• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beras - Kebiasaan Pencucian Raskin Dan Residu Zat Pemutih (Klorin) Di Kelurahan Sidorame Timur Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan Tahun 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beras - Kebiasaan Pencucian Raskin Dan Residu Zat Pemutih (Klorin) Di Kelurahan Sidorame Timur Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan Tahun 2013"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Beras

Tanaman padi (Oryza sativa L) diduga berasal dari Asia. Terdapat sekitar

20.000 varietas padi di dunia. Tanaman padi tradisional di Asia yang beriklim tropis bersifat tinggi dan lemah, dengan daun-daun yang melengkung ke bawah dan masa

dormansinya lama (Haryadi, 2006).

Sebagian terbesar beras yang dikonsumsi secara garis besar berupa beras

sosoh, yaitu beras sosoh lazimnya dan atau parboling (dikukus pada tekanan tinggi sebelum digiling). Beras juga dikonsumsi dalam bentuk bihun, hasil fermentasi beras ketan, dan makanan cemilan yang dibuat dengan cara pemasakan ekstruksi (Haryadi,

2006).

Beras adalah bahan pokok terpenting dalam menu makanan Indonesia.

Sebagai makanan pokok, beras memberikan beberapa keuntungan. Selain rasanya netral, beras setelah dimasak memberikan volume yang cukup besar dengan kandungan kalori cukup tinggi, serta dapat memberikan berbagai zat gizi lain yang

penting bagi tubuh, seperti protein dan beberapa jenis mineral (Moehyi, 1992).

Beras merupakan butir padi yang telah dibuang kulit luarnya (sekamnya) yang

menjadi dedak kasar. Beras adalah gabah yang bagian kulitnya sudah dibuang dengan cara digiling dan disosoh menggunakan alat pengupas dan penggiling serta alat penyosoh (Astawan, 2004).

(2)

oleh beras adalah sangat mudah untuk dicerna dan oleh karenanya beras mempunyai

nilai gizi yang sangat tinggi. Beras diperkirakan menyumbang kalori sebesar 60-80% dan protein 45-55% bagi rata-rata penduduk.

Menurut Timbul Haryono (1997) yang dikutip oleh Haryadi, Kebiasaan

makan beras dalam bentuk nasi terbentuk melalui sejarah yang panjang. Beras berasal dari kata weas dalam bahasa Jawa kuno, seperti tertulis dalam prasasti Taji yang

bertahun 901. Jenis pangan pokok dipilih antara lain berdasarkan pemikiran apakah pangan tersebut dapat disimpan dalam waktu yang lama tanpa kerusakan yang berat.

Beras dipilih menjadi pangan pokok karena sumber daya alam lingkungan mendukung penyediaannya dalam jumlah yang cukup, mudah dan cepat pengolahannya, memberi kenikmatan pada saat menyantap, dan aman dari segi

kesehatan (Haryadi, 2006).

2.1.1 Proses Pasca Panen

Pada biji yang dipanen muda, karena ikatan antargranula patinya masih longgar dan kadar air seimbangnya tinggi, maka lebih mudah pecah oleh penggilingan dan lebih mudah rusak oleh serangan serangga dan jasad renik selama

penyimpanan. Sebaliknya biji yang dipanen lewat tua, sudah banyak mengalami keretakan mulai dari sawah yang mengakibatkan mudah pecah pada saat

penggilingan. Oleh sebab itu, pemanenan pada umur yang tepat diperlukan untuk mendapatkan beras dalam jumlah dan mutu yang optimal (Haryadi, 2006).

Selama penyimpanan, kerusakan dan kehilangan gabah dapat terjadi karena

(3)

Enzim-enzim ini diantaranya menghasilkan panas yang dapat meningkatkan suhu dan

kemudian mengakibatkan penurunan viabilitas (kemampuan biji berkecambah), perubahan dan penurunan kandungan karbohidrat, protein, lemak dan lain-lain. Kerusakan biji karena penyimpanan yang kurang baik atau karena serangan serangga

dapat mengakibatkan biji pecah selama penggilingan (Haryadi, 2006).

Pengupasan gabah dengan alat pemecah kulit menghasilkan sekam dan beras

pecah kulit yang berwarna kecoklatan (brown rice). Secara keseluruhan, sekam tersusun atas lemma, palea, lemma steril dan rachilla. Beras pecah kulit tersusun atas

beberapa bagian pericarp, seed-coat, mucellus, lembaga dan endosperm. Penyososhan terhadap beras pecah kulit menghasilkan bekatul dan beras giling (Hadrian, 1981).

Penurunan mutu beras selama penyimpanan dapat disebabkan ketengikan.

Beras pecah kulit lebih mudah rusak daripada gabah. Kegiatan enzim lipase memecah lemak menghasilkan asam lemak bebas. Oksidasi asam lemak bebas menghasilkan

senyawa-senyawa yang berbau tengik. Pada penyimpanan biji utuh, ketengikan lebih banyak terjadi pada biji yang berkadar air tinggi. Biji yang rusak karena penggilingan juga rentan terhadap ketengikan (Haryadi, 2006).

Pada penggilingan gabah, kulit atau sekam dipisahkan. Dari penggilingan gabah, dihasilkan biji beras atau disebut beras pecah kulit. Beras ini jarang langsung

digunakan untuk konsumsi tetapi perlu penyosohan lebih dahulu. Pada penyosohan beras, kulit ari dan lembaga terpisahkan yang berarti juga kehilangan protein, lemak, vitamin, dan mineral yang lebih banyak terdapat pada bagian luar tersebut (Haryadi,

(4)

2.1.2 Komposisi Gizi Beras

Beras merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi masyarakat Indonesia. Beras sebagai bahan makanan mengandung nilai gizi cukup tinggi yaitu kandungan karbohidrat sebesar 360 kalori, protein sebesar 6,8 gr, dan kandungan mineral seperti

kalsium dan zat besi masing-masing 6 dan 0,8 mg (Astawan, 2004).

Bagian gabah yang dapat dimakan adalah kariopsis yang terdiri dari 75%

karbohidrat dan 8% protein pada kadar air 14%. Penyusun lainnya adalah lemak, serat, dan abu yang terdapat dalam jumlah sedikit. Bagian endosperm atau bagian

gabah yang diperoleh setelah penggilingan yang kemudian disebut beras giling, mengandung 78% karbohidrat dan 7% protein (Haryadi, 2006).

Sebagian terbesar karbohidrat dalam beras ialah pati dan hanya sebagian kecil

pentosan, selulosa, hemiselulosa, dan gula. Antara 85% hingga 90% dari berat kering beras berupa pati. Kandungan pentosan berkisar 2,0 – 2,5% dan gula 0,6 – 1,4% dari

berat beras pecah kulit. Dengan demikian jelaslah bahwa sifat fisikokimiawi beras terutama ditentukan oleh sifat-sifat patinya, karena penyusun utamanya adalah pati (Haryadi, 2006).

Berdasarkan kadar amilosanya, beras (tidak termasuk beras ketan) dapat dikelompokkan menjadi beras beramilosa rendah, yaitu kadar amilosanya 10-20%;

beras beramilosa sedang, yaitu mengandung 20-25% amilosa; dan beras beramilosa

tinggi yang lazim disebut “beras keras” mengandung amilosa 25-33% (Juliano,

1994).

(5)

giling. Vitamin pada beras yang utama adalah tiamin, riboflavin, niasin, dan

piridoksin, masing-masing terdapat dalam 4µg/g, 0,6 µg/g dan 50 µg/g. Vitamin-vitamin tersebut tidak semuanya dalam bentuk bebas, melainkan terikat. Misalnya riboflavin sebanyak 75% terdapat dalam bentuk ester. Beras mengandung vitamin A

dan vitamin D sangat sedikit, tidak mengandung vitamin C. Kadar abu dari beras giling 0,5% atau kurang. Mineral pada beras terutama terdiri atas unsur-unsur fosfor,

magnesium dan kalium. Selain itu terdapat kalsium, klor, natrium, silica, dan besi (Haryadi, 2006).

Tabel 2.1 Komposisi Gizi Beras Giling (dalam 100 gr bahan)

No. Komposisi Gizi Beras Giling

1. Energi (kal) 360

Sifat-sifat fisikokimia beras sangat menentukan mutu tanak dan mutu rasa

nasi yang dihasilkan. Lebih khusus lagi, mutu ditentukan oleh kandungan amilosa, kandungan protein, dan kandungan lemak. Pengaruh lemak terutama muncul setelah

(6)

dengan tingkat kelunakan, kelekatan, warna dan kilap (Haryadi, 2006). Beras yang

mengandung amilosa tinggi menghasilkan nasi yang pera dan kering, sebaliknya beras yang mengandung amilosa rendah menghasilkan nasi yang lengket dan lunak (Juliano, 1994).

Selain kandungan amilosa dan protein, sifat fisikokimia beras yang berkaitan dengan mutu beras adalah sifat yang berkaitan dengan perubahan karena pemanasan

dengan air, yaitu suhu gelatinasi padi, pengembangan volume, penyerapan air, viskositas pasta dan konsistensi gel pati. Sifat-sifat tersebut tidak berdiri sendiri,

melainkan bekerja sama dan saling berpengaruh menentukan mutu beras, mutu tanak, dan mutu rasa nasi (Haryadi, 2006).

Tingkat pengembangan dan penyerapan air tergantung pada kandungan

amilosa. Makin tinggi kandungan amilosa, kemampuan pati untuk menyerap dan mengembang menjadi lebih besar karena amilosa mempunyai kemampuan

membentuk ikatan hidrogen yang lebih besar daripada amilopektin (Juliano, 1994).

2.1.3.2 Mutu Beras

Beras yang dijual di pasar bermacam-macam jenisnya dan berbeda-beda pula

mutunya. Berikut dikemukakan secara umum kriteria dan pengertian mutu beras yang meliputi mutu pasar, mutu rasa, mutu tanak (Haryadi, 2006).

Tinggi rendahnya mutu beras bergantung pada beberapa faktor, yaitu spesies dan varietas, kondisi lingkungan, waktu dan cara pemanenan, metode pengeringan, dan cara penyimpanan (Astawan, 2004).

(7)

beragam. Menurut Haryadi (2006), secara umum mutu beras dapat dikelompokkan

menjadi empat yaitu mutu giling, mutu rasa dan mutu tanak, mutu gizi, mutu berdasar ketampakan dan kemurnian biji.

a. Mutu giling

Mutu giling merupakan salah satu faktor penting yang menentukan mutu beras. Mutu giling mencakup berbagai ciri, yaitu rendemen beras giling,

rendemen beras kepala, persentase beras pecah dan derajat sosoh beras. (Balittan Sukamandi, 1987 dalam Damardjati dan Endang Y. Purwani, 1991).

b. Mutu rasa dan mutu tanak

Di Indonesia, mutu tanak belum dijadikan syarat dalam menetapkan mutu beras. Lain halnya dengan dunia internasional, khususnya di Amerika

Serikat, mutu tanak merupakan salah satu persyaratan terutama dalam pengolahan beras. Ciri-ciri umum yang memengaruhi mutu tanak ialah

perkembangan volume, kemampuan mengikat air, stabilitas pengalengan nasi parboiling, lama waktu penanakan dan sifat viskositas pati.

c. Mutu gizi

Beras pecah kulit hanya disenangi oleh sejumlah persentase kecil konsumen meskipun beras pecah kulit mengandung protein, vitamin, mineral,

dan lipid lebih banyak daripada beras sosoh. d. Mutu berdasar ketampakan dan kemurnian biji

Ketampakan biji pada umunya ditemukan berdasarkan keburaman

(8)

biji, sisi ventral, maupun tengah biji. Keburaman biji menentukan mutu beras

yang dalam persyaratan mutu dikenal sebagai butir mengapur.

2.1.4 Beras Berklorin

Untuk mempercantik penampilan beras menjadi putih cemerlang, ada

produsen nakal yang menambahkan klorin pada beras. Ciri-ciri beras berklorin adalah jika dicium berbau bahan kimia, sedangkan beras alami memiliki bau alami beras.

Warnanya sangat putih atau putih bersih, sedangkan beras alami warna putihnya wajar bahkan sedikit kusam. Beras berklorin setelah dimasak menjadi nasi lebih cepat

kuning dan lebih cepat basi dibandingkan beras alami (Ide, 2010).

Ada pabrik yang mencampur beras yang tidak baik kualitasnya yang telah diputihkan dengan klorin atau bahan pemutih tekstil atau oksidator seperti benzoil

peroksida. Beras oplosan berklorin inilah yang menyebabkan kualitas nasi menurun drastis.

Dalam memilih beras, tentunya kita menginginkan beras yang putih, mengkilap, dan licin. Padahal beras yang baik adalah beras yang berwarna putih kekuningan. Sekarang banyak beredar beras berpemutih yang diduga mengandung zat

yang dapat membahayakan kesehatan lambung. Adapun ciri-ciri beras yang mengandung pemutih sebagai berikut (Salim, 2008):

1. Warnanya putih bersih, mengkilap, licin dan tercium bau bahan kimia 2. Jika dicuci warna air hasil cuciannya agak putih bersih

3. Jika beras direndam dalam air selama 3 hari tetap putih dan tidak berbau

(9)

2.2 Program Raskin

Program Raskin adalah program nasional yang bertujuan membantu rumah tangga miskin dalam memenuhi kecukupan kebutuhan pangan dan mengurangi beban finansial melalui penyediaan beras bersubsidi. Program ini merupakan kelanjutan

Program Operasi Pasar Khusus (OPK) yang diluncurkan pada Juli 1998. Pada 2007, Program Raskin menargetkan penyediaan 1,9 juta ton beras bagi 15,8 juta rumah

tangga miskin dengan total biaya Rp 6,28 triliun (Mawardi, dkk, 2008).

Raskin merupakan program bantuan pangan dengan tujuan awal

menanggulangi kerawanan pangan akibat krisis moneter 1997/1998. Program ini berlanjut hingga saat ini dengan tujuan utama mengurangi beban rumah tangga sasaran melalui pemenuhan sebagian kebutuhan pangan pokok dalam bentuk beras.

Program yang sebelum tahun 2002 bernama Operasi Pasar Khusus (OPK) ini awalnya merupakan program darurat bagian dari jaring pengaman sosial, namun

kemudian fungsinya diperluas menjadi bagian dari program perlindungan sosial, khususnya program penanggulangan kemiskinan klaster pertama (Hastuti, dkk, 2012).

Menurut Kementrian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia (2011), Program Raskin adalah program nasional yang bersentuhan

langsung dengan masyarakat. Melalui program ini Pemerintah memberikan bantuan kepada masyarakat untuk mendapatkan hak atas pangan. Jika rata-rata kebutuhan beras sebesar 139 kg/jiwa/tahun dan setiap RTS-PM terdiri atas 4 (empat) jiwa, maka

(10)

Operasi Pasar Khusus (OPK) memberikan subsidi beras secara targeted

kepada rumah tangga miskin dan rawan pangan. Pada tahun 2002 nama OPK diubah menjadi Program Beras untuk Keluarga Miskin (Program Raskin) yang bertujuan untuk lebih mempertajam sasaran penerima manfaat (Kementrian Koordinator

Bidang Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia, 2011).

Sejak 2006, RTS-PM raskin didefinisikan sebagai rumah tangga sangat

miskin, miskin, dan hampir miskin berdasarkan pendataan Badan Pusat Statistik (BPS) melalui Pendataan Sosial Ekonomi (PSE) 2005 dan hasil verifikasinya, yang

kemudian diperbarui melalui Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) 2008. Hingga pelaksanaan tahun 2007, RTS-PM raskin hanya mencapai 47% - 83% dari RTM terdata, dan baru sejak 2008 mencakup seluruh RTM terdata. Pada 2011,

RTS-PM raskin berjumlah 17,5 juta rumah tangga atau mencakup 28,6% dari total rumah tangga di Indonesia (Hastuti, dkk, 2012).

Penyaluran beras bersubsidi bagi kelompok masyarakat miskin bertujuan untuk mengurangi beban pengeluaran para RTS-PM dalam memenuhi kebutuhan pangan. Selain itu juga untuk meningkatkan akses masyarakat miskin dalam

pemenuhan kebutuhan pangan pokok, sebagai salah satu hak dasarnya (Kementrian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia, 2011).

Pelaksanaan program raskin melibatkan berbagai lembaga di semua tingkat pemerintahan, dengan Kementrian Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra) sebagai penanggung jawab utama program. Secara teknis, penanggung jawab

(11)

desa/kelurahan) adalah BULOG dan penanggung jawab untuk menyampaikan beras

dari titik distribusi ke setiap RTS-PM adalah pemerintah daerah (Hastuti, dkk, 2012). Pemerintah Pusat berperan dalam membuat kebijakan program, sedangkan pelaksanaannya sangat tergantung kepada Pemerintah Daerah. Oleh karena itu, peran

Pemerintah Daerah sangat penting dalam peningkatan efektifitas Program Raskin. Pedoman Umum Raskin 2011 menyatakan bahwa indikator kinerja Program Raskin

adalah tercapainya target “Enam Tepat”, yaitu Tepat Sasaran Penerima Manfaat, Tepat Jumlah, Tepat Harga, Tepat Waktu, Tepat Administrasi, dan Tepat Kualitas

(Kementrian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia, 2011). Melalui program raskin, setiap RTS-PM dapat membeli sejumlah beras di titik distribusi dengan harga yang lebih murah dari harga di pasaran (bersubsidi). Selama

pelaksanaan program, jumlah beras yang dialokasikan untuk setiap RTS-PM mengalami beberapa kali perubahan, namun tetap pada kisaran 10-20 kg per

distribusi dan pada tahun 2011 berjumlah 15 kg. Harga beras bersubsidi yang harus dibayar RTS-PM pada awal pelaksanaan program adalah Rp 1.000 per kg di titik distribusi. Sejak 2008 harganya dinaikkan menjadi Rp 1.600 per kg. Frekuensi

distribusi juga mengalami perubahan antara 10-13 distribusi per tahun rata-rata satu kali setiap bulan (Hastuti, dkk, 2012).

Berdasarkan Pedum, beras Raskin adalah beras berkualitas medium kondisi baik dan tidak berhama sesuai dengan standar kualitas pembelian pemerintah yang diatur dalam perundang-undangan. Pembagian beras dikatakan tepat kualitas apabila

(12)

2.3 Zat Pemutih (Klorin)

Klor adalah desinfektan kimia yang digunakan secara luas, terutama digunakan dalam klorinasi air untuk air minum dan tujuan pengolahan. Paling efektif bekerja pada harga pH yang rendah (Desrosier, 1988).

Klor yang biasa digunakan sebagai pemutih jenis dasar adalah Sodium Hipoklorit dan Kalsium Hipoklorit. Kedua senyawa tersebut juga bisa sebagai

penghilang noda atau desinfektan. Pemutih jenis dasar terdiri atas dua yaitu padat dan cair. Pemutih padat adalah Kalsium Hipoklorit (CaOCl2) berupa bubuk putih atau

yang biasa dikenal sebagai kaporit. Sedangkan pemutih cair adalah Sodium Hipoklorit (NaOCl) yang merupakan cairan berwarna sedikit kekuningan, beraroma khas dan menyengat (Parnomo, 2003).

Menurut Suryatin (2008), Bahan pemutih dibedakan berdasarkan jenis penggunaannya. Terdapat beberapa jenis bahan pemutih yang digunakan dalam

kehidupan sehari-hari, misalnya bahan untuk memutihkan pakaian, bahan pemutih kulit, dan bahan pemutih untuk makanan.

a. Bahan Pemutih Pakaian

Bahan pemutih untuk pakaian adalah senyawa klorin. Senyawa ini dapat mengoksidasi zat warna yang melekat pada pakaian sehingga pakaian menjadi

putih. Zat warna yang melekat pada pakaian dapat berasal dari luar pakaian, dapat pula dari zat warna pada pakaian itu sendiri. Efek negatif bahan pemutih pakaian diantaranya dapat menyebabkan kita terbakar, bersifat racun, berbahaya jika

(13)

b. Bahan pemutih kulit

Bahan pemutih untuk kulit tubuh manusia biasanya digunakan para wanita agar kulitnya kelihatan lebih putih. Bahan pemutih untuk kulit sangat berbeda dengan bahan pemutih pakaian. Aluminium Stearat merupakan salah satu contoh

bahan pemutih kulit. c. Bahan pemutih makanan

Bahan pemutih untuk makanan biasanya digunakan untuk memutihkan terigu, tepung sagu, dan tepung jagung agar makanan yang dihasilkan kelihatan

bersih dan tidak kusam warnanya.

Beberapa contoh pemutih makanan yaitu benzoil peroksida, kalium bromat, kalsium iodat, dan asam askorbat. Bahan pemutih makanan ini akan mengoksidasi

pigmen karotenoid pada makanan sehingga makanan menjadi putih.Fungsi bahan pemutih makanan adalah mengoksidasi gugus sulfhibrid dalam gluten menjadi

ikatan disulfide. Ikatan ini bersifat menahan gas pada roti atau kue sehingga roti atau kue itu mengembang dan berongga-rongga.

Penggunaan pemutih makanan juga ada ambang batasnya agar tidak

berbahaya jika digunakan oleh manusia. Penggunaan yang berlebihan akan menyebabkan rusaknya makanan.

2.3.1 Kegunaan Klorin

Klorin digunakan secara besar-besaran pada proses pembuatan kertas, zat pewarna, tekstil, produk olahan minyak bumi, obat-obatan, antiseptik, insektisida,

(14)

desinfektan, dan proses tekstil. Lebih jauh lagi, klorin digunakan untuk pembuatan

klorat, kloroform, karbon tetraklorida, dan ekstraksi brom (Anonim, 2009).

Klorin memiliki titik didih dan titik leleh/beku yang lebih rendah dari suhu kamar (250C). Oleh karena itu, ketika klorin berada dalam suhu kamar, maka klorin

akan berwujud gas (Fitrah, 2008).

Kimia organik sangat membutuhkan klorin, baik sebagai zat oksidator

maupun sebagai subtitusi, karena banyak sifat yang sesuai dengan yang diharapkan dalam senyawa organik ketika klor mensubtitusi hidrogen, seperti dalam salah satu

bentuk karet sintetis (Anonim, 2009).

Menurut Sari (2011), adapun kegunaan dari klorin adalah sebagai berikut: 1. Desinfektan. Klorin digunakan untuk desinfeksi air termasuk air untuk mandi,

kolam renang dan juga air minum. Klorin digunakan sebagai desinfektan air minum karena mempunyai efek dapat membunuh bakteri E. Coli serta Giardia

dan harganya murah. Penambahan klorin pada air minum menjadi standar yang harus dipenuhi penyedia layanan air minum hingga sekarang. Di bidang kesehatan, larutan klorin 0,5% telah sejak lama digunakan untuk dekontaminasi

alat-alat bedah seperti jahit set dan partus set.

2. Pemutih. Pada proses produksi kertas dan pakaian, klorin digunakan sebagai

cairan pemutih (bleaching). Di pasaran, klorin dikemas sebagai pemutih pakaian dengan berbagai merk. Bahan dasarnya dibuat dari natrium hidroksida dan gas klor (gas klorin dialirkan ke dalam larutan natrium hidroksida sehingga

(15)

3. Senjata kimia. Karena efeknya yang sangat iritatif, gas klorin telah digunakan

sebagai senjata kimia pada perang dunia II.

2.3.2 Bahaya Klorin Tehadap Kesehatan

Selain memiliki banyak manfaat, ternyata klorin juga sangat berbahaya bagi

kesehatan dan kelestarian lingkungan. Hal ini disebabkan karena klorin sangat reaktif dan dapat bereaksi dengan segala jenis unsur untuk membentuk senyawa baru.

Senyawa baru yang terbentuk antara lain adalah organoklorin yang bersifat toksik dan mempunyai efek karsinogenik.

Klorin merupakan zat asam yang korosif.Klorin akan berperan sebagai iritan kuat pada jaringan yang sensitif. Kontak jangka panjang dengan klorin dapat menyebabkan terbentuknya radikal bebas. Radikal bebas adalah zat karsinogenik

yang dapat menyebabkan kerusakan sel (Sari, 2011).

Klor dapat mengiritasi sistem pernafasan. Bentuk gasnya mengiritasi lapisan

lendir dan bentuk cairnya bisa membakar kulit. Baunya dapat dideteksi pada konsentrasi sekecil 3,5 ppm dan pada konsentrasi 1000 ppm berakibat fatal setelah terhisap dalam-dalam. Klorin dapat masuk ke tubuh dengan cara (Sari, 2011):

1. Terhirup melalui saluran nafas. Klorin sangat berbahaya bila terhirup ke saluran pernafasan. Paparan klorin pada anak-anak dapat menyebabkan serangan asma.

2. Kontak dengan kulit atau mata. Efek klorin sangat negatif untuk kosmetik. Klorin dapat menyebabkan hilangnya kelembaban kulit dan rambut sehingga terlihat keriput dan kering. Kontak dengan cairan klorin dapat menyebabkan kulit dan

(16)

3. Masuk ke saluran cerna melaui air atau makanan yang terkontaminasi. Menurut

U.S. Council of Environmental Quality, risiko terjadinya kanker meningkat sebesar 93% pada penduduk yang mengonsumsi air berklorinasi dibandingkan dengan yang tidak mengandung klorin. Pada penelitian binatang, tikus yang

terpapar klorin dan kloramin menderita tumor ginjal dan usus.

Menurut Dinas Kesehatan Kabupaten Sragen (2008), dampak penggunaan

klorin dalam beras bagi kesehatan tubuh manusia adalah dapat menimbulkan kanker darah, merusak sel-sel darah, mengganggu fungsi hati, dapat merusak sistem

pernafasan dan selaput lendir dalam tubuh, dapat mengganggu kesehatan mata, kulit dan batuk-batuk serta dapat menyebabkan kematian apabila terlalu banyak klorin yang masuk ke dalam tubuh secara terus-menerus.

2.3 Kebiasaan Pencucian Beras

Beras mengandung bekatul meskipun dalam jumlah sedikit. Adanya bekatul

ini yang menyebabkan air cucian beras menjadi keruh atau kotor. Bekatul berasal dari proses penyosohan beras atau gesekan antarbutir beras. Keberadaan bekatul pada beras sebenarnya tidak dikehendaki karena dianggap sebagai kotoran. Namun dalam

jumlah sedikit, keberadaan bekatul pada beras dipandang wajar dan dapat diterima (Khalimah, 2010).

Dari aspek gizi, bekatul memang baik bagi tubuh. Oleh karena itu, sebenarnya beras dapat langsung dimasak tanpa harus mencucinya terlebih dahulu. Hal ini dapat dilakukan terutama jika keadaan beras sudah bersih. Tetapi nasi yang dihasilkan dari

(17)

Proses pencucian beras akan menghilangkan bekatul. Hal itu berarti mengurangi zat

gizi beras seperti vitamin B (Khalimah, 2010).

Beras yang bersih tidak perlu dicuci lagi. Namun, sudah merupakan kebiasaan ibu untuk mencuci beras sampai bersih baru ditanak. Mencuci beras akan membuang

zat-zat gizi yang sangat diperlukan tubuh, terutama bagi anak-anak dalam masa pertumbuhannya (Sitorus, 2009).

Pada waktu membeli beras di pasar dianjurkan untuk membeli beras yang bersih. Jika beras itu ternyata kurang bersih juga, cukup mencucinya sekali saja.

Itupun dengan cara menuangkan cukup air lalu menggoyang-goyang wadah beras itu, kemudian ditiriskan airnya. Sebaiknya jangan mengaduk-aduk beras dengan kedua tangan, karena hanya akan membuang segenap zat-zat gizi yang sangat diperlukan

tubuh. Dalam suatu penelitian, mencuci beras berarti kehilangan 25% vitamin B-nya. Ini cukup besar artinya bagi yang menggunakan beras sebagai bahan makanan pokok

(Sitorus, 2009).

Dengan pencucian yang berlebihan (digosok dengan kuat), vitamin B1 pada beras akan larut dan hilang bersama air pencuci. Dianjurkan, pencucian beras

sebaiknya hanya untuk menghilangkan benda-benda asing yang terikut seperti sisa bekatul dan debu, bukan menggosoknya hingga nutrisi pada lapisan kulit ari larut dan

hilang bersama air pencuci (Khomsan, 2009).

Klorin yang terdapat pada beras sebenarnya dapat hilang dengan pencucian yang berulang-ulang. Klorin akan larut di dalam air cucian beras. Semakin banyak

(18)

semakin besar. Hilangnya klorin pada beras bergantung juga pada kandungan klorin

itu sendiri.

Kebiasaan ibu-ibu di masyarakat dalam mencuci beras adalah mencuci beras sampai airnya bersih. Pada beras berklorin, air cucian beras terlihat tidak keruh. Hal

ini membuat para ibu merasa tidak perlu mencuci beras berulang-ulang. Beberapa ibu hanya mencuci beras sebanyak 1 sampai 3 kali. Padahal klorin pada beras akan larut

ketika dicuci, untuk itu perlu dilakukan pencucian yang berulang-ulang pada beras berklorin meskipun hal itu akan mengurangi vitaminnya.

Kebiasaan ibu-ibu rumah tangga di Indonesia, beras dicuci sebelum dimasak. Pencucian dengan air yang banyak atau dengan air yang mengalir dengan diaduk keras-keras dengan tangan sampai air cuciannya bening, adalah cara yang tidak

dianjurkan. Dengan cara mencuci demikian, banyak zat gizi yang larut dalam air akan terbuang percuma yang terpenting adalah berbagai vitamin dari kelompok vitamin B

(Lukman, 2010).

Mencuci yang baik adalah beras diletakkan dalam wadah kemudian diberi air bersih, lalu diaduk dengan ringan saja, agar kotoran yang lebih ringan dari air akan

terapung dan dapat dibuang bersama air pencuci itu. Mencuci cukup satu kali saja, tidak perlu diulang-ulang sampai air pencucinya menjadi bening (Lukman, 2010).

2.5 Kerangka Konsep

(19)

cucian raskin. Dengan adanya dugaan klorin pada raskin, maka akan dilihat kebiasaan

pencucian raskin di masyarakat, dimana kandungan korin pada beras akan mengalami penurunan dengan perlakuan pencucian seperti cara mencuci raskin dan berapa kali penggantian air cucian raskin. Sebagaimana diketahui bahwa klorin memiliki sifat

larut dalam air. Sehingga dari kebiasaan yang ada di masyarakat, akan dilihat seberapa besar residu klorin dalam beras.

Gambar 2.1 Kerangka Konsep

Kebiasaan pencucian di masyarakat: 1. Cara mencuci

2. Frekuensi penggantian air cucian

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Konsep

Referensi

Dokumen terkait

Asam ; ialah zat (gugus) yang menerima pasangan elektron bebas Basa ; ialah zat (gugus) yang member i pasangan elektron bebas Reaksi asam-basa menurut Lewis akan

[r]

Penelitian dalam bentuk korelasi yang dilaksanakan pada tanggal 9 November 2016 bertujuan untuk mengetahui signifikansi kontrol diri dengan perilaku seksual pranikah

Tidak adanya hubungan antara asupan protein dengan kepadatan tulang kemungkinan disebabkan karena faktor lain seperti asupan makanan (kalsium, vitamin D dan fosfor), faktor

Pada minggu pertama pelaksanaan senam berjalan dengan lancar, yang alhamdulillah di hadiri oleh 15 orang warga masyarakat rw 03 dan mahasiswa KKN yang berjumlah 11 orang,

[r]

Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin: caecus, “buta”) dalam istilah anatomi adalah suatu kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta bagian kolon menanjak

Peserta didik dapat menjelaskan Nilai positif dari Adab berpakaian, berhias, perjalanan dan bertamu dan menerima tamu dengan benar 4H. Peserta didik dapat menjelaskan Hikmah