendidikan di desa ini sangat minim. Disamping itu, profesi

sebagai petani tradisional dan sebagian buruh perkebunan tidak cukup mampu

untuk memenuhi kebutuhan di bidang pendidikan mereka.

Tabel 2. Jumlah Penduduk Desa Padang Halaban berdasarkan Tingkat Pendidikan

NO Tk. Pendidikan Jumlah Presentase

1 Buta Huruf 251

2 Tidak Tamat SD 320

3 SD 530

4 SMP 125

(19)

6 Diploma/Sarjana -

Jumlah 1800

Sumber ; Data olahan dari BPS Labuhan Batu Utara

2.1.4.3. Sistem Mata Pencaharian

Desa Sidomukti, Padang Halaban mempunyai mata pencaharian utama

yaitu dari sektor pertanian. Hal ini ditandai dengan mayoritas penduduknya

berprofesi sebagai petani dan sebagiannya lagi buruh perkebunan. Beberapa

masyarakat yang masih dalam usia produktif, selain berprofesi sebagai petani

terkadang mereka juga bekerja sebagai buruh perkebunan kelapa sawit sembari

menunggu hasil panen tanaman pangan yang mereka olah di lahan yang tidak

begitu luas. Kondisi tidak terlepas dari semakin menyempitnya lahan yang bisa

dimanfaatkan sebagai lahan pertanian untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Sebagian besar petani di desa ini menanami lahannya dengan tanaman pangan

seperti ubi kayi, ubi jalar, pisang, dan kakao.

Bekerja sebagai buruh perkebunan menjadi alternative yang

memungkinkan ketika kebutuhan untuk bertahan hidup mulai menipis. Mereka

bekerja pada umumnya sebagai buruh perkebunan yang bekerja di lahannya para

petani yang memiliki luas lahan lebih besar dan di perkebunan PT SMART anak

perusuhaan Sinar Mas Group sebagai buruh harian lepas (BHL). Di samping itu,

(20)

ABRI/POLRI, medis, buruh, pengerajin, dan supir. Untuk lebih jelasnya dapat

dilihat dalam tabel di bawah ini :

Tabel 3; Jumlah penduduk Desa Padang Halaban berdasarkan pekerjaan

NO Keterangan Jumlah Presentase

1 Petani 1070 59,47

2 Buruh 146 8,14

3 PNS, ABRI/POLRI 50 2.80

5 Lainnya 534  29,59

Sumber ; Data olahan dari data potensi desa/kelurahan kab. labuhan batu utara 2014

Di tengah kondisi lahan petani Padang Halaban yang semakin sempit

akibat dari perluasan lahan kelapa sawit oleh PT. SMART, secara langsung

mempengaruhi jumlah hasil produksi dari lahan mereka semakin menurun. Dari

kondisi ini memaksa para petani untuk menyewa lahan dari penduduk setempat

yang memiliki luas lahan yang lebih besar. Selain itu, petani padang halaban juga

bekerja sebagai buruh harian lepas, dan bekerja di lahan petani yang memiliki

lahan lebih luas untuk sekedar menambah pendapatan. Proses pendistribusian

hasil pertanian petani padang halaban dijual langsung ke pasar yang terdapat di

Aek Korsik. Sebagian petani bahkan ada yang menjual seluruh hasil panen

(21)

2.1.5. Sistem Kepemilikan Tanah

Berdasarkan sejarah yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya, Desa

Padang Halaban merupakan lahan garapan masyarakat sebelumnya. Lahan yang

dahulunya dimanfaatkan kolonial Belanda sebagai lahan perkebunan kelapa sawit

mulai dimanfaatkan dan digarap masyarakat setelah revolusi 1945. Penggarapan

berlangsung setalah adanya anjuran dari pemerintah pada saat itu, bahwa untuk

menghargai kerja keras masyarakat Indonesia, dan untuk menciptakan masyarakat

yang sejahtera, maka masyarakat bebas untuk menggarap lahan-lahan perkebunan

maupun lahan kosong untuk dimanfaatkan dalam memenuhi kebutuhan mereka.

Sejak diusirnya kolonial Belanda dan pendudukan Fasis Jepang di tahun

1945, para lascar-laskar rakyat dan masyarakat disekitar perkebunan Padang

Halaban mengambil alih tanah. Usaha rakyat ini diperkuat oleh seruan dari Ir.

Soekarno sebagai Presiden Republik Indonesia pertama. Dalam seruannya

menyampaikan “perintah langsung kepada seluruh rakyat Indonesia dan para

laskar rakyat rakyat agar areal-areal atau tanah bekas perkebunan asing yang

ditinggalkan pengelolanya supaya diberikan atau dibagikan kepada rakyat

Indonesia (termasuk bekas kuli bangsa Jepang) untuk ditanami dengan tanaman

upangan guna membantu keperluan logitik lascar rakyat, disamping juga sebagai

tanda bangsa yang sudah merdeka”.

Penggarapan lahan tidak dibatasi, tergantung kepada kemampuan

(22)

perkembangannya selanjutnya lahan-lahan garapan ini diwariskan kepada

keturunannya ketika usia itu sudah uzur. Pada saat itu, belum ada surat tanah

sebagai alas hukum kepemilikan lahan tersebut. Yang adanya hanyalah surat

bahwa lahan yang dikuasai adalah lahan garapan orang tuanya yang diwariskan.

Beberapa surat atau sertifikat memang sudah ada, tapi tidak terlepas dari tingkat

pendidikan petani yang sudah mulai sadar akan pentingya surat tanah. Surat tanah

ini ditandatangani oleh kepala desa, camat dan badan pertanahan.

2.1.6. Hubungan Penduduk Asli dan Pendatang

  Secara umum masyarakat Desa Padang Halaban mayoritas adalah suku

jawa. Sesungguhnya apabila dilihat dari sejarah, seluruh masyarakat desa ini

adalah masyarakat pendatang, karena masyarakat yang ada di desa sebelumnya

merupakan petani penggarap yang lama yang lama kelamaan menetap di desa

tersebut. Mayoritas penduduk di kawasan perkebunan Padang Halaban merupakan

masyarakat dari suku jawa bekas koeli kontrak tempo dulu perkebunan Belanda

dan Jepang. Dari informasi yang penulis dapatkan, ada kecenderungan pada setiap

masyarakat desa mengelompokkan dirinya sebagai kelompok pendatang dan

penduduk asli. Program transmigrasi yang merupakan bagian dari politik etis

kolonial pada saat itu juga mempengaruhi jumlah penduduk suku jawa yang

menetap di desa Padang Halaban. Selain suku bangsa jawa terdapat juga suku

bangsa Batak Toba, Mandailing dan Melayu. Suku batak toba dan mandailing

(23)

dan selatan Labuhan Batu Utara. Kelompok masyarakat ini kemudian menetap di

desa dan mencari penghasilan dari berbagai kegiatan yang ada di desa tersebut.

Adapun faktor penduduk pendatang di desa ini karena alasan:

1. Faktor Perkawinan

Faktor perkawinan menjadi alasan utama seseorang untuk menetap di

suatu daerah. Dalam hal ini salah satu pihak melakukan perkawinan

dengan pihak lain. Artinya, seseorang penduduk dari desa ini melakukan

perkawinan dengan seseorang dari pihak luar desanya.

2. Faktor Pekerjaan

Selain faktor perkawinan, faktor pekerjaan juga menjadi satu alasan

seseorang unutk tinggal dan menetap di Desa Padang Halaban. Misalnya

masyarakat Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang ditempatkan pemerintah

untuk melayani masyarakat setempat, seperti guru, bidan dan sebagainya.

Walaupun diantara penduduk Desa Padang Halaban ada perbedaan

masyarakat pendatang dengan masyarakat asli, tidak menjadi halangan

untuk berinteraksi dalam masyarakat. Masyarakat asli dan pendatang

saling berbaur dan sangat dekat satu sama lain. Kedekatan ini lebih

didasarkan selain karena hubungan kekerabatan juga karena faktor

pekerjaan dan adanya saling membutuhkan antara masyarakat asli dan

(24)

2.1.7. Sarana dan Prasarana

Dalam mendukung aktivitas masyarakat Desa Padang Halaban, maka

diperlukan sarana dan prasarana yang memadai. Sarana dan prasarana yang

dimaksud seperti sarana dan prasarana di bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi,

perhubungan, dan sebagainya. Dengan populasi penduduk yang mencapai ribuan

jiwa mustahil jika sarana kesehatan yang tersedia saat ini minim. Faktanya

disekitar perkebunan Padang Halaban, hanya tersedia 4 buah puskesmas dan 3

buah rumah sakit swasta dengan sarana prasarana yang terbatas. Jika penyakit

yang diderita semakin berat, masyarakat harus bersusah payah membawa

penderita sampai ke RSU Rantau Prapat atau ke beberapa rumah sakit besar di

kota Medan. Sungguh mustahil jika kemudian hari tidak lagi muncul

penyakit-penyakit baru jika upaya penyuluhan kesehatan dan peningkatan sarana dan

prasarana kesehatan tidak segera dipecahkan oleh pemerintah. Kita akan mudah

lihat saudara, tetangga dan kerabat yang menderita penyakit tapi tidak

mendapatkan perawatan kesembuhan secepatnya.

Disekitar perkebunan Padang Halaban terdapat sarana pendidikan setingkat

sekolah menengah atas sebanyak 5 (lima) buah, dan sekolah tingkat menengah

pertama sebanyak 7 (tujuh) buah, dan terdapat puluhan sekolah dasar yang

tersebar di setiap desa. Jika puluhan SD tersedia, artinya akan ada ribuan lulusan

setiap tahunnya, dan hanya sekian orang yang bisa tertampung di SMP, dan

(25)

hanya segelintir orang yang bisa menamatkan jenjang pendidikan sampai

pendidingan tingkat menengah. Lebih banyak lulusan sekolah dari jenjang

pendidikan SD.

Untuk sarana beribadah, di Desa Padang Halaban terdapat beberapa rumah

ibadah yang berdiri atas swadaya masyarakat. Rumah ibadan tersebut antara lain

satu unit gereja bagi umat kristen, satu unit mesjid dan satu unit mushola bagi

penduduk yang beragama islam. Sarana lain seperti fasilitas jalan di desa Padang

Halaban yang menghubungkan dusun dengan dusun, desa dengan desa, sebagian

telah diaspal, namun sebagian besar masih dilapisi dengan batu kerikil. Akses

jalan di desa ini sebagian besar melewati perkebunan kelapa sawit yang bila turun

hujan kondisinya licin, becek dan berlumpur, sementara bila musim kemarau jalan

akan berdebu. Kondisi jalan yang berlubang ini juga dipengaruhi truk-truk

pengangkut kelapa sawit yang bermuatan besar melebihi daya tahan aspal. Setiap

harinya truk-truk ini mengangkut kelapa sawit dari kebun menuju pabrik untuk

diolah. Sementara akses jalan yang menghubungkan kecamatan dengan desa

sudah mulus dilapisi aspal begitu juga akses jalan dari ibukota kabupaten dengan

kecamatan.

Untuk kebutuhan penerangan, desa Padang Halaban telah menggunakan listrik

dari Perushaan Listrik Negara (PLN). Namun ada satu desa yang masih belum

dialiri listrik sampai saat ini, desa tersebut adalah desa Sidomukti. Sumber air baik

(26)

yang ada di rumah mereka masing-masing. Hampir setiap penduduk mempunyai

sumur di rumah mereka.

Sebagian di antara masyarakat Desa Padang Halaban mempunyai kendaraan

roda dua dan roda empat yang digunakan untuk mendukung berbagai aktivitas

mereka, seperti mengangkut hasil panen dari lahan untuk dijual ke pasar terdekat.

Di desa Padang Halaban, pasar untuk mendistribusikan hasil pertaniannya harus

menjualnya ke pasar tradisional yang terletak di Aek Korsik sedangkan untuk

membeli keperluan sehari-hari seperti konsumsi, pupuk untuk pertanian dan

sebagainya mereka dapatkan di pasar tradisional yang berada di Kampung Pajak

dan toko-toko kelontong yang ada.

Untuk jaringan komunikasi di Desa Padang Halaban telah berjalan dengan

baik, terutama jaringan seluler dan internet sehingga memungkinkan masyarakat

desa ini menggunakan telepon seluluer. Sementara untuk jaringan internet,

sebagian besar masyarakat Desa Padang Halaban belum mengerti menggunakan

dan memanfaatkan jaringan internet yang tersedia.

2.1.8. Organisasi Sosial

Terdapat beberapa organisasi yang berada di desa Padang Halaban yang

memberikan pengaruh terhadap pola pikir, berprilaku dan bertindak masyarakat.

Adapun organisasi-organisasi yang masih eksis sampai saat ini adalah, Organisasi

Kemasyarakatan Pemuda seperti Pemuda Pancasila (PP), Ikatan Pemuda Karya

(IPK), Serikat Pemuda Nasional (SPN), dan Karang Taruna. Organisasi

(27)

Reforma Agraria) Ranting Desa Padang Halaban yang menjadi objek penelitian

ini. Selain itu, terdapat juga perkumpulan wirid, serikat tolong menolong,

arisan-arisan dan Credit Union (CU). Juga partai-partai politik turut mewarnai Desa

Padang Halaban secara politik.

Sementara dalam melaksanakan roda pemerintahan desa, pemerintah desa juga

mempunyai struktur organisasi. Struktur ini digambarkan sesuai dengan fungsi

dan wewenang masin-masing. Struktur ini bertujuan untuk pembagian

kerjas-kerja dan tanggung jawab sebagai perangkan pemerintahan desa.Struktur ini

saling melengkapi satu sama lain dan terikat demi tercapainnya kesejahateraan

masyarakat desa Padang Halaban.

2.2. Organisasi Massa AGRA (Aliansi Gerakan Reforma Agraria) Ranting Desa Padang Halaban Sekilas Tentang AGRA (Aliansi Gerakan Reforma Agraria) dan Perkembangan di Sumatera Utara.

Sejarah gerakan tani di Indonesia sebenarnya bukanlah hal yang baru.

Upaya-upaya untuk menyatukan seluruh pandangan perjuangan kaum tani di

Indonesia telah lama dilakukan. Namun, di dalam arus panjang perjuangan kaum

tani di Indonesia belum berhasil menenukan sebuah jawaban fundamental, sebuah

format gerakan tani seperti apa dan strategi apa yang dikehendaki dan kemudian

perjuangan tersebut berhasil meningkatkan kesejahteraan kaum tani di Indonesia.

Untuk menemukan rumusan tatanan masayarakat tani yang dicita-citakan

(28)

politik dan konsolidasi telah dilakukan. Kesatuan ide dan tindakan dalam gerakan

tanii ternyata belum mampu menyatukan gerakan tani dalam aspek politik, dan

organisasi.

Terkonsolidasikannya elemen gerakan tani di Indonesia yang telah dan

sedang tumbuh tersebar di berbagai wilayah di Indonesia dalam format dan

strategi yang diinisiasi AGRA merupakan usaha maju untuk kemudian menjadi

alat perjuangan dari kaum tani lebih meningkat untuk mencapai kehidupan yang

damai dan sejahtera.

Secara singkat, dapat diuraikan tentang sejarah perkembangan AGRA

hingga terselenggarakannya Konfrensi Nasional Tani II AGRA di Subang.

Sejarah perkembangan tersebut diawali pada Hari Tani Nasional 24 September

2002, berbagai kalangan yang serius dan fokus pada masalah-masalah kaum tani

mengadakan konsolidasi guna pelaksanaan aksi bersama/serentak di hari tani

nasional tersebut yang tergabung dalam Panitia Bersama Hari Tani Nasional,

yang kemudian dilanjutkan dengan pelaksanaan rapat umum di tahun 2003

dengan agenda evaluasi sehingga menghasilkan resolusi pembentukan Panitia

Bersama yang sifatnya diperluas hingga menghasilkan Badan Persiapan

Organisasi Massa Tani tingkat nasional..

Setelah berbagai konsolidasi yang dilakukan, sejak itu seluruh konsolidasi

gerakan tani serta upaya-upaya dan respon terhadap perkembangan situasi objektif

(29)

relatif Badan Persiapan Pembangunan Organisasi Massa Tani tersebu. Badan

persiapan inilah yang kemudian bertanggungjawab hingga terselenggaranya

Konfrensi Nasional I Tani AGRA pada 24 Februari 2004 di Wonosobo, Jawa

Tengah. Dalam Konfrensi Tani Nasional I AGRA ini, mencapai beberapa

kesepakatan yang penting terkait dengan usaha-usaha penigkatan perjuangan

kaum tani dalam upaya mengkatkan kesejahteraan kaum tani dengan mendorong

terwujudnya Pembaruan Agraria (Reforma Agraria) yang sejati di Indonesia.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tujuan dari pembentukan

AGRA adalah memperjuangkan terlaksananya Pembaruan Agraria yang

menghasilkan sistem agraria yang adil, yaitu sistem agraria yang menjamin

pemerataan, pengalokasian sumber-sumber agraria bagi seluruh rakyat Indonesia,

menjamin kepemilikan yang mengandung fungsi sosial, penguasaan dan

pemakaian sumber-sumber agraria bagi mereka yang menggantungkan hidupnya

dari sumber-sumber agraria seperti petani, khususnya buruh tani dan petani

miskin, nelayan dan masyarakat adat. Selain itu, pendirian AGRA bertujuan untuk

memperjuangkan hak-hak politik, kedaulatan dan identitas diri petani, nelayan

dan masyarkat adat secara penuh dan menyeluruh.

Ditinjau dari praktek-praktek politik dan organisasi pada perode

(30)

1. AGRA telah berhasil menerbitkan dokumen-dokumen turunan (seperti

dokumen panduan pendidikan , dokumen posisi politik terhadap

amandemen UUPA 1960 dan lain sebagainya)

2. Pendidikan sudah dilakukan luas untuk anggota AGRA ataupun di luar

AGRA

3. Investigasi sosial dan analisa struktur masyarakat yang dilakukan

seccara terbatas

4. Anggota AGRA semakin luas

5. Berhasil memimpin perjuangan untuk melaksanakan reforma agraria

atas inisiatif rakyat secara terbatas, dan lain sebagainya.

Namun demikian, keberhasilan di atas masih terdapat beberapa

kekurangan dan kelemahan yang dapat mengurangi kwalitas perjuangan tani

nantiya, sehingga dilanjutkan pada Konfrensi Nasional Tani II, 11-14 Desember

2006 guna membentulkan organisasi dan memantapkan perjuangan kaum tani

dalam memperoleh hak-haknya akan hidup yang lebih sejahtera. Dan sampai saat

ini perjuangan petani yang tergabung dalam AGRA masih tetap konsisten dan

tetap dalam prinsip perjuangan massa yang dapat memecahkan persoalan

kehidupan kaum tani.

Pada awal tahun 2007, AGRA telah berdiri di salah satu provinsi terbesar

di Indonesia yaitu Provinsi Sumatera Utara. Pembagunan organisasi ini dimulai

(31)

kecamatan Pancur Batu,dan kecamatan Kutalimbaru). Untuk saat ini sudah ada 3

desa pengorganisasian antara lain Desa Durin Tonggal, Desa Sei Mencirim, dan

Desa Namo Rube Julu. Pada tahun 2013, daerah pengorganisasian AGRA

bertambah, yaitu berada di Desa Padang Halaban, Kabupaten Labuhan Batu Utara

yang menjadi lokasi penelitian ini.

Secara umum, program perjuangan organisasi massa tani AGRA antara

lain :

a. Program Maksimum : terwujudnya reforma agraria dan land reform sejati di pedesaan untuk memastikan penghapusan sama sekali semua bentuk

penindasan dan penghisapan imperialisme dan feodalisme di pedesaan dan

perkotaan, di seluruh Indonesia

b. Program Minimum :

Bidang Ekonomi

1. Memperjuangkan pengurangan sewa tanah di pedesaan

2. Memperjuangkan sistem bagi hasil yang adil bagi tani sedang, tani miskin

dan buruh tani

3. Memperjuangkan peningkatan upah buruh tani dan buruh perkebunan.

4. Memperjuangkan pengurangan praktik peribaan, tengkulak, ijon dan

(32)

5. Memperjuangkan pengambangan teknologi sederhana tepat guna yang

tidak mengancam lapangan kerja buruh tani dan tani miskin.

6. Memperjuangkan penyediaan pupuk, benih dan obat-obatan pertanian

yang murah dan tidak merusak lingkungan.

7. Memperjuangkan untuk mendapatkan kredit murah dan berjangka

panjang tanpa agunan bagi kaum tani, nelayan dan suku bangsa minoritas

(masyarakat adat) dan buruh perkebunan.

8. Memperjuangkan jaminan atas harga produk pertanian yang dihasilkan

petani miskin, petani sedang dan tani kaya.

9. Memperjuangkan ketersediaan lapangan kerja bagi pemuda desa, buruh

tani dan tani miskin.

10.Memperjuangkan bantuan pangan langsung dan cepat dari pemerintah

terhadap kaum tani, nelayan dan suku bangsa minoritas (masyarakat

adat) yang gagal panen karena kekeringan, penyakit dan bencana alam

lainnya

11.Menolak privatisasi air dan melindungi air untuk kepentingan produksi

kaum tani, nelayan dan suku bangsa minoritas (masyarakat adat)

12.Menolak privatisasi atas semua perusahaan Negara kepada investor asing

maupun dalam negeri.

13.Menolak Kesepakatan WTO dan kesepakatan khusus tentang pertanian

(AoA) dan Memperjuangkan proteksi/perlindungan atas semua produk

(33)

Bidang Politik

1. Memperjuangkan penghentian praktik perampasan lahan kaum tani,

nelayan dan suku bangsa minoritas (masyarakat adat) baik melalui tukar

guling maupun dengan ganti rugi

2. Memperjuangkan pengembalian tanah yang telah diambil oleh rezim

yang berkuasa atas nama kepentingan umum dengan ganti rugi yang

tidak adil

3. Menolak segala bentuk program agraria pemerintah yang merugikan

kaum tani.

4. Menolak pembagian lahan karena menguntungkan dan melahirkan tuan

tanah baru dan menciptakan monopoli penguasaan tanah baru.

5. Menolak perluasan sistem perkebunan sekala besar sawit, karet dan

berbagai produk ekspor lainnya.

6. Menolak eksplorasi sumber daya alam dan mineral oleh perusahaan asing

dan nasional yang menghisap dan merugikan rakyat serta meninjau

semua kontrak karya dan bagi hasil semua perusahaan eksplorasi

tersebut.

7. Menolak kolektifikasi lahan pertanian bagi perusahaan asing dan

perusahaan dalam negeri.

8 . Menolak intimidasi, teror, pembubaran paksa, penahanan dan

(34)

suku bangsa minoritas (masyarakat adat) yang melancarkan aksi

menuntut haknya kembali.

9. Memperjuangkan kepada pemerintah agar tidak memecah belah kaum

tani, nelayan dan suku bangsa minoritas (masyarakat adat) dan seluruh

rakyat dengan isu SARA dan isu-isu kedaerahan lainnya termasuk izin

tinggal dan kewajiban melapor ke pemerintah setempat bagi penduduk

daerah lain yang bemalam.

10 .Mendukung hak-hak khusus dan proteksi/perlindungan atas sukubangsa

minoritas.

Bidang Kebudayaan

1. Memperjuangkan pendidikan ilmiah dan mengabdi pada rakyat

2. Memperjuangkan pelurusan sejarah dalam sistem pengajaran di sekolah

dengan mengedepankan jasa-jasa kaum tani, nelayan dan suku bangsa

minoritas (masyarakat adat) dalam perjuangan kemerdekaan

3. Memperjuangkan Jaminan pendidikan dan gratis hingga pendidikan

menengah bagi anak buruh tani dan tani miskin

4. Memperjuangkan jaminan kesehatan yang berkwalitas dan murah bagi

buruh tani tani miskin, nelayan, buruh kebun dan suku bangsa minoritas.

5. Memperjuangkan pembangunan fasilitas dasar bagi rakyat pedesaaan

(35)

6. Memperjuangkan semua fasilitas gratis bagi kaum tani, nelayan dan suku

bangsa minoritas (masyarakat adat), nelayan, buruh perkebunan dan suku

bangsa minoritas.

2.2.1. Sejarah Berdirinya AGRA Ranting Padang Halaban

Setelah beberapa tahun masyarakat Desa Padang Halaban mengelola tanah

dengan tenang, keadaan ini terusik dengan penangkapan dan penembakan yang

dilakukan pihak PT Smart (anak perusahaan Sinar Mas Group) dibantu oleh

aparat TNI dan POLRI terhadap masyarakat Desa Padang Halaban. Kronologis

kejadian ini sebenarnya dipicu dari masalah yang sudah lama pernah terjadi, yaitu

permasalahan sengketa lahan antara masyarakat Padang Halaban dengan PT

Smart, dimana masyarakat yang secara turun-temurun dari nenek moyang mereka

menempati lahan yang diklaim oleh PT Smart adalah lahan miliknya. Kejadian ini

mencapai puncak ketika,beberapa masyarakat Padang Halaban mengambil

beberapa janjang sawit dari lahan reclaiming, dengan latar belakang untuk

memenuhi kebutuhan hidup dari kondisi kehidupan yang memprihatinkan.

Dari kejadian ini, pihak PT Smart menuduh masyarakat mencuri sawit

dari lahannya, dan menahan masyarakat yang mengambil sawit tersebut.

Mengetahui penahanan kawannya ditahan oleh pihak Satpam perkebunan dan

TNI, masyarakat tidak berterima dengan tuduhan tersebut dan sempat terjadi

percekcokan dan beberapa provokasi dari pihak yang tidak bertanggungjawab

(36)

pleton polisi untuk turun ke lahan dan menyisir dan menangkap beberapa petani

yang dianggap sebagai dalang pemicu kerusuhan tersebut. Kondisi menjadi kacau

balau setelah ada penembakan dan seorang anak petani bernama Gusmanto

terluka. Sementara 3 orang ditangkap, dan warga bersiaga di beberapa rumah.

Setelah tindakan penangkapan pertama, di ikuti dengan tindakan

penangkapan kedua secara brutal oleh aparat kepolisian terhadap warga di setiap

kerumunan massa dan rumah-rumah warga. Bahkan 2 (dua) orang penggembala

lembu ditangkap juga oleh aparat. Akhirnya sebanyak 60 orang warga ditangkap

dengan alasan akan diberikan pengarahan. Para warga diangkut menggunakan 3

(tiga) mobil Dalmas. Kejadian penangkapan berlangsung sampai 14.00 WIB.

Proses penangkapan tersebut, tidak dibarengi dengan surat perintah penangkapan

dan dalam penangkapan, beberapa petani mengalami tindak kekerasan fisik.

Kondisi menjadi kacau balau setelah ada penembakan dan seorang anak petani

bernama Gusmanto terluka. Sementara 3 orang ditangkap, dan warga bersiaga di

beberapa rumah.

Kejadian ini menjadi sorotan utama beberapa kalangaan pada saat itu,

terutama aktivis-aktivis sosial dan wartawan, hingga berita ini dimuat dalam

media cetak dan elektronik. Informasi ini langsung direspon cepat oleh beberapa

pengurus AGRA Sumatera Utara dengan berkoordinasi dengan beberapa aktivis

NGO Lentera yang pada saat ini berada di lokasi konflik. Setelah mendapatkan

(37)

Halaban untuk melakukan investigasi secara mendalam dan mencoba berinteraksi

dengan masyarakat di desa tersebut.

Setelah sekitar 1 (satu) bulan aktivis AGRA menetap di Padang Halaban,

secara bertahap masyarakat mulai bisa menerima penjelasan dan pemahaman yang

diberikan aktivis AGRA atas kondisi yang sedang mereka hadapi. Dari proses

yang berjalan, beberapa orang aktivis AGRA rutin untuk melakukan diskusi dan

konsoslidasi kepada petani Padang Halaban, hingga tercipatanya kesatuan

pandangan bahwa perjuangan kaum tani haruslan perjuangan yang bersifat

nasional dengan buah pikiran adalah peningkatan kesejahteraan kaum tani di

Indonesia.

Selanjutnya pada tanggal 6 Juni 2013, KTPHS (Kelompok Tani Padang

Halaban Sekitarnya) berubah nama menjadi STPHL (Serikat Petani Padang

Halaban) dan resmi menjadi ranting pengorganisasian AGRA wilayah Sumatera

Utara dengan berbagai program organisasi dan pengangkatan kepemimpinan

kolektif AGRA ranting desa Padang Halaban melalui Rapat Umum Anggota

(RUA) dengan beranggotaka kurang lebih dari 300 orang.

Sampai saat ini, beberapa aktivis AGRA masih menetap di Padang

Halaban dan berbagai kemajuan telah dirasakan kaum tani di desa ini, melalui

berbagai kegiatan yang terlaksana secara terprogram, khususnya dengan adanya

pendidikan politik dari organisasi yang meningkatkan kesadaran kaum tani.

Sehingga nantinya kaum tani mampu memahami dengan baik tentang sebab

(38)

perlahan-lahan. Walaupun keingiinan bersama atas kembalinya lahan yang

dirampas oleh pengusaha masih dalam proses perjuangan, namun akan tetap

diperjuangkan karena lahan tersebut merupakan jaminan atas kehidupan yang

Gambar

Tabel 1. Jumlah Penduduk Padang Halaban Menurut Agama
Tabel 2. Jumlah Penduduk Desa Padang Halaban berdasarkan Tingkat
Tabel 3; Jumlah penduduk Desa Padang Halaban berdasarkan pekerjaan

Referensi

Dokumen terkait

Keunt ungan (kerugian) dari perubahan nilai aset keuangan dalam kelompok t ersedia unt uk.

Setelah pengukuran awal, aset keuangan AFS diukur dengan nilai wajar dengan keuntungan atau kerugian yang timbul dari perubahan nilai wajar diakui pada pendapatan komprehensif

The objective of this study was to test the hypothesis that in response to intestinal parasitism, grazing lambs will increase the proportion of white clover in their diet as a means

Maka, dalam hal ini penulis akan menganalisis 2 indikator, yaitu indicator kesehatan dengan melihat apakah jumlah gizi buruk di suatu daerah ada

Phillip Futures dan penulis tidak bertangung jawab terhadap semua kerugian baik langsung maupun tidak langsung yang dialami oleh pembaca atau pihak lain akibat menggunakan

Siswa SMA/SMK/MA atau sederajat (termasuk SRI di luar negeri) kelas terakhir pada tahun 2018 yang memenuhi persyaratan. Memiliki prestasi unggul yaitu calon

The findings of this research revealed that there is result of the students’ competence to understand indirect speech act in pragmatics on the sixth semester of

Banyak sekali jenis tanaman di Indonesia, sebutkan 2 jenis tanaman langka yang ada di negara