• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Unsur Hara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HASIL DAN PEMBAHASAN. Unsur Hara"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

Unsur Hara

Fitoplankton membutuhkan unsur hara makro dan mikro untuk mendukung pertumbuhannya. Besi (Fe) sebagai salah satu unsur hara mikro dalam jumlah kecil berperan dalam sistem enzim dan transfer elektron pada proses sintesis pada alga, namun dalam jumlah berlebihan dapat menghambat fiksasi unsur lainnya. Besi oksida akan menyerap fosfor dan menjebaknya dalam sedimen sehingga menyebabkan terbatasnya ketersediaan fosfor di air (Glass 1997). Besi juga mempengaruhi kemampuan organisme untuk mengasimilasi nitrat, baik sebagai co-faktor yang berkaitan dengan enzim atau reduktan (Robert et al. 2004). Sebaliknya, nitrogen dan fosfor merupakan unsur hara makro utama yang paling dibutuhkan sehingga sering menjadi faktor pembatas. Unsur hara nitrogen yang dibutuhkan fitoplankton adalah NO2-N, NO3-N, dan NH3-N, sedangkan fosfor dalam bentuk

ortofosfat (PO4-P). Unsur hara yang diperoleh selama pengamatan pada tiga stasiun

dapat dilihat pada Tabel 2.

Total Fe

Konsentrasi Fe tertinggi (dalam bentuk total Fe) yang diperoleh dari tiga stasiun pengamatan terdapat pada stasiun I periode 6 yaitu 0,902 mg/l, sedangkan terendah terdapat pada stasiun II periode 3 yaitu sebesar 0,024 mg/l. Hasil rataan pengukuran total Fe antara ketiga stasiun pengamatan tertinggi pada stasiun I yaitu 0,413 mg/l dan terendah pada stasiun II yaitu 0,268 mg/l (Tabel 2). Kisaran nilai ini hampir sama bila dibandingkan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Badri (2004) di Dabo Singkep dengan nilai total Fe berkisar 0,12 – 0,50 mg/l.

Jika dicermati pola Fe pada tiga stasiun pengamatan menunjukkan karakter yang relatif berbeda. Konsentrasi total Fe pada kolong tertutup (stasiun I) cenderung lebih besar dibandingkan dengan kolong terbuka (stasiun II dan III). Hal ini diduga erat kaitannya dengan tingginya konsentrasi Fe terlarut (Fe2+). Konsentrasi Fe terlarut tinggi adalah akibat rendahnya alkalinitas pada stasiun I (4,078 mg/l) bila

(2)

dibandingkan dengan stasiun II (18,320 mg/l) dan stasiun III (10,745 mg/l) (Lampiran 4). Pada daerah yang selalu tergenang, senyawa Fe biasanya dalam bentuk terlarut (Fe2+) (Hardjowigeno 2003). Lebih lanjut dijelaskan Wetzel (2001) bahwa air dengan konsentrasi bicarbonat sangat rendah (soft water) umumnya mengandung konsentrasi Fe2+ lebih tinggi. Fe2+ memberi kontribusi besar terhadap Fe terlarut pada danau dimana oksidasi ulang Fe2+ terjadi saat Cl- dan SO4- lebih

sedikit dan kontribusi hidroksi terhadap oksidasi Fe2+ proporsional dengan [OH-]2 (MacKay et al. 2004).

Tabel 2 Kandungan total Fe, nitrogen, dan fosfor per periode di tiga kolong Kecamatan Pemali Kabupaten Bangka

Nitrogen (mg/l) Stasiun Periode (ulangan ke-) Fe (mg/l) NO 2-N NO3-N NH3-N DIN PO4-P (mg/l) 1 0,121 0,010 0,043 0,015 0,068 0,044 2 0,244 0,195 0,016 0,037 0,249 0,263 3 0,341 0,022 0,135 0,027 0,184 0,170 4 0,456 0,010 0,089 0,014 0,113 0,125 5 0,411 0,000 0,631 0,012 0,643 0,350 I 6 0,902 0,027 0,342 0,004 0,373 0,153 Rataan 0,413 0,044 0,209 0,018 0,272 0,184 1 0,141 0,002 0,013 0,006 0,021 0,204 2 0,248 0,049 0,046 0,053 0,148 0,131 3 0,024 0,009 0,099 0,028 0,136 0,220 4 0,439 0,005 0,082 0,000 0,087 0,326 5 0,487 0,024 0,237 0,014 0,274 0,041 II 6 0,268 0,086 0,196 0,009 0,291 0,074 Rataan 0,268 0,029 0,112 0,018 0,160 0,166 1 0,146 0,010 0,013 0,004 0,027 0,023 2 0,251 0,195 0,013 0,053 0,261 0,841 3 0,390 0,018 0,105 0,039 0,162 0,520 4 0,317 0,008 0,053 0,021 0,081 0,213 5 0,215 0,032 0,152 0,031 0,214 0,815 III 6 0,381 0,081 0,359 0,012 0,452 0,217 Rataan 0,283 0,057 0,116 0,027 0,200 0,438

(3)

DIN (Dissolved Inorganic Nitrogen)

Nitrogen inorganik terlarut di perairan terdiri dari nitrit-nitrogen (NO2-N),

nitrat-nitrogen (NO3-N), dan amomonia-nitrogen (NH3-N). Konsentrasi DIN yang

diperoleh dari ketiga stasiun pengamatan tertinggi terdapat pada stasiun I periode 5 yaitu 0,643 mg/l, sedangkan terendah terjadi pada stasiun II periode yaitu 0,021 mg/l. Hasil rataan pengukuran DIN antara ketiga stasiun pengamatan berkisar antara 0,160 – 0,272 mg/l. Tertinggi pada stasiun I yaitu sekitar 0,272 mg/l dan terendah pada stasiun II yaitu 0,160 mg/l (Tabel 2). Tingginya nilai DIN ini diduga karena adanya sumbangan yang besar dari nitrat (NO3-N) sebagai salah satu penyusun DIN.

Kelarutan NO3-N merupakan penyumbang utama masuknya nitrogen pada badan air

tawar (Mason 1980). Lebih lanjut dijelaskan bahwa ada korelasi antara penggunaan pupuk N dengan konsentrasi rataan tahunan N pada sungai.

Konsentrasi rataan DIN yang bervariasi selama pengamatan di ketiga stasiun (I, II dan III) diduga terjadi karena ketiga kolong memiliki karakter yang berbeda. Stasiun I merupakan kolong berusia lebih dari 10 tahun dan tertutup (tidak memiliki inlet dan outlet) sehingga bahan organik dan inorganik banyak yang tertahan; stasiun II merupakan kolong berusia kurang dari 10 tahun dan terbuka (memiliki inlet dan outlet) serta stasiun III adalah kolong berusia lebih dari 10 tahun dan terbuka. Kondisi ini diduga menyebabkan unsur hara yang terdapat pada stasiun II dan III ikut keluar seiring dengan keluarnya air kolong. Hal ini terlihat dari nilai DIN yang jumlah konsentrasinya lebih kecil dibandingkan dengan konsentrasi total DIN pada stasiun I.

Nitrogen Nitrit (NO2-N)

Konsentrasi nitrogen nitrit (NO2-N) yang diperoleh dari ketiga stasiun

pengamatan tertinggi terjadi pada stasiun I periode 2 dan stasiun III periode 2 yaitu 0,195 mg/l, sedangkan terendah terjadi pada stasiun I periode 5 sebesar 0,000 mg/l. Sedangkan hasil rataan pengukuran NO2-N antara ketiga stasiun pengamatan berkisar

0,029 – 0,057 mg/l. Tertinggi pada stasiun III yaitu sekitar 0,057 mg/l dan terendah pada stasiun II yaitu 0,029 mg/l (Tabel 2).

(4)

Jika dicermati pola NO2-N pada tiga stasiun pengamatan menunjukkan karakter

yang relatif berbeda. Konsentrasi NO2-N pada kolong tua (stasiun I dan III)

cenderung lebih besar dibandingkan dengan kolong muda (stasiun II).

Nitrogen Nitrat (NO3-N)

Konsentrasi nitrogen nitrat (NO3-N) yang diperoleh dari ketiga stasiun

pengamatan tertinggi terjadi pada stasiun I periode 5 yaitu 0,631 mg/l, sedangkan terendah terjadi pada stasiun II periode 1 dan III periode 1 dan periode 2 yaitu sebesar 0,013 mg/l. Sedangkan hasil rataan pengukuran NH3-N antara ketiga stasiun

pengamatan berkisar antara 0,112 – 0,209 mg/l. Tertinggi pada stasiun I yaitu sekitar 0,209 mg/l dan terendah pada stasiun II yaitu 0,112 mg/l (Tabel 2).

Jika dicermati pola NO3-N pada tiga stasiun pengamatan menunjukkan karakter

yang relatif berbeda. Konsentrasi NO3-N pada kolong tertutup (stasiun I) cenderung

lebih besar dibandingkan dengan kolong terbuka (stasiun II dan III). Hal ini diduga perairan kolong tersebut juga mendapatkan input nitrat dari dari tanah pertanian, air tanah, dan limbah (Reynold 1984).

Nitrogen Ammonia (NH3-N)

Konsentrasi NH3-N yang diperoleh dari ketiga stasiun pengamatan tertinggi

terjadi pada stasiun II periode 2 dan stasiun III periode 2 yaitu 0,053 mg/l, sedangkan terendah terjadi pada stasiun II periode 4 yaitu 0,000 mg/l. Hasil rataan pengukuran NH3-N antara ketiga stasiun pengamatan berkisar 0,018 – 0,027 mg/l. Tertinggi pada

stasiun III yaitu sekitar 0,027 mg/l dan terendah pada stasiun I dan II yaitu 0,018 mg/l (Tabel 2).

Jika dicermati pola NH3-N pada tiga stasiun pengamatan menunjukkan karakter

yang relatif berbeda. Konsentrasi NH3-N pada kolong tua dan terbuka (stasiun III)

cenderung lebih besar dibandingkan dengan kolong muda yang terbuka (stasiun II) atau dengan kolong tua tertutup (stasiun I).

(5)

Ortofosfat (PO4-P)

Konsentrasi PO4-P yang diperoleh dari ketiga stasiun pengamatan tertinggi

terjadi pada stasiun III periode 2 yaitu 0,841 mg/l, sedangkan terendah terjadi pada stasiun III sebesar 0,023 mg/l. Sedangkan hasil rataan pengukuran PO4-P antara

ketiga stasiun pengamatan berkisar antara 0,166 – 0,438 mg/l. Tertinggi pada stasiun III yaitu 0,438 mg/l dan terendah pada stasiun II yaitu 0,166 mg/l (Tabel 2).

Jika dicermati pola PO4-P pada tiga stasiun pengamatan menunjukkan karakter

yang relatif berbeda. Konsentrasi PO4-P pada kolong tua dan terbuka (stasiun III)

cenderung lebih besar dibandingkan dengan kolong muda terbuka (stasiun II) atau atau dengan kolong tua tertutup (stasiun I).

Secara umum, konsentrasi rataan ortofosfat yang ditemukan di tiga stasiun menunjukkan karakteristik yang kontradiksi dengan konsentrasi rataan NO3-N,

karena saat konsentrasi ortofosfat tinggi, konsentrasi NO3-N rendah. Hal ini diduga

karena total Fe yang cukup tinggi berpengaruh terhadap konsentrasi ortofosfat pada stasiun I. Holtz et al. (1996) membuktikan pada percobaan di laboratorium bahwa penambahan Fe sulfat efektif menurunkan total fosfat 42 sampai 61%. Lebih lanjut dijelaskan bahwa Fe akan menjebak fosfat dalam bentuk floc dan mengendap pada sedimen perairan. Fe(OH)3 terlarut pada kolom air akan menyerap P dan

menjebaknya pada sedimen (Glass 1997). Rasio Fe : P diharapkan dapat menjelaskan hubungan Fe dengan P. Rasio rataan Fe : P yang didapat selama pengamatan adalah stasiun I > 2 (2,24), stasiun II < 2 (1,62) dan stasiun III < 2 (0,65). Pada oksidasi hidrolisis Fe dan presipitasi fosfat, minimum dibutuhkan 2 atom Fe untuk mengikat 1 molekul fosfat (Fe : P = 2). Sebagian besar danau memiliki rasio Fe : P > 2, bila Fe : P > 2 maka fosfat terlarut akan terikat dalam bentuk partikel (Blomqvist et al. 2004).

Mencermati hasil yang diperoleh dari rataan DIN (NO2-N, NO3-N, dan NH3-N)

dan ortofosfat, konsentrasi tertinggi rataan DIN terjadi di stasiun I, sedangkan ortofosfat terjadi di stasiun III (Gambar 6). Sebenarnya pada stasiun I yang merupakan kolong tua dan tidak berhubungan, diharapkan unsur DIN dan ortofosfat akan lebih tinggi dibanding stasiun II dan III, karena padatan tersuspensi yang masuk

(6)

ke perairan kolong tersebut cukup tinggi akibat masukan bahan organik dan inorganik dari daratan dan tertahan. Namun, kenyataannya terjadi kontradiksi karena pada stasiun ini diperoleh konsentrasi ortofosfat relatif kecil. Hal ini diduga karena adanya pengaruh konsentrasi total Fe yang cukup tinggi. Keadaan ini sejalan dengan kelimpahan sel dan keragaman fitoplankton yang ditemukan, dimana tertinggi terjadi pada stasiun I. Meningkatnya DIN pada stasiun I diduga adanya pengaruh dari beberapa faktor lingkungan seperti pH dan kandungan bahan organik relatif lebih tinggi dari stasiun lainnya (Lampiran 3). Goldman dan Horne (1983) mengemukakan ketersediaan ortofosfat di perairan ditentukan oleh beberapa faktor lingkungan antara lain alkalinitas, pH dan kandungan bahan organik.

47.58 45.19 22.69 5.07 4.89 4.57 24.08 18.89 9.30 2.07 3.04 2.17 21.20 27.99 61.27 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100% St.1 St.2 St.3 stasiun p e rs e n ta s e

Fe NO2-N NO3-N NH3-N PO4-P

Gambar 6 Komposisi Fe, nitrogen dan fosfor pada tiga kolong di Kecamatan Pemali Kabupaten Bangka

Konsentrasi unsur hara N-P yang ditemukan di lokasi penelitian secara umum cukup tinggi. Dikemukakan Seller dan Markland (1987), konsentrasi nitrogen dan fosfor yang melebihi kandungan 0,01 ppm untuk fosfor dan 0,3 ppm untuk nitrogen akan menyebabkan terjadinya blooming fitoplankton. Unsur hara NO3-N yang

ditemukan umumnya lebih tinggi dari NO2-N dan NH3-N, hal ini karena NO3-N lebih

banyak dijumpai baik dalam kondisi aerob dan diserap fitoplankton dari pada NO2-N

dan NH3-N. Nitrat merupakan nitrogen utama di perairan dan merupakan unsur hara

(7)

sering menjadi faktor pendorong terjadinya dominasi fitoplankton. Dalam penelitian ini kandungan fosfor cukup tinggi, dan terjadi dominasi fitoplankton terutama dari kelas Chlorophyceae.

Rasio N dan P

Rasio nitrogen dan fosfor juga merupakan salah satu faktor yang menentukan dominansi fitoplankton di suatu perairan selain konsentrasi unsur hara tersebut. Rasio massa nitrogen meliputi: NO2-N, NO3-N, dan NH3-N serta PO4-P. NO2-N

merupakan bentuk peralihan dari NH3-N dan NO3-N, sedangkan NO3-N merupakan

nitrogen utama di perairan dan merupakan unsur hara utama bagi pertumbuhan fitoplankton dan alga lainnya. NH4-N adalah hasil akhir dari proses nitrifikasi

(denitrifikasi). Sedangkan fosfat dalam bentuk ortofosfat di perairan digunakan untuk pertumbuhan fitoplankton, karena sering menjadi faktor pembatas di perairan. Rasio N : P yang diperoleh pada tiga stasiun terlihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Rasio massa nitrogen dan fosfor perperiode di tiga kolong Kecamatan Pemali Kabupaten Bangka

Stasiun Periode I II III 1 1,5 : 1 0,1 : 1 1,2 : 1 2 0,9 : 1 1,1 : 1 0,3 : 1 3 1,1 : 1 0,6 : 1 0,3 : 1 4 0,9 : 1 0,3 : 1 0,4 : 1 5 1,8 : 1 6,7 : 1 0,3 : 1 6 2,4 : 1 3,9 : 1 2,1 : 1 Rataan 1,7 : 1 1,0 : 1 0,5 : 1

Rasio N : P pada ketiga stasiun pengamatan dengan enam kali ulangan umumnya relatif sama (Tabel 3), kecuali pada stasiun II periode 5 yaitu dengan rasio 6,7 N : 1 P. Berdasarkan hasil pengamatan rataan rasio N : P tertinggi pada stasiun I yaitu 1,7 N : 1 P dan terendah terjadi pada stasiun III yaitu 0,5 N : 1 P.

Jika dicermati rasio N : P yang ditemukan selama penelitian sangat kecil (< 16). Hal ini disebabkan adanya penambahan unsur hara nitrogen dan fosfor yang

(8)

berlebihan dan tidak seimbang di perairan, terutama kandungan ortofosfat yang diperoleh sangat tinggi. Selain itu juga mungkin adanya pemanfaatan nitrogen yang besar oleh fitoplankton. Grahame (1987) mengemukakan, rasio antara nitrogen dan fosfor yang diperlukan berkisar antara 10 : 1 sampai 20 : 1 dan penambahan nitrogen dapat meningkatkan alga. Selanjutnya dijelaskan Person et al. (1977) dan Mason (1980) bahwa bila N : P lebih rendah atau lebih tinggi dari 16 : 1 menyebabkan perubahan tipe produsen.

Rasio N : P yang ditemukan di perairan kolong selama penelitian semuanya lebih kecil dari 16 (<16), tetapi nilai konsentrasi nitrogen yang ditemukan selama penelitian cukup tinggi, sehingga memungkinkan rasio N : P di perairan ini tidak terlalu berpengaruh terhadap kelimpahan fitoplankton. Keadaan ini juga menunjukkan bahwa kelimpahan fitoplankton yang ditemukan selama penelitian cukup tinggi tetapi tidak sampai melimpah (blooming). Akan tetapi ada jenis fitoplankton tertentu yang banyak dijumpai dan mendominasi selama penelitian yaitu dari jenis Clorophyceae. Berdasarkan nilai rasio yang didapat, nitrogen merupakan faktor pembatas perairan kolong, sedangkan ortofosfat bukan merupakan faktor pembatas karena rata-rata nilai yang diperoleh tinggi.

Hubungan Total Fe dengan DIN dan PO4-P

Untuk melihat seberapa jauh tingkat keeratan hubungan linier yang terjadi antara DIN dan PO4-P dengan total Fe, maka dilakukan analisis koefisien korelasi

Pearson. Berdasarkan hasil uji korelasi tersebut, terdapat korelasi yang cukup erat dan signifikan antara DIN dan PO4-P pada stasiun I (84,2%; p<5%) dan stasiun III

(98,4%;p<5%), sedangkan pada stasiun II (-79,7%;p>5%) korelasinya cukup erat tapi kurang signifikan (Lampiran 6).

Korelasi yang cukup erat antara DIN dan PO4-P pada ketiga stasiun diduga

karena nitrogen dan fosfor merupakan unsur utama untuk pertumbuhan fitoplankton. Fitoplankton dalam pertumbuhannya membutuhkan unsur hara makro (C, H, O, N, S, P, Mg, Ca, Na dan Cl) dan unsur hara mikro (Fe, Mn, Cu, Zn, Si, Mo, V dan Co

(9)

(Reynolds 1984). Diantara unsur hara tersebut, unsur hara N dan P biasanya sering menjadi faktor pembatas pertumbuhan fitoplankton di perairan alami.

Dari fungsi regresi regresi linier berganda didapat nilai R2 pada stasiun I, II dan III (38,6%; 19,7%; 26,7%) cukup kecil artinya kemampuan peubah DIN dan PO4-P

untuk menduga konsentrasi Fe cukup kecil. N dan P memiliki sifat yang berbeda, dimana anion nitrat akan tercuci bila tidak terpakai oleh tanaman, sedangkan P akan diendapkan oleh Fe3+, Ca dan Al yang kemudian dilepas secara perlahan (Mason 1980). Hasil analisis sidik ragam stasiun I, II dan III menunjukkan bahwa konsentrasi DIN dan PO4-P tersebut tidak secara nyata mempengaruhi konsentrasi

total Fe (P>0,05). Hal ini diduga ada pengaruh rendahnya alkalinitas yang didapat selama pengamatan (<40 mg/l). Air dengan konsentrasi bicarbonat sangat rendah (soft water) umumnya mengandung konsentrasi Fe2+ lebih tinggi (Wetzel 2001) dan sering terjadi perubahan pH (Effendi 2003).

Struktur Komunitas Fitoplankton

Komposisi Jenis Fitoplankton

Berdasarkan hasil pengamatan, fitoplankton yang ditemukan di tiga perairan kolong adalah sebanyak 25 genera yang mewakili 6 kelas, yaitu Cyanophyceae 3 genera (12%), Euglenophyceae 2 genera (8%), Crysophyceae 1 genera (4%), Chlorophyceae 16 genera (64%), Bacillariophyceae 2 genera (8%), dan Dinophyceae 1 genera (4%). Komposisi fitoplankton ini tersebar di tiga stasiun pengamatan, yaitu: sebanyak 13 genera dari 6 kelas pada stasiun I, 10 genera dari 6 kelas pada stasiun II dan 15 genera dari 6 kelas pada stasiun III. (Tabel 4; Lampiran 3). Tetapi berdasarkan jumlah kelimpahan individu per genera terbanyak adalah dari kelas Chlorophyceae. Reynolds (1984) menyatakan bahwa saat konsentrasi P menurun, Diatom, Dinophyceae, dan Chlorophyceae akan terbantu, sedangkan Cynophyceae akan menurun.

Welch dan Lindell (1980) menyatakan komposisi jenis fitoplankton yang umum dijumpai pada perairan tawar terdiri dari lima kelompok besar yaitu fillum

(10)

Chlorophyceae dan Cyanophyceae merupakan jenis yang paling dominan di perairan tawar tergenang. Komunitas fitoplankton perairan tergenang (khususnya perairan tawar seperti danau, waduk dan kolam) cenderung didominasi oleh genera-genera fitoplankton dari kelas Chlorophyceae dan Cyanophyceae (Seller dan Markland 1987).

Tabel 4 Jumlah genera fitoplankton per periode di tiga kolong Kecamatan Pemali Kabupaten Bangka

Kelas Fitoplanton Stasiun Periode Cyano

phyceae Eugleno phyceae Cryso phyceae Chloro phyceae Bacillario phyceae Dino phyceae I 1 2 3 4 5 6 3 2 2 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 0 6 4 4 7 5 4 1 1 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 Subtotal 11 6 2 30 2 6 II 1 2 3 4 5 6 1 1 0 1 1 0 0 0 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 6 4 2 5 4 2 1 0 0 1 0 0 1 1 1 1 1 1 Subtotal 4 2 6 23 3 6 III 1 2 3 4 5 6 3 2 0 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 7 6 6 4 7 6 1 2 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 Subtotal 8 7 3 36 8 6 Total 23 15 11 89 13 18

Tabel 4 memperlihatkan perbedaan komunitas fitoplankton antar stasiun, dan spesies yang teridentifikasi tertinggi selama enam periode terjadi pada stasiun III. Hal ini diduga karena stasiun III merupakan kolong tua dan bersifat terbuka menerima masukan air dari anak sungai dan rawa yang diduga ikut juga membawa jenis fitoplankton tertentu sehingga memungkinkan di stasiun ini komposisi spesiesnya relatif tinggi. Selain itu, konsentrasi rataan PO4-P tertinggi yang

(11)

diperoleh dari ketiga stasiun pengamatan terjadi pada stasiun III (0,438 mg/l). Fosfor sering dikenal sebagai faktor pembatas pada perairan tawar (Schindler 1978). Lebih lanjut dijelaskan Sterner (2004) bahwa hasil optimal pertumbuhan alga akan diperoleh dari kombinasi P dan Fe.

Kelimpahan Fitoplankton

Kelimpahan fitoplankton yang ditemukan di ketiga stasiun berbeda dimana secara keseluruhan total kelimpahan fitoplankton tertinggi terdapat pada stasiun I sebesar 63.643 individu/l dan terendah pada stasiun II yaitu sebesar 779,4 individu/l (Lampiran 3). Tingginya kelimpahan fitoplankton di stasiun I dan stasiun III disebabkan karena tingginya konsentrasi unsur hara yang terdapat pada daerah tersebut dibandingkan dengan stasiun II (Lampiran 2). Stasiun I dan III termasuk kolong tua karena berusia lebih dari 10 tahun. Unsur hara perairan kolong sangat tergantung pada usia dan tipe kolong (Unsri 1999). Nybakken (1988) menyatakan bahwa ketersediaan unsur hara yang cukup dapat digunakan oleh fitoplankton untuk tumbuh dan berkembang.

Kelimpahan total fitoplankton pada stasiun I sebesar 63.643 individu/l terbanyak diwakili oleh kelas Chlorophyceae dan Cyanophyceae. Diikuti stasiun III, kelimpahan total fitoplankton sebesar 53.276 individu/l diwakili oleh kelas Chlorophyceae dan Cyanophyceae. Di stasiun II kelimpahan total fitoplankton sebesar 779,4 individu/l paling banyak diwakili oleh kelas Chlorophyceae dan Dinophyceae (Tabel 5).

Komposisi fitoplankton pada kolom air yang selalu berubah-ubah dipengaruhi oleh kemampuan fitoplankton dalam memanfaatkan unsur hara. Perubahan dominasi dan kelimpahan fitoplankton dalam suatu perairan disebabkan karena adanya perubahan kondisi fisik kimia perairan (Goldman dan Horne 1983). Struktur komunitas fitoplankton mengalami perubahan dari tempat dan waktu ke waktu. Perubahan tersebut akan mencerminkan perkembangan komunitas secara keseluruhan, baik keragaman maupun produktivitas. Variasi maupun perubahan komunitas tersebut tidak lain karena adanya pengaruh faktor-faktor lingkungan.

(12)

Tabel 5 Nilai rata-rata kelimpahan (Ind/l) per periode kelas fitoplankton di perairan kolong

Kelas Fitoplanton Stasiun Periode Cyano

phyceae Eugleno phyceae Chryso phyceae Chloro phyceae Bacillario phyceae Dino phyceae I 1 2 3 4 5 6 3.612,0 180,0 2.466,0 90,0 5.742,0 3.666,0 1.020,0 342,0 606,0 8.222,0 1.056,0 1.596,0 72,0 0,0 0,0 0,0 42,0 0,0 7.152,0 3.852,0 6.816,0 4.224,0 7.668,0 4.459,0 30,0 12,0 0,0 0,0 0,0 0,0 3.918,0 222,0 2.580,0 354,0 840,0 204,0 Subtotal 15.756,0 5.442,0 114,0 34.171,0 42,0 8.118,0 II 1 2 3 4 5 6 8,4 9,0 0,0 45,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,6 1,2 0,0 0,0 52,8 4,2 7,2 3,6 1,2 6,6 42,6 58,2 7,2 259,2 84,0 6,0 1,8 0,0 0,0 0,6 0,0 0,0 55,8 11,4 56,4 3,0 6,0 42,0 Subtotal 67,8 1,8 75,6 457,2 2,4 174,6 III 1 2 3 4 5 6 2.418,0 1.074,0 0,0 8.616,0 354,0 90,0 2.646,0 1.164,0 1.326,0 1.242,0 624,0 204,0 324,0 0,0 0,0 0,0 6,0 6,0 5.832,0 3.866,0 3.618,0 9.660,0 4.242,0 2.394,0 6,0 24,0 6,0 18,0 36,0 24,0 516,0 222,0 726,0 1.602,0 312,0 60,0 Subtotal 12.552,0 7.224,0 336,0 29.612,0 114,0 3.438,0

Secara umum, hasil dari enam kali pengamatan pada tiga stasiun menunjukkan kelimpahan fitoplankton tertinggi terjadi pada stasiun I. Hal ini diduga karena stasiun I merupakan kolong tua dan bersifat tertutup sehingga masukan unsur banyak yang terperangkap dan menumpuk dalam kolom air. Rataan kandungan unsur hara terutama nitrat pada stasiun I relatif lebih tinggi dibandingkan dengan stasiun II dan III, yaitu: 0,209 mg/l NO3-N. Nutrien anorganik utama yang dibutuhkan

fitoplankton bagi pertumbuhan dan perkembangbiakan adalah nitrogen dalam bentuk nitrat (Nybakken 1988). Demikian juga pH yang berkisar antara 6,83-7,64, dan rataan konsentrasi oksigen terlarut 6,683 mg/l, sehingga memungkinkan terjadinya pertumbuhan dan perkembangan fitoplankton lebih baik pada stasiun ini.

Kelimpahan fitoplankton terendah terjadi pada stasiun II. Hal ini terjadi karena stasiun II merupakan kolong muda dan bersifat terbuka sehingga kandungan unsur hara nitrogen dan fosfor relatif lebih rendah dibandingkan dengan kolong tua (stasiun

(13)

I dan III). Rataan kandungan unsur hara nitrogen dan fosfor pada stasiun II yaitu: 0,029 mg/l NO2-N; 0,112 mg/l NO3-N; 0,018 mg/l NH3-N; 0,160 mg/l DIN dan 0,166

mg/l PO4-P. Demikian juga pH yang berkisar antara 6,11-6,96 dan rataan konsentrasi

oksigen terlarut 6,420 mg/l, sehingga memungkinkan pertumbuhan dan perkembangan fitoplankton lebih rendah pada stasiun ini.

24.76 8.70 23.56 8.55 0.23 13.56 0.18 9.70 0.63 53.69 58.66 55.58 0.07 0.31 0.21 12.76 22.40 6.45 0% 20% 40% 60% 80% 100% St.1 St. 2 St. 3 stasiun per s ent a se

Cyano Eugleno Chryso Chloro Bacillario Dino

Gambar 7 Kelimpahan Genera Fitoplankton pada tiga kolong di Kecamatan Pemali Kabupaten Bangka

Terjadinya perbedaan kelimpahan fitoplankton antar stasiun selama pengamatan karena dimungkinkan adanya perbedaan dari beberapa faktor fisika-kimia air, seperti kekeruhan, oksigen terlarut, karbon dioksida, dan unsur hara (Lampiran 1 dan 2).

Bila diperhatikan pada Tabel 5 terlihat sangat jelas dominasi Chlorophyceae pada semua stasiun dan tiap periode pengamatan. Jenis yang dominan dan sering muncul sepanjang waktu pengamatan adalah Staurastrum sp. dan Ankistrodesmus sp. (Lampiran 3). Dominasi kuat genera Chlorophyceae terjadi karena diketahui jenis-jenis ini menyebar pada perairan yang masih mendapat cukup cahaya dan unsur hara.

Chlorococcales mendominasi saat suplai nitrat dan ammonium masih tinggi (Reynold 1984).

(14)

Indeks Biologi fitoplankton

Indeks biologi adalah untuk mengevaluasi suatu komunitas fitoplankton yang ditemukan di suatu perairan. Indeks biologi yang dianalisis dalam penelitian meliputi Indeks Keanekaragaman (H’) yang menunjukkan kekayaan jenis, Indeks Keseragaman (E) yang menunjukkan keseragaman sebaran individu dalam suatu komunitas dan Indeks Dominansi (C) yang menunjukkan jumlah individu suatu jenis yang paling banyak ditemukan dalam komunitas dan kelimpahan.

Tabel 6 menunjukkan bahwa nilai rataan Indeks Keanekaragaman (H’) antara ketiga stasiun tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Nilai rataan Indeks Keanekaragaman tertinggi terdapat pada stasiun III sebesar 1,66, sedangkan terendah terdapat pada stasiun II yaitu 1,23. Berdasarkan Indeks Keanekaragaman Shannon-Weaver, keanekaragaman dan kestabilan komunitas ketiga perairan kolong (<2,3062) termasuk dalam katagori rendah dengan jumlah jenis rendah dan pemerataan penyebaran jumlah individu tiap jenis rendah.

Nilai rataan Indeks Keseragaman (E) antara ketiga stasiun tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Nilai rataan keseragaman tertinggi terdapat pada stasiun I sebesar 0,71 dan terendah terdapat pada stasiun II yaitu 0,63. Berdasarkan Indeks Keseragaman Odum (1971), penyebaran jumlah individu setiap spesies pada ketiga perairan kolong (mendekati 1,0) dapat dikatakan sama atau tidak jauh berbeda.

Berdasarkan nilai rata-rata Indeks Dominasi (C), antara ketiga stasiun tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Nilai rata-rata dominasi tertinggi terdapat pada stasiun II sebesar 0,42 dan terendah terdapat pada stasiun III yaitu 0,28. Berdasarkan Indeks Dominasi Simpson, tidak ada spesies tertentu yang mendominasi spesies lainnya dan struktur komunitas fitoplankton pada ketiga perairan kolong (mendekati 0,0) dalam keaadan stabil (Odum 1971).

Berdasarkan nilai rata-rata Indeks Dominasi (C), antara ketiga stasiun tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Nilai rata-rata dominasi tertinggi terdapat pada stasiun II sebesar 0,42 dan terendah terdapat pada stasiun III yaitu 0,28. Berdasarkan Indeks Dominasi Simpson, tidak ada spesies tertentu yang mendominasi spesies

(15)

lainnya dan struktur komunitas fitoplankton pada ketiga perairan kolong (mendekati 0,0) dalam keaadan stabil (Odum 1971).

Tabel 6 Indeks biologi fitoplankton pada tiga kolong pengamatan di Kecamatan Pemali Kabupaten Bangka.

Indeks Biologi Stasiun Periode H’ E C I 1 2 3 4 5 6 1,69 1,09 1,47 2,13 1,47 1,53 0,66 0,52 0,71 0,93 0,67 0,74 0,23 0,53 0,28 0,23 0,27 0,25 Rata-rata 1,58 0,71 0,30 II 1 2 3 4 5 6 1,68 1,54 0,75 1,35 1,27 0,77 0,73 0,79 0,47 0,59 0,65 0,55 0,25 0,30 0,64 0,32 0,37 0,61 Rata-rata 1,23 0,63 0,42 III 1 2 3 4 5 6 2,06 1,97 1,65 1,47 1,55 1,28 0,76 0,79 0,75 0,71 0,63 0,52 0,16 0,17 0,25 0,28 0,35 0,46 Rata-rata 1,66 0,69 0,28

Berdasarkan nilai rata-rata Indeks Dominasi (C), antara ketiga stasiun tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Nilai rata-rata dominasi tertinggi terdapat pada stasiun II sebesar 0,42 dan terendah terdapat pada stasiun III yaitu 0,28. Berdasarkan Indeks Dominasi Simpson, tidak ada spesies tertentu yang mendominasi spesies lainnya dan struktur komunitas fitoplankton pada ketiga perairan kolong (mendekati 0,0) dalam keaadan stabil (Odum 1971).

Sedangkan berdasarkan hasil pengamatan (Lampiran 3), genera Staurastrum sp. (34%) dari kelas Cholorophyceae, Oscillatoria sp. (21%) dari kelas Cyanophyceae,

(16)

kelas Euglenophyceae, dan Peridinium sp. dari kelas Dinophyceae merupakan penyusun utama komunitas fitoplankton di seluruh lokasi penelitian baik di stasiun I, II dan III. Kombinasi nutrien terlarut dengan kelimpahan fitoplankton yang rendah akan membuat pertumbuhan alga lambat, sehingga komunitas didominasi oleh spesies yang rendah angka pertumbuhan maksimalnya (Robert et al. 2004).

Biomass (klorofil-a)

Klorofil-a adalah katalisator fotosintesis yang penting dan terdapat di alam sebagai pigmen hijau dalam semua jaringan tubuh tumbuhan berfotosintesis. Keadaan ini membuat klorofil-a berfungsi sebagai pigmen utama penyerap cahaya dalam proses fotosintesis. Unsur hara memegang peranan penting dalam peningkatan pertumbuhan dan produksi fitoplankton yang nantinya akan berimbas pada peningkatan klorofil-a di perairan. Disamping unsur hara makro yang dibutuhkan sebagai kontrol produksi, juga sangat diperlukan unsur hara mikro sebagai salah satu faktor penting untuk mendukung pertumbuhan fitoplankton. Konsentrasi chlorofil-a cenderung meningkat dengan penambahan nutrien (Hansson 2004).

Berdasarkan hasil pengamatan pada tiga stasiun, konsentrasi klorofil-a untuk setiap periodenya relatif sama (Tabel 7). Nilai klorofil tertinggi diperoleh pada stasiun II periode 5 sebesar 0,3 mg/l dan terendah pada stasiun III periode 1 yaitu 0,1 mg/l. Sedangkan rataan biomass tertinggi terjadi pada stasiun II yaitu 0,023 mg/l dan terendah terjadi pada stasiun III yaitu 0,019 mg /l.

Berdasarkan kandungan klorofil-a (0 – 4 mg/l) yang didapat, maka perairan kolong dikatagorikan sebagai perairan tipe oligotrofik. Welch (1980) menyatakan selain untuk menduga biomass alga, klorofil juga dapat digunakan untuk menentukan kesuburan perairan. Kisaran jumlah klorofil-a 0 – 4 mg/l merupakan ciri perairan

oligotrofik; 5 – 10 mg/l merupakan perairan mesotrofik; dan 10 – 100 mg/l

merupakan perairan tipe eutrofik.

Berdasarkan hal tersebut di atas, diduga ada keterkaitan biomass dengan kelimpahan fitoplankton dari kelas Chlorophyceae seperti Staurastrum sp. dan

(17)

Ankistrodesmus sp. yang mendominasi kelimpahan fitoplankton pada semua stasiun

pengamatan maupun per periode.

Tabel 7 Nilai konsentrasi klorofil-a fitoplankton per periode pada tiga kolong pengamatan di Kecamatan Pemali Kabupaten Bangka

Stasiun Periode Klorofil-a (mg/l) I 1 2 3 4 5 6 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 Rataan 0,020 II 1 2 3 4 5 6 0,02 0,02 0,02 0,02 0,03 0,02 Rataan 0,023 III 1 2 3 4 5 6 0,01 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 Rataan 0,019

Produktivitas Primer Fitoplankton

Hasil perhitungan produktivitas primer dari setiap periode menunjukkan bahwa nilai produktivitas primer kotor dan nilai produktivitas primer bersih cukup rendah. Hal ini diduga ada pengaruh dari perifiton yang banyak dijumpai pada dasar perairan kolong yang dangkal. Vadeboncoeur et al. (2003) dalam Sigee (2005) menyatakan bahwa pada danau oligotrofik Grennland yang dangkal, perifiton (alga bentik) menyumbang 80-90% produktivitas primer. Produktivitas primer fitoplankton pada

(18)

tiga kolong di Kecamatan Pemali Kabupaten Bangka selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 8.

Produktivitas primer pada stasiun I selama penelitian berkisar antara -5,00 mgC/m3/jam (periode 4 dan 5) sampai 9,37 mgC/m3/jam (periode 3), stasiun II berkisar antara -18,75 mgC/m3/jam (periode 4 dan 5) sampai 4,37 mg/Cm3/jam (periode 3), dan stasiun III berkisar antara -21,25 mgC/m3/jam (periode 1) sampai 41,88 mg/Cm3/jam (periode 2). Rataan nilai produktivitas primer pada stasiun I adalah 0,31 mg/Cm3/jam, stasiun II adalah -8,13 mg/Cm3/jam dan stasiun III adalah 5,00 mg/Cm3/jam.

Tabel 8 Nilai produktivitas primer per periode pada tiga kolong pengamatan di Kecamatan Pemali Kabupaten Bangka

Stasiun Periode Produktivitas Primer Kotor (mgC/m3/ jam) Produktivitas Primer Bersih (mgC/m3/ jam) I 1 2 3 4 5 6 3,75 23,13 -13,75 13,75 13,75 0,00 -1,87 23,13 -23,13 18,75 18,75 3,12 Rataan 6,77 6,46 II 1 2 3 4 5 6 48,13 0,00 75,00 -13,75 -13,75 0,00 48,13 13,75 70,63 5,00 5,00 1,88 Rataan 15, 94 24,06 III 1 2 3 4 5 6 -0,63 0,00 -80,00 -30,63 -1,25 -1,25 20,63 -41,68 -70,63 -50,63 -2,50 1,25 Rataan -18,96 -23,96

(19)

Jika diperhatikan, rataan produktivitas primer kotor (FK) stasiun I dan III relatif lebih besar dari rataan produktivitas primer kotor (FK) stasiun II, sedangkan pada stasiun II rataan nilai produktivitas primer bersih (FB) relatif lebih besar daripada stasiun I dan III. Hal ini juga erat kaitannya dengan karakteristik kolong dimana stasiun II merupakan kolong baru dan bersifat terbuka sehingga kandungan unsur hara (Lampiran 2) dan kelimpahan fitoplankton relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan dengan stasiun I dan III. Tingginya unsur hara yang diperoleh menunjukkan bahwa ada peran unsur hara terhadap peningkatan produktivitas primer perairan, terutama fosfor.

Beberapa periode pengamatan memperoleh nilai produktivitas primer negatif karena hasil fotosintesis tidak seimbang dengan respirasi. Seringkali daerah-daerah yang memiliki kelimpahan fitoplankton yang tinggi selalu diikuti dengan produktivitas primer yang tinggi. Namun pada penelitian ini, kelimpahan fitoplankton tertinggi terjadi pada stasiun I (Lampiran 3). Ternyata produktivitas primer tertinggi terjadi pada stasiun III (Tabel 8). Hal terjadi karena adanya kontribusi dari fitoplankton-fitoplankton yang berukuran kecil seperti Ultraplankton (<2 µm) dan

Nanoplankton (2 – 20 µm). Menurut Kaswadji et al. (1993) penyumbang terbesar

produktivitas primer di perairan adalah dari fitoplankton berukuran Ultraplankton yang menyumbang sebesar 56,06%. Dikatakan juga hal ini terjadi akibat dari beberapa hal seperti dari ukuran nanoplankton dan ultraplankton yang sangat kecil sehingga tidak tertangkap oleh jaring plankton yang digunakan pada saat pengamatan.

Hubungan Unsur Hara dengan Kelimpahan Fitoplankton

Hubungan antara kelimpahan fitoplankton terhadap masing-masing unsur hara dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan analisis regresi berganda. Dari hasil analisis menunjukkan adanya hubungan linier yang kuat antara Fe, DIN dan PO4-P dengan kelimpahan fitoplankton pada stasiun I (R2 = 83,4%), stasiun II (R2 = 97,6%) dan stasiun III (R2 = 57,3%). Selanjutnya pengaruh unsur hara Fe, DIN dan PO4-P terhadap kelimpahan fitoplankton pada stasiun I dan III menunjukkan bahwa

(20)

adalah kurang nyata (p>0,05), sedangkan pada stasiun II adalah sangat nyata (p<0,05) (Lampiran 7).

Hubungan Unsur Hara dengan Produktivitas Primer Bersih (NPP)

Hubungan antara produktivitas primer bersih terhadap masing-masing unsur hara dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan analisis regresi berganda. Analisis regresi berganda menunjukkan adanya hubungan linier yang kuat antara Fe, DIN dan PO4-P dengan NPP pada stasiun II (R2 = 79,6%) dan stasiun III (R2 = 57,3%) serta lemah pada stasiun I (R2 = 22,2%). Selanjutnya stasiun I dan II menunjukkan bahwa pengaruh unsur hara Fe, DIN dan PO4-P terhadap kelimpahan fitoplankton adalah kurang nyata (p>0,05), sedangkan pada stasiun III adalah sangat nyata (p<0,05) (Lampiran 8).

Nilai-nilai yang diperoleh menunjukkan bahwa regresi linier (Lampiran 7 dan 8) dapat digunakan untuk menggambarkan hubungan antara unsur hara Fe, DIN (nitrat, nitrit dan ammonia) dan PO4-P dengan kelimpahan dan produktivitas primer

fitoplankton. Parson et al. (1984) menyatakan ketersediaan unsur hara pada suatu perairan bukanlah merupakan satu-satunya faktor yang dapat meningkatkan produksi dan produktivitas primer fitoplankton. Namun, secara statistik ternyata ada korelasi yang erat antara DIN dan PO4P (stasiun I = 84,2%; pvalue<0,05; stasiun II =

-79,7%; p-value>0,05; dan stasiun III = 98,4%; p-value<0,05) dengan kelimpahan fitoplankton.

Evaluasi Kualitas Air pada Tiga Kolong di Kecamatan Pemali Kabupaten Bangka

Evaluasi kualitas air kolong yang didapat selama pengamatan dapat dilakukan dengan metode STORET atau sistem kriteria tertinggi, sedang, dan terendah tanpa menggunakan baku mutu air yang telah ditetapkan.

Metoda STORET merupakan salah satu metoda untuk menentukan status mutu air yang umum dengan menggunakan sistem nilai dari “US-EPA (Environmental Protection Agency)”. Secara prinsip metoda STORET adalah membandingkan antara data kualitas

(21)

air dengan baku mutu air yang disesuaikan dengan peruntukannya yang tetapkan berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.

Gambar 8 Tingkat kualitas air menurut baku mutu air kelas II pada tiga kolong di Kecamatan Pemali Kabupaten Bangka

Hasil analisis metode STORET, kualitas air pada tiga kolong di Kecamatan Pemali Kabupaten Bangka masuk dalam katagori tercemar sedang (Gambar 8). Total Fe dan NH3-N memberikan kontribusi yang besar terhadap kualitas perairan

ketiga kolong tersebut (Lampiran 9). Sedangkan berdasarkan kriteria, tertinggi terjadi pada stasiun I (37), dan terendah pada stasiun II (32) (Lampiran 10).

Bila dilihat dari pola analisis metode STORET dan kriteria, diketahui bahwa usia dan tipe kolong sangat berpengaruh terhadap kualitas perairan kolong, dimana kolong tua dan tertutup konsentrasi bahan-bahan organik dan anorganik cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan kolong tua terbuka atau kolong muda terbuka. Bennet (1970) menyatakan bahwa saat bekas galian tambang digenangi air, mineral sulfur, besi dan mineral lainnya akan terlarut dan menjadikan perairan tersebut sangat asam sehingga tidak cocok untuk pertumbuhan organisme akuatik. Lebih lanjut dijelaskan bahwa dengan bertambahnya usia perairan tersebut, tingkat keasamannya semakin berkurang dimana asam sulfid akan disangga oleh deposit batuan kapur atau

(22)

sumber karbonat lainnya atau run off dari daratan sekelilingnya yang akan menghanyutkan mineral tersebut.

Pemanfaatan Kolong

Pemanfaatan kolong di Bangka Belitung untuk perikanan belum optimal. Berdasarkan data Statistik Perikanan Budidaya Propinsi Kepulauan Bangka Belitung, produksi perikanan kolong tahun 2006 adalah 27,69 ton (produktivitas 3,08 ton/ha) dengan luas areal 8,98 ha dari total luas 1.712,65 ha atau baru dimanfaatkan sekitar 0,0052%. Dalam memanfaatkan kolong tersebut, perlu dilihat apakah kolong tersebut layak atau tidak untuk kegiatan perikanan budidaya. Berdasarkan hasil penelitian ini, kolong yang layak untuk kegiatan perikanan budidaya adalah kolong tua dan bersifat terbuka. Kolong tertutup dikuatirkan kandungan logam terlarut masih cukup tinggi. Pada kolong tua terbuka, kandungan unsur hara nitrogen dan fosfor yang dibutuhkan oleh fitoplankton sebagai salah satu sumber pakan alami ikan lebih baik daripada kolong tertutup, baik yang berusia muda atau pun tua. Kandungan logam Fe pada kolong terbuka cenderung lebih rendah daripada kolong tertutup.

Gambar

Gambar 6  Komposisi Fe, nitrogen dan fosfor pada tiga kolong di Kecamatan Pemali  Kabupaten Bangka
Tabel 5   Nilai rata-rata kelimpahan (Ind/l) per periode kelas fitoplankton di perairan  kolong
Gambar 7  Kelimpahan Genera Fitoplankton pada tiga kolong di Kecamatan Pemali  Kabupaten Bangka
Tabel 8  Nilai produktivitas primer per periode pada tiga kolong pengamatan di  Kecamatan Pemali Kabupaten Bangka
+2

Referensi

Dokumen terkait

Universitas Negeri

Fungsi Koordinatif pelaksana Penanggulangan Bencana dilaksanakan melalui koordinasi dengan SKPD lainnya, instansi vertikal di daerah, badan usaha dan/atau pihak lain yang

Semua laporan mengenai pelanggaran akan dilakukan investigasi lebih lanjut, dengan tujuan untuk sedapat mungkin mengumpulkan semua bukti yang ada, sehingga dapat ditarik

Sebanyak 64% pegawai melihat dari perbedaan kewenangan setelah pelaksanaan desentralisasi yang memberikan kewenangan penuh pendidikan dasar dan menengah pada Dinas Pendidikan

d) difasilitasi untuk mendapatkan penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana kegiatan sektor informal. Kebijakan pemerintah yang menertibkan tempat aktivitas atau

Mahasiswa berhak mengajukan permohonan untuk mengikuti ujian komprehensif apabila telah melaksanakan Seminar Proposal serta seminar hasil dan dinyatakan lulus serta telah

Variabel ekonomi makro yang digunakan dalam penelitian ini sebagai penentu tingkat pengembalian investasi saham, antara lain : tingkat pengembalian pasar (dalam model

Penulisan Tugas Akhir ini merupakan salah satu syarat akademis guna memperoleh gelar Ahli Madya pada Program Studi Diploma III Manajemen Pemasaran Fakultas Ekonomi dan