• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan Model dan Pembelajaran Sinektik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pengembangan Model dan Pembelajaran Sinektik"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BERPIKIR KREATIF SISWA PADA MATA PELAJARAN

ILMU PENGETAHUAN SOSIAL DI MADRASAH

IBTIDAIYAH SE-KABUPATEN JOMBANG

By:

Dr. Rofiatu Hosni, M.Pd UNHASY Tebuireng Jombang*)

Abstract: This research was conducted to implement Synectic learning model as a model for developing creative thinking skills in the subjects of Social Studies Madrasah Ibtidaiyah.The stages of the research include: (1) Presurvey, namely identifying the learning profile of Social Sciences is currently running, (2) The results of identification used as a foundation for developing learning models synectic tested until ready to use, and (3) Tested development model validation to obtain the level of effectiveness of the model to improve the quality of learning. The research was developed by means of experiments that compared the learning that is implemented through synectic learning model (KE) with conventional learning (KK). Validation test results obtained by the high score students ability to think creatively and significantly different when compared with the results of pretest (α ≤ .0001) and with the results of the control group (α ≤ .0001). The results of this research conclude that: (1) Synectic learning model is the development and modification of the model proposed by Gordon synectic. Development and modifications made based on the conditions and abilities of students in the local environment of Ibtidaiyah Madrasah. (2) Implementation synectic learning model can improve the learning conditions on the subjects of Social Studies in Elementary Madrasah. On the one hand, this learning model relatively easily adopted by teachers and on the other hand the results of this study prove that synectic learning model can improve the quality of learning and are able to enhance students creative thinking abilities. (3) Synectic effective learning model for improving students ability to think creatively, use the relevant subjects of Social Sciences, and also effective for improving teacher performance and effective enough to improve the quality of learning of Social Sciences. The research findings result in practical implications of which need be grown willingness of teachers to

(2)

improve performance and quality of learning and socialization needed to do synectic learning model as one alternative, while the theoretical implications lead to the effectiveness of learning to be achieved.

Keywords: Learning Model Synectic, Creative Thinking Ability.

A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah

Standar isi mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) untuk Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI) bertujuan agar siswa memiliki kemampuan: (a) mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya; (b) memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial; (c) memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan; dan (d) memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.1

Hasan mengatakan bahwa tujuan pendidikan IPS adalah mengembangkan kemampuan berpikir, sikap, dan nilai peserta didik sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial dan budaya. Secara khusus.2 Numan Soemantri menegaskan bahwa kemampuan berpikir yang hendak dikembangkan dalam mata pelajaran IPS bukan saja kemampuan berpikir analitis dan kritis, akan tetapi berpikir kreatif.3

Melalui proses pembelajaran IPS di SD/MI diharapkan mampu memberikan berbagai informasi keberadaan lingkungan dimana siswa tersebut tinggal. Mengingat manakala seseorang tidak memahami dan mengetahui tentang informasi mengenai lingkungannya, maka sulit atau bahkan tidak mungkin menjadi seorang warga masyarakat yang baik. Oleh karena itu, sejak dini siswa harus dipersiapkan untuk mengetahui dan memiliki informasi yang cukup tentang lingkungannya. IPS berfungsi untuk

1Depdiknas. Kurikulum Pendidikan Dasar 2003: Landasan, Program, dan Pengembangan (Jakarta: Depdiknas.2003).

2Hasan, S. H.“Tujuan Kurikulum Ilmu Pengetahuan Sosial”. Jurnal Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial. Nomor Perdana tahun 1993, h. 92-101.

3N. Soemantri. Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS. Bandung (PT. Remaja

(3)

memberikan berbagai informasi kepada siswa tentang sesuatu yang menyangkut prikehidupan manusia dan lingkungannya.

Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa proses pembelajaran IPS yang berlangsung di SD/MI masih mengalami berbagai persoalan, baik dilihat dari segi guru maupun siswa. Persoalan yang muncul dilihat dari segi guru, antara lain: proses pembelajaran masih sangat monoton dan masih berpusat pada guru. Guru tidak mampu mengembangkan materi yang diajarkan, sangat terikat pada kurikulum dan bergantung pada buku paket, materi pembelajaran yang padat. Disamping itu, waktu yang dialokasikan sangat terbatas, pemberlakuan sistem guru kelas, orientasi penyajian pembelajaran sangat menekankan pada kemampuan intelektual, media pembelajaran yang tersedia sangat kurang bahkan tidak mendukung, kurangnya strategi guru dalam mengajukan pertanyaan, dan sistem evaluasi yang berpusat pada rayonisasi. Sedangkan jika dilihat dari segi siswa, kenyataan menunjukkan beberapa persoalan mengenai pembelajaran IPS dalam jenjang pendidikan dasar antara lain: kajian materi IPS yang abstrak kurang dipahami oleh siswa dan tujuan yang bersifat abstrak seperti berpikir kritis dan sikap kritis juga kurang dimengerti oleh siswa. Persoalan lain, keberadaan mata pelajaran IPS kurang memberikan gambaran yang positif. Seringkali terdengar keluhan dari para siswa bahwa belajar IPS identik dengan belajar menghafal, IPS merupakan bidang studi yang menjemukan dan kurang menantang, siswa kurang memiliki kemampuan dalam memecahkan masalah, semangat atau motivasi belajarnya rendah, suasana pembelajaran kurang hidup atau menjenuhkan, materi pembelajaran membosankan, bahan pembelajaran yang begitu luas dan padat, waktu yang dialokasikan relatif singkat, serta kesungguhan siswa dalam proses pembelajaran IPS sangat rendah. Semua ini menyebabkan rendahnya kualitas pembelajaran IPS pada tingkat Madrasah Ibtidaiyah yang mulai diberikan di kelas 3.

Model pembelajaran sinektik dirancang untuk memperkuat struktur kognitif siswa. Teori kognitif sebagai acuan untuk mempelajari model perlakuan yang efektif dalam rangka pengembangan kreativitas siswa di sekolah. Hersch menyatakan secara umum teori-teori kognitif melandaskan pandangannya mengenai kreativitas sebagai fungsi dinamik dan interaktif dari perkembangan kognitif individu4). Juga Guilford menegaskan bahwa

4C. Hersch. The Cognitive Functioning of the Creative Person (New haven, Conn:

(4)

pandangan ini menunjukkan bahwa kreativitas bukan hanya semata-mata akibat, tetapi juga dapat mengembangkan fungsi-fungsi kognitif yang lain. Teori kognitif sebagian besar memusatkan perhatiannya kepada kemampuan berpikir dan memecahkan masalah secara kreatif.5

Model pembelajaran sinektik bertujuan untuk mengembangkan kreativitas siswa melalui aktivitas metaporik (analogi langsung dan analogi personal) diharapkan mampu mendorong siswa terlibat aktif dalam tindakan kreatif tatkala implementasi kurikulum di kelas. Demikian juga pembelajaran IPS memiliki tujuan untuk mengembangkan kreativitas, dalam hal ini kemampuan berpikir kreatif siswa. Oleh karena itu, model pembelajaran sinektik ini perlu dicoba untuk diuji efektivitasnya dalam meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa Madrasah Ibtidaiyah pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial. Dari latar belakang tersebut memunculkan 3 pertanyaan utama, yaitu: (a) model pembelajaran sinektik seperti apa yang cocok untuk dikembangkan?, (b) bagaimana implementasi model pembelajaran sinektik tersebut?; dan (c) apa hasil implementasi model pembelajaran sinektik?

B. METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian dan pengembangan. Borg dan Gall mengatakan “educational research and development (R & D) is a process used to develop and validate educational production”.6 Dengan pengertian tersebut, maka serangkaian langkah penelitian dan pengembangan dilakukan secara siklus, artinya setiap langkah yang akan dilalui atau dilakukan selalu mengacu pada hasil langkah sebelumnya hingga pada akhirnya diperoleh suatu produk pendidikan yang baru. Menurut Borg dan Gall menyatakan ada 10 langkah atau tahap yang harus ditempuh dalam pendekatan ini, kemudian dari 10 langkah atau tahap penelitian dan pengembangan tersebut, dilakukan modifikasi dengan cara menggabungkan atau mengintegrasikan tahap-tahap yang memiliki keterkaitan sehingga dapat disederhanakan menjadi lima langkah utama, yaitu: studi pendahuluan, perencanaan, uji coba, validasi, dan pelaporan.7

5J.P Guilford, Intelligence, Creativity and Their Educational Implication (San

Diego, Calif: R. R. Knapp.1968).

6W.R. Borg &, M.D. Gall. Educational Research: An Introduction (New York:

Longman, 1983), h. 772.

(5)
(6)

Gambar 1. Langkah-langkah Penelitian dan Pengembangan

Pendahuluan/Survei Awal

Studi Pustaka Teori

Hasil penelitian terdahulu

Studi Lapangan

Pengembangan kreativitas siswa Persiapan pembelajaran

Implementasi pembelajaran Sarana dan prasarana pendidikan

Perencanaan

Modifikasi aspek dan langkah pembelajaran Prosedur kerja

Desain kasar

Uji Coba

Uji Coba Terbatas Desain kasar Implementasi Evaluasi Penyempurnaan

Desain Final

Validasi

Uji Model Tes awal Implementasi Tes akhir Konklusi

(7)

Subjek penelitian ini adalah guru dan siswa kelas V MI di wilayah kabupaten Jombang Jawa Timur. Pada saat survey awal melibatkan 10 Madrasah Ibtidaiyah, kemudian menentukan dua Madrasah Ibtidaiyah (MI Mu’awwanah Janti dan MI Perguruan Mu’allimat Cukir) dari sepuluh Madrasah Ibtidaiyah yang menjadi subjek penelitian survey awal sebagai lokasi uji coba terbatas. Untuk uji coba yang lebih luas menambah tiga Madrasah Ibtidaiyah (MI Mujahidin, MI Islamiyah Al-Wathaniyah, dan MI Darul Faizin Catak Gayam). Pada tahap validasi, yang dijadikan subjek penelitiannya adalah subjek penelitian sebagaimana yang digunakan dalam survei awal. Dari sebanyak sepuluh Madrasah Ibtidaiyah tersebut kemudian dibagi menjadi dua kelompok, yaitu Madrasah Ibtidaiyah kelompok eksperimen (Madrasah Ibtidaiyah yang pernah menjadi tempat uji coba model) dengan rincian lima madrasah dengan status baik, sedang, kurang dan Madrasah Ibtidaiyah kelompok kontrol (Madrasah Ibtidaiyah yang tidak dijadikan tempat uji coba model) dengan rincian lima madrasah dengan status baik, sedang, dan kurang.

Teknik analisis data yang dipakai dalam penelitian dan pengembangan model pembelajaran sinektik, yaitu teknik statistik “sebaran frekuensi”, analisis kualitatif, dan analisis kuantitatif. Teknik statistik “sebaran frekuensi” dipakai untuk menganalisis hasil survei awal. Teknik analisis kualitatif dipakai untuk menganalisis hasil pengamatan kelas terhadap uji coba model pembelajaran sinektik (baik uji coba terbatas maupun uji coba lebih luas). Teknik analisis kuantitatif digunakan untuk mengetahui Uji perbedaan. Proses analisa data menggunakan kaidah dan rumusan statistik melalui uji t dan uji Analysis of Variance (ANOVA).

C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANNYA

1. Desain Model Pembelajaran Sinektik Hasil Pengembangan

(8)

Model Gordon ini merupakan suatu pendekatan yang berguna untuk mengembangkan kreativitas. Menurut Gordon, ada 4 pandangan yang mendasari model tersebut: (a) kreativitas seseorang merupakan kegiatan sehari-hari. Menurut Gordon, kreativitas merupakan bagian dari kegiatan kerja sehari-hari dan berlangsung seumur hidup. Model yang dikembangkan Gordon dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan memecahkan masalah, ekspresi kreatif, empati, dan hubungan sosial; (b) proses kreatif bukanlah sesuatu yang misteri, tetapi dapat diuraikan dan mungkin dapat dimanfaatkan untuk melatih individu guna meningkatkan kreativitas mereka; (c) kreativitas tercipta di segala bidang dan menunjukkan adanya hubungan yang erat dengan semua bidang; dan (d) peningkatan berpikir kreatif individu dan kelompok sama melalui ide-ide dan produk di berbagai hal.8 Penerapan model pembelajaran ini dalam implementasi kurikulum suatu mata pelajaran bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa dalam suatu mata pelajaran tersebut, sebagaimana dikatakan Joyce dan Weil bahwa “synectics is designed to increase the creativity of both individuals and group”.9 Terdapat lima tahapan pembelajaran dalam implementasi model pembelajaran sinektik yang dapat dijadikan acuan bagi guru dan siswa ketika melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas. Adapun tahap-tahap pembelajaran yang dimaksudkan adalah sebagai berikut:

a. Tahap pertama dalam model pembelajaran sinektik adalah input substantif sebagai tahap klarifikasi atau mengkomunikasikan topik atau materi baru. Tahap ini merupakan tahap esensial bagi keberhasilan siswa dalam memperoleh materi baru.

Berdasarkan temuan hasil penelitian dalam tahap klarifikasi topik/materi baru tampak terlihat hal-hal sebagai berikut:

1) Terjadi proses yang mempermudah siswa memahami atau menangkap materi yang baru disampaikan oleh guru

2) Kesulitan klarifikasi topik atau materi baru diatasi dengan menggunakan perumpamaan/kiasan dan contoh-contoh

3) Diterapkannya teknik tanya jawab kepada siswa terhadap materi yang baru saja dijelaskan oleh guru dan siswa tampak antusias menjawab pertanyaan guru. Antusiasnya siswa menjawab

8B. Joyce dan M. Weil. Models of Teaching. (Fourth Edition) (Needham Heights

Massachusetts: Allyn & Bacon, 1992), h. 166-167.

(9)

pertanyaan guru merupakan petunjuk ke arah sikap dan persepsi yang positif.

Knirk & Gustafson menyebutkan bahwa untuk mengetahui siswa belajar, perlu diperhatikan komponen guru dan komponen kurikulum yang merupakan komponen-komponen utama dan saling berinteraksi dengan komponen siswa.10

Kurikulum yang digunakan dalam penelitian ini merupakan kurikulum yang sifatnya given, artinya sudah tertuang dalam bentuk kurikulum nasional dan guru berfungsi sebagai pelaksana kurikulum tersebut. Sebagai pelaksana kurikulum guru dituntut untuk memutuskan cara mengorganisasi implementasi kurikulum secara operasional. Tidak berlebihan jika Sukmadinata (mengemukakan pendapatnya bahwa implementasi kurikulum hampir seluruhnya tergantung pada kreativitas, kecakapan, kesungguhan, dan ketekunan guru.

Pada tahap pertama implementasi model pembelajaran sinektik ini, guru dituntut untuk dapat memberikan gambaran struktur materi kurikulum. Untuk itu model pembelajaran sinektik yang dikembangkan dalam penelitian ini memberikan tempat kepada guru dalam bentuk pengembangan topik atau materi baru pada waktu pengembangan rencana pembelajaran. Dengan demikian pada diri gurupun dibangun pola berpikir yang terstruktur. Hal ini memperlihatkan kebenaran penyataan Tanner & Tanner bahwa guru yang professional adalah guru yang termasuk ke dalam kelompok creative-generative yakni guru yang berpikir tentang apa yang akan mereka kerjakan dan mencoba untuk menemukan cara yang lebih efektif dalam bekerja.11 Sejalan dengan pendapat Tanner & Tanner, Marsh & Stafford mengemukakan bahwa guru sebagai pengembang kurikulum adalah guru yang mengidentifikasi masalah dan kebutuhan serta mencoba mengemukakan dalam bentuk rancangan yang terstruktur guna mengatasi masalah dan kebutuhan kelasnya. Tidaklah berlebihan apabila disimpulkan bahwa model pembelajaran sinektik mampu memperbaiki kinerja guru.12

10F.G. Knirk & K.L Gustafson, Instructional Technology, A Systematic Approach to Education (New York: Holt, Rinehart and Winston, 1986), h. 18.

11D.Tanner & L.N Tanner. Curriculum Development: Theory Into Practice (New

York: MacMillan Publishing, Co. Inc.1980), h. 636-639.

12C. Marsh & K. Stafford. Curriculum Practices (Sydney: Mc Graw-Hill Book

(10)

b. Tahap kedua adalah penggabungan dari tahap analogi langsung, perbandingan analogi, dan menjelaskan perbedaan. Tahap ini diawali dengan meminta siswa mengajukan atau membuat analogi langsung atas materi yang sedang dibahas melalui media bagan. Kegiatan pada tahap kedua ini dapat dikatakan sebagai kegiatan yang dapat menambah wawasan berpikir kreatif siswa terhadap materi yang sedang dibahas karena analogi langsung memiliki untuk memfasilitasi siswa dalam proses transmisi dan transformasi terhadap materi yang sedang dibahas. Di sini, peran guru sangat diharapkan terutama dalam membimbing dan mendorong para siswanya agar memiliki keberanian untuk mengemukakan gagasan atau pendapatnya.

Kegiatan membandingkan terhadap analogi-analogi memiliki tujuan untuk mengidentifikasi dan menjelaskan kesamaan atau kaitan antara aspek-aspek yang ada dalam objek atau kegiatan yang dipakai sebagai analogi langsung. Untuk mencapai tujuan tersebut, guru perlu memberi motivasi dan memfasilitasi siswa untuk kegiatan tersebut. Sedangkan kegiatan menjelaskan perbedaan bertujuan untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam memperoleh kejelasan tentang perbedaan-perbedaan yang ada dalam objek atau kegiatan yang dianalogikan dengan materi yang sedang dibahas. Untuk itu, siswa perlu didorong dan diarahkan supaya mampu melakukan proses pembelajaran tersebut. Selain itu, hasil pekerjaan siswa perlu didiskusikan dengan teman-temanya agar kemampuan berpikir kreatif siswa semakin meningkat.

Pada tahap ini penggunaan media pembelajaran berupa media peta dan media bagan ditujukan selain untuk memperkuat pemahaman siswa terhadap materi yang bersifat abstrak, juga berfungsi memperlihatkan struktur materi melalui media visual. Kemampuan membaca peta dan kemampuan membaca bagan materi merupakan kemampuan-kemampuan kognitif tingkat tinggi yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa.

Temuan hasil penelitian dalam tahap analogi langsung, membandingkan analogi, dan menjelaskan perbedaan memperlihatkan hal-hal yang dapat diuraikan sebagai berikut:

(11)

2) Munculnya pertanyaan-pertanyaan dari siswa yang memperlihatkan jenis pertanyaan berpikir, menunjukkan bahwa model pembelajaran sinektik dapat meingkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan siswa tersebut memberi indikasi bahwa mereka melakukan proses belajar dengan benar. 3) Pertanyaan-pertanyaan yang diberikan oleh guru dapat dijawab

dengan baik oleh siswa. Hal ini mengindikasikan bahwa materi yang baru saja dibahas guru dapat dipahami dengan lebih mudah oleh siswa.

c. Tahap ketiga adalah analogi personal. Pada tahap ini, siswa diminta mengajukan analogi personal dengan menggunakan pengandaian diri seumpama ia (siswa) sebagai sesuatu objek atau kegiatan sesuai materi yang sedang dibahas. Apa yang dipikirkan, apa yang dirasakan, dan apa yang diperbuat seandainya sebagai suatu objek atau kegiatan tertentu merupakan hal-hal yang esensial dalam tahap ini. Karena itu, pada tahap ini, siswa tidak boleh dibatasi kesempatannya untuk berekspresi, mengemukakan gagasan, dan pendapatnya.

Temuan hasil penelitian pada tahap analogi personal ini memperlihatkan hal-hal sebagai berikut:

1) Siswa tampak memunculkan gagasan-gagasan yang beragam dengan menggunakan teknik curah pendapat (brainstorming). Hal ini menunjukkan bahwa model pembelajaran sinektik mampu melatih siswa untuk mengeluarkan gagasan-gagasan yang dimiliki.

2) Teknik curah pendapat yang digunakan dalam proses pembelajaran dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa.

d. Tahap keempat adalah tahap eksplorasi. Dalam tahap ini guru meminta siswa untuk menjelajahi kembali atau menjelaskan kembali topik atau materi yang baru saja dibahas dengan menggunakan bahasanya sendiri. Untuk itu, perlu adanya bimbingan dari guru agar tahap ini berjalan dengan baik. Siswa juga diminta membuat catatan untuk mendokumentasikan hasil pekerjaannya.

Temuan hasil penelitian dalam tahap eksplorasi memperlihatkan hal-hal sebagai berikut:

(12)

makna, artinya siswa sudah mampu mengolah materi pelajaran yang baru saja dibahas.

2) Hasil pekerjaan siswa didiskusikan dengan teman-temannya, sehingga hasilnya dapat dikaji secara bersama-sama.

e. Tahap kelima adalah memunculkan analogi baru. Tahap ini merupakan pengajuan analogi langsung (yang lainnya) terhadap materi yang sedang dibahas. Siswa diharapkan dapat mengajukan analogi langsung yang telah dikuasainya dan mampu menjelaskan persamaan dan perbedaannya. Untuk mencapai hal tersebut, guru perlu melakukan serangkaian kegiatan, yaitu meminta siswa mengajukan analogi langsung atas materi semula dengan objek atau kegiatan lain, mendiskusikan persamaan dan perbedaannya, menyimpulkan dan merangkum hasil pekerjaannya. Di sini, yang dipentingkan adalah argumentasi, mengapa sesuatu objek atau kegiatan tertentu dianalogikan dengan materi yang sedang dibahas.

Setelah selesai melaksanakan tahap ini, guru melakukan evaluasi terhadap hasil pekerjaan siswa yang mengandung unsur-unsur kemampuan berpikir kreatif. Tujuan dari kegiatan ini adalah ingin mengetahui kemampuan berpikir kreatif siswa (kelancaran, kelenturan, keaslian, dan keterincian). Fenomena yang diperoleh melalui temuan hasil penelitian ini adalah kecenderungan model pembelajaran sinektik memberikan kontribusi yang lebih baik kepada siswa dalam meningkatkan kemampuan berpikir kreatifnya.

(13)

2. Relevansi Model Pembelajaran Sinektik dengan Mata Pelajaran IPS Kajian mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah bertujuan agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut: (a) mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya; (b) memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial; (c) memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan; dan (d) memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.13

Esensi peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa dalam mata pelajaran IPS di sekolah/madrasah dapat ditemukan di dalam tiga hal. Pertama, tertera di dalam tujuan pembelajarannya, Hasan mengatakan bahwa tujuan pendidikan IPS adalah mengembangkan kemampuan berpikir, sikap, dan nilai peserta didik sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial dan budaya.14 Secara khusus, Numan Soemantri menegaskan bahwa kemampuan berpikir yang hendak dikembangkan dalam mata pelajaran IPS bukan saja kemampuan berpikir analitis dan kritis, akan tetapi berpikir kreatif. Peningkatan kemampuan berpikir kreatif merupakan salah satu tujuan pembelajaran mata pelajaran IPS di sekolah.15

Kedua, dari segi kegunaan atau manfaatnya bagi siswa, al-Muchtar mengatakan mata pelajaran IPS dapat memperkuat peningkatan kemampuan berpikir dan nilai-nilai dalam proses pembelajaran.16 Artinya, setelah siswa mengikuti kegiatan pembelajaran IPS maka kemampuan berpikir kreatifnya menjadi lebih baik. Kemampuan berpikir kreatif tersebut, pada akhirnya, akan dipakai sebagai bekal dasar, baik dalam kaitannya dengan peningkatan kemampuan berpikir kreatif maupun dalam kaitannya dengan persiapan

14Hasan, S. H.“Tujuan Kurikulum Ilmu Pengetahuan Sosial”. Jurnal Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial. Nomor Perdana tahun 1993, h. 92.

15N Soemantri. Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS (Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya, 2001), h. 44.

16S. Al-Muchtar, Epistemologi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (Bandung:

(14)

kemampuan berpikir kreatif dalam mata pelajaran IPS dapat dikatakan sebagai tindakan edukasi yang strategis. Savage dan Amstrong mengatakan ”creative thinking helps us to change”. Artinya, dengan memberi banyak kesempatan kepada siswa untuk memikirkan dan mencari solusi alternatif terhadap persoalan-persoalan yang serba tidak menentu pula saat ini berarti melatih siswa berpikir alternatif, yang sesungguhnya, merupakan bagian dari berpikir kreatif.17

Untuk mencapai tujuan dari mata pelajaran IPS di atas, diperlukan adanya suatu model pembelajaran yang dapat mengembangkan pengetahuan, wawasan, dan keterampilan siswa dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu model pembelajaran yang dikemukakan adalah model pembelajaran sinektik. Model pembelajaran sinektik ini dipandang relevan sebagai wahana untuk mencapai tujuan mata pelajaran IPS di Madrasah Ibtidaiyah dengan alasan bahwa model pembelajaran sinektik memiliki tujuan yaitu ingin menjadikan proses kreativitas sebagai proses yang sadar.18 Selain itu, model pembelajaran ini secara khusus dirancang untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif melalui serangkaian latihan penggunaan analogi dan metaporik baru. Dengan memberi kesempatan berlatih kepada siswa untuk mengajukan analogi atau metaporik terhadap sesuatu materi yang sedang diajarkan dimungkinkan wawasan dan pengetahuan siswa tentang materi yang sedang dibahas akan semakin luas dan mendalam. Demikian pula, siswa akan terlatih atau terbiasa memecahkan berbagai persoalan kehidupan sosial melalui latihan-latihan analogi.

3. Implementasi Model Pembelajaran Sinektik dalam Mata Pelajaran IPS Madrasah Ibtidaiyah

Dalam lingkup kelas, implementasi kurikulum melibatkan guru sebagai pendidik, siswa sebagai peserta didik, dan isi kurikulum sebagai kesatuan pengetahuan yang terpilih dan dibutuhkan. Dengan demikian dalam implementasi kurikulum di kelas terdapat tiga komponen utama yakni guru, siswa, dan isi kurikulum.

Dalam posisinya sebagai pelaksana kurikulum di kelas guru dituntut mampu memutuskan bagaimana mengorganisasi kurikulum secara

17V.T. Savage dan G.D. Amstrong. Effective Teaching in Elementary Social Studies.

(Third Edition) (Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice-Hall Inc. 1996), h. 244-245.

18B. Joyce dan M. Weil. Models of Teaching. (Fourth Edition) (Needham Heights

(15)

operasional. Menurut pendapat Hunter keputusan yang ditetapkan oleh guru professional menyangkut tiga hal, yakni: (a) keputusan yang berhubungan dengan seleksi terhadap tujuan belajar (apa yang akan dipelajari), (b) keputusan yang berhubungan dengan menetapkan perilaku (bagaimana siswa belajar), dan (c) keputusan yang berhubungan dengan menetapkan rancangan guru untuk membantu siswa belajar dan mencapai perolehan maksimal (metodologi).19 Implementasi model pembelajaran yang merupakan bentuk nyata dari desain model pembelajaran sangat ditentukan oleh kemampuan dan kecakapan guru ketika mewujudkannya di kelas. Guru bukan hanya berperan sebagai pelaksana kurikulum, akan tetapi juga berperan sebagai pengembang kurikulum bagi kelasnya masing-masing. Dalam kaitannya dengan implementasi model pembelajaran sinektik ini, sesungguhnya guru memiliki posisi sentral bagi kelangsungan dan keberhasilan implementasi pada setiap tahap pembelajaran sejak tahap pertama hingga tahap terakhir (lihat Bagan 4.6). Guru dituntut mampu melaksanakan tugas-tugas yang dipersyaratkan pada setiap tahap pembelajaran, yang berbeda menurut jenis dan kualitasnya. Dengan demikian, tanpa adanya kompetensi dan komitmen dari guru maka implementasi model pembelajaran sinektik dimungkinkan tidak akan berlangsung dengan baik dan berhasil secara optimal.

Posisi siswa dalam implementasi kurikulum sebagai subjek yang melakukan kegiatan belajar. Terjadinya proses belajar apabila siswa memberi respon terhadap stimuli yang diberikan oleh guru. Belajar dipengaruhi oleh motivasi yang terdapat dalam diri siswa. Untuk hal tersebut, Sukmadinata memberi saran terhadap upaya membangkitkan motivasi melalui tiga cara, yakni: (a) pemilihan bahan pembelajaran yang berarti bagi siswa, (b) menciptakan kegiatan belajar yang dapat membangkitkan dorongan untuk menemukan, (c) menerjemahkan apa yang akan diajarkan dalam bentuk pikiran yang sesuai dengan tingkat perkembangan siswa.20 Dengan demikian tampak bahwa peran guru sangat erat kaitannya dengan munculnya motivasi belajar siswa.

Posisi isi kurikulum adalah merupakan substansi yang mengisi kerangka antara guru dan siswa. Sukmadinata menyebutkan bahwa isi kurikulum merupakan kesatuan pengetahuan terpilih dan dibutuhkan baik

19M Hunter. The Teaching Process, dalam The Teacher’s Handbook

(Glenview-Illinois: Scot, Foresman & Co. 1971), h. 148.

20N.S Sukmadinata, Prinsip dan Landasan Pengembangan Kurikulum (Jakarta:

(16)

bagi pengetahuan itu sendiri maupun bagi siswa dan lingkungannya.21 Dalam hal ini isi kurikulum menggambarkan keterampilan dan kemampuan yang dapat dicapai siswa melalui proses belajar yang didasarkan pada materi. Pengorganisasian materi ini memperhatikan lingkup kajian dan urutan kajian yang memiliki materi substansi dan materi proses. Atas dasar penjelasan posisi ketiga komponen di atas, uraian berikut memberikan penjelasan bagaimana peran komponen-komponen guru, siswa, dan materi kurikulum pada implementasi model pembelajaran sinektik dalam mata pelajaran IPS di Madrasah Ibtidaiyah.

(17)

a. Posisi Guru dalam Implementasi Model Pembelajaran Sinektik Dalam tahap pengembangan rencana pembelajaran guru mengorganisasi isi kurikulum agar dapat dioperasionalkan. Dalam posisinya sebagai pengembang kurikulum di kelas, guru harus mampu menetapkan topik baru dari materi/substansi yang akan diajarkan dan dikuasai oleh siswa. Untuk memudahkan siswa menangkap dan memahami materi baru, guru mengajukan analogi dan atau metaporik (yang merupakan aspek utama dalam model pembelajaran sinektik) dengan menggunakan perumpamaan atau kiasan dan contoh-contoh yang relevan dengan materi yang akan diajarkan.

Dalam tahap kegiatan belajar mengajar, tahap-tahap pembelajaran yang terdapat dalam model pembelajaran sinektik memudahkan guru untuk mengelola proses pembelajaran. Berdasarkan tahap-tahap pembelajaran tersebut, menyebabkan guru dapat menyelesaikan materi tepat waktu, dan dapat mengontrol kegiatan atau proses belajar yang dilakukan oleh siswa. Temuan hasil penelitian memperlihatkan bahwa melalui implementasi model pembelajaran sinektik terjadi perbaikan kinerja guru dan model pembelajaran ini relatif lebih mudah diadopsi oleh guru sebab dengan adanya persamaan bentuk pembelajaran yakni dengan menggunakan teknik ekspositori menyebabkan guru tidak merasa asing dengan cara berceramah yang digunakan dalam kerangka model pembelajaran sinektik.

(18)

b. Posisi Siswa dalam Implementasi Model Pembelajaran Sinektik Tujuan penelitian ini adalah menghasilkan produk model pembelajaran siswa dalam hal kemampuan berpikir kreatif sesuai dengan tuntutan kurikulum IPS MI. Perbaikan kualitas ini dapat dicapai jika proses pembelajaran selama ini yang terkesan dilakukan seadanya dapat diperbaiki. Salah satu komponen yang memiliki kontribusi adalah peran siswa proses pembelajaran sebagaimana dikemukakan pada bagian sebelumnya bahwa proses belajar terjadi apabila siswa memberi respon terhadap stimuli yang diberikan oleh guru. Model pembelajaran sinektik sebagai produk hasil penelitian ini menawarkan peluang tidak hanya perbaikan terhadap hasil pembelajaran siswa tetapi juga menumbuhkan komitmen siswa untuk belajar seperti yang diungkapkan oleh Sukmadinata bahwa proses pembelajaran harus dikondisikan untuk membangkitkan dorongan pada diri siswa untuk menemukan sesuatu yang pada akhirnya dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatifnya.22

Pertanyaannya sekarang, sejauhmana implementasi model pembelajaran sinektik ini memberi kontribusi terhadap peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, perlu terlebih dahulu dikemukakan adanya empat pandangan yang dijadikan acuan Gordon dalam mengembangkan model pembelajaran sinektik, yakni: (1) kreativitas seseorang merupakan kegiatan sehari-hari, (2) proses kreatif bukanlah sesuatu yang misteri, tetapi dapat diuraikan dan mungkin dapat dimanfaatkan untuk melatih individu guna meningkatkan kreativitas mereka, (3) kreativitas tercipta di segala bidang dan menunjukkan adanya hubungan yang erat dengan semua bidang, dan (4) peningkatan berpikir kreatif individu dan kelompok sama melalui ide-ide dan produk di berbagai hal.23 Apabila keempat pandangan tersebut dicermati secara mendalam akan diperoleh kesimpulan bahwa kreativitas merupakan suatu potensi yang dimiliki seseorang dan dapat dikembangkan.

Model pembelajaran sinektik merupakan salah satu bentuk teknik pengembangan kreativitas seseorang yang bersifat mengait atau melekat dalam proses belajar mengajar. Dengan memberi kesempatan kepada siswa untuk mengajukan analogi dan atau metaporik, dimungkinkan siswa akan memiliki wawasan atau gagasan. Dengan demikian semakin banyak gagasan

22Ibid., h. 146.

23B. Joyce dan M. Weil. Models of Teaching. (Fourth Edition) (Needham Heights

(19)

yang muncul diasumsikan kemampuan kreativitas siswa semakin berkembang. Dalam hal ini bahwa kreativitas terjadi melalui asosiasi baik langsung maupun perantara, akan semakin banyak pula gagasan yang dimiliki, yang berarti makin kreatif orang tersebut. Berdasarkan temuan hasil penelitian menjelaskan bahwa kemampuan berpikir kreatif siswa menunjukkan adanya kemajuan. Artinya, terdapat perbedaan skor rata-rata kemampuan berpikir kreatif siswa antara sebelum mengikuti kegiatan pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran sinektik dengan setelah mengikuti kegiatan pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran sinektik. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran sinektik pada mata pelajaran IPS dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa.

c. Posisi Materi dalam Implementasi Model Pembelajaran Sinektik Relevansi model pembelajaran sinektik dengan mata pelajaran IPS telah dibahas pada kajian sebelumnya, dan pada bagian ini penjelasan lebih ditekankan pada cara meramu materi IPS bagi siswa yang berada dalam jenjang pendidikan dasar, khususnya kelas V MI. IPS merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan di Sekolah Dasar/Madarasah Ibtdaiyah mulai dari kelas 3, yang mempelajari kehidupan sosial yang bahan kajiannya bersumber dari geografi, ekonomi, sejarah, sosiologi, antropologi, dan tata negara. IPS yang terbentuk dari ilmu-ilmu sosial tersebut terdiri dari berbagai fakta, konsep, dan generalisasi yang terintegrasi terkait dengan kehidupan sosial. Kehidupan sosial secara garis besarnya terdiri dari lingkungan fisik, sosial, dan budaya yang merupakan fokus pembelajaran IPS. Martorella menyatakan bahwa pengetahuan dalam pembelajaran IPS diwujudkan dalam bentuk fakta, generalisasi, keterampilan, hipotesis, kepercayaan, sikap, nilai, dan teori yang dikonstruksi dalam program IPS.24

Killer sebagaimana dikutip oleh Hamalik menyatakan IPS adalah studi yang memberikan pemahaman atau pengertian-pengertian tentang cara-cara manusia hidup, tentang kebutuhan-kebutuhan dasar manusia, tentang kegiatan-kegiatan dalam usaha memenuhi kebutuhan itu, dan tentang lembaga-lembaga yang dikembangkan sehubungan dengan hal-hal tersebut.25 Martorella mengemukakan bahwa IPS adalah informasi yang terseleksi dan cara penyelidikan dari ilmu-ilmu sosial, informasi yang

(20)

terseleksi dari bidang yang terkait secara langsung terhadap pemahaman individu, kelompok, dan masyarakat serta aplikasi informasi yang terseleksi dalam pendidikan kewarganegaraan.26 Jarolimek mengungkapkan bahwa misi pokok IPS adalah membantu anak belajar mengenai dunia sosial dimana mereka hidup dan bagaimana kehidupan tersebut, belajar mengenai kenyataan-kenyataan sosial serta mengembangkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan-keterampilan yang diperlukan untuk membantu mewujudkan kemanusiaan yang penuh dengan kecerahan dan kemajuan.27 Kajian materi IPS yang berfokus pada kegiatan dan kehidupan masyarakat dalam pengembangan pembelajarannya memiliki tujuan yang jelas untuk dicapai.

Model pembelajaran sinektik melalui tahap-tahap pembelajarannya menyampaikan materi IPS dengan mengajukan analogi dan atau metaporik, memberikan kesempatan siswa untuk bertanya, dan pendekatan ekspositori (naratif) memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan rasa ingin tahu dan imajinasi mereka dalam berpikir. Dukungan dalam proses pembelajaran berupa penggunaan media belajar baik media peta maupun media bagan akan memperluas wawasan dan pengetahuan siswa pada materi IPS. Hal inilah yang oleh Schubert maupun Klein dijelaskan sebagai materi dalam arti substansi dan materi dalam arti proses.28 Kedua aspek tersebut merupakan tuntutan yang terdapat dalam kurikulum, sehingga penting untuk dipikirkan lebih lanjut mensosialisasikan model pembelajaran sinektik ini pada jenjang pendidikan dasar untuk mata pelajaran IPS sebagai salah satu alternatif model pembelajaran yang dapat memperbaiki kualitas pembelajaran.

Analisis yang dilakukan terhadap implementasi model pembelajaran sinektik dalam mata pelajaran IPS MI menghasilkan kesimpulan bahwa model pembelajaran sinektik layak untuk dipertimbangkan sebagai alternatif untuk memperbaiki kondisi pendidikan di Indonesia khususnya pendidikan dasar dalam kajian IPS. Di satu sisi model pembelajaran ini relatif mudah diadopsi oleh guru, dan disisi lain hasil penelitian membuktikan bahwa

25Oemar Hamalik, Studi Ilmu Pengetahuan Sosial (Bandung: Mandar Maju, 1992),

h. 6.

26P.H. Martorella, Social Studies…., h. 7.

27J. Jarolimek. Social Studies in Elementary Education (New York: MacMillan

Publishing Co. Inc. 1982), h. 4.

28W.H. Schubert. Curriculum Perspective, Paradigm, and Possibility (New York:

(21)

model pembelajaran sinektik cukup efektif untuk memperbaiki kualitas pembelajaran dan mampu meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa.

D. KESIMPULAN

Berdasarkan pada hasil penelitian, maka butir-butir kesimpulan dari penelitian ini dikemukakan sebagai berikut:

1. Model Pembelajaran Sinektik Hasil Pengembangan

Model pembelajaran sinektik yang dikembangkan melalui penelitian ini pada dasarnya merupakan pengembangan dan modifikasi dari model sinektik yang dikemukakan oleh Gordon. Model pembelajaran hasil pengembangan tidak mengubah bentuk dasar model yang terdiri dari tujuh tahap utama, yakni: input substantif, analogi langsung, analogi personal, membandingkan analogi, menjelaskan berbagai perbedaan, eksplorasi, dan memunculkan analogi baru. Meskipun demikian dilakukan pengembangan dan modifikasi yang didasarkan pada kondisi dan kemampuan siswa di lingkungan Madrasah Ibtidaiyah setempat.

Tahap input substantif berfungsi untuk mengkomunikasikan topik atau materi baru yang akan disampaikan oleh guru. Untuk itu dilakukan klarifikasi topik utama yang terdapat dalam materi pembelajaran. Mengacu pada kondisi kemampuan guru dan keterbatasan tingkat kemampuan siswa, maka dalam tahap ini guru dituntut untuk dapat memberikan gambaran struktur materi kurikulum. Untuk itu model pembelajaran sinektik yang dikembangkan dalam penelitian ini memberikan tempat kepada guru dalam bentuk pengembangan topik atau materi baru pada waktu pengembangan rencana pembelajaran. Dengan demikian pada diri gurupun dibangun pola berpikir yang terstruktur.

(22)

pengembangan berupa bagan yang dikembangkan guru ketika mengembangkan rencana pembelajaran, dan memberikan perumpamaan/kiasan atau contoh-contoh yang relevan dengan materi yang diajarkan guru dan sifatnya analogis untuk membantu siswa memahami materi yang bersifat abstrak.

Tahap analogi personal berfungsi sebagai langkah proses pengandaian diri seumpama ia (siswa) sebagai sesuatu objek atau kegiatan sesuai materi yang sedang dibahas. Apa yang dipikirkan, apa yang dirasakan, dan apa yang diperbuat seandainya sebagai suatu objek atau kegiatan tertentu merupakan hal-hal yang esensial dalam tahap ini.

Tahap eksplorasi berfungsi untuk menjelaskan kembali topik atau materi yang baru saja dibahas dengan menggunakan bahasanya siswa sendiri. Dalam tahap ini, guru memberikan bimbingan dan dorongan kepada siswa dan siswa membuat dokumentasi dari setiap hasil pekerjaannya.

Tahap memunculkan analogi baru berfungsi sebagai analogi langsung atas materi semula dengan objek atau kegiatan lain, mendiskusikan persamaan dan perbedaannya, menyimpulkan dan merangkum hasil pekerjaannya. Dalam langkah ini guru meminta siswa untuk memberikan argumentasi, mengapa sesuatu objek atau kegiatan tertentu dianalogikan dengan materi yang sedang dibahas, kemudian guru melakukan evaluasi terhadap hasil pekerjaan siswa. Evaluasi hasil pekerjaan siswa dikembangkan berdasarkan atas tujuan pembelajaran yang hendak dicapai yaitu ingin mengetahui tingkat perkembangan kemampuan berpikir kreatif siswa (kelancaran, kelenturan, keaslian, dan keterincian).

2. Implementasi Model Pembelajaran Sinektik

(23)

terbukti bahwa pengembangan media pembelajaran ini sangat bermanfaat untuk mengendalikan tahap-tahap pembelajaran selanjutnya.

Implementasi model pembelajaran sinektik dalam mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di Madrasah Ibtidaiyah menghasilkan kesimpulan bahwa model pembelajaran sinektik layak untuk dipertimbangkan sebagai alternatif untuk memperbaiki kondisi pendidikan di Indonesia khususnya pendidikan dasar dalam kajian IPS. Di satu sisi model pembelajaran ini relatif mudah diadopsi oleh guru, dan disisi lain hasil penelitian membuktikan bahwa model pembelajaran sinektik cukup efektif untuk memperbaiki kualitas pembelajaran dan mampu meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa.

3. Hasil Implementasi Model Pembelajaran Sinektik

a. Model Pembelajaran Sinektik Efektif untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa

Temuan hasil penelitian uji coba memberi gambaran kecenderungan peningkatan skor kemampuan berpikir kreatif siswa, sedangkan temuan hasil penelitian uji validasi memperlihatkan skor kemampuan berpikir kreatif siswa yang lebih tinggi dan secara signifikan berbeda jika dibandingkan skor kemampuan berpikir kreatif siswa yang diperoleh melalui pembelajaran secara konvensional. Uji validasi yang dilakukan pada lima madrasah dengan kulaifikasi yang berbeda (baik, sedang, dan kurang) memperlihatkan kecenderungan yang sama yakni tingginya perolehan skor posttest yang secara signifikan berbeda bila dibandingkan dengan skor pretest maupun skor posttest dari kelompok dengan pembelajaran konvensional. Atas dasar kedua temuan tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran yang dilakukan dengan menggunakan model sinektik efektif untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa.

b. Model Pembelajaran Sinektik Efektif untuk Memperbaiki Kinerja Guru

(24)

guru sehingga memasuki tahap-tahap pembelajaran sebagai proses implementasi, guru tidak lagi mengalami kesulitan.

Tahap-tahap dalam model pembelajaran sinektik yang terstruktur secara sederhana menyebabkan guru lebih mudah mengelola proses pembelajaran. Hal ini tampak dari temuan hasil penelitian yang memperlihatkan guru dapat menyelesaikan materi pembelajaran tepat waktu dan dapat mengontrol proses belajar yang dilakukan oleh siswa. Atas dasar pengamatan bahwa kemampuan memahami dan mengembangkan media peta/globe dan media bagan serta kemampuan mengelola proses pembelajaran yang ternyata menghasilkan kemampuan berpikir kreatif siswa yang lebih baik, maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran sinektik cukup efektif untuk memperbaiki kinerja guru.

*) Adalah Kaprodi PGMI Fak. Tarbiyah Universitas Hasyim Asy’ari Tebuireng Jombang.

(25)

DAFTAR PUSTAKA

Al Muchtar, S. 2000. Epistemologi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial. Bandung: Gelar Pustaka Mandiri.

Borg, W.R. & Gall, M.D. 1983. Educational Research: An Introduction. New York: Longman.

Depdiknas. 2003. Kurikulum Pendidikan Dasar 2003: Landasan, Program, dan Pengembangan. Jakarta: Depdiknas.

Guilford, J. P. 1968. Intelligence, Creativity and Their Educational Implication. San Diego, Calif: R. R. Knapp.

Hamalik, O. 1992. Studi Ilmu Pengetahuan Sosial. Bandung: Mandar Maju. Hasan, S. H. 1993. “Tujuan Kurikulum Ilmu Pengetahuan Sosial”. Jurnal

Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial. Nomor Perdana 92-101.

Hersch, C. 1973. The Cognitive Functioning of the Creative Person. New haven, Conn: College and University Press.

Hunter, M. 1971. The Teaching Process. Dalam The Teacher’s Handbook. Glenview-Illinois: Scot, Foresman & Co.

Jarolimek, J. 1982. Social Studies in Elementary Education. New York: MacMillan Publishing Co. Inc.

Joyce, B. dan Weil, M. 1992. Models of Teaching. (Fourth Edition). Needham Heights Massachusetts: Allyn & Bacon.

Knirk, F.G. & Gustafson, K.L. 1986. Instructional Technology, A Systematic Approach to Education. New York: Holt, Rinehart and Winston. Marsh, C. & Stafford, K. 1988. Curriculum Practices. Sydney: Mc

Graw-Hill Book Company.

Martorella, P.H. 1994. Social Studies for Elementary School Children: Developing Young Citizens. New York: MacMillan College Publishing Company.

Savage, V.T. dan Amstrong, G.D. 1996. Effective Teaching in Elementary Social Studies. (Third Edition). Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice-Hall Inc.

Schubert, W.H. 1986. Curriculum Perspective, Paradigm, and Possibility. New York: MacMillan Publishing Company.

Soemantri, M. 1988. Kurikulum dan Pengajaran. Jakarta: P2LPTK Ditjen Dikti Depdiknas.

(26)

Sukmadinata, N.S. 1988. Prinsip dan Landasan Pengembangan Kurikulum.

Jakarta: P2LPTK Ditjen Dikti Depdiknas.

Gambar

Gambar 1. Langkah-langkah Penelitian dan Pengembangan

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pupuk kandang sapi berpengaruh nyata pada parameter tinggi tanaman 2 minggu setelah tanam (MST), 3 MST, 4 MST, 5 MST, jumlah

dalam Konvensi Hak-Hak Anak yang meliputi hak perlindungan dari diskriminasi, perlindungan dari eksploitasi anak, tindak kekerasan dan keterlantaran bagi anak yang

Bagi calon penyedia jasa konstruksi yang keberatan atas Pengumuman ini, diberikan masa sanggah sesuai dengan jadwal Sistem Pelelangan Secara Elektronik (SPSE) dan

Proses aktif dan konstruktif dari suatu Self Regulated Learning berkaitan pula dengan inisiatif belajar, mendiagnosis kebutuhan belajar, menetapkan tujuan belajar,

Kata benda yang menyatakan bangunan lengkung : Fossa : Letak tulang yang luas pada permukaan tulang Fossula : Lekuk tulang yang kecil. Fovea : Lekuk tulang yang

Dengan karakteristik wilayah Bangkalan yang berbeda dengan wilayah pada penelitian terdahulu, menarik untuk dilakukan penelitian untuk menjawab permasalahan tentang

Metode Tradisional Costing dengan istilah akuntansi biaya tradisional merupakan sistem perhitungan harga pokok tradisional pada perusahaan yang menghasilkan lebih

mendiskusikan serta mengevaluasi jalannya pelaksanaan tindakan dan hasil pengamatan atas pelaksanaan tindakan tersebut. Tahap ini dilakukan di akhir