1
FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRICE EARNING RATIO (PER)
PADA SUB SEKTOR MAKANAN DAN MINUMAN DIBURSA EFEK INDONESIA
Lidia Husnatul Hasanah
1Surya Dharma, S.E, MSi.
2Nailal Husna, S.E, MSi.
21
Student Department of Management, Faculty of Economics, Universitas of Bung Hatta
2
Lecturer Department of Management, Faculty of Economics, Universitas of Bung Hatta
E-mail:
lidia_cimous@yahoo.com
priyatama_surya@yahoo.com ella_ubh@yahoo.com
Abstrak
This study aims to determine the effect of total assets turnover , firm size , and
return on assets in the sub- sectors of food and beverages in Indonesia stock exchange . Data
research using secondary data obtained from the Indonesian Capital Market Directory /
ICMD , and the financial statements of the website www.idx.co.id. Independent variables
used (tato , firm size , and ROA ) and the dependent variable price earnings ratio . Analysis
using multiple linear regression analysis , the results of this study found that tattoos do not
influence on the price earning ratio , firm size has positive influence on the price earnings
ratio and ROA negative effect on the price earnings ratio in the sub sectors of food and
beverages on the Stock Exchange
Keyword: total assets turn over, firm size, return on assets, price earning ratio.
PENDAHULUAN
Dalam beberapa tahun terakhir perkembangan pasar modal Indonesia terus mengalami kemajuan yang signifikan, keadaan tersebut dapat dilihat dari perkembangan pergerakan harga saham perusahaan baik secara gabungan maupun individual. Akan tetapi harga saham yang terlalu tinggi tentu akan mempengaruhi likuiditas saham. Menurut Tandelilin (2010:243) menurunya likuiditas saham akibat tinggi nilai harga pasar saham terjadi karena pada umumnya investor tentu akan berfikir ketika membeli saham dengan harga yang relatif mahal. Kondisi tersebut tentu merugikan perusahaan.
Meningkatnya nilai harga pasar saham tentu terjadi karena adanya sentimen positif dari pelaku pasar terhadap perkembangan performance perusahaan. Ketika harga pasar saham mengalami
peningkatan melebihi dugaan pelaku pasar atau terjadi perubahan nilai harga saham secara abnormal kondisi ini tentu akan mendorong terjadi penurunan harga saham secara drastis. Fenomena tersebut harus segera disikapi oleh manajemen perusahaan karna hal ini tidak menguntungkan bagi perusahaan. Menurut Fahmi (2011:74) untuk menentukan nilai optimal dari harga saham apakah perusahaan akan menambah atau mengurangi jumlah saham yang beredar dapat dilakukan dengan mengamati perkembangan price earning ratio (PER)
Munculnya sentimen positif dari pelaku pasar tentu mendorong meningkatnya nilai pasar saham perusahaan. Meningkatnya sentimen positif dari pelaku pasar terutama didalam sub sektor makanan dan minuman mendorong menguatnya harga saham perusahaan, menguatnya harga saham seiring dengan meningkatnya price earning
2 ratio. Jika diamati dengan seksama terdapat
beberapa perusahaan yang memiliki komposisi harga saham yang relatif sangat tinggi bahkan nilai jual saham per lembar yang harus dibayarkan oleh investor melebihi seratus ribu, keadaan tersebut juga di iringi dengan nilai price earning
yang jauh melebihi rata rata industri. Fenomena tersebut mendorong sub sektor ini menjadi salah satu sub sektor unggulan di pasar modal Indonesia. Berikut data Perkembangan PER sub sektor tersebut
Tabel 1.1
Perkembangan Nilai PER Sektor Industri Barang dan Konsumsi
Sumber www.idx.go.id (2014)
Fenomena pergerakan harga saham secara abnormal yang diisyaratkan dengan adanya nilai PER yang tinggi terlihat pada beberapa perusahaan dalam sub sektor makanan dan minuman, tobaco dan consumer good. Masing masing perusahaan mampu
diperhatikan, karena tentu akan membahayakan posisi likuiditas perusahaan. Beberapa perusahaan dengan harga saham yang sangat tinggi atau over value dapat dilihat pada Tabel 1.2 dibawah
ini:
Sumber www.idx.go.id (2014)
No Sektor Barang dan Konsumsi Perusahaan Rata-rata PER (X)
2011 2012 2013
1 Sub sektor Makanan dan Minuman 17 13.71 43.82 47.32
2 Sub sektor Rokok 3 10.80 11.62 14.65
3 Sub sektor Farmasi 9 21.94 24.51 27.45
4 Sub sektor Consumer Goods 3 17.93 53.48 46.44
5 Sub sektor peralatan Rumah Tangga 2 36.91 7.76 37.10
No Tahun Kode Nama Perusahaan Close Price PER (X)
1
2009
FAST PT Fast Food Indonesia
5.200 12.75 2010 9.200 20.57 2011 9.950 20.00 2012 12.000 26.81 2013 13.000 26.43 2 2009
MYOR PT Mayora Indah Tbk
4.500 8.96 2010 4.338 16.42 2011 4.708 22.58 2012 3.591 20.64 2013 3.328 22.91 3 2009
MLBI PT Multi Bintang Tbk
177.000 10.95 2010 274.950 13.08 2011 359.000 14.91 2012 740.000 34.39 2013 900.000 27.47 4 2009
DLTA PT Delta Djakarta Tbk
62.000 7.85 2010 120.000 13.16 2011 111.500 11.77 2012 255.000 19.13 2013 285.000 24.25 5 2009
ULTJ PT Ultra Jaya Milk Tbk
580 27.39
2010 2.383 32.63
2011 933 30.79
2012 2.704 10.87
3 Pada Tabel 1.2 terlihat bahwa PT
Multi Bintang Tbk memiliki harga saham yang abnormal yaitu mencapai Rp 900.000 yaitu pada tahun 2013, tingginya harga saham juga di iringi dengan nilai price earning ratio yang tinggi,yaitu mencapai 27,47%. Harga saham yang tinggi juga dimiliki oleh PT Delta Djakarta Tbk, nilai harga saham paling tertinggi terjadi pada tahun 2013 yaitu mencapai 285.000 per lembar saham, ditahun yang sama nilai price earning ratio yang dimiliki perusahaan mencapai 24,25%. Sesuai dengan data yang diperoleh terlihat bahwa pada beberapa perusahaan dengan harga saham yang digolongkan abnormal. Jika dibiarkan tentu akan mendorong menurunya likuiditas saham, atau menciptakan dampak yang negatif bagi perusahaan
.
Jika diamati ketidakwajaran harga saham seiring dengan tingginya nilai price earning ratio, pada dasarnya price earning ratio menunjukan perbandingan antara nilai harga pasar saham yang dengan jumlah laba perlembar saham yang diterima investor. Tingginya nilai price earning ratio menunjukan bahwa harga saham perusahaan mengalami peningkatan atau mengalami over value. Jika diamati over value tentu menjadi fenomena yang cenderung dihadapi oleh pelaku pasar. Bagi investor yang belum memiliki saham, keputusan untuk membeli saham akan dilakukan pada saat harga saham mengalami penurunan, sedangkan menjual saham pada saat harga saham mengalami peningkatan.
Menurut Brigham dan Houston (2006:305) price earning ratio dipengaruhi
oleh beberapa variabel yang meliputi efektifitas dalam pengelolaan sumber dana, ukuran perusahaan, dan profitabilitas perusahaan. Efektifitas perusahaan dalam mengelola sumber dana tentu dapat dilihat dari perkembangan activity ratio.
Selanjutnya dijelaskan activity ratio menunjukan bagian dari kinerja keuangan perusahaan dalam menciptakan efektifitas dan efisiensi dalam mengelola sumber dana keuangan. Salah satu ukuran yang dapat digunakan untuk mengukur activity ratio adalah totalassets turnover. Rasio tersebut menunjukan perbandingan antara total nilai penjualan dengan total rata-rata aset yang digunakan. Semakin tinggi tingkat perpurataran aset menunjukan efektifitas pemanfaatan aset semakin meningkat (Brigham dan Houston 2006:307)
Rumusan Masalah
Secara umum beberapa masalah yang dapat dirumuskan didalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pengaruh totalassets turnover terhadap price earning ratio sub sektor makanan dan minuman yang terdaftar di BEI ?
2. Bagaimanakah pengaruh ukuran perusahaan terhadap price earning ratio sub sektor makanan dan minuman yang terdaftar di BEI ?
3. Bagaimanakah pengaruh return on assets terhadap price earning ratio sub sektor makanan dan minuman yang terdaftar di BEI ?
4 LANDASAN TEORI DAN
PENGEMBANGAN HIPOTESIS
Efisiensi Pasar Modal
Pada umumnya situasi pasar modal efisien menunjukkan hubungan antara harga pasar dan bentuk pasar. Efisiensi pasar modal ditentukan oleh seberapa besar pengaruh informasi yang relevan, yang dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan investasi. Tandelilin (2001: 112) menjelaskan bahwa konsep pasar yang efisien lebih ditekankan pada aspek informasi, artinya pasar yang efisien adalah pasar di mana harga semua sekuritas yang diperdagangkan telah mencerminkan semua informasi yang tersedia. Lain halnya dengan Jogiyanto (2010: 517) menjelaskan bahwa jika pasar bereaksi dengan cepat dan akurat untuk mencapai harga keseimbangan baru yang sepenuhnya mencerminkan informasi yang tersedia, maka kondisi pasar seperti ini disebut dengan pasar efisien.
Price Earning Ratio
Menurut Sartono (2010:141) price earning ratio merupakan rasio yang dapat dijadikan indikator untuk melihat atau mengamati perubahan nilai perusahaan. Price earning ratio juga menunjukan terjadinya peningkatan atau penurunan dari saham yang dihasilkan perusahaan. Ketika price earning ratio mengalami peningkatan juga mengidentifikasikan bahwa harga saham mengalami kenaikan harga dalam porsi yang tinggi. Peningkatan price earning ratio dengan nilai yang lebih tinggi juga menunjukan
kemungkinan harga saham mengalami over value.
Ketika over value terjadi dapat dinyatakan bahwa perusahaan mengalami peningkatan nilai akan tetapi jika nilai harga saham mengalami peningkatan secara abnormal risiko yang dapat dihadapi perusahaan adalah berkurangnya posisi likuiditas saham oleh sebab itu untuk menjaga kadar kenormalan saham manajemen tentu dapat mengamati perkembangan price earning ratio. Menurut Tandelilin (2010:79) price earning ratio menunjukan perbandingan antara laba per saham dengan jumlah saham yang beredar. Ketika nilai price earning ratio terus mengalami peningkatan, melebihi rata rata industri menunjukan posisi harga saham perusahaan mengalami peningkatan.
Faktor Faktor yang Mempengaruhi Price
earning ratio
Price earning ratio tentu merupakan salah satu rasio terpenting yang dapat mempengaruhi penilaian invetor dalam berinvestasi. Oleh sebab itu pengamatan terhadap sejumlah variabel yang mempengaruhi peningkatan price earning ratio sangat penting dilakukan. Brigham dan Houston (2006:305) mengemukakan bahwa price earning ratio dapat dipengaruhi oleh sejumlah variabel seperti activity ratio, leverage, profitabilitas hingga beberapa variabel yang berasal dari luar perusahaan.
Menurut Husnan dan Pudjiastuty (2001:111) pada dasarnya price earning ratio akan mengalami peningkatan jika perusahaan dapat menciptakan kinerja operasional yang
5 baik, seperti kemampuan dalam menjaga
kinerja likuiditas, solvabilitas, activity ratio hingga profitabilitas. Konsistensi perusahaan dalam menjaga konsistensi kinerja tentu mendorong munculnya kepercayaan pasar dan mendorong meningkatnya mekanisme permintaan dan penawaran terhadap saham, akibatnya harga saham melesat naik mendorong nilai price earning ratio juga mengalami peningkatan.
Total Assets Turnover
Sartono (2010:147) mengungkapkan bahwa kemampuan yang baik didalam menciptakan produk yang unggul dan berkualitas akan membantu meningkatkan perputaran aset. Semakin tinggi perputaran menunjukan terjadinya efektifitas pengelolaan assets, dan akan mengurangi adanya sejumlah aset yang menganggur. Untuk mengamati perputaran aset dapat dilihat dari total assets turnover. Untuk mengetahui total assets turnover dapat dilihat dari laporan keuangan. Secara umum total assets turnover dapat dicari dengan cara melakukan perbandingan antara total penjualan dengan totalassets yang dimiliki perusahaan.
Return on assets
Salah satu aspek untuk mengukur kinerja perusahaan adalah dengan aspek profitabilitas atau laba perusahaan. Menurut Harahap (2010:304) profitabilitas menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri. Mencapai profitabilitas yang tinggi adalah tujuan utama dari semua perusahaan untuk
menghasilkan laba selama periode tertentu. Profitabilitas suatu perusahaan diukur dengan kesuksesan perusahaan dan kemampuan menggunakan aktivanya secara produktif, dengan demikian profitabilitas suatu perusahaan dapat diketahui dengan membandingkan antara laba yang diperoleh dalam suatu periode dengan jumlah aktiva atau jumlah modal perusahaan tersebut.
Ukuran Perusahaan (Size)
Ukuran perusahaan adalah sebuah sebuah skala dimana dapat di klasifiksikan menurut besar atau kecilnya sebuah perusahaan. Pada dasarnya ukuran perusahaan hanya dapat dibagi menjadi tiga kategori yaitu ukuran besar, menengah dan kecil. Menurut Sartono (2010:178) mengungkapkan bahwa perusahaan-perusahaan yang lebih besar memiliki dorongan yang lebih untuk mengalami ketergantungan pada hutang untuk menjaga skala produksinya sedangkan perusahaan yang memiliki ukuran yang lebih kecil lebih dapat mengoptimalkan pemanfaatan hutang untuk mencapai skala produksi tertentu.
Pengembangan Hipotesis
Pengaruh Total Assets Turnover Terhadap
Price earning ratio
Hasil penelitian Kurnia (2005) menemukan bahwa debt equity ratio dan total assets turnover berpengaruh positif terhadap price earning ratio. Berdasarkan beberapa hasil penelitian terdahulu tersebut maka diajukan sebuah hipotesis yang akan dibuktikan yaitu:
6 H1 Total assets turnover
berpengaruh positif terhadap price earning ratio
Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap
Price earning ratio
Hasil penelitian Yudi Santosa (2009) meneliti tentang analisis pengaruh faktor leverage, dividen payout ratio, earning growth, size dan kas operasi terhadap price earning ratio di BEJ. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan earning growth, size dan kas operasi berpengaruh positif terhadap price earning ratio di BEJ. Berdasarkan hasil beberapa penelitian terdahulu maka diajukan sebuah hipotesis yang akan dibuktikan didalam penelitian ini yaitu:
H2 Ukuran perusahaan
berpengaruh positif terhadap price earning ratio
Pengaruh Return On Asset Terhadap Price
earning ratio
Hasil penelitian Yulia dan Rahman (2012) meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi price earning ratio pada perusahaan public di BEI. Variabel yang digunakan DER, firm size, EPS dan ROA. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan DER, EPS, dan ROA berpengaruh positif terhadap price earning ratio pada perusahaan public di BEI. Berdasarkan beberapa hasil penelitian terdahulu maka diajukan sebuah hipotesis yang akan dibuktikan yaitu:
H3 Return on assets berpengaruh positif terhadap price earning ratio
Model Kerangka Berfikir
Berdasarkan beberapa landasan teori dan beberapa hasil penelitian terdahulu, mendorong peneliti membuat sebuah model kerangka berfikir yang akan dipedomani didalam penelitian ini seperti yang terlihat pada gambar I dibawah ini:
Gambar I
Model Kerangka Berfikir
METODE PENELITIAN PopulasidanSampel
Menurut Sekaran (2011:110) populasi merupakan kesatuan atribut yang saling bekerja sama untuk mencapai satu tujuan tertentu. Pada penelitian ini yang menjadi populasi adalah seluruh perusahaan makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia yang berjumlah 17 perusahaan.
Jika diamati dari populasi terlihat jumlah populasi relatif sedikit sehingga pengambilan sampel dilakukan adalah seluruh perusahaan makanan dan minuman. Karena populasi sama dengan jumlah sampel maka metode pengambilan sampel yang digunakan adalah sensus. Menurut Sugiyono (2008:72) didalam metode tersebut seluruh populasi
Total
Assets
Turnover
Ukuran
Perusahaan
Return on
Assets
Perusahaan
Price
Earning
Ratio
7 dicek secara seksama untuk kemudian
dijadikan target sampel.
Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yaitu data yang telah diolah dan dipublikasikan oleh pihak pihak yang berkepentingan. Data sekunder yang digunakan adalah data laporan keuangan perusahaan go public di Bursa Efek Indonesia. Data yang digunakan meliputi price earning ratio, total assets turnover, return on assets dan size. Data observasi yang digunakan dari tahun 2009 -2013.
Variabel Dependen
Price earning ratio
Menurut Sartono (2010:148) price earning ratio merupakan rasio yang menunjukan nilai yang dimiliki perusahaan. Price earning ratio dapat dicari dengan menggunakan rumus laba per saham yang dibandingkan dengan jumlah saham yang beredar. Untuk mengukur earning per share dapat dicari dengan menggunakan rumus:
Saham Lembar Per Laba Saham Lembar Per Harga Price Earning Ratio
Variabel Independen
Secara umum yang menjadi variabel independen didalam penelitian ini adalah:
1. Total assets turnover
Menurut Sartono (2010:142) total assets turnover adalah rasio yang menunjukan efektifitas perusahaan dalam mengelola assets yang tersimpan didalam perusahaan. Untuk mencari total assets turnover maka digunakan rumus sebagai berikut:
Aktiva
Total
Penjualan
Turnover
Assets
Total
2. Ukuran PerusahaanMenurut Sartono (2010:148) ukuran perusahaan merupakan skala yang menunjukan besar atau kecilnya sebuah perusahaan. Untuk mengukur ukuran perusahaan maka digunakan total asset. Secara umum ukuran perusahaan dapat dicari dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
Ukuran perusahaan = LN total asset Ket:
LN = Logaritma Natu ral
3. Return on assets
Menurut Harahap (2011:305) return on assets merupakan rasio yang menunjukan perbandingan antara laba bersih dengan total assets, secara umum return on assets dapat dicari dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
100
Assets
Total
Bersih
Laba
Re
turn
on
Assets
x
Analisis Regresi (Pooled Least Square
Methods)
Merupakan sebuah persamaan regresi yang bertujuan untuk menentukan arah pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen, karena tipe data yang digunakan pool atau panel maka model regresi yang dipakai menggunakan metode Pooled Least Square Methods. Secara umum persamaan regresi berganda dengan menggunakan Pooled Least Square Methods terlihat dibawah ini (Winarno, 2009: 42).
8 Y= a+β1X1it + β2X2it + β3X3it + β4X4i
Dimana:
Y = Price Earning Ratio α = Konstanta
β = Koefisien Regresi
X1.it = Total assets turnover pada periode tahun ke-t
X2it = Ukuran perusahaan (size) pada periode tahun ke-t
X3it = Return on assets pada periode tahun-t e = Error Term
Pada model regresi dengan menggunakan metode Pooled Least Square Methods terdapat dua alternatif pilihan untuk menciptakan model yang optimal yaitu fixed effect atau menggunakan random effect. Pada model penelitian ini alternative pengolahan yang dilakukan menggunakan fixed effect , karena jumlah panel data yang digunakan masih relatif berkisar antara > 30 – 500 sedangkan random effect digunakan untuk jumlah panel observasi yang lebih banyak. Uji Asumsi Klasik
Uji Normalitas
Menurut Winarno (2009:37) Dalam melakukan pengujian normalitas digunakan uji Jargue-Bera. Normalnya nilai residual dilihat dari nilai probability > alpha 0,05.
Uji Multikolinearitas
Pada penelitian ini pengujian multikolinearitas dilakukan dengan statistic correlations Menurut Winarno (2009:2) terdeteksi atau tidaknya multikolinearitas dapat diketahui dari koefisien korelasi masing variabel bebas. Jika koefisien masing-masing korelasi diantara masing-masing
variabel bebas lebih besar dari 0,8, maka terjadi miltikolinearitas.
Uji Heteroskedastisitas
Pada penelitian ini pengujian heteroskedastisitas dilakukan dengan menggunakan uji White. Menurut Winarno (2009:14) uji white menggunakan residual sebagai variabel dependen, sedangkan variabel independennya terdiri dari variabel yang sudah ada (total assets turnover, ukuran perusahaan dan return on assets) yang dikuadratkan, ditambah dengan perkalian masing masing variabel independen. Setelah langkah tersebut dilakukan maka variabel independen diregresikan dengan nilai residual. Gejala heteroskedastisitas tidak akan terjadi bila nilai probability ≥ α 0,05. Setelah seluruh variabel terbebas dari gejala heteroskedastisitas maka tahapan pengolahan data lebih lanjut dapat segera dilaksanakan.
Uji Autokorelasi
Menurut Winarno (2009:27) dalam menggunakan Durbin Watson. Secara umum test koefisien DW yang terbebas dari gejala autokorelasi berkisar antara 1,54 sampai dengan 2.46. Setelah seluruh variabel penelitian terbebas dari gejala autokorelasi maka tahapan pengolahan data lebih lanjut dapat segera dilaksanakan.
9 Pengujian Hipotesis
Uji t-statistik
Nachrowi (2006:18-19) menyatakan penerimaan atau penolakan hipotesis dilakukan dengan kriteria sebagai berikut :
1 Jika nilai signifikan > 0,05 maka hipotesis ditolak (koefisien regresi tidak signifikan). Ini berartibahwa secara parsial variabel independen tersebut tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen.
2 Jika nilai signifikan < 0,05 maka hipotesis diterima (koefisien regresi signifikan). Ini berarti secara parsial variabel independen tersebut mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen.
3 Uji t ini dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
𝑡 = 𝛽𝜂 𝑠𝛽𝜂 Dimana :
t = Uji parsial 𝛽𝜂 = Koefisien Regresi
𝑠𝛽𝜂 =Standar error masing-masing Variabel
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sesuai dengan perumusan masalah dan hipotesis yang akan dibuktikan tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk membuktikan pengaruh total assets turnover, ukuran perusahaan dan return on assets terhadap price earning ratio. Sebelum
dilakukan pengujian hipotesis terlebih dahulu dilakukan pengumpulan data dan informasi tentang variabel penelitian. Data yang digunakan bersumber dari Indonesian Capital Market of Directory dan laporan keuangan tahunan yang diperoleh dari www.idx.go. Data yang digunakan dari tahun 2009 sampai dengan 2013. Berdasarkan kepada hasil pemeriksaan terhadap masing-masing laporan keuangan maka diperoleh tahapan pengambilan sampel seperti terlihat pada Tabel 4.1 dibawah ini:
Tabel 4.1
Proses Pengambilan Sampel
Keterangan Jumlah Persen
Jumlah Perusahaan Makanan dan Minuman Tahun 2009 – 2013 Jumlah Perusahaan yang tidak memiliki LK yang lengkap Tahun 2009 - 2013 Perusahaan yang memenuhi kriteria Perusahaan manufaktur yang delisting Tahun 2009 – 2013
Jumlah perusahaan yang memenuhi syarat 17 0 17 0 17 100 0 100 0 100
Pada Tabel 4.1 teridentifikasi bahwa total perusahaan makanan dan minuman yang listing di Bursa Efek Indonesia selama periode tahun 2009 sampai dengan 2013 berjumlah 17 perusahaan, setelah dilakukan pemeriksaan seluruh perusahaan tersebut teridentifikasi memiliki laporan keuangan yang lengkap, sepanjang periode observasi, begitupun dengan konsistensi mereka untuk selalu listing di Bursa Efek Indonesia, 100% perusahaan masih terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Oleh sebab itu 17 perusahaan dalam kelompok industri makanan dan minuman dapat digunakan dalam tahapan pengolahan data.
Berdasarkan hasil pengolahan data yang
telah dilakukan diperoleh gambaran umum
10
tentang masing masing variabel penelitian
yang digunakan terlihat pada Tabel 4.2
dibawah ini:
Tabel 4.2
Statistik Deskriptif Variabel Penelitian
Sumber : Lampiran 1Pada Tabel 4.2 terlihat bahwa variabel price earning ratio terendah yang dimiliki salah satu perusahaan sampel adalah sebesar -23,42%, keadaan tersebut menunjukan bahwa penurunan posisi price earning ratio terendah yang dimiliki salah satu perusahaan adalah 23,42%, sedangkan nilai price earning ratio tertinggi yang dimiliki salah satu perusahaan adalah sebesar 53.93%. Sepanjang periode observasi rata-rata nilai price earning ratio yang dimiliki pada umum perusahaan sampel adalah sebesar 14,81% dengan standar deviasi sebesar 10,85. Berdasarkan nilai rata-rata price earning ratio yang dimiliki oleh seluruh perusahaan dari tahun 2009 sampai dengan 2013 menunjukan nilai price earning ratio yang dimiliki perusahaan makanan dan minuman di Bursa Efek Indonesia relatif tinggi.
Sesuai dengan statistic deskriptif juga teridentifikasi nilai total assets turnover terendah yang dimiliki salah satu perusahaan adalah sebesar 0,14% sedangkan nilai total
assets turnover tertinggi yang dimiliki salah satu perusahaan yang dijadikan sampel adalah sebesar 2,96%. Sepanjang periode observasi dari tahun 2009 sampai dengan 2013 nilai total assets turnover rata rata yang dimiliki seluruh perusahaan sampel adalah sebesar 1,27% dengan standar deviasi sebesar 0,59. Hasil yang diperoleh menunjukan posisi perpuratan assets perusahaan makanan dan minuman dalam mendorong peningkatan penjualan relatif baik.
Sesuai dengan definisi operasional dan pengukuran variabel, ukuran perusahaan size merupakan variabel ketiga yang digunakan didalam penelitian ini, sepanjang tahun 2009 sampai dengan 2013 nilai ukuran perusahaan terendah yang dimiliki salah satu perusahaan adalah sebesar 6,90% sedangkan nilai ukuran perusahaan tertinggi yang dimiliki salah satu perusahaan sampel adalah sebesar 18,17%. Secara keseluruhan rata-rata perusahaan yang dijadikan sampel memiliki komposisi size sebesar 14,22% dengan standar deviasi mencapai 1,69.
Return on assets merupakan variabel keempat yang digunakan didalam penelitian ini, berdasarkan data yang berhasil diperoleh diketahui nilai return on assets terendah yang dimiliki salah satu perusahaan adalah sebesar -107,39%. Keadaan tersebut menunjukan bahwa salah satu perusahaan makanan dan minuman yang dijadikan sampel mengalami kerugian antara tahun 2009 samapai dengan 2013. Nilai return on assets tertinggi yang dimiliki salah satu perusahaan adalah sebesar 43,22%. Secara keseluruhan rata-rata return on assets yang dimiliki perusahaan yang dijadikan Variabel
Penelitian Min Max Mean
Stand ar Devia si Price earning Ratio -23.42 53.93 14.81 10.85 Total Assets Turnover 0.14 2.96 1.27 0.59 Size 6.90 18.17 14.22 1.69 Return on Assets -107.39 43.22 8.78 16.02
11 sampel adalah sebesar 8,78% dengan standar
deviasi data sebesar 16,02. Sesuai dengan rata-rata return on assets yang dimiliki pada umumnya perusahaan sampel menunjukan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dengan memanfaatkan assets relatif tinggi.
Pengujian Asumsi Klasik
Sebelum dilakukan tahapan pengujian hipotesis terlebih dahulu dilakukan pengujian asumsi klasik. Secara umum tahapan pengujian asumsi klasik yang digunakan didalam penelitian ini terlihat pada sub bab dibawah ini:
Hasil Pengujian Normalitas
Pengujian normalitas dilakukan dengan menggunakan bantuan uji absolute residual normality. Untuk menentukan normal atau tidaknya masing masing variabel penelitian ditentukan lewat bantuan Jargue Bera Test. Normalnya masing masing variabel ditentukan dari nilai probability masing masing variabel yang harus berada diatas 0,05. Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan diperoleh ringkasan hasil terlihat pada Tabel 4.3 dibawah ini
Tabel 4.3
Hasil Pengujian Normalitas Residual
Jargue Bera
Variabel N Nilai probability (p)
Keterangan
P α
Residual 85 0.585143 0.05 Normal Sumber : lampiran 1
Pada Tabel 4.3 terlihat bahwa nilai flochar residual dari masing masing variabel relatif mengikuti pola garis lurus dengan nilai
probability hasil pengujian Jargue Bera sebesar 0,585143. Hasil yang diperoleh tersebut menunjukan bahwa nilai probability sebesar 0,585143 > alpha 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa seluruh variabel penelitian yang digunakan telah berdistribusi normal, sehingga tahapan pengolahan data lebih lanjut dapat segera dilaksanakan.
Pengujian Multikolinearitas
Gejala multikolinearitas akan terjadi bila hubungan yang terbentuk antar variabel independen relatif kuat atau melebihi (r = 0,80). Tahapan pengujan hipotesis dapat dilanjutkan setelah seluruh variabel independen terbebas dari gejala multikolinearitas. Tahapan pengujian multikolinearitas dilakukan dengan menggunakan statistik correlation. Berdasarkan hasil pengujian multikolinearitas yang telah dilakukan diperoleh ringkasan hasil terlihat pada Tabel 4.4 dibawah ini:
Tabel 4.4
Hasil Pengujian Multikolinearitas
Variabel Penelitian Koefisien r Cut Off Kesimpulan TATO SIZE -0.341802 0,80 Tidak Terjadi Multikolinearitas TATO ROA 0.331237 0,80 Tidak Terjadi Multikolinearitas SIZE ROA -0.199212 0,80 Tidak Terjadi Multikolinearitas Sumber : lampiran 2
Pada Tabel 4.4 terlihat bahwa masing masing variabel independen yang akan dibentuk kedalam model regresi berganda telah tebebas dari gejala multikolinearitas, karena masing masing variabel independen memiliki nilai koefisien korelasi (r) dibawah
12 0,80. Oleh sebab itu tahapan pengolahan data
lebih lanjut dapat segera dilaksanakan. Pengujian Autokorelasi
Menurut Winarno (2009: 27) gejala autokorelasi tidak akan terjadi bila nilai DW yang dihasilkan berada antara 1,54 sampai dengan 2,46. Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan terlihat hasil pada Tabel 4.5 dibawah ini:
Tabel 4.5
Hasil Pengujian Autokorelasi
Keterangan
Koefisien
Durbin Watson (DW)
2.260715
Sumber : lampiran3Pada Tabel 4.5 terlihat bahwa nilai DW yang dihasilkan adalah 2.260715, hasil yang diperoleh tersebut menunjukan tidakterdapatgejalaautokorelasi
Pengujian Heteroskedastisitas
Berdasarkan hasil pengujian heteroskedastisitas yang telah dilakukan diperoleh ringkasan hasil terlihat pada Tabel 4.6 dibawah ini:
Tabel 4.6
Hasil Pengujian Heteroskedastisitas Uji
White
Keterangan Obs*R-Squared ProbabilityPersamaan price
earning ratio
11.81357
0.2240
Sumber : lampiran 2Pada Tabel 4.6 terlihat bahwa hasil pengujian heteroskedastisitas melalui uji white diperoleh nilai Prob Obs*R-squared sebesar 0,2240. Hasil yang diperoleh tersebut menunjukan bahwa nilai probability 0,2240 > alpha 0,05
maka dapat disimpulkan bahwa seluruh variabel penelitian yang akan dibentuk kedalam model regresi berganda telah terbebas gejala heteroskedastistas. Oleh sebab itu tahapan pengolahan data lebih lanjut dapat segera dilakukan.
Tabel 4.7
Hasil Pengujian Hipotesis
Sumber : lampiran 3
Pada tahapan pengujian hipotesis pertama dengan menggunakan variabel total assets turnover diperoleh nilai koefisien regresi bertanda negatif sebesar 3,29 dengan nilai probability sebesar 0.1733. Nilai probability yang diperoleh 0,1733 > alpha 0,05 maka keputusannya adalah Ho diterima dan Ha ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa total assets turnover tidak berngaruh terhadap price earning ratio pada perusahaan makanan dan minuman di Bursa Efek Indonesia.Temuan yang diperoleh konsisten dengan penelitian Sartobo (2010), Denis dan Son (2012) yang menemukan bahwa total assets turnover tidak berpengaruh terhadap price earning ratio
Hasil tahapan pengujian hipotesis kedua dengan menggunakan variabel ukuran perusahaan size diperoleh nilai koefisien
Variabel Penelitian
Koef
Regresi Prob Alpha Simpulan (Constan) -67.23 Total Assets Turnover -3.29 0.1733 0,05 Tidak Signifikan Size 6.45 0.0227 0,05 Signifikan Return on Assets -0.76 0.0002 0,05 Signifikan R20.643 F-Prob 0.000
13 regresi bertanda positif sebesar 6,45 dengan
nilai probability sebesar 0,0227. Pada tahapan pengolahan data digunakan tingkat kesalahan sebesar 0,05. Hasil yang diperloleh tersebut menunjukan bahwa nilai probability sebesar 0,0227 < alpha 0,05 maka keputusannya adalah Ho ditolak, dengan kata lain H2 diterima sehingga hipotesis kedua terbukti menyatakan ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap price earning ratio pada perusahaan makanan dan minuman di Bursa
Efek Indonesia.Temuan
inididukungolehpenelitian yang dilakukan oleh Meygawan (2012) danElka Retyansari (2005) menemukan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh terhadap price earning ratio. Temuan tersebut mengisyaratkan bahwa semakin tinggi ukuran perusahaan akan mendorong meningkatnya price earning ratio. Pada tahapan pengujian hipotesis ketiga dengan menggunakan variabel return on assets diperoleh koefisien regresi -0,76 dengan nilai probability sebesar 0.0002. Hasil yang diperoleh tersebut menunjukan bahwa nilai probability sebesar 0.0002 < alpha 0,05 maka keputusannya adalah Ho ditolak, dengan kata lain H3 diterima, sehingga return on asset (ROA) berpengaruh signifikan terhadap price earning ratio pada perusahaan makanan dan minuman di BEI. Akan tetapi karna arah berbeda dengan hipotesis yang diajukan maka temuan yang diperoleh pada tahapan pengujian hipotesis ditolak sehingga ROA berpengaruh negatif terhadap price earning ratio pada perusahaan makanan dan minuman di Bursa Efek Indonesia.Temuan yang diperoleh pada tahapan pengujian hipotesis ketiga konsisten
dengan penelitian yang dilakukan oleh Yudi Santosa (2009) danSudirja Arifin (2013) menemukan bahwa return on assets berpengaruh positif terhadap price earning ratio (studi kasus perusahaan manufaktur di BEI). Hasil yang konsisten juga diperoleh oleh Sinambela (2009) yang menemukan bahwa return on assets berpengaruh positif terhadap price earning ratio.
KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan kepada analisis dan pembahasan hasil pengujian hipotesis yang telah dilakukan dapat diajukan kesimpulan penting yang merupakan jawaban dari permasalahan yang dibahas yaitu:
1. Total assets turnover tidak berpengaruh terhadapprice earning ratio pada perusahaan makanan dan minuman di Bursa Efek Indonesia. 2. Ukuran perusahaan berpengaruh
positif terhadap price earning ratio pada perusahaan makanan dan minuman di Bursa Efek Indonesia. 3. Return on assets berpengaruh negatif
terhadap price earning ratio pada perusahaan makanan dan minuman di Bursa Efek Indonesia.
Keterbatasan Penelitian
Peneliti menyadari bahwa hasil yang diperoleh didalam penelitian ini masih memiliki sejumlah kekurangan, secara umum keterbatasan yang peneliti rasakan yaitu:
14 1. Jumlah sampel yang digunakan relatif
kecil hanya menggunakan perusahaan yang berada dalam kelompok makanan dan minuman, sehingga tidak mewakili jumlah populasi perusahaan di Bursa Efek Indonesia, serta periode observasi data yang digunakan untuk tahapan pengujian hipotesis masih terlalu pendek.
2. Masih terdapat sejumlah variabel yang mempengaruhi price earning ratio yang tidak digunakan didalam peneltian ini seperti debt to equity ratio, earning per share dan berbagai variabel lainnya.
REFERENSI
Agus, Irianto. 2010. Statistika Konsep, Dasar, Aplikasi, dan Pengembangannya. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Brigham, Eugene F. & Houston, Joel F. 2008.
Dasar Dasar Manajemen
Keuangan. Erlangga. Jakarta Denis Arman dan Son Ilman. 2012. Faktor
Faktor yang Mempengaruhi Price earning ratio Pada Perusahaan Perbankan di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Akuntansi Keuangan Volume 3 Nomor 2. Universitas Brawijaya. Malang.
Elka, Retyansari. 2005. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi PER Saham Perusahaan Industri Manufaktur di BEJ. Tesis. Semarang. Universitas Diponegoro.
Fahmi, Irham. 2011. Teori Portofolio Dan Analisis Investasi. Alfabeta. Bandung
Harahap, Sofyan. 2010. Analisis Kritis Atas Laporan Keuangan. Raja Grafindo Persada. 2010
Jogiyanto, S.H.2010. Teori Portofolio dan Analisa Investasi Edisi Ketujuh. Yogyakarta: BPFE.
Kurnia, Natakia Krisnadi. 2005. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Price Earning Ratio Saham Perusahaan Non Finansial yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta (Studi Empiris pada Periode 2001-2003). Jurnal Manajemen Volume 1 Nomor 2. Universitas Indonesia. Jakarta
Meygawan, Nurseto Aji. 2012. Analisis factor-faktor yang Mempengaruhi Price earning ratio Pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia 2007-2010. Jurnal Manajemen Volume 1 Nomor 1. Universitas Diponegoro. Semarang. Nachrowi & Usman, Hardius. 2006. Ekonometrika Untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan. Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Sartono, Agus. 2010. Manajemen Keuangan Teori Dan Aplikasi. Yogyakarta. BPFE
Sartobo. 2010. Faktor Faktor yang Mempengaruhi PER Pada Perusahaan Non Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Akuntansi dan Manajemen Volume 4 Nomor 3. Semarang. Universitas Dipenegoro.
15 Sekaran, Uma. 2011. Metodologi Penelitian
Bisnis. Edisi Indonesia Salemba Empat. Jakarta.
Sudirja Arifin. 2013. Pengaruh Kinerja Fundamental Terhadap Price earning ratio.Jurnal Manajemen Keuangan Universitas Kristen Petra Volume 2 Nomor 2. Surabaya. Universitas Kristen Petra.
Tandelilin, Eduardus. 2010. Portofolio dan Investasi(Teori dan Aplikasi) Yogyakarta. BPFE UGM.
Widarjono, Agus. 2007. Ekonometrika Teori danAplikasi. Yogyakarta : Ekonisia FE UII.
Winarno, Wing Wahyu. 2009. Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan EViews. Yogyakarta. Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN.
Yudi Santosa. 2009. Analisis Pengaruh Faktor Leverage, Dividen Payout Ratio, Earning Growth, Size , dan Arus Kas Operasi Terhadap Price Earning Ratio (PER) di Bursa Efek Jakarta. Tesis. Semarang. Universitas Diponegoro
Yulia Rahman dan Rahman Dwinta. 2012. Faktor Faktor yang Mempengaruhi Price earning ratio Pada Perusahaan Publik di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Manajemen Keuangan Berskala 3. Volume 2 Nomor 5. Universitas Brawijaya. Malang