• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of PENDIDIKAN AQIDAH DAN AKHLAK DALAM SURAT AN-NABA’

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "View of PENDIDIKAN AQIDAH DAN AKHLAK DALAM SURAT AN-NABA’"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENDIDIKAN AQIDAH DAN AKHLAK DALAM SURAT AN-NABA’

Oleh: Syarboini, MA

Dosen Jurusan Pendidikan Agama Islam

Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Lhokseumawe

Abstrak

Pendidikan Islam merupakan pengembangan pikiran, penataan perilaku, pengaturan emosional, hubungan peranan manusia dengan dunia ini, serta bagaimana manusia mampu memanfaatkan dunia sehingga mampu meraih tujuan kehidupan sekaligus mengupayakan perwujudannya. Dalam al-qur’an surat an

Naba’ ayat 38-40 mengandung nilai pendidikan ibadah. Nilai pendidikan aqidah

disebut juga dengan nilai kematian ataupun sesuatu yang dipercayai dan diyakini kebenarannya oleh hati manusia. Quraish Shihab dalam tafsirnya al-Mishbah

mengatakan bahwa surat an Naba’ ayat 38-40 mengandung uraian tentang hari

kiamat dan bukti-bukti kekuasaan Allah Swt. yang menunjukkan adanya hari pembalasan pada hari kiamat nanti. Oleh karena itu dalam al-qur’an surat an

(2)

2 A. Pendahuluan

Al-Qur’an merupakan pedoman bagi ummat Islam yang paling utama,

didalamnya terdapat berbagai macam disiplin ilmu pengetahuan baik yang bersifat

teoritis maupun bersifat praktis. Ia tersusun dengan beberapa surat yang dimulai

dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Nas, yang disampaikan

kepada kita secara mutawattir baik dari segi tulisan maupun ucapannya, dari satu

generasi ke generasi lain, terpelihara dari berbagai perubahan dan pergantian.

Salah satu cara yang digunakan untuk menjelaskan nilai adalah dengan cara

membandingkanya dengan fakta. Fakta adalah sesuatu yang ada atau tengah

berlangsung begitu saja. Fakta dapat ditemui dalam konteks peristiwa yang

unsur-unsurnya dapat diuraikan satu persatu secara rinci dan keadaan fakta pada

prinsipnya dapat diterima oleh semua orang. Pada dasarnya Islam telah

memberikan landasan yang kuat bagi pelaksaaan pendidikan. Pertama Islam telah

menekankan bahwa pendidikan merupakan kewajiban agama di mana proses

pembelajaran dan transmisi ilmu sangat bermakna bagi manusia. Kedua, seluruh

rangkaian pelaksanaan pendidikan adalah ibadah kepada Allah. Sebagai sebuah

ibadah, pendidikan merupakan kewajibanindividual sekaligus kolektif. Ketiga,

Islam memberikan derajat tinggi bagi kaum terdidik, sarjana maupun ilmuan.

Keempat, Islam memberikan landasan bahwa pendidikan merupakan aktivitas

sepanjang hayat. Dan yang kelima kontruksi pendidikan menurut Islam bersifat

dialogis, inovatif, dan terbuka dalam menerima ilmu pengetahuan baik dari timur

maupun barat.

Tujuan pendidikan Islam, tidaklah sekedar proses alih budaya atau ilmu

pengetahuan (transfer of knowledge) tetapi juga proses alih nilai-nilai ajaran Islam

(transfer of islamic values). Tujuan pendidikan Islam pada hakikatnya menjadikan

manusia yang bertaqwa, manusia yang dapat mencapai al-falaḥ, serta kesuksesan hidup yang abadi di dunia dan akhirat (mufliḥun). Pendidikan Islam yang dilaksanakan dalam suatu sistem memberikan kemungkinan berprosesnya

(3)

3

Al qur’an sebagai dasar pokok pendidikan Islam di dalamnya terkandung

sumber nilai yang absolut, eksistensinya tidak mengalami penyesuaian sesuai

dengan konteks zaman, keadaan dan tempat. Surat An-Naba’ adalah salah-satu surat al-Qur’an yang mana pada ayat 38-40 di dalamnya terangkum aktivitas pendidikan. QS. an-Naba’ ayat 38-40 menjelaskan tentang perintah Allah agar manusia memilih jalan yang benar kepada tuhannya. Adapun bunyi firman Allah

swt. adalah sebagai berikut:

Ketiadaan wewenang dan kemampuan itu menurut ayat 38 akan sangat jelas

terlihat pada hari kiamat, hari ketika ruh, yakni Malaikat Jibril dan para malaikat

semuanya, berdiri bershaf-shaf, menghadap-Nya. Mereka tidak berkata-kata,

lebih-lebih keberatan atau memohonkan ampunan atau syafaat kepada yang

durhaka, kecuali siapa yang telah diberi izin khusus untuk berbicara oleh

ar-Rahman, Tuhan yang Maha Pemurah itu; dan yang diberi izin itu mengucapkan

kata yang benar.

Ayat 39 menyatakan bahwa: Itulah hari yang pasti terjadi dan jika demikian

maka siapa yang menghendaki, untuk menelusuri jalan keselamatan sebelum

Jahanam menjadi tempat tinggalnya, maka hendaklah dia sekarang ini juga

bersungguh-sungguh menempuh menuju tuhannya jalan kembali dengan beriman,

bertaubat, dan beramal saleh.

B. Pembahasan

1. Asbabunnuzul Surat An Naba’

Surah an-Naba’ (Arab: ابّنلا, "Berita Besar") adalah surat ke-78 dalam al-Quran. Surat ini tergolong surah Makkiyah, terdiri atas 40 ayat. Dinamakan an-

Naba’ yang berarti “berita besar” diambil dari kata an-Naba´ yang terdapat pada

ayat 2 surat ini. Dinamai juga Amma yatasaa aluun diambil dari perkataan Amma

yatasaa aluun yang terdapat pada ayat 1 surat ini. Asbabun nuzul ayat tersebut

yaitu ketika Nabi Muhammad Saw. Diutus menjadi rasul, orang kafir Quraisy

saling bertanya-tanya mengenai berita besar yang dibawa rasul pada saat itu,

(4)

4

Surah an-Naba’ bercerita tentang kaum kafir Mekkah yang selalu mempertanyakan peristiwa kiamat yang akan menuntup rangkaian kehidupan

dunia. Perdebatan dan pertanyaan seperti itu telah menyebabkan banyak orang

berbuat zalim. Mereka asyik memperkosa dunia untuk mendapatkan kesenangan

sementara karena mereka tidak meyakini kehidupan akhirat yang kekal abadi.

Sebagian besar Al qur’an pada mulanya diturunkan untuk tujuan umum ini, tetapi kehidupan para sahabat bersama Rasulullah telah menyaksikan banyak

peristiwa sejarah, bahkan kadang terjadi di antara mereka peristiwa khusus yang

memerlukan penjelasan hukum Allah atau masih kabur bagi mereka. Kemudian

mereka bertanya kepada Rasulullah untuk mengetahui hukum Islam mengenai hal

itu, maka al-Qur’an turun untuk peristiwa khusus tadi atau untuk pertanyaan yang muncul itu. Hal seperti itulah yang dinamakan Asbabun Nuzul.

Kalimat asbabun nuzul pada mulanya merupakan gabungan dua kalimat

atau dalam bahasa arab disebutnya kalimat idhafah yakni dari kalimat asbab dan

nuzul. Secara etimologi maka asbab an-nuzul didefinisikan sebagai sebab-sebab

yang melatarbelakangi terjadinya sesuatu. Asbabun nuzul yang dimaksudkan

disini adalah sebab-sebab yang melatarbelakangi turunnya al-Qur’an. Adapun

asbabun nuzul surat An-Naba’ ayat 38-40 yaitu dikemukakan bahwa ketika Muhammad diutus menjadi rasul, orang-orang kafir Quraisyi saling

bertanya-tanya tentang berita yang dibawa rasul.

Subhi Shalih dalam Zaini menyatakan bahwa Asbabun Nuzul yaitu semua

yang disebabkan olehnya diturunkan suatu atau beberapa ayat yang mengandung

sebabnya, atau memberi jawaban terhadap pertanyaan, atau menerangkan

hukumnya pada saat terjadi peristiwa itu (Muhammad Zaini, 2012: 53).

Surat an-Naba’ menerangkan pengingkaran orang-orang musyrik terhadap hari berbangkit, ancaman Allah terhadap sikap mereka, azab yang akan mereka

terima di hari kiamat serta kebahagiaan orang-orang yang beriman. Ayat 38 surat

An-Naba’ yaitu tentang maksud ruh dalam ayat tersebut. Ruh dalam ayat 38

tersebut ada yang mengatakan Jibril, ada yang mengatakan tentara Allah, ada pula

(5)

5

Ditinjau dari aspek bentuknya, asbabun nuzul dapat diklasifikasikan dalam

bentuk yaitu asbabun nuzul yang berbentuk peristiwa dan asbabun nuzul yang

berbentuk pertanyaan (Muhammad Zaini, 2012: 54).Berkaitan dengan ayat 38-40

surat surat an-Naba’ yang tersebut di atas, maka asbabun nuzul ayat tersebut berbentuk peristiwa, yaitu peristiwa yang terjadi pada hari kemudian.

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, mengetahui asbabun nuzul bagi

ayat-ayat al-Qur’an adalah sangat penting, terutama dalam hal memahami ayat-ayat al-Qur’an dan menghindarkan kesulitannya. Wawasan tentang asbabun nuzul dapat memberikan pengetahuan tentang rahasia dan tujuan Allah secara

khusus dalam mensyari’atkan hukum-hukum agama di dalam al-Qur’an.

2. Nilai-Nilai Pendidikan

Kandungan dari surat an-Naba’ ayat 38-40 yang menjadi bahasan utama dalam penelitian ini adalah nilai-nilai pendidikan Islam yang harus diajarkan

kepada peserta didik, karena itu semua merupakan salah satu faktor untuk

menggapai kebahagian, baik di dunia maupun di akhirat kelak. Dengan demikian

akan dipaparkan mengenai analisis terhadap nilai-nilai pendidikan Islam dalam

surat an-Naba’ ayat 38-40.

Pendidikan adalah usaha orang dewasa secara sadar untuk membimbing dan

mengembangkan kepribadian serta kemampuan dasar anak didik baik dalam

bentuk pendidikan formal maupun non formal. Pendidikan Islam yang

dilaksanakan dalam suatu sistem memberikan kemungkinan berprosesnya

bagian-bagian menuju ke arah tujuan yang ditetapkan sesuai ajaran Islam. Jalannya

proses itu baru bersifat konsisten dan konstan (tetap) bilamana dilandasi dengan

pola dasar pendidikan yang mampu menjamin terwujudnya tujuan pendidikan

Islam (Abdurrahman Saleh,1994: 54).

Pendidikan Islam merupakan pengembangan pikiran, penataan perilaku,

pengaturan emosional, hubungan peranan manusia dengan dunia ini, serta

bagaimana manusia mampu memanfaatkan dunia sehingga mampu meraih tujuan

kehidupan sekaligus mengupayakan perwujudannya (Abdurrahman An Nahlawi,

(6)

6

manusia yang berpedoman pada syariat Allah. Artinya, manusia tidak merasa

keberatan atas ketetapan Allah dan Rasul-Nya.

Pemahaman nilai-nilai pendidikan Islam dalam surat an-naba’ ayat 38-40 bahwa pendidikan Islam merupakan usaha orang dewasa muslim yang bertakwa

secara sadar mengarahkan dan membimbing pertumbuhan serta perkembangan

fitrah (kemampuan dasar) anak didik melalui ajaran Islam ke arah titik maksimal

pertumbuhan dan perkembangannya. Dari sini, pendidikan adalah suatu proses

yang mempunyai tujuan yang biasanya diusahakan untuk menciptakan pola-pola

tingkah laku tertentu pada kanak-kanak atau orang yang sedang dididik (Abudin

Nata, 3010: 28).

Berdasarkan surat an-Naba’ ayat 38-40, maka berikut akan dikemukakan mengenai nilai-nilai pendidikan Islam yang termuat dalam surat an-Naba’ ayat 38-40 tersebut. Nilai-nilai pendidikan Islam yang termuat dalam surat an-Naba’ ayat 38-40 dapat diuraikan sebagai berikut:



Pemurah, dan yang mengucapkan kata-kata yang benar (an Naba’:38).

Berdasarkan ayat di atas dapat dijelaskan bahwa (Pada hari itu) lafal

Yauma merupakan Zharaf bagi lafal Laa Yamlikuuna (ketika ruh berdiri) yakni

malaikat Jibril atau bala tentara Allah Swt. (dan para malaikat dengan

bershaf-shaf) lafal Shaffan menjadi Haal artinya dalam keadaan berbaris bershaf-shaf

(mereka tidak berkata-kata) yakni makhluk semuanya (kecuali siapa yang telah

diberi izin kepadanya oleh Tuhan Yang Maha Pemurah) untuk berbicara (dan ia

mengucapkan) perkataan (yang benar) mereka terdiri dari orang-orang yang

(7)

7

orang-orang yang diridai oleh-Nya untuk mendapatkan syafaat. Pada hari ketika

Jibril dan para malaikat berbaris dengan khusyuk. Tak satu pun di antara mereka

yang berbicara, kecuali malaikat yang dizinkan oleh Sang Maha Penyayang untuk

berbicara secara benar (M. Quraish Shihab, 2009: 22-27).

Ar-ruuh” maksudnya adalah Malaikat Jibril. Berarti semua malaikat ada di satu shaf, dan ada satu shaf lagi yang hanya di tempati ruh, yang ruh itu adalah

malaikat jibril. laa yatakallamuuna illaa man adzinalahu al-rahman, artinya

“tidak ada yang bisa berbicara kecuali yang diizinkan oleh Allah. Wa qaala

shawaabaa, artinya “dan ia mengucapkan kata yang benar.” Atau juga bisa

diartikan, “dan apa yang ia bicarakan itu haruslah pembicaraan yang benar.”

Tidak ada yang bisa berbicara, kecuali jika ada izin dari Allah, dan kalaupun bisa

berbicara maka haruslah dengan pembicaraan yang benar (M. Quraish Shihab,

2009: 22-27). Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim menjelaskan sebagai berikut:

َف اِمُهَدا َرَا ْنَم َو ِمْلِعْلاِب ِهْيَلَعَف َة َر ِخَ ْلْا َداَرَا ْنَم َو ِمْلِعْلاِب ِهْيَلَعَف اَيْنُّدلا َدا َرَا ْنَم

ِمْلِعْلاِب ِهْيَلَع

) ٌمِلْسُم َو ى ِراَخُبْلا ُها َو َر(

Artinya: Barangsiapa yang menghendaki kebaikan di dunia maka dengan ilmu.

Barangsipa yang menghendaki kebaikan di akhirat maka dengan ilmu. Barangsiapa yang menghendaki keduanya maka dengan ilmu” (HR. Bukhori dan Muslim).

Allah Penguasa di dunia dan di akhirat. Kekuasaan-Nya di akhirat sangat

menonjol sehingga tidak satu pun yang mengingkarinya. Semua takut

kepada-Nya, tidak seperti dalam hidup duniawi. Di sana, para malaikat yang dekat

kepada-Nya pun tidak dapat berbicara kecuali dengan izin-Nya, maka tentu lebih

lebih makhluk durhaka. Mereka pasti akan bungkam. Allah adalah Pemilik,

Pemelihara, dan Pengatur alam raya dari yang sekecil-kecilnya hingga yang

sebesar-besarnya. Dia bukan sekadar Pencipta, lalu menyerahkan wewenang

pengaturan aneka ciptaan-Nya kepada malaikat, baik dipersonifikasi dengan

berhala-berhala, maupun tanpa personifikasi (sekadar percaya) (M. Quraish

(8)

8

niscaya ia menempuh jalan kembali kepada Tuhannya (an Naba’:39).

Ayat 39 di atas disebutkan bahwa: "Itulah hari yang pasti terjadi dan jika

demikian maka siapa yang menghendaki, untuk menelusuri jalan keselamatan

sebelum Jahanam menjadi tempat tinggalnya, maka hendaklah dia sekarang ini

juga bersungguh-sungguh menempuh menuju Tuhannya jalan kembali dengan

beriman, bertaubat, dan beramal saleh. Ayat tersebut mengandung makna bahwa

ganjaran, bahkan balasan yang diberikan Allah adalah bagian dari rahmat-Nya,

termasuk yang diterima oleh para pendurhaka. Bukankah merupakan rahmat

menghukum yang bersalah. Bukankah merupakan rahmat membedakan antara

yang baik dan yang buruk (M. Quraish Shihab, 2009: 22-27).

Itulah hari yang pasti terjadi) hari yang pasti kejadiannya, yaitu hari kiamat.

(Maka barang siapa yang menghendaki, niscaya ia menempuh jalan kembali

kepada Rabbnya) yakni, kembali kepada Allah dengan mengerjakan ketaatan

kepada-Nya, supaya ia selamat dari azab-Nya pada hari kiamat itu. Di hari

kemudian setiap orang akan melihat apa yang dikerjakannya di dunia. Itu dapat

berarti melihat dengan mata kepala ganjaran dan balasan amalnya, atau bahkan

melihatnya kembali sebagaimana yang terjadimelebihi cara manusia sekarang

melihat rekaman peristwa-peristiwa (Ismail bin Katsir, 2001: 113).

Pada hari itu, dalam suasana serba baru, keadilan berjalan sempurna:

kepastian bahwa kebenaran (haqq) akan berlaku adalah mutlak. Keadilan sejati

juga meliputi eksistensi ini, tapi sebagai makhluk yang terbatas manusia sering

tidak mengetahuinya karena manusia tidak dapat memahami semua hubungan

timbal-balik di antara berbagai sistem penciptaan yang sangat banyak sekali. Dari

sudut pandang Wujud Mutlak tidak pernah ada sedikit pun ketidakadilan. Allah

berkata, 'Aku menciptakan mereka untuk api neraka dan Aku tidak perduli.' Allah

(9)

9

karena kebodohannya, merusak keseimbangan itu sehingga menciptakan

ketidakadilan yang nyata.

Ungkapan 'Maka siapa yang menghendaki, hendaklah mencari perlindungan

kepada Tuhannya' menunjukkan bahwa Allah sedang berbicara kepada

orang-orang yang tidak menyadari kenyataan bahwa mereka dipelihara dan disantuni

oleh Tuhan. Oleh karena itu ungkapan tersebut merupakan peringatan yang

disampaikan kepada mereka yang sekarang berkeinginan untuk menemukan jalan

kembali ke wujud tunggal yang telah memberi mereka kebebasan untuk

menentang. Allah adalah 'tempat kembali yang berulang-ulang'. Dia berulang-kali

menerima manusia kembali, laksana seorang ayah yang penuh kasih dan

menyadari bahwa anaknya suka melawan sehingga akan pergi dan pergi lagi.

Bilamana sang anak kembali pulang, si ayah menyambutnya, dengan tetap

sepenuhnya menyadari bahwa kelak anaknya akan pergi lagi.

Sifat rendah manusia penuh dengan kecemasan yang tidak menyenangkan.

Tapi bagi orang yang percaya akan belas kasih Allah yang mutlak dan berserah

diri kepada-Nya, maka takkan ada kecemasan lagi karena ia menerirna apa yang

terjadi padanya sebagai hal terbaik baginya. Dari penerimaan yang tulus ini

muncullah kepastian. Pada hari pengadilan, hari keputusan, semua keragu-an yang

mengandung pertanyaan akan lenyap. Siapa pun yang ingin kembali ke dalam

keesaan, yakni warisan sejati yang terkandung dalam hakikatnya, maka ia harus

menemukan jalan (Ismail bin Katsir, 2001: 113).

Jalan menuju pengenalan Tuhan adalah melalui pengenalan nafs, yakni,

dengan mengetahui nafs yang rendah, nafs binatang, nafs yang kuat, nafs yang

ragu, nafs yang bertingkah atau bersemangat, dan mengetahui gangguan yang

disebabkan oleh semua aspek diri yang rendah ini. Kalau sudah mengetahui

semua ciri ini maka orang yang berakal akan mampu menghindarinya dalam

situasi yang akan datang, dan segala aspek diri yang lebih tinggi akan secara

spontan menjadi terpelihara dan mulai berkuasa.

Diri yang aman dan senang, nafs tinggi yang disucikan, yang tenteram dan

(10)

10

untuk berbuat sekehendak-Nya terhadap sang diri dengari mengikuti rancangan

yang sempurna. Karena itu, jalan menuju Tuhan terietak pada pengenalan dan

penghindaran semua hal yang akan menyebabkan manusia rugi dan kacau.

Nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam ayat 39 di atas antara lain: Nilai-nilai

aqidah dan nilai ibadah. Adapun Surat an Naba’ ayat 40 adalah sebagai berikut:



Artinya: Sesungguhnya Kami telah memperingatkan kepadamu (hai orang kafir)

siksa yang dekat, pada hari manusia melihat apa yang telah diperbuat

oleh kedua tangannya; dan orang kafir berkata:"Alangkah baiknya Sekiranya dahulu adalah tanah" (an Naba’:40).

Di hari kemudian setiap orang akan melihat apa yang dikerjakannya di

dunia. Itu dapat berarti melihat dengan mata kepala ganjaran dan balasan amalnya,

atau bahkan melihatnya kembali sebagaimana yang terjadi melebihi cara manusia

sekarang melihat rekaman peristiwa-peristiwa. Penghuni neraka menyesal,

penyesalan yang tidak berguna, mengapa mereka harus diwujudkan di dunia

untuk memikul tanggung jawab. Karena itu yang berakal hendaknya

menggunakan kesempatan hidupnya di dunia, agar tidak menyesal di hari

kemudian (M. Quraish Shihab, 2009: 22-27).

Pada pangkal surat an Naba’ ayat 40 disebutkan bahwa “sesungguhnya

telah kami ancam kamu sekalian, dengan azab yang telah dekat. Artinya, sebelum

menghadapi hari perhitungan atau hari kiamat itu, ada hari yang lebih dekat lagi,

pasti kamu temui dalam masa yang tidak lama lagi. Hari itu ialah hari bercerai

dengan dunia fana ini, hari Malaikat Maut mengambil nyawamu: “Di hari yang seseorang akan memandang apa yang telah dikerjakan oleh kedua tangannya.”

Setelah nyawa bercerai dengan badan, maka lepaslah nyawa itu daripada

sangkarnya dan bebaslah dia dari selubung hidup fana ini. Maka mulailah

(11)

11

kelihatan. Berbesar hati melihat bekas yang baik, bermuram durja melihat catatan

yang buruk; manusia mungkin lupa namun dalam catatan Allah, setitik pun tiada

yang hilang dan sebaris pun tiada yang lupa: “Dan akan berkata orang yang kafir.”

Yaitu orang yang di kala hidupnya hanya menolak mentah-mentah seruan Rasul,

dia melihat daftar dosa yang dia kerjakan.

Pada ujung surat an Naba’ ayat 40 disebutkan “Alangkah baiknya kalau

dahulu aku hanya tanah saja”. Timbullah sesal dan keluhan, pada saat sesal dan

keluh tidak ada gunanya lagi: “Kalau aku dahulunya hanya tanah saja, kalau aku

dahulunya tidak sampai menjadi manusia, tidak tercatat dalam daftar kehidupan,

tidaklah akan begini tekanan yang aku rasakan dalam kehidupan.

Nabi Muhammad, semoga Allah melimpahkan kedamaian dan rahmat

kepada beliau, keluarga dan para sahabatnya yang benar (sudah biasa, apabila

disebut nama Nabi Muhammad manusia memohonkan kedamaian dan rahmat

Allah untuk beliau, keluarga dan para sahabatnya yang saleh), memperingatkan

umat manusia akan batas-batas tempat berakhirnya ketenangan dan berawalnya

kerugian. Beliau mewanti-wanti pelanggaran terhadap ketetapan yang sudah

disepakati dan menegaskan bahwa ketetapan itu adil; mengingkari dan menolak

ketetapan ini berarti membuka diri terhadap penderitaan yang entah apa akibatnya.

Makna yang paling dalam dari ayat ini adalah bahwa manusia menimpakan

penderitaan atas diri manusia sendiri di sini dan saat ini juga, namun manusia

tidak menyadarinya karena manusia senantiasa memberikan pembenaran terhadap

diri manusia dengan segala macam alasan. Karena manusia memiliki nafs yang

meliputi semua hal yang mengandung dan mencerminkan makna Rahmân (Maha

Pengasih), dan juga makna syaithdn (setan), maka ia dapat membenarkan setiap

tindakan, mulia atau hina, baik atau buruk (Ismail bin Katsir, 2001: 113).

Pembenaran, sesungguhnya, mempakan cara untuk menghubungkan satu hal

dengan hal lain. la mencerminkan hasrat sejati manusia terhadap tauhid yang

memang sudah ada menetap dalam diri manusia, tapi sebenarnya merupakan

aspek pembenaran yang menyimpang. Siapa pun yang menyatukan niat dan

(12)

12

altar Yang Maha tinggi, yang menghasilkan pengetahuan tentang Tuhan Yang

Maha-kuasa, atau yang menghasilkan khayalan dan keputusan.

Di hari kemudian setiap orang akan melihat apa yang dikerjakannya di

dunia. Itu dapat berarti melihat dengan mata kepala ganjaran dan balasan amalnya,

atau bahkan melihatnya kembali sebagaimana yang terjadimelebihi cara manusia

sekarang melihat rekaman peristwa-peristiwa. Sebagian dari kondisi atau suasana

hari kemudian ketika segala sesuatu disingkapkan bisa dirasakan sekarang oleh

manusia jika manusia mau dan sanggup menghentikan pikiran dan perbuatan

manusia dan mengadakan introspeksi yang menyeluruh terhadap diri manusia.

Jika manusia punya keberanian untuk menghadapi segala niat manusia dan secara

jujur mengakui tingkat kesucian manusia, manusia akan melihat sekilas apa arti

hari pembalasan ini dan manusia akan memahami makna dari keseimbangan.

Pada hari pengadilan manusia akan direkonstruksi ulang sesuai dengan niat

dan perbuatan manusia di dunia ini. Jika manusia ingin mengetahui kondisi hati

manusia di kehidupan mendatang, maka yang perlu manusia lakukan adalah

memeriksa kondisi hati manusia di kehidupan ini. Jika kondisi hatinya bersih,

maka mmah manusia di kehidupan mendatang akan dekat dengan Sumber

penciptaan yang bersih. Jika tidak, maka tempatnya akan berada pada suatu

tempat di sepan-jang spektrum, di ujung yang satu adalah api abadi dan di ujung

satunya lagi adalah taman-taman yang paling tinggi. Jika manusia secara total

menjalani kehidupan sekarang ini, dengan senantiasa menyadari dan

memperhatikan diri manusia, maka berarti manusia sedang menjalani hari

Kebangkitan itu sekarang.

'Dan orang-orang kafir akan berkata: Oh, andaikan dahulu aku adalah debu!'

Barang siapa menyangkal masa lalu, terputus hubungannya dengan masa lalu, dan

secara tiba-tiba sadar telah menyia-nyiakan waktu dan kehidupannya yang

berharga, maka ia akan berharap seandainya dahulu hanya menjadi debu saja, dan

terlupakan. Sayangnya untuk manusia semacam itu tidak ada yang terlupakan.

Setiap orang, setiap roh, akan benar-benar dihidupkan kembali dan menyadari

(13)

13

debu yang sirna di padang pasir. Allah mengatakan bahwa bila seseorang

mengerjakan kebaikan sekecil apa pun, maka kebaikan itu akan muncul di

hadapannya. Tidak akan ada lagi ceruk untuk nafs menyelinap masuk; semua

gang akan dibuka.

Itulah sebabnya jika seseorang sungguh-sungguh menghadapi dirinya

sendiri dalam kehidupan sekarang, maka tindakannya ini menjadi hari pengadilan

pribadinya. Inilah salah satu makna dari ucapan Nabi, 'Jika engkau mengenal

dirimu, engkau mengenal Tuhanmu', karena urusan Ketuhanan adalah

mengungkapkan segala sesuatu secara terbuka dengan segala cara. Manusia

semua mencari keabadian pada segala sesuatu dalam kehidupan ini, dalam

hubungan dan pengetahuan, dan itulah sebabnya manusia membedakan antara

pengetahuan yang benar dengan sekadar informasi. Informasi bisa berubah,

seperti ketika obat-obat baru dikembangkan untuk mengobati penyakit tertentu.

Namun pengetahuan yang benar tidak berubah. Ia bersifat mutlak, dan

karena alasan inilah maka manusia semua mencarinya. Pengetahuan yang mutlak

adalah berita ini, al-naba`. Apa yang mereka tanyakan? Berita apa yang mereka

inginkan? Informasi atau berita lebih tinggi apa lagi yang mereka harapkan selain

dari berita kebenaran yang menyatakan bahwa yang ada hanyalah Allah, dan

dengan inayah-Nya manusia telah diciptakan. Bila manusia berserah diri kepada

Allah dan mengikuti para rasul Allah, manusia akan memasuki alam pengetahuan

mutlak yang dicari ini.

Berdasarkan ayat 38-40 di atas, nilai-nilai pendidikan yang terkandung

dalam ayat tersebut adalah sebagai berikut:

a. Nilai Pendidikan Aqidah

Nilai aqidah adalah konsep-konsep nilai yang berpusat pada ketuhanan dan

diimani manusia sehingga seluruh perbuatan dan perilakunya bersumber pada

konsepsi tersebut. Secara terminologi aqidah berarti pengakuan atas keesaan Allah

SWTsebagai Sang Pencipta seluruh alam yang melahirkan kepercayaan manusia

akan kekuasaan Allah. Nilai ini sangat penting, karena dengan adanya kesadaran

(14)

14

termasuk ilmu pengetahuan yang pada hakikatnya bagian dari rahmat dan

kekuasaan Allah Swt.

Pondasi aktifitas manusia itu tidak selamanya bisa tetap tegak berdiri, maka

dibutuhkan adanya sarana untuk memelihara pondasi yaitu ibadah. Ibadah

merupakan bentuk pengabdian dari seorang hamba kepada allah. Ibadah dilakukan

dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah untuk meningkatkan keimanan dan

ketaqwaan terhadap Allah.

Apabila aqidah telah dimiliki dan ibadah telah dijalankan oleh manusia,

maka kedua hal tersebut harus dijalankan dengan sebaik-baiknya, oleh karena itu

diperlukan adanya suatu peraturan yang mengatur itu semua. Aturan itu disebut

Muamalah. Muamalah adalah segala aturan islam yang mengatur hubungan antar

sesama manusia. Muamalah dikatakan berjalan baik apabila telah memiliki

dampak sosial yang baik.

Untuk dapat mewujudkan aqidah yang kuat yaitu dengan cara ibadah yang

benar dan juga muamalah yang baik, maka diperlukan suatu adanya ilmu yang

menjelaskan baik dan buruk, menjelaskan yang seharusnya dilakukan manusia

kepada yang lainya, yang disebut dengan nilai ibadah. Dengan akhlak yang baik

seseorang akan bisa memperkuat aqidah dan bisa menjalankan ibadah dengan baik

dan benar. Ibadah yang dijalankan dinilai baik apabila telah sesuai dengan

muamalah (Ismail bin Katsir, 2001: 113).Rasulullah bersabda:

: َلاَق ُهْنَع ُالله َي ِضَر ٍّ يِلَع ْنَع

ُعِفَتْنَي ُمِلاَعْلا : َمَّلَس َو ِهْيَلَع ُالله ىَّلَص ِالله ُل ْوُسَر َلاَق

) ِمَلْيَّدلا ُها َوَر( ٍّدِباَع ِفْلَا ْنِم ٌرْيَخ ِهِمْلِعِب

Artinya: Dari Ali R.A ia berkata : Rasulullah SAW bersabda : Orang-orang yang

berilmu kemudian dia memanfaatkan ilmu tersebut (bagi orang lain)

akan lebih baik dari seribu orang yang beribadah atau ahli ibadah. (H.R

Ad-Dailami).

Orang yang beriman tidak bakal putus asa atau patah hait pada keadaan

yang bagaimanapun. Orang yang beriman mempunyai kemauan keras, kesabaran

yang tinggi dan percaya teguh kepada Allah SWT. Keimanan membuat

(15)

15

dapat mengembangkan sikap cinta damai dan keadilan menghalau rasa cemburu,

iri hati dan dengki.

Dari uraian di atas dapatlah disimpulkan bahwa aqidah itu merupakan satu

hal yang sangat fondamental dalam Islam dan dengan sendirinya dalam

kehidupan. Kemantapan aqidah dapat diperoleh dengan menanamkan kalimat

tauhid La Illaha illa al-Allah. Tiada yang dapat menolong, memberi nikmat

kecuali Allah; dan tiada yang dapat mendatangkan bencana, musibah kecuali

Allah. Pendek kata, kebahagiaan dan kesengsaraan hanyalah dari Allah.

b. Nilai pendidikan Akhlak

Akhlak merupakan kehendak lahir dan jiwa seseorang yang dilakukan

secara berulang-ulang sehingga menjadi kebiasaan atau tingkah laku yang berupa

pekerjaan yang baik dan terpuji baik secara akal dan syara’.Berdasarkan tafsir surat an-Naba’ ayat 38-40 terdapat nilai pendidikan akhlak yang seharusnya dilakukan oleh manusia. Namun pada ayat 40 dijelaskan mengenai akhlak

Manusia dengan sengaja, tidak dibuat-buat, dan telah menjadi kebiasaan.

Kata akhlak dalam pengertian ini disebut dalam al-Qur’andengan bentuk tunggalnya, khulq, pada firman Allah Swt yang merupakan konsiderans

pengangkatan Muhammad sebagai Rasul Allah. Dijelaskan dalam

al-Qur’ansebagai berikut:

ٍميِظَع ٍقُلُخ ٰىَلَعَل َكَّنِإَو

Artinya :Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berbudi pengerti

yang agung (QS Al-Qalam :4)

Beberapa istilah yang bekaitan dengan akhlak. Menurut jamil salibah (ahli

bahasa arab kontemporer asal suriah), adalah akhlak yang baik dan ada yang

buruk. Akhlak yang baik disebut adab (adab). Kata adab juga digunakan dalam

arti etika yaitu tata cara sopan santun dalam masyarakat guna memelihara

hubungan baik antar mereka.

Selanjutnya, dikalangan Ulama terdapat perbedaan pendapat tentang apakah

akhlak yang lahir dari manusia merupakan hal pendidikan dan latihan ataukah

(16)

16

sejak lahir orang yang bertingkah laku baik atau buruk karena pembawanya sejak

lahir. Karenanya, akhlak tidak bisa diubah melalui pendidikan atau latihan.

Pandangan ini dipegang oleh kaum jabariah, salah satu aliran dalam teologi Islam.

Sebagian lain berpendapat bahwa akhlak merupakan hasil pendidikan. Karenanya,

akhlak bisa diubah melalui pendidikan, dan itulah sebabnya mengapa Rasulullah

SAW “diutus untuk menyempurnakan akhlak” (HR. Malik).

Pendapat ini dipegang oleh kebanyakan ulamah. Ibnu maskawaih, ketika

mengeritik pandangan pertama, mengatakan bahwa pandangan negatif tersebut

antara lain akan memebuat segalah bentuk normal dan bimbingan jadi tertolak,

orang jadi tunduk pada kekejaman dan kelaliman, serta nak-anak jadi liar karena

tubuh dan perkembangan tanpa nasihat dan pendidikan.

Menurut Quraish Shihab, meskipun kedua potensi ini terdapat dalam diri

manusia, ada issyarat dalam Al qur’anbahwa manusia pada dasarnya cendrung pada kebajikan. Di dalam Al qur’an diuraikan bahwa iblis menggoda Adam, lalu adam durhaka kepada Tuhan. Sebelum digoda iblis, Adam tidak durhaka artinya

ia tidak melakukan sesuatu yang buruk akibat godaan itu, adam menjadi sesat,

tetapi kemudian bertobat kepada tuhan sehingga kembali kepada kesuciannya (M.

Quraish Shihab, 2009: 35).

Adapun sasaran ahlak dalam Islam, secara garis besar akhlak manusia

mencangkup tiga sasaran, yaitu terhadap Allah Swt, terhadap bersama manusia,

dan terhadap lingkungannya. akhlak manusia terhadap Allah Swt bertitik tolak

dari pengakuan dan kesadaran bahwa tidak ada Tuhan selain Allah Swt yang

memiliki segalah sifat terpuji dan sempurna.

Mensucikan Allah Swt dan memuji-nya. Bertaqwa (berserah diri) kepada

Allah Swt setelah berbuat atau berusaha lebih dahulu. Berbaik sangka kepada

Allah Swt akhlak terhadap sesama manusia, sebagai contoh akhlak terhadap orang

tua diantaranya sebagai berikut : (1) Memelihara keridaan orang tua; (2) Berbakti

kepada orang tua; dan (3) Memelihara etika pergaulan kepada orang tua. Akhlah

(17)

17

sesuatu yang berada disekitar manusia, seperti binatang, tumbuhan-tumbuhan dan

benda-benda yang tak bernyawa.

Sementara menurut Ibnu Katsir, akhlak yang dianjurkan Al qur’an terhadap lingkungan bersumber dari fungsi manusia sebagai khalifah. Khalifah menuntut

adanya interaksi antara manusia dan alam. Khalifah mengandung arti

pengayoman, pemeliharaan, dan bimbingan agar setiap mahluk mencapai

tujuannya (Ismail bin Katsir, 2001: 125). Mahluk-mahluk itu adalah umat seperti

manusia juga. Al qur’an menggambarkan :



Artinya: “dan tiada binatang-binatang yang ada dibumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melaikan umat-umat (juga) seperti kamu… ”(Q.S.al An’am :38).

Tujuan akhlak sendiri adalah menghasilkan nilai yang mampu

menghadirkan kemanfaatan bagi manusia, bukan nilai materi. karena Akhlak

adalah salah satu dasar bagi pembentukan kepribadian individu. Tentu saja secara

pasti, akhlak sebagai salah satu dasar pembentuk masyarakat tidak akan diabaikan

begitu saja. Manusia tidak akan baik kecuali ketika akhlaknya baik. Namun,

masyarakat tidak akan menjadi baik hanya dengan akhlak, tetapi dengan

dibentuknya pemikiran-pemikiran, perasaan-perasaan dan tingkah laku yang baik

dalam kehidupan sehari-hari akan meningkatkan keimanan kepada Allah dan

terhindar dari ajaran-ajaran sesat yang berkembang saat ini.

c. Nilai pendidikan Ibadah

Pendidikan ibadah adalah proses pendidikan yang mengajarkan kepada

seorang anak harus menjalankan rukun Islam pada khususnya dan seluruh

ajaran Islam pada umumnya. Sehingga menjadi hamba Tuhan yang taat (Ismail

(18)

18

Akhlak terhadap sesama manusia, sebagai contoh akhlak terhadap orang tua

di antaranya sebagai berikut : (1) Memelihara keridaan orang tua; (2) Berbakti

kepada orang tua; dan (3) Memelihara etika pergaulan kepada orang tua. Akhlah

terhadap Lingkungan. Dimaksudkan dengan lingkungan disini ialah segalah

sesuatu yang berada disekitar manusia, seperti binatang, tumbuhan-tumbuhan dan

benda-benda yang tak bernyawa. Nilai ibadah yang dianjurkan al- Qur’an terhadap lingkungan bersumber dari fungsi manusia sebagai khalifah. Khalifah

menuntut adanya interaksi antara manusia dan alam. Khalifah mengandung arti

pengayoman, pemeliharaan, dan bimbingan agar setiap makhluk mencapai

tujuannya.

Berdasarkan nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam surat an Naba’ ayat 38-40 dapat disimpulkan bahwa dalam kehidupan sehari-hari manusia

dianjurkan untuk beribadah kepada Allah Swt.untuk menempuh jalan kebenaran,

beribadah serta dapat mengimplementasikan nilai-nilai aqidah karena semua itu

akan di pertanggung jawabkan di hari kiamat. Karena setiap orang, setiap roh,

akan benar-benar dihidupkan kembali dan menyadari sepenuhnya akan arti

penting dirinya. Dia tidak akan dapat bersembunyi laksana debu yang sirna di

padang pasir. Allah mengatakan bila seseorang mengerjakan kebaikan sekecil

apapun, maka kebaikan itu akan muncul di hadapannya.

Surat an Naba’ayat 39 di atas disebutkan bahwa: "Itulah hari yang pasti

terjadi dan jika demikian maka siapa yang menghendaki, untuk menelusuri jalan

(19)

19

sekarang ini juga bersungguh-sungguh menempuh menuju Tuhannya jalan

kembali dengan beriman, bertaubat, dan beramal saleh. Menurut Quraish Shihab

ayat tersebut mengandung makna bahwa balasan yang diberikan Allah adalah

bagian dari rahmat-Nya, termasuk yang diterima oleh para pendurhaka.

Sementara Surat an Naba’ ayat 40 di atas menerangkan bahwa di hari kemudian setiap orang akan melihat apa yang dikerjakannya di dunia. Itu dapat

berarti melihat dengan mata kepala ganjaran dan balasan amalnya, atau bahkan

melihatnya kembali sebagaimana yang terjadi melebihi cara kita sekarang melihat

rekaman peristiwa-peristiwa. Penghuni neraka menyesal, penyesalan yang tidak

berguna, mengapa mereka harus diwujudkan di dunia untuk memikul tanggung

jawab. Karena itu yang berakal hendaknya menggunakan kesempatan hidupnya di

dunia, agar tidak menyesal di hari kemudian.

Surat an Naba’ ayat 38-40 dalam perspektif ahli pendidikan Islam pada dasarnya tidak menjelaskan secara khusus atau secara terperinci bahwa dalam

surat an-Naba’ ayat 38-40 mengandung nilai aqidah di nilai ibadah, tetapi Abdul Wahab Khalaf (pengarang terakhir tasyrik) lebih memperhatikan pokok

kandungan al-Qur’an yang terdiri dari 3 kategori yaitu sebagai berikut: (1) Masalah aqidah (kepercayaan yang berhubungan dengan hukum lima); (2)

Masalah etika; dan (3) Masalah amaliylah.

Menurut Muhaimin dan Abdul Mujid, nilai aqidah sangatlah kompleks dan

sangat banyak. Nilai itu dapat dilihat dari berbagai sudut pandang. Jika dilihat dari

sumbernya nilai aqidah Islam dapat diklasifikasikan menjadi dua macam yaitu: (1)

Nilai ilahiyah yaitu nilai yang lahir dari keyakinan yang mencakup nilai kematian

dan nilai ibadah; dan (2) Nilai insaniyah yaitu nilai yang lahir dari kebudayaan

yang mencakup nilai etika dan sosial (Muhaimin dan Abdul Mujid, 1993: 111).

Sementara menurut Moh. Mathna, dalam ayat-ayat Makiyah kebanyakan

mengandung masalah aqidah (ketauhidan), masalah kepercayaan adanya Allah

Swt, masalah ibadah, mengenai azab dan nikmat dihari kemudian (Moh. Mathna,

(20)

20

C.Kesimpulan

Seperti diketahui bahwa pokok-pokok iman itu ada 6 perkara yaitu percaya

kepada Allah, percaya kepada malaikat, percaya kepada kitab Allah, percaya

kepada Rasul, percaya kepada hari kiamat dan percaya kepada qadha dan qadhar.

Keenam pokok iman tersebut harus selalu lengkap dan tidak boleh terlepas

walaupun hanya satu diantaranya.

Nilai pendidikan akhlak yaitu nilai moral, nilai etika dan karakter yang

terdapat dalam diri seseorang. Ruang lingkup nilai akhlak mencakup akhlak

kepada Allah, akhlak kepada manusia dan akhlak kepada lingkungan. Sebagai

umat Islam memang selayaknya akhlak kepada Allah itu harus yang baik-baik

jangan akhlak yang buruk. Seperti kalau kita sedang diberi nikmat, kita harus

bersyukur kepada Allah. Titik tolak Ahlak kepada orang lain adalah kesadara

bahwa manusia hidup di dalam masyarakat yang terdiri atas berbagai macam suku

bangsa yang berbeda- beda bahasa dan budaya. Akhlak yang baik terhadap

lingkungan adalah ditunjukkan kepada penciptaan suasana yang baik, serta

pemeliharaan lingkungan agar tetap membawa kesegaran, kenyamanan hidup,

tanpa membuat kerusakan dan polusi sehingga pada akhirnya akan berpengaruh

terhadap manusia itu sendiri yang menciptanya.

Nilai ibadah yaitu suatu bentuk pengabdian seorang hamba kepada sang

pencipta sebagai rasa syukur atas segala nikmat yang telah diterimanya. Ibadah

adalah sarana untuk menghubungkan diri kita dengan Tuhan dan untuk

membuktikan diri kita sebagai hamba serta sekaligus untuk menegaskan

keberadaan Tuhan. Manakala ibadah dilakukan tanpa totalitas penghambaan diri

kepada Tuhan, apalagi jika ibadah itu dilakukan sebagai manifestasi kepentingan

pribadi kita sebagai manusia, yakni untuk memperoleh manfaat biologis, dengan

kata lain, ibadah yang kita lakukan bukan mur ni penghambaan diri yang

(21)

21

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman An Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat, Jakarta: Gema Insani Press, 1995

Abdurrahman Saleh, Teori-teori Pendidikan Berdasarkan Al-Quran, terj. H. M. Arifin, Bandung: Rineka Cipta, 1994

Abudin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana, 2010.

Ismail bin Katsir, Tafsir Ibn Katsir, ter:Bahrun Abu Bakar, Vol. VII, Bandung: Sinar Baru Algensindo: 2001

Muhaimin dan Abdul Mujid, Pemikiran Pendidikan Islam: Kajian Filosof dan Kerangka Dasar Operasional, Bandung Trigenda Karya: 1993

Muhammad Zaini, Pengantar ‘Ulumul Qur’an, Banda Aceh: Pena, 2012

M. Quraish Shihab, Al Misbah, Volume XV, Ciputat: Lentera Hati, 2009.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data maka dapat disimpulkan bahwa: Nilai-nilai pendidikan Akhlak yang terkandung dalam surat Al-Hujurat ayat 11-13 adalah

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data maka dapat disimpulkan bahwa: Nilai-nilai pendidikan Akhlak yang terkandung dalam surat Al-Hujurat ayat 11-13 adalah akhlak

PENDIDIKAN AKHLAQ YANG TERKANDUNG DALAM SURAT AN-NUUR AYAT

Sedangkan dalam skripsi ini dapat ditarik kesimpulan bahawa nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam surat al Israa’ ayat 23-27 adalah, 1)

Adapun pendidikan akhlak untuk perempuan yang terkandung pada surat An-Nur m ayat m 31 adalah ialah: Menundukkan pandangan bertujuan untuk menjaga martabat seorang

Tafsir ayat di atas bahwa, kehidupan yang baik adalah berupa rasa kenikmatan dalam beribadah, kanaah, rida, maknanya dirahasiakan, serta jiwanya didekatkan dengan Allah.

Cara menghindari perilaku keji, mungkar dan permusuhan dalam kehidupan sehari-hari dapat dilakukan dengan menyadari bahwa perilaku buruk yang dilakukan akan berdampak pada

Dan secara praktis dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi penulis dan pembaca dalam memahami pesan yang terkandung dalam surat al-Maidah ayat 8-11 mengenai pendidikan