• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ketua : Drs. Agus Budihardjo, MA. Dibiayai oleh DIPA PTN. Nomor: 177/UN25.3.1/LT.6/2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Ketua : Drs. Agus Budihardjo, MA. Dibiayai oleh DIPA PTN. Nomor: 177/UN25.3.1/LT.6/2012"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

1

LAPORAN PENELITIAN

PROGRAM PENELITIAN DISERTASI DOKTOR

SUBERDANA DIPA PTN

TAHUN 2012

___________________________________________

Judul Penelitian : PEMBATASAN DAN LARANGAN PROMOSI

OLEH PEMERINTAH DAN PEMASARAN ROKOK

Ketua : Drs. Agus Budihardjo, MA

________________________________

Dibiayai oleh DIPA PTN

Nomor: 177/UN25.3.1/LT.6/2012

Tanggal: 1 Maret 2012

(2)

2

LAPORAN PENELITIAN

PROGRAM PENELITIAN HIBAH DISERTASI DOKTOR SUMBER DANA DIPA PTN

TAHUN 2012

Kategori : Sosial Tahun : 2012

Universitas : Jember

Nama Peneliti : Drs, Agus Budihardjo, MA.

___________________________________________________________________ 1. Keterangan Umum

1. Judul : Pembatasan dan Larangtan Promosi oleh Pemerintah dan Pemasaran Rokok

2. Dibiayai DIPA PTN

2.1.Nomor : 177/UN25.3.1/LT.6/2012 2.2.Tanggal 1 Maret 2012

3. Jumlah biaya penelitian Rp.38.500.000,-

4. Jangka waktu penelitian : 9 bulan ( 1 Maret 2012 sampai dengan 30 Nopember 2012)

5. Personalia penelitian:

No Nama peneliti & Gelar akademik

Bidang Keahlian Instansi 1. Drs. Agus Budihardjo, MA Ilmu Administrasi FISIP UNEJ 6. Lokasi Penelitian

No Alamat Pemilik/Pengelola

1 Nihil Nihil

dan atau

Desa Kecamatan Kabupaten/Kota Provinsi

- - Jakarta Surabaya Malang DKI Jakarta Jawa Timur Jawa Timur 7. Persiapan yang dilakukan:

1. Pengurusan ijin penelitian 2. Penyusunan kuesioner

3. Coaching kepada petugas lapangan 4. Uji coba kuesioner

5. Pengumpulan data lapangan 6. Pengolahan dan analisis data 7. Penyusunan Laporan

(3)

3 i 8. Keterangn khusus

8.1.Pengumpulan data dilakukan di tiga kota Malang, Surabaya dan DKI Jakarta. Pengumpulan data tidak banyak mengalami hambatan yang berarti.

8.2.Pemantauan terhadap penelitian dilakukan dengan menggunakan lokbook

8.3.Hambatan yang ditemukan ada beberapa responden yang enggan untuk menjawab pertanyaan, cara menanggulanginya dengan mencari responden baru.

8.4.Rencana jadwal selanjutnya adalah meneliti jawaban responden dan memperbaiki jawaban yang dirasa kurang atau meragukan dengan menanyai ulang kepada responden.

9. Biaya yang sudah dipergunakan pada penelitin ini 100% Uang yang diterima tahap I (70%) : Rp.26.950.000,- Uang yang diterima tahap II (30%) : Rp 11.550.000

Jember, 29 Nopembner 2012

Mengetahui: Ketua Peneliti Dekan FISIP Universitas Jember

Prof. Dr. Hary Yuswadi, MA. Drs. Agus Budihardjo, MA.

NIP 1952072719811031003 NIP. 195208141980031002

Menyetujui

Ketua Lembaga Penelitan UNEJ

Prof. Ir. Achmad Subagio, Magr, Ph.D .

NIP 196905171992011001

(4)

4

KATA PENGANTAR

Dengan mengucap puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa akhirnya laporan penelitian disertasi doktor dengan judul Pembatasan dan Larangan Promosi oleh Pemerintah dan Pemasaran Rokok ini dapat diselesaikan.

Ucapan terima kasih kami ucapkan kepada pihak- pihak yang sangat membantu dalam pengumpulan data terutama kepada para intervier dan interviewee yang berada di kota DKI Jakarta, Surabaya dan Malang besar peranannya dalam penelitian ini.

Demikian juga juga kepada pihak Direktorat Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia yang telah mempercayai kami dengan memberikan dana bantuan yang sangat untuk penelitian ini kami sampaikan terima kasih.

Selain itu ucapan terimakasih juga kami sampaikan kepada pihak Lembaga Penelitian Universitas Jember yang telah memperlancar penelitian ini serta kepada pihak-pihak yang tidak dapat kami sampaikan satu-persatu tak lupa kami sampaikan terimakasih.

Kami yakin laporan penelitian ini jauh dari sempurna, untuk itu segala kritik dan saran sangat kami harapkan guna penyempurnaannya.

Jember, 29 November 2012.

Peneliti,

Agus Budihardjo

(5)

5

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman pengesahan i

Kata pengantar iii

Daftar isi iv

Abtrak v

Bab I : Pendahuluan 1 Bab II : Tinjauan Pustaka 6 Bab III : Metode Penelitian 17

Bab IV : Hasil dan Pembahasan 20

Bab V : Kesimpulan dan Saran 58

Daftar Pustaka 65 Lampiran 1 : Daftar Pertanyaan

Lampiran 2 : Dokumentasi Penelitian

(6)

6

Pembatasan dan Larangan Promosi oleh Pemerintah dan Pemasaran Rokok

Oleh : Agus Budihardjo Abstrak

Bauran promosi merupakan aktivitas untuk mempengaruhi masyarakat agar terpengaruh untuk mau melihat, mencoba, mengkonsumsi dan menjadi pelanggan suatu produk tertentu. Dalam perjalanannya ternyata ada beberapa kendala yaitu Undang-undang, Peraturan Pemerintah, beberapa Peraturan Daerah, Fatwa MUI dan PP Muhammadiyah yang membatasi ruang gerak konsumen rokok. Penelitian ini berusaha untuk mengungkap factor-faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat konsumsi tersebut, apakah pembatasan dan larangan sebagaimana tertuang dalam berbagai peraturan yang dikeluarkan baik oleh pemerintah maupun organisasi sosial kemasyarakatan tersebut mempunyai penaruh pada tingkat konsumsi rokok

Kata-kata kunci: bauran pemasaran, pembatasn dan larangan, tingkat konsumsi

Abstract

Promotion Restriction and Prohibition by Government and Cigarette Marketing

By: Agus Budihardjo

Abstract

Mixed promotion is an activity to influence society in order to be affected to willingly see, try, consume and become customers of a particular product. In practice, there are factually some constraints; that is, Law, Government Regulation, some local regulations, and Fatwa (Islamic rules-based decisions on a particular thing) of MUI (Indonesian Ulema Council) and PP (Central Board) of Muhammadiyah which restrict the movement of consumers of cigarettes. This research attempts to explore any factors that influence the level of consumption, whether the restrictions and prohibitions stipulated in regulations issued by the government and social organizations provide an effect on the level of cigarette consumption.

Key words: Mixed marketing, restriction and prohibition, consumption level.

(7)

7

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Permasalahan

Industri rokok sudah cukup lama keberadaannya dan memberikan manfaat yang cukup besar terhadap perekonomian nasional, memberikan kontribusi melalui cukai rokok dan pajak lainnya, membuka lapangan pekerjaan yang sangat luas, menumbuhkan kehidupan sosial ekonomi yang sangat luas. Pada prinsipnya kehadiran industri rokok membawa manfaat yang besar bagi masyarakat pada umumnya, karena kehidupan ekonomi seperti pendapatan masyarakat, kehidupan sosial-budaya akan terangkat dengan pemberian lapangan pekerjaan tidak saja bagi buruh pabrik rokok tetapi juga industri ikutannya seperti petani dan pedagang tembakau dan cengkeh. Belum lagi kehidupan sosial-budaya lainnya seperti kehidupan berbagai macam olah raga dan kesenian telah berkembang.

Disamping segala kemanfaatan tersebut di atas, terdapat sekelompok masyarakat yang merasakan terganggu dengan keberadaan industri rokok ini dan produk tembakau, karena mereka merasa karena rokok dan tembakau dapat mengakibatkan gangguan kesehatan bagi anggota masyarakat. Pemerintah melalui berbagai kebijakan telah merespon kelhan dan keberatan sekelompok masyarakat dengan mengeluarkan Pemerintah Nomor 19 tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok dan Kesehatan serta Undang-undang RI nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, disamping berbagai Peraturan Daerah seperti Perda DKI dan Surabaya serta berbagai fatwa beberapa organisasi kemasayarakatan.

Namun demikian dalam masyarakat masih terjadi pendapat yang bertentangan antara kelompok masyarakat yang menghendaki industri rokok khusuanya dan produk tembakau atau masyarakat tembakau tetap dipertahankan karena menyangkut nasib sebagian besar masyarakat dan sekelompok anggota msyarakat yang menghendaki industri rokok dan masyarakat pertembakauan dibatasi bahkan kalau perlu dihapusklan sama sekali karena dianggap men ggangku kesehatan masyarakat.

Pertentangan semacam ini hingga kini masih menjadi issue yang cukup tajam dalam masyarakat. Oleh karena itulah perlu diatasi secara proporsianal, artinya kedua belah pihak yang bertikai dapat menyelesaikan secara arief dan bijaksana

(8)

8

1.2. Tujuan Penelitian

Tujuan khusus penelitian, setiap aktivitas tentu saja mempunyai tujuan yang jelas, demikian juga dalam kegiatan penelitian ini. Adapun tujuan umum penelitian ini adalah untuk mencari model alternatif inovasi komunikasi menggantikan promosi yang dilarang oleh pemerintah bagi industri rokok.

Selain tujuan umum seperti tersebut di atas, penelitian ini mempunyai tujuan khusus yaitu :

1. Mengetahui apakah pembatasan dan larangan promosi oleh pemerintah mempunyai dampak terhadap konsumen rokok.

2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi rokok. (diperlukan perubahan paradigma in side out menjadi out side in)

1.3. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat membawa manfaat bagi:

1. Dunia ilmu pengetahuan yaitu menambah pengayaan terhadap kajian teori-teori sebelumnya utamanya yang berkaitan dengan Administrasi Bisnis khususnya Teori Pemasaran

2. Manajemen industri rokok yaitu terutama untuk masukan positif dalam pengambilan keputusani terutama dalam menghadapi pembatasan dan larangan promosi oleh pemerintah bagi industri rokok..

3. Pemerintah yaitu sebagai masukan dalam pengambilan keputusan terutama kebijakan-kebijakan di bidang industri rokok.

1.4. Urgensi Penelitian

Pemelitian tentang Pembatasan dan Larangan Promosi oleh Pemerintah dan Pemasaran Rokok merupakan ide dan gagasan untuk menemukan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi rokok. Hal ini dianggap penting mengingat industri rokok sumbangannya terhadap perekonomian cukup besar bahkan tahun 2010 sudah mencapai di atas Rp. 50 trilyun melalui cukai rokok, belum lagi penyediaan lapangan kerja yang mencapai 600 ribu tenaga kerja, disamping kehidupan sosial ekonomi lainnya (Industri Rokok, Synopsis, 2010)

Tingkat konsumsi rokok memang cukup tinggi hal inilah yang perlu diketahui faktor-faktor apakah yang mempengaruhinya. Sementara itu faktor-faktor yang mempengaruhi itu antara lain menyangkut promosi, pembatasan promosi, tanggungjawab sosial perusahaan, perilaku konsumen. Padahal pembatasan promosi

(9)

9

juga sudah dilakukan baik melalu Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Daerah (seperti Di DKI, maupun Kota Surabaya) bahkan lewat fatwa-fatwa seperti fatwa Majelis Ulama Indonesia maupun fatwa Muhammadiyah.

Jumlah konsumsi rokok yang cukup tinggi ini menunjukkan bahwa industri rokok merupakan kebutuhan masyarakat yang tidak bisa diabaikan begitu saja. Indonesia merupakan negara dengan jumlah perokok terbesar ke tiga yaitu 65 juta setelah China 390 juta dan India 144 juta. (nusantaranews.wordpress.com,2009). Oleh karena itulah keadaan ini membawa implikasi yang cukup luas baik dari segi ekonomi, sosial, budaya, politik dan sebagainya.

Selain itu dalam perkembangannya industri rokok mulai diusik oleh kelompok masyarakat tertentu yang menganggap bahwa industri rokok mengakibatkan berbagai permasalahan dibidang kesehatan, antar lain berbagai gangguan kesehatan seperti beberapa penyakit sehinga muncul peringatan pada setiap bungkus rokok bahwa merokok dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi dan gangguan kehamilan dan janin melalaui Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2003 tentang Pengaman Rokok dan Kesehatan. Belum lagi pembatasan promosi diberbagai media terutama media elektronik berkenaan dengan jam tayang ataupun isinya juga dibatasi. Belum lagi media cetak berkaitan dengan iklan rokok tempatnyapun dibatasi disamping berbagai bentuk iklan juag dibatasi.

Melalui Undang-undang nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan telah membatasi ruang gerak perokok dengan melarang merokok di kawasan tertentu yaitu fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja dan tempat umum. Dengan demikian proses pembatasan atau larangan terhadap perokok pelan-pelan tapi pasti akan berlanjut, tetapi ak[pakah ini efektif ataukah tidak, itu yang menjadi persoalan. Didalam masyarakat terdapat dua kelompok yang berbeda dalam menanggapi persoalan ini. Satu kelompok masyarakat yang menghendaki industri rokok terus berkembang seperti industri-industri lainnya, sehingga pendapatan Negara melalui cukai rokok terjamin yang ini akan dipergunakan untuk membiayai berbagai pengeluaran Negara, disamping itu lapangan pekerjaan yang menghidupi ratusan ribu tenaga kerja dan keluarganya dapat terjamin, disamping kehidupan

(10)

10

sosial ekonomi lainnya, seperti berbagai macam even olah-raga, kegiatan seni-budaya, pendidikan melalui berbagai beasiswa dapat berlanjut.

Pada kelompok masyarakat lainnya yang menghendaki industri rokok dibatasi atau bahkan lebih ekstrem lagi industri rokok ditutup saja karena dapat mengganggu kenyamanan, kesehatan dan bahkan keselamatan. Ini semuanya merupakan pertentangan yang muncul dipermukaan dan jelas akan terus berlanjut dua pandangan yang nyaris tidak dapat dipertemukan ini. Bahkan pemerintah sendiri hingga kini belum meratifiksai Konvensi Kerengka Kerja Pengendalian Tembakau atau Framwork Convention on Tobacco Control, Indonesia merupakan satu-satunya Negara di Asia Tenggara bahkan Asia Pasifik yang beluim menandatangani FCTC, padahal sejak awal (selama kurun waktu 2000-2003) Indonesia termasuk Negara yang membidani dan menjadi contributor yang aktif bagi lahirnya dokumen tersebut. Alasan pemerintah belum menandatangani perjanjian tersebut adalah tingginya tingkat konsumsi rokok, Indonesia termasuk 5 negara produsen tembakau terbesar di dunia, cukai rokok mencapai 50 trilyun rupiah dan Indonesia memiliki 2.000 perusahaan rokok dengan memiliki pekerja ratusan ribu orang (Karbiyanto, 2007).

Oleh sebab itulah masih menjadi perdebatan yang cukup alot antara kelompok masyarakat tembakau baik kalangan industri rokok, petani tembakau dan cengkeh, maupun pelaku bisnis yang masih berkaitan dengan industri rokok lainnya, dengan kelompok masyarakat anti tembakau atau anti rokok yang terus melakukan kampanye anti rokok dengan alasan kesehatan. Ini merupakan problem yang cukup pelik dan serius untuk diselesaikan secara arif umntuk dicari jalan keluarnya

Dari uraian tersebut di atas jelaslah bahwa penelitian ini mempunyai keutamaan atau urgensi cukup jelas jelas yaitu masyarakat saat ini mengadapi persoalan pro dan kontra terhadap produk tembakau. Hal ini tentu tidak dapat dibiarkan terus menerus sebab akan menimbulkan ketegangan dan kalau dibiarkan dapat menimbulkan keresahan dalam masyarakat. Oleh karena itu harus diselesaikan dengan kearifan agar tidak terjadi pertentangn dan bahkan perselisihan antara warga msyarakat.

Oleh karena itulah pemerintah dalam menyikapinya harus dengan arif dan bijaksana tidak meniadakan yang satu dan memenangkan yang lain. Yang penting

(11)

11

bagaimana salah satu pihak dapat terus menjalankan usahanya dilainpihak terlindungi keselamatan dan terganggu kesehatannya. Sebab tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan.

(12)

12

II TINJAUAN PUSTAKA

Bab 2 Tinjauan Pustaka ini akan dipaparkan secara lugas dan detail poin-poin utama tentang landasan teori yang berhubungan dengan konsepsi promosi, tanggungjawab sosial perusahaan, perilaku konsumen, tingkat konsumsi, inovasi promosi, dan regulasi promosi rokok. Paradigmatis konsepsi-konsepsi mengenai aspek teoritis perlu diketengahkan untuk menjadi sandaran dalam melakukan peneliti ini.

Teori merupakan pernyataan yang bersifat universal, dan dapat dipergunakan sebagai dasar untuk pembahasan dan analisis. Sebagaimana di dalam pembahasan dan analisis ini ada beberapa teori yang berkaitan erat dengan masalah-masalah yang sedang dihadapi.

2.1. Teori dan Pandangan Pemasaran

Eksistensi aktivitas pemasaran adalah aspek penting dalam koridor proses manajemen. Secara konseptual pemasaran dapat diartikulasikan sebagai suatu proses sosial dan manajerial yang didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan dan mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain (Kotler, 1997). Pada paparan pemikiran yang lain Stanton (1995) lebih menekankan bahwa konsepsi pemasaran meliputi keseluruhan sistem yang berhubungan dengan kegiatan-kegiatan usaha yang bertujuan

merencanakan, menentukan harga, hingga mempromosikan dan

mendistribusikan barang-barang atau jasa yang akan memuaskan kebutuhan pembeli, baik yang aktual maupun yang potensial. Pengertian yang dikemukakan berikut ini barangkali sedikit lebih moderat yaitu aktifitas strategis dan suatu disiplin yang berfokus pada tujuan akhir untuk mendapatkan lebih banyak pelanggan untuk lebih serang mambeli produk sehingga perusahaan menghasilkan lebih banyak uang (Zyman, 2000).

Pengunaan bahasa pemasaran pada dasarnya adalah proses untuk berhasilnya suatu produk sampai ke tangan konsumen, oleh karenanya memiliki strategi yang harus dijalankan yaitu apa yang disebut bauran pemasaran. Secara konsepsional bauran pemasaran merupakan paduan strategi produk, distribusi, promosi, dan penentuan harga yang bersifat unik

(13)

13

yang dirancang untuk menghasilkan pertukaran yang saling memuaskan dengan pasar yang dituju (Lamb dan Daniel, 2001).

Preposisi di atas memberikan justifikasi bahwasanya berkaitan dengan kualitas produk menuntut produsen mencermati detail bentuk dan model sesuai dengan selera dan mencocokkan cita rasa produk sesuai dengan konsumen. Namun demikian determinan penting yang harus dicermati adalah fluktuasi harga, sebab komponen harga akan memiliki kaitan langsung dengan variabel biaya produksi. Dengan kata lain barang yang berkualitas tinggi tentu harganya akan menyesuaikan, atau tidak ada barang yang berkualitas tinggi harganya murah.

Bauran pemasaran merupakan alat pemasaran yang terdiri dari produk, harga, saluran distribusi dan promosi untuk mendapatkan respon dan sekaligus memuaskan konsumen.

Pemahaman tentang bauran pemasaran ini penting agar terdapat kesamaan pandangan dalam praktek aktivitas pemasaran. Per teori dapat dikatakan bahwa bauran pemasaran ini diharapkan setiap produk yang dihasilkan oleh produsen dapat diterima konsumen. Oleh karenanya dalam hal ini secara konsepsional produk adalah semua yang dapat ditawarkan kepada pasar untuk diperhatikan, dimiliki, digunakan atau dikonsumsi yang dapat memuaskan keinginan atau kebutuhan pemakainya (Kotler dan Amstrong, 2003).

2.1. Promosi

Keberandaan suatu perusahaan sebagai entitas bisnis bertujuan untuk mendapatkan keuntungan dari aktivitas bisnisnya. Oleh karenanya proses produksi oleh suatu perusahaan dioptimalisasi sesuai perencanaan kebutuhan pasar sehingga penawaran produknya di pasar dapat terabsorpsi oleh pengguna (konsumen). Secara persuasif ini menunjukkan bahwa aktivitas produksi perusahaan berkaitan dengan upaya optimalisasi proses pemasarannya, sehingga konsumen dapat memperoleh produk yang diinginkannya secara mudah. Pada titik ini maka aktivitas promosi menjadi sangat penting.

Secara definitif diartikan bahwa promosi merupakan aktivitas perusahaan untuk memberikan akses informasi pasar/produk dan secara

(14)

14

persuasif berusaha mempengaruhi calon konsumen potensial untuk mau membeli produk yang dihasilkan. Pada konsepsi ini maka makna promosi menjadi lebih terspesifikasi menjadi bauran promosi. Paparan yang lebih lugas mengenai bauran pemasaran diketengahkan oleh Kotler dan Amstrong (2002) bahwasannya ramuan khusus yang terdiri dari promosi penjualan, periklanan, tenaga penjualan, kehumasan dan pemasaran langsung yang digunakan perusahaan untuk mencapai tujuan, yang biasa disebut bauran promosi atau promotion mix. Pemaknaan bauran pemasaran ini dalam teori dan prakteknya telah popular baik dikalangan praktisi atau pelaku bisnis maupun para akademisi.

Sehubungan dengan faktor sosial, yang akan diteliti hubungannya dengan pembentukan citra remaja terhadap rokok, dalam studi penelitian ini adalah: Kelompok Referensi. Menurut Kotler, citra konsumen terhadap suatu produk tertentu akan sangat dipengaruhi oleh kelompok referensi yakni kelompok yang mempunyai pengaruh langsung atau tidak langsung terhadap sikap dan perilaku orang tertentu (Kotler, 2002). Meskipun diberi istilah kelompok, namun tidak menutup kemungkinan bahwa panutan seseorang terhadap suatu subyek individu misalnya: bintang film, Presiden dan sebagainya dapat dianggap sebagai kelompok referensi, yaitu interaksi langsung maupun tidak langsung yang terjadi antara dua atau lebih (Engel dan Kollat, 1999).

Selanjutnya dalam kaitannya dengan masalah pengaruh terhadap individu dalam hal perilaku dapat dijelaskan berikut ini. Kelompok-kelompok yang memiliki pengaruh langsung terhadap seseorang yaitu (Lamb dan Daniel, 2001):

Jadi kelompok referensi adalah kelompok yang menjadi ukuran seseorang untuk membentuk sikap dan perilakunya. Dengan demikian kelompok referensi ini pulalah yang akan mempengaruhi perilaku konsumen dalam pembelian selanjutnya konsumen yang cenderung berpanut pada kelompok referensi tertentu relatif akan melakukan pola pembelian yang hampir sama dengan pola pembelian kelompok referensinya, sehingga dapat dikatakan bahwa pengaruh kelompok referensi dalam membentuk perilaku konsumen yang berawal dari pembentukan citra mengenai suatu produk menjadi salah satu

(15)

15

perhatian utama produsen dalam rangka menggerakkan pembelian produk-produknya.

Sehubungan dengan faktor budaya yang akan diteliti disini yaitu klas sosial yang diuraikan Kotler sebagai bagian yang relatif homogen dan selalu ada didalam suatu masyarakat yang tersusun secara hierarki dan yang para anggotanya memiliki kepentingan dan perilaku yang sama. Di dalamnya termasuk pemilikan prestise, harga diri, kepercayaan, sikap serta nilai-nilai yang hampir sama yang mereka ekspresikan dalam cara berpikir dan berperilaku mereka.

Keberadaan faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi pembentukan citra konsumen rokok lebih lanjut akan berinteraksi dengan faktor-faktor internal konsumen. Faktor-faktor internal itu disebut faktor personal yang dalam studi penelitian ini hanya akan diambil beberapa faktor yang diasumsikan erat hubungannya dengan citra terhadap rokok. Faktor-faktor itu adalah a) motivasi dan b) konsep diri (Kotler dan Amstrong, 2001).

Citra yang terbentuk didorong oleh kebutuhan, dimana selanjutnya kebutuhan tersebut menjadi kerangka acuan yang menimbulkan motif untuk bersikap dan berperilaku. Jadi kebutuhan dan motivasi adalah dua hal yang sulit untuk dilepaskan, artinya meskipun kebutuhan menjadi hakekat setiap manusia namun bila tidak ada motivasi yang mendorong untuk bersikap dan berperilaku tertentu. Kebutuhan menurut Kotler adalah suatu keadaan yang dirasakan ingin diperoleh oleh seseorang yakni suatu keadaan merasa kehilangan dalam diri seseorang (Kotler, 1998), sedangkan motif menurut Walters (1991) adalah keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai suatu tujuan, jadi motif adalah alasan mengapa seseorang itu bertingkah laku. Pengertian motif selalu diarahkan pada suatu tujuan untuk mendapatkan imbalan dalam bentuk kepuasan.

Dalam hubungannya dengan perilaku konsumen penting kiranya untuk mengetahui alasan-alasan atau motif yang menyebabkan seseorang konsumen membeli produk atau menolak suatu produk. Banyak klasifikasi yang diajukan oleh para ahli sehubungan dengan motif pembelian namun secara umum dapat

(16)

16

disimpulkan bahwa pembelian pada dasarnya dibagi atas (Peter dan Olson, 2000):

Selain itu industri rokok juga penghasil bea cukai yang cukup besar bagi pemerintah. Oleh karena itu sebagai salah satu industri yang cukup penting tentunya industri rokok perannya tidak dapat diabaikan. Industri rokok harus dibina dan diupayakan perkembangannya mengingat perannya dalam penyedia tenaga kerja yang cukup potensial disamping sebagai penghasil penerimaan negara yang cukup besar.

Industri rokok dalam upaya meningkatkan usahanya tentunya melakukan berbagai upaya agar produknya agar terus berkembang berarti usaha untuk meningkatkan jumlah pelanggan harus diupayakan dengan berbagai cara. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah melakukan promosi, baik melalui iklan, promosi penjualan, penjualan personal, maupun hubungan masyarakat.

Promosi penjualan sebagai unsur utama dalam kampanye pemasaran adalah berbagai kumpulan alat insentif yang sebagian besar berjangka pendek, yang dirancang untuk merangsang pembelian produk atau jasa tertentu dengan lebih cepat dan lebih besar oleh konsumen atau pedagang. Kalau periklanan menawarkan alasan untuk membeli, promosi penjualan menawarkan insentif untuk membeli. (Blattberg dan Nelsin, 1990; Kotler dan Keller, 2006).

Periklanan adalah segala bentuk presentasi nonpribadi dan promosi gagasan, barang atau jasa oleh sponsor tertentu dan harus dibayar. Iklan dapat merupakan cara yang berbiaya efektif guna menyebarkan pesan, apakah untuk membangun preferensi merek atau untuk mendidik orang. Sementara itu tujuan iklan merupakan suatu tugas komunikasi tertentu dan tingkat pencapaiannya harus diperoleh pada audiens tertentu dalam kurun waktu tertentu (Kotler dan Keller 2007; Colley, 1961).

Hubungan masyarakat meliputi berbagai program yang dirancang untuk mempromosikan atau melindungi citra perusahaan atau masing-masing produknya. Perusahaan yang bijaksana mengambil langkah-langkah konkrit untuk mengelola hubungan yang berhasil dengan masyarakat-masyarakat

(17)

17

utamanya. Kebanyakan perusahaan memiliki departemen hubungan masyarakat yang memantau sikap masyarakat organisasi tersebut dan membagikan informasi dan komunikasi untuk membangun kehendak yang baik.

Pemasaran langsung adalah penggunaan saluran-saluran langsung-konsumen untuk menjangkau dan menyerahkan barang dan jasa kepada pelanggan tanpa menggunakan perantara pemasaran. Pemasar langsung mencari tanggapan yang dapat diukur, khususnya pesanan pelanggan. Pemasaran langsung adalah salah satu jalur pertumbuhan tercepat untuk melayani pelanggan.

Bentuk asli paling tua dari pemasaran langsung adalah kunjungan penjualan lapangan. Saat ini kebanyakan perusahaan industri sangat mengandalkan tenaga penjualan profesional untuk melokalisasikan calon, mengembangkan konsumen menjadi pelanggan dan menumbuhkan bisnis

Penjualan pribadi sebagai wujud nyata dari penjualan langsung memandang bahwa pelanggan memiliki kebutuhan yang tersembunyi yang menetapkan peluang dan bahwa mereka akan loyal terhadap penjual yang dapat menganalisis kebutuhan mereka dan yang menempatkan kepentingan jangka panjang mereka dalam hati. Oleh karena itu maka penjualan langsung menjadi penting karena menekankan pendekatan pribadi yang mempunyai sifat-sifat yang beragam dan tentunya memerlukan pendekatan khusus.

2.3. Pembatasan Promosi

Kampanye anti rokok berupa himbauan atau peringatan terhadap masyarakat merupakan bentuk kepedulian masyarakat khususnya kelompok masyarakat peduli terhadap kesehatan masyarakat, bahkan semua produk rokok wajib mencantumkan peringatan itu seperti “merokok dapat menyebabkan serangan jantung, kanker, impotensi dan gangguan kehamilan dan janin”. Diharapkan dengan adanya kampanye itu jumlah perokok menjadi menurun tetapi nyatanya produk rokok justru semakin meningkat. Ini menunjukkan bahwa jumlah perokok semakin meningkat indikasinya dengan semakin meningkatnya jumlah produksi rokok. Oleh karena itu perlu dipertanyakan dengan efektivitas kampanye anti rokok tersebut atau justru menjadi semakin meningkat jumlah perokok artinya semakin dilarang justru akan semakin

(18)

18

bertambah orang merokok, lebih-lebih ini akan menyangkut kenikmatan yang dirasakan bagi penghisapnya.

Relasi empiris dan teoritis yang dapat disenyawakan dalam konten pendapat Kotler dan Keller (2007) menjurus pada preposisi bahwa promosi dapat meningkatkan konsumsi perlu dipertanyakan lebih jauh. Sebab yang terjadi dengan melihat kenyataan yang terjadi di dalam masyarakat maka dengan adanya pembatasan promosi justru meningkatkan jumlah konsumsi. Bauran promosi inilah yang perlu dikaji lebih jauh tentang pengaruh pembatasan promosi terhadap konsumsi atau konkritnya pembatasan promosi justru menunjukkan tingkat konsumsi rokok meningkat.

Pemerintah melalui berbagai kebijakan telah mengeluarkan Undang-undang maupun Peraturan Pemerintah telah berusaha untuk membatasi ruang gerak industri rokok misalnya dengan telah dikeluarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan. Dalam pasal 8 ayat 1 dan 2 menyatakan bahwa Peringatan kesehatan pada setiap label harus berbentuk tulisan ; Tulisan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 berupa “ merokok dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi dan gangguan kehamilan dan janin. Jelas bahwa peringatan tersebut dimaksudkan untuk membatasi paling mencegah orang mengkonsumsi rokok dengan pertimbangan kesehatan, namun dalam kenyataannya peringatan tersebut banyak diabaikan oleh konsumen rokok dan dianggap angin lalu. Ini menunjukkan bahwa peringatan tersebut kurang mendapatkan perhatian atau dianggap angin lalu.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa kontroversial, melalui Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI ke III, 24 – 25 Januari 2009 di Sumatra Barat ditetapkan bahwa merokok adalah haram bagi anak-anak, ibu hamil, dan dilakukan di tempat-tempat umum. Sebagai bentuk keteladanan, diharamkan bagi pengurus MUI untuk merokok dalam kondisi yang bagaimanapun. Alasan pengharaman ini karena termasuk perbuatan mencelakakan diri sendiri.

Dengan fatwa ini, para ulama dan kiai pesantren terlibat pro dan kontra. Beberapa guru besar agama Islam dan ulama termasuk MUI daerah menolak pengharaman itu. Bahkan Institute For Economics Studies (ISES) Indonesia

(19)

19

menyelenggarakan pertemuan tandingan yang diikuti para ulama kontra fatwa MUI, para buruh perusahaan rokok, dan petani tembakau, di Padang Panjang. Mereka meminta pencabutan fatwa MUI tersebut, karena dikhawatirkan akan menghancurkan ekonomi masyarakat yang menyandarkan hidupnya pada bisnis tembakau ini.

Terakhir Pengurus Pusat Muhammadiyah mengeluarkan fatwa merokok adalah kegiatan haram bagi umat Islam. Fatwa bertanggal 7 Maret 2010 itu disosialisasikan kepada publik sejak 9 Maret 2010. Berbeda dengan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), fatwa haram yang dikeluarkan Muhammadiyah itu tanpa batas usia tertentu. Keputusan yang dituangkan dalam fatwa No. 61/SM/MTT/III/2010 itu menggunakan pertimbangan dasar dalam Al-Quran dan Hadis serta pertimbngan sebab akibat. Secara ringkas merokok terbukti sebagai upaya menyakiti dan membahayakan diri sendiri secara perlahan. Merokok juga menimbulkan mudarat untuk orang lain serta tindak pemborosan yang mubazir.

Beberapa daerah bahkan secara formal melalui Peraturan Daerah juga sudah mulai muncul seperti Perda DKI Jakarta Nomor 75 thn 2005 tentang Kawasan Dilarang Merokok. Pelarangan itu meliputi: tempat umum, tempat kerja, tempat proses belajar mengajar, tempat pelayanan kesehatan, arena kegiatan anak-anak, tempat ibadah, angkutan umum. Namun demikian bagi perokok juga masih diberi ruang gerak yaitu tempat khusus atau kawasan merokok.

Pemerintah Kota Surabaya juga mengeluarkan Perda Nomor 5 Tahun 2008 tentang kawasan tanpa rokok dan kawasan terbatas merokok. Perda yng mengatur tentang kawasan tanpa rokok yang meliputi : sarana kesehatan, tempat proses belajar mengajar, arena kegiatan anak, tempat ibadah dan angkutan umum, Selanjutnya kawasan terbatas merokok meliputi: kawasan umum dan tempat kerja.

Selanjutnya Pemerintah melalui Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan juga telah membatasi ruang gerak perokok dengan melarang merokok di kawasan tertentu yaitu: fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja dan tempat umum. Dengan

(20)

20

demikian proses pembatasan atau pelarangan terhadap perokok pelan-pelan tapi pasti akan berlanjut, tapi apakah efektif ataukah tidak itu yang menjadi persoalan.

2.4. Tanggungjawab Sosial Perusahaan

Dinamika konsepsional Tanggungjawab Sosial Perusahaan yang lebih dikenal dengan Corporate Social Responsibily (CSR) mengalamai siklus pasang sehingga memunculkan perdebatan ilmiah yang cukup menarik. Meski demikian untuk menarik menjadi sebuah definisi yang baku dan standar masih belum tercapai hingga saat ini, sehingga secara verikatif ilmiah belum memiliki sebuah definisi standar berdasarkan seperangkat kriteria spesifik yang diakui secara penuh oleh pihak-pihak yang terlibat didalamnya. Lazimnya CSR diterapkan kepada perusahaan-perusahaan yang beroperasi dalam konteks ekonomi global, nasional, maupun lokal. Komitmen dan aktivitas CSR pada intinya merujuk pada aspek–aspek perilaku perusahaan (firm’s behavior), termasuk kebijakan dan program perusahaan yang menyangkut dua elemen kunci (Suharto, 2008):

1. Good corporate governance: etika bisnis, manajemen sumberdaya manusia, jaminan social bagi pegawai, serta kesehatan dan keselamatan kerja.

2. Good corporate responsibility: pelestarian lingkungan, pengembangan masyarakat (community development) perlindungan hak azasi manusia, perlindungan konsumen, relasi dengan pemasok, dan penghormatan terhadap hak-hak pemangku kepentingan lainnya. Kegiatan CSR yang dilakukan saat ini juga sudah mulai beragam, disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat setempat berdasarkan needs

assessment . Mulai dari pembangunan fasilitas pendidikan dan kesehatan,

pemberian pinjaman modal bagi UKM, social forestry, penangkaran kupu-kupu, pemberian beasiswa, penyuluhan HIV/AIDS, penguatan kearifan lokal dan sebagainya.

Namun (Wibisono 2007) mengatakan pendapat yang berbeda tentang CSR yaitu : Corporate social responsibility kemudian menjadi salah satu bentuk inovasi pengembangan hubungan antara perusahaan dan masyarakat, baik masyarakat sebagai konsumen maupun sebagai lingkungan eksternalnya. Perkembangan CSR yang demikian lebih dilandasi pada nilai dan standar

(21)

21

konsekuensi moral terhadap kehidupan sosial yang terkait dengan beroperasinya sebuah perusahaan dalam suatu masyarakat. Nampaknya pengertian CSR tersebut masih menjadi perdebatan yang tidak pernah bertemu.

2.5. Perilaku Konsumen

Pada dasarnya yang mendasari perilaku adalah sikap seseorang dalam memandang fenomena atau gejala tertentu. Sementara itu yang dimaksud dengan perilaku sebagaimana dikatakan (Engel dan Miniar, 1994) perilaku konsumen sendiri merupakan tindakan-tindakan individu yang secara langsung terlibat dalam usaha memperoleh, menggunakan dan menentukan produk dan jasa, termasuk proses pengambilan keputusan yang mendahului dan mengikuti tindakan-tindakan tersebut.

Terdapat 2 faktor utama yang mempengaruhi perilaku konsumen, yaitu faktor sosial budaya yang terdiri atas kebudayaan, budaya khusus, kelas sosial, kelompok sosial dan referensi keluarga. Faktor yang lain adalah faktor psikologis yang terdiri atas motivasi, persepsi, proses belajar, kepercayaan dan sikap. Selanjutnya perilaku konsumen tadi sangat menentukan dalam proses pengambilan keputusan membeli yang tahapnya dimulai dari pengenalan masalah yaitu berupa desakan yang membangkitkan tindakan untuk memenuhi dan memuaskan kebutuhannya.

Tahap berikutnya adalah tahapan keputusan pembelian dan diakhiri dengan perilaku sesudah pembelian yang berakhir pada kondisi memilih yaitu membeli atau tidak membeli lagi. Ini sangat tergantung pada tingkat kepuasan yang didapat dari pengalaman membeli dan mengkonsumsi produk atau jasa tersebut.

2.6. Tingkat Konsumsi

Tujuan akhir pemasaran pada hakekatnya adalah bagaimana mengubah pembeli potensial menjadi pembeli aktual, dan pembeli aktual menjadi pelanggan yang loyal terhadap suatu produk. Untuk menjadikan pelanggan yang loyal tidaklah mudah dan memerlukan proses yang panjang.

Loyalitas pelanggan berarti komitmen pelanggan bertahan secara mendalam untuk berlangganan kembali atau melakukan pembelian ulang produk atau jasa terpilih secara konsisten dimasa yang akan datang, meskipun pengaruh situasi dan usaha-usaha pemasaran mempunyai potensi untuk perubahan

(22)

22

perilaku. (Oliver dalam Hurriyati, 2005). Konsumen akan tetap komitmen sebagai pelanggan apabila konsumen memperoleh kepuasan. Kepuasan disini adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang berasal dari perbandingan antara kesannya terhadap kinerja (atau hasil) suatu produk dan harapan-harapannya. (Kotler, 1997).

Sebagaimana diketahui bahwa membangun kepuasan pelanggan sebagai usaha untuk menciptakan loyalitas pelanggan bukanlah perkara mudah. Saat pelanggan menilai kepuasannya berdasarkan kinerja perusahaan misalnya, penyerahan barang perlu menyadari bahwa pelanggan beragam dalam cara mendefinisikan penyerahan barang yang baik. Hal ini dapat berarti penyerahan yang lebih awal, tepat waktu, lengkap dan sebagainya. Namun jika perusahaan harus menyebutkan setiap unsur dengan rinci, para pelanggan akan menghadapi daftar pertanyaan yang banyak. Perusahaan juga harus menyadari bahwa dua pelanggan dapat melaporkan “kepuasan tinggi” dari sebab yang berbeda. Salah satu mungkin mudah dipuaskan dan yang lainnya mungkin sukar disenangkan tetapi merasa senang pada saat ini.

(23)

23

BAB III. METODE PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian

Bagan penelitian utuh dengan pentahapan yang jelas, mulai dari mana, bagaimana luarannya dan indikator capaian yang terukur.

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini pada hakekatnya menggunakan jenis penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif dengan metode survei yaitu dengan mengambil sampel dari suatu populasi. Instrumen penelitian berupa daftar pertanyaan atau kuesioner baku yang telah dipersiapkan terlebih dahulu,

Sementara itu penelitian ini menggunakan pola eksplanasi atau explanatory yaitu penelitian yang bermaksud menjelaskan kedudukan variabel-variabel yang diteliti serta hubungan dan pengaruh antara satu variabel dengan variable yang lain (Sugiyono, 2002)

Perlu dijelaskan disini bahwa penelitian ini bermaksud untuk menjelaskan hubungan antara promosi, pembatasan promosi, tanggungjawab sosial perusahaan, Perilaku konsumen dan Loyalitas Konsumen. Disamping unntuk menjelaskan apakah kebijakan untuk menumbuhkan kelembagaan baru khususnya kelembagaan promosi efektif atau tidak.

2. Ruang Lingkup Penelitian

Seperti dijelaskan didepan bahwa penelitian dengan pendekatan kuantitatif ini ruang lingkupnya dibatasi sebagai berikut:

Lokasi penelitian ini adalah DKI Jakarta, Surabaya, dan Malang. Pemilihan kedua kota tersebut yaitu DKI Jakarta dan Surabaya berdasarkan pertimbangan bahwa kedua kota tersebut telah menetapkan Peraturan Daerah tentang Pembatasan Merokok, disamping termasuk kota yang sangat pluralistik. Untuk pemilihan Malang berdasarkan pertimbangan bahwa kota tersebut merupakan kota yang belum mengeluarkan Peraturan Daerah tentang Pembatasan Merokok dan kota tersebut merupakan kota yang cukup besar industri rokoknya

4. Populasi dan Sampel

Untuk penelitian dengan pendekatan kuantitatif ini, populasinya adalah seluruh perokok aktif yang ada di wilayah DKI Jakarta, Surabaya, dan Malang. Jumlah sampel penelitian ini adalah 300 orang perokok aktif yang ditentukan

(24)

24

dengan teknik proportional random sampling berdasarkan jumlah penduduk yaitu untuk DKI Jakarta 200 orang, Surabaya 70 orang , dan Malang 30 orang. Perlu diketahui bahwa untuk menjaga agar sebaran responden lebih terwakili maka ditetapkan 50% dari kalangan perkantoran dan 50% dari kalangan masyarakat umum.

Adapun kegiatan penelitian secara rinci dapat dilihat pada bagan berikut:

Tabel 3.1. Jadwal Kegiatan

No Kegiatan Bulan Ke Luaran & Indikator 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Capaian 1 Persiapan, Urus ijin & coaching tenaga lapangan 1 X Ijin di dapat & Tenaga lap. terlatih 2 Pengumpulan data X xX X X Data terkumpul

3 Pengolahan data X Data

terolah 4 Analisis data X X Analisis data selesai 5 Penulisan Laporan X X Laporan penelitian selesai 6 Seminar & Publikasi Jurnal X Seminar & jurnal siap Variabel Penelitian

Variabel adalah konsep yang diberi lebih dari satu nilai (Hagul dkk, dalam Singarimbun dan Effendi, 1986). Ini menunjukkan bahwa suatu variabel harus memiliki lebih dari satu nilai agar bisa diukur.

Identifikasi variabel menjadi penting artinya utamanya untuk memperjelas atribut penelitian. Menurut Sugiyono variabel penelitian adalah suatu atribut, sifat atau nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2002).

(25)

25

Adapun unsur-unsur definisi operasional variabel dalam penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Variabel dependen : adalah variabel-variabel yang tidak disebabkan oleh variabel-variabel lain dalam model. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah tingkat konsumsi.

2. Variabel independen : adalah faktor-faktor yang diprediksi dengan satu atau lebih dari satu variable yang lain. Adapun variable independen dalam penelitian ini adalah: Promosi, Pembatasan Promosi, Tanggungjawab Sosial Perusahaan, Perilaku Konsumen

3.1. Gambar Model Analisis

H2 H8 H9 H3 H5 H1 H4 H6 H10 PROMOSI (X1) PERILAKU KONSUMEN (X4) TINGKAT KONSUMSI (Y) PEMBATASAN PROMOSI (X2) TGGJAWAB SOSIAL PERUSAHAAN (X3)

(26)

26

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian dan pembahasan akan membahas tentang sampel penelitian, analisis deskriptif, temuan penelitian, pembahasan hasil penelitian. Mengenai uraian lebih lanjut dapat dikuti uraian berikut.

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Penelitian tentang Inovasi Promosi bagi Pemasaran Rokok ini mengambil lokasi di Jakarta, Surabaya, Malang dan Kudus khusus yang menggunakan analisis Structural Equition Method (SEM). Pemilihan daerah penelitian ini berdasarkan atas pertimbangan di 2 kota pertama telah mengeluarkan Peraturan Daerah tentang kawasan dilarang merokok ( yaitu Perda DKI nomor 75 tahun 2005 tentang Larangan Merokok dan Perda Kota Surabaya nomor 5 tahun 2008 tentang Kawasan Tanpa Rokok) dan 2 kota kedua belum mengeluarkan Perda tentang larangan merokok dikawasan tertentu. Namun demikian secara empiris perbedaan ini akan memberi gambaran secara arbriter dan lugas atas tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini yaitu ingin mengetahui kondisi dan faktor-faktor determinan yang mempengaruhi pengambilan keputusan untuk mengkonsumsi rokok. Kenyataan akan masalah ini maka jelas bahwa jumlah populasi yang infinite maka pengambilan sampel perlu dilakukan. Dengan mempertimbangkan masalah ini maka secara proporsional berdasarkan jumlah pengkonsumsi rokok maka penelitian ini hanya mengunakan sebanyak 300 responden

4.2. Karakteristik Responden

Sebagaimana diketahui bahwa responden terbagi dalam 2 kelompok. Untuk responden kelompok I ini dapat dideskripsikan sebagai berikut :

4.2.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

Jiika dilhat dari segi usia dari 300 responden tersebar dari usia 16 tahun sampai dengan 65 tahun yang terinci dapat dilihat dalam tabel berikut ini.

(27)

27 Tabel 1. Usia Responden

No Usia (tahun) Frekuensi Prosentase

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 16 – 20 21 – 25 26 – 30 31 – 35 36 – 40 41 – 45 46 – 50 51 – 55 56 – 60 61 – 65 53 119 27 17 33 27 14 4 5 1 17,67 39,67 9,00 5,67 11,00 9,00 5,67 1,33 1,67 0,33 Jumlah 300 100

Usia 21 sampai dengan 25 menduduki urutan pertama yaitu 119 responden atau 39,67% disusul usia 16 sampai dengan 20 tahun yaitu sebesar 53 respondenn atau 17,67% dan usia 36 sampai dengan 40 tahun yaitu sebesar 33 responden atau 11%. Dilihat dari sudut usia maka sebagian besar responden perokok aktif berusia muda. Dari data tersebut dapat dilihat mean adalah 30, sedangkan median adalah 22 dan modus adalah 119. Dengan demikian melihat jumlah perokok pada usia muda cukup besar maka dimasa mendatang jumlah perokok akan bertambah. 4.2.2 Jenis Kelamin Responden

Jika dilihat dari jenis kelamin maka, dari 300 responden sebagian besar merupakan responden laki-laki dan hanya sebagian kecil merupakan responden perempuan. Hal itu bias dimaklumi berdasarkan kebiasaan bahwa yang biasa merokok adalah laki-laki sedangkan wanita dianggap oleh sebagian orang tidak lazim untuk merokok (Fauzi, 2010) Secara rinci dapat dilihat pada tabel berikut ini.

(28)

28 Tabel 2. Jenis Kelamin Responden

No Jenis kelamin Frekuensi (orang) Prosentase

1 2 Laki – laki Perempuan 289 11 96,3 3,7 Jumlah 300 100

Sumber ; Data primer diolah 2012.

Dari data tersebut diketahui nilai meannya adalah 150 sedang median adalah 150 dan modusnya adalah 289.

4.2.3. Pendidikan Responden

Dilihat dari tingkat pendidikan responden perokok maka terdapat disemua tingkatan pendidikan namun yang paling banyak adalah di tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Atas. Dari sini dapat diduga bahwa tingkat pendidikan terutama tingkat menengah merupakan factor yang dominan mengingat pendidikan dapat dipandang sebagai unsure pemahaman terhadap komoditi rokok. Secara rinci tentang tingkat pendidikan respinden dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 3. Tingkat Pedidikan Responden

No Tingkat Pendidikan Frekuensi (orang) Prosentase

1 2 3 4 5 6 7 SD SLTP SLTA Diploma S1 S2 S3 9 28 158 20 46 27 12 3,00 9,33 52,66 6,66 15,33 9,00 4,00 Jumlah 300 100

Sumber : Data primer diolah 2012

Jadi, mean adalah 42,85 sedangkan median adalah 27 dan modus adalah 158. 4.2.4. Status Responden

Dari seluruh responden sebagian besar belum menikah disusul sudah menikah dan hanya sedikit saja yang berstatus janda atau duda. Ini kemungkinan mereka yang belum menikah lebih leluasa mengelola keuangannya dibanding

(29)

29

dengan sudah menikah. Secara rinci tentang status responden dapat dilihat pada tabel berikut

Tabel 4. Status Responden

No Status Frekuensi (orang) Prosentase

1 2 3 Belum menikah Menikah Janda/duda 190 108 2 63,3 36 0,7 Jumlah 300 100

Sumber : Data primer diolah 2012

Dari data tersebut diketahui bahwa meannya adalah 100 sedangkan median adalah 108 dan modus adalah 190.

4.2.5. Agama Responden

Agama responden pada umumnya Islam hal ini sesuai dengan mayoritas penduduk Indonesia. Jelas bahwa mengingat jumlah penduduk sebagian besar penduduk Indonesia adalah Islam sudah barang tentu ini berpengaruh terhadap jumlah perokoknya. Secara rinci distribusi responden menurut agamanya dapat dilihat pada tabel berikut ini

Tabel 5. Agama Responden

No Agama Frekuensi (orang) Prosentase

1 2 3 4 5 Islam Katholik Kristen Hindu Budha 270 7 19 1 3 90 2,4 6,3 0,3 1 Jumlah 300 100

Sumber : Data primer diolah 2012

Dari data tersebut diketahui bahwa nilai meannya adalah 60 sedangkan nilai median adalah 7 dan nilai modusnya adalah 270.

4.2.6. Pekerjaan Responden

Pekerjaan responden pada umumnya adalah pelajar/mahasiswa atau pegawai swasta, yaitu berjumlah 133 responden berstatus sebagai pelajar atau mahasiswa atau 44,3% dan pegawai swasta berjumlah 110 responden atau 36,7.

(30)

30

Hal ini mengingat mereka yang berstatus pelajar dan mahasiswa mempunyai komunitas tertentu dan junlahnya cukup besar. Untuk lebih jelasnya secara rinci dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 6. Pekerjaan Responden

No Pekerjaan Frekuensi (orang) Prosentase

1 2 3 4

Pelajar/Mahasiswa Pegawai negeri Sipil Pegawai Swasta Wiraswasta 133 16 110 41 44,3 5,3 36,7 13,7 Jumlah 300 100

Sumber : Data primer diolah 2012

Dari data tersebut diketahui bahwa nilai mean adalah 75, seangkan nilai median adalah 75,5 dan nilai modusnya adalah 133.

4.2.7. Yang Mendorong Merokok Responden

Sebagaimana diketahui seseorang mulai merokok ada yang mondorong apakah itu dari luar dalam arti orang lain atau dalam diri seseorang. Ini membuktikan bahwa selama ini orang beranggapan bahwa iklan merupakan faktor penting dalam pemasaran patut diragukan khususnya produk rokok. Setelah ditanyakan kepada responden ternyata responden merasa bahwa mereka merokok karena sepereti terlihat dalam tabel di bawah. Secara rinci yang mendorong responden merokok adalah seperti terinci dalam tabel berikut ini.

Tabel 7. Yang Mendorong Responden Merokok

No Yang mendorong merokok Frekuansi (orang) Prosentase

1. 2. 3. 4. 5. Teman Diri sendiri/Coba-coba Saudara Iklan Tenaga pemasaran 129 152 12 2 5 43 50,7 4 0,7 1,6 Jumlah 300 100

Sumber : Data primer diolah 2012

Dilihat dari data tersebut nilai meannya adalah 60, sedangkan nilai median adalah 12 dan nilai modus adalah 152.

(31)

31

Secara umum mereka yang merokok bergerak antara 1 sampai 25 tahun. Ini berarti jumlah perokok pemula lebih besar dibandingkan dengan yang sudah lama, artinya dimasa mendatang jumlah perokok akan menjadi besar mengingat perokok umunmya berkelanjutan dan jarang sekali yang berhentiu merokok di tengah jalan. Secara terinci distribusinya dapat dilihat dalam tabel berikut ini.

Tabel 8. Lama Responden Merokok

No Lama merokok (tahun) Frekuensi (orang) Prosentase

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 1 – 5 6 – 10 11 – 15 16 – 20 21 – 25 26 – 30 31 – 35 36 – 40 41 – 45 46 – 50 112 83 30 33 22 8 5 4 2 1 37,3 27,7 10 11 7,4 2,7 1,6 1,3 0,7 0,3 Jumlah 300 100

Sumber : Data primer diolah 2012

Jika dilihat dari data tersebut nilai mean adalah 30 sedangkan nilai median adalah 15 dan nilai modus 112.

4.2.9. Merek Rokok yang diisap Responden

Pada umumnya responden merokok dengan merek yang rokok yang sudah terkenal. Dari data di bawah diketahui bahwa rokok dengan merek Sampoerna paling banyak diminati responden kemudian Djarum dan Gudang Garam. Secara rinci akan terlihat pada tabel berikut.

(32)

32

Tabel 9. Merek Rokok Yang Diisap Responden

No Merek Rokok Frekuensi (orang) Prosesntase

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Djarum Gudang Garam Dji Sam Sue Sampoerna Bentoel Ardath Marlboro 75 68 25 95 4 8 25 25 22,7 8,3 31,7 1,3 2,7 8,3 Jumlah 300 100

Sumber : Data primer diolah 2012

Dari data tersebut diketahi bahwa nilai mean adalah 42,85, sedangkan nilai median adalah 25 dan nilai modus adalah 95.

4.3 Model Struktural

Hubungan kausalitas yang dikembangkan dalam hipotesis pada model ini diuji dengan hipotesis nol yang menyatakan bahwa koefisien regresi antara hubungan dua kontruk adalah tidak berbeda dengan nol melalui uji-t seperti yang ada dalam analisis regresi. Nilai statistik C.R akan berdistribusi t dengan derajat bebas sebesar 140. Berikut ini adalah uraian hasil uji terhadap 7 buah jalur pada model struktural yang diajukan pada penelitian ini. Pengujian hipotesis pada model struktural berhubungan dengan hasil uji koefisien regresi pada setiap jalur yang dihasilkan yang dijelaskan pada tabel berikut.

Tabel 10. Hasil Uji Koefisien Regresi Hubungan Antar Variabel Pada Model Akhir

Hubungan

Dari Ke Koef.Baku CR p-value Keterangan

Promosi Batasan 0.207 2.479 0.013 Berpengaruh Promosi Tj.Sosial 0.179 2.263 0.024 Berpengaruh Promosi Perilaku 0.552 6.622 0.000 Berpengaruh

Promosi Konsumsi 0.204 1.771 0.149 Tidak

Berpengaruh Batasan Tj.Sosial 0.437 4.413 0.000 Berpengaruh

(33)

33

Batasan Perilaku 0.240 2.665 0.008 Berpengaruh Batasan Konsumsi 0.210 2.097 0.036 Berpengaruh

TJ.SOS Perilaku 0.176 2.043 0.041 Berpengaruh

TJ.SOS Konsumsi 0.187 1.992 0.046 Berpengaruh

Perilaku Konsumsi 0.274 2.239 0.025 Berpengaruh Keterangan : ns = not significant (value > 0,05); * = value < 0,05; ** = p-value < 0,01; CR = Critical Ratio (Nilai kritis)

Sumber : Data primer diolah 2012

4.4. Pengujian Hipotesis

1. Pengujian Hipotesis H1

Hipotesis : Promosi berpengaruh signifikan terhadap pembatasan promosi Adapun kriteria pengujian hipotesis adalah sebagai berikut.

Ho : γ1 = 0 Tidak ada hubungan langsung yang signifikan antara promosi terhadap pembatasan promosi

Ha : γ1 ≠ 0 Ada hubungan langsung yang signifikan antara promosi terhadap pembatasan promosi

Pada Tabel 10 menunjukkan bahwa koefisien regresi dari konstruk promosi terhadap pembatasan promosi bernilai 0,207 dengan C.R. sebesar 2,479 dan p-value 0,013 (lebih kecil dari 0,05) memberikan keputusan untuk menolak H0. Dengan kata lain bahwa diperoleh adanya hubungan positif dan

signifikan dari konstruk promosi terhadap pembatasan promosi. Dengan

demikian, hipotesis penelitian ini yang menyatakan bahwa promosi berpengaruh signifikan terhadap pembatasan promosi adalah dapat diterima. 2.Pengujian Hipotesis H2

Hipotesis : Promosi berpengaruh signifikan terhadap tanggung jawab sosial Adapun kriteria pengujian hipotesis adalah sebagai berikut.

Ho : γ2 = 0 Tidak ada hubungan langsung yang signifikan antara promosi terhadap tanggung jawab sosial

Ha : γ2 ≠ 0 Ada hubungan langsung yang signifikan antara promosi terhadap tanggung jawab sosial

Pada tabel 10 menunjukkan bahwa koefisien regresi dari konstruk promosi terhadap tanggung jawab sosial bernilai 0,437 dengan C.R. sebesar 4,413 dan

(34)

34

value 0,000 (lebih kecil dari 0,05) memberikan keputusan untuk menolak Ho.

Dengan kata lain bahwa diperoleh adanya hubungan positif dan signifikan dari konstruksi promosi terhadap tanggungjawab sosial. Dengan demikian, hipotesis penelitian ini yang menyatakan bahwa promosi berpengaruh signifikan terhadap tanggung jawab sosial adalah dapat diterima.

3. Pengujian Hipotesis H3

Hipotesis : Promosi berpengaruh signifikan terhadap perilaku konsumen Adapun kriteria pengujian hipotesis adalah sebagai berikut.

Ho : γ3 = 0 Tidak ada hubungan langsung yang signifikan antara promosi terhadap perilaku konsumen

Ha : γ3 ≠ 0 Ada hubungan langsung yang signifikan antara promosi terhadap perilaku konsumen

Pada Tabel 10 menunjukkan bahwa koefisien regresi dari konstruk promosi terhadap perilaku konsumen bernilai 0,552 dengan C.R. sebesar 6,622 dan p-value 0,000 (lebih kecil dari 0,05) memberikan keputusan untuk menolak H0. Dengan kata lain bahwa diperoleh adanya hubungan positif dan signifikan dari konstruk promosi terhadap perilaku konsumen. Dengan demikian, hipotesis penelitian ini yang menyatakan bahwa promosi berpengaruh signifikan terhadap perilaku konsumen adalah dapat diterima.

4. Pengujian Hipotesis H4

Hipotesis : Promosi berpengaruh signifikan terhadap tingkat konsumsi Adapun kriteria pengujian hipotesis adalah sebagai berikut.

Ho : γ4 = 0 Tidak ada hubungan langsung yang signifikan antara promosi terhadap tingkat konsumsi

Ha : γ4 ≠ 0 Ada hubungan langsung yang signifikan antara promosi terhadap tingkat konsusi

Pada Tabel 10 menunjukkan bahwa koefisien regresi dari konstruk promosi terhadap tingkat konsumsi bernilai 0,204 dengan C.R. sebesar 1,771 dan p-value 0,049 (lebih kecil dari 0,05) memberikan keputusan untuk menolak H0. Dengan kata lain bahwa diperoleh adanya hubungan negatif dan tidak signifikan dari konstruk promosi terhadap tingkat konsumsi. Dengan demikian, hipotesis penelitian ini yang menyatakan bahwa promosi berpengaruh signifikan terhadap tingkat konsumsi adalah tidak dapat diterima.

(35)

35 5. Pengujian Hipotesis H5

Hipotesis : Pembatasan promosi berpengaruh signifikan terhadap tanggungjawab sosial perusahaan

Adapun kriteria pengujian hipotesis adalah sebagai berikut.

Ho : β1 = 0 Tidak ada hubungan langsung yang signifikan antara pembatasan promosi terhadap tanggung jawab sosial

Ha : β1 ≠ 0 Ada hubungan langsung yang signifikan antara pembatasan promosi terhadap tanggung jawab sosial

Pada Tabel 10 menunjukkan bahwa koefisien regresi dari konstruk pembatasan promosi terhadap tanggung jawab sosial bernilai 0,437 dengan C.R. sebesar 4,413 dan p-value 0,000 (lebih kecil dari 0,05) memberikan keputusan untuk menolak H0. Dengan kata lain bahwa diperoleh adanya hubungan positif dan signifikan dari konstruk pembatasan promosi terhadap tanggung jawab sosial. Dengan demikian, hipotesis penelitian ini yang menyatakan bahwa pembatasan promosi berpengaruh signifikan terhadap tanggung jawab sosial adalah dapat diterima.

6. Pengujian Hipotesis H6

Hipotesis : Pembatasan promosi berpengaruh signifikan terhadap perilaku konsumen

Adapun kriteria pengujian hipotesis adalah sebagai berikut.

Ho : β2 = 0 Tidak ada hubungan langsung yang signifikan antara pembatasan promosi terhadap perilaku konsumen

Ha : β2 ≠ 0 Ada hubungan langsung yang signifikan antara pembatasan promosi terhadap perilaku konsumen

Pada Tabel 10 menunjukkan bahwa koefisien regresi dari konstruk pembatasan promosi terhadap perilaku konsumen bernilai 0,240 dengan C.R. sebesar 2,665 dan p-value 0,008 (lebih kecil dari 0,05) memberikan keputusan untuk menolak H0. Dengan kata lain bahwa diperoleh adanya hubungan positif dan signifikan dari konstruk pembatasan promosi terhadap perilaku konsumen. Dengan demikian, hipotesis penelitian ini yang menyatakan bahwa pembatasan promosi berpengaruh signifikan terhadap perilaku konsumen adalah dapat diterima.

(36)

36

Hipotesis : Pembatasan promosi berpengaruh signifikan terhadap tingkat konsumsi

Adapun kriteria pengujian hipotesis adalah sebagai berikut.

Ho : β3 = 0 Tidak ada hubungan langsung yang signifikan antara pembatasan promosi terhadap tingkat konsumsi

Ha : β3 ≠ 0 Ada hubungan langsung yang signifikan antara pembatasan promosi terhadap tingkat konsumsi

Pada tabel 10 menunjukkan bahwa koefisien regresi dari konstruk pembatasan promosi terhadap tingkat konsumsi bernilai 0,210 dengan C.R. sebesar 2,097 dan p-value 0,036 (lebih kecil dari 0,05) memberikan keputusan untuk menolak H0. Dengan kata lain bahwa diperoleh adanya hubungan positif dan signifikan dari konstruk pembatasan promosi terhadap tingkat konsumsi. Dengan demikian, hipotesis penelitian ini yang menyatakan bahwa pembatasan promosi berpengaruh signifikan terhadap tingkat konsumsi adalah dapat diterima. 8. Pengujian Hipotesis H8

Hipotesis : Tanggungjawab sosial perusahaan berpengaruh signifikan terhadap perilaku konsumen

Adapun kriteria pengujian hipotesis adalah sebagai berikut.

Ho : β4 = 0 Tidak ada hubungan langsung yang signifikan antara tanggung jawab sosial terhadap perilaku konsumen

Ha : β4 ≠ 0 Ada hubungan langsung yang signifikan antara tanggung jawab sosial terhadap perilaku konsumen

Pada Tabel 10 menunjukkan bahwa koefisien regresi dari konstruk tanggung jawab sosial terhadap perilaku konsumen bernilai 0,176 dengan C.R. sebesar 2,043 dan p-value 0,041 (lebih kecil dari 0,05) memberikan keputusan untuk menolak H0. Dengan kata lain bahwa diperoleh adanya hubungan positif dan signifikan dari konstruk tanggung jawab sosial terhadap perilaku konsumen. Dengan demikian, hipotesis penelitian ini yang menyatakan bahwa tanggung jawab sosial berpengaruh signifikan terhadap perilaku konsumen adalah dapat diterima.

9. Pengujian Hipotesis H9

Hipotesis : Tanggungjawab sosial perusahaan berpengaruh signifikan terhadap tingkat konsumsi

(37)

37

Adapun kriteria pengujian hipotesis adalah sebagai berikut.

Ho : β5 = 0 Tidak ada hubungan langsung yang signifikan antara tanggung jawab sosial terhadap tingkat konsumsi

Ha : β5 ≠ 0 Ada hubungan langsung yang signifikan antara tanggung jawab sosial terhadap tingkat konsumsi

Pada tabel 10 menunjukkan bahwa koefisien regresi dari konstruk tanggungjawab sosial terhadap tingkat konsumsi bernilai 0,187 dengan C.R. sebesar 1,992 dan p-value 0,046 (lebih kecil dari 0,05) memberikan keputusan untuk menolak Ho. Dengan kata lain bahwa diperoleh adanya hubungan positif dan signifikan dari konstruk tanggung jawab sosial terhadap tingkat konsumsi. Dengan demikian, hipotesis penelitian ini yang menyatakan bahwa tanggung jawab sosial berpengaruh signifikan terhadap tingkat konsumsi adalah dapat diterima.

10. Pengujian Hipotesis H10

Hipotesis : Perilaku konsumen berpengaruh signifikan terhadap tingkat konsumsi Adapun kriteria pengujian hipotesis adalah sebagai berikut.

Ho : β6 = 0 Tidak ada hubungan langsung yang signifikan antara perilaku konsumen terhadap tingkat konsumsi

Ha : β6 ≠ 0 Ada hubungan langsung yang signifikan antara perilaku konsumen terhadap tingkat konsumsi

Pada tabel 10 menunjukkan bahwa koefisien regresi dari konstruk perilaku konsumen terhadap tingkat konsumsi bernilai 0,274 dengan C.R. sebesar 2,239 dan p-value 0,025 (lebih kecil dari 0,05) memberikan keputusan untuk menolak H0. Dengan kata lain bahwa diperoleh adanya hubungan positif dan signifikan dari konstruk perilaku konsumen terhadap tingkat konsumsi. Dengan demikian, hipotesis penelitian ini yang menyatakan bahwa perilaku konsumen berpengaruh signifikan terhadap tingkat konsumsi adalah dapat diterima.

4.5. Hasil Uji Hipotesis

Berdasarkan hasil uji hipotesis seperti disajikan pada bahasan sebelumnya, ditemukan bahwa dari 10 hipotesis penelitian yang diuji, seluruhnya diterima kecuali hipotesis ke 4 pada taraf signifikansi 5%. Selanjutnya, dari hasil temuan penelitian tersebut dapat disusun ringkasan hasil pengujian hipotesis seperti disajikan pada tabel 11.

(38)

38 Tabel 11. Ringkasan Hasil Pengujian Hipotesis

Hipo Tesis

Pernyataan Hasil

Hipotesis

1 Promosi berpengaruh signifikan terhadap tingkat konsumsi

Ditolak

2 Pembatasan promosi berpengaruh signifikan terhadap tingkat konsumsi

Diterima

3 Tanggungjawab sosial perusahaan berpengaruh signifikan terhadap tingkat konsumsi

Diterima

4 Perilaku konsumen berpengaruh signifikan terhadap tingkat konsumsi

Diterima

5 Pembatasan Promosi berpengaruh signifikan terhadap Tanggungjawab Sosial Perusahaan

Diterima

6 Pembatasan promosi berpengaruh signifikan terhadap perilaku konsumen.

Diterima

7 Promosi berpengaruh signifikan terhadap pembatasan promosi

Diterima

8 Tanggungjawab sosial perusahaan berpengaruh signifikan terhadap perilaku konsumen

Diterima

9 Promosi berpengaruh signifikan terhadap tanggungjawab sosial perusahaan

Diterima

10 Promosi berpengaruh signifikan terhadap perilaku konsumen

Diterima

4.6. Temuan Penelitian

Hasil analisis data serta pembuktian hipotesis dihasilkan beberapa temuan menarik dari model ini antara lain :

1. Promosi secara substansial lebih banyak dijelaskan oleh indikator publisitas. Indikator utama promosi produk rokok berupa publisitas produk baru dan status sosial perokok. Perusahaan rokok sebaiknya dalam melakukan promosi lebih menekankan pada unsur publisitas. Ternyata promosi tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat konsumsi.

(39)

39

Jika dilihat lebih jauh mengapa ini tidak berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat konsumsi, karena sebagian besar responden menyatakan bahwa mereka merokok karena alasan teman berarti pergaulan dan diri sendiri atau coba-coba sebesar 93,7% sedangkan karena orang tua atau saudara hanya 4% dan pengaruh iklan atau tenaga pemasaran 2,3% saja. Dari data ini jelas bahwa orang merokok pertamakali bukan karena promosi yang dilakukan industri rokok tapi pergaulan menjadi lebih dominan.

2. Pembatasan promosi secara substansial lebih banyak dijelaskan oleh indikator undang-undang. Pemahaman yang benar terhadap pembatasan promosi rokok akan menjadi penentu efektifitas pelaksanaan pembatasan promosi.

3. Tanggungjawab sosial secara substansial lebih banyak dijelaskan oleh indikator masyarakat. Besarnya jumlah tenaga kerja yang bisa diserap perusahaan, kemampuan perusahaan rokok untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal serta bantuan pembangunan fasilitas umum adalah refleksi terkuat adanya tanggungjawab sosial.

4. Perilaku konsumen secara substansial lebih banyak dijelaskan oleh indikator reputasi merek. Pencitraan positif yang gencar dilakukan oleh perusahaan rokok seperti merokok dapat meningkatkan penampilan dan kepercayaan diri, akan menjadi refleksi terkuat untuk menjelaskan perilaku konsumen.

5. Tingkat konsumsi secara substansial dijelaskan oleh indikator pembelian ulang. Pembelian ulang pada indikator ini dijelaskan oleh pembelian rokok pada merek yang sama, membeli rokok berdasarkan pertimbangan harga dan rasa.

6. Promosi berpengaruh langsung secara signifikan dengan arah positif pada pembatasan promosi. Promosi yang dilakukan secara tepat terutama dari sisi publisitas tentang hal-hal baru akan mendorong program pembatasan promosi tentang rokok.

7. Promosi dan pembatasan promosi secara simultan berpengaruh signifikan dengan arah positif terhadap tanggungjawab sosial perusahaan rokok. Kontribusi pembatasan promosi terhadap tanggungjawab sosial adalah lebih kuat dibandingkan promosi. Tanggungjawab sosial akan menguat apabila perusahaan rokok bersinergi secara kuat dalam menjalankan pembatasan promosi yang telah diatur oleh undang-undang dan peraturan pemerintah.

Gambar

Tabel 3.1. Jadwal Kegiatan
Tabel 3. Tingkat Pedidikan Responden
Tabel 4. Status Responden
Tabel 6. Pekerjaan Responden
+5

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisa persimpangan bersignal tersebut dengan metode Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI 1997), maka perlu ditinjau karakteristik dan

Penerapan metode demonstrasi, hasil belajar siswa dari 58 (nilai rata-rata hasil belajar sebelum penelitian) menjadi 69 (siklus I) dan 80 (siklus II). Demikian juga dengan

Dengan demikian, semakin tinggi nilai indeks pelarutan yang dihasilkan maka kemampuan bakteri dalam melarutkan fosfat juga tinggi Terbentuknya zona bening oleh bakteri menunjukkan

Kemiripan fenotipik dapat juga disebabkan oleh fenokopi, yakni kemiripan satu fenotip yang diakibatkan satu genotip tertentu oleh aksi lingkungan pada genotip lainnya. Namun

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah membangun perangkat lunak try out ujian semester berbasis web untuk SMK Negeri 4 Palembang dengan pengacakan nomor urut

Kinerja yang ketiga yaitu menguasai materi mata kuliah yang ditutorialkan untuk tutor pokjar Kabupaten Tapin sudah terkategori Baik dengan skor 3,23, tutor

Pengawasan obat secara online melalui operasi Pangea yang dilakukan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan bekerjasama dengan International Criminal Police

Tingginya serat kasar pada semua biskuit, dengan kisaran 27,25%-42,49% menunjukkan bahwa biskuit rumput lapang dan limbah tanaman jagung dapat memenuhi kebutuhan serat bagi ternak