• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI PERFORMANSI PERLINDUNGAN SAMBARAN PETIR PADA SALURAN UDARA TEGANGAN TINGGI (SUTT) 150 KV UNTUK BERAGAM KARAKTERISTIK SAMBARAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STUDI PERFORMANSI PERLINDUNGAN SAMBARAN PETIR PADA SALURAN UDARA TEGANGAN TINGGI (SUTT) 150 KV UNTUK BERAGAM KARAKTERISTIK SAMBARAN"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI PERFORMANSI PERLINDUNGAN SAMBARAN PETIR PADA SALURAN UDARA

TEGANGAN TINGGI (SUTT) 150 KV UNTUK BERAGAM KARAKTERISTIK SAMBARAN

Rizky Fajar Adiputra – 2206 100 061 Program Studi Teknik Sistem Tenaga

Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Kampus ITS Gedung B dan C Sukolilo Surabaya – 60111 Abstrak :

Jumlah sambaran petir di Indonesia tergolong tinggi jika dibandingkan dengan Amerika Serikat. Jumlah hari guruh per tahun yang biasanya digambarkan dengan peta Iso Keraunik Level (IKL) di Indonesia dapat mencapai angka 220 hari guruh per tahun, sedangkan di Amerika Serikat hanya mencapai angka 70 hari guruh per tahun. Oleh karena itu jumlah gangguan pada SUTT di Indonesia yang disebabkan oleh sambaran petir relatif banyak terjadi. Petir yang menyambar SUTT dapat menyebabkan gelombang berjalan yang dapat menyebabkan kegagalan flashover atau back-flashover. Petir memiliki karakteristik sambarannya sendiri.

Karakteristik sambaran yang akan diuji adalah nilai IKL dan jarak sambaran minimum. Menggunakan metode stokastik Monte Carlo untuk mendapatkan nilai kegagalan dengan membangkitkan nilai IKL secara acak antara 180 sampai 260 kemudian dari hasil simulasi Monte Carlo didapatkan nilai kegagalan sebesar 5.0736 kali per 100 km per tahun. Pengujian dengan merubah parameter persamaan menghitung jarak sambaran minimum menunjukkan bahwa persamaan IEEE Working Group memiliki nilai standart deviasi dan error relative yang paling pas untuk menghitung jumlah kegagalan yang terjadi per 100 km per tahun.

Kata Kunci : Lightning Performance, Simulasi Monte Carlo, Iso Keraunik Level, Jarak Sambaran Minimum Kegagalan Perlindungan.

1. PENDAHULUAN

Transmisi sitem tenaga listrik di Indonesia lebih dominan menggunakan saluran udara dibandingkan dengan sistem saluran kabel bawah tanah. Penggunaan saluran udara sebagai media transmisi listrik cukup rentan terhadap sambaran petir karena memiliki konstruksi yang tinggi, bahkan saluran udara yang terletak di pegunungan akan semakin dekat dengan awan sehingga lebih berpotensi tersambar oleh petir. Indonesia termasuk daerah yang memiliki sambaran petir cukup banyak, ditunjukkan dengan IKL atau Isokeraunik Level yang mencapai 180-260 hari per tahunnya. Sambaran petir memiliki karakteristik yang berbeda - beda pada setiap sambarannya, seperti besar arus dan konstanta waktu. Oleh karena itu perlu dilakukan studi lebih lanjut untuk mengetahui pengaruh beragam karakteristik sambaran petir terhadap lightning

performance. Sambaran petir dapat mengakibatkan gangguan, seperti kegagalan isolasi, flashover, backflash over, dan gangguan lainnya. Sambaran petir langsung terdiri dari dua macam, yaitu sambaran pada kawat tanah, dan sambaran pada kawat fasa.

2. PETIR DAN SALURAN UDARA TEGANGAN

TINGGI

2.1. Saluran Udara Tegangan Tinggi [5]

Pada suatu sistem tenaga listrik, energi listrik yang dibangkitkan dari pusat pembangkit listrik ditransmisikan ke pusat-pusat pengatur beban melalui suatu saluran transmisi, saluran transmisi tersebut dapat berupa saluran udara atau saluran bawah tanah, namun pada umumnya berupa saluran udara. Energi listrik yang disalurkan lewat saluran transmisi udara pada umumnya menggunakan kawat telanjang sehingga mengandalkan udara sebagai media isolasi antara kawat penghantar tersebut dengan benda sekelilingnya, dan untuk menyanggah / merentang kawat penghantar dengan ketinggian dan jarak yang aman bagi manusia dan lingkungan sekitarnya, kawat-kawat penghantar tersebut dipasang pada suatu konstruksi bangunan yang kokoh, yang biasa disebut menara / tower. Antara menara / tower listrik dan kawat penghantar disekat oleh isolator.

2.2. Petir

Petir didefinisikan sebagai kilatan besar yang terjadi karena lompatan muatan listrik di atmosfir atau diantara atmosfir dengan tanah di bumi. Ada tiga tipe pelepasan utama petir, yaitu : pelepasan petir dalam awan, pelepasan petir antara awan, pelepasan petir antara awan dengan tanah. Terdapat tiga syarat untuk timbulnya petir yaitu adanya udara naik, kelembaban dan partikel bebas atau aerosol. Udara naik ada karena sebagai pergerakan udara keatas, dengan adanya kelembaban, Udara yang naik menjadi basah dan menghasilkan awan, partikel bebas tidak akan kekurangan di Indonesia karena sebagai negara kepulauan bisa disuplai dari air laut atau air di darat. Akan tetapi Indonesia belum menyadari betapa berbahayanya petir bagi umat manusia. Petir membuat kerugian yang besar sekali, bahkan setiap tahunnya meningkat terus, statistik kerusakan akibat sambaran petir jauh diatas bencana alam lainnya. Tentu saja petir tidak bisa dianggap sebagai pembawa musibah, karena petir merupakan bagian dari sirkuit global.

(2)

3. LIGHTNING PERFORMANCE PADA

SALURAN TRANSMISI DAN PROSES STOKASTIK

3.1. IKL (Iso Keraunik Level) [2]

Nilai isokeraunik level menggambarkan jumlah rata-rata hari per tahun dimana gemuruh akan terdengar selama periode 24 jam (hari guruh per tahun) di daerah yang dilalui oleh saluran transmisi. Keraunik level adalah perhitungan dasar statisktik yang harus diketahui untuk membangun suatu saluran transmisi berdasarkan regionalnya sebelum sambaran petir ke tanah dan sambaran petir ke saluran transmisi. Kesalahan perhitungan dapat menyebabkan kesalahan perhitungan juga pada lightning performance. Nilai IKL (T) di Indonesia berkisar antara 180 sampai 260 hari guruh per tahun. Dari nilai IKL untuk mendapatkan nilai sambaran petir ke tanah dapat menggunakan persamaan 3.1

N = 0.12 T ………...(3.1) 3.2. Kegagalan Perisaian pada Saluran Transmisi

Bila sambaran petir mendekat dengan jarak S dari saluran dan bumi, sambaran petir itu akan dipengaruhi oleh benda apa saja yang berada di bawah dan melompati jarak S untuk mengadakan kontak dengan benda itu. Jarak S disebut jarak sambaran dan inilah konsep elektrogeometris. Selanjutnya bila XS = 0 ini dinamakan perisaian efektif.

Gambar 3.1. menunjukkan model perisaian tidak sempurna.

Gambar 3.1. Perisaian Tidak Sempurna

Jarak sambaran adalah sebagai fungsi dari muatan, oleh karena itu diberikan persamaan sebagai berikut 𝑆 = 𝑎 𝐼𝑏 ………..…...(3.2) konstanta pada rumus 3.2 dapat berubah sesuai dengan acuan yang digunakan, acuan terdapat pada tabel 3.1. dimana S adalah jarak sambaran dalam meter dan I adalah arus petir dalam kA. Pada Gambar 3.2 ditunjukkan grafik perbandingan nilai yang didapatkan dengan menggunakan masing-masing persamaan.

Tabel 3.1 Tabel Konstanta Jarak Sambaran [10]

Persamaan a b

Young, et al. 27 0.32

Amstrong, Whitehead 6.7 0.8

Brown, Whitehead 7.1 0.75

Love 10 0.65

IEEE Working Group 8 0.65

Suzuki 3.3 0.78

3.3. Two Point Method untuk Perhitungan Lightning

Performance pada Saluran Transmisi [2]

Untuk mendapatkan hasil yang diinginkan dengan menggunakan metode ini, maka metode ini berdasarkan dengan konsep sebagai berikut:

1. Mayoritas kegagalan akibat back-flashover disebabkan oleh sambaran petir dengan besar 80 kA atau lebih, dan dari 1.8s sampai 2s sesuai dengan kondisi di lapangan. Untuk metode ini, dipilih waktu puncak fungsi ramp 2s, dengan puncak datar.

2. Pantulan dari menara terdekat dimasukkan. Pantulan ini dapat mengurangi tegangan puncak menara dan juga mengurangi flashover saluran transmisi. Pantulan ini terdistorsi oleh arus korona, dan kecepatan propagasinya diperlambat oleh adanya resistansi dan pengaruh korona. Jika jarak tower yang berdekatan 300 m, pantulan yang diperlambat ini akan sampai ke menara yang tersambar dalam waktu sekitar 2.2s. rata – rata jarak rentangan antar menara transmisi sekitar 200m atau lebih, maka dipilih waktu muka sambaran 2s sebagai standart.

3. Pada gambar 3.3 ditunjukkan gelombang sambaran arus petir per unit yang digunakan sebagai standart dan dua titik A dan B dimana arus sambaran kritis diperlukan untuk menghitung tegangan isolator. Yang paling rendah dari kedua arus sambaran tersebut digunakan sebagai arus sambaran kritis yang dipakai dalam perhitungan flashover. Flashover yang terjadi diatas 6s diasumsikan jarang terjadi karena arus sambaran sudah merata. Untuk kedua tegangan A dan B dihitung untuk tiap isolator pada menara sampai dapat ditentukan bahwa isolator mendapat tekanan yang sama.

4. Sambaran lanjutan untuk ini diabaikan. Hal ini karena sambaran lanjutan dalam satu kilat memiliki besar lebih kecil dibandingkan sambaran pertama serta karena waktu sambarannya lebih pendek sehingga ketahanan isolatornyalebih besar.

(3)

Gambar 3.3. Grafik Arus Sambaran dan Tegangan Isolator Dihitung pada Dua Titik Waktu

5. Dengan memilih dua titik untuk waktu 2s dan 6s, semua persamaan tegangan akan disederhanakan. Dengan mensubstitusikan t0 dengan nilai 2s dan untuk

tanpa adanya pantulan dari menara yang berdekatan. Persamaan 3.23 disederhanakan menjadi persamaan berikut:

𝑉𝑇 2= 𝑍𝑡−1−Ψ𝑍𝑤 1 −1−Ψ𝜏𝑇 𝐼 …………...(3.3) dimana 𝑉𝑇 2 adalah nilai tegangan puncak menara pada waktu 2s untuk satu p.u. arus sambaran untuk waktu 2s. Konstanta peredaman  biasanya tidak akan melebihi 0.2. Besar tegangan untuk tahanan kaki menara dapat diperoleh melalui persamaan berikut

𝑉𝑅 2= 𝛼1−Ψ𝑅𝑍𝐼 1 −1−ΨΨτ𝑇 𝐼 ………...(3.4)

dimana (VR)2 adalah besar tegangan pada tahanan kaki

menara pada waktu (t + 2T) s untuk satu p.u arus sambaran pada waktu 2s. Pantulan tegangan dari menara terdekat, yang sampai ke menara yang tersambar kilat pada waktu 2s (diberikan 2T <2) adalah: 𝑉′𝑇 2=−4𝐾𝑆 𝑉𝑇 2 2 𝑍𝑆 1−2 𝑉𝑇 2 𝑍𝑆 1 −𝑆 ...(3.5)

dimana KS adalah faktor peredaman rentang menara.

Jika S > 1, tidak terjadi pantulan saat waktu 2s. Total

besar tegangan pada puncak menara adalah:

𝑉 𝑇 2= 𝑉𝑇 2+ 𝑉′𝑇 2 ………...…....(3.6)

Tegangan , pada lengan menara n saat 2s ditentukan dengan interpolasi, maka didapatkan persamaan:

𝑉𝑝𝑛 2= 𝑉𝑅 2+ 𝜏𝑇−𝜏𝑝𝑛

𝜏𝑇 𝑉𝑇 2− 𝑉𝑅 2 ………...…(3.7)

Tegangan surja insulator untuk fase n saat 2s adalah selisih antara tegangan surja lengan menara dan

𝑉𝑠𝑛 2= 𝑉𝑝𝑛 2− 𝐾𝑛 𝑉 𝑇 2 ………...….(3.8)

Setelah arus mencapai nilai puncak dan tegangan menara telah menurun dan setelah pengaruh impedansi surja menara menghilang, tegangan yang dihasilkan saat waktu 6s menjadi:

𝑉𝑇 6= 𝑉𝑅 6= 𝑉𝑝𝑛 6= 𝑍𝑍𝑠𝑅

𝑠+2𝑅 𝐼 ………...…(3.9)

Pantulan dari menara yang berdekatan belum sepenuhnya habis. Untuk memudahkan perhitungan, hanya digunakan gelombang pantulan yang pertama. Sehingga persamaannya menjadi:

𝑉′𝑇 6= −4𝐾𝑠𝑍𝑠 𝑍𝑅

𝑠+2𝑅

2

1 −𝑍2𝑅

𝑠+2𝑅 …….…(3.10)

Tegangan total isolator saat 6s adalah:

𝑉𝑠𝑛 6= 𝑉𝑇 6+ 𝑉′𝑇 6 1 − 𝐾𝑛 ………..…(3.11)

Kekuatan dielektrik isolator saat 2s dan 6s adalah:

𝑉𝐼 2= 820𝑊 ……….……(3.12)

dan

𝑉𝐼 6= 585𝑊 ………...……..…(3.13)

Dimana (VI)2 adalah kekuatan flashover insulator saat

2s dan (VI)6 adalah kekuatan flashover insulator saat

6s, dan W adalah panjang isolator (m). Arus sambaran kritis yang diperlukan agar terjadi lompatan api pada isolator n saat 2s dan 6s (tanpa ada pengaruh tegangan sistem) adalah:

𝐼𝑐𝑛 2=820𝑊 𝑉 𝑠𝑛 2= 𝑉12 𝑉𝑠𝑛2 ………..……..…(3.14) dan 𝐼𝑐𝑛 6=585𝑊 𝑉 𝑠𝑛 6= 𝑉16 𝑉𝑠𝑛6 ……….………(3.15)

6. Arus sambaran kritis yang diperlukan agar terjadi lompatan api pada isolator n saat 2s dan 6s dengan tambahan pengaruh tegangan sistem adalah:

𝐼′𝑐𝑛 2= 820𝑊−𝑉𝑜𝑛 𝑉sin 𝜃𝑛−𝛼𝑛

𝑠𝑛 2 𝐼𝑐𝑛 2 ……...…(3.16)

dan

𝐼′𝑐𝑛 6= 585𝑊−𝑉𝑜𝑛 𝑉sin 𝜃𝑛−𝛼𝑛

𝑠𝑛 6 𝐼𝑐𝑛 6 ……...…(3.17)

7. Probabilitas flashover pada perhitungan ini digunakan persamaan dari Andersson-Eriksson, yaitu:

𝑃𝐼= 1 1+ 𝐼

31

2.6 ……….………..……(3.18)

dimana PI adalah probabilitas arus puncak di setiap

sambaran kilat akan melebihi arus I. 3.4. Simulasi Monte Carlo

Monte Carlo Simulation adalah algoritma komputasi untuk mensimulasikan berbagai perilaku sistem fisika dan matematika. Pengujian monte carlo dilakukan dengan cara memasukkan variable acak dengan range tertentu kemudian di run berulang sebanyak – banyaknya sampai mendapatkan hasil yang konvergen. Karena semakin banyak perulangan yang kita lakukan, semakin

(4)

memerlukan pengulangan (repetisi) dan perhitungan yang amat kompleks, metode Monte Carlo pada umumnya dilakukan menggunakan komputer, dan memakai berbagai teknik simulasi computer seperti Matlab atau Ms. Excel.

Secara manual metode ini mempunyai langkah-langkah: melakukan observasi terhadap parameter yang akan dimodelkan, menghitung frekwensi tiap-tiap nilai parameter, menghitung distribusi frekwensi kumulatif dan distribusi probabilitas kumulatif, memasangkan nilai kelas dari tiap parameter dengan bilangan random dengan range antara 0 sampai n (sesuai dengan kebutuhan), menarik suatu bilangan random dengan menggunakan tabel random.

4. ANALISIS LIGHTNING PERFORMANCE

PADA SALURAN TRANSMISI

4.1. Perhitungan Jumlah Kegagalan (failure) per 100km per Tahun dengan Merubah Nilai IKL Nilai IKL daerah di Indonesia memiliki nilai antara 180 sampai 260 hari guruh per tahun. Untuk mendapatkan nilai yang sempurna dari jumlah kegagalan (failure) per 100km per tahun, maka dapat dilakukan dengan cara membangkitkan bilangan acak nilai IKL diantara 180 sampai 260 kemudian melakukan perulangan sebanyak-banyaknya dengan menggunakan metode Simulasi Monte Carlo. Setelah mendapatkan hasilnya melalui metode Simulasi Monte Carlo kemudian kita dapat mengetahui nilai rata-rata dari nilai kegagalan tersebut. Perhitungan ini menggunakan tahanan tanah kaki menara sebesar 10Ω.

4.2. Korelasi Jumlah Perulangan dengan Nilai IKL dan Nilai Kegagalan

Setelah melakukan perhitungan, maka dapat dilakukan analisis korelasi antara jumlah percobaan dengan rata-rata nilai IKL dan rata-rata nilai kegagalan.

Tabel 4.1 Hasil Percobaan Perhitungan Nilai IKL Jumlah Perulangan

(kali) Rata-rata Nilai IKL Nilai Rata-Rata Failure

1 225.0133 5.1500 10 224.0879 5.1898 50 213.4777 4.9441 100 217.4422 5.0359 150 218.0475 5.0669 200 220.1879 5.0486 250 218.5605 5.0927 500 223.1916 5.0565 1000 220.2585 5.0778  220.0297 5.0736  3.6588 0.0697

Pada gambar 4.1 menunjukkan grafik hubungan antara jumlah percobaan dan nilai IKL, sedangakan pada gambar 4.2 menunjukkan grafik hubungan antara jumlah percobaan dengan nilai kegagalan.

Dari kedua gambar tersebut menunjukkan bahwa dari hasil pengujian daerah di Indonesia memiliki nilai IKL rata-rata sebesar 220.0297 hari guruh pertahun, dengan nilai kegagalan (failure) back-flashover sebesar 5.0736 kali per 100 km pertahun.

Gambar 4.1. Grafik Hubungan Jumlah Percobaan dengan Nilai IKL

Gambar 4.2. Grafik Hubungan Jumlah Percobaan dengan Nilai Kegagalan

4.3. Sambaran Petir ke Tanah

Untuk mendapatkan nilai sambaran petir ke tanah dapat menggunakan persamaan 3.1 dengan menggunakan nilai IKL 220.0297, maka didapatkan

N = 0.12 x 220.0297 = 26.4046 kali per km2 per tahun

Hasil ini menandakan bahwa dalam setiap tahun terjadi 220.0297 hari guruh, jumlah sambaran yang menyambar sampai ke tanah sebesar 26.4046 kali per km2.

4.4. Perhitungan Kegagalan Back-Flashover dengan Perubahan Arus Sambaran Minimum dan Jarak Sambaran Minimum

Dengan menggunakan persamaan 3.2 dan dengan merubah parameter persamaan yang terdapat pada tabel 3.1, maka dapat dilakukan perhitungan jarak sambaran minimum dari 6 parameter persamaan tersebut dan dilanjutkan dengan mencari nilai kegagalannya. Digunakan juga simulasi Monte Carlo untuk mendapatkan hasil yang mendekati nilai sempurnanya. Membangkitkan bilangan acak untuk arus sambaran minimum antara 10 kA sampai 200kA.

4.5. Nilai Kegagalan dengan Menggunakan Persamaan Young

Dengan menggunakan persamaan Young (nilai a=27, nilai b=0,32) maka hasil perhitungan hingga 1000 kali percobaan dapat dilihat pada tabel 4.2

Dari nilai arus sambaran minimum maka dapat diketahui nilai jarak sambaran minimum (S). Dari hasil simulasi didapatkan rata-rata kegagalan adalah sebesar

(5)

𝐹𝑟𝑎𝑡𝑎 2=5.5342 + 4.8403 + 4.5919 + 4.6240 4

= 4.8976 kali per 100 km per tahun

dan rata-rata untuk standard deviasi dari jumlah total kegagalan perlindungan per 100 km per tahun adalah:

𝑟𝑎𝑡𝑎 2=

7.8496 + 6.8990 + 6.6631 + 6.7062 4

= 7.0295

Tabel 4.2 Hasil Simulasi dengan Persamaan Young

Persamaan Young ini memiliki nilai rata-rata kegagalan sebesar 4.8976 per 100 km per tahun dan memiliki nilai Standart Deviasi 7.0295. Gambar 4.3 menunjukkan grafik jumlah percobaan dengan nilai kegagalan jika menggunakan persamaan Young.

Gambar 4.3. Grafik Jumlah Kegagalan dengan Persamaan Young

4.6. Nilai Kegagalan dengan Menggunakan Persamaan Amstrong dan Whitehead

Dengan menggunakan persamaan Armstrong dan Whitehead (nilai a=6.7, nilai b=0,8) maka hasil perhitungan hingga 1000 kali percobaan dapat dilihat pada tabel 4.3.

Dari nilai arus sambaran minimum maka dapat diketahui nilai jarak sambaran minimum (S). Dari hasil simulasi didapatkan rata-rata kegagalan adalah sebesar

𝐹𝑟𝑎𝑡𝑎 2=

1.4401 + 2.668 + 2.4975 + 2.7067 4

= 2.3333kali per 100 km per tahun

dan rata-rata untuk standard deviasi dari jumlah total kegagalan perlindungan per 100 km per tahun adalah:

𝑟𝑎𝑡𝑎 2=1.6299 + 4.9053 + 4.3824 + 4.27194

= 3.7974

Tabel 4.3 Hasil Simulasi dengan Persamaan Amstrong dan Whitehead

Persamaan Amstrong dan Whitehead ini memiliki nilai rata-rata kegagalan sebesar 2.3333 kali per 100 km per tahun dan memiliki nilai Standart Deviasi 3.7974. Persamaan Young ini memiliki nilai rata-rata kegagalan sebesar 4.8976 per 100 km per tahun dan memiliki nilai Standart Deviasi 7.0295. Gambar 4.4 menunjukkan grafik jumlah percobaan dengan nilai kegagalan jika menggunakan persamaan Amstrong dan Whitehead.

Gambar 4.4. Grafik Jumlah Kegagalan dengan Persamaan Amstrong dan Whitehead

4.7. Nilai Kegagalan dengan Menggunakan Persamaan Brown dan Whitehead

Dengan menggunakan persamaan Brown dan Whitehead (nilai a=7.1, nilai b=0,75) maka hasil perhitungan hingga 1000 kali percobaan dapat dilihat pada tabel 4.4.

Dari nilai arus sambaran minimum maka dapat diketahui nilai jarak sambaran minimum (S). Dari hasil simulasi didapatkan rata-rata kegagalan adalah sebesar

𝐹𝑟𝑎𝑡𝑎 2=

5.2731 + 3.1475 + 2.2022 + 2.8613 4

= 3.3710 kali per 100 km per tahun

dan rata-rata untuk standard deviasi dari jumlah total kegagalan perlindungan per 100 km per tahun adalah:

𝑟𝑎𝑡𝑎 2=

6.4465 + 4.5402 + 3.7370 + 4.3907 4

= 4.7786

Persamaan Brown dan Whitehead ini memiliki nilai rata-rata kegagalan sebesar 3.3710 kali per 100 km per tahun dan memiliki nilai Standart Deviasi 4.7786. Gambar 4.5 menunjukkan grafik jumlah percobaan dengan nilai kegagalan jika menggunakan persamaan Brown dan Whitehead.

(6)

Tabel 4.4. Hasil Simulasi dengan Persamaan Brown dan Whitehead

Gambar 4.5. Grafik Jumlah Kegagalan dengan Persamaan Brown dan Whitehead

4.8. Nilai Kegagalan dengan Menggunakan Persamaan Love

Dengan menggunakan persamaan Love (nilai a=10, nilai b=0,65) maka hasil perhitungan hingga 1000 kali percobaan dapat dilihat pada tabel 4.14

Tabel 4.5 Hasil Simulasi dengan Persamaan Love

Dari nilai arus sambaran minimum maka dapat diketahui nilai jarak sambaran minimum (S). Dari hasil simulasi didapatkan rata-rata kegagalan adalah sebesar

𝐹𝑟𝑎𝑡𝑎 2=

3.0262 + 4.1115 + 3.619576 + 4.1235 4

= 3.7202 kali per 100 km per tahun

dan rata-rata untuk standard deviasi dari jumlah total kegagalan perlindungan per 100 km per tahun adalah:

𝑟𝑎𝑡𝑎 2=

3.9858 + 6.4433 + 5.749694485 + 6.2162 4

= 5.5987

Persamaan Love ini memiliki nilai rata-rata kegagalan sebesar 3.7202 kali per 100 km per tahun dan memiliki nilai Standart Deviasi 5.5987. Gambar 4.6 menunjukkan grafik jumlah percobaan dengan nilai kegagalan jika menggunakan persamaan Love.

Gambar 4.6. Grafik Jumlah Kegagalan dengan Persamaan Love

4.9. Nilai Kegagalan dengan Menggunakan Persamaan IEEE Working Group

Dengan menggunakan persamaan IEEE Working Group (nilai a=8, nilai b=0,65) maka hasil perhitungan hingga 1000 kali percobaan dapat dilihat pada tabel 4.6.

Tabel 4.6 Hasil Simulasi dengan Persamaan IEEE Working Group

Dari nilai arus sambaran minimum maka dapat diketahui nilai jarak sambaran minimum (S). Dari hasil simulasi didapatkan rata-rata kegagalan adalah sebesar

𝐹𝑟𝑎𝑡𝑎 2=

1.5155 + 3.7282 + 3.581078 + 3.6591 4

= 3.1210 kali per 100 km per tahun

dan rata-rata untuk standard deviasi dari jumlah total kegagalan perlindungan per 100 km per tahun adalah:

𝑟𝑎𝑡𝑎 2=

1.4481 + 5.0163 + 4.5722 + 4.6485 4

= 3.9213

Persamaan IEEE Working Group ini memiliki nilai rata-rata kegagalan sebesar 3.1210 kali per 100 km per tahun dan memiliki nilai Standart Deviasi 3.9213. Gambar 4.7 menunjukkan grafik jumlah percobaan dengan nilai kegagalan jika menggunakan persamaan IEEE Working Group.

Gambar 4.7. Grafik Jumlah Kegagalan dengan Persamaan IEEE Working Group

(7)

4.10. Nilai Kegagalan dengan Menggunakan Persamaan Suzuki

Dengan menggunakan persamaan Suzuki (nilai a=3.3, nilai b=0,78) maka hasil perhitungan hingga 1000 kali percobaan dapat dilihat pada tabel 4.7.

Tabel 4.7 Hasil Simulasi dengan Persamaan Suzuki

Dari nilai arus sambaran minimum maka dapat diketahui nilai jarak sambaran minimum (S). Dari hasil simulasi didapatkan rata-rata kegagalan adalah sebesar

𝐹𝑟𝑎𝑡𝑎 2=

6.2019 + 5.1838 + 5.9270 + 5.8099 4

= 5.7807 per 100 km per tahun

dan rata-rata untuk standard deviasi dari jumlah total kegagalan perlindungan per 100 km per tahun adalah:

𝑟𝑎𝑡𝑎 2=

6.7948 + 6.6961 + 7.7866 + 7.2779 4

= 7.1389

Persamaan Suzuki Group ini memiliki nilai rata-rata kegagalan sebesar 5.7807 per 100 km per tahun dan memiliki nilai Standart Deviasi 7.1389. Gambar 4.8 menunjukkan grafik jumlah percobaan dengan nilai kegagalan jika menggunakan persamaan Suzuki.

Gambar 4.8. Grafik Jumlah Kegagalan dengan Persamaan Suzuki

4.11. Analisis Hasil Perhitungan Karakteristik Kegagalan dengan Menggunakan 6 Persamaan Untuk mengetahui nilai yang dihasilkan dari setiap persamaan, maka pada tabel 4.8 dapat dilihat nilai kegagalan rata-dan standart deviasi yang didapatkan dari setiap persamaan

Dari tabel 4.8 didapatkan nilai rata-rata () dan standart deviasi () kegagalan dari tiap persamaan yang digunakan. Nilai error relative juga dapat dihitung kemudian. Dapat dilihat bahwa nilai rata-rata kegagalan terbesar terjadi dengan menggunakan persamaan Suzuki dengan nilai error relative yang paling kecil, yaitu dengan

tahun, memiliki nilai standart deviasi 7.189, dan memiliki nilai error relative sebesar 1.23%.

Tabel 4.8 Perbandingan Nilai Kegagalan berdasarkan tiap Persamaan

No Persamaan

Nilai Kegagalan (per

100km pertahun) Error Relative (%) ((/)x100%) Rata-rata () Deviasi (Standart ) 1 Young 4.8976 7.0295 1.44 2 Amstrong, Whitehead 2.3333 3.7974 1.63 3 Whitehead Brown, 3.371 4.7786 1.42 4 Love 3.7202 5.5987 1.50

5 IEEE Working Group 3.121 3.9213 1.26

6 Suzuki 5.7807 7.1389 1.23

Pada tabel 4.8 menunjukkan persamaan IEEE Working Group (S = 8I0.65) menghasilkan nilai standart

deviasi (3.9213) dan error relative (1.26%) nilai ini lebih disarankan, sehingga menghasilkan nilai kegagalan yang lebih akurat dalam perhitungan lightning performance. Gambar 4.9 menunjukkan grafik perbandingan antara nilai kegagalan dan standart deviasi yang dihasilkan dari setiap persamaan.

Gambar 4.9 Grafik Perbandingan Nilai Kegagalan tiap Persamaan

5. PENUTUP

5.1. Kesimpulan

1. Nilai rata-rata IKL di Indonesia dengan 1000 kali perulangan sebesar 220.0297 hari guruh pertahun dan nilai rata-rata kegagalan per 100 km pertahun dengan tahanan pentanahan pada tanah 10Ω (jenis tanah berbatu) adalah sebesar 5.0736 kali.

2. Lightning performance dari saluran udara tegangan tinggi yang diuji menandakan bahwa dalam setiap tahun terjadi 220.0297 hari guruh, jumlah sambaran yang menyambar sampai ke tanah sebesar 26.4046 kali per km2, dan kegagalan back-flashover sebesar 5.0736 kali

(8)

3. Lightning performance dari saluran udara tegangan tinggi yang diuji dengan merubah parameter persamaan perhitungan jarak sambaran minimum menunjukkan bahwa persamaan Suzuki memiliki error relative yang paling kecil, yaitu dengan nilai rata-rata kegagalan sebesar 5.7807 per 100 km per tahun, memiliki nilai standart deviasi 7.189, dan memiliki nilai error relative sebesar 1.23%. Persamaan IEEE Working Group memiliki nilai kegagalan rata-rata sebesar 3.121 kali per 100 km pertahun, memiliki standart deviasi 3.9213, dan memiliki error relative sebesar 1.26 %. Persamaan Love memiliki nilai kegagalan rata-rata sebesar 3.7202 kali per 100 km pertahun, memiliki standart deviasi 5.5987, dan memiliki error relative sebesar 1.50 %. Persamaan Brown dan Whitehead memiliki nilai kegagalan rata-rata sebesar 3.371 per 100 km pertahun, memiliki standart deviasi 4.77786, dan memiliki error relative sebesar 1.42 %. Persamaan Amstrong dan Whitehead memiliki nilai kegagalan rata-rata sebesar 2.3333 per 100 km pertahun, memiliki standart deviasi 3.7974, dan memiliki error relative sebesar 1.63 %. Persamaan Young memiliki nilai kegagalan rata-rata sebesar 4.8976 kali per 100 km pertahun, memiliki standart deviasi 7.0296, dan memiliki error relative sebesar 1.44 %.

5.2. Saran

1. Perlu diperhatikan nilai IKL dan perhitungan sambaran ke tanah dari suatu daerah pada saat akan membangun menara SUTT, agar dapat dihitung terlebih dahulu nilai jumlah kegagalan yang dapat ditimbulkan.

2. Dalam mendesain SUTT pemilihan parameter persamaan yang digunakan harus diperhatikan. Penggunakan parameter persamaan IEEE Working Group (S = 8I0.65) lebih disarankan, karena akan

menghasilkan nilai standart deviasi (3.9213) dan error relative (1.26% )yang kecil sehingga lebih akurat dalam perhitungan lightning performance.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Anders, George J., ”Probability Concepts In Electric Power System”, John Wiley & Sons, 1990.

[2] Anderson, J.G., “Transmission Line Reference Book – 345kV and Above”, Electric Power Research Institute, Palo Alto, California, 1982.

[3] Carrasco, Gustavo. and Villa, Alessandro., "Lightning Performance of Transmission Line Las Claritas – Santa Elena Up 230 Kv", IPST, pp. 8b-5, New Orleans, 2003

[4] Hutauruk,T.S., “Gelombang Berjalan dan Proteksi Surja”, Penerbit Erlangga, Bandung, 1989.

[5] Kadir, Abdul, “Transmisi Tenaga Listrik”, UI-Press, 1998.

[6] Mahmudsyah, Syarifuddin, “Handout Kuliah Teknik Tegangan Tinggi”, Teknik Elektro ITS, Surabaya [7] Marsudi, Djiteng, “Operasi Sitem Tenaga Listrik”,

Balai Penerbit dan Humas ISTN, 1990.

[8] PT. PLN (Persero) Pembangkitan dan Penyaluran Jawa Bagian Barat, “150 kV Transmision Line Suspension Tower Type AA6+6”, PT. PLN (Persero), 1994.

[9] Shelemy, S. J. dan Swatek, D. R. , "Monte Carlo Simulation of Lightning Strikes to the Nelson River HVDC Transmission Lines", IPST, pp. 099, Canada, 2001

[10] Soewono, Soetjipto, "Shielding Transmisi Tegangan Tinggi", Universitas Indonesia, 2010

[11] Walpole, Ronald E., “Ilmu Peluang dan Statistika untuk Insinyur dan Ilmuwan”, Penerbit ITB, Bandung, 1995.

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Rizky Fajar Adiputra lahir di Jakarta pada tanggal 24 April 1988. Anak pertama dari pasangan (alm) Risfian Noor dan Hermin Sugiarti. Mendapatkan pendidikan di TK Budi Luhur Jakarta pada tahun 1992 - 1994, kemudian melanjutkan ke SD Budi Luhur Jakarta pada tahun 1994 - 2000, Setelah lulus melanjutkan pendidikannya ke SMP Budi Luhur Jakarta pada tahun 2000 - 2003, pendidikan SMA ditempuh pada tahun 2003-2006 di SMA Budi Luhur Jakarta pada tahun 2003 – 2006, setelah lulus melanjutkan pendidikannya di Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya Jurusan Teknik Elektro Bidang Studi Teknik Sistem Tenaga tahun 2006 - sekarang. Penulis aktif di dalam Himpunan Mahasiswa Teknik Elektro (Himatektro) ITS sebagai Staf sie Media dan Informasi Departemen Humas periode 2007/2008, staf sie eksternal Departemen Humas peride 2008/2009, dan menjadi Kepala Divisi Artwork periode 2008/2009. Saat ini penulis aktif sebagai Asisten Laboratorium Tegangan Tinggi di Jurusan Teknik Elektro FTI ITS. Pada bulan Januari 2011, Penulis mengikuti seminar dan ujian Tugas Akhir di Bidang Studi Teknik Sistem Tenaga Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik (ST).

Gambar

Gambar 3.1. menunjukkan model perisaian tidak sempurna.
Gambar 3.3. Grafik Arus Sambaran dan Tegangan Isolator  Dihitung pada Dua Titik Waktu
Tabel 4.1 Hasil Percobaan Perhitungan Nilai IKL  Jumlah Perulangan
Tabel 4.2 Hasil Simulasi dengan Persamaan Young
+2

Referensi

Dokumen terkait

Untuk itu diadakannya penelitian dengan judul “Collaborative Governance dalam Pengentasan Gelandangan dan Pengemis Berbasis Wisata Kampung Topeng Kota Malang” ini adalah agar

1) DehidrasiDehidrasi pada masa ini sering disebabkan oleh kehilangan cairan atau paparan DehidrasiDehidrasi pada masa ini sering disebabkan oleh kehilangan cairan

Sedangkan menurut Nana Sudjana dalam Djamarah (2006 : 39) mengajar pada hakikatnya adalah suatu proses , yaitu proses mengatur, mengorganisasi lingkungan yang

Laju pertumbuhan yang diharapkan oleh investor marjinal, yaitu jika diasumsikan bahwa dividen yang diharapkan akan tumbuh dengan laju konstan, maka growth (g) juga sama

Buoy warna kuning dipasang pada tepi area sebagai batas wilayah pengerukan, sedangkan buoy warna merah ditempatkan pada titik tengah area pengerukan. Pengerukan pada area bawah

Yang dimaksud dengan Penyelenggara Pemilu dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum adalah lembaga yang menyelenggarakan Pemilu

Penyebab : karena dropnya tegangan pada autput tegangan pada ic vertikal yang di sebabkan dioda shot atau resistor mayi maksimal tegangan harus 26v kalau kurang dari 26v maka

Hasil penelitian FITR A tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) di 41 kabupaten/kota menunjukkan bahwa alokasi anggaran kesehatan dalam anggaran daerah sangat minim,