• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANATOMI SEMBURAN ‘LUSI’ DI JAWA TIMUR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ANATOMI SEMBURAN ‘LUSI’ DI JAWA TIMUR"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

 

 

ANATOMI

SEMBURAN

‘LUSI’ DI

JAWA TIMUR

 

Mark Tingay

2010

 

Makalah ini menampilkan hasil kajian terhadap anatomi dan perspektif  daya pengendali semburan Lusi, yang disebut sebagai suatu pembahasan  yang seimbang. Diusulkan perubahan terhadap stratigrafi bawah 

permukaan pada satuan batugamping terdalam dan satuan ekstruksi  volkanik. Penulis cenderung air semburan Lusi berasal dari reservoir  karbonat dan diperkaya dari satuan lempung di atasnya. 

(2)

ANATOMI SEMBURAN

‘LUSI’ DI JAWA TIMUR

Anatomy of the ‘Lusi’ Mud Eruption,

East Java

M a r k Tin ga y 2 0 1 0

Tect onics, Resources and Explorat ion ( TRaX) , Aust ralian School of

Pet roleum

Universit y of Adelaide, SA 5005, Aust ralia

Mark.t ingay@adelaide.edu.au

Dikaji, dianalisis dan diterjemahkan ke bahasa Indonesia

Oleh: Dr. Hardi Praset y o

Inisiator ‘LUSI LIBRARY’

(3)

RIGKASAN

SUMMARY

Awal kejadian lumpur panas

Pada pagi hari tanggal 29 Mei 2006, lumpur panas ( hot m ud) mulai menyembur dari lahan persawahan di daerah yang padat penduduk di Kecamatan Porong, di Sidoarjo, Jawa Timur.

Perkembangan kecepatan (flow rates) dan volume semburan

Kecepatan semburan awalnya ( init ial flow rat es) sekitar 5.000 m3/hari, lumpur dengan cepat telah menenggelamkan desa-desa yang berdekatan. Setelah mendekati empat tahun, semburan Lusi ( ‘Lusi’ erupt ion) telah memuntahkan lumpur lebih dari 73 juta m3 dengan kecepatan rata-rata mendekati 64.000 m3/hari dan kecepatan maksimum ( m axim um rat es)

170.000 m3/hari.

Luas dan tebal genangan, dan dampak berganda deformasi

Luapan lumpur telah menggenangi daerah seluas 700 hektar dan kedalaman lebih dari 25 meter, memporakporandakan lusinan desa dan menyebabkan sekitar 40.000 orang harus diungsikan. Sebagai tambahan dari daerah yang tergenang ( inundat ed areas) , daerah lainnya juga beresiko terhadap penurunan dan semburan dari gas ( subsidence and dist ant erupt ions of gas) .

Kendala upaya mengendalikan dan memantau evolusinya

(4)

Belum dapat dipastikan sumber air, jalan keluar fluida, tatanan geologi di bawah permukaan

Secara khusus, yang paling terbesar dan paling tidak ada kepastian adalah sumber dari air yang disemburkan yaitu serpih versus karbonat dalam

( shales versus deep carbonat es) , jalan keluar dari aliran fluida antara sepenuhnya melalui rekahan-rekahan versus percampuran rekahan dan lubang bor ( purely fract ures versus m ixed fract ure and w ellbore) , serta ketidaksepakatan terhadap geologi bawah pemukaan ( subsurface geology)

wujud dari karbonat dalam, satuan litologi antara serpih dan karbonat

( nat ure of deep carbonat es, lit hology of lit hological unit bet w een shales and carbonat es) .

Fokus makalah meninjau anatomi sistem mud volcano Lusi, implikasi pada bencana Lusi

Studi ini akan menyajikan tinjauan pertama yang seimbang dari anatomi sistem mud volcano Lusi ( present t he first balanced overview of t he anat om y of t he Lusi m ud volcanic syst em ) dengan penekanan khusus terhadap ketidak jelasan yang kritis tersebut serta hubungannya terhadap bencana.

(5)

 

ANATOMI SEMBURAN ‘LUSI’ DI JAWA TIMUR

Anatomy of the ‘Lusi’ Mud Eruption, East Java

M a r k Tin ga y, 2 0 1 0

SUM M ARY

Early in t he m orning of t he 29t h of May 2006, hot m ud st art ed erupt ing from t he ground in t he densely populat ed Porong Dist rict of Sidoarj o, East Java.

Wit h init ial flow rat es of ~ 5000 cubic m et ers per day, t he m ud quickly inundat ed neighboring villages. Aft er alm ost four years, t he ‘Lusi’ erupt ion has expelled over 73 m illion cubic m et ers of m ud at an average rat e of approxim at ely 64000 cubic m et ers per day and at m axim um rat es of 170000m 3/ day.

The m ud flow has now covered over 700 hect ares of land t o dept hs of over 25 m et ers, engulfing a dozen villages and displacing approxim at ely 40000 people. I n addit ion t o t he inundat ed areas, ot her areas are also at risk from subsidence and dist ant erupt ions of gas.

However, effort s t o st em t he m ud flow or m onit or it s evolut ion are ham pered by an overall lack of knowledge and consensus on t he subsurface anat om y of t he Lusi m ud volcanic syst em .

(6)

subsurface geology ( nat ure of deep carbonat es, lit hology of lit hological unit bet w een shales and carbonat es) .

This st udy w ill present t he first balanced overview of t he anat om y of t he Lusi m ud volcanic syst em w it h part icular em phasis on t hese crit ical uncert aint ies and t heir influence on t he disast er.

(7)

PENDAHULUAN DAN LATAR BELAKANG

INTRODUCTION AND BACKGROUND

Identifikasi bencana geologi Lusi dan menyulut kontroversi

Luapan lumpur Sidoarjo, yang juga dikenal sebagai 'Lusi' (kependekan dari Lumpur

Sidoarjo) adalah bencana geologi unik yang telah menyulut terjadinya kontroversi

ilmiah dan politik yang meluas (a unique geological disast er t hat has ignit ed w idespread scient ific and polit ical cont roversy).

Aliran lumpur pertama kali diamati di persawahan padi pada Kecamatan Porong

sekitar 05:00 pada tanggal 29 Mei 2006, dan sejak itu terus menyembur (hampir 4

tahun di saat menulis makalah ini).

Kerugian yang ditimbulkan

Lumpur telah menimbulkan kerugian korban jiwa 17 orang, pengungsian sekitar

40.000 orang, membanjiri seluas 7 km2 dari sebuah kota besar,

dan telah menyebabkan kerugian lebih dari US$ 550 juta (Gambar 1; Cyranowski,

2007).

Penetapan Lusi sebagai mud volcano sebagai remobilisasi sedimen

Lusi adalah contoh mud volcano, fitur geologi yang relatif umum dimana lumpur di bawah permukaan diekstrusi ke permukaan ( Lusi is an exam ple of a m ud volcano, a relat ively com m on geological feat ure in w hich subsurface m ud is ext ruded at t he surface) .

Sangat tidak umum mud volcano berkembang di dekat perkotaan

(8)

Dua teori yang terus bersaing tentang penyebab dan pemicu Lusi

Selain itu, telah ada pengakajian yang mendalam pada aspek ilmiah dan politik atas pemicu Lusi, dimana beberapa peneliti menyarankan bahwa luapan lumpur dihasilkan dari ledakan di sumur Banjar Panji-1 ( m udflow result ed from a blow out in t he Banj ar Panj i- 1 w ell ) yang terletak 150m jauhnya (Davies et al, 2008; Tingay et al, 2008).

Sementara teori yang berlawanan tetap mempertahankan bahwa bencana diawali oleh gempa Mw6,3 pada 27Mei 2006 diYogyakarta ( disast er w as init iat ed by t he Mw 6.3 May 27t h 2006 Yogyakart a eart hquake Mazzini dkk, 2007; . Sawolo et al, 2009) .

Kontroversi berlanjut karena tidak diketahui anatomi bawah permukaan

Namun, meskipun telah banyak makalah dan perdebatan publik, kontroversi tetap tidak terselesaikan. Terutama disebabkan oleh banyak hal yang tidak diketahui anatomi gunung lumpur di bawah permukaan, ketidakpastian sekitar kejadian dalam minggu-minggu sebelumnya ( How ever, despit e num erous papers and public debat es, t he cont roversy rem ains unresolved, prim arily due t o t he m any unknow ns in t he subsurface anat om y of t he m ud volcano, t he uncert aint ies surrounding event s in t he w eeks).

Masih terdapat perbedaan penafsiran data teknik sumur BJP-1

Serta perbedaan atas interpretasi data teknik perminyakan dari Sumur Banjar Panji-1 ( and discrepancies over int erpret at ion of pet roleum engineering dat a from t he Banj ar Panj i- 1 w ell ( Davies et al, 2010; . Saw olo et al, 2010.) .

Kontroversi pemicu semburan lusi memberikan implikasi luas: sosial dan politik

(9)

Perusahaan yang bertanggung jawab atas pengeboran Banjar Panji-1 (Lapindo Brantas) telah memberikan sebagian kompensasi bagi penduduk dari empat desa yang terkena dampak semburan lumpur, sementara itu pemerintah Indonesia telah memberikan bantuan bagi masyarakat lainnya yang terkena dampak dan telah diasumsikan telah memegang kendali penuh terhadap zona bencana ( has assum ed cont rol of t he disast er zone) .

Gambar 1.

Foto udara dari semburan lumpur Lusi dilihat dari barat daya (foto yang diambil mungkin akhir 2007). Aliran lumpur telah menutupi 7km2 dari kota Sidoarjo dan menimbulkan pengungsi sekitar 40000 orang. Kawah utama telah menyembur terus menerus sejak tanggal 29 Mei 2006 dengan kecepatan aliran (flow rate) sampai di tingkat 170.000 m3/hari. Sekitar 73 juta m3 aliran lumpur dalam 3 tahun pertama, volume mendekat sekitar 1/7th pelabuhan Sydney.

(10)

Sehingga sementara isu pemicu terus diperdebatkan, banyak korban bencana yang telah hidup di desa pengungsian dan kota-kota yang kumuh dibangun berdekatan dengan zona bencana.

Pentingnya pemahaman terhadap anatomi bawah permukaan Lusi

Lebih jauh lagi, pengetahuan tentang anatomi bawah permukaan semburan lumpur Lusi adalah penting untuk: (1) memprediksi kemungkinan panjangya umur bencana, (2) kemungkinan evolusi daerah (Khususnya penurunan terus-menerus wilayah tersebut, dari reaktivasi patahan dan kemungkinan runtuhnya kaldera) dan (3) apakah mungkin ada solusi keteknikan terhadap potensi untuk membunuh atau mengendalikan semburan lumpur

(11)

 

GEOLOGI REGIONAL

REGIONAL GEOLOGY

Kedudukan Geografi

Lusi mud volcano volcano (koordinat 7º 31’ 37.8”S, 112º 42’ 42.4”T) berlokasi di kota Sidoarjo, kira kira 25 km arah selatan dari kota Surabaya di Jawa Timur, merupakan kota terbesar ke dua di Indonesia.

Kedudukan pada Cekungan Jawa Timur

Lusi berlokasi di dalam Cekungan Jawa Timur ( Lusi is locat ed wit hin t he East Java Basin), suatu cekungan busur belakang yang mengalami inversi berarah timur-barat, dimana telah mengalami tektonik ekstensi selama Paleogen. serta telah direaktivasi selama Miosen Bawah-Resen (E- W t rending invert ed back- arc basin t hat underw ent ext ension during t he Paleogene and w as react ivat ed during t he early Miocene- Recent ( Kusum ast ut i et al., 2002; Shara et al., 2005) .

Geologi Cekungan Jawa Timur

Cekungan Jawa Timur berumur Miosen-Resen yang berada di sekitar daerah Lusi disusun oleh sedimen-sedimen klastik laut dan karbonat dangkal, lumpur marin ( m arine m uds) , klatistik volkanik ( volcaniclast ic), dan satuan volkanik dari komplek gunung api Penanggungan yang berada didekatnya,

(12)

Stratigarafi bawah permukaan Lusi

Geologi bawah permukaan Lusi awalnya telah dilaporkan dari banyak studi (Davies et al., 2006; Mazzini et al., 2007; Davies et al., 2008; Tingay et al., 2008; Sawolo et al., 2009) terdiri dari satuan-satuan.

1. Resen Aluvium ( Recent alluvium ) , selang seling pasir dan serpih

( alt ernat ing sands and shales) , tebal 0-290m;

2. Pleistosen ( Pleist ocene) , Formasi Pucangan ( Pucangan Form at ion)

terdidi dari perselingan pasir dan serpih (alt ernat ing sands and shales), kedalaman 290-900m;

3. Pleistosen ( Pleist ocene) , Formasi Kalibeng Atas, lumpur smektit-ilit berada pada kondisi di bawah kompaksi ( Upper Kalibeng undercom pact ed) sm ect it e- illit e m uds; kedalaman 900-1870m;

4. Pleistosen, batupasir volkanoklastik Kalibeng Atas ( Pleist ocene Upper Kalibeng volcaniclast ic sands); kedalaman 1870-≈2833m; dan

(13)

SISTEM SALURAN BAWAH PERMUKAAN LUSI

LUSI’S SUBSURFACE PLUMBING SYSTEM

Model wujud atau anatomi bawah permukaan dan daya pengendali semburan Lusi 

Salah satu isu utama sekitar aliran lumpur Lusi adalah wujud ( nat ure) dari sistem saluran bawah permukaan dan daya pengendali dari semburan.

Dua model yang satu dengan lainnya berbeda telah diusulkan untuk anatomi bawah permukaan Lusi, dan hal ini akan terkait dengan dua teori yang bersaing terhadap pemicu aliran lumpur.

Model Lusi dipicu pemboran sumur BJP1 

Model pertama, dianut dari mereka yang percaya pada teori ‘Lusi dipicu pemboran’, yang mengusulkan bahwa aliran lumpur Lusi berakar dalam

( deep root ed) dan terutama dikendalikan oleh lepasnya fluida berasal dari karbonat dalam (Davies et al., 2008; Tingay et al., 2008).

Model Lusi dipicu gempabumi Yogyakarta 

Model altrnaif, dipercaya oleh pendukung teori ‘Lusi dipicu gempabumi’, yang mengusulkan bahwa Lusi berakar dangkal ( shallow - root ed) dan dikendalikan oleh fluida yang keluar dan likuifeksi ( liquefact ion) dari lumpur Kalibeng Atas (Mazzini et al., 2007; Istadi et al., 2009; Sawolo et al., 2009). Penentuan dari anatomi bawah permukaan Lusi tersebut mempunyai kendala yang signifikan, untuk menentukan mekanisme yang lebih mungkin dari mekanisme pemicu semburan Lusi.

(14)

aspek-aspek anatomi bawah permukaan Lusi ( subsurface Lusi) dimana informasi dari sumur dipadankan dari hasil pengukuran di permukaan.

Konstrain

 

(tidak

 

umum)

 

terhadap

 

Aspek

­

aspek

 

Mudflow

 

Lusi

 

Ketidak jelasan sumber air dan pengendali tekanan aliranlumpur

Ketidakjelasan utama disekitar anatomi dari aliran lumpur adalah sumber (atau sumber-sumber) dari komponen air dari semburan lumpur dan pengendali tekanan dari aliran lumpur.

Semakin jelas sumber padatan Lusi

Namun, asal usul dari padatan yang dierupsikan Lusi dan dominan dari sistem saluran dangkal (<1200m) sudah mendapatkan rasionalisasi dan dengan konstrain yang baik, didapatkan dari pengukuran permukaan selanjutnya diuraikan pada bab ini.

Karakteristik semburan Lusi

Lumpur yang disemburkan dari Lusi sangat mempunyai variasi terhadap kehidupan dari mud volcano, tapi secara luas dapat dicirikan dari:

• Lumpur panas cair (temperatur 70-100o C) berwarna abu-abu menengah terdiri dari air (awalnya air 60-80% air, tapi berkurang seiring waktu dan saat ini air 30%-50% air), dan

• Fraksi padatan terutama keseluruhannya terdiri dari lumpur (fraksi padat adalah 80-90% lempung dengan sedikit lanau dan butiran berukuran pasir).

• Lumpur dengan asal usul densitas keseluruhan 1,3-1,4 g/cm3, tapi secara lambat telah meningkat jumlah padatannya (Mazzini et al., 2007).

(15)

deuterium ( and deplet ed in deut erium ) selotar δD of -1,7‰ sampai-14,4‰ bila dibandingkan terhadap air laut.

• Temperatur dan geokimia dari air dicirikan sebagai sumber yang berasal dari kedalaman > 1700m (Mazzini et al., 2007).

• Fraksi padatan dari lumpur yang disemburkan pada Lusi terutama terdiri dari mineral ilit, smektit dan beberapa klorit ( of illit e, sm ect it e and som e chlorit e). Hal ini konsisten dengan sedimen yang berasal dari kedalaman antara 1341-1828m di sumur Banjar Panji-1 (Mazzini et al., 2007).

• Lebih jauh lagi, semburan dari lumpur memperlihatkan vit rinit e reflect ances sebesar 0,55-069% Ro, hal ini berkorelasi dengan kematangan organik (organic m at t er m at urat ions) dari Ro>0,65% yang diamati dari kedalaman >1700m pada sumur Banjar Panji-1 (Mazzini et al., 2007).

• Akhirnya analisis biostratigrafi ( biost rat igraphical analysis) dari semburan lumpur memperjelas adanya fosil foraminifera dan fosil nano sebagaimana yang diamati dari cut t ing dikumpulkan pada dari kedalaman 1219-1828m pada sumur Banjar Panji-1.

Kesepakatan terhadap berasal dari Formasi Kalibeng Atas

Sehingga, fraksi padatan dari lumpur yang disemburkan oleh Lusi dapat disepakati dengan baik terutama hasil penanggalan ( dat ing) terhadap lempung dari Formasi Kalibeng Atas ( Upper Kalibeng Clays) antara kedalaman 1219-1828 m (Mazzini et al., 2007).

Kawah utama dan luaran Lusi

(16)

Suatu kawah utama yang melingkar ( circular m ain) dengan diameter sekitar 100m dan telah menyemburkan Lusi dengan kecepatan aliran di atas 170.000 m3/hari, dengan rata-rata sebelumnya 90.000-100.000 m3/hari (Davies et al., 2006; Mazzini et al., 2007; Istadi et al., 2009).

Namun Bapel BPLS pada awal Juni 2009 menghitung bahwa volume lumpur yang berada atas di pond waktu itu sekitar 65 juta m3, dan sekitar 8 juta m3 diantaranya telah dipompakan dari kolam penampungan lumpur ke Kali Porong.

Disini total lumpur yang telah disemburkan oleh Lusi pada tiga tahun pertama mendekati 73 juta m3 (dengan mengabaikan potensi kesalahan karena penambahan volume dari air hujan, pengurangan karena penguapan dan awal tidak dimonitornya pemompaan lumpur dan sluicing lumpur ke sungai.

Besaran untuk kecepatan semburan per hari menunjukkan bahwa tiga tahun pertama rata sebesar 64.000m3/hari, dan sangat berkurang dari rata-rata estimasi yang selama ini digunakan untuk mengukur durasi hidup ke depan dan evolusi Lusi ( average est im at es t hat have been used in est im at es of Lusi longevit y and evolut ion, Istadi et al., 2009; Swarbrick et al., under review).

Penurunan kecepatan semburan menjadi sekitar 20.000m3/hari

Disamping itu, kecepatan semburan, dari hari ke hari berfluktuatif, secara gradual telah berkurang sejak September 2006 and, pada saat menulis, diperkirakan pada kecepatan 20.000-30.000m3/hari.

Geometri permukaan dangkal di kawah utama masih tidak jelas

Geometri permukaan dangkal di kawah utama dari permukaan lempung Formasi Kalibeng Atas, menjadi tidak jelas. Pencitraan seismik refleksi dari

(17)

bahwa pipa pengumpan lumpur berbentuk conical (Stewart and Davies, 2006).

Postur sistem pengumpan mud volcano Lusi

Namun, analisis dari sistem pergerakan serpih berumur Miosen-Pleiosen dari Brunai mencirikan indikasi bahwa sistem pengumpan mud volcano (m ud volcano feeder syst em ) kemungkinan terutama terdiri dari terobosan bidang serpih ( planar shale dykes) yang menembus ke atas melalui patahan-patahan atau rekahan tarik ( ent rained up fault s or t ensile fract ures) (Morley et al., 1998; Tingay et al., 2003).

Kawah utama dengan lebar 100 m dan dengan kecepatan aliran yang ekstrim tinggi, memberikan kepercayaan bahwa sistem pengumpan di bawah Lusi berbentuk conical atau terdiri dari beberapa rekahan besar yang terbuka serta perpotongan pada bidang rekahan.

Model seperti pipa terbuka: bukti dari insersi bola-bola beton

Saluran pengumpan dangkal ( shallow feeder channel) berbentuk seperti pipa terbuka ini, sangat konsisten dengan hasil pengukuran dalam upaya untuk menghentikan semburan Lusi selama tahun 2007. Dengan menjatuhkan bola-bola beton yang dirangkai menjadi satu kesatuan oleh rantai yang kuat ke dalam kawah utama.

Walaupun upaya untuk menjatuhkan cincin bola beton tersebut masuk ke kawah gagal untuk menghentikan atau mengurangi aliran lumpur, kabel yang menempel pada beberapa bola-bola beton memperlihatkan bahwa rangakaian dapat dijatuhkan ke bawah sampai pada kedalaman antara 800-1000m.

Eksistensi semburan sekunder minor

(18)

hanya pendek mungkin satu minggu, semburan pasir dan lumpur terjadi ke atas 1000, dari saat awal semburan pada kawah utama dan berlanjut pada hari-hari selanjutnya.

Dinamika Bubble kecil (sekunder)

Sejak saat itu sejumlah semburan kecil (<10m3/hari) dengan istilah

‘bubblelers’ dengan air, lumpur atau gas telah terjadi sampai 4,5 km jauhnya dari kawah utama.

Jumlah semburan sekunder telah bervariasi dari 23 pada minggu ke tiga Agustus 2006, menjadi maksumum 155 bubblers pada tahun 2009, pada saat menulis, 39 bubbles aktif pada jarak maksimum 1,2 km dari kawah (sumber BPLS).

Bubble dikontrol oleh sistem patahan Watukosek

Lebih jauh lagi, terdapat sebaran geometri dari bubblers, dengan kebanyakan terjadi pada dua kecenderungan yang linier memotong kawah utama (BPLS).

Dominasi arah kira-kira UT-SB, dan telah diusulkan sebagai patahan ekstensi yang terbentuk di dekat Gawir Watukosek, dimana arah sekunder berorientasi UB-ST (Mazzini et al., 2007).

Dua arah dominan semburan sekunder mencirikan bahwa terjadinya jaringan patahan aktif berarah UT_SB dan arah UB-ST di bawah mud volcano Lusi ( act ive NE- SW and NW- SE t rending fault net w ork underneat h t he Lusi m ud volcano) .

Alternatif sistem pengumpan dangkal dikontros struktur geologi

(19)

Namun, hal ini tidak konsisten dengan orientasi maksimum tekanan horizontal lokal berarah UUT-SSB ( present - day m axim um horizont al st ress orient at ions) untuk daerah yang ditentukan dari mekanisme solusi gempabumi ( eart hquake focal m echanism solut ions Tingay et al., 2010) .

Rekahan tensi membuka terhadap tekanan utama minimum (Tensile fract ures open against t he least principal st ress) dan ekspektasi dengan arah jurus UUT-SSB di dekat Lusi.

Namun, arah tekanan horizontal maksimum saat ini, dan mekanisme solusi pusat gempa ( eart hquake focal m echanism Ssolut ion) memperkirakan suatu rezim patahan geser ( a st rike- slip fault ing st ress regim e), yang konsisten dengan arah rekahan berarah UT-SB dan UB-ST kira-kira merupakan

‘conj ugat e sub vervical st rik- slip fault zones’.

M ode l 1 : Ca ir a n t e r u t a m a da r i Ka r bon a t da la m

( Flu ids

Pr im a r ily fr om D e e p Ca r bon a t e s)

Formasi Tuban sebagai sumber fluida dan tekanan pengendali semburan

Model pertama untuk sistem pengumpan bawah permukaan lusi (m odel for Lusi’s subsurface plum bing syst em ) diusulkan bahwa sumber utama fluida, dan tekanan utama yang mengendalikan semburan ( m ain source of fluid for Lusi, and prim ary pressure drive of t he erupt ion), berasal dari satuan karbonat dalam berumur Miosen (sepertinya Formasi Tuban).

Model ini terutama telah diusulkan oleh penulis-penulis yang mendukung hipotesis bahwa Lusi dipicu oleh suatu ledakan di sumur Banjar Panji-1 ( t he hypot hesis t hat Lusi w as t riggered by a blow out in t he Banj ar Panj i- 1 w ell)

(20)

Air yang berada pada overpressure terakomodasi di batuan karbonat dalam

Di bawah model ini, air berada pada kondisi overpressure yang difasilitasi oleh karbonat telah menyembur ke atas melalui bagian lubang bor Banjar Panji-1, yang tidak diberi selubung ( overpressured w at ers host ed by t he carbonat es escape upwards via t he uncased sect ion of t he Banj ar Panj i- 1 w ellbore) .

Kombinasi dari reaktivasi patahan

Dan tampaknya yang paling mungkin, juga melalui pengaktifan kembali patahan dan rekahan yang saat ini dibentuk pada kedalaman (via deep recent ly creat ed or react ivat ed fault s and fract ures.).

Pergerakan fluida melalui formasi lempung Formasi Kalibeng Atas, membentuk lumpur cair

Dimana fluida yang bergerak melalui lempung dari Formasi Kalibeng Atas, telah sangat tiksotroik ( highly t hixot ropic), dan siap mengalir membentuk lumpur cair yang menyembur ke permukaan melalui sistem pengumpan dangkal, yaitu kawah kerucut dari perpotongan zona patahan (conical vent of int ersect ing conj ugat e fault zones) .

Bukti-bukti pendukung stratigrafi batuan karbonat, struktur runtuh

Model ini mempunyai beberapa bukti-bukti pendukung. Pertama, stratigrafi disekitar Lusi, dan identik dengan kondisi di sumur Porong dan satuan

carbonat m ounds Kodeco- 11C yang berlokasi pada arah TUT dari Lusi. Keduanya terdiri dari struktur runtuh melingkar yang ekstensif dengan patahan yang propagasi ke luar dari puncak pertumbuhan (gundukan) karbonat ( bot h cont ain ext ensive circular collapse st ruct ures wit h fault s propagat ing out of t he crest of t he carbonat e m ounds ( Kusum ast ut i et al., 2002) .

(21)

erupt ions) yang terjadi selama Kuarter dan telah bersumber dari pertumbuhan terumbu yang relatif dangkal ( shallower reefal Mounds).

Pendukung lainnya untuk karbonat dalam, sebagai sumber utama untuk air disemburkan oleh Lusi berasal dari fluida pori bertekanan sangat tinggi ( very high pore fluid pressures) sebesar 18,5 MPa/km dan dari porositas dan permeabilitas yang tinggi ( high porosit y and perm eabilit y) , yang diamati dari karbonat tersebut di sekitar sumur Porong-1. Sehingga karbonat tampaknya sangat ideal dan paling sesuai sebagai sumber utama air yang disemburkan pada Lusi ( carbonat es appear t o bet he ideal and best suit ed prim ary source of w at er erupt ed at Lusi) .

Kelemahan pendukung tidak ada bukti sumur menembus karbonat

Juga terdapat beberapa isu yang membuat model ini menjadi tidak jelas. Pertama, tidak diketahui apakah sumur Banjar Panji-1 telah menembus memotong karbonat dalam (Sawolo et al., 2009).

Hilangnya sirkulasi (loss) dan keluarnya gas H2S sebagai indikasi dari sumber karbonat

Tidak ada keratan ( cut t ings) yang kembali beberapa meter dari dasar sumur bor ketika terjadi kejadian total hilangnya sirkulasi dan sumur dihentikan (a com plet e loss of circulat ion and drilling w as halt ed) , walaupun terdapat sejumlah besar H2S, dimana secara rutin dilepas dari pemboran, diperkirakan berasal dari pertumbuhan terumbu di daerah semburan dari Banjar Panji-1 ketika ditendangkan dan dari kawah utama pada beberapa hari pertama.

(22)

Ketidak jelasan sumur bor dapat dilalui oleh semburan dengan kecepatan sangat tinggi (170.000 m3/hari)

Lebih jauh lagi, itu tidak jelas apakah sumur bor dengan diameter 12,25 inci akan dapat menerima semburan dengan kecepatan lebih dari 170.000m3/hari sebagaimana yang diamati pada Lusi (Sawolo et al., 2009).

Mungkin saja semua fluida mengalir via lubang sumur, melalui bidang patahan

Namun, di bawah model sumber karbonat dalam, menjadi tidak penting untuk semua fluida mengalir via lubang sumur, Lusi tiba-tiba meningkat dari <50.000m3/hari menjadi lebih besar dari 100.000m3/hari pada tanggal 1 September pada 2006.

Dimana kemungkinan mencirikan adanya perubahan pada sistem saluran terutama mengalir ke atas patahan-patahan dan rekahan-rekahan, dan lobang sumur tampaknya telah dierosi menjadi lebih besar terhadap waktu

( t he w ellbore is likely t o have been eroded larger over t im e).

Pentingnya kontribusi dari Kalibeng Atas dan fluida pori di dalam lempung

Lebih jauh lagi, dan sangat signifikan, semua diskusi dari model ini menghilangkan kontribusi tambahan dari lumpur Kalibeng Atas. Besarnya volume muntahan dari lempung (lumpur awalnya terdiri 20-40% lempung dan telah menebal terhadap, waktu porsi lempung berkisar 50-70%), juga keterlibatan tambahan dari fluida pori di dalam lempung ke dalam lumpur yang disemburkan ke permukaan.

Pada model ini fluida yang disemburkan terutama akan bersumber dari karbonat, tapi juga mengandung (dan meningkat menjadi dominan) jumlahnya secara signifikan air pori dari lumpur Kalibeng Atas.

(23)

Model kedudukan diusulkan untuk geometri dan daya pengendali aliran lumpur Lusi berasal dari lumpur Formasi Kalibeng Atas.

Semburan Lusi berasal dari pencairan lumpur Formasi Kalibeng Atas: reaktivasi Patahan Watukosek dipicu gempabumi Yogyakarta

Di bawah model ini semburan Lusi sebagai hasil pencairan dari lumpur Formasi Kalibeng Atas disebabkan oleh reaktifasi sona patahan dengan orientasi UT-SB umum dikenal sebagai Patahan Watukosek ( Lusi erupt ion w as t he result of liquefact ion of t he Upper Kalibeng clays caused by react ivat ion of a pre- exist ing NE- SW orient ed fault zone ( oft en t erm ed t he Wat ukosek Fault ). Dengan reaktivasi dipicu oleh gempabumi 27 Mei 2006 Mw6,3. Gempabumi Yogyakarta berjarak 250 km (Mazzini et al., 2007; Sawolo et al.,2009).

Proses lifuifaksi sedimen lumpur tiksotropik dipicu gempa atau patahan

Sifat yang sangat t hixot ropic dari lumpur Kalibeng Atas membuatnya ia sangat rentan terhadap likuifaksi jika tergangu oleh gerakan gempa atau patahan.

Zona patahan sebagau suatu jalan keluar yang ideal serpih terlikuifaksi ke permukaan

Lebih jauh lagi, zona-sona patahan selalu ekstrim perm eable selama momen dari pemecahan ( m om ent rept ure) menyediakan suatu jalan keluar untuk likuifaksi serpih bergerak ke permukaan ( liquefied and m obile shales t o escape t o t he surface) .

Faktor pendukung lempung berada di bawah nilai kompaksi yang normal, porositas tinggi

(24)

Tekanan fluida yang tinggi sebagai daya pengendali sistem mud volcano

Di bawah kompaksi pada lempung mencirikan tipe bahwa serpih berada pada tekanan berlebih ( Undercom pact ion in clays t ypically indicat es t hat t he shales are overpressured) dalam arti berada pada kompaksi yang tidak seimbang ( disequilibrium com pact ion, Osborne and Swarbrick, 1997) dan tekanan fluida yang tinggi bisa menambah daya pengendali dari sistem mud volcano.

Alternatif air dilepaskan dari proses diagenesis mineral smektit ke ilit

Mazzini et al., 2007 mengusulkan bahwa walaupun overpressure lebih besar

( great er overpressures) mungkin telah terbentuk pada Lempung Kalibeng Atas oleh pelepasan dari air pada antar lapisan ( release of int er- layer bound Wat er) selama diagenesis dari smektit ke ilit ( during t he diagensis of sm ect it e int o illit e) .

Namun, transisi dari smektit ke ilit telah sebagian menghilangkan pembangkitan mekanisme overpressure ( largely dispelled as an overpressure generat ion m echanism , Osborne and Swarbrick,1997) dan karena itu tidak tampak untuk menyediakan lebih jauh peningkatan tekanan fluida pori pengenali Lusi ( and t hus is unlikely t o provide any furt her increase t hepore fluid pressures driving Lusi) .

Pentingnya peran patahan aktif menyebabkan serpih tiksotropik

Model ini didukung oleh model-model analogi bahwa patahan aktif dapat menyebabkan t hixot ropic shales untuk menjadi bergerak dan disemburkan sepanjang sona patahan (Mazzini et al., 2009).

Hubungan gempabumi meningkatkan intensitas semburan mud volcano, tidak ada bukti keterlibatan fluida dari karbonat dalam

(25)

2002; Mellors et al., 2007). Ditambahkan di sini, tidak ada bukti langsung terhadap keterlibatan fluida dari karbonat dalam pada sistem mud volcano.

Bukti tidak diketemukannya fragmen batugamping Miosen

Sebagai contoh, tidak ada fragmen dari batugamping Miosen atau batuan-batuan volkanik berumur Plio-Plesitosen yang telah diketemukan di dalam semburan lumpur (walaupun litologi ini kurang bermakna pada erosi dan frakmen yang besar dari litologi tersebut tidak diangkut ke permukaan). Lebih jauh lagi tiga bulan survei kegempaan mikro ( m icro- seism icit y survey)

melaporkan hanya satu even dari lebih dalam dari kedalaman 2km. Hanya beberapa lusin even seism ic m icro direkam dan mencirikan tidak ada kecenderungan spasial dan gagal untuk menyediakan suatu bukti yang konklusif dari suatu jaringan patahan bawah permukaan aktif (t hough only a few dozen m icro- seism ic event s w ere recorded and t hese indicat ed no spat ial t rend and failed t o provide conclusive evidence of an act ive subsurface fault net w ork; source: BPLS) .

Akhirnya, sumur Banjar Panji-1 mengalami kerusakan mengalami ‘loss’ kecil (20 barrels) saat tujuh menit setelah gempabumi Yogyakarta, menunjukkan bahwa bagian dari gelombang gempa telah membuka bebarapa rekahan pada perpotongan dari lubang bor ( t he passage of seism ic waves m ay have opened up som e fract ures int ersect ing t he w ellbore Saw olo et al., 2009) .

Terdapat beberapa isu terkait model dimana semua dari lumpur berasal dari lempung Kalibeng Atas. Pertama, itu tidak diketahui bagaimana gempabumi Yogyakarta dapat memicu pengaktifan kembali patahan di bawah Sidoarjo yang berjarak 250 km jauhnya

(26)

dari gelombang seismik kedua dapat menginduksi perubahan tekanan statik

( dynam ic st ress changes due t o direct shaking, co- seism ically induced st at ic st ress changes) relaksasi pasca gempa dari perubahan tekanan statik, dan efek elastik ayunan ( post - seism ic relaxat ion of st at ic st ress changes, and; poroelast ic rebound effect s) mencirikan bahwa gempabumi Yogyakarta pada maknitut yang sangat kecil untuk dapat memicu pengaktifan kembali patahan di awah Sidoarjo ( eart hquake w as at least an order of m agnit ude t oo sm all t o have t riggered fault react ivat ion under Sidoarj o.)

Ditambahkan bahwa perubahan tekanan maksimum ( t he m axim um st ress changes) disebabkan oleh gempabumi ini pada orde +33 kPa (lebih kecil daripada daya pasang surut ( sm aller t han t idal forces), sedangkan perubahan tekanan disebabkan tendangan di lubang sumur Banjar Panji-1 magnitut lebih besar daripada tiga orde (were over t hree orders of m agnit ude great er, Tingay et al., 2008; Davies et al., 2008).

Lebih jauh lagi, terdapat beberapa rekaman gempabumi yang lebih besar dan lebih dekat dari Sidoarjo daripada gempabumi Yogyakarta pada 27 Mei 2006 dan itu tidak jelas bagaimana hanya gempabumi Yogyakarta telah memicu aliran lumpur (Tingay et al., 2008; Davies et al., 2008).

Juga terdapat ketidakmungkinan untuk serpih tidak permeabel ( for lar gely im perm eable shales), walaupun di bawah likuifaksi, untuk menghasilkan kecepatan semburan di atas 170.000 m3/hari dan dapat berlangsung dengan kecepatan rata-rata 64.000 m3/hari untuk selama tiga tahun.

Tidak ada mekanisme yang diketahui bagaimana jumlah yang banyak dari serpih dapat berlanjut secara kotinyu dibawah likuifeksi selama suatu perioda waktu yang panjang.

(27)

large flow rat es for a sust ained period of t im e Kopf, 2002; Davies et al., 2006) .

Umumnya sistem mud volcano belum ada yang melaporkan mempunyai sifat seperti tersebut.

Umumnya sistem mud volcano di seluruh dunia cenderung kecepatan semburan hanya beberapa puluh sampai ratusan kubik meter per hari, tapi umumnya hanya mempunyai kehidupan semburan yang pendek 1-14 hari

( Nat ural m ud volcano syst em s worldwide t end t o flow at rat es of only a few t ens t o hundreds of cubic m et res per day, but can occasionally have erupt ions t hat are short - lived, 1- 14 days) dan yang ekstrim liar sekitar (100.000-1.000.000 m3/hari).

(28)

IMPLIKASI UNTUK MEREVISI LUSI ANATOMI

IMPLICATIONS OF REVISED LUSI ANATOMY

Studi ini menyediakan suatu tinjauan pemutahiran dari aspek geologi luapan lumpur Lusi dan juga makalah pertama yang menyediakan suatu ringkasan secara seimbang, disertai harapan agar tidak bias terhadap model anatomi utama dari model-model untuk bencana geologi yang unik ini ( sum m ary of t he m ain m anat om ical m odels for t his unique geological disast er) .

Sehingga aspek debat terhadap pemicu Lusi yang lebih rinci tidak tercakup di sini. Dilakukan revisi stratigrafi, ringkasan geologi di ekstrapolasi dari pengukuran di permukaan dan diskusi kedua model untuk sistem saluran bawah permukaan Lusi ( subsurface plum bing syst em ) yang mempunyai implikasi terhadap debat pemicu dan untuk kemungkinan evolusi dan durasi dari bencana ini (have im plicat ions for t he t riggering debat e and for t he possible evolut ion and longevit y of t his disast er.)

Revisi dari stratigrasi di bawah Lusi mempunyai beberapa implikasi yang luas.

Semua studi yang tertuju pada aliran lumpur Lusi telah menentukan satuan batuan karbonat dalam sebagai Formasi Kujung, dan telah dibuat asumsi terhadap sifat-sifat yang diketahui ( known propert ies) dari satuan ini.

(29)

Namun, di derah yang berdekatan tumpukan karbonat ( carbonat e m ound)

yang ditembus oleh sumur Porong-1, berjarak 7 km jauhnya menunjukkan kondisi overpressure yang sangat tinggi (very high overpressures) .

Baru-baru ini, Swarbrick et al. ( under review) berupaya untuk menghitung durasi yang mungkin dari aliran Lusi dengan mengasumsikan sumur dikembangkan, kecepatan semburan ( flow rat e), porositas dan permeabilitas dari karbonat Kujung tapi sekarang tidak memadai lagi.

Ditentukan signifikan secara sosial dan hukum dari bencana Lusi, yang sebelumnya menggunakan informasi dari karbonat Kujung dinyatakan sudah tidak dapat berlaku lagi (cannot be considered as valid).

Penafsiran yang baru dari satuan yang menutupi karbonat dan yang membawahi lempung Formasi Kalibeng Atas ( of t he unit overlying t he carbonat es and underlying t he Upper Kalibeng clays) terdiri dari batuan-batuan ekstrusi dengan prosositas rendah, daripada sedimen volcanoklastik yang permeabel yang telah mempunyai implikasi pada hidrodinamika terhadap daerah ini ( being com prised of low porosit y and t ight ext rusive igneous rocks, rat her t han perm eable volcaniclast ic sedim ent s has m aj or im plicat ions for t he hydrodynam ics of t he region).

Model dimana fluida terutama berasal dari karbonat dalam tidak layak kecuali karbonat disekat, dan menjadi tidak layak dari usulan stratigrafi yang diusulkan pada tahap awal ( The m odel in w hich t he fluids are prim arily derived from t he deep carbonat es is not feasible unless t he carbonat es are sealed, and t hus w as not likely under t he init ially proposed st rat igraphy). Lebih jauh lagi, pada model pencairan lempung ( clay liquefact ion m odel) ,

(30)

RANGKUMAN

SUMMARY

Studi ini menyediakan suatu pembaruan tinjauan terhadap geologi dari luapan lumpur Lusi and juga makalah pertama yang menyediakan suatu ringkasan yang seimbang dan tidak bias dari model anatomi dari suatu bencana geologi yang unik ini.

Sehingga debat terhadap pemicu tidak tercakup secara rinci disini, revisi stratigrafi, ringkasan geologi ektrapolasi dari pengukuran permukaan dan diskusi kedua model untuk sistem saluran ( plum bing syst em ) mempunyai implikasi untuk debat pemicu dan untuk kemungkinan evolusi dan durasi dari bencana ini ( have im plicat ions for t he t riggering debat e and for t he possible evolut ion and longevit y of t his disast er) .

Isu utama dan keseimpulan dari studi ini diringkas sebabagai berikut:

• Kedalaman karbonat di bawah Lusi ( The deep carbonat es underneat h Lusi) berumur Miosen dan tampaknya adalah Formasi Tuban, jadi bukan karbonat Kujung berumur Oligosen ( not t he Oligocene Kuj ung carbonat es)

(31)

• Fraksi padat dari lumpur yang disemburkan oleh Lusi bersumber dari lempung Formasi Kalibeng Atas ( t he Upper Kalibeng clays) pada kedalaman antara 1219-1828m (Mazzini et al., 2007).

• Rata-rata kecepatan aliran Lusi adalah sangat signifikan lebih rendah dari yang dilaporkan oleh publikasi ilmiah dan pada media ( Average flow rat e for Lusi is significant ly lower t han what has been previously report ed by scient ific publicat ions and in t he m edia) .

• Rata-rata kecepatan aliran pada tiga tahun pertama diperkirakan 64.000m3/hari (daripada 90.000-10.000 m3/hari) dan terhadap waktu telah berkurang (saat ini 20.000-30.000 m3/hari).

• Sistem pengumpan lumpur ( m ud feeder syst em ) pada kawah utama,

( m ain vent ) dimana berlanjut ke bawah sekurang-kurangnya pada lempung Kalibeng Atas, adalah apakah mendekali suatu bentuk pipa mengkerucut ( conical pipe) atau dibentuk oleh perpotongan antara dua sistem sona patahan ( int ersect ion of t w o m ain fault zone) and sekurang-kurangnya lebar 30 cm sampai kedalaman 1000m.

• Terdapat banyak lokasi semburan kecil atau sekunder ( large num ber of m inor secondary erupt ion sit es ) yaitu air, lumpur dan gas yang disalurkan oleh sistem patahan geser berarah UT_SB dan UB-ST, dengan dua zona patahan berpotongan di dekat kawah Lusi ( feed by a current ly act ive NE- SW and NW- SE conj ugat e st rikeslip fault syst em , w it h t he t w o fault zones int ersect ing near t he m ain Lusi vent). Ketidakjelasan utama terhadap anatomi dari mud volcano Lusi ( t he anat om y of t he Lusi m ud volcano) adalah sumber air komponen dari lumpur yang disemburkan. Temperatur dan kimia dari air mencirikan kedalaman labih besar dari 1700m.

(32)

karbonat dalam overpressure ( overpressured deep carbonat es), dimana mengalir ke atas pada lubang sumur Banjar Panji-1 dan mengaktifkan kembali patahan-patahan ( react ivat ed fault s) ,

menembus lumpur Kalibeng Atas (dan berlanjut pada air fluida pori) pada perjalanan ke permukaan.

• Model yang disusulkan sebagai altrnatif adalah lumpur keseluruhan berasal dari lempung Kalibeng Atas, dimana telah digerakkan kembali karena dipicu oleh patahan-patahan yang sebelumnya telah ada di Sidoarjo ( t he m ud is ent irely derived from t he Upper Kalibeng clays, w hich have been rem obilised due t o rem ot e t riggering of preexist ing fault s underneat h Sidoarj o).

• Dataset yang ada sebelumnya tidak memadai untuk membenarkan atau tidak membenarkan ( unequivocally prove or disprove) model yang ada. Masing-masing model mempunyai bukti yang mendukungnya, dan juga kritik yang belum dapat dijelaskan.

Menentukan geologi bawah permukaan dan sistem saluran dari aliran lumpur Lusi merupakan langkah ke depan yang sangat mendasar untuk memperkirakan evolusi dari mud volcano, durasi yang mungkin dari semburan dan untuk menyelesaikan debat yang telah berlangsung brkepanjangan pada pemicu dari bencana geologi yang unik ini

(33)

CATATAN PENULIS

AUTHORS NOTE

Semburan lumpur Lusi ( Lusi m ud erupt ion) dan, khususnya perdebatan pada pemicu dari bencana telah menjadi isu sosial, politik dan aspek legal.

Penulis telah mempublikasikan beberapa publikasi sebelumnya mengarah bahwa Lusi tampaknya lebih dipicu oleh ledakan bawahtanah di sumur Banjar Panji-1.

(34)

Daftar Pustaka

REFERENCES

Cyranoski, D., 2007, Indonesian eruption: Muddy waters: Nature, 445, 812– 815.

Davies, R.J., Swarbrick, R.E., Evans, R.J., and Huuse, M., 2007, Birth of a mud volcano: East Java, 29 May 2006: GSA Today, 17, 4–9.

Davies, R., Brumm, M., Manga, M., Rubiandini, R., Swarbrick, R., and Tingay, M., 2008, The east Java mud volcano (2006 to present): an earthquake or drilling trigger?: Earth and Planetary Science Letters, 272, 627-638.

Davies, R.J., Manga, M., Tingay, M., Lusianga, S., and Swarbrick, R., 2010 (in press), DISSCUSSION: Sawalo et al. (2009) The LUSI mud volcano controversy: Was it caused by drilling?: Marine and Petroleum Geology, 27, d oi:10.1016/j.marpetgeo.2010.01.019.

Istadi, B.P., Pramono, G.H., Sumintadireja, P., and Alam, S., 2009, Modeling study of growth and potential geohazard for Lusi mud volcano: East Java, Indonesia: Marine and Petroleum Geology, 26, 1724-1739.

Kopf, A.J., 2002, Significance of mud volcanism: Reviews of Geophysics, v. 40, doi: 10.1029/2000RG000093.

Kusumastuti, A., van Rensbergen, P., and Warren, J., 2002, Seismic sequence analysis and reservoir potential of drowned Miocene carbonate platforms in the Madura Strait, East Java, Indonesia: AAPG Bulletin, 86, 213-232.

Mazzini, A., Svensen, H., Akhmanov, G.G., Aloisi, G., Planke, S., Malthe-Sørenssen, A., and Istadi, B., 2007,

Triggering and dynamic evolution of LUSI mud volcano, Indonesia: Earth and Planetary Science Letters, 261, 375–388.

(35)

Mellors, R., Kilb, D., Aliyev, A., Gasanov, G., and Yetirmishli, G., 2007, Correlations between earthquakes and large mud volcano eruptions: Journal of Geophysical Research, 112, B04304.

Morley, C.K., Crevello, P., and Ahmad, Z.H., 1998, Shale tectonics and deformation associated with active diapirism: the Jerudong Anticline, Brunei Darussalam: Journal of the Geological Society, London, 155, 475-490.

Osborne, M. J., and Swarbrick, R.E., 1997, Mechanisms for generating overpressure in sedimentary basins: a reevaluation: AAPG Bulletin, 81, 1023-1041.

Sawolo, N., Sutriono, E., Istadi, B.P., and Darmoyo, A.B., 2009, The LUSI mud volcano triggering controversy: Was it caused by drilling?: Marine and Petroleum Geology, 26, 1766- 1784.

Sawolo, N., Sutriono, E., Istadi, B.P., and Darmoyo, A.B., 2010 (in press), Was LUSI caused by drilling? – Authors reply to discussion: Marine and Petroleum Geology, 27, doi:10.1016/j.marpetgeo.2010.01.018.

Shara, E., Simo, J.A., Carol, A.R., and Shields, M., 2005, Stratigraphic evolution of Oligiocene-Miocene carbonates and siliciclastics, East Java basin, Indonesia: AAPG Bulletin, 89, 799-819.

Stewart, S.A., and Davies, R.J., 2006, Structure and emplacement of mud volcano systems in the South CaspianBasin: AAPG Bulletin, 90, 771-786.

Swarbrick, R.E., Mathias, S.A., Davies, R.J., and Tingay, M., under review, Probabilistic longevity estimate for the LUSI mud volcano, East Java: Geophysical Research Letters.

Tingay, M., Hillis, R., Morley, C., Swarbrick, R., and, Okpere, E., 2003, Pore pressure/stress coupling in Brunei Darussalam implications for shale injection. In: Van Rensbergen, P., Hillis, R.R., Maltman, A.J., and, Morley, C.K. (eds.) Subsurface Sediment Mobilization. Geological Society of London Special Publication, London, 216, 369-379.

Tingay, M., Heidbach, O., Davies, R., and Swarbrick, R.E., 2008, Triggering of the Lusi mud eruption: earthquake versus drilling initiation: Geology, 36, 639-642.

Tingay, M., Morley, C.K., King, R.E., Hillis, R.R., Hall, R., and, Coblentz, D., 2010, The Southeast Asian Stress Map: Tectonophysics, 482, 92-104.

Gambar

Gambar 1.

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Soedarto yang harus diperhatikan berkaitan dengan kriminalisasi yaitu: (1) Penggunaan hukum pidana harus memperhatikan tujuan pembangunan nasional yaitu mewujudkan

Dalam usaha Laundry “SELY” ini merupakan gagasan yang muncul karena kebanyakan sebagian pelaku bisnis, karyawan, bahkan ibu rumah tangga maupun mahasiswa memilih jasa

Tujuan khusus penelitian ini adalah (1) untuk mengetahui pengaruh suhu dan konsentrasi sodium bisulfit terhadap rendemen dan kelarutan sodium lignosulfonat dalam proses

Fungsionaris Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), salah satu LSM besar di Indonesia, Emmy Hafild suatu waktu pernah menyebutkan, hubungan LSM dengan pers mutlak yang

Kedua, analisis hipotesis pada posttest keterampilan proses sains menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara siswa yang diajar dengan model

Seperti pada uji organoleptik citarasa, uji organoleptik tekstur bardasarkan hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa lama pengeringan selama 4 jam dan

Tidak terdapat hubungan antara asupan energi, frekuensi antenatal care dengan kejadian anemia pada ibu hamil dan terdapat hubungan ketaatan konsumsi tablet fe

Dari berbagai uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa implementasi kebijakan adalah suatu tindakan pelaksanaan dari kebijakan yang dilakukan baik individu atau pemerintah dan