BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 LOKASI PENELITIANPenelitian ini dilakukan di Laboratorium IKM, Balai Riset Sumatra Utara, Medan.
3.2 BAHAN PENELITIAN
Bahan – bahan yang akan digunakan pada penelitian ini adalah : 1. Cangkang kelapa sawit
2. Asam fosfat (H3PO4)
3. Natrium tiosulfat (Na2S2O3) 1 N 4. Iodin
5. Indikator amilum 6. Air suling
3.3 PERALATAN PENELITIAN
Peralatan penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah : 1. Furnace
2. Erlenmeyer 3. Buret 4. Gelas ukur 5. Corong gelas 6. Timbangan 7. Water Batch
3.4 RANGKAIAN PERALATAN
3.4.1 Rangkaian Peralatan Pembuatan Arang Aktif dan Analisa Bilangan Iodin
Gambar 3.1 Rangkaian Peralatan Pembuatan Karbon Aktif dan Analisa Bilangan Iodin
Keterangan gambar : 1. Refluks kondensor 2. Labu leher tiga 3. Statif dan klem 4. Water batch
5. Termometer
5 7 8
9
10 11
12
6. Vertical Tubular Reactor (Furnace)
7. Gelas ukur 8. Beaker gelas 9. Timbangan 10. Buret 11. Desikator 12. Cawan porselen 13. Erlenmeyer
3.4.2 Vertical Tubular Reactor (Furnace)
Vertical reaktor tubular
Cawan Sampel
Penampung Uap
Tabung N2
Gambar 3.2 Vertical Tubular Reactor (Furnace)
Reaktor vertikal tubular ini terbuat dari bahan stainless steel yang berbentuk prisma tegak segienam. Didalamnya dipasang elemen pemanas dan dilengkapi dengan batu api. Tutup reaktor ini dilengkapi dengan 6 drat sebagai penguncinya, dimana pada bagian ini juga dipasang pipa untuk mengeluarkan gas campuran dan dihubungkan ke penampung uap. Pada reaktor tersebut gas N2 dialirkan masuk ke dalam reaktor dari bagian bawah melalui suatu pipa dimana pada tutup tabung N2 terdapat kontrol tekanan. Temperatur dan waktu diatur pada kontrol panel yang dipasang pada dinding di sebelah reaktor.
dengan kemurnian tinggi. Pastikan regulator gas berfungsi dengan baik dan set laju alir. Aliran pipa pembuangan ditampung dengan menggunakan wadah penampung. Selanjutnya diset kondisi operasi alat vertical tubular reactor sesuai kondisi yang telah ditentukan dan aliran gas N2 yang dialirkan pada reaktor tersebut, bila suhu telah tercapai yaitu 300, 400, 500 dan 600 0C dengan kecepatan alir 105 cm3/menit atau 1,43658 lbf/in2dipertahankan suhu masing - masing 1, 1,5, 2 dan 2,5 jam. Setelah proses pirolisis maka aliran gas N2 diakhiri bila suhu operasi pada vertical tubular reactor telah turun hingga mencapai lebih kecil dibawah 100 0 C.
3.5 PROSEDUR PENELITIAN
3.5.1 Prosedur Aktivasi Cangkang Kelapa Sawit dengan Asam Fosfat (H3PO4) [45]
1. Bahan baku cangkang kelapa sawit disiapkan kemudian dicuci dan dikeringkan.
2. Cangkang kelapa sawit dihancurkan dan dihaluskan sehingga ukurannya 70 - 100 mesh.
3. Cangkang kelapa sawit sebanyak 10 gr direndam dalam larutan asam fosfat 10 %, diaduk dan dijaga dengan suhu larutan 85 oC selama 3 jam.
4. Cangkang kelapa sawit yang telah direndam diambil dengan cara disaring. 5. Cangkang kelapa sawit dikeringkan selama 24 jam.
6. Prosedur diatas diulangi kembali dengan variasi konsentrasi aktivator 15 % , 20 %, dan 25 %.
3.5.2 Prosedur Pirolisis Cangkang Kelapa Sawit [45]
1. Cangkang kelapa sawit dimasukkan ke dalam tabung furnace. 2. Gas nitrogen dialirkan ke dalam tabung furnace.
3. Furnace dihidupkan dengan kenaikan 5 oC/menit sampai suhu mencapai 300 o
C selama 1 jam.
4. Setelah selesai dipirolisis kemudian dibiarkan dingin dengan aliran gas nitrogen.
6. Prosedur diatas diulangi kembali dengan variasi suhu pirolisis : 400 oC, 500 oC dan 600 oC dan variasi waktu pirolisis : 1,5 jam, 2 jam dan 2,5 jam.
3.5.3 Prosedur Analisa Bilangan Iodin (ASTM D 4607 - 94 Modified) [46] [47]
1. Sampel karbon aktif ditimbang sebanyak 0,5 gram lalu dimasukkan ke dalam erlenmeyer.
2. Sebanyak 25 ml larutan iodin standar ditambahkan ke dalam erlenmeyer. 3. Campuran diaduk selama 10 menit.
4. Penyaringan dilakukan menggunakan kertas saring.
5. Sebanyak 20 ml filtrat dimasukkan ke dalam erlenmeyer lain.
6. Filtrat dititrasi dengan Natrium Tiosulfat 1 N hingga menjadi berwarna kuning pucat.
7. Indikator larutan amilum 1% ditetesi ke dalam erlenmeyer dan titrasi diteruskan hingga filtrat menjadi bening.
8. Jumlah larutan peniter yang terpakai dicatat. 9. Data yang diperoleh dihitung dengan rumus :
(3.1)
dimana:
IAN = Bilangan Iodin (mg Iodin / g karbon aktif ) Ms = Molaritas Natrium Tiosulfat
Vb = volume Natrium Tiosulfat yang terpakai saat titrasi
Mulai
Sampel cangkang kelapa sawit disiapkan kemudian dicuci dan dikeringkan
Sampel tersebut dihancurkan sehingga ukurannya menjadi 70 mesh
Sampel sebanyak 10 gram direndam dalam larutan asam fosfat 10% dan diaduk dan dijaga
pada suhu 85 oC selama 3 jam
Selesai
Diulangi prosedur diatas dengan variasi konsentrasi larutan aktivator yang lain
Sampel diambil dengan cara disaring kemudian dikeringkan selama 24 jam 3.6 FLOWCHART PERCOBAAN
3.6.1 Flowchart Aktivasi Cangkang Kelapa Sawit dengan Asam Fosfat (H3PO4)
Mulai
Sampel dimasukkan ke dalam furnace
Gas nitrogen dialirkan ke dalam tabung furnace
Selesa
Furnace dihidupkan dengan kenaikan 5 oC/menit sampai suhu mencapai 300 oC selama 1 jam
Sampel dibiarkan dingin dengan dialirkan gas nitrogen
Sampel dicuci dengan air suling dengan cara filtrasi sampai pH campuran lebih besar dari 6 kemudian dikeringkan selama
24 jam
Prosedur diatas diulangi dengan variasi suhu dan waktu yang lain
3.6.2 Flowchart Pirolisis Cangkang Kelapa Sawit
l
3.6.3 Flowchart Analisa Bilangan Iodin
Mulai
Sampel karbon aktif sebanyak 0,5 gram dimasukkan ke dalam
erlenmeyer
Larutan iodin standar sebanyak 25 ml ditambahkan ke dalam
erlenmeyer
Campuran diaduk hingga homogen selama 10 menit
Penyaringan dilakukan menggunakan kertas saring
Filtar diambil sebanyak 20 ml dan dimasukkan ke erlenmeyer lain
Titrasi dilakukan dengan natrium tiosulfat hingga berwarna kuning pucat
Campuran diambahkan larutan amilum 1% dan titrasi hingga bening
Jumlah larutan peniter yang terpakai dicatat
Selesai
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 PENDAHULUAN
Penelitian pembuatan karbon aktif menggunakan bahan baku limbah padat cangkang kelapa sawit. Terlebih dahulu cangkang kelapa sawit dihancurkan dan dihaluskan hingga berukuran 70 - 100 mesh. Secara garis besar pembuatannya diawali dengan perendaman selama 3 jam cangkang kelapa sawit yang telah halus di larutan H3PO4 dengan konsentrasi tertentu dan suhunya dijaga 85 oC, dan dilanjutkan dengan pirolisis pada suhu tertentu selama waktu tertentu dengan adanya aliran gas nitrogen. Kemudian karbon aktif dicuci dengan aquadest hingga pH campuran tersebut 6. Hasil campuran disaring dan dilanjutkan dengan analisa bilangan iodin.
4.2 PENGARUH KONSENTRASI AKTIVATOR H3PO4 TERHADAP BILANGAN IODIN KARBON AKTIF
Pengaruh konsentrasi aktivator H3PO4 terhadap bilangan iodin karbon aktif disajikan dalam bentuk grafik pada gambar 4.1, 4.2, 4.3, dan 4.4.
Gambar 4.1 Grafik Hubungan Konsentrasi Aktivator H3PO4 Terhadap Bilangan Iodin pada Suhu Pirolisis 300 oC
Gambar 4.2 Grafik Hubungan Konsentrasi Aktivator H3PO4 Terhadap Bilangan Iodin pada Suhu Pirolisis 400 oC
Gambar 4.3 Grafik Hubungan Konsentrasi Aktivator H3PO4 Terhadap Bilangan Iodin pada Suhu Pirolisis 500 oC
Gambar 4.4 Grafik Hubungan Konsentrasi Aktivator H3PO4 Terhadap Bilangan Iodin pada Suhu 600 oC
Gambar 4.1, 4.2, 4.3, dan 4.4 menunjukkan grafik hubungan konsentrasi aktivator terhadap bilangan iodin karbon aktif yang terbentuk dengan menggunakan aktivator H3PO4. Hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa bilangan iodin akan meningkat seiring meningkatnya konsentrasi aktivator. Berdasarkan hasil analisa daya serap iodin, menunjukan bahwa karbon aktif dengan daya serap iodin terbaik adalah karbon yang diaktivasi pada konsentasi 20_% H3PO4 yaitu dengan harga bilangan iodin mencapai 403,5 mg/gr. Kenaikan konsentrasi aktivator akan menjngkatkan jumlah pori yang terbentuk sehingga daya serap karbon aktif juga meningkat sesuai dengan pendapat Budinova, T et al [48] dan Al-Swaidan, M, Hassa, dan Ahmad Ashfaq [49] dan dapat dilihat pada subbab 2.4.2 gambar 2.4.
Pada konsentrasi aktivator tertentu, daya serap terhadap iodin semakin menurun. Menurut Al-Swaidan, M, Hassa dan Ahmad Ashfaq [49], konsentrasi aktivator yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada struktur pori, yaitu terbentuk lapisan polifosfat yang akan menutupi permukaan pori tersebut. Soleimani, Mansooreh dan Kagazchi Tahereh [50], Louis, Maria, dan Sudha, S [51] dan Subashree Prahdan [52] juga menyatakan bahwa konsentrasi aktivator
dehidrasi yang berlebihan terjadi. Jika konsentrasi aktivator di satu titik terlalu sedikit, maka proses dehidrasi yang terjadi hanya sedikit. Selain itu, menurut Ademiluyi dan Braide [53], bilangan iodin yang tiba - tiba menurun lalu meningkat kembali bisa disebabkan oleh perbedaan ukuran partikel sampel yang diimpregnasikan. Sampel yang diperoleh dalam penelitian ini berukuran 70 - 100 mesh, setiap sampel yang dihaluskan tidak akan berukuran sama persis antara satu sampel dengan yang lainnya ketika diimpregnasikan dengan aktivator.
Dari keseluruhan hasil analisis daya serap iodin yang didapat hampir keseluruhan memenuhi SII no. 0258-79, dimana daya serap terhadap iodin minimum sebesar 200 mg/g karbon.
4.3 PENGARUH SUHU PIROLISIS TERHADAP BILANGAN IODIN KARBON AKTIF
Pengaruh suhu pirolisis terhadap bilangan iodin karbon aktif disajikan dalam bentuk grafik pada gambar 4.5, 4.6, 4.7 dan 4.8.
Gambar 4.5 Grafik Hubungan Suhu Pirolisis Terhadap Bilangan Iodin pada Waktu Pirolisis 1 jam
0
200 300 400 500 600 700 800
Gambar 4.6 Grafik Hubungan Suhu Pirolisis Terhadap Bilangan Iodin pada
Waktu Pirolisis 1,5 jam
Gambar 4.7 Grafik Hubungan Suhu Pirolisis Terhadap Bilangan Iodin pada
Waktu Pirolisis 2 jam 0
200 300 400 500 600 700 800
B
200 300 400 500 600 700 800
Gambar 4.8 Grafik Hubungan Suhu Pirolisis Terhadap Bilangan Iodin pada Waktu Pirolisis 2,5 jam
Dalam penelitian ini, pada lama waktu pirolisis dari 1; 1,5; 2; 2,5 jam bilangan iodin karbon aktif meningkat kemudian menurun hampir di semua perbandingan konsentrasi aktivator seiring dengan meningkatnya suhu pirolisis. Dari hasil penelitian ini dapat diperoleh bahwa suhu yang paling baik dalam pengaktivasian karbon aktif cangkang kelapa sawit adalah suhu 400 oC, dimana bilangan iodine mencapai 403,5 mg/gr karbon aktif.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Subashree Prahdan [52], semakin tinggi suhu pirolisis, maka bilangan iodin yang dihasilkan akan meningkat kemudian menurun, khususnya pada suhu 600 oC. Pernyataan ini diperkuat oleh Marsh dan Rodriguez - Reinoso [31], dimana untuk aktivator H3PO4, suhu pirolisis yang terbaik untuk menghasilkan karbon aktif yang berkualitas baik adalah pada suhu_<_450 oC. Pernyataan ini dapat dilihat dalam bentuk grafik pada subbab 2.4.1 gambar 2.2.
S, Roman dkk [38] menyatakan bahwa suhu pirolisis yang semakin meningkat akan memperbesar luas permukaan dari struktur makropori bahan baku dan hal ini akan menyebabkan kerusakan yang besar pada struktur mikropori. Jankowska,_H,_A,_dkk [54] juga menjelaskan bahwa suhu pirolisis yang semakin meningkat akan mengurangi volume pori yang telah ada. Hal ini disebabkan karena meningkatnya kondensasi bahan material pada suhu pirolisis yang tinggi.
0 100 200 300
200 300 400 500 600 700 800
Jin, Xiao-Juan, dkk [51] menyatakan jika suhu pirolisis semakin tinggi, struktur pori akan semakin lebar akibat terurai dan menjadi abu.
Pada aktivasi 2 jam dan 2,5 jam, bilangan iodin karbon aktif menurun ketika suhu semakin meningkat. Louis, Maria, dan Sudha, S [51] mengatakan bahwa adanya kombinasi waktu pirolisis yang terlalu lama dengan suhu pirolisis yang semakin meningkat akan memperburuk kualitas karbon aktif. Waktu pirolisis yang terlalu lama akan mengakibatkan perubahan struktur mikropori menjadi mesopori, dan mesopori menjadi makropori. Suhu pirolisis yang semakin meningkat akan menghancurkan struktur mikropori dan mesopori tersebut.
4.4 PENGARUH WAKTU PIROLISIS TERHADAP BILANGAN IODIN KARBON AKTIF
Pengaruh waktu pirolisis terhadap bilangan iodin karbon aktif dari cangkang kelapa sawit disajikan dalam bentuk grafik pada gambar 4.9, 4.10, 4.11 dan 4.12.
Gambar 4.9 Grafik Hubungan Waktu Pirolisis Terhadap Bilangan Iodin pada Konsentrasi Aktivator H3PO4 10 %
Gambar 4.10 Grafik Hubungan Waktu Pirolisis Terhadap Bilangan Iodin pada Konsentrasi Aktivator H3PO4 15 %
Gambar 4.12 Grafik Hubungan Waktu Pirolisis Terhadap Bilangan Iodin pada Konsentrasi Aktivator H3PO4 25 %
Gambar 4.9, 4.10, 4.11, dan 4.12 menunjukkan grafik hubungan waktu pirolisis terhadap bilangan iodin. Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa secara umum, bilangan iodin meningkat dari waktu pirolisis dari 1 jam hingga 1,5 jam, kemudian menurun dari 1,5 jam hingga 2,5 jam. Menurut penelitian yang dilakukan Subashree Prahdan [52] dan pernyataan H Teng [42], bilangan iodin karbon aktif akan meningkat pada waktu pirolisis hingga 1 jam, dan mulai dari 1,5 jam hingga 2,5 jam dan grafik tersebut dapat dilihat pada subbab 2.4.4 gambar 2.5 dan 2.6, bilangan iodin akan berangsur turun. Hal ini disebabkan oleh waktu pirolisis yang semakin lama akan menyebabkan perubahan struktur dari mesopori menjadi makropori, dan mikropori menjadi mesopori dan makropori.
Waktu pirolisis yang paling baik dari semua percobaan rata-rata pada waktu 1 dan 1,5 jam. Akan tetapi bila dilihat dari harga bilangan iodin yang paling bagus adalah pada kondisi aktivasi 1 jam. Bilangan iodin yang bisa dicapai hampir 403,5 mg/gr karbon aktif.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
1. Secara umum, kenaikan konsentrasi aktivator asam fosfat berbanding lurus dengan meningkatnya bilangan iodin karbon aktif yang diproduksi, namun pada kenaikan konsentrasi asam fosfat tertentu bilangan iodin akan menurun. 2. Secara umum, meningkatnya suhu pirolisis mengakibatkan bilangan iodin
karbon aktif yang diproduksi berfluktuasi, yaitu meningkat kemudian berangsur menurun, namun pada kenaikan suhu pirolisis tertentu bilangan iodin cenderung menurun.
3. Secara umum, meningkatnya waktu pirolisis mengakibatkan bilangan iodin karbon aktif yang diproduksi berfluktuasi, yaitu meningkat kemudian berangsur menurun, namun, pada waktu tinggal pirolisis tertentu, bilangan iodin karbon aktif berfluktuasi menurun kemudian meningkat.
4. Karbon aktif dengan bilangan iodin paling optimal diperoleh pada kondisi operasi suhu pirolisis 400oC dan waktu pirolisis 1 jam dengan konsentrasi aktivator 20 %, yaitu bilangan iodin sebesar 403,5 mg/g karbon aktif.
5.2 SARAN
1. Pada penelitian selanjutnya perlu dicoba variasi waktu pirolisis yang lain, yaitu 15 menit, 30 menit, 45 menit dan 60 menit.
2. Pada penelitian selanjutnya perlu dicoba variasi ukuran partikel yang lain, yaitu ukuran ayakan tepung komersial - 50 mesh, 50 - 70 mesh, 70 - 100 mesh, 100 mesh - 140 mesh.