• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Hubungan Usia Saat Menarche dengan Pola Siklus Menstruasi dan Dismenorea Remaja Putri di SMP Shafiyyatul Amaliyyah Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Hubungan Usia Saat Menarche dengan Pola Siklus Menstruasi dan Dismenorea Remaja Putri di SMP Shafiyyatul Amaliyyah Medan"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

1.Menarche

1.1. Defenisimenarche

Menarche adalah menstruasi pertama yang menjadi pertanda kematangan seksual pada remaja wanita (Dariyo, 2004). Menarche merupakan menstruasi pertama yang terjadi pada masa awal remaja di tengah masa pubertas sebelum memasuki masa reproduksi. Seiring dengan perkembangan biologis maka pada usia tertentu seseorang mencapai tahap kematangan organ-organ seks yang ditandai dengan menstruasi pertama. Menarche merupakan suatu tanda yang penting bagi seorang wanita yang menunjukkan adanya produksi hormon yang disekresikan oleh hipotalamus dan kemudian diteruskan pada ovarium dan uterus (Sukarni & Wahyu, 2013).

1.2. Usiamenarche

(2)

1.3. Gangguanmenarche

Menarche adalah salah satu kejadian yang penting dalam masa pubertas. Gangguan – gangguan yang dapat terjadi menurut Wiknjosastro

dkk (2008) meliputi :

1.3.1.Menarchedini

Pada menarche dini terjadi haid sebelum umur 10 tahun. Hormon gonadotropin diproduksi sebelum anak berumur 8 tahun. Hormon ini merangsang ovarium sehingga ciri-ciri kelamin sekunder, menarche dan kemampuan reproduksi terdapat sebelum waktunya.

1.3.2.Menarchetarda

Menarche tarda adalah menarche yang baru datang setelah umur 14 tahun. Pubertas dianggap terlambat jika gejala-gejala pubertas baru datang antara umur 14-16 tahun. Pubertas tarda dapat disebabkan oleh faktor herediter, gangguan kesehatan, dan kekurangan gizi.

1.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi usiamenarche

(3)

onset menarche. Rangsangan berupa percakapan maupun tontonan dari film-film berlabel dewasa, vulgar, atau mengumbar sensualitas akan merangsang sistem reproduksi dan genital untuk lebih cepat matang sehingga menyebabkan menarche dini. Pada anak perempuan yang menderita cacat mental dan mongolisme akan mendapat menarche pada usia yang lebih lambat (Sukarni & Wahyu, 2013).

2. Siklus menstruasi

2.1. Defenisi siklus menstruasi

Siklus menstruasi merupakan rangkaian peristiwa yang secara kompleks saling mempengaruhi dan terjadi secara simultan di endometrium, kelenjar hipotalamus dan hipofisis, serta ovarium (Bobak et al, 2004). Menstruasi yang terjadi setiap bulannya disebut sebagai siklus menstruasi. Fluktuasi kadar estrogen dan progesteron dalam sirkulasi (plasma) yang terjadi selama siklus ovarium menyebabkan perubahan-perubahan mencolok di uterus. Hal ini menyebabkan timbulnya daur haid atau siklus menstruasi (Sibagariang dkk, 2010).

(4)

darah, kelenjar-kelenjar, dan sel-sel yang tidak terpakai karena tidak ada pembuahan atau kehamilan. Menstruasi adalah proses normal pada perempuan dewasa (Sibagariang dkk, 2010).

2.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi mekanisme menstruasi 2.2.1. Faktor enzim

Dalam fase proliferasi estrogen mempengaruhi tersimpannya enzim-enzim hidrolitik dalam endometrium. Jika tidak terjadi kehamilan maka dengan menurunnya kadar progesteron, enzim-enzim hidrolitik dilepaskan dan merusak bagian dari sel-sel yang berperan dalam sintesis protein. Karena itu, timbul gangguan dalam metabolisme endometrium yang mengakibatkan regresi endometrium dan perdarahan (Wiknjosastro dkk, 2008).

2.2.2. Faktor vaskular

(5)

2.2.3. Faktor prostaglandin

Endometrium mengandung prostaglandin E2 dan F2. Dengan adanya desintegrasi endometrium, prostaglandin terlepas dan menyebabkan kontraksi miometrium sebagai suatu faktor untuk membatasi perdarahan haid (Kusmiran, 2011).

2.3. Faktor risiko yang mempengaruhi variabilitas siklus menstruasi 2.3.1. Berat badan

Berat badan atau perubahan berat badan mempengaruhi fungsi menstruasi. Penurunan berat badan akut dan sedang menyebabkan gangguan pada fungsi ovarium, tergantung derajat tekanan pada ovarium dan lamanya penurunan berat badan. Kondisi patologis seperti berat badan yang kurang/kurus dan anorexia nervosa dapat menimbulkan amenorrhea (Kusmiran, 2011).

2.3.2. Stres

(6)

ketidakseimbangan hormon yang mengakibatkan siklus menstruasi menjadi tidak teratur (Guyton, 2006).

2.3.3. Aktivitas fisik

Tingkat aktivitas fisik yang sedang dan berat dapat mempengaruhi fungsi menstruasi. Atlet wanita seperti pelari, senam balet memiliki risiko untuk mengalami amenorrhea, anovulasi, dan defek pada fase luteal. Aktivitas fisik yang berat menyebabkan disfungsi hipotalamus yang menyebabkan gangguan pada sekresi GnRH sehingga menurunkan level estrogen (Ganong, 2008).

2.3.4. Diet

Diet dapat mempengaruhi fungsi menstruasi. Vegetarian berhubungan dengan anovulasi, penurunan respon hormon pituitary, fase folikel yang pendek, tidak normalnya siklus menstruasi (kurang dari 10kali/tahun). Diet rendah lemak berhubungan dengan panjangnya siklus menstruasi dan periode perdarahan. Diet rendah kalori seperti daging merah dan rendah lemak berhubungan denganamenorrhea(Kusmiran, 2011).

2.4. Fisiologi siklus menstruasi

(7)

hormon steroid dan hormon gonadotropin. Estrogen menyebabkan umpan balik negatif terhadap FSH, sedangkan terhadap LH estrogen menyebabkan umpan balik negatif jika kadarnya rendah, dan umpan balik positif jika kadarnya tinggi (Wiknjosastro dkk, 2008).

Tidak lama setelah menstruasi terjadi, pada fase folikuler dini, beberapa folikel berkembang oleh pengaruh FSH yang meningkat. Dengan berkembangnya folikel, produksi estrogen meningkat dan menekan produksi FSH. Folikel yang akan berovulasi melindungi dirinya sendiri terhadap atresia, sedangkan folikel-folikel lain mengalami atresia. Pada waktu ini LH juga meningkat, namun peranannya pada tingkat ini hanya membantu pembuatan estrogen dalam folikel. Perkembangan folikel berakhir setelah kadar estrogen dalam plasma jelas meninggi. Estrogen mulanya meninggi secara berangsur-angsur, kemudian dengan cepat mencapai puncaknya. Ini memberikan umpan balik positif terhadap pusat siklik, dan dengan lonjakan LH (LH-surge) pada pertengahan siklus mengakibatkan terjadinya ovulasi (Wiknjosastro dkk, 2008).

(8)

kelenjar-kelenjarnya berlekuk-lekuk dan bersekresi. Bila tidak ada pembuahan, korpus luteum berdegenerasi yang menyebabkan kadar estrogen dan progesteron menurun, sehingga terjadi degenerasi serta perdarahan dan pelepasan endometrium yang disebut menstruasi (Sukarni & Wahyu, 2013).

2.5. Siklus Ovarium

(9)

inhibin meningkat, menyebabkan penurunan FSH fase folikular dan kegagalan folikel lain untuk mencapai stadium folikel de graaf. Sekresi LH mencapai puncaknya 10-12 jam sebelum ovulasi. LH menginduksi matriks ekstraseluler ovarium sehingga oosit yang matur dapat dilepaskan bersama sel kumulus yang mengelilinginya dengan menembus epitelium permukaan. Setelah ovulasi, folikel dominan/folikel de graaf menjadi korpus luteum melalui suatu proses yang disebut luteinisasi. Selama luteinisasi, sel teka-lutein dan sel granulosa-lutein mengalami hipertrofi dan meningkatkan kapasitas mereka untuk menyintesis hormon. Produksi progesteron oleh ovarium mencapai puncak pada fase midluteal yaitu setinggi 25-50 mg/hari. Korpus luteum akan mengalami regresi 9-11 hari pascaovulasi melalui mekanisme luteolisis akibat menurunnya kadar LH dalam sirkulasi pada fase luteal akhir. Regresi korpus luteum dan penurunan steroid dalam sirkulasi memberikan sinyal bagi endometrium untuk memulai proses molekular yang akhirnya menimbulkan menstruasi (Cunningham et al, 2012).

2.6. Perubahan histologik pada ovarium dalam siklus menstruasi

(10)

atresia. Di dalam korteks juga dapat dijumpai korpus rubrum, korpus luteum, dan korpus albikans (Wiknjosastro dkk, 2008).

Terdapat 2 juta oosit dalam ovarium manusia saat lahir, dan sekitar 400.000 folikel saat awitan pubertas. Dalam kondisi normal hanya 400 folikel yang akan dilepaskan selama masa reproduksi seorang wanita. Folikel-folikel lainnya mengalami atresia melalui proses kematian sel yang dinamakan apoptosis (Cunningham et al, 2012).

(11)

Sel-sel dari membrana granulosa dan teka interna yang tinggal di ovarium membentuk korpus rubrum yang berwarna merah akibat perdarahan waktu ovulasi, dan bekuan darah dengan cepat diganti oleh sel luteal yang kaya lemak dan berwarna kekuningan sehingga membentuk korpus luteum. Bila terjadi kehamilan, korpus luteum akan bertahan dan biasanya tidak terjadi lagi periode haid sampai setelah melahirkan. Bila tidak terjadi kehamilan, korpus luteum mulai mengalami degenerasi sekitar 4 hari sebelum haid berikutnya dan akhirnya digantikan oleh jaringan ikat yang membentuk korpus albikans (Ganong, 2008).

2.7. Perubahan histologik pada endometrium dalam siklus menstruasi Siklus menstruasi menurut Wiknjosastro dkk (2008) terjadi dalam 4 fase endometrium yaitu:

2.7.1. Fase deskuamasi atau menstruasi

Endometrium dilepaskan dari dinding uterus disertai perdarahan selama 3-4 hari.Hanya stratum basale yang tinggal utuh. 2.7.2. Fase regenerasi atau pascahaid

Endometrium yang meluruh berangsur-angsur sembuh dan ditutup kembali oleh selaput lendir baru yang tumbuh dari sel-sel epitel endometrium. Tebal endometrium ± 0,5 mm. Fase ini dimulai sejak menstruasi dan berlangsung ± 4 hari.

2.7.3. Fase intermenstrum atau proliferasi

(12)

fase proliferasi dini, madya, dan akhir. Fase proliferasi dini berlangsung antara hari ke-4 sampai ke-7. Epitel permukaan endometrium yang tipis dan adanya regenerasi epitel, terutama dari mulut kelenjar. Fase proliferasi madya berlangsung antara hari ke-8 sampai ke-10 dan merupakan fase transisi. Epitel permukaannya berbentuk torak dan tinggi. Kelenjar-kelenjarnya berkeluk dan bervariasi. Fase proliferasi akhir berlangsung pada hari ke 11 sampai ke-14. Permukaan kelenjar tidak rata dan banyak mitosis. Inti epitel kelenjar membentuk pseudostratifikasi.

2.7.4. Fase sekresi atau prahaid

(13)
(14)

3. Pola Siklus Menstruasi

Panjang siklus menstruasi yang normal yaitu 28 hari dari onset perdarahan sampai episode perdarahan berikutnya. Terdapat variasi dari panjang siklus menstruasi, yaitu pada interval 24-35 hari dan masih dianggap normal. Lamanya perdarahan dan jumlah darah yang keluar bervariasi luas. Lamanya perdarahan berada dalam rentang normal 2-8 hari. Rata-rata jumlah darah yang keluar disetiap siklus menstruasi yaitu 30 ml, normalnya 25-60 ml (Alvero & Schlaff, 2007). Jumlah darah yang keluar secara normal dapat berupa sekedar bercak sampai 80 ml dan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, yang meliputi ketebalan endometrium, pengobatan, dan penyakit yang mempengaruhi mekanisme pembekuan darah (Ganong, 2008). Pada wanita yang lebih tua dan anemi defisiensi besi biasanya jumlah darah haidnya lebih banyak. Jumlah darah haid yang lebih dari 80 cc dianggap patologik. Darah haid tidak membeku, ini mungkin disebabkan oleh fibrinosilin (Wiknjosastro dkk, 2008).

(15)

Keteraturan siklus menstruasi disebabkan karena adanya ovulasi. Ovulasi umumnya terjadi 14 ± 2 hari sebelum hari pertama menstruasi yang akan datang. Untuk dapat mengetahui keteraturan siklus menstruasi, maka seorang wanita setidaknya mempunyai catatan tentang siklus menstruasinya selama 6 bulan (Wiknjosastro dkk, 2008).

4. Dismenorea

Dismenorea atau Dysmenorrhea berasal dari bahasa Yunani. Dys yang berarti sulit, nyeri, abnormal, meno berarti bulan, dan rrhea berarti aliran. Dismenorea berarti nyeri pada saat menstruasi. Hampir semua wanita mengalami rasa tidak enak pada perut bagian bawah saat menstruasi. Uterus atau rahim terdiri atas otot yang juga berkontraksi dan relaksasi. Pada umumnya kontraksi otot uterus tidak dirasakan, namun kontraksi yang hebat dan sering menyebabkan aliran darah ke uterus terganggu sehingga timbul rasa nyeri (Sukarni & Wahyu, 2013).

(16)

Dismenorea pada remaja umumnya adalah dismenorea primer yang terjadi pada usia kurang dari 25 tahun. Dismenorea sekunder umumnya terjadi pada wanita yang berusia lebih dari 25 tahun (Sukarni & Wahyu, 2013). Oleh karena itu, dalam penelitian ini peneliti memfokuskan pada dismenorea primer pada remaja di sekolah menengah pertama.

4.1. Penyebab dismenorea

Pelucutan (withdrawal) progesteron meningkatkan ekspresi siklooksigenase-2 (COX-2) yang dapat terinduksi untuk menyintesis prostaglandin dan menurunkan ekspresi 15-hidroksiprostaglandin dehidrogenase (PGDH), yang mendegradasi prostaglandin. Hasil bersihnya adalah peningkatan produksi prostaglandin oleh sel stroma disertai peningkatan kepadatan reseptor prostaglandin pada pembuluh darah dan sel-sel yang mengelilinginya (Cunningham et al, 2012).

Dismenorea disebabkan oleh adanya kontraksi miometrium yang dirangsang oleh prostaglandin F2(PGF2α) yang diproduksi dalam jumlah

banyak pada endometrium perempuan yang mengalami dismenorea sehingga menyebabkan kontraksi miometrium secara berlebihan dan iskemia uteri. Sebagian besar prostaglandin dilepas dalam 2 hari pertama siklus menstruasi, bersamaan dengan bertambahnya rasa yang tidak nyaman (Rudolph et al, 2006).

(17)

dismenorea, (2) faktor konstitusi seperti anemia, penyakit menahun, (3) faktor obstruksi kanalis servikalis. Pada wanita dengan uterus dalam hiperantefleksi dapat menyebabkan terjadinya stenosis kanalis servikalis sehingga menyebabkan dismenorea, (4) faktor alergi. Teori ini dikemukakan setelah memperhatikan adanya asosiasi antara dismenorea dengan urtikaria, migraine atau asma bronkhiale. Smith menduga bahwa sebab alergi adalah toksin haid.

Selain itu, faktor risiko penyebab dismenorea yakni menarchedini (kurang dari 11 tahun), tidak pernah melahirkan (nullipara), darah menstruasi yang banyak, merokok, riwayat nyeri menstruasi pada keluarga, dan obesitas (Morgan & Hamilton, 2009).

4.2. Gejala dismenorea

(18)

4.3. Intensitas dismenorea

Intensitas ringan yaitu terjadi sejenak, dapat pulih kembali, tidak memerlukan obat, rasa nyeri hilang sendiri, dan tidak mengganggu pekerjaan sehari-hari. Intensitas sedang dimana penderita memerlukan obat-obatan untuk menghilangkan rasa sakit, namun tidak perlu meninggalkan pekerjaannya sehari-hari. Intensitas berat dimana penderita merasakan rasa sakit yang hebat sehingga tidak mampu melakukan tugas harian, harus beristirahat, memerlukan obat dengan intensitas tinggi (Manuaba dkk, 2010) dan dapat disertai dengan gejala-gejala seperti sakit kepala, pingsan, diare, mual dan sakit perut (Manuaba, 1999).

4.4. Dampak dismenorea pada remaja

Referensi

Dokumen terkait

Adapun hasil wawancara yang kami dapatkan dilapangan yang langsung dengan atlit pencak silat yang pernah meraih emas di event kejuaraan nasional Nusa Tenggara Barat

Kadar bioetanol, glukosa, dan asam asetat dari TKKS menggunakan proses sakarifikasi fermentasi simultan dengan perlakuan awal NaOH dilanjutkan dengan iradiasi berkas

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor risiko yang meliputi riwayat merokok, mengunyah tembakau, menyirih, dan konsumsi alkohol pada pasien kanker rongga mulut di

 Menulis puisi berdasarkan gambar seri dengan pilihan kata yang

Switch: Si el host está conectado a un switch, y el puerto del switch está configurado como Full Duplex (o Auto negociación), entonces la NIC Ethernet del host elige Full Duplex..

Ringkasan Penelitian dilakukan dengan tu- juan untuk mengidentifikasi dan memban- dingkan keragaman jenis ektoparasit pada ikan mas (Cyprinus carpio) dan ikan mas- koki

Adapun judul penelitian ini adalah ”Tanggung jawab Huku m Pekerjaan Tukang Gigi Terhadap Konsumen Penerima Jasa. Tukang Gigi Di

Fungsi keanggotaan dalam kasus ini dinyatakan dengan [3 3 3 3 3 3 3] sesuai variabel dari data input penilaian pegawai terhadap kinerja yang terdiri dari tujuh