ISBN : 978 – 979 – 99314 – 3 – 6
Tim Penyunting Artikel Seminar :
Dr. Hartono
Dr. Heru Kuswanto Dr. Suyanta
Dr. Heru Nurcahyo
Tim Editor:
Dr. Endang Widjajanti LFX Agus Purwanto, M.Sc Nur Hadi Waryanto, S.Si Tri Atmanto, M.Si
Artikel dalam prosiding ini telah dipresentasikan dalam Seminar Nasional Hasil Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA pada 30 Mei 2008 di FMIPA-UNY
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
TAHUN 2008
P
P
P
R
R
R
O
O
O
S
S
S
E
E
E
D
D
D
I
I
I
N
N
N
G
G
G
S
S
S
E
E
E
M
M
M
I
I
I
N
N
N
A
A
A
R
R
R
N
N
N
A
A
A
S
S
S
I
I
I
O
O
O
N
N
N
A
A
A
L
L
L
P
P
P
e
e
e
n
n
n
e
e
e
l
l
l
i
i
i
t
t
t
i
i
i
a
a
a
n
n
n
,
,
,
P
P
P
e
e
e
n
n
n
d
d
d
i
i
i
d
d
d
i
i
i
k
k
k
a
a
a
n
n
n
d
d
d
a
a
a
n
n
n
P
P
P
e
e
e
n
n
n
e
e
e
r
r
r
a
a
a
p
p
p
a
a
a
n
n
n
M
M
M
I
I
I
P
P
P
A
A
A
Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA Yogyakarta, 30 Mei 2008
PROSIDING
SEMINAR NASIONAL MIPA 2008
Penelitian, Pendidikan, dan Penerapan MIPA serta Peranannya Dalam Peningkatan Keprofesionalan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UNY, Yogyakarta 30 Mei 2006
Diselenggarakan oleh:
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta
Diterbitkan oleh
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta
Kampus Karangmalang, Sleman, Yogyakarta
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UNY, 2008
Cetakan ke – 1 Terbitan Tahun 2008
Katalog dalam Terbitan (KDT)
Seminar Nasional (2008 Mei 30: Yogyakarta) Prosiding/ Penyunting: Endang Widjajanti Laksono Laksono…. [et.al] – Yogyakarta: FMIPA
Universitas Negeri Yogyakarta, 2008 …jil
1. Nasional Seminar I. Judul II. Laksono
Universitas Negeri Yogyakarta, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA Yogyakarta, 30 Mei 2008
KATA PENGANTAR
Puji Syukur ke Hadirat Tuhan Yang Mahaesa atas segala Karunia dan Rahmatnya proseding ini dapat diselesaikan. Proseding ini merupakan kumpulan dari makalah dari peneliti, dosen dan guru yang berkecimpung di bidang MIPA dan Pendidikan MIPA yang berasal berbagai daerah di Indonesia.
Makalah yang dipresentasikan meliputi 2 makalah utama dan 121 makalah pendamping yang terdiri dari 32 makalah bidang matematika dan pendidikan matematika, 41 makalah bidang fisika dan pendidikan fisika, 21 makalah dari bidang kimia dan pendidikan kimia serta 27 makalah bidang biologi dan pendidikan biologi.
Pada kesempatan ini panitia mengucapkan terimakasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dan mendukung penyelenggaraan seminar ini. Dan kepada seluruh peserta seminar diucapkan terimakasih atas partisipasinya dan selamat berseminar semoga bermanfaat.
Yogyakarta, 30 Mei 2008
Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA Yogyakarta, 30 Mei 2008
SAMBUTAN KETUA PANITIA
Assalamuallaikum wr. wb.
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas terlaksanakannya seminar nasional Penelitian , Pendidikan dan Penerapan MIPA dengan tema “Peningkatan Keprofesionalan Peneliti, Pendidik dan Praktisi MIPA untuk Mendukung Pengembangan Kecerdasan Spiritual dan Emosional” .
Seminar ini merupakan agenda rutin tahunan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta yang biasanya diagendakan sekitar bular Agustus-September, namun untuk tahun ini kegiatan semnas diadakan dalam rangka menyambut dan memeriahkan Dies Natalis Universitas Negeri Yogyakarta yang ke- 44. Panitia mohon maaf karena pembicara utama Bapak Menteri Komunikasi dan Informatika tidak bisa hadir dikarenakan ada kegiatan yang bersamaan dengan semnas ini dan sebagai pengantinya beliau Bapak Dr. Ari Santosa
Pelaksanaan semnas ini terbagi dalam dua sesi yakni sesi pertama adalah sidang pleno yaitu panel dua pembicara utama dan sesi yang kedua adalah siding parallel yang terbagi dalam 4 bidang yaitu Matematika, Fisika, Kimia dan Biologi dengan total malakah/artikel yang dipresentasikan sebanyak 118 makalah yang ditulis oleh para dosen atau peneliti dari berbagai instansi di tanah air.
Ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua anggota panitia yang telah bekerja keras demi kelancaran semnas ini. Namun apabila masih ada kekurangan-kekurangan dalam pelayanan kami panitia mohon maaf yang sebesarbesarnya. Akhir kata kami sampaikan ucapan terimakasih yang sebesarbesarnya kepada para peserta seminar atas partisipasinya dan selamat dating di FMIPA UNY dan selamat berseminar.
Wasalamuallaikum wr. wb.
Yogyakarta, 30 Mei 2008
SAMBUTAN REKTOR
Assalmu’alaikum Wr. Wb.
Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia, rahmat dan nikmatNya yang selalu dilimpahkan kepada kita semua sehingga kita dapat bersama-sama di tempat ini dalam rangka mengikuti seminar nasional MIPA dengan tema:
Peningkatan Keprofesionalan Peneliti, Pendidik, dan Praktisi MIPA
untuk mendukung Pengembangan Kecerdasan Spiritual dan Emosional.
Tema ini dipilih dengan semangat kebersamaan untuk meningkatkan kualitas dan profesionalisme peneliti, pendidik dan para praktisi MIPA. Hal ini sesuai dengan kebijakan pemerintah yang telah dituangkan baik dalam Undang-Undang RI No. : 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, Undang-Undang RI No.: 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen maupun Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.: 19 Tahun 2005 tentang standar Nasional Pendidikan. Apalagi dua diantara empat kompetensi yang dituntut dalam keprofesionalan pendidik tersebut sangat kental kaitannya dengan kendali dalam bidang kecedasan emosional dan spiritual.
Selanjutnya, dengan seminar nasional MIPA ini diharapkan para peserta seminar dapat semakin bersemangat dalam berinovasi dan berkarya nyata tentang MIPA atas dasar ibadah yang dilakukan secara tulus dan ikhlas. Dengan kata lain, harus selalu diusahakan terwujudnya pengembangan Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Seni (IPTEKS) yang sinergis dengan peningkatan Iman dan Taqwa (IMTAQ) sehingga terwujud peningkatan ilmu yang amaliah dan amal yang ilmiah.
Akhirnya, saya sampaikan banyak terimakasih kepada segenap panitia penyelenggara seminar nasional MIPA, FMIPA-UNY, atas kesungguhan dan kerjasama dalam mensukseskan penyelenggaraan seminar nasional MIPA kali ini.
Selamat berseminar, dan semoga sukses. Terima kasih. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Yogyakarta, 23 Mei 2008 REKTOR
Prof. Sugeng Mardiyono, Ph.D. NIP. 130687369
Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA Yogyakarta, 30 Mei 2008
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ii
Sambutan Ketua Panitia iii
Sambutan Rektor iv
Daftar Isi v
Makalah Utama
Dr. Chairil Anwar
Riset Biomasa Dalam Konteks EQ dan SQ
Makalah Bidang Pendidikan Matematika
Kode Judul Hal
PM – 1 Pengembangan Soal Cerita Matematika dengan Empat Pilar Belajar (Bambang Sumarno HM)
1
PM – 2 Kemampuan Komunikasi Matematis Mahasiswa Calon Guru Matematika: Apa dan Bagaimana Mengembangkannya (Djamilah Bondan Widjajanti)
15
PM – 3 Eksplorasi Program Winplot Untuk Mendukung Pembelajaran Matematika Di SMA (Mg. Erni Harmiati)
25
PM – 4 Keterampilan Berpikir dalam Pendidikan Matematika Realistik (Hasratuddin)
37
PM – 5 Mengestimasi Reliabilitas Perangkat Tes Melalui Pendekatan Analisis Faktor (Heri Retnawati)
51
PM – 6 Konsep-Konsep dan Prinsip-Prinsip Yang Digunakan dalam Penyelesaian Soal-Soal Imo Yang Terkait Dengan Konstruksi Geometri (Himmawati Piji Lestari)
61
PM – 7 Analisis Kesiapan Guru Smp Negeri Di Kabupaten Tabalong dalam Menghadapi Sertifikasi Guru Dalam Jabatan (Karim, Rabiyatul Adawiyah, Barkis)
69
PM – 8 Penerapan Model Kooperatif Tipe TAI (Team-Assisted Individualization) dalam Pembelajaran Peluang Pada Siswa Kelas IX SMP Idhata Banjarmasin Tahun Pelajaran 2007/2008 (Karim, Sohrah)
Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA Yogyakarta, 30 Mei 2008
PM – 9 Kegiatan Penelitian Sebagai Usaha Untuk Meningkatkan Profesionalisme Guru Matematika (Marsigit)
95
PM – 10 Analisis Pembelajaran Mata Kuliah Semester I Jurusan Tadris Matematika Fakultas Tarbiyah IAIN Antasari Banjarmasin (Muhamad Sabirin)
116
PM – 11 Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Untuk Pembelajaran Materi Himpunan (Nila Kesumawati )
133
PM – 12 Penggunaan Metakognitif Scaffolding Untuk Meningkatkan Kecakapan Matematik (Mathematical Proficiency) Siswa (Risnanosanti)
143
PM – 13 Kesiapan Siswa Sma Menghadapi UAN Matematika (Studi Kasus Pada Siswa Berkesulitan Belajar Matematika) (R.Rosnawati)
153
PM – 14 Pembelajaran Matematika Berbasis Teknologi Untuk Memaksimalkan Kemampuan Pemahaman Konsep, Pemecahan Masalah dan Afektif Matematik Peserta Didik (Rudy Kurniawan)
164
PM – 15 Kajian Kritis Keterlaksanaan Kurikulum Matematika Sekolah (Sumaryanta)
179
PM – 16 Kemampuan Representasi dalam Pembelajaran Matematika (Syarifah Fadillah)
192
PM – 17 Studi Tentang Model Pembelajaran Matematika Interaktif Berbantuan Teknologi Multimedia Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Siswa (Yonandi)
200
PM – 18 Penyusunan Peta Konsep dalam Setting Pembelajaran Kooperatif Model "Stad" Pada Mahasiswa Pend. Mat. FKIP Untan (Yulis Jamiah)
222
PM – 19 Membantu Siswa SD dalam Memecahkan Soal Aplikasi Matematis Melalui Pembelajaran Tidak Langsung Dengan Strategi ”ARIFIN” (Zaenal Arifin)
234
PM – 20 Information Literacy Kunci Sukses Pembelajaran Di Era Informasi (Sri Andayani)
Makalah Bidang Matematika
Kode Judul Hal
M – 1 Sistem Persamaan Linear Max-Plus Interval (M. Andy Rudhito, Sri Wahyuni, Ari Suparwanto, F. Susilo, S.J.)
255
M – 2 Sistem Persamaan Linear Iteratif Max-Plus Interval (M. Andy Rudhito, Sri Wahyuni, Ari Suparwanto, F. Susilo, S.J.)
263
M – 3 Teorema Pemetaan Kontraksi dan Penerapannya Pada Persamaan Integral Fredholm (Herry Pribawanto Suryawan)
273
M – 4 Teori Matematika Dalam Perang (Don Bosco Priyo Edhi, Antonius Yudhi Anggoro, Ratna Bunga, Christiansen Pasaribu, Herry Pribawanto S)
285
M – 5 Ideal Fuzzy Semigrup (Karyati, Indah Emilia W, Sri Wahyuni, Budi Surodjo, Setiadji)
297
M – 6 Perbandingan Model Regresi Poisson dan Model Regresi Binomial Negatif (Kismiantini)
306
M – 7 Efisiensi Sumber Daya dengan Virtualisasi Server (Kuswari Hernawati)
315
M – 8 Ruang Assosiat Terhadap Ruang Fungsi Terboboti
[ ]
(
, ,
)
X
a b v
dan Beberapa Permasalahan (Muslim Ansori, Y.D Sumanto)327
M – 9 A Henstock Integral For Multifunctions (Y. D. Sumanto, Muslim Ansori)
341
M – 10 Pemetaan Terbatas Pada Sebuah Modul Hilbert (Dede Suratman)
347
M – 11 Perluasan Konsep Bilangan Ramsey (Isnaini Rosyida) 354 M - 12 Penyelesaian Sistem Persamaan Non-Linear dengan Metode 364
Pseudo-Newton (Lusia Krismiyati Budiasih)
Oleh
Chairil Anwar
Disampaikan pada Seminar Nasional dalam rangka Dies FMIPA
UNY
Yogyakarta, 30 Mei 2008
Alur Presentasi
Alur Presentasi
•
Pendahuluan
•
Kecerdasan : Tinjauan Neurologi,
Psikologi dan Agama
•
Teori Penemuan Sains
•
Energi dan Kelangsungan Hidup
•
Riset Biomasa
•
Riset Biomasa dan Kecerdasan
Pendahuluan
Pendahuluan
•
UNY memberikan gelar Dr HC pada Ary Ginanjar, Pencetus
dan yang mempopulerkan pelatihan ESQ
•
Kemajuan Sains dan Teknologi saat ini diyakini sebagai
produk unggulan manusia yang dihasilkan utamanya
melalui kerja otak (IQ) dalam memahami alam dan
memanfaatkannya untuk kesejahteraan manusia.
•
Diketahui bahwa kecerdasan manusia tidak hanya tunggal
melainkan majemuk (Multiple Intelligence) yang perlu terus
digali dan diaktualisasikan agar dapat menyelesaikan
berbagai persoalan manusia.
•
Manusia moderen dan energi tidak dapat dipisahkan.
Dampak negatif penggunakan bahan bakar fosil (minyak
bumi,gas, batu bara) adalah pemanasan global.
•
Harga minyak mentah saat ini telah mencapai lebih dari AS
$135 per barel.
•
Melalui kecerdasannya manusia mencoba mengatasi
Studi Kecerdasan
Studi Kecerdasan
•
Tinjauan Neurologi- Sains Otak
•
Psikologi-Agama
Definisi Kecerdasan
Definisi Kecerdasan
Howard Gardner
Kecerdasan adalah kemampuan
menyelesaikan masalah, atau
menciptakan produk,yang bernilai
menurut lingkungan satu budaya
atau lebih
Gardner mengusulkan 7 kecerdasan :
bahasa(1), logika-matematika(2),
ruang(3), tubuh-kinestetik(4),
musik(5), intra personal(6) dan antar
personal(7). Dua yang lain :
9 Kecerdasan
Majemuk
9 Kecerdasan
Intelligence
Intelligence
•
Intelligence is a summary and multifaceted concept
of general mental capability, reflecting the ability to
comprehend, adapt to, and interact with the
environment.
•
Patterns among components of intelligence, those
reflecting "hold" versus "don't hold" skills, provide a
strong basis for inferring changes in current
intelligence from inferred premorbid intelligence.
•
Intelligence is not a specific domain but a composite
of several domains.
•
It is usually included in neurofunctional assessment,
however, as a comprehensive functional index and,
because it is multifaceted, may not reflect some
•
Otak mempunyai berat sekitar 1.4 kilogram,
terdiri dari tiga struktur utama:
cerebrum
,
cerebellum
dan
brainstem
.
•
Otak berfungsi sebagai pusat kontrol bagi
berbagai fungsi tubuh dan membantu kita
mengatasi lingkungan.
•
Perkataan, perbuatan, fikiran,dan perasaan
berpusat di otak.
•
Otak sangat kompleks sehingga sebagian
Kebutuhan Energi Otak
Kebutuhan Energi Otak
Kebutuhan
Energi otak
20 % dari total
energi tubuh :
2/3 untuk
digunakan
untuk
Arsitektur Otak
Arsitektur Otak
cerebellum
(1),
cerebrum
(2),two
frontal
lobes
(3),
motor area
(4)
, Broca’s area
(5)
, parietal lobes
(6)
, sensory areas
(7)
Emosi dan Otak
Emosi dan Otak
Neurokimia Maaf dan Melupakan
Neurokimia Maaf dan Melupakan
•
Kepercayaan menjadi dasar hubungan yang sehat antar
manusia. Saat ini saintis sedang meneliti bahwa
kepercayaan ternyata dapat dipicu oleh bahan kimia di
dalam otak.
•
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa hormon
oxytocin
dapat menjadikan kita mempercayai teman walaupun
mereka telah menunjukkan ketidak setiaanya melalui
penekanan pada daerah otak yang menunjukkan signal
takut.
•
Penemuan ini dapat membantu memahami masalah
terjadinya fobia sosial serta kelainan lainnya.
•
Thomas Baumgartner, ahli syaraf di Universitas Zürich,
Akar Moral dalam Otak
Akar Moral dalam Otak
Studi neuroimaging berhasil menghubungkan beberapa bagian otak dengan
moral cognition
. Temporoparietal junction kanan (
brown
), terkait dengan
pemahaman, atau ventromedial prefrontal cortex (
green
), yang memproses
emosi, telah diketemukan dapat merubah penilaian moral. Greene dkk
Bagian Percaya di Otak
Bagian Percaya di Otak
Hormon oxytocin
dapat menjadikan
kita percaya pada
orang lain
walaupun mereka
tidak loyal pada
kita, dengan cara
menekan aktivitas
dalam
dorsal
striatum
(a
tas
,
Kecerdasan
Kecerdasan
Apa : Emotional Intelligence?
Apa : Emotional Intelligence?
•
Faktor terkait dengan keberhasilan
hidup
•
Membantu kita memahami mengapa
sebagian orang berhasil dalam
hidupnya sedangkan sebagian lainnya
gagal
•
EI berbeda dari IQ (Cognitive
Definisi EI (lainnya)
Definisi EI (lainnya)
•
Kemampuan untuk mengenal
perasaan kita maupun orang lain,
untuk memotivasi serta mengelola
emosi diri kita dengan baik dan
menjaga hubungan baik dengan
sesamanya.
The Hay EQ Competency
Framework
The Hay EQ Competency
Framework
•
Emotional Self-Awareness
•
Accurate Self-Assessment
•
Self-Confidence
•
Self-Control
•
Trustworthiness
•
Conscientiousness
•
Adaptability
•
Achievement Orientation
•
Initiative
•
Empathy
•
Organisational Awareness
•
Service Orientation
•
Developing others
•
Leadership
•
Influence
•
Communication
•
Change Catalyst
•
Conflict Management
•
Building Bonds
•
Teamwork &Collaboration
Self Awareness
Self Awareness
Social Awareness
Social Awareness
Self Management
EQ dan Umur
EQ dan Umur
90
92
94
96
98
100
102
104
Tafsir
Kecerdasan
Tafsir
Piramida Motivasi Sesudah Terjadi
Perubahan Budaya
Teori Penemuan Ilmiah
"Cha-Cha-Cha"
Teori Penemuan Ilmiah
"Cha-Cha-Cha"
•
Setiap penemuan ilmiah terjadi melalui
penataan neuron dalam otak seorang
individu dan karenanya ia idiosyncratic.
•
Dengan melihat beberapa abad ke
belakang ternyata penemuan ilmiah
menunjukkan pola yang dapat
dikelompokkan menjadi tiga katagori yaitu:
Charge, Challenge
, dan
Chance
—yang
dapat disingkat sebagai Teori Penemuan
Ilmiah "Cha-Cha-Cha“. (
Daniel E.
CATEGORIES OF DISCOVERY
Problem that needed solving Discovery Discoverer Category of
discovery
Movement of stars, Earth, and Sun Gravity Newton Charge
Structure of C6H6 Benzene structure Kekulé Challenge
Clear spots on petri dish Penicillin Fleming Chance
Constant speed of light Special relativity Einstein Challenge
Preventing heart attacks Cholesterol metabolism Brown &
Goldstein Charge
Crystals of D- and -L tartaric acid Optical activity Pasteur Chance
Atomic spectra that could not be
explained Quantum mechanical atom Bohr Challenge
How DNA replicates and passes on coding
Base pairing in double
helix Watson & Crick Challenge
Reagent "stuck" in storage cylinder Teflon Plunkett Chance
Kondisi Hidup Ibarat Posisi
Air
Masalah Global
Masalah Global
Makin banyak Jenis Penyakit
Terkait pangan
Permintaan bahan pangan berkualitas
Terus meningkat
Masalah Sosial
Pemanasan
Global
Bahan baku
dan Energi Terbatas
Penyakit Infeksi
Khewan meningkat
Perubahan
Iklim
Perubahan
Riset Biomasa
Riset Biomasa
•
Dalam katagori teori 3-Cha riset
biomasa bisa masuk dalam katagori
challenge.
•
Sumber energi ada dua macam :
tidak terbarukan (energi fosil: minyak
bumi, gas alam dan batu bara) dan
terbarukan (biomasa,
Kenapa Biomasa
Kenapa Biomasa
•
Tantangan Pemanasan Global
•
Terbarukan dan ramah lingkungan
(dapat mengatasi penggundulan
hutan dengan memilih jenis tanaman
yang produktif dan efisien)
•
Harga minyak bumi yang makin tinggi
•
Sebagai tanggung jawab
Tantangan
Tantangan
•
Manfaatkan berbagai sumber
biomasa : selulosa, serat, jagung
•
Gunakan Bioteknologi dan
Nanoteknologi untuk
Bambu Penghasil Biomassa
Paling Efisien
Kiprah EU dalam Riset
Biomasa
Kiprah EU dalam Riset
Biomasa
•
Berikut adalah contoh riset terpadu
Simulasi Daur Hidup untuk Produksi
Biofuel
Konversi Biomasa Menjadi
Energi, dll
Kolaboratif Riset EU dalam Pangan,
Pertanian-Bioteknologi
Produksi
Biomassa
EU
Produksi
Biomassa
Produksi
Enzim
Eropa
Produksi
Enzim
Manfaat
B
io-Ekonomi
Manfaat
B
Kompetisi Global
Bio-Ekonomi
Produksi
Bioalkana
Cair
Produksi
Bioalkana
Proses H2Carbon
Proses H2Carbon
Is your academic
reputation valuable
Kesimpulan
Kesimpulan
•
Menurut pengetahuan neurologi dan psikologi pusat kecerdasan
ada di otak yang kemudian disalurkan ke berbagai aspek diri:
kognitif (matematik,ruang); afektif (intra,ekstra,eksistensi) dan
motorik (bahasa,fisik).
•
Kecerdasan emosi (EI) dan spiritual (SI) terutama terkait dengan
hubungan antar manusia dan hubungan antara manusia dengan
Yang Maha Kuasa.
•
Melalui EI dan SI maupun kecerdasan majemuk (MI) manusia
bertanggung jawab atas kelangsungan hidup dan peningkatan
kualitas hidup yang berkelanjutan.
•
Awal abad 21 ditandai dengan masalah besar kemanusiaan yaitu
‘isu’Pemanasan Global atau GW.
•
Riset biomasa adalah salah satu cara manusia mengatasi GW.
Melalui riset ini diharapkan CI,EI dan EI manusia dapat terus
Terima
PM – 1 : Pengembangan Soal Cerita.... Bambang Sumarno HM
Pengembangan Soal Cerita Matematika Dengan Empat Pilar Belajar
Bambang Sumarno HM Jurdik Matematika FMIPA UNY
Abstrak
Permasalahan pembelajaran Matematika, paradigma kecerdasan dan kualitas kehidupan manusia saling mengait. Matematika tidak terlepaskan dari kehidupan manusia. Tetapi pada kenyataannya, eksistensinya menyempit sebatas ranah kognitif, seperti sebagai alat bantu perhitungan dan angka/batas “kelulusan”. Matematika belum dapat mempertegas perannya di ranah afektif yang banyak diperlukan di dalam kehidupan sehari-hari. Pentingnya pergerakan keberadaan Matematika ke ranah afektif sejalan dengan berkembangnya paradigma kecerdasan emosional yang sangat berperan di dalam peningkatan kualitas kehidupan manusia.
Soal cerita Matematika merupakan salah satu bentuk penyajian permasalahan Matematika yang cukup kental dengan permasalahan kehidupan sehari-hari. Pendekatan kehidupan sehari-hari sebagai upaya agar peserta didik dapat menemukan dan mengkomunikasikan konsep-konsep Matematika dengan kehidupan sehari-hari. Di sisi lain, sebagai upaya menjaga evolusi kehidupan manusia, UNESCO (United Nation Education, Social and Cultural Organization) melalui Task Force-nya menyampaikan refleksi Learning: the Treasure Within yang dikenal dengan “Empat Pilar Belajar”, yaitu learning to know, learning to do, learning to live together and learning to be.
Pengembangan soal cerita matematika yang mengacu pada Empat Pilar Pendidikan tersebut diharapkan Matematika tidak sekedar identik dengan kecerdasan intelektual (IQ/Intelligence Quotient) juga dapat mendukung terbentuknya kecerdasan emosional (EQ/Emotional Quotient). Adanya dukungan peningkatan kecerdasan emosional, peserta didik dapat menyinergikan belajar untuk mengetahui, melakukan/berkarya, hidup bersama dan menjadi individu yang berkembang secara utuh.
Kata Kunci: Soal Cerita Matematika, Empat Pilar Belajar, dan Kecerdasan Emosional
I. Latar Belakang
Ketakutan peserta didik terhadap Matematika merupakan cerminan pembelajaran Matematika yang kurang berhasil. Hal ini berdampak rendahnya prestasi dan minat belajar Matematika di sebagian besar sekolah. Kalaupun terbaca keberhasilan, Matematika masih berkutat di ranah kognitif. Hal ini tersaji dengan besaran-besaran nominal yang masih sebatas ukuran kelulusan.
Kurang disenanginya Matematika oleh sebagian besar peserta didik dapat disebabkan pembelajaran Matematika yang kurang menyenangkan dan kurang bermakna. Penyampaian materi Matematika yang didominasi ranah kognitif kurang bermakna bagi peserta didik. Abstraksi yang terlalu kental dan kurangnya peluruhan kembali ke permasalahan kehidupan sehari-hari semakin menjauhkan Matematika dari peminatnya, yaitu peserta didik.
Lebih luas, keprihatinan akan pembelajaran secara umum memancing badan dunia UNESCO menyampaikan refleksinya yang dikenal dengan Empat Pilar Belajar yang terdiri dari learning to know, learning to do, learning to live together and learning to be. Pernyataan ini sejalan berkembangnya paradigma tentang kecerdasan yang selama ini memunculkan bias. Kecerdasan yang selama ini identik dengan intelektual
Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA
PM – 1 : Pengembangan Soal Cerita.... Bambang Sumarno HM
(IQ/Intelligence Quetiont) ternyata tidak sepenuhnya dapat menjawab keutuhan tolok ukuran kesuksesan seseorang. Kecerdasan emosional (EQ/Emotional) menyeruak sebagai salah satu bentuk kecerdasan yang sangat penting perannya di dalam kehidupan seseorang, sebagai individu dan masyarakat dunia.
Soal cerita Matematika merupakan salah satu bentuk soal yang sebagian besar peserta didik kurang menyenangi dan kurang berhasil. Hal ini dapat disebabkan di dalam soal cerita Matematika tidak hanya sebatas persoalan matematis sederhana, tetapi juga bersinggungan dengan permasalahan bahasa dan pemodelan dari kehidupan sehari-hari. Di sisi lain, soal cerita Matematika sangat berpotensi menjadi bentuk pembelajaran matematika yang dapat masuk ke ranah afektif. Dengan soal cerita Matematika yang di dalamnya menanamkan nilai-nilai afektif diharapkan dapat mendukung terbentuknya kecerdasan emosional bagi masing-masing peserta didik.
II. Soal Cerita Matematika dan Kecerdasan Emosional
Pendekatan pemecahan masalah merupakan fokus dalam pembelajaran matematika yang mencakup masalah tertutup dengan solusi tunggal, masalah terbuka dengan solusi tidak tunggal, dan masalah dengan berbagai cara penyelesaian. Untuk meningkatkan kemampuan memecahkan masalah perlu dikembangkan keterampilan memahami masalah, membuat model matematika, menyelesaikan masalah, dan menafsirkan solusinya.
Dalam setiap kesempatan, pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem). Dengan mengajukan masalah kontekstual, peserta didik secara bertahap dibimbing untuk menguasai konsep matematika.
Untuk dapat memecahkan masalah dalam situasi nyata secara matematika, maka masalah tersebut perlu dimodelkan terlebih dahulu. Pembuatan model matematika merupakan suatu usaha untuk menggambarkan situasi nyata ke dalam istilah matematika yang bertujuan untuk memudahkan penyelesaian masalah tersebut.
Matematika adalah salah satu ilmu dasar yang cukup berkembang pesat baik menyangkut materi maupun kegunaannya dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Ruseffendi di dalam Yasin [http://www.siaksoft.net/], kegunaan matematika sangat luas, baik sebagai ilmu pengetahuan, sebagai alat, maupun sebagai pembentuk sikap yang
Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA
PM – 1 : Pengembangan Soal Cerita.... Bambang Sumarno HM
diharapkan. Matematika memegang peranan penting dalam pendidikan masyarakat baik sebagai objek langsung (fakta, keterampilan, konsep, prinsipil) maupun objek tak langsuug (bersikap kritis, logis, tekun, mampu memecahkan masalah, dan lain-lain).
Sesuai dengan fungsinya tersebut maka pelajaran matematika mulai diberikan dari pendidikan dasar sampai pendidikan menengah yang secara umum bertujuan: (1) Memper-siapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan dalam kehidupan melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran logis, rasional, kritis, cermat, jujur dan efektif. (2) Memper-siapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan.
A. Soal Cerita Matematika
Soal yang digunakan untuk mengetahui kemampuan siswa dalam bidang studi matematika dapat berbentuk soal cerita dan soal non cerita. Soal cerita adalah soal matematika yang disajikan dalam bentuk cerita dan berkaitan dengan keadaan yang dialami peserta didik atau dekat dengan kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu, peserta didik diajarkan soal-soal yang diambil dari hal-hal yaug sering dialami siswa.
Topilow dalam Yasin [http://www.siaksoft.net/], menyatakan bahwa “Soal cerita adalah bentuk soal matematika yang dinyatakan dalam bentuk kalimat yang perlu diterjemahkan menjadi notasi kalimat terbuka.” Haji yang dikutip oleh Winarni, menyatakan soal cerita adalah soal matematika yang diungkapkan dengan rangkaian kata-kata (kalimat yang bermakna). Abidin mengemukakan soal cerita adalah soal yang disajikan dalam bentuk cerita. Manalu mengemukakan soal cerita adalah soal yang bentuknya bukan dalam kalimat matematika, melainkan disajikan dalam bentuk cerita baik secara lisan maupun secara tulisan.
Pada umumnya soal ini diangkat dari kegiatan keseharian yang di dalamnya terkandung berbagai konsep matematika. Untuk dapat menyelesaikan soal cerita dengan baik diperlukan prasyarat penguasaan konsep yang bersangkutan.
Terdapat beberapa cara yang dapat membantu siswa menghadapi soal cerita dan menum-buhkan kemampuan analisis adalah sebagai berikut: (a) membaca soal dengan cermat untuk menangkap makna tiap kalimat, (b) memisahkan dan mengungkapkan: apa yang diketahui, diminta/ditanyakan, dan dikerjakan, (c) membuat model matematika dari soal, (d) menyele-saikan model menurut aturan-aturan matematika sehingga
Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA
PM – 1 : Pengembangan Soal Cerita.... Bambang Sumarno HM
mendapat jawaban dari model tersebut, dan (e) mengembalikan jawaban model kepada jawab soal asal.
B. Kecerdasan Emosional
Goleman di dalam Zainun [http://www.e-psikologi.com/remaja/250402.htm], mengatakan bahwa koordinasi suasana hati adalah inti dari hubungan sosial yang baik. Apabila seseorang pandai menyesuaikan diri dengan suasana hati individu yang lain atau dapat berempati, orang tersebut akan memiliki tingkat emosionalitas yang baik dan akan lebih mudah menyesuaikan diri dalam pergaulan sosial serta lingkungannya. Lebih lanjut Goleman mengatakan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan lebih yang dimiliki seseorang dalam memotivasi diri, ketahanan dalam meghadapi kegagalan, mengendalikan emosi dan menunda kepuasan, serta mengatur keadaan jiwa. Dengan kecerdasan emosionalnya, seseorang dapat menempat-kan emosinya pada porsi yang tepat, memilah kepuasan dan mengatur suasana hati.
Sementara Cooper dan Sawaf, mengatakan bahwa kecerdasan emosional adalah kemam-puan merasakan, memahami, dan secara selektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi dan pengaruh yang manusiawi. Kecerdasan emosi menuntut penilikan perasaan, untuk belajar mengakui, menghargai perasaan pada diri dan orang lain serta menanggapinya dengan tepat, menerapkan secara efektif energi emosi dalam kehidupan sehari-hari.
Selanjutnya, Howes dan Herald mengatakan pada intinya, kecerdasaan emosional merupakan komponen yang membuat seseorang menjadi pintar menggunakan emosi. Lebih lanjut dikatakannya bahwa emosi manusia berada diwilayah dari perasaan lubuk hati, naluri yang tersembunyi, dan sensasi emosi yang apabila diakui dan dihormati, kecerdasaan emosional menyediakan pemahaman yang lebih mendalam dan lebih utuh tentang diri sendiri dan orang lain.
Tiga unsur penting kecerdasan emosional terdiri dari: kecakapan pribadi (mengelola diri sendiri) kecakapan sosial (menangani suatu hubungan) dan keterampilan sosial (kepandaian menggugah tanggapan yang dikehendaki pada orang lain). Lebih nyata, Goleman (1995) mengungkapkan 5 (lima) wilayah kecerdasan emosional yang dapat menjadi pedoman bagi individu untuk mencapai kesuksesan dalam kehidupan sehari-hari, yaitu:
1. Mengenali emosi diri
Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA
PM – 1 : Pengembangan Soal Cerita.... Bambang Sumarno HM
Kesadaran diri dalam mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi merupakan dasar kecerdasan emosional. Pada tahap ini diperlukan adanya pemantauan perasaan dari waktu ke waktu agar timbul wawasan psikologi dan pemahaman tentang diri. Ketidakmampuan untuk mencermati perasaan yang sesungguhnya membuat diri berada dalam kekuasaan perasaan. Hal ini dapat menjadikan seseorang tidak peka akan perasaan yang sesungguhnya akan berakibat buruk bagi pengambilan keputusan masalah.
2. Mengelola emosi
Mengelola emosi berarti menangani perasaan agar perasaan dapat terungkap dengan tepat. Hal ini merupakan kecakapan yang sangat bergantung pada kesadaran diri. Emosi dikatakan berhasil dikelola apabila mampu menghibur diri ketika ditimpa kesedihan, dapat melepas kecemasan, kemurungan atau ketersinggungan dan bangkit kembali dengan cepat dari semua itu. Sebaliknya orang yang buruk kemampuannya dalam mengelola emosi akan terus menerus bertarung melawan perasaan murung atau melarikan diri pada hal-hal negatif yang merugikan dirinya sendiri.
3. Memotivasi diri
Kemampuan seseorang memotivasi diri dapat ditelusuri melalui hal-hal sebagai berikut: (a) cara mengendalikan dorongan hati; (b) derajat kecemasan yang berpengaruh terhadap unjuk kerja seseorang; (c) kekuatan berfikir positif; (d) optimisme; dan (e) keadaan mengikuti aliran (flow), yaitu keadaan ketika perhatian seseorang sepenuhnya tercurah ke dalam apa yang sedang terjadi, pekerjaannya hanya terfokus pada satu objek. Dengan kemampuan memotivasi diri yang dimilikinya maka seseorang akan cenderung memiliki pandangan yang positif dalam menilai segala sesuatu yang terjadi dalam dirinya.
4. Mengenali emosi orang lain
Empati atau mengenal emosi orang lain dibangun berdasarkan pada kesadaran diri. Jika seseorang terbuka pada emosi sendiri, maka dapat dipastikan bahwa ia akan terampil membaca perasaan orang lain. Sebaliknya orang yang tidak mampu menyesuaikan diri dengan emosinya sendiri dapat dipastikan tidak akan mampu menghormati perasaan orang lain.
5. Membina hubungan dengan orang lain
Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA
PM – 1 : Pengembangan Soal Cerita.... Bambang Sumarno HM
Seni dalam membina hubungan dengan orang lain merupakan keterampilan sosial yang mendukung keberhasilan dalam pergaulan dengan orang lain. Tanpa memiliki keterampilan seseorang akan mengalami kesulitan dalam pergaulan sosial. Sesungguhnya karena tidak dimilikinya keterampilan-keterampilan semacam inilah yang menyebabkan seseroang seringkali dianggap angkuh, mengganggu atau tidak berperasaan.
C. Belajar Holistik dan Empat Pilar Belajar (Learning: the Treasure Within)
Pendidikan holistik merupakan suatu filsafat pendidikan yang berangkat dari pemikiran bahwa pada dasarnya seorang individu dapat menemukan identitas, makna dan tujuan hidup melalui hubungannya dengan masyarakat, lingkungan alam, dan nilai-nilai spiritual.
Para penganut pendidikan holistik mulai memperkenalkan tentang dasar pendidikan holistik dengan sebutan 3 R’s, akronim dari relationship, responsibility dan reverence. Berbeda dengan pendidikan pada umumnya, dasar pendidikan 3 R’s ini lebih diartikan sebagai writing, reading dan arithmetic atau di Indonesia dikenal dengan sebutan calistung (membaca, menulis dan berhitung).
Basil Bernstein di dalam Akhmad [http://akhmadsudrajat.wordpress.com], tujuan pendidikan holistik adalah membantu mengembangkan potensi individu dalam suasana pembelajaran yang lebih menyenangkan dan menggairahkan, demoktaris dan humanis melalui pengalaman dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Melalui pendidikan holistik, peserta didik diharapkan dapat menjadi dirinya sendiri (learning to be). Dalam arti dapat memperoleh kebebasan psikologis, mengambil keputusan yang baik, belajar melalui cara yang sesuai dengan dirinya, memperoleh kecakapan sosial, serta dapat mengembangkan karakter dan emosionalnya.
Pendidikan holistik memperhatikan kebutuhan dan potensi yang dimiliki peserta didik, baik dalam aspek intelektual, emosional, emosional, fisik, artistik, kreatif, dan spritual. Proses pembelajaran menjadi tanggung jawab personal sekaligus juga menjadi tanggung jawab kolektif, oleh karena itu strategi pembelajaran lebih diarahkan pada bagaimana mengajar dan bagaimana orang belajar. Beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam mengembangkan strategi pembelajaran holistik, diantaranya: (1) menggunakan pendekatan pembelajaran transformatif; (2) prosedur pembelajaran
Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA
PM – 1 : Pengembangan Soal Cerita.... Bambang Sumarno HM
yang fleksibel; (3) pemecahan masalah melalui lintas disiplin ilmu, (4) pembelajaran yang bermakna, dan (5) pembelajaran melibatkan komunitas di mana individu berada.
Hamalik di dalam Yasin [http://www.siaksoft.net/], berpendapat bahwa belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman (Learning is definet as the modification or strengthening of behavior through experiencing). Belajar adalah penambahan pengetahuan. Pendapat lain, Hilgard mengatakan “Belajar adalah suatu proses yang melahirkan atau mengubah suatu kegiatan melalui jalan latihan apakah dalam laboratorium atau dalam lingkungan alamiah yang dibedakan dari perubahan-perubahan oleh faktor-faktor yang tidak termasuk latihan, misalnya perubahan-perubahan karena mabuk atau minuman keras, bukan termasuk hasil belajar.” Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah perubahan sikap yang positif melalui berbagai cara seperti pengetahuan, pengalaman, latihan dan lain-lain.
Untuk menghadapi dan menyesuaikan diri dengan tuntutan perkembangan dunia yang sangat cepat, UNESCO merekomendasikan empat pilar belajar yang wajib diimplementasikan di sekolah negara-negara anggota PBB. Rumusan keempat pilar belajar, yaitu: belajar mengetahui (learning to know), belajar berkarya (learning to do), belajar hidup bersama (learning to live together), dan belajar berkembang secara utuh (learning to be) [http://akhmadsudrajat.wordpress.com].
1. Belajar mengetahui (learning to know)
Belajar mengetahui berkenaan dengan perolehan, penguasaan dan pemanfaatan informasi. Dewasa ini terdapat ledakan informasi dan pengetahuan. Hal itu sedikit banyak dipengaruhi perkembangan yang sangat cepat ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (ipteks), khususnya teknologi informasi. Belajar mengetahui merupakan kegiatan untuk memperoleh, memper-dalam dan memanfaatkan pengetahuan. Pengetahuan dimanfaatkan untuk mencapai berbagai tujuan: memperluas wawasan, meningkatkan kemampuan, memecahkan masalah, belajar lebih lanjut, dan lain-lain.
Jacques Delors (1996), sebagai ketua komisi penyusun Learning: the Treasure Within, menegaskan adanya dua manfaat pengetahuan, yaitu pengetahuan sebagai alat (mean) dan pengetahuan sebagai hasil (end). Sebagai alat, pengetahuan digunakan untuk pencapaian berbagai tujuan, seperti: memahami lingkungan, hidup layak sesuai kondisi lingkungan, pengembangan keterampilan bekerja, berkomunikasi. Sebagai hasil, pengetahuan sebagai dasar bagi kepuasaan memahami, mengetahui dan menemukan.
Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA
PM – 1 : Pengembangan Soal Cerita.... Bambang Sumarno HM
Pengetahuan terus berkembang, setiap saat ditemukan pengetahuan baru. Oleh karena itu belajar mengetahui harus terus dilakukan, bahkan ditingkatkan menjadi knowing much (berusaha tahu banyak).
Belajar mengetahui hendaknya mampu mengarahkan para peserta didik untuk mengetahui sesuatu atau untuk memperoleh pengetahuan. Selain itu pendidikan hendaknya mampu menciptakan budaya belajar sepanjang masa atau long life education. Belajar tidak hanya terjadi di sekolah dan pada suatu kurun waktu tertentu, tapi terjadi di mana saja dan kapan saja, sehingga terjadi perubahan mindset dan paradigma belajar, dari schooling ke learning.
2. Belajar berkarya (learning to do)
Agar mampu menyesuaikan diri dan beradaptasi dalam masyarakat yang berkembang sangat cepat, maka individu perlu belajar berkarya. Belajar berkarya berhubungan erat dengan belajar mengetahui, sebab pengetahuan mendasari perbuatan. Dalam konsep komisi UNESCO, belajar berkarya ini mempunyai makna khusus, yaitu dalam kaitan dengan vokasional.
Belajar berkarya adalah belajar atau berlatih menguasai keterampilan dan kompetensi kerja. Sejalan dengan tuntutan, tidak hanya pada tingkat keterampilan, kompetensi teknis atau operasional, tetapi sampai dengan kompetensi profesional. Setiap individu harus mampu doing much (berusaha berkarya banyak); Belajar sambil berbuat (learning by doing) atau belajar sambil mengetahui (experiential learning) dan belajar membuat sesuatu dengan memanfaatkan pengetahuan yang sudah ada.
3. Belajar hidup bersama (learning to live together)
Kehidupan dewasa ini, masing-masing individu tidak hanya berinteraksi dengan beraneka kelompok etnik, daerah, budaya, ras, agama, kepakaran, dan profesi, tetapi hidup bersama dan bekerja sama. Agar mampu berinteraksi, berkomunikasi, bekerja sama dan hidup bersama antar kelompok dituntut belajar hidup bersama. Tiap kelompok memiliki latar belakang pendidikan, kebudayaan, tradisi, dan tahap perkembangan yang berbeda Untuk mewujudkan kerjasama dan hidup rukun, setiap individu harus banyak belajar hidup bersama, being sociable (berusaha membina kehidupan bersama).
Di alam pembelajaran, peserta didik dimotivasi dan dibimbing untuk belajar hidup bersama dalam situasi yang terwujud atas dasar prinsip kebersamaan, kekeluargaan, kesejajaran, kemitraan dan kerjasama yang dilandasi oleh kasih saying dan kepercayaan
Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA
PM – 1 : Pengembangan Soal Cerita.... Bambang Sumarno HM
satu sama lain. Dengan prinsip ini, setiap lembaga pendidikan/sekolah hendaknya selalu menciptakan suasana belajar yang menghargai keberagaman dan kesetaraan antara peserta didik satu dengan yang lain, sehingga ketika mereka terjun dimasyarakat sudah terbiasa dengan nilai-nilai kesetaraan, keberagaman (pluralisme) dan demokrasi.
4. Belajar berkembang utuh (learning to be)
Tantangan kehidupan yang berkembang cepat dan sangat kompleks, menuntut pengembangan individu secara utuh. Individu yang seluruh aspek kepribadiannya berkembang secara optimal dan seimbang, baik aspek intelektual, emosi, sosial, fisik, maupun moral. Untuk mencapai sasaran demikian individu dituntut banyak belajar mengembangkan seluruh aspek kepribadiannya. Sebenarnya tuntutan perkembangan kehidupan global, bukan hanya menuntut berkembangnya individu secara menyeluruh dan utuh, tetapi juga individu utuh yang unggul. Untuk itu setiap individu harus berusaha banyak mencapai keunggulan (being excellence). Keunggulan diperkuat dengan moral yang kuat. Individu-individu global harus berupaya bermoral kuat atau being morally.
Peserta didik dibimbing untuk tetap menjadi dirinya sendiri dengan segala karakteristiknya yang berbeda satu sama lain. Proses pembelajaran di sekolah hendaknya mampu memberikan inspirasi dan stimulasi tentang gambaran masa depan karier dan pekerjaan yang hendak dijalani oleh masing-masing peserta didik.
III. Studi Kasus: Pengembangan Soal Cerita Matematika
Salah satu buku pelajaran Matematika yang digunakan di salah satu SMP di wilayah Kabupaten Bantul adalah Cerdas Aktif Matematika: Pelajaran Matematika untuk SMP Kelas VII tulisan dari Sudirman. Pada buku cerdas aktif ini, materi matematika disajikan dalam bab-bab: (1) Bilangan, (2) Aljabar dan Aritmetika Sosial, (3) Persamaan dan Pertidaksamaan Linier Satu Variabel, (4) Perbandingan, (5) Himpunan, (6) Garis dan Sudut, dan (7) Seigiempat dan Segitiga.
Pada beberapa bab cukup banyak dijumpai penyajian soal matematika dalam bentuk soal cerita. Dari
Soal cerita Matematika 1: bab tentang Bilangan diawali dengan sebuah cerita sebagai berikut [Sudirman, 2005:1]:
Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA
PM – 1 : Pengembangan Soal Cerita.... Bambang Sumarno HM
Seorang ayah meninggal dunia. Ia meninggalkan warisan untuk seorang istri, seorang putra dan seorang putrinya berupa 20 kg emas. Saat meninggal si Ayah masih mempunyai hutang senilai 4 kg emas. Setelah hutang dilunasi, sisa harta dibagikan kepada ahli warisnya. Istrinya mendapatkan 1/8 bagian dari warisan tersebut. Sisanya dibagikan untuk putra-putrinya dengan ketentuan putranya mendapatkan dua kali bagian putrinya. Tahukah kamu berapa bagian yang didapat putranya?
Sepintas keberadaan cerita ini sebagai upaya menghadirkan permasalahan Matematika dengan wajah realistik, berangkat dari kehidupan sehari-hari. Adanya cerita ini, harapannya dapat membangkitkan kesadaran peserta didik akan pentingnya matematika bagi kehidupan manusia. Dengan kata lain, Matematika adalah kehidupan sehari-hari.
Tetapi pada cerita kurang tepat mengambil sudut pandangnya. Di masyarakat, kematian seorang ayah kurang tepat langsung berhubungan/membahas pembagian warisan. Akan lebih tepat jika cerita ditata ulang dengan latar permasalah satu keluarga yang berusaha mengumpulkan dana keluarga untuk mengobati salah satu anggota keluarga. Dengan latar demikian dapat ditanamkan belajar berkarya, hidup bersama, dan berkembang utuh untuk memotivasi diri, mengenali emosi dan membina hubungan dengan orang lain.
Soal cerita Matematika 2: pada tugas mandiri sebagai pengantar tentang peta koordinat, disajikan dalam sebuah cerita yang disertai ilustrasi sebuah peta sebagai berikut [Sudirman, 2005:23]:
Harta karun yang terpendam di Pulau Kelapa ini ditandai dengan T. Bayangkan saja bahwa beberapa orang baru saja berlabuh atau mendarat di tempat tersebut. Ke arah manakah mereka harus berjalan untuk menemukan harta karun tersebut?
Cerita yang sangat menyesakkan. Pada kondisi kehidupan yang menuntut kerja nyata dari setiap invidu, disajikan soal cerita layaknya kisah sinetron/dongeng pengantar tidur. Akan lebih bijaksana jika ditata ulang menjadi cerita seorang anak yang dimintai
Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA
PM – 1 : Pengembangan Soal Cerita.... Bambang Sumarno HM
bantuan oleh orang tuanya untuk membelikan bibit tanaman di pusat pertanian yang lokasinya digambarkan dalam suatu peta. Dengan latar demikian dapat ditanamkan belajar berkarya dan hidup bersama untuk memotivasi diri, mengenali emosi dan membina hubungan dengan orang lain.
Soal cerita Matematika 3: pada contoh pengenalan bentuk bilangan pecahan, diberikan sebuah cerita sebagai berikut [Sudirman, 2005:46]:
Seorang montir sepeda motor akan memasang baut dengan diameter tidak lebih dari 0,5 inci. Dapatkah montir tadi memasang baut yang ukurannya 4/7 inci?
Di kehidupan nyata, cerita ini kurang rasional. Pada kenyataannya, baut mempunyai bentuk dan ukuran tertentu. Sangat sulit menemukan ukuran baut seperti halnya membeli barang dengan ukuran yang sangat luwes. Akan lebih rasional jika cerita menyangkut panjang baut, bukan diameternya. Adanya sisa panjang, pertanyaan memotong panjang sisa baut menjadi rasional. Dengan latar demikian dapat ditanamkan belajar mengetahui dan untuk memotivasi diri, mengenali emosi dan mengelola emosi.
Soal cerita Matematika 4: pada bab Aljabar dan Aritmetika, juga diawali dengan sebuah cerita sebagai berikut [Sudirman, 2005:63]:
Rahmat membeli 120 kg jeruk. Kemudian, ia menjual kembali Rp. 11.000,00 per kg. Ia hanya memperoleh Rp. 1.287.000,00 dari hasil penjual jeruk karena ada jeruk yang busuk. Tahukah kamu berapa banyak jeruk yang busuk?
Mencermati penggunaan kata “hanya” kurang tepat untuk menanamkan rasa bersyukur. Cerita ini semakin kurang tepat ketika yang ditanyakan adalah banyaknya jeruk yang busuk. Akan lebih bijak jika penggunaan kata yang kurang mencerminkan kepribadian yang baik ditiadakan, dan pertanyaan menyangkut kegiatan/hal yang positif. Dengan latar demikian dapat ditanamkan belajar mengetahui, berkarya dan berkembang utuh untuk memotivasi diri, mengenali emosi dan mengelola emosi.
Soal cerita Matematika 5: salah satu soal latihan untuk materi Aritmetika Sosial dalam Kegiatan Ekonomi diceritakan [Sudirman, 2005:77]:
Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA
PM – 1 : Pengembangan Soal Cerita.... Bambang Sumarno HM
Pak Udin menjual dua buah mobil dengan harga masing-masing Rp. 46.000.000,00. Tentukan harga beli masing-masing mobil terbut jika:
a. ia memperoleh untung sebesar Rp. 2.025.000,00 b. ia menderita rugi sebesar Rp. 1.300.000,00
Ini juga merupakan contoh soal cerita Matematika yang kurang mempunyai latar yang kuat. Alasan/tujuan pemilik menjual kedua mobilnya tidak muncul, dan pengertian untung atau rugi tidak jelas pengukurannya. Akan lebih bijak jika dimunculkan tujuannya, seperti: untuk tambahan modal pengembangan; sedangkan untung rugi lebih baik diarahkan ke peraihan margin pasar yang lebih besar dengan adanya tambahan modal tersebut. Dengan latar demikian dapat ditanamkan belajar mengetahui, berkarya, hidup bersama dan berkembang utuh untuk memotivasi diri, mengenali emosi, mengelola emosi dan membina hubungan dengan orang lain.
Soal cerita Matematika 6: pada salah satu soal latihan untuk materi Persamaan Linier Satu Variabel, diceritakan [Sudirman, 2005:104]:
Ibu memberi uang kepada Suci Rp. 6.450,00. Suci membelanjakan uang tersebut Rp. 500,00 per hari. Sekarang Suci masih mempunyai Rp. 450,00. Sudah berapa harikah Suci membelanjakan uang tersebut?
Kembali tersaji contoh soal cerita Matematika yang kurang mempunyai latar yang kuat. Alasan/tujuan pemberian uang dan pembelanjaannya sama sekali tidak dapat menyentuh ranah afektif. Dengan memunculkan urgensi pemberian uang sebagai pemenuhan kebutuhan studi dan pembelanjaan yang berhubungan dengan studi diharapkan dapat menanamkan kepedulian terhadap masalah pendidikan dan hubungan orangtua dan anak. Dengan latar demikian dapat ditanamkan belajar mengetahui, berkarya, hidup bersama dan berkembang utuh untuk memotivasi diri, mengenali emosi, mengelola emosi dan membina hubungan dengan orang lain.
Soal cerita Matematika 7: awal tentang materi Perbandingan Berbalik Harga, disajikan sebuah cerita [Sudirman, 2005:123]:
Pak Amin membeli sekantong permen. Permen tersebut dibagikan kepada 5 anak, masing-masing anak menerima 60 biji tanpa sisa.
Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA
PM – 1 : Pengembangan Soal Cerita.... Bambang Sumarno HM
Hitunglah jumlah permen yang diterima masing-masing anak apabila permen tadi dibagikan kepada:
a. 6 anak, b. 10 anak, c. 15 anak, d. 25 anak
Pemilihan contoh permen kurang bijaksana, karena permen identik dengan cemilan yang kurang menyehatkan. Hubungan antara pemberi (Pak Amin) dengan yang menerima (anak) juga tidak jelas. Hal ini tentu saja menyebabkan kurang terbentuknya latar yang kuat, sehingga tujuan membelikan permen juga sulit dimunculkan. Dengan memunculkan hubungan antar pelaku akan dapat memperkuat urgensi pemberian tersebut. Ditambah dengan menyesuaikan ke benda yang lebih sesuai dan kebergunaannya akan memperkuat ranah afektif yang dapat dimasuki. Dengan latar demikian dapat ditanamkan belajar mengetahui, hidup bersama dan berkembang utuh untuk memotivasi diri, mengenali emosi, mengelola emosi dan membina hubungan dengan orang lain.
Soal cerita Matematika 8: Salah satu soal latihan tentang Himpunan dan Diagram Venn, diceritakan [Sudirman, 2005:158]:
Dari 90 orang ibu PKK yang mengikuti kegiatan, terdapat 35 orang suka menjahit, 40 orang suka memasak, 45 orang suka merangkai bunga, 12 orang suka menjahit dan memasak, 17 orang suka menjahit dan merangkai bunga, 14 orang suka memasak dan merangkai bunga, serta 7 orang suka ketiganya.
Latar cerita ini cukup baik untuk memperkuat citra perempuan sebagai ibu. Tetapi gambaran terhenti sebatas kebutuhan memenuhi persoalan matematis yang akan diselesaikan. Pada contoh ini akan lebih kuat penanaman di ranah afektif ketika dihadirkan sosok dan peran ibu di tengah-tengah keluarganya dan penyertaan peserta didik sebagai “anaknya”. Dengan latar demikian dapat ditanamkan belajar mengetahui, berkarya, hidup bersama dan berkembang utuh untuk memotivasi diri, mengenali emosi, mengelola emosi, mengenali emosi orang lain dan membina hubungan dengan orang lain.
V. Penutup
Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA
PM – 1 : Pengembangan Soal Cerita.... Bambang Sumarno HM
Dari paparan di atas, soal cerita Matematika dapat menjadi alat penanaman aspek afektif di pembelajaran Matematika. Empat pilar belajar (UNESCO) sebagai pedoman pelaksanaan pembelajaran secara umum dapat menjadi pegangan pengayaan bentuk soal cerita Matematika yang dapat menyisipkan aspek afektif sebagai upaya pembentukan kecerdasan emosinal.
Daftar Pustaka
Akhmad Sudrajat, Tanggal 19/5/2008, Empat Pilar Belajar, http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/05/08/empat-pilar-belajar/
Akhmad Sudrajat, Tanggal 19/5/2008, Pendidikan Holistik, http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/26/ pendidikan-holistik/
Sudirman, 2005, Cerdas Aktif Matematika: Pelajaran Matematika untuk SMP Kelas VII, Jakarta: Ganeca Exact
Yasin Setiawan, Tanggal 19/5/2008, Terobosan Metode Pengajaran Matematika, http://www.siaksoft.net/
Zainun Mu'tadin, Tanggal 19/5/2008, Mengenal Kecerdasan Emosional Remaja, http://www.e-psikologi.com/remaja/250402.htm
Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA
PM – 2 : Kemampuan Komunikasi Matematis …….. Djamilah Bondan Widjajanti
Kemampuan Komunikasi Matematis Mahasiswa Calon Guru Matematika : Apa dan Bagaimana Mengembangkannya
Oleh:
Djamilah Bondan Widjajanti
Jurusan Pendidikan Matematika, FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta E-mail: dj_bondan@yahoo.com
Abstrak
Komunikasi adalah cara untuk berbagi (sharing) gagasan dan mengklarifikasi pemahaman. Bagi seorang guru matematika, mempunyai kemampuan komunikasi matematis yang memadai akan sangat menunjang perannya sebagai fasilitator dan mediator yang membantu agar proses belajar siswa dapat berjalan dengan baik. Dengan kemampuan komunikasi matematis yang memadai, seorang guru matematika akan dapat memberi gambaran yang wajar tentang matematika kepada siswa-siswanya, sedemikian hingga para siswa akan dapat memandang matematika tidak lagi sebagai pelajaran yang sulit dan sangat abstrak.
Untuk mempersiapkan seseorang menjadi guru matematika yang mampu mengkomunikasikan ide-ide matematik secara efektif kepada siswanya, mahasiswa calon guru matematika harus dilatih untuk mampu: (1) menyebutkan dan menuliskan alasan dari setiap langkah penyelesaian masalah matematika yang dikemukakannya dengan masuk akal, benar, lengkap, sistematis, dan jelas, (2) menggunakan istilah, gambar, tabel, diagram, notasi, atau rumus matematika secara tepat, dan (3) menganalisis atau menilai pikiran matematis orang lain. Kemampuan ini dapat ditingkatkan melalui perkuliahan.
Di dalam makalah ini akan dibahas bagaimana meningkatkan kemampuan komunikasi matematis mahasiswa calon guru matematika melalui perkuliahan berbasis masalah. Perkuliahan berbasis masalah dicirikan dengan diberikannya masalah kepada mahasiswa untuk diselesaikan, baik secara individu maupun kelompok. Masalah yang digunakan sebagai basis perkuliahan dipilih sedemikian hingga dapat “memandu” mahasiswa mempelajari konsep tertentu. Selain mengembangkan kemampuan komunikasi matematis, perkuliahan berbasis masalah mempunyai keunggulan lain yaitu dapat membantu mahasiswa mengembangkan penalaran, pemecahan masalah, dan ketrampilan berfikir kritis.
Kata kunci: komunikasi matematis, calon guru matematika
Pendahuluan
Ada banyak masalah dalam pendidikan matematika saat ini. Masalah klasik yang tidak mudah mengatasinya adalah rendahnya prestasi belajar matematika siswa. Begitu banyak faktor yang diduga sebagai penyebabnya. Salah satu diantaranya adalah masih banyak siswa yang menganggap matematika sebagai pelajaran yang sulit dan sangat abstrak, sehingga siswa tidak cukup antusias dan percaya diri dalam belajar matematika.
Bagaimanapun, guru memegang peranan penting dalam memberikan gambaran yang wajar tentang matematika kepada siswa. Kunci dari gambaran siswa yang dibangun melalui interaksinya dengan guru ini terletak pada komunikasi, yaitu pada bagaimana selama ini guru matematika mengkomunikasikan konsep, struktur, teorema, atau rumus matematis kepada siswa.
Bisa dibayangkan akibatnya, jika para guru matematika kurang dapat mengkomunikasikan pikiran matematisnya kepada siswa pada saat melaksanakan pembelajaran. Misalkan saja guru kurang dapat memberi penjelasan untuk pertanyaan
Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA
PM – 2 : Kemampuan Komunikasi Matematis …….. Djamilah Bondan Widjajanti
siswa “mengapa demikian”, atau guru menulis langkah-langkah pembuktian atau penyelesaian masalah kurang terurut atau kurang logis bagi pikiran siswa, atau guru menggunakan notasi matematis tidak konsisten, atau menggambar bangun geometri kurang tepat, atau guru dapat menyalahkan jawaban siswa tetapi kurang dapat memberi alasan yang bisa diterima pikiran siswa, dan lain-lain, tentulah semakin mengukuhkan gambaran matematika yang sulit dan abstrak bagi siswa. Oleh karena itu mempunyai kemampuan komunikasi matematis yang memadai sangatlah penting bagi seorang guru matematika.
Kemampuan komunikasi matematis ini bisa dilatihkan, atau dipersiapkan sejak yang bersangkutan menjadi mahasiswa calon guru. Tentu tidaklah efektif dan efisien, jika para mahasiswa calon guru matematika hanya mendapatkan teori tentang komunikasi matematis pada suatu mata kuliah, tanpa mendapatkan cukup banyak kesempatan untuk mempraktekkannya. Akan lebih baik jika pembekalan kemampuan komunikasi matematis ini terpadu dalam setiap perkuliahan.
Setiap dosen dapat memilih pendekatan perkuliahan yang memungkinkan terjadinya peningkatan kemampuan komunikasi matematis. Salah satu pendekatan perkuliahan yang direkomendasikan adalah perkuliahan berbasis masalah (Problem-Based Learning/PBL). Berikut ini pembahasan mengenai peran guru, apa yang dimaksud dengan kemampuan komunikasi matematis, dan bagaimana meningkatkankannya melalui PBL.
Pembahasan
1. Peran Guru
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan, pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial.
Di dalam penjelasan atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 disebutkan bahwa yang dimaksud dengan pendidik sebagai agen pembelajaran (learning
Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA
PM – 2 : Kemampuan Komunikasi Matematis …….. Djamilah Bondan Widjajanti
agent) pada ketentuan ini adalah peran pendidik antara lain sebagai fasilitator, motivator, pemacu, dan pemberi inspirasi belajar bagi peserta didik.
Lebih dulu ada dari peraturan pemerintah tersebut di atas, pada tahun 2000 National Council of Teachers of Mathemathics (NCTM) sudah menerbitkan Principles and Standards for School Mathematics, yang antara lain memuat standar-standar proses untuk matematika sekolah. Salah satu diantaranya adalah standar untuk pengajaran, yaitu bahwa pengajaran matematika yang efektif mensyaratkan pemahaman pada apa yang perlu diketahui dan perlu dipelajari siswa, dan kemudian menantang dan mendukung siswa untuk mempelajarinya dengan baik. Masih menurut standar NCTM, pengajaran matematika yang efektif mensyaratkan pengetahuan dan pemahaman tentang matematika, para siswa sebagai si pembelajar, dan strategi-strategi kependidikan.
Memperhatikan peran guru sebagai agen pembelajaran seperti disebut dalam peraturan pemerintah di atas, dan apa yang dipersyaratkan oleh NCTM untuk pengajaran matematika yang efektif, maka dapatlah disimpulkan bahwa sangatlah penting bagi seorang guru matematika untuk memahami matematika yang akan diajarkannya, trampil memilih strategi untuk mengajarkannya, dan mempunyai pemahaman yang baik atas siswa-siswanya. Pemahaman atas siswa-siswanya ini, khususnya tentang bagaimana para siswa berpikir tentang matematika dan bagaimana mereka belajar matematika, menjadi hal yang sangat penting bagi seorang guru matematika, terlebih jika dikaitkan dengan paham konstruktivis.
Menurut konstruktivisme, pengetahuan tidak dapat ditransfer dari seseorang guru kepada siswa begitu saja, tetapi harus diinterpretasikan sendiri oleh masing-masing siswa, sebagaimana dikatakan oleh Bettencourt, yang dikutip Suparno (1996), bahwa bagi kaum konstruktivis, mengajar bukanlah kegiatan memindahkan pengetahuan dari guru ke siswa, tetapi suatu kegiatan yang memungkinkan siswa membangun sendiri pengetahuannya. Mengajar berarti partisipasi dengan pelajar dalam membentuk pengetahuan, membuat makna, mencari kejelasan, bersikap kritis, dan mengadakan justifikasi. Oleh karena itu peran guru adalah sebagai fasilitator dan mediator yang membantu agar proses belajar siswa dalam rangka mengkonstruksi pengetahuannya dapat berjalan dengan baik.
Sebagai fasilitator dan mediator, seorang guru dituntut untuk dapat berinteraksi dan berkomunikasi secara efektif, khususnya dengan para siswa di dalam kelasnya.
Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA
PM – 2 : Kemampuan Komunikasi Matematis …….. Djamilah Bondan Widjajanti
Menurut Supano (1996) untuk menunjang perannya sebagai fasilitator dan mediator, seorang guru antara lain harus mampu memonitor, mengevaluasi, dan menunjukkan apakah pemikiran seorang siswa itu benar ataukah tidak. Dalam peran yang demikianlah, pentingnya kemampuan komunikasi matematis bagi seorang guru matematika tidaklah diragukan lagi.
2. Komunikasi Matematis
Ada banyak cara orang berkomunikasi, misalnya melalui percakapan, nyanyian, tanda suara tertentu, isyarat nonverbal, gambar, bahasa tubuh, sentuhan, kontak mata, dan juga tulisan. Beberapa ketrampilan dari bentuk komunikasi tersebut, khususnya percakapan, bahasa tubuh, kontak mata, dan tulisan, sangat diperlukan oleh guru bidang apapun, terutama agar ia dapat menjalin interaksi yang baik dengan para siswanya, sehingga dapat menjadi fasilitator dan mediator yang berguna dalam mengembangkan potensi siswa.
Melalui interaksi guru-siswa yang baik, seorang guru akan dapat mengetahui apa yang dipikirkan siswa atau apa yang menjadi ketidaktahuan siswa. Dengan cara menyimak apa yang dikatakan siswa, apa yang ditanyakan siswa, apa yang siswa tuliskan/gambarkan, dan juga dengan memperhatikan ekspresi siswa, seorang guru akan dapat mengetahui manakala seorang siswa memerlukan bantuannya.
Dalam matematika, komunikasi memegang peranan yang sangat penting. Komunikasi menjadi bagian yang esensial dari matematika dan pendidikan matematika. Komunikasi adalah cara untuk berbagi (sharing) gagasan dan mengklarifikasi pemahaman. Melalui komunikasi, gagasan-gagasan menjadi objek-objek refleksi, penghalusan, diskusi, dan perombakan. Proses komunikasi juga membantu membangun makna dan kelanggengan untuk suatu gagasan, serta juga menjadikan gagasan-gagasan itu diketahui publik (NCTM, 2000).
Bagi siswa, terlibat dalam komunikasi matematis, baik dengan guru maupun dengan teman-temannya, baik secara lisan maupun tertulis, baik pada saat pemb