BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perbankan Indonesia
Bank adalah lembaga keuangan atau perusahaan yang bergerak di bidang
keuangan yang menyediakan berbagai jasa keuangan. Kegiatan utama dari bank
adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali dana
tersebut ke masyarakat serta memberikan jasa bank lainnya.
Bank merupakan lembaga keuangan yang sangat penting dalam
perekonomian terutama dalam sistem pembayaran moneter. Secara umum bank
didefinisikan sebagai lembaga keuangan yang usaha pokoknya menghimpunan
dana dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit serta
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang. Menurut
Stuart (2009), bank sebagai badan usaha yang bertujuan untuk memuaskan
kebutuhan kredit baik dengan alat pembayarannya sendiri maupun uang yang
diperolehnya dari pihak lain maupun dengan jalan memperedarkan alat-alat
penukar baru berupa uang giral. Dengan demikian bank merupakan perantara
keuangan (financial intermediaries) sehingga menimbulkan interaksi antara
kreditur dan debitur.
Menurut Mankiw(2005), bank memiliki tiga karakteristik khusus yang
berbeda dalam fungsinya jika dibandingkan dengan lembaga keuangan
lainnya.Pertama terkait dengan fungsi bank sebagai lembaga kepercayaan untuk
menyimpan dana masyarakat, baik dalam penciptaan uang dan dalam mekanisme
keuangan, perbankan berperan khusus dalam memobilisasi simpanan masyarakat
untuk disalurkan dalam bentuk kredit dan pembiaayaan lain dalam dunia usaha.
Ketiga sebagai lembaga penanaman aset finansial, bank memiliki peranan penting
dalam mengembangkan pasar keuangan terutama pasar uang domestik dan valuta
asing. Bank berperan dalam mentransformasikan aset finansial seperti simpanan
masyarakat ke dalam bentuk finansial aset lain yaitu kredit dan surat-surat
berharga yang dikeluarkan pemerintah dan bank sentral.
Bank Indonesiamengkategorikan fungsi bank sebagai financial
intermediaries dalam 3 (tiga) hal yakni :
1. Sebagai lembaga yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan.
2. Sebagai lembaga yang menyalurkan dana kepada masyarakat dalam
bentuk kredit.
3. Melancarkan transaksi perdagangan dan peredaran uang.
Fungi perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun, penyalur dan
pelayanan jasa dalam lalu lintas dan peredaran uang di masyarakat yang bertujuan
menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan
pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah peningkatan
kesejahateraan rakyat banyak. Berdasarkan Undang-undang No. 10 tahun 1998
tentang perbankan, bank didefinisikan sebagai Badan Usaha yang menghimpun
dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kembali dalam
bentuk pinjaman (kredit) dan atau bentuk lainnya dengan tujuan untuk
Undang-Undang tersebut adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup
kelembagaan, kegiatan usaha serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan
usahanya.
2.1.1 Fungsi Bank
Adapun secara spesifik bank bank dapat berfungsi sebagai agent of trust,
agent of develovment dan agent of services (Widiantara,2012).
1. Agent Of Trust
Yaitu lembaga yang landasannya kepercayaan. Dasar utama kegiatan
perbankkan adalah kepercayaan (trust), baik dalam penghimpun dana maupun
penyaluran dana. Masyarakat akan mau menyimpan dananya di bank apabila
dilandasi kepercayaan. Dalam fungsi ini akan di bangun kepercayaan baik dari
pihak penyimpan dana maupun dari pihak bank dan kepercayaan ini akan terus
berlanjut kepada pihak debitor. Kepercayaan ini penting dibangun karena dalam
keadaan ini semua pihak ingin merasa diuntungkan untuk baik dari segi
penyimpangan dana, penampung dana maupun penerima penyaluran dana
tersebut.
2. Agent Of Development
Yaitu lembaga yang memobilisasi dana untuk pembangunan ekonomi.
Kegiatan bank berupa penghimpun dan penyalur dana sangat diperlukan bagi
lancarnya kegiatan perekonomian di sektor riil. Kegiatan bank tersebut
memungkinkan masyarakat melakukan kegiatan investasi, kegiatan distribusi,
serta kegiatan konsumsi barang dan jasa, mengingat bahwa kegiatan investasi ,
Kelancarankegiatan investasi, distribusi, dan konsumsi ini tidak lain adalah
kegiatan pembangunan perekonomian suatu masyarakat.
3. Agent Of Services
Yaitu lembaga yang memobilisasi dana untuk pembangunan ekonomi.
Disamping melakukan kegiatan penghimpun dan penyalur dana, bank juga
memberikan penawaran jasa perbankan yang lain kepada masyarakat. Jasa yang
ditawarkan bank ini erat kaitannya dengan kegiatan perekonomian masyarakat
secara umum.
2.1.2 Peranan Bank
Bank mempunyai peranan penting dalam sistem keuangan, peranan
tersebutadalah:
1. Pengalihan Aset (Asset Transmutation)
Bank akan memberikan pinjaman kepada pihak yang membutuhkan
danadalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati. Sumber dana pinjaman
tersebutdari pemilik dana yaitu unit surplus yang jangka waktunya dapat diatur
sesuaikeinginan pemilik dana. Dalam hal ini bank telah berperan sebagai pengalih
aset dariunit surplus (lenders) kepada unit defisit (borrowers). Dalam kasus lain,
pengalihanasset dapat pula terjadi jika bank menerbitkan sekuritas sekunder (giro,
deposito).
2. Transaksi (Transaction)
Bank memberikan berbagai kemudahan kepada pelaku ekonomi untuk
bank(giro, tabungan, deposito, saham dsb) merupakan penggantian dari uang dan
dapat digunakan sebagai alat pembayaran.
3. Likuiditas (Liquidity)
Untuk surplus dapat menempatkan dana yang dimilikinya dalam bentuk
produk-produk berupa giro, tabungan, deposito dan lain sebagainya.
Produk-produk tersebut masing-masing mempunyai tingkat likuiditas yang berbeda-beda.
Untuk kepentingan likuiditas pemilik dana, mereka dapat menempatkan dannya
sesuai dengan kebutuhan dan kepentingannya.
4. Efisiensi (Efficiency)
Bank dapat menurunkan biaya transaksi dengan jangkauan pelayanannya.
Peranan bank sebagai broker (brokerage) adalah mempertemukan pemilik dan
pengguna modal lembaga keuangan akan memperlancar dan mempertemukan
pihak-pihak yang saling membutuhkan. Adanya informasi yang tidak simetri
antara debitur dan kreditur menimbulkan masalah insentif. Peranan bank menjadi
penting memecahkan masalah ini.
2.2 Efisiensi
Efisiensi merupakan salah satu parameter pengukur kinerja dari sebuah
organisasi yang didalam penelitian ini adalah bank.Efisiensi dapat juga
diterjemahkan sebagai kemampuan suatu organisasi dalam menyelesaikan
pekerjaan dengan benar dengan perhitungan rasio perbandingan antara input dan
output. Dimana efisiensi adalah bagaimana menggunakan inputyang minimal
Ada beberapa jenis efisiensi dalam perbankan, antara lain efisiensi dalam
skala dimana suatu bank dapat dikatakan efisiensi dalam skala adalah ketika suatu
bank mampu beroperasi dalam skala yang konstan, efisiensi dalam cakupan disini
agar efisiensi dalam cakupan tercapai adalah ketika suatu bank mampu beroperasi
pada diversifikasi lokasi, efisiensi teknis dimana suatu bank dalam menyatakan
suatu hubungan antara input dan output pada proses produksinya, dan efisiensi
alokasi dimana agar efisiensi alokasi ini tercapai suatu bank harus mampu untuk
menentukan berbagai output yang dapat memaksimalkan keuntungan.
Menurut Pernomo dan Darmawan(2000), suatu perusahaan dapat
dikatakan efisien apabila: (1) Mempergunakan jumlah unit input yang lebih
sedikit dibandingkan jumlah unit input yang dipergunakan oleh perusahaan lain
dengan menghasilkan jumlah output yang sama. (2) Menggunakan jumlah unit
input yang sama, tetapi dapat menghasilkan jumlah output yang lebih besar.
Perbankan sebagai salah satu lembaga keuangan yang berkembang di
Indonesia dituntut untuk memiliki kinerja yang baik. Salah satu cara untuk
mengukur kinerja perbankan adalah efisiensi, dimana efisiensi perbankan dapat
dilihat dari penggunaan input dan output yang digunakan dalam kegiatan
operasional bank. Efisiensi merupakan hubungan antara faktor input (factor
inputs) yang langka dengan output (outputs) barang dan jasa. Hubungan ini dapat
diukur secara fisik/efisiensi teknik (technological efficiency) atau secara
biaya/efisiensi ekonomi (economic efficiency).Konsep efisiensi dipergunakan
Kinerja pasar merupakan efisiensi dari suatu pasar (market) dalam
menggunakan sumberdaya yang langka untuk memenuhi permintaan konsumen
akan barang dan jasa, yaitu seberapa baik suatu pasar telah memberikan kontribusi
pada optimisasi kesejahteraan ekonomi. Elemen-elemen kunci dari kinerja pasar
mencakup:
a. Efisiensi Produksi (Productive Efficiency);
b. Efisiensi Distribusi (Distributive Efficiency), yaitu kemampuan suatu pasar
untuk memproduksi dan mendistribusikan produk-produknya dengan
biaya yang paling rendah;
c. Efisiensi Alokasi (Allocative Efficiency), yaitu tingkat di mana harga pasar
yang dibebankan pada para pembeli konsisten dengan biaya penawaran
termasuk pengembalian suatu laba normal (normal profit) pada para
pemasok;
d. Kemajuan Teknologi (Technological Progressiveness), kemampuan para
pemasok untuk selalu memperkenalkan teknik-teknik distribusi dan
produksi baru yang hemat biaya dan memperkenalkan produk-produk
superior;
e. Kinerja Produk (Product Performance), yaitu kualitas dan
keanekaragaman produk yang ditawarkan oleh para pemasok. Dalam teori
pasar (theory of markets), kinerja pasar ditentukan oleh interaksi dari
struktur pasar (market structure) dan perilaku pasar (marketconduct),
sementara kinerja pasar itu sendiri memiliki pengaruh terhadap struktur
Efisiensi pengalokasian (allocative efficiency) merupakan suatu aspek dari
kinerja pasar (market performance) yang menunjukkan pengalokasian yang
optimum dari sumberdaya yang langka untuk memproduksi barang dan jasa yang
sesuai dengan permintaan konsumen. Hal ini dicapai ketika tingkat harga pasar
dan keuntungan konsisten dengan biaya sumberdaya riil untuk menyediakan
produk tersebut. Lebih khusus, kesejahteraan konsumen optimum apabila harga
dari setiap produk sama dengan biaya terendah dari sumberdaya dalam
menyediakan produk tersebut, ditambah keuntungan normal yang diterima
olehperusahaan.
Efisiensi produksi (productive efficiency) merupakan sebuah aspek dari
kinerja pasar (market performance) yang menunjukkan efisiensi suatu pasar
dalam memproduksi produk-produk pada biaya yang serendah mungkin dalam
jangka panjang dengan menggunakan teknologi yang ada. Efisiensi produksi
tercapai apabila output diproduksi dalam pabrik dengan skala optimal dan terdapat
suatu keseimbangan antara penawaran dan permintaan pasar jangka panjang.
Efisiensi distribusi (distribution efficiency) merupakan suatu aspek dari
kinerja pasar (market performance) yang menunjukkan efisiensi (efficiency) suatu
pasar dalam mendistribusikan output dari pemasok ke konsumen. Biaya distribusi
termasuk pengangkutan, pergudangan, biaya penanganan, bersama-sama dengan
margin keuntungan dari distributor. Sebagai tambahan, pemasok menimbulkan
biaya penjualan atau selling cost (periklanan atau advertising dan biaya-biaya lain
dari pembedaan produk atau product differentiation) dalam mengusahakan dan
distribusi yang optimal diperoleh apabila biaya distribusi fisik minimum dan biaya
penjualan dipertahankan pada tingkat yang paling rendah untuk mempertahankan
total permintaan pasar secara terus menerus.
Efisiensi merupakan salah satu parameter kinerja yang secara teoritis
merupakan salah satu kinerja yang mendasari seluruh kinerja sebuah organisasi.
Kemampuan menghasilkan output yang maksimal dengan input yang ada
merupakan ukuran kinerja yang diharapkan. Pada saat pengukuran efisiensi
dilakukan, bank dihadapkan pada kondisi bagaimana mendapatkan tingkat output
yang optimal dengan tingkat input yang ada, atau mendapatkan tingkat input yang
minimum dengan tingkat output tertentu.
Efisiensi teknis mencerminkan kemampuan perusahaan untuk
menghasilkan output yang maksimum dengan jumlah input tertentu. Menurut
Hassan (2003), sebuah perusahaan dikatakan lebih efisien secara teknis daripada
perusahaan lainnya jika perusahaan tersebutmenghasilkan output yang relatif lebih
banyak dengan menggunakan input dalamjumlah yang sama. Inefisiensi teknis
disebabkan oleh manajemen dan dapatdikendalikan dengan manajemen. Sumber
inefisiensi teknis dapat berupa inefisiensi teknis murni (terkait dengan input) atau
skala inefisiensi (terkait dengan output).
Skala efisiensi adalah hubungan antara biaya produksi rata-rata per unit
dan volume bank. Jadi, suatu bank dikatakan memiliki skala ekonomi saat
2.3 Konsep Efisiensi Perbankan
Efisiensi merupakan salah satu parameter kinerja yang secara teoretis
mendasari seluruh kinerja sebuah organisasi dengan mengacu pada filosofi
“kemampuan menghasilkan output yang optimal dengan input-nya yang ada,
adalah merupakan ukuran kinerja yang diharapkan”. Dengan demikian ada
pemisahan antara harga dan unit yang digunakan (input) maupun harga dan unit
yang dihasilkan (output) sehingga dapat diidentifikasi berapa tingkat efisiensi
teknologi, efisiensi alokasi, dan total efisiensi. Dengan diidentifikasinya alokasi
input dan output, maka akan dapat dianalisis lebih jauh untuk melihat penyebab
inefisiensi suatu bank.
Konsep pengukuran efisiensi dapat memperhitungkan input majemuk
(lebih dari 1 input). Farrel menyatakan bahwa efisiensi sebuah perusahaan terdiri
dari dua komponen, yaitu efisiensi teknis (technicalefficiency) dan efisiensi
alokatif (allocative efficiency). Efisiensi teknis menunjukkan kemampuan
perusahaan untuk mencapai output semaksimal mungkin dari sejumlah
input.Sedangkan efisiensi alokatif menunjukkankemampuan perusahaan untuk
menggunakan input dengan proporsi seoptimal mungkin pada tingkat harga input
tertentu. Kedua komponen ini kemudian dikombinasikan untuk menghasilkan
ukuran efisiensi total atau efisiensi ekonomis(economic efficiency).
Kurnia (2004) menjelaskan bahwa secara keseluruhan efisiensi perbankan
dapat didekomposisikan dalam efisiensi skala (scale efficiency), efisiensi cakupan
(scope efficiency), efisiensi teknik (technical efficiency), dan efisiensi alokasi
bersangkutan mampu beroperasi dalam skala hasil yang konstan (constant return
to scale), sedangkan efisiensi cakupan tercapai ketika bank mampu beroperaasi
pada diversivikasi lokasi. Efisiensi lokasi tercapai ketika bank mampu
menentukan berbagai output yang memaksimumkan keuntungan, sedangkan
efisiensi teknik pada dasarnya menyatakan hubungan antara input dengan output
dalam suatu proses produksi. Suatu proses produksi dikatakan efisien apabila pada
penggunaan input sejumlah tertentu dapat dihasilkan output yang maksimum atau
untuk menghasilkan output sejumlah tertentu digunakan input yang paling
minimum.
Ada dua perbedaan tipe efisiensi, yaitu efisiensi teknis dan efisiensi
ekonomi. Efisiensi teknis dipandang dari mikroekonomi sedangkan efisiensi
ekonomi dilahat dari makro ekonomi. Efisiensi teknis pada dasarnya menyatakan
hubungan antara input dan output dalam suatu proses produksi. Suatu proses
produksi dikatakan efisien jika pada penggunaan input sejumlah tertentu dapat
dihasilkan output maksimal, atau untuk menghasilkan output teretentu digunakan
input yang paling minimal. Efisiensi ekonomi mempunyai konsep yang lebih luas
daripada efisiensi teknik. Dalam efisiensi ekonomi perusahaan harus memilih
tingkatan input ataupun output dan kombinasinya untuk mengoptimalkan tujuan
ekonomi. Biasanya dengan minimalisasi biaya atau maksimalisasi keuntungan.
Dalam penelitian ini yang digunakan adalah konsep efisiensi teknis.
Peranan efisiensi perbankan ditinjau dari sisi mikro menggambarkan
kemampuan bank yang bersangkutan dalam mengelola input untuk menghasilkan
mampu bersaing dengan kompetitornya, baik dari segi harga (pricing) maupun
kualitas produk danpelayanan (Mirnawati, 2007).
2.4 Hubungan Input dan Output dalam Pengukuran Efisiensi
Menurut Hadad, dkk terdapat 3 pendekatan yang lazim digunakan baik
dalam metode parametrik Stochastic Frontier Analysis (SFA) dan Distribution
Free Analysis (DFA) maupun non parametrik Data Envelopment Analysis (DEA)
untuk mendefinisikan hubungan input dan output dalam kegiatan finansial suatu
lembaga keuangan yaitu:
1. Pendekatan Aset ( The asset Approach)
Pendekatan aset mencerminkan fungsi primer sebuah lembaga keuangan
sebagai pencipta kredit pinjaman (loans). Dalam pendekatan ini, output
benar-benar didefinisikan ke dalam bentuk aset.
2. Pendekatan Produksi (The Production Approach)
Pendekatan produksi menganggap lembaga keuangan sebagai produsen
dari akun deposito (deposit account) dan kredit pinjaman (credit accounts)
lalu mendefinisikan output sebagai jumlah tenaga kerja, pengeluaran
modal pada aset-aset tetap dan material lainya.
3. Pendekatan Intermediasi (The Intermediation Approach)
Pendekatan intermediasi menggambarkan lembaga keuangan sebagai
lembaga intermediasi yang mentrasformasi dana dari deposan (surplus
spending unit) kepada peminjam (deficit spending unit). Dengan kata lain,
dana pihak ketiga yang cendrung likuid, berjangka pendek, dengan resiko
tidak likuid dan berjangka panjang. Oleh karena itu, pendekatan ini
mendefinisikan input sebagai financial capital dan output sebagai volume
pembiayaan atau investment outstanding.
Menurut Allen N Berger dan Loretta Mester (1997), ada tiga pendekatan
konsep dasar model efisiensi sector financial yaitu cost efficiency, standard profit
efficiency, dan alternative profit efficiency. Cost efficiency mengukur tingkat
biaya suatu bank dibandingkan dengan best practiced bank’s cost yang
menghasilkan output yang sama dengan kondisi yang sama. Standard profit
efficiency mengukur bagaimana bank menghasilkan keuntungan yang maksimal
dengan cenderung dengan tingkat khusus dari harga input dan output. Sedangkan
Alternative profit efficiency mengukur bagaimana bank mendapatkan pendapatan
maksimum dengan tingkat output dibanding dengan harga output.
Dalam penelitian ini, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan
intermediasi. Pendekatan ini digunakan karena mempertimbangkan fungsi sebagai
financial intemediation yang menghimpun dana lalu menyalurkannya dalam
bentuk pembiayaan. Menurut Berger dan Humphrey (1997) dalam Muharam dan
Pusvitasari (2007) menyatakan bahwa pendekatan intermediasi merupakan
pendekatan yang lebih tepat untuk mengevaluasi kinerja lembaga keuangan secara
umum karena karakteristik lembaga keuangan sebagai financial intermediation
yang menghimpun dana dari surplus unit dan menyalurkan kepada deficit unit.
Ascarya dan Guruh (2008) menyatakan bahwa pendekatan intermediasi dipandang
Variabel input yang dipilih berdasarkan pendekatan intermediasi dalam
penelitian ini meliputi:
(1).Simpanan
Simpanan merupakan titipan murni dari nasabah kepada bank, yang untuk
kemudian dipergunakan oleh bank dalam aktivitas kegiatan ekonomi
tertentu dengan catatan bank menjamin akan mengembalikannya secara
utuh kepada nasabah (Antonio, 2003).
(2).Aset
Menurut Hanafi dan Halim (2003), aset adalah manfaat ekonomis yang
akan diterima pada masa mendatang atau akan dikuasai oleh bank sebagai
hasil dari transaksi atau kejadian.Semakin tinggi nilai total aset yang
dimiliki oleh bank, semakin tinggi pula kredit/pembiayaan yang bisa
diberikan.
(3).Biaya Tenaga Kerja
Biaya tenaga kerja didefinisikan sebagai biaya gaji dan tunjangan
kesejahteraan, biaya pendidikan karyawan bank. Menurut Mulyadi (2000),
tenaga kerja merupakan usaha fisik atau mental yang dikeluarkan
karyawan untuk mengolah produk. Biaya tenaga kerja adalah harga yang
dibebankan untuk penggunaan biaya tenaga kerja manusia
tersebut.Tingginya biaya tenaga kerja menyebabkan meningkatnya beban
operasional, sehingga menurunkan laba operasional yang diperoleh
yang disetorkan untuk modal tambahan yang kemudian disalurkan dalam
bentuk kredit atau pembiayaan menjadi berkurang.
Variabel output dalam penelitian ini mencakup:
(1).Kredit
Kredit merupakan produk penyaluran dana perbankan kepada masyarakat,
baik individu maupun badan hukum yang digunakan untuk investasi,
perdagangan ataupun konsumsi, yang dapat memberikan keuntungan bagi
bank dengan adanya bunga ataupun bagi hasil.
(2).Laba Operasional
Laba operasional yang merupakan selisih antara pendapatan operasional
dan beban operasional.
Penggunaan variabel dalam penelitian ini dapat dirangkum seperti
tercantum dalam table 2.1 sebagai berikut:
Tabel 2.1
Variabel yang Digunakan
Variabel Input Variabel Output
1. Simpanan 2. Aset
3. Biaya Tenaga Kerja
1. Kredit
2. Laba Operasional
2.5 Konsep Data Envelopment Analysis (DEA)
DEA dikembangkan pertama kali oleh Farrel yang mengukur efisiensi
teknik satu input dan satu output menjadi multi input dan multi output,
menggunakan kerangka nilai efisiensi relatif sebagai rasio input dengan output
Sutawijaya dan Lestari, 2009). Alat analisis ini dipopulerkan oleh beberapa
peneliti lainnya, di antaranya:
a. Charnes-Cooper-Rhodes (1978)
Para peneliti ini pertama kali menemukan model DEA CCR
(Charnes-Cooper-Rhodes) pada tahun 1978. Menurut Muharam dan Pusvitasari (2007),
model ini mengasumsikan adanya Constant Return to Scale (CRS). CRS adalah
perubahan proporsional yang sama pada tingkat input akan menghasilkan
perubahan proporsional yang sama pada tingkat output (misalnya: penambahan 1
persen input akan menghasilkan penambahan 1 persen output).
b. Bankers, Charnes dan Cooper (1984)
Beberapa peneliti ini mengembangkan lebih lanjut model DEA BCC
(Bankers, Charnes dan Cooper) pada tahun 1984. Muharam dan Pusvitasari
(2007) menyebutkan bahwa model ini mengasumsikan adanya Variable Return to
Scale (VRS). VRS adalah semua unit yang diukur akan menghasilkan perubahan
pada berbagai tingkat output dan adanya anggapan bahwa skala produksi dapat
mempengaruhi efisiensi. Hal inilah yang membedakan dengan asumsi CRS yang
menyatakan bahwa skala produksi tidak mempengaruhi efisiensi. Teknologi
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi VRS, sehingga membuka
kemungkinan skala produksi mempengaruhi efisiensi.
Menurut Kurnia (2004), DEA termasuk salah satu alat analisis non
parametrik yang digunakan untuk mengukur efisiensi secara relatif baik antar
organisasi bisnis yang berorientasi laba (profit oriented) maupun antar organisasi
yang dalam proses produksi atau aktivitasnya melibatkan penggunaan
input-inputtertentu untuk menghasilkan output-outputtertentu. Alat analisis ini juga
dapat mengukur efisiensi basis dan alat pengambil kebijakan dalam peningkatan
efisiensi. Sutawijaya dan Lestari (2009) menambahkan bahwa DEA dapat
digunakan di berbagai bidang, antara lain: kesehatan (health care), pendidikan
(education), transportasi (transportation), pabrik (manufacturing), maupun
perbankan.
DEA lebih memfokuskan tujuannya, yaitu mengevaluasi kinerja suatu
Unit Kegiatan Ekonomi (UKE). Suatu UKE dikatakan efisien secara relatif
apabila nilai dualnya sama dengan 1 (nilai efisiensi 100 persen), sebaliknya
apabila nilai dualnya kurang dari 1 maka UKE bersangkutan dianggap tidak
efisien secara relatif (Silkman, 1986; Nugroho, 1995 dalam Huri dan Susilowati,
2004). Analisis yang dilakukan berdasarkan evaluasi terhadap efisiensi relatif dari
UKE yang sebanding, selanjutnya UKE-UKE yang efisien tersebut akan
membentuk garis frontier. Apabila UKE berada dalam garis frontier, UKE
tersebut dapat dikatakan efisien relatif dibandingkan dengan UKE lainnya dalam
sampel. DEA juga dapat menunjukkan UKE-UKE yang menjadi referensi bagi
UKE-UKE yang tidak efisien (Ascarya dan Guruh, 2008).
Ada tiga manfaat yang diperoleh dari pengukuran efisiensi DEA, yaitu
(Sutawijaya dan Lestari, 2009):
a. Sebagai tolak ukur untuk memperoleh efisiensi relatif yang
berguna untuk mempermudah perbandingan antara unit ekonomi
b. Mengukur berbagai variasi efisiensi antar unit ekonomi untuk
mengindentifikasi faktor-faktor penyebabnya.
c. Menentukan implikasi kebijakan, sehingga dapat meningkatkan
nilai efisiensinya.
Pada awalnya, DEA digunakan untuk mengatasi kekurangan yang dimiliki
oleh analisis rasio dan regresi berganda. Analisis rasio hanya mampu memberikan
informasi bahwa UKE tertentu yang memiliki kemampuan khusus mengkonversi
satu jenis input ke satu jenis output tertentu, sedangkan analisis regresi berganda
menggabungkan banyak output menjadi satu. DEA dirancang untuk mengukur
efisiensi relatif suatu Unit Kegiatan Ekonomi (UKE) yang menggunakan input
dan output yang lebih dari satu, di mana penggabungan tersebut tidak mungkin
dilakukan (Sutawijaya dan Lestari, 2009).
Adapun kelemahan dan kelebihan DEA, di antaranya(Purwantoro 2003):
a. Keunggulan DEA, meliputi:
(1).Dapat menangani banyak input dan output.
(2).Tidak perlu asumsi hubungan fungsional antara variabel input dan output.
(3).UKE dibandingkan secara langsung dengan sesamanya.
(4).Input dan output dapat memiliki satuan pengukuran yang berbeda.
b. Kelemahan DEA, yaitu:
(1).Bersifat sample specific (DEA berasumsi bahwa setiap input atau output
identik dengan unit lain dalam tipe yang sama).
(2).Merupakan extreme point technique, kesalahan pengukuran bisa berakibat
(3).Hanya untuk mengukur produktivitas relatif dari UKE bukan produktivitas
absolut.
(4).Uji hipotesis secara statistik atas hasil DEA sulit dilakukan.
2.6 Penelitian Terdahulu
Berikut ini adalah penelitian mengenai efisiensi bank yang telah banyak
dilakukan pada bank-bank syariah maupun bank-bank konvensional baik
domestik maupun luar negeri:
Tabel 2.2
Hasil dan Kesimpulan
1 Donsyah
Analysis of 18 Banks
Tingkat inefisiensi pada bank Islam tergolong rendah yaitu sekitar 10% jika dibandingkan bank-bank konvensional. Pada periode 1998-1999 kinerja bank Islam terkena imbas krisis global tetapi kemudian berjalan sangat baik setelah masa sulit.
2 Muliaman
1) Kredit yang
Seluruh bank pemerintah tidak efesien pada periode 2002. Pada periode 2003 hanya Bank Mandiri yang efisien. Bank asing yang
diwakili Citibank menunjukkan efisiensi pada batas frontier selama periode 2002 dan 2003. Selain itu dapat disimpulkan bahwa bank-bank yang besar tidak lebih efisien dibandingkan bank yang lebih kecil. Bank yang lebih besar dilihat dari sisi aset, penghimpunan dan penyaluran dana tidak berarti efisien dalam menjalankan fungsi
ATM 4) Posisi kredit 5) Total
Bank Muamalat Indonesia, BRI syariah, Bank Niaga Syariah, dan Bank Permata Syariah mengalami efisien pada tahun 2005. Sedangkan Bank Syariah lain mengalami fluktuasi dalam efisiensi selama empat kuartal pada tahun 2005.
6 Fadzlan
Sufian (2007)
The Efficiency of Islamic
Perbankan Islam Malaysia mengalami penurunan efisiensi periode 2002 dan kembali sedikit membaik pada periode 2003 dan 2004. Bank Islam domestik memiliki tingkat efisiensi yang sedikit lebih tinggi dari bank Islam asing.
7 Harjum
(2007) Syariah Input:
tidak ada perbedaan efisiensi antara bank syariah BUMN dan bank syariah Non BUMN, tidak ada perbedaan nilai efisiensi bank syariah swasta nondevisa dan bank syariah devisa. Hanya Bank BTN Syariah, Niaga Syariah, dan Permata Syariah selalu mencapai nilai efisien 100% selama periode amatan.
Hasil penelitian
menunjukkan KPRI Guru Sumberlawang, KPRI Guru Gesi, KPRI Guru Sukodono, KPRI Guru Mondokan, KPRI Guru Tangen merupakan koperasi yang efisien.
9 Ascarya dan
Bank Islam di Indonesia mengalami peningkatan efisiensi yang jauh lebih besar dibandingkan dengan bank Islam di Malaysia selama periode 2002-2005.
10 Hamim
Overhead Output: 1)Aktiva
Produktif
efisien dari pada bank konvensional yang membuka layanan unit usaha syariah.
Variabel input: 1)Simpanan peningkatan jumlah total asset secara signifikan dan terjadi peningkatan rata-rata efisiensi perbankan syariah secara keseluruhan.
12 Maflachatun (2010)
Variabel input: 1)Simpanan
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bank syariah yang tetap mengalami efisiensi 100% adalah Bank Muamalat Indonesia pada BUS serta Bank Niaga Syariah dan Bank Permata Syariah pada UUS, sedangkan bank-bank syariah lainnya mengalami fluktuasi dan cenderung mengalami inefisiensi selama tahun pengamatan.
Sumber: Rangkuman Berbagai Macam Jurnal dan Penelitian Terdahulu
2.7 Kerangka Konseptual
Variabel input yang diduga mempengaruhi variabel output ditentukan
dengan mengacu pada penelitian-penelitian terdahulu dan beberapa literatur
Envelopment Analysis (DEA) dengan pendekatan intermediasi mengingat
peranan vital bank sebagai lembaga intermediasi. Pengukuran dalam efisiensi ini
menghubungkan efisiensi terhadap tingkat produksi. Analisis ini kemudian akan
menghasilkan perumusan frontier interaksi antar input dalam mempengaruhi
jumlah output yang dihasilkan. Hubungan input dan output tersebutlah yang
kemudian akan menentukan nilai efisiensi, sehingga akan dapat dilihat perbedaan
antara efisiensi Bank Sumut dan Bank Mestika.
Kerangka konseptual penelitian ini ditunjukkan pada gambar 2.1 sebagai
berikut:
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
Nilai Efisiensi Bank Sumut dan Bank Mestika
Perbandingan Nilai Efisiensi Bank Sumut dan Bank Mestika
INPUT (X) • Total Simpanan • Total Aset
• Biaya Tenaga Kerja