• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Penegakan Hukum terhadap Tindak Pidana Perjudian di Wilayah Kota Sibolga (Studi pada Polres Sibolga)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Penegakan Hukum terhadap Tindak Pidana Perjudian di Wilayah Kota Sibolga (Studi pada Polres Sibolga)"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejarah perjudian sama halnya dengan patologi sosial lainnya seperti pelacuran yang telah ada dan muncul berabad-abad yang lalu, sejalan dengan sejarah perkembangan manusia itu sendiri. Perjudian di Indonesia punya latar belakang sejarah panjang, setidak-tidaknya sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda. Pada umumnya, dulu perjudian selalu terkait dengan dunia malam dan hiburan. Di bawah kekuasaan Belanda di Indonesia, judi berlangsung di tingkat karesidenen (setara kabupaten)dengan sebuah ordonansi yang dikeluarkan residen setempat.

(2)

diantaranya dengan memfungsikan instrumen hukum pidana secara efektif dan tepat melalui penegakan hukum (law enforcement).2

2

(3)

Pada dasarnya perjudian itu adalah suatu bentuk permainan dengan menggunakan taruhan yang bersifat untung-untungan, untuk mendapatkan kemenangan diperlukan pula keahlian bermain. Pemain yang kala memberikan taruhannya kepada si pemenang. Peraturan dan jumlah taruhan ditentukan sebelum pertandingan dimulai.

Hakekatnya perjudian merupakan masalah sosial yang buruk. Kemenangan yang dihasilkan dari perjudian tidak akan bertahan lama justru akan berakibat pada rusaknya karakter individu pelaku perjudian sekaligus dapat berdampak pada kehidupan sosial ekonominya. Ekses lebih lanjut antara lain sebagai berikut3

a. Mendorong orang untuk melakukan penggelapan uang kantor/dinas dan melakukan tindak pidana korupsi;

:

b. Energi dan pikiran jadi berkurang, karena sehari-harinya didera oleh nafsu judi dan kerakusan ingin menang dalam waktu pendek;

c. Badan menjadi lesu dan sakit-sakitan, karena kurang tidur, serta selalu dalam keadaan tegang, tidak imbang;

d. Pikiran menjadi kacau, sebab selalu digoda oleh harapan-harapan menentu;

e. Pekerjaan jadi terlantar, karena segenap minatnya tercurah pada keasyikan berjudi;

f. Anak, isteri dan rumah tangga tidak lagi diperhatikan;

g. Hatinya jadi sangat rapuh, mudah tersinggung dan cepat marah, bahkan sering eksplosif meledak-ledak secara membabi buta;

h. Mentalnya terganggu dan menjadi sakit, sedang kepribadiannya menjadi sangat labil;

i. Orang lalu terdorong melakukan perbuatan kriminal, guna mencari modal untuk pemuas nafsu judinya yang tidak terkendalikan. Orang mulai berani mencuri, berbohong, menipu, mencopet, menjambret, menodong, merampok, menggelapkan, memperkosa, dan membunuh untuk mendapatkan tambahan modal untuk berjudi. Akibatnya, angka kriminalitas naik dengan drastiss dan keamanan Kota serta daerah-daerah pinggiran jadi sangat rawan dan tidak aman;

3

(4)

j. Ekonomi rakyat mengalami kegoncangan-kegoncangan, karena orang bersikap spekulatif dan untung-untungan, serta kurang serius dalam usaha kerjanya;

k. Diseret oleh nafsu judi yang berlarut, kuranglah iman kepada Tuhan, sehingga mudah tergoda tindak asusila;

Kegiatan perjudian di Kota Sibolga masih tampak dibeberapa warung dimana pemilik warung menyediakan lapak permainan judi seperti permainan kartu (domino atau leng) dan dam batu yang dilakukan agar warung tersebut ramai pengunjung dan tentunya dagangan para pemilik warung menjadi laku. Keberadaan bandar dan agen-agen toto gelap (togel)/KIM yang pada praktiknya masih berkeliaran menjalankan aktivitasnya juga menambah permasalahan perjudian di Kota Sibolga tersebut.

Bentuk lain perjudian di Kota Sibolga sekarang telah berkedok permainan ketangkasan pada pusat perbelanjaan atau plaza yang menyediakan mesin-mesin permainan jackpot dengan pengawasan tersendiri dari pihak pengusaha, dimana pengunjung yang datang bermain menukarkan uang dengan koin yang sudah disediakan di lokasi permainan. Kemenangan yang bila didapat akan ditukarkan dengan bayaran uang diluar lokasi ketangkasan agar tidak mencurigakan. Seharusnya masyarakat malu dengan penyakit sosial yang penyebabnya sangat kompleks dan bersifat multidimensional ini, apalagi bila harus menelaah akibatnya yang demikian destruktif dan merusak.

Sibolga-andalas Kepolisian Resort (Polres) Sibolga diminta agar segera menangkap pengusaha, yang menyediakan permainan judi ketangkasan berupa mesin jackpot di lantai III Aido Mini Plaza di Jalan Diponegoro Kecamatan Sibolga Sambas.

(5)

bentuk aksi perjudian yang terjadi di daerah. Sama seperti judi togel, judi ketangkasan itu sesuai hukum tidak diperbolehkan.”4

Gubernur DKI Jakarta era ‘70-an Ali Sadikin yang pada masa itu membangun Ibukota Negara dengan uang hasil legalisasi judi dan prostitusi. Akan

Undang-Undang No. 7 Tahun 1974 Tentang Penertiban Perjudian tidak ada dijelaskan secara rinci defenisi dari perjudian, hanya menyatakan bahwa semua tindak pidana perjudian sebagai kejahatan. Namun dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1946 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Bab XIV tentang kejahatan terhadap kesopanan Pasal 303 ayat (3) KUHP, yang dimaksud dengan permainan judi adalah tiap-tiap permainan, dimana kemungkinan untuk menang pada umumnya bergantung pada peruntungan belaka, juga karena pemainnya lebih terlatih atau lebih mahir. Dalam pengertian permainan judi termasuk juga segala pertaruhan tentang keputusan perlombaan atau permainan lainnya yang tidak diadakan antara mereka yang turut berlomba atau bermain, demikian juga segala pertaruhan lainnya.

Permainan judi sebelum adanya larangan yaitu sejak keluarnya Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1981 tentang pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang penertiban perjudian, faktor ijin menentukan permainan judi itu sebagai suatu kejahatan atau tidak. Apabila perjudian itu dilakukan dengan memperoleh ijin dari pejabat yang berwenang maka permainan judi itu tidak dikatakan sebagai kejahatan tetapi apabila perjudian itu dilakukan tanpa ijin maka dianggap sebagai kejahatan dan merupakan pelanggaran hukum.

4

(6)

tetapi setelah dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1981 segala perjudian tidak diperbolehkan lagi atau dihapus dan apabila ada perjudian dianggap illegal.

Melihat beratnya ancaman hukuman yang tertuang dalam Peraturan perundang-undangan ternyata belum mampu memberantas praktik peruntungan nasib ini. Seiring dengan peradaban manusia perjudian tetap berkembang dan saat ini dapat digolongkan sebagai kejahatan terorganisasi dan sangat sulit untuk diberantas. Masyarakat modern banyak yang menganggap perjudian sebagai suatu rekreasi yang netral dan tidak mengandung unsur dosa, semakin mengembangkan macam-macam permainan yang disertai perjudian, dan menjadikan permainan tadi menjadikan aktivitas khusus yang bisa memberikan kegairahan, kesenangan dan harapan untuk menang.

(7)

Fenomena perjudian yang terjadi di wilayah Kota Sibolga menjadi perhatian serius pihak Kepolisian Resor Sibolga. Berbagai upaya pencegahan telah dilakukan agar perjudian tidak meresahkan masyarakat. Dalam penanganan masalah perjudian tersebut tentunya ada kebijakan dan peran yang dilakukan oleh Kepolisian Resor Sibolga serta tidak terlepas dengan hambatan yang ditemui Kepolisian dalam penegakan hukum tersebut. Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk menulis dan menyusun penelitian skripsi yang berjudul: “Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Perjudian Di Wilayah Kota Sibolga (Studi Pada Polres Sibolga).”

B.Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, adapun permasalahan yang dibahas penulis dalam penulisan skripsi ini adalah:

1. Bagaimana pengaturan hukum positif terhadap tindak pidana perjudian di Indonesia?

2. Bagaimana kebijakan dan peran Kepolisian dalam menanggulangi tindak pidana perjudian di wilayah hukum Polres Sibolga?

(8)

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Penelitian dan pembahasan terhadap suatu permasalahan sudah selayaknya memiliki tujuan dan manfaat sesuai dengan masalah yang dibahas. Maka yang menjadi tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui bagaimana pengaturan hukum positif di Indonesia terhadap tindak pidana perjudian.

2. Untuk mengetahui bagaimana kebijakan dan peran Kepolisian dalam menanggulangi tindak pidana perjudian di wilayah hukum Polres Sibolga. 3. Untuk mengetahui bagaimana hambatan Kepolisian dalam upaya

penegakan hukum terhadap tindak pidana perjudian di wilayah hukum Polres Sibolga.

Penulisan skripsi ini juga diharapkan dapat memberi manfaat baik secara teoritis maupun praktis sebagai berikut:

1. Secara Teoritis

Penulisan skripsi ini sebagai bahan kajian maupun masukan lebih lanjut terhadap pemahaman mengenai tindak pidana perjudian yang diharapkan menambah dan melengkapi pembendaharaan koleksi karya ilmiah serta membahas penegakan hukum oleh Kepolisian terhadap tindak pidana perjudian.

2. Secara Praktis

(9)

maupun aparat penegak hukum lainnya dalam menegakkan hukum terhadap tindak pidana perjudian yang terjadi di masyarakat.

D. Keaslian Penulisan

Keaslian penulisan skripsi ini adalah benar merupakan hasil karya dari pemikiran penulis sendiri. Setelah penulis melakukan browsing serta melalui tahap pemeriksaan oleh Perpustakaan Universitas Cabang Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara/Pusat Dokumentasi dan Informasi Hukum Fakultas Hukum USU tertanggal 25 Februari 2015 tidak ditemukan adanya judul skripsi yang sama, dengan demikian penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan keasliannya. Jika di kemudian hari ditemukan penelitian yang sama dan muncul permasalahan, maka penulis bersedia untuk mempertanggungjawabkannya baik secara moral maupun ilmiah.

E. Tinjauan Kepustakaan

1. Pengertian Penegakan Hukum

Penegakan hukum merupakan salah satu usaha untuk mencapai atau menciptakan tata tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat baik itu merupakan usaha pencegahan maupun pemberantasan atau penindakan setelah terjadinya pelanggaran hukum, dengan perkataan lain baik secara preemtif, preventif maupun represif.

(10)

lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Penegakan hukum itu kurang lebih merupakan upaya yang dilakukan untuk menjadikan hukum, baik dalam arti formil yang sempit maupun dalam arti materil yang luas, sebagai pedoman perilaku dalam setiap perbuatan hukum, baik oleh para subjek hukum yang bersangkutan maupun oleh aparatur penegak hukum yang resmi diberi tugas dan kewenangan oleh undang-undang untuk menjamin berfungsinya norma-norma hukum yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Penegakan hukum mencakup proses tahap penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di sidang Pengadilan Negeri, upaya hukum, eksekusi, sedang penuntutan mencakup pra-penuntutan dan penuntutan sendiri.5

2. Pengertian Tindak Pidana dan Perjudian

a. Pengertian Tindak Pidana

Pengertian Pidana dalam bahasa Belanda disebut dengan istilah straf, yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan hukuman. Pidana lebih tepat diterjemahkan dengan istilah hukuman, bukan hukum karena hukum dalam bahasa Belanda disebut dengan istilah recht. Pidana dapat juga diartikan sebagai suatu penderitaan yang sengaja dijatuhkan atau diberikan oleh Negara kepada seseorang atau beberapa orang sebagai akibat hukum (sanksi) atas perbuatannya yang telah melanggar hukum pidana.6

5

Soejono, Kejahatan & Penegakan Hukum di Indonesia, PT Rineka Cipta, Jakarta, 1995, hal. 3.

6

Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2014, hal. 24.

(11)

Seperti kita ketahui bahwa undang-undang hukum pidana Indonesia dalam KUHP terbentuk sebagai warisan dari pemerintahan kolonial Belanda. dalam bahasa Belanda tindak pidana disebut dengan istilah straafbaarfeit, tetapi pembentukan undang-undang tidak memberi pengertian rinci mengenai straafbaarfeit tersebut. Ada dua unsur pembentuk kata straafbaarfeit, yaitu straafbaar dan feit. Kata straafbaar diartikan sebagai “dapat dihukum” sedangkan feit berarti “sebagian dari kenyataan” sehingga secara harafiah straafbaarfeit sebagai sebagian dari kenyataan yang dapat dihukum. Jika hal tersebut kita gunakan sebagai pengertian dari tindak pidana menurut bahasa Indonesia, sudah pasti tidak tepat karena yang dapat dihukum sebenarnya adalah manusia sebagai pribadi bukan kenyataan.

Utrecht menerjemahkan istilah straafbaarfeit sebagai peristiwa pidana yang sering juga disebut delik, yaitu suatu perstiwa hukum (rechtfeit) yang membawa akibat yang diatur oleh hukum. Peristiwa dimaksud berasal dari perilaku manusia yang bertentangan dengan hukum dan membawa akibat yang diatur oleh hukum dan oleh karenanya dapat dijatuhi hukuman.

Simons merumuskan straafbaarfeit adalah7

Pompe mengemukakan bahwa straafbaarfeit secara teoritis dapat dirumuskan sebagai

:

“Tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai tindakan yang dapat dihukum.”

8

7

Evi Hartanti, Tindak Pidana Korupsi, PT Sinar Grafika, Jakarta, 2012, hal. 5.

8

(12)

“Pelanggaran norma atau gangguan terhadap tertib hukum yang dengan sengaja telah dilakukan oleh seorang pelaku, dimana penjatuhan hukuman terhadap pelaku itu adalah penting demi terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan umum.”

Mr. Moeljatno memberikan pengertian straafbaarfeit sebagai9

Unsur-unsur perbuatan pidana yaitu

:

“Perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan yang mana disertai sanksi berupa pidana tertentu bagi barangsiapa yang melanggar aturan tersebut. Dapat juga dikatakan bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang hukum dan diancam pidana, asal saja dalam hal itu diingat bahwa larangan ditujukan pada perbuatan (yaitu kejadian atau keadaan yang ditimbulkan oleh kelakuan orang), sedang ancaman pidananya ditujukan pada orang yang menimbulkan perbuatan.”

10

9

Adami Chazawi, Op.cit, hal. 71.

10

Evi Hartanti, Op.cit, hal. 7.

: 1) Perbuatan manusia;

2) Memenuhi rumusan-rumusan dalam undang-undang (syarat formil); 3) Bersifat melawan hukum (syarat materiil)

(13)

Unsur subyektif adalah unsur-unsur yang melekat pada diri si pelaku atau yang berhubungan dengan diri si pelaku, dan termasuk ke dalamnya yaitu segala sesuatu yang terkandung di dalam hatinya. Sedangkan unsur obyektif adalah semua unsur yang berasal dari luar keadaan batin manusia atau si pembuat, yakni semua unsur mengenai perbuatannya, akibat perbuatan, dan keadaan-keadaan tertentu yang melekat (sekitar) pada perbuatan dan objek tindak pidana.

a. Adapun yang termasuk kedalam unsur-unsur subyektif adalah: 1. Kesengajaan (dolus)

Sengaja berarti menghendaki dan mengetahui apa yang ia perbuat atau dilakukan. KUHP tidak menerangkan mengenai arti atau definisi tentang kesengajaan atau dolus intent opzet. Tetapi M.v.T (Memorie van Toelichting) mengartikan kesengajaan sebagai menghendaki dan mengetahui.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tahun 1809 (Crimineel Wetboek) dijelaskan pengertian kesengajaan11

11

Leden Marpaung, Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, 2005, hal. 13.

:

”Kesengajaan adalah kemauan untuk melakukan atau tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang atau diperintahkan oleh undang-undang”

(14)

a. Kesengajaan sebagai maksud atau tujuan (opzet als oogmerk) Dalam arti ini akibat delik adalah motif utama untuk suatu perbuatan, yang seandainya tujuan itu tidak ada maka perbuatan tidak akan dilakukan. b. Kesengajaan sebagai keinsafan pasti (opzet bij zekerheidbewustzijn)

Dalam hal ini ada kesadaran bahwa dengan melakukan perbuatan itu pasti akan terjadi akibat tertentu dari perbuatan itu.

c. Kesengajaan sebagai keinsafan kemungkinan (opzet bij mogelijkheidsbewustzijn) disebut juga dengan dolus eventualis. Dalam hal ini dengan melakukan perbuatan itu telah diinsyafi kemungkinan yang dapat terjadi dengan dilakukannya perbuatan itu.

2. Kelalaian (culpa)

Dalam M.v.T (Memorie van Toelichting), yang memandang culpa semata-mata sebagai pengecualian dolus sebagai tindakan yang lebih umum, mengajukan argumen untuk menerima unsur kesalahan sebagai bagian dari rumusan delik dengan alasan tanpa adanya kesengajaan, kepentingan menjamin keamanan orang maupun barang dapat terancam oleh ketidakhati-hatian orang lain.

Dalam disebut juga dengan kesalahan, kurang hati-hati, atau kealpaan.

Pasal 359 KUHP12

12

R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Politeia, Bogor, 1986, hal. 248.

:

(15)

Wirjono Prodjodikoro dalam bukunya Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia memberikan penjelasan mengenai kealpaan bahwa arti culpa adalah “kesalahan pada umumnya”, tetapi dalam ilmu pengetahuan hukum mempunyai arti teknis, yaitu suatu macam kesalahan si pelaku tindak pidana yang tidak seberat seperti kesengajaan, yaitu kurang berhati-hati sehingga akibat yang tidak disengaja terjadi.13

Sedangkan Simons mengatakan bahwa umumnya kealpaan itu terdiri atas dua bagian, yaitu tidak berhati-hati melakukan suatu perbuatan, disamping dapat menduga akibat perbuatan itu. Namun meskipun suatu perbuatan dilakukan dengan hati-hati, masih mungkin juga terjadi sebuah kealpaan jika yang bebuat itu telah mengetahui bahwa dari perbuatan itu mungkin akan timbul suatu akibat yang dilarang undang-undang.14

b. Adapun yang termasuk kedalam unsur-unsur obyektif dalam tindak pidana adalah:

Kealpaan terdapat apabila seseorang tetap melakukan perbuatan itu meskipun ia telah mengetahui atau menduga akibatnya. Dapat diduganya akibat itu lebih dahulu oleh sipelaku adalah suatu syarat mutlak. Suatu akibat yang tidak dapat diduga lebih dahulu tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya sebagai kealpaan.

1. Perbuatan yang melanggar hukum, yaitu terdiri dari perbuatan aktif atau

13 Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, PT Refika Aditama,

Bandung, 2003, hal. 72.

14

(16)

perbuatan positif (act) dan perbuatan pasif atau perbuatan negatif, seperti mendiamkan atau membiarkan (omission);

2. Akibat yang ditimbulkan dari perbuatan tersebut dapat membahayakan kepentingan orang lain (result);

3. keadaan-keadaan tertentu yang melekat (sekitar) pada perbuatan dan objek tindak pidana.

b. Pengertian Perjudian

Judi atau permainan “judi” atau “perjudian” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah “Permainan dengan memakai uang/barang berharga sebagai taruhan”.15 Berjudi ialah “Mempertaruhkan sejumlah uang atau harta dalam permainan tebakan berdasarkan kebetulan, dengan tujuan mendapatkan sejumlah uang atau harta yang lebih besar dari pada jumlah uang atau harta semula”.16 Dalam bahasa Inggris judi ataupun perjudian dalam arti sempit artinya gambling yang artinya “Betting; wagering. Result in either a gain or total loss of wager, the money or asset put up. Neither risk-taking nor investing, nor like insurance.” Tetapi tidak termasuk dikatakan perjudian seperti investasi dan asuransi.17

Sedangkan Kitab Undang-undang Hukum Pidana dalam Pasal 303 ayat (3) mengartikan judi (hazardspel) sebagai18

“Tiap-tiap permainan yang mendasarkan pengharapan buat menang pada umumnya bergantung kepada untung-untungan saja dan juga kalau

:

15

Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua, Balai Pustaka, Jakarta, 1995, hal. 419.

16

Ibid.

17

http://thelawdictionary.org/gambling/, diakses 7 April 2015 Pukul 19.00 WIB.

18

(17)

pengharapan itu jadi bertambah besar karena kepintaran dan kebiasaan pemainan. Termasuk juga main judi adalah pertaruhan tentang keputusan perlombaan atau permainan lain, yang tidak diadakan oleh mereka yang turut berlomba atau bermain itu, demikian juga segala permainan lain-lainnya.”

Perjudian menurut Kartini Kartono adalah “Pertaruhan dengan sengaja, yaitu mempertaruhkan satu nilai atau sesuatu yang dianggap bernilai dengan menyadari adanya resiko dan harapan-harapan tertentu pada peristiwa-peristiwa, permainan, pertandingan, perlombaan dan kejadian-kejadian yang tidak/belum pasti hasilnya”.19

3. Pengertian Kepolisian

Sejarah keberadaan Kepolisian ditengah-tengah masyarakat Indonesia dahulu telah ada sejak zaman kerajaan Singosari dan Majapahit pada abad ke-13, dimana pasukan penegakan hukumnya disebut kesatuan Bhayangkara yang dipimpin oleh patih Gajah Mada yang bertugas melindungi raja dan kerajaan.

Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, dua hari kemudian Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) membentuk Badan Kepolisian Negara (BKN) dan di tanggal 21 Agustus 1945 Inspektur Kelas I (Letnan Satu) Polisi Mochammad Jassin, Komandan Polisi di Surabaya memproklamasikan Pasukan Polisi Republik Indonesia.

Pengertian Polisi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah20

a. Badan pemerintahan yang bertugas memelihara keamanan dan ketertiban umum (menangkap orang yang melanggar hukum dan sebagainya);

:

19

Kartini Kartono, Op.cit, hal. 58.

20

(18)

b. Anggota Badan Pemerintah (Pegawai Negara) yang bertugas menjaga keamanan.

Peraturan Perundang-undangan yang menjadi dasar pelaksanaan tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia yang lama yaitu Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1961 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kepolisian Negara

ditegaskan bahwa kepolisian negara ialah alat negara penegak hukum. Undang tersebut kemudian disempurnakan dengan

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1997 Tentang Kepolisian Negara yang rumusan ketentuan didalamnya masih mengacu kepada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia, dimana Kepolisian ini tergabung dalam Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, sehingga watak militernya terasa sangat dominan yang pada gilirannya berpengaruh kepada sikap perilaku pejabat kepolisian dalam pelaksanaan tugasnya dilapangan.

(19)

Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yang berbunyi: “Kepolisian adalah segala hal ikhwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.” Polisi adalah alat negara yang berdasarkan Undang-Undang dan memiliki wewenang umum Kepolisian. Juga disebutkan dalam Pasal 1 ayat (2) bahwa Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah pegawai negeri pada Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat negara yang bertujuan untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, serta terbinanya ketenteraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.

F. Metode Penelitian

(20)

1. Spesifikasi Penelitian

Pendekatan penelitian skripsi ini adalah menggunakan pendekatan penelitian yuridis normatif atau disebut juga penelitian hukum doktrinal.21

a. Penelitian Kepustakaan (library research)

Penelitian dilakukan dengan cara lebih dahulu meneliti Peraturan Perundang-undangan dan bahan-bahan perpustakaan hukum yang berhubungan dengan permasalahan. Pendekatan penelitian yuridis sosiologis juga digunakan dalam penyusunan skripsi ini yaitu dengan meneliti bagaimana penegakan hukum yang dilakukan Kepolisian terhadap tindak pidana perjudian di wilayah Kota Sibolga.

2. Jenis Data dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam skripsi ini adalah data primer, data sekunder dan data tersier. Data primer diperoleh langsung melalui wawancara dengan narasumber Polres Sibolga. Data sekunder diperoleh melalui studi kepustakaan, meliputi peraturan perundang-undangan, buku, situs internet, putusan pengadilan dan bahan lainnya yang berhubungan dengan penulisan skripsi ini. Data tersier diperoleh melalui kamus untuk mendukung data primer dan data sekunder.

3. Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian skripsi ini penulis menggunakan metode pengumpulan data melalui:

Merupakan suatu teknik mengidentifikasi isi dengan metode studi kepustakaan, metode ini digunakan dalam rangka memperoleh data

21

(21)

sekunder, yaitu mengumpulkan data berupa buku-buku ilmiah yang berhubungan dengan masalah yang diteliti, peraturan perundang-undangan yang sesuai, data yang diperoleh dari riset di Polres Sibolga, dan lain sebagainya dengan membaca dan mengkaji bahan tersebut.

b. Penelitian Lapangan (field research)

Terhadap data lapangan (primer) teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara. Wawancara merupakan suatu usaha yang dilakukan secara sistematis dan ilmiah untuk memperoleh suatu keterangan di lapangan. Penulis melakukan wawancara secara bebas namun berpedoman terhadap daftar pertanyaan yang telah disiapkan penulis sebelumnya, dan tanpa menutup adanya variasi yang disesuaikan dengan situasi informan pihak Kepolisian Resor Sibolga yaitu Ipda Polisi B.T. Sembiring, S.H. selaku Kaur Bin ops Sat Reskrim Polres Sibolga dan Briptu Polisi Dedy Frengky Purba, S.H. selaku Penyidik Pembantu Unit Pidana Umum Sat Reskrim Polres Sibolga.

4. Analisis Data

Metode yang digunakan penulis untuk menganalisis data adalah analisis kualitatif. Berdasarkan sifat penelitian ini yang menggunakan metode penelitian bersifat deskriptif analitis, analisis data yang dipergunakan adalah pendekatan kualitatif terhadap data primer dan data sekunder.22

22

(22)

G. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah dan membantu para pembaca yang ingin memahami skripsi ini, maka akan diuraikan secara singkat sistematika penulisan yang akan dibahas dalam skripsi ini. Secara sistematis skripsi ini dibagi dalam 5 (lima) bab dan tiap bab dibagi atas beberapa sub bab yang dapat diuraikan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini diatur mengenai pendahuluan sebagai uraian awal yang berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II PENGATURAN HUKUM POSITIF TERHADAP TINDAK PIDANA PERJUDIAN DI INDONESIA

Pada bab ini akan diuraikan bagaimana pengaturan tindak pidana perjudian dalam hukum positif di Indonesia. Pengaturan ini terdapat dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1946 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Undang-Undang No. 7 Tahun 1974 Tentang Penertiban Perjudian, Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1981 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1974 Tentang Penertiban Perjudian, dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

BAB III KEBIJAKAN DAN PERAN KEPOLISIAN DALAM

(23)

Pada bab ini akan diuraikan bagaimana kejahatan perjudian di wilayah hukum Polres Sibolga dalam jangka waktu 3 tahun terakhir, serta upaya penegakan hukum oleh Kepolisian terhadap tindak pidana perjudian baik melalui upaya preemtif, upaya preventif, upaya represif.

BAB IV HAMBATAN KEPOLISIAN DALAM UPAYA PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERJUDIAN DI WILAYAH HUKUM POLRES SIBOLGA

Pada bagian ini akan dibahas dalam melakukan pemberantasan perjudian banyak hambatan-hambatan yang di temui oleh Kepolisian di lapangan, hambatan-hambatan tersebut dapat berasal dari internal Polisi dan eksternal yaitu masyarakat.

BAB V PENUTUP

Referensi

Dokumen terkait

Faktor-faktor yang berpotensi menjadi masalah bagi mahasiswa dalam menata konsep diri menuju pernikahan yang diharapkan .….... Model Hipotetik Konseling Pranikah

Metode penelitian yang digunakan dalam jurnal ini adalah metode diskriptif kualitatif artinya penulis akan menjelaskan dan memaparkan hakekat dasar dari

Dalam pembelajaran, kondisi ini penting untuk diperhatikan karena dengan mengidentifikasi kondisi awal siswa saat akan mengikuti pembelajaran dapat memberikan informasi

penelitkin ini tidak a h clapat diselesakm sebjgaimana yang diharapkan dan m o g a kerjasama yang baik ini akan lebih baik lagi di masa yang rrken datgng.. HETODE

Penulis meneliti bagaimana cara perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 25 berdasarkan Undang Undang Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan stdd Undang Undang

Tujuan penelitian ini adalah: 1) mengetahui pengaruh economic performance terhadap pengungkapan CSR Perusahaan Sektor Aneka Industri Subsektor Otomotif dan Komponen di BEI

Hal ini sesuai dengan prinsip kerja sensori flowmeter, yang dimana sensor mendeteksi adanya air yang mengalir maka rotor yang ada pada sensor tersebut berputar

Membaca Akta pernyataan permohonan banding yang dibuat oleh Panitera Pengadilan Negeri Tasikmalaya yang menyatakan bahwa pada tanggal 10 Agustus 2017 sebagai pihak