• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN STUDI EHRA BANJARBARU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN STUDI EHRA BANJARBARU"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

LAPORAN STUDI EHRA BANJARBARU 2012 1

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR RINGKASAN EKSEKUTIF DAFTAR ISI... 1 RINGKASAN EKSEKUTIF ... 4 DAFTAR TABEL ... 6 DAFTAR DIAGRAM ... 7 I. PENDAHULUAN ... 8

II. METODOLOGI DAN LANGKAH EHRA 2012 ... 9

2.1. Penentuan Target Area Survey... 10

2.2. Penentuan Jumlah/Besar Responden ... 14

2.3. Penentuan Kelurahan Area Survei ... 15

2.4. Penentuan RW/RT Dan Responden Di Lokasi Survei ... 15

III. HASIL STUDI EHRA 2012 KOTA BANJARBARU ... 16

3.1. Pengelolaan Sampah Rumah Tangga ... 16

3.2. Pembuangan Air Limbah Domestik... 20

3.3. Drainase Lingkungan Sekitar Rumah dan Banjir ... 25

3.4. Pengelolaan Air Bersih Rumah Tangga ... 27

3.5 Perilaku Higiene ... 29

3.6 Kejadian Penyakit Diare ... 33

IV. PENUTUP ... 35 LAMPIRAN

1. Data Hasil EHRA Kota Banjarbaru Tahun 2012

2. Keputusan Kepala Dinas Kesehatan No. 092 tahun 2012 tentang Pengangkatan Sebagai Petugas Enumerator Kegiatan EHRA/ Environmental Health Risk Assessment Penilaian Terhadap Resiko Kesehatan Lingkungan Tahun 2012

(3)

LAPORAN STUDI EHRA BANJARBARU 2012 2

3. Keputusan Kepala Dinas Kesehatan No. 093 tahun 2012 tentang Pengangkatan Sebagai Petugas Supervesor Kegiatan EHRA/ Environmental Health Risk Assessment Penilaian Terhadap Resiko Kesehatan Lingkungan Tahun 2012

(4)

LAPORAN STUDI EHRA BANJARBARU 2012 3

KATA PENGANTAR

EHRA (Environmental Health Risk Assessment) atau Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan adalah suatu model pengakajian komprehensif untuk memahami kondisi fasilitas sanitasi dan perilaku warga terkait dengan risiko kesehatan masyarakat. Fasilitas sanitasi yang diteliti mencakup, sumber air minum, layanan pembuangan sampah, jamban, dan saluran pembuangan air limbah. Pada aspek perilaku, dipelajari hal-hal yang terkait dengan higinitas dan sanitasi, antara lain, cuci tangan pakai sabun, buang air besar, pembuangan kotoran anak, dan pemilahan sampah.

Pelaksanaan pengumpulan data lapangan dan penyusunan hasil studi EHRA dikelola langsung oleh Tim EHRA Kota Banjarbaru, berdasarkan pada Surat Keputusan Walikota Kota Banjarbaru Nomor: 155/2012 tentang Pembentukan Kelompok Kerja Sanitasi Kota Banjarbaru Serta Peraturan Walikota Banjarbaru No. 43 Tahun 2008 tentang Tugas Pokok, Fungsi dan Tata Kerja Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Kota Banjarbaru dan Keputusan Kepala Dinas Kesehatan No. 092 tahun 2012 tentang Pengangkatan Sebagai Petugas Enumerator Kegiatan EHRA/ Environmental Health Risk Assessment Penilaian Terhadap Resiko Kesehatan Lingkungan Tahun 2012

. Data EHRA diharapkan menjadi bahan untuk mengembangkan Buku Putih Sanitasi Kota Banjarbaru dan juga menjadi masukan untuk mengembangkan strategi sanitasi dan program sanitasi kota Banjarbaru.

Untuk pengumpulan data, EHRA berkolaborasi dengan unsur SKPD, sanitarian dan puskesmas. Responden sebagai sumber data primer adalah ibu-ibu rumah tangga berusia antara 18-60 tahun. Segmentasi responden dilakukan demikian mengingat pertanyaan-pertanyaan di dalam kuesioner banyak mengandung persoalan normatif dalam masyarakat yang muatan privasinya dinilai sangat sensitif, seperti tempat dan perilaku BAB. Selain itu diyakini bahwa perempuan atau ibu dipilih sebagai responden dalam EHRA karena mereka adalah kelompok warga yang paling memahami kondisi lingkungan sosial di kawasan domisilinya.

Dokumen ini merupakan Laporan EHRA Kota Banjarbaru yang kegiatan pengumpulan datanya dimulai sejak tanggal 7 Mai 2012 Penyusunan laporan dilakukan oleh Tim EHRA difasilitasi oleh District Fasilitator PPSP Kota Banjarbaru dengan mengakomodasi masukan berbagai pihak, khususnya Pokja Sanitasi Kota Banjarbaru sebagai pemilik utama kegiatan, SKPD dan supervisor lapangan. Guna penyempurnaan penulisan laporan akhir, diperlukan penyelenggaraan suatu forum konsultatif dalam rangka menyerap masukan dan umpan balik

(5)

LAPORAN STUDI EHRA BANJARBARU 2012 4

RINGKASAN EKSEKUTIF

Menurunnya kualitas lingkungan hidup di Kota Banjarbaru dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti perilaku hidup masyarakat yang belum sadar sanitasi, beban lingkungan yang makin besar akibat pertambahan jumlah penduduk setiap tahunnya, urbanisasi, serta kurang ersedianya sarana dan prasarana sanitasi. Masih kita dapati juga sebagian kecil masyarakat yang tinggal di tepian badan air menggunakan sungai untuk keperluan MCK. Sehingga kekurangan-kekurangan ini masih harus kita upayakan untuk dilakukan perubahan.

Menurunnya kualitas air permukaan dikarenakan masuknya air limbah, sampah padat dan tinja ke badan air. Hal ini disebabkan karena limbah cair domestik masih dikelola secara individual. Sistem komunal mandi, cuci dan kakus (MCK) telah dilaksanakan dibeberapa tempat melalui program SANIMAS dan kegiatan Satker Penyehatan Lingkungan Permukiman Provinsi Kalimantan Selatan, tetapi belum menjangkau seluruh pemukiman padat sehingga perlu juga kita lakukan pengadaannya di lokasi-lokasi lain. Limbah cair yang berasal dari industri, rumah makan, dan hotel, masih banyak yang tidak memiliki fasilitas IPAL apalagi yang belum juga memberi kontribusi bahan pencemar. Hal ini menyebabkan Biologycal Oxygent Demand (BOD) dan Chemical Oxygent Demand (COD) meningkat sedangkan Dissolved Oxygent (DO) menurun; sehingga air permukaan di beberapa tempat sudah berbau busuk dan berwarna kehitam-hitaman, kandungan mikroorganisme pada badan air tersebut meningkat serta terjadinya pendangkalan sungai.

Dengan bertambahnya jumlah penduduk oleh arus migrasidan penyebaran penduduk ke wilayah yang lebih luas, menyebabkan jumlah timbulan sampah meningkat setiap tahunnya. Kesulitan endapatkan area tempat pengelolaan/penampungan sampah sementara (TPS) mempengaruhi ketersediaan jumlah TPS. Sehingga sering kita lihat beberapa TPS yang overload, disamping karena perilaku masyarakat itu sendiri yang suka membuang sampah seenaknya. Isyu lain adalah ketersediaan lahan yang laik untuk tempat pengelolaan sampah akhir (TPA) dan pengelolaan TPA yang masih open dumping dan controlled landfill merupakan tantangan ke depan yang perlu dicari pemecahannya. Rintisan upaya 3R (Reduce, Reuse, Recycle) sudah mulai dilakukan. Upaya pengelolaan sanitasi udara dilakukan lewat uji emisi kendaraan bermotor, penghijauan di ruas jalan kota dan penataan ruang terbuka hijau di pusat Kota.

Tujuan PHBS adalah meningkatkan pengetahuan, kesadaran, kemauan dan kemampuan masyarakat agar hidup bersih dan sehat serta masyarakat termasuk swasta dan dunia usaha berperan serta aktif mewujudkan derajat kesehatan yang optimal.

(6)

LAPORAN STUDI EHRA BANJARBARU 2012 5

Pada dasarnya PHBS berada di lima tatanan yakni: (1) tatanan rumah tangga, (2) tatanan sekolah, (3) tatanan tempat kerja, (4) tatanan tempat umum,dan (5) tatanan fasilitas kesehatan.

Sesuai lingkup studi EHRA, fokus pembahasan PHBS dalam Buku Putih Sanitasi Kota Banjarbaru adalah tatanan rumah tangga dan tatanan sekolah. Kedua tatanan ini dipandang sebagai pilar utama yang memiliki kontribusi besar terhadap tatanan PHBS secara keseluruhan. Bila dalam tatanan rumah tangga baik maka PHBS dalam semua tatanan akan baik pula, baik dalam lingkungan sekitar maupun terhadap lingkungan yang lebih luas. Dan untuk menjamin kontinuitas dan peningkatan kualitas PHBS jangka panjang diperlukan dukungan dan atau pembinaan/pengenalan pada lingkungan sekolah. Sebagai sarana pembelajaran, sekolah memiliki peranan strategis untuk memperkenalkan PHBS kepada anak didik tentang bagaimana menciptakan suasana kehidupan bermasyarakat yang bersih dan sehat, yaitu yang dimulai dari individu, rumah tangga, kelompok, dan lingkungan.

(7)

LAPORAN STUDI EHRA BANJARBARU 2012 6

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Katagori Klaster berdasarkan kriteria indikasi lingkungan berisiko ... 12

Tabel 2. Hasil klastering desa/ kelurahan di Kota banjarbaru... 13

Tabel 3. Kecamatan Dan Kelurahan Terpilih Untuk Survei EHRA 2012 ... 15

Tabel 4: Cara Pembuangan Sampah ... 17

Tabel 5: pengelolaan Sampah ... 17

Tabel 6. Jumlah Kelurahan Dan Rumah Tangga Responden Terindentifikasi Sering Banjir ... 25

Table 7 Pengalaman Banjir – waktu terakhir kali ... 26

(8)

LAPORAN STUDI EHRA BANJARBARU 2012 7

DAFTAR DIAGRAM

Diagram 1: frekuensi pengangkutan sampah ... 18

Diagram 2: Ketepatan Waktu Pengangkutan ... 19

Diagram 3 : Wadah Sampah... 20

Diagram 4 keluarga yang sudah dewasa air besar ... 22

Diagram 5 jenis kloset yang dipakai dirumah ... 22

Diagram 6 tempat penyaluran buangan akhir tinja ... 23

Diagram 7 lama tangki septik ini dibuat/dibangun ... 24

Diagram 8 lama tangki septik dikosongkan ... 24

Diagram 9. Prosentase RUMAH TANGGA RESPONDEN yang diindentifikasi sering terjadi banjir ... 26

Diagram 10 Kelangkaan/KESULITAN AIR MINUM ... 28

diagram 11 kepuasan terhadap air minum ... 29

Diagram 12 Dimana saja anggota keluarga biasanya mencuci tangan... 31

Diagram 13 Pemakaian Sabun ... 32

diagram 14 biasanya Ibu mencuci tangan dengan menggunakan sabun ... 33

diagram 15 waktu sering kena penyakit diare ... 34

(9)

LAPORAN STUDI EHRA BANJARBARU 2012 8

I. PENDAHULUAN

Environmental Health Risk Assessment Study atau Studi EHRA adalah sebuah survey partisipatif di tingkat kota yang bertujuan untuk memahami kondisi fasilitas sanitasi dan higinitas serta perilaku-perilaku masyarakat yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan program sanitasi termasuk advokasi di tingkat kabupaten/kota sampai ke kelurahan. Kabupaten/Kota dipandang perlu melakukan Studi EHRA karena:

1. Pembangunan sanitasi membutuhkan pemahaman kondisi wilayah yang akurat

2. Data terkait dengan sanitasi terbatas di mana data umumnya tidak bisa dipecah sampai tingkat kelurahan/desa dan data tidak terpusat melainkan berada di berbagai kantor yang berbeda

3. EHRA adalah studi yang menghasilkan data yang representatif di tingkat kabupaten/kota dan kecamatan dan dapat dijadikan panduan dasar di tingkat kelurahan/desa

4. EHRA menggabungkan informasi yang selama ini menjadi indikator sektor-sektor pemerintahan secara eksklusif

5. EHRA secara tidak langsung memberi ”amunisi” bagi stakeholders dan warga di tingkat kelurahan/desa untuk melakukan kegiatan advokasi ke tingkat yang lebih tinggi maupun advokasi secara horizontal ke sesama warga atau stakeholders kelurahan/desa

Adapun tujuan dan manfaat dari studi EHRA adalah:

1. Untuk mendapatkan gambaran kondisi fasilitas sanitasi dan perilaku yang beresiko terhadap kesehatan lingkungan

2. Memberikan advokasi kepada masyarakat akan pentingnya layanan sanitasi

3. Memberikan pemahaman yang sama dalam menyiapkan anggota tim survey yang handal

4. menyediakan salah satu bahan utama penyusunan Buku Putih Sanitasi dan Strategi Sanitasi Kota Banjarbaru

Pelaksanaan pengumpulan data lapangan dan umpan balik hasil EHRA dipimpin dan dikelola langsung oleh Kelompok Kerja (Pokja) Sanitasi Kota Banjarbaru. Selanjutnya, data EHRA diharapkan menjadi bahan untuk mengembangkan Buku Putih Sanitasi Kota Banjarbaru dan juga menjadi masukan untuk mengembangkan strategi sanitasi dan program-program sanitasi kota Banjarbaru.

(10)

LAPORAN STUDI EHRA BANJARBARU 2012 9

II. METODOLOGI DAN LANGKAH EHRA 2012

EHRA adalah studi yang menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menerapkan 2 (dua) teknik pengumpulan data, yakni 1) wawancara (interview) dan 2) pengamatan (observation). Pewawancara dan pelaku pengamatan dalam EHRA adalah Enumerator yang dipilih secara kolaboratif oleh Pokja AMPL dan Dinas Kesehatan Kota Banjarbaru . Sementara Sanitarian bertugas menjadi Supervisor selama pelaksanaan survey. Sebelum turun ke lapangan, para sanitarian dan enumerator diwajibkan mengikuti pelatihan enumerator selama 2 (dua) hari berturut-turut. Materi pelatihan mencakup dasar-dasar wawancara dan pengamatan; pemahaman tentang instrumen EHRA; latar belakang konseptual dan praktis tentang indikator-indikator; uji coba lapangan; dan diskusi perbaikan instrumen.

Unit sampling utama (Primary Sampling) adalah RT (Rukun Tetangga). Unit sampling ini dipilih secara proporsional dan random berdasarkan total RT di semua RW dalam setiap Kelurahan yang telah ditentukan menjadi area survey. Jumlah sampel RT per Kelurahan minimal 8 RT dan jumlah sampel per RT sebanyak 5 responden. Dengan demikian jumlah sampel per kelurahan adalah 40 responden. Yang menjadi responden adalah Bapak (Kepala Rumah Tangga) atau Ibu atau anak yang sudah menikah, dan berumur antara 18 s/d 60 tahun.

Panduan wawancara dan pengamatan dibuat terstruktur dan dirancang untuk dapat diselesaikan dalam waktu sekitar 30-45 menit. Panduan diuji kembali dalam hari kedua pelatihan enumerator dengan try out ke lapangan. Untuk mengikuti standar etika, informed consent wajib dibacakan oleh sanitarian sehingga responden memahami betul hak-haknya dan memutuskan keikutsertaan dengan sukarela dan sadar.

Pekerjaan entri data dikoordinir oleh Tim dari Dinas Kesehatan Kota Banjarbaru. Sebelum melakukan entri data, tim data entri terlebih dahulu mengikuti pelatihan singkat data entry EHRA yang difasilitasi oleh Tim Fasilitator yang telah terlatih dari PIU Advokasi dan Pemberdayaan. Selama pelatihan itu, tim data entri dikenalkan pada struktur kuesioner dan perangkat lunak yang digunakan serta langkah-langkah untuk uji konsistensi yakni program EPI Info dan SPSS.

Untuk quality control, tim spot check mendatangi 5% rumah yang telah disurvei. Tim spot check secara individual melakukan wawancara singkat dengan kuesioner yang telah disediakan dan

(11)

LAPORAN STUDI EHRA BANJARBARU 2012 10

kemudian menyimpulkan apakah wawancara benar-benar terjadi dengan standar yang ditentukan. Quality control juga dilakukan di tahap data entri. Hasil entri dire-check kembali oleh tim Pokja AMPL. Sejumlah 5% entri kuesioner diperiksa kembali.

Kegiatan Studi EHRA memerlukan keterlibatan berbagai pihak dan tidak hanya bisa dilaksanakan oleh Pokja Kabupaten/Kota semata. Agar efektif, Pokja Sanitasi Kabupaten/Kota diharapkan bisa mengorganisir pelaksanaan secara menyeluruh. Adapun susunan Tim EHRA sebagai berikut:

1. Penanggungjawab : Pokja Kota Banjarbaru

2. Koordinator Survey : Pokja - Dinas Kesehatan

3. Anggota : BAPPEDA, Bappermas, KLH, DKP, Infokom, dll

4. Koordinator wilayah/kecamatan : Kepala Puskesmas

5. Supervisor : Sanitarian Puskesmas

6. Tim Entry data : Bag. Pengolahan Data, Bappeda, BPS

7. Tim Analisis data : Pokja Kota Banjarbaru

8. Enumerator : Kader aktif kelurahan (PKK, Posyandu, KB, dll)

2.1.

PENENTUAN TARGET AREA SURVEY

Metoda penentuan target area survey dilakukan secara geografi dan demografi melalui proses yang dinamakan Klastering. Hasil klastering ini juga sekaligus bisa digunakan sebagai indikasi awal lingkungan berisiko. Proses pengambilan sampel dilakukan secara random sehingga memenuhi kaidah ”Probability Sampling” dimana semua anggota populasi memiliki peluang yang sama untuk menjadi sampel. Sementara metoda sampling yang digunakan adalah “Cluster Random Sampling”. Teknik ini sangat cocok digunakan di Kota Banjarbaru ... mengingat area sumber data yang akan diteliti sangat luas. Pengambilan sampel didasarkan pada daerah populasi yang telah ditetapkan.

Penetapan klaster dilakukan berdasarkan kriteria yang sudah ditetapkan oleh Program PPSP sebagai berikut:

1. Kepadatan penduduk yaitu jumlah penduduk per luas wilayah. Pada umumnya tiap Kota Banjarbaru telah mempunyai data kepadatan penduduk sampai dengan tingkat kecamatan dan kelurahan/ desa.

(12)

LAPORAN STUDI EHRA BANJARBARU 2012 11

2. Angka kemiskinan dengan indikator yang datanya mudah diperoleh tapi cukup representatif menunjukkan kondisi sosial ekonomi setiap kecamatan dan/atau kelurahan/ desa. Sebagai contoh ukuran angka kemiskinan bisa dihitung berdasarkan proporsi jumlah Keluarga Pra Sejahtera dan Keluarga Sejahtera 1 dengan formula sebagai berikut:

(∑ Pra-KS + ∑ KS-1)

Angka kemiskinan = --- X 100% ∑ KK

3. Daerah/wilayah yang dialiri sungai/kali/saluran drainase/saluran irigasi dengan potensi digunakan sebagai MCK dan pembuangan sampah oleh masyarakat setempat

4. Daerah terkena banjir dan dinilai mengangggu ketentraman masyarakat dengan parameter ketinggian air, luas daerah banjir/genangan, lamanya surut.

Berdasarkan kriteria di atas, klastering wilayah Kota Banjarbaru menghasilkan katagori klaster

sebagaimana dipelihatkan pada Tabel 1. Wilayah (kecamatan atau kelurahan ) yang terdapat pada

klaster tertentu dianggap memiliki karakteristik yang identik/homogen dalam hal tingkat risiko kesehatannya. Dengan demikian, kecamatan/kelurahan yang menjadi area survey pada suatu klaster akan mewakili kecamatan/kelurahan lainnya yang bukan merupakan area survey pada klaster yang sama. Berdasarkan asumsi ini maka hasil studi EHRA ini bisa memberikan peta area berisiko Kota Banjarbaru.

(13)

LAPORAN STUDI EHRA BANJARBARU 2012 12 TABEL 1. KATAGORI KLASTER BERDASARKAN KRITERIA INDIKASI LINGKUNGAN BERISIKO

Katagori

Klaster Kriteria

Klaster 0 Wilayah kelurahan yang tidak memenuhi sama sekali kriteria indikasi lingkungan berisiko.

Klaster 1 Wilayah kelurahan yang memenuhi minimal 1 kriteria indikasi lingkungan berisiko

Klaster 2 Wilayah kelurahan yang memenuhi minimal 2 kriteria indikasi lingkungan berisiko

Klaster 3 Wilayah kelurahan yang memenuhi minimal 3 kriteria indikasi lingkungan berisiko

Klaster 4 Wilayah kelurahan yang memenuhi minimal 4 kriteria indikasi lingkungan berisiko

Klastering wilayah di Kota Banjarbaru menghasilkan katagori klaster sebagaimana dipelihatkan

pada Tabel 2. Wilayah (kecamatan atau kelurahan ) yang terdapat pada klaster tertentu dianggap

(14)

LAPORAN STUDI EHRA BANJARBARU 2012 13 TABEL 2. HASIL KLASTERING DESA/ KELURAHAN DI KOTA BANJARBARU

Hasil klastering wilayah kelurahan di Kota Banjarbaru yang terdiri atas 20 kelurahan menghasilkan distribusi sebegai berikut:

1) klaster 0 sebanyak 5 %.

2) klaster 1 sebanyak 15%,

3) klaster 2 sebanyak 40%,

4) klaster 3 sebanyak 35%,

5) klaster 4 sebanyak 5 %.

Untuk lebih jelasnya distribusi desa kedalam klaster tersebut dapat dilihat pada Diagram 1. Distribusi

desa per klaster untuk penetapan lokasi studi EHRA

No. KLUSTER JUMLAH NAMA KELURAHAN

1 KLUSTER 4 1 KEL. KEMUNING

2 KLUSTER 3 7 KEL. LANDASAN ULIN TENGAH

3 PALAM

4 CEMPAKA

5 BANGKAL

6 SEI TIUNG/SUNGAI TIUNG

7 GUNTUNG PAIKAT

8 SEI BESAR

9 KLUSTER 2 8 KEL, GUNTUNG MANGGIS

10 LANDASAN ULIN UTARA

11 LANDASAN ULIN BARAT

12 LANDASAN ULIN SELATAN

13 LOKTABAT UTARA

14 MENTAOS

15 SUNGAI ULIN

16 LOKTABAT SELATAN

17 KLUSTER 1 3 KEL. LANDASAN ULIN TIMUR

18 GUNTUNG PAYUNG

19 SYAMSUDIN NOOR

(15)

LAPORAN STUDI EHRA BANJARBARU 2012 14 Diagram 1. Distribusi desa per klaster untuk penetapan lokasi studi EHRA

2.2.

PENENTUAN JUMLAH/BESAR RESPONDEN

Jumlah sampel untuk tiap kelurahan diambil sebesar 800 responden. Sementara itu jumlah sampel RT per Kelurahan minimal 8 RT yang dipilih secara random dan mewakili semua RT yang ada dalam Kelurahan tersebut. Jumlah responden per Kelurahan minimal 40 rumah tangga harus tersebar secara proporsional di 8 RT terpilih dan pemilihan responden juga secara random, sehingga akan ada minimal 5 responden per RT

Berdasarkan kaidah statistik, untuk menentukan jumlah sampel minimum dalam skala kabupaten/kota digunakan “Rumus Slovin” sebagai berikut:

Dimana:

• n adalah jumlah sampel • N adalah jumlah populasi

• d adalah persentase toleransi ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir 5% (d = 0,05)  Asumsi tingkat kepercayaan 95%, karena menggunakan α=0,05, sehingga diperoleh nilai Z=1,96 yang kemudian dibulatkan menjadi Z=2.

(16)

LAPORAN STUDI EHRA BANJARBARU 2012 15

Dengan jumlah populasi rumah tangga sebanyak 45.793 KK maka jumlah sampel minimum yang harus dipenuhi adalah sebanyak 800. Namun demikian untuk keperluan keterwakilan kelurahan berdasarkan hasil klastering, Pokja Sanitasi Kota Banjarbaru metetapkan jumlah kelurahan yang akan dijadikan target area survey sebanyak X1 sehingga jumlah sampel yang harus diambil sebanyak X1 X 40 = 800 responden.

2.3.

PENENTUAN KELURAHAN AREA SURVEI

Setelah menghitung kebutuhan responden dengan menggunakan rumus Slovin di atas maka selanjutnya ditentukan lokasi studi EHRA dengan cara memilih sebanyak 19 kelurahan secara random. Hasil pemilihan ke 19 kelurahan tersebut disajikan pada Tabel 3 sebagai berikut:

TABEL 3. KECAMATAN DAN KELURAHAN TERPILIH UNTUK SURVEI EHRA 2012 KOTA BANJARBARU

2.4.

PENENTUAN RW/RT DAN RESPONDEN DI LOKASI SURVEI

Unit sampling primer (PSU = Primary Sampling Unit) dalam EHRA adalah RT. Jumlah RT per kelurahan adalah 539 RT.

• Urutkan RT per RW per kelurahan.

• Tentukan Angka Interval (AI). Untuk menentukan AI, perlu diketahui jumlah total RT total dan jumlah yang akan diambil.

 Jumlah total RT kelurahan : 539.  Jumlah RT yang akan diambil : 103

 Maka angka interval (AI) = jumlah total RT kelurahan / jumlah RT yang diambil. AI = X/Y adalah 5.

KLUSTER KECAMATAN NAMA KELURAHAN TERPILIH JUMLAH RT RT TERPILIH RESPONDEN

KLUSTER 4 BANJARBARU SELATAN KEMUNING 25 1,2 dan 4 36

KLUSTER 3 LIANG ANGGANG LANDASAN ULIN TENGAH 14 1,2,3 dan 7 31

CEMPAKA PALAM 12 1 dan 2 39

CEMPAKA CEMPAKA 43 15 dan 16 39

CEMPAKA BANGKAL 13 3,4,7,9,10, 11 dan 12 41

CEMPAKA SUNGAI TIUNG 34 1,2 dan 4 41

BANJARBARU SELATAN GUNTUNG PAIKAT 29 3 dan 5 32

BANJARBARU SELATAN SUNGAI BESAR 46 2,3,4, dan 13 64

KLUSTER 2 LANDASAN ULIN GUNTUNG MANGGIS 46 1,2,3,4,5,6,11 dan 32 76

LIANG ANGGANG LANDASAN ULIN UTARA 26 1,2,3 dan 4 48

LIANG ANGGANG LANDASAN ULIN BARAT 14 1,2,3,4,5,9,10, dan 11 38

LIANG ANGGANG LANDASAN ULIN SELATAN 12 1,2,3,4,5,6,10, dan 11 42

BANJARBARU UTARA LOKTABAT UTARA 47 2,3,4,5,12,15,19,24,31,35,38, 41 dan 45 64

BANJARBARU UTARA MENTAOS 28 2,4,5,dan 6 32

BANJARBARU UTARA SUNGAI ULIN 28 1,2,4,5,6,dan 7 64

BANJARBARU SELATAN LOKTABAT SELATAN 27 1,2,3,4, dan 6 32

KLUSTER 1 LANDASAN ULIN LANDASAN ULIN TIMUR 44 1,2,3,4,6,8.9 33

LANDASAN ULIN GUNTUNG PAYUNG 13 2,5,6,7,8, dan 10 28

LANDASAN ULIN SYAMSUDIN NOOR 38 1,3,5,7,8,9, dan 34 20

(17)

LAPORAN STUDI EHRA BANJARBARU 2012 16

III. HASIL STUDI EHRA 2012 KOTA BANJARBARU

3.1. PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA

Dalam masalah persampahan, EHRA

mempelajari sejumlah hal pokok, yakni: 1) cara pembuangan sampah yang utama, 2) frekuensi dan pendapat tentang ketepatan pengangkutan sampah bagi rumah tangga yang menerima layanan pengangkutan sampah, 3) praktik pemilahan sampah, dan 4) penggunaan wadah sampah sementara di rumah.

Cara utama pembuangan sampah di tingkat rumah tangga diidentifikasi melalui jawaban verbal yang disampaikan responden. Dalam kuesioner tersedia 22 (dua puluh dua) opsi jawaban. Dua puluh dua opsi itu dapat dikategorikan dalam 4 (empat) kelompok besar, yakni 1) Dikumpulkan di rumah lalu diangkut keluar oleh pihak lain, 2) Dikumpulkan di luar rumah/di tempat bersama lalu diangkut oleh pihak lain, 3) Dibuang di halaman/pekarangan rumah, dan 4) Dibuang ke luar halaman/pekarangan rumah. Di antara empat kelompok itu, cara-cara yang berada di bawah kategori 1 dan 2 atau yang mendapat layanan pengangkutan merupakan cara-cara yang memiliki risiko kesehatan paling rendah. Beberapa literatur menyebutkan bahwa cara pembuangan sampah di lobang sampah khusus, baik di halaman atau di luar rumah, merupakan cara yang aman pula. Namun, dalam konteks wilayah perkotaan, di mana kebanyakan rumah tangga memiliki keterbatasan ruang dan lahan, penerapan cara-cara itu dinilai dapat mendatangkan risiko kesehatan yang cukup besar. Dari sisi layanan pengangkutan, EHRA melihat aspek frekuensi atau kekerapan dan ketepatan waktu dalam pengangkutan. Meskipun sebuah rumah tangga menerima pelayanan, risiko kesehatan tetap tinggi bila frekuensi pengangkutan sampah terjadi lebih lama dari satu minggu sekali. Sementara, ketepatan pengangkutan digunakan untuk menggambarkan seberapa konsisten ketetapan/kesepakatan tentang frekuensi pengangkutan sampah yang berlaku.

Di banyak kota di Indonesia, penanganan sampah merupakan masalah yang memprihatinkan. Dalam banyak kasus, beban sampah yang diproduksi rumah tangga ternyata tidak bisa ditangani oleh sistem persampahan yang ada. Untuk mengurangi beban di tingkat kota, banyak pihak mulai melihat pentingnya pengelolaan/pengolahan di tingkat rumah tangga, yakni dengan pemilahan sampah dan pemanfaatan atau penggunaan ulang sampah, misalnya sebagai bahan untuk kompos. Dengan latar belakang semacam ini, EHRA kemudian memasukkan pertanyaan-pertanyaan yang terkait dengan

(18)

LAPORAN STUDI EHRA BANJARBARU 2012 17

kegiatan pemilahan sampah di tingkat rumah tangga serta melakukan pengamatan yang tertuju pada kegiatan-kegiatan pengomposan.

Terakhir, emunerator studi EHRA mengamati wadah penyimpanan sampah di rumah tangga. Wadah yang mengandung risiko kecil adalah wadah yang permanen atau setidaknya terlindungi dari capaian binatang seperti ayam atau anjing. Bak permanen atau keranjang yang tertutup dapat dikategorikan sebagai wadah yang relatif terlindungi dibandingkan dengan kantong plastik yang mudah sobek.

Secara rinci tabel di bawah menggambarkan cara-cara utama membuang sampah rumah tangga di Kota Banjarbaru. Dalam tabel di bawah terlihat bahwa yang paling banyak dijumpai adalah rumah tangga yang membuang sampahnya di dalam rumah atau di tempat bersama untuk kemudian diangkut petugas, yakni sebesar 66,7 %.

Kelompok kedua yang cukup besar adalah mereka yang membuang sampah ke halaman rumah mereka untuk kemudian dibakar, dikubur atau didiamkan saja. Persentase kelompok ini adalah sebanyak 53,9%. Sementara, mereka yang membuang ke TPS sekitar 20,9%, terdiri dari mereka yang membuang ke lahan kosong/hutan/ dan dibiarkan membusuk sebesar 8,0 %.

TABEL 4: CARA PEMBUANGAN SAMPAH

TABEL 5: PENGELOLAAN SAMPAH

9 10 n % n % n % n % n % Tidak memadai 113 75.3 257 76.7 235 85.5 22 55.0 627 78.4 Ya, memadai 37 24.7 78 23.3 40 14.5 18 45.0 173 21.6 800 Tidak memadai 2 66.7 0 .0 0 .0 0 .0 2 33.3 Ya, memadai 1 33.3 3 100.0 0 .0 0 .0 4 66.7 6

Tidak tepat waktu 3 100.0 0 .0 0 .0 0 .0 3 50.0

Ya, tepat waktu 0 .0 3 100.0 0 .0 0 .0 3 50.0

6 Tidak diolah 142 94.7 321 95.8 269 97.8 40 100.0 772 96.5 Ya, diolah 8 5.3 14 4.2 6 2.2 0 .0 28 3.5 800 JUMLAH 3.4 Pengolahan sampah setempat JUMLAH JUMLAH JUMLAH 3.1 Pengelolaan sampah 3.2 Frekuensi pengangkutan sampah 3.3 Ketepatan waktu pengangkutan sampah VARIABEL KATEGORI

Kluster Desa/Kelurahan Total

1 2 3 4

9 10

n % n % n % n % n %

Dikumpulkan oleh kolektor informal yang mendaur ulang

3 2.0 3 .9 0 .0 0 .0 6 .8

Dikumpulkan dan dibuang ke TPS

34 22.7 75 22.4 40 14.5 18 45.0 167 20.9

Dibakar 87 58.0 170 50.7 172 62.5 2 5.0 431 53.9

Dibuang ke dalam lubang dan ditutup dengan tanah

1 .7 0 .0 3 1.1 0 .0 4 .5

Dibuang ke dalam lubang tetapi tidak ditutup dengan tanah

10 6.7 12 3.6 27 9.8 2 5.0 51 6.4

Dibuang ke sungai/kali/laut/danau

0 .0 20 6.0 18 6.5 17 42.5 55 6.9

Dibiarkan saja sampai membusuk 0 .0 1 .3 1 .4 0 .0 2 .3 Dibuang ke lahan kosong/kebun/hutan dan dibiarkan membusuk 11 7.3 41 12.2 11 4.0 1 2.5 64 8.0 Lain-lain 3 2.0 11 3.3 3 1.1 0 .0 17 2.1 Tidak tahu 1 .7 2 .6 0 .0 0 .0 3 .4 800 Total 1 2 3 4 JUMLAH VARIABEL KATEGORI

C2. Bagaimana sampah rumah tangga dikelola?

(19)

LAPORAN STUDI EHRA BANJARBARU 2012 18

Bagi yang mendapatkan layanan, maka frekuensi pengangkutan yang paling umum diterima adalah setiap hari 16,7%. Sekitar 50% rumah tangga melaporkan sampahnya diangkut beberapa kali dalam seminggu. Sekitar 16,7 % rumah tangga melaporkan sampahnya tidak pernah diangkut. Sisanya rumah tangga yang lain sekitar 16,7% yang tidak tahu seberapa sering sampah diangkut oleh petugas. Standar minimum dalam indikator-indikator global tentang layanan angkutan sampah rumah tangga adalah seminggu sekali. Dengan demikian, maka kebanyakan rumah tangga di Kota Banjarbaru yang menerima layanan pengangkutan sampah sebetulnya dapat dikategorikan telah mendapat layanan yang memadai. Hanya sedikit yang belum mendapatkan layanan yang memadai dalam hal frekuensi pengangkutan.

DIAGRAM 1: FREKUENSI PENGANGKUTAN SAMPAH

Bila rumah tangga diminta menilai layanan pengangkutan dalam sebulan terakhir, maka seperti tampak pada diagram di bawah, kebanyakan menilainya cukup positif. Sekitar 50,0% menilai layanan yang mereka terima selalu tepat waktu dan menilainya terlambat 16,7 %.

(20)

LAPORAN STUDI EHRA BANJARBARU 2012 19 DIAGRAM 2: KETEPATAN WAKTU PENGANGKUTAN

Seperti diketahui secara luas, rumah tangga sebetulnya dapat ikut berperan dalam mengurangi volume sampah dengan berbagai cara. Contoh yang cukup populer adalah dengan melakukan pemilahan dan memanfaatkan kembali atau mengolah sampah-sampah tertentu. Terkait dengan ini, EHRA mencoba mengetahui praktik pemilahan sampah pada rumah tangga di Kota Banjarbaru.

Kajian EHRA memperoleh gambaran bahwa sekitar 17,0% dari total rumah tangga melakukan pemilahan sampah yang terbuat dari logam, gelas atau plastik. Secara umum dapat dikatakan bahwa proporsi ini masih sedikit untuk membantu pengurangan volume sampah kota. Dengan kata lain, masih banyak kerja yang diperlukan untuk mengajak warga berpartisipasi dalam pengelolaan sampah di tingkat rumah tangga.

Masih sedikitnya rumah tangga di Kota Banjarbaru yang berpartisipasi dalam pengelolaan sampah di tingkat rumah tangga juga terpantau selama pengamatan di rumah, sekitar 3,0% rumah tangga di Kota Banjarbaru yang diamati tengah membuat kompos dari sampah basahnya. Dengan kata lain, mayoritas rumah tangga di Kota Banjarbaru masih membuang sampah rumah tangga begitu saja tanpa mempertimbangkan potensi-potensi ekonomi dengan memanfaatkan kembali sampah, misalnya sebagai bahan kompos yang dapat digunakan sebagai pupuk tanaman.

(21)

LAPORAN STUDI EHRA BANJARBARU 2012 20

Diagram di bawah menyajikan informasi tentang wadah sementara yang digunakan rumah tangga untuk menyimpan sampah. Secara umum, rumah tangga yang mewadahi sampahnya secara kurang aman terlihat cukup banyak, semisal penggunaan kantong plastik tertutup (11,0%), kantong plastik terbuka (30,0%), keranjang sampah terbuka (24,0%), keranjang sampah tertutup (4,0%) dan tidak ada wadah sampah (19,0%). Dari opsi-opsi yang ada, wadah sampah berupa bak permanen yang tertutup merupakan yang paling aman.

DIAGRAM 3 : WADAH SAMPAH

3.2. PEMBUANGAN AIR LIMBAH DOMESTIK

Kebiasaan BAB (buang air besar) di tempat yang tidak memadai adalah salah satu faktor risiko menurunnya status kesehatan masyarakat. Selain mencemari tanah (field), praktik semacam itu dapat mencemari sumber air minum warga. Yang dimaksud dengan tempat yang tidak memadai bukan hanya tempat BAB di ruang terbuka, seperti di sungai/kali/got/kebun, tetapi juga penggunaan sarana jamban di rumah yang mungkin dianggap nyaman, namun sarana penampungan dan pengolahan tinjanya tidak memadai, misalnya yang tidak kedap air dan berjarak terlalu dekat dengan sumber air minum.

(22)

LAPORAN STUDI EHRA BANJARBARU 2012 21

Bagian ini memaparkan fasilitas sanitasi rumah tangga beserta beberapa perilaku yang terkait dengannya. Fasilitas sanitasi difokuskan pada fasilitas buang air besar (BAB) yang mencakup jenis jamban yang tersedia, penggunaan, pemeliharaan dan kondisinya.

Untuk jenis jamban, EHRA membaginya ke dalam 3 (tiga) katagori besar, yakni jamban siram/leher angsa, jamban/non siram/tanpa leher angsa, dan tak ada fasilitas jamban. Pilihan-pilihan pada dua katagori pertama kemudian dispesifikasikan pembuangan khusus (sewerage), tangki septik, cubluk, lobang galian, sungai/kali/parit/got. Sementara, katagori ketiga, ruang terbuka, pilihannya mencakup sungai, kali, parit atau got.

Karena informasi tentang jenis jamban rumah tangga didapatkan melalui wawancara, maka terbuka kemungkinan munculnya salah persepsi tentang jenis yang dimiliki, khususnya bila dikaitkan dengan sarana pengolahan. Warga seringkali mengklaim bahwa yang dimiliki adalah tangki septik. Padahal yang dimaksud adalah tangki yang tidak kedap air atau cubluk, yang isinya dapat merembes ke tanah. Karenanya EHRA juga mengajukan

sejumlah pertanyaan konfirmasi yang dapat mengindikasikan status keamanan tangki septik yang dimiliki rumah tangga. Pertanyaan-pertanyaan yang dimaksud antara lain, Apakah tangki septik itu pernah dikosongkan?, Kapan tangki septik dikosongkan?, dan Sudah berapa lama tangki septik itu dibangun?

Survai EHRA menemukan fasilitas BAB di

Kota Banjarbaru yang paling umum dilaporkan oleh rumah tangga adalah jamban yang disalurkan ke tangki septik, proporsinya adalah sekitar 80,0% (tempat terakhir kali BAB). Proporsi membuang BAB ke MCK/WC Umum sebesar 6 % dan mengunakan WC Helikopter 2 %. Sementara, proporsi rumah tangga yang membuang tinja langsung ke ruang terbuka mencakup sekitar 13,0%, yang terdiri dari 1) BAB ke sungai/kali/parit atau rawa (11,0%), 2) BAB ke lubang galian (1,0%), 3) lainnya 1,0%.

(23)

LAPORAN STUDI EHRA BANJARBARU 2012 22 DIAGRAM 4 KELUARGA YANG SUDAH DEWASA AIR BESAR

dari semua rumah tangga yang memiliki kloset, sekitar 91,6% memiliki jamban terdiri dari kloset jongkok leher angsa sekitar 83,4% kloset duduk siram leher angsa 0,4 %, plengsengan 1,0 %, cublok 6,9 % tidak memiliki kloset proporsinya sekitar 8,4%.

DIAGRAM 5 JENIS KLOSET YANG DIPAKAI DIRUMAH

Dari hasil wawancara diperoleh sekitar 66,3% rumah tangga di Kota Banjarbaru yang melaporkan menggunakan tangki septik. Tempat pembuangan sungai sebanyak 17,5 %, cubluk 13,5 %, lewat pipa sewer sebanyak 0, 5 %, langsung ke drainase 0,3 %, ke kebun/tanah lapang 0,1 % dan tidak tahu 1,9 %.

(24)

LAPORAN STUDI EHRA BANJARBARU 2012 23 DIAGRAM 6 TEMPAT PENYALURAN BUANGAN AKHIR TINJA

Dasar mengidentifikasi suspek tangki septik atau cubluk dalam studi EHRA menggunakan rentang waktu pengurasan atau pengosongan tinja di tangki septik. Untuk ukuran dan teknologi tangki septik yang paling umum, tangki septik perlu dikosongkan atau dikuras paling tidak sekali dalam setiap 5 tahun. Bila dalam kurun waktu 5 tahun tangki septik belum pernah dikuras atau dikosongkan, maka dicurigai bahwa yang diklaim responden sebagai tangki septik sebetulnya adalah cubluk. Bila diringkas maka kriterianya adalah sebagai berikut :

Kriteria suspek aman adalah sbb., 1. Dibangun kurang dari lima tahun lalu

2. Dibangun lebih dari lima tahun lalu dan pernah dikuras/ dikosongkan kurang dari lima tahun lalu

Kriteria suspek tidak aman adalah sbb.,

a. Dibangun lebih dari lima tahun lalu dan tidak pernah dikuras

b. Dibangun lebih dari lima tahun lalu dan pernah dikuras lebih dari lima tahun lalu

Sebagaimana tersaji pada diagram di bawah, dari sekitar 530 responden yang melaporkan tangki septiknya dibangun lebih dari 10 tahun lalu, sejumlah itu sekitar 25,1% melaporkan bahwa tangki septiknya belum pernah dikosongkan sama sekali sehingga mengindikasikan bahwa yang mereka digunakan bukan tangki septik melainkan cubluk atau tangki yang tidak kedap udara alias merembes ke luar tangki.

(25)

LAPORAN STUDI EHRA BANJARBARU 2012 24 DIAGRAM 7 LAMA TANGKI SEPTIK INI DIBUAT/DIBANGUN

Dari sekitar 15 rumah tangga yang melaporkan pernah mengosongkan tangki septik, sekitar 0,2% melaporkan mengosongkannya lebih dari 10 tahun lalu. Kasus ini pun dapat diindikasikan sebagai suspek cubluk. Sebaliknya, rumah tangga yang masuk kategori pernah mengosongkan 2 tahun lalu atau antara 5–10 tahun lalu dikategorikan sebagai kasus suspek aman.

(26)

LAPORAN STUDI EHRA BANJARBARU 2012 25

3.3. DRAINASE LINGKUNGAN SEKITAR RUMAH DAN BANJIR

Dalam masalah saluran air, EHRA meminta

emunerator mengamati keberadaan saluran

drainase di sekitar rumah terpilih. Saluran yang dimaksud adalah yang digunakan untuk membuang air bekas penggunaan rumah tangga (grey water). Bila ada, emunerator juga mengamati dari dekat apakah air di saluran itu mengalir, apa warna airnya, dan melihat apakah terdapat tumpukan sampah di dalam saluran air itu. Saluran air yang memadai ditandai dengan aliran air yang lancar, warna yang cenderung bening atau bersih, dan tidak adanya tumpukan sampah di dalamnya.

Pokok kedua dalam bagian ini adalah kebanjiran yang didefinisikan secara sederhana yakni datangnya air ke lingkungan atau ke dalam rumah yang tengah disurvai. Air yang datang bisa berasal dari manapun termasuk luapan sungai, laut ataupun air hujan. Besarnya banjir tidak dibatasi. Artinya, air bisa setinggi dada ataupun lebih rendah dari tinggi tumit orang dewasa.

Studi EHRA di Kota Banjarbaru menemukan proporsi rumah tangga sekitar 24,0 % rumah tangga responden yang melaporkan pernah mengalami banjir. Seperti terlihat pada diagram berikut ini, proporsi terbesar, sekitar 53,0% rumah tangga, melaporkan mengalami banjir di kecamatan Cempaka dan yang terendah berada di kecamatan Landasan Ulin sebesar 3,0 %. Hal ini disebabkan oleh jaringan drainase dan kontur lahan di tiap wilayah kecamatan.

TABEL 6. JUMLAH KELURAHAN DAN RUMAH TANGGA TERINDENTIFIKASI SERING TERJADI BANJIR

JUMLAH KELURAHAN JUMLAH KELURAHAN SERING BANJAIR JUMLAH RUMAH TANGGA JUMLAH RUMAH TANGGA SERING BANJIR 1 Landasan Ulin 4 3 157 4 2 Liang Anggang 4 4 159 54 3 Cempaka 4 4 160 84 4 Banjarbaru Utara 4 1 160 5 5 Banjarbaru Selatan 4 3 164 41 20 15 800 188

RUMAH TANGGA RESPONDEN

JUMLAH KECAMATAN

KELURAHAN NO.

(27)

LAPORAN STUDI EHRA BANJARBARU 2012 26 DIAGRAM 9. PROSENTASE RUMAH TANGGA RESPONDEN YANG DIINDENTIFIKASI SERING TERJADI BANJIR

Dari 800 rumah tangga yang melaporkan pernah mengalami banjir, kebanyakan atau sekitar 18,1% melaporkan banjir terjadi beberapa kali dalam sebulan dan 13,4% melaporkan terjadi banjir sekali dalam sebulan. Secara total ditemukan 14,3% dari 800 rumah tangga yang melaporkan mengalami banjir dalam tahun ini.

TABLE 7 PENGALAMAN BANJIR – WAKTU TERAKHIR KALI

66.5 13.4 18.1 .9 1.1 .0 10.0 20.0 30.0 40.0 50.0 60.0 70.0 Tidak pernah

Sekali dalam setahun Beberapa kali dalam sebulan Sekali atau beberapa dalam sebulan Tidak tahu

(28)

LAPORAN STUDI EHRA BANJARBARU 2012 27

3.4.

PENGELOLAAN AIR BERSIH RUMAH TANGGA

Bab ini menyajikan informasi mengenai kondisi akses sumber air untuk minum bagi rumah tangga di Kota Banjarbaru. Ada 2 (dua) aspek yang dielaborasi, yakni 1) Jenis sumber air minum yang digunakan rumah tangga dan 2) Kelangkaan air yang dialami rumah tangga dari sumber itu. Kedua aspek ini memiliki hubungan yang sangat erat dengan tingkat risiko kesehatan bagi anggota di suatu rumah tangga.

Sumber-sumber air memiliki tingkat keamanannya tersendiri. Ada jenis-jenis sumber air minum yang secara global dinilai sebagai sumber yang relatif aman. Seperti air ledeng/PDAM, sumur bor, sumur gali terlindungi, mata air terlindungi dan air hujan (yang ditangkap, dialirkan dan disimpan secara bersih dan terlindungi). Di lain pihak, terdapat sumber-sumber yang memiliki risiko yang lebih tinggi sebagai media transmisi patogen ke dalam tubuh manusia, di antaranya adalah sumur atau mata air yang tidak terlindungi dan air permukaan, seperti air kolam, sungai, parit ataupun irigasi.

Suplai atau kuantitas air pun memegang peranan. Para pakar higinitas global melihat suplai air yang memadai merupakan salah satu faktor yang mengurangi risiko terkena penyakit-penyakit yang berhubungan dengan diare. Sejumlah studi menginformasikan bahwa mereka yang memiliki suplai air yang memadai cenderung memiliki risiko terkena diare yang lebih rendah, karena sumber air yang memadai cenderung memudahkan kegiatan higinitas secara lebih teratur. Dengan demikian, kelangkaan air dapat dimasukkan sebagai salah satu faktor risiko (tidak langsung) bagi terjadinya kesakitan-kesakitan seperti gejala diare.

Pada suplai air minum, studi EHRA mempelajari kelangkaan yang dialami rumah tangga dalam rentang waktu dua minggu terakhir. Kelangkaan diukur dari tidak tersedianya air dari sumber air minum utama rumah tangga atau tidak bisa digunakannya air yang keluar dari sumber air minum utama. Data ini diperoleh dari pengakuan verbal responden.

(29)

LAPORAN STUDI EHRA BANJARBARU 2012 28 TABEL 8 SUMBER AIR MINUM

Untuk kasus kelangkaan air, studi menemukan sekitar 12,15% rumah tangga yang mengalami kelangkaan dari sumber air utama dalam dua seminggu terakhir. Responden yang tidak mengalami kelangkaan sebesar 75,8%. Diagram dibawah menunjukkan informasi tentang kelangkaan air.

(30)

LAPORAN STUDI EHRA BANJARBARU 2012 29

Tingkat kepuasan responden terhadap air minum yang di minumnya, studi menemukan sekitar 91,0% rumah tangga puas dengan air minum yang diminumnya dan sebesar sebesar 9,% belum puas dengan air minum yang diminumnya. Diagram dibawah menunjukkan informasi tentang kelangkaan air.

DIAGRAM 11 KEPUASAN TERHADAP AIR MINUM

3.5 PERILAKU HIGIENE

Sekitar 40.000 anak Indonesia meninggal setiap tahun akibat diare (Unicef, 2002; dikutip dari facts sheet ISSDP, 2006). Bukan hanya itu, diare juga ikut menyumbang pada angka kematian balita yang disebabkan faktor gizi buruk. Dalam studi global disimpulkan bahwa dari 3,6 juta kematian akibat gizi buruk, sekitar 23% ternyata disebabkan oleh diare (Fishman, dkk., 2004). Diare sebetulnya dapat dicegah dengan cara yang mudah. Sekitar 42-47% risiko terkena diare dapat dicegah bila orang dewasa, khususnya pengasuh anak mencuci tangan pakai sabun pada waktu-waktu yang tepat. Bila dikonversikan, sekitar 1 juta anak dapat diselamatkan hanya dengan mencuci tangan pakai sabun (Curtis & Cairncross, 2003).

Mencuci tangan pakai sabun di waktu yang tepat dapat memblok transmisi patogen penyebab diare. Pencemaran tinja/ kotoran manusia (feces) adalah sumber utama dari virus, bakteri, dan patogen lain penyebab diare. Jalur pencemaran yang diketahui sehingga cemaran dapat sampai ke mulut

Program Cuci tangan SDN Banjarbarukota 4

(31)

LAPORAN STUDI EHRA BANJARBARU 2012 30

manusia, termasuk balita, adalah melalui 4F (Wagner & Lanoix, 1958) yakni fluids (air), fields (tanah), flies (lalat), dan fingers (jari/tangan). Cuci tangan pakai sabun adalah prevensi cemaran yang sangat efektif dan efisien khususnya untuk memblok transmisi melalui jalur fingers.

Untuk menelusuri perilaku-perilaku cuci tangan yang dilakukan ibu sehari-harinya, EHRA terlebih dahulu memastikan penggunaan sabun di rumah tangga dengan pertanyaan apakah si Ibu menggunakan sabun hari ini atau kemarin.

Sekitar 40.000 anak Indonesia meninggal setiap tahun akibat diare (Unicef, 2002; dikutip dari facts sheet ISSDP, 2006). Bukan hanya itu, diare juga ikut menyumbang pada angka kematian balita yang disebabkan faktor gizi buruk. Dalam studi global disimpulkan bahwa dari 3,6 juta kematian akibat gizi buruk, sekitar 23% ternyata disebabkan oleh diare (Fishman, dkk., 2004). Diare sebetulnya dapat dicegah dengan cara yang mudah. Sekitar 42-47% risiko terkena diare dapat dicegah bila orang dewasa, khususnya pengasuh anak mencuci tangan pakai sabun pada waktu-waktu yang tepat. Bila dikonversikan, sekitar 1 juta anak dapat diselamatkan hanya dengan mencuci tangan pakai sabun (Curtis & Cairncross, 2003).

Mencuci tangan pakai sabun di waktu yang tepat dapat memblok transmisi patogen penyebab diare. Pencemaran tinja/ kotoran manusia (feces) adalah sumber utama dari virus, bakteri, dan patogen lain penyebab diare. Jalur pencemaran yang diketahui sehingga cemaran dapat sampai ke mulut manusia, termasuk balita, adalah melalui 4F (Wagner & Lanoix, 1958) yakni fluids (air), fields (tanah), flies (lalat), dan fingers (jari/tangan). Cuci tangan pakai sabun adalah prevensi cemaran yang sangat efektif dan efisien khususnya untuk memblok transmisi melalui jalur fingers.

Untuk menelusuri perilaku-perilaku cuci tangan yang dilakukan ibu sehari-harinya, EHRA terlebih dahulu memastikan penggunaan sabun di rumah tangga dengan pertanyaan dimana saja anggota keluarga biasanya mencuci tangan, sebesar 35,8% mencuci tangan di dapur dan prosentasi terkecil di sekitar penampungan sampah sebesar 0,9 %.

(32)

LAPORAN STUDI EHRA BANJARBARU 2012 31

DIAGRAM 12 DIMANA SAJA ANGGOTA KELUARGA BIASANYA MENCUCI TANGAN

Studi EHRA menemukan hampir semua rumah tangga di Kota Banjarbaru memiliki akses pada sabun. Rumah tangga yang melaporkan menggunakan sabun pada hari diwawancara. Hanya kurang dari 0,4 % saja yang melaporkan tidak menggunakan sabun pada hari saat diwawancara atau sehari sebelumnya.

Program Cuci tangan SDN Banjarbarukota 4

(33)

LAPORAN STUDI EHRA BANJARBARU 2012 32 DIAGRAM 13 PEMAKAIAN SABUN

Akses terhadap sabun adalah satu hal. Mereka yang memiliki akses tidak serta merta akan memanfaatkan akses itu untuk kepentingan higinitas, khususnya cuci tangan di waktu-waktu penting. Seperti terlihat pada diagram berikut, proporsi ibu yang mencuci tangan pakai sabun setelah buang air besar sekitar 23,0% dari total populasi responden. Sekitar 45,2% melaporkan mencuci tangan pakai sabun sebelum makan sekitar 21,3% melaporkan melakukannya sebelum menyiapkan makanan.

Dengan demikian, terlihat bahwa cakupan ibu-ibu yang belum mencuci tangan pakai sabun di waktu-waktu penting masih cukup besar. Hampir separuh ibu-ibu di Kota Banjarbaru belum mempraktikkan cuci tangan pakai sabun sesudah BAB. Angka yang hampir sama dijumpai pada waktu penting lain, yakni sebelum makan. Yang masih jarang adalah di waktu sebelum menyiapkan makanan yakni sekitar seperempat ibu-ibu di Kota Banjarbaru.

(34)

LAPORAN STUDI EHRA BANJARBARU 2012 33 DIAGRAM 14 BIASANYA IBU MENCUCI TANGAN DENGAN MENGGUNAKAN SABUN

3.6 KEJADIAN PENYAKIT DIARE

Kapan waktu paling dekat anggota keluarga ibu terkena diare. Responden sebanyak 79,3 % tidak pernah keluarganya terkena penyakit diare, 4,9 % lebih dari 6 bulan yang lalu terkena penyakit diare dan kejadian terkena diare ketika waktu diwawancarain (hari ini) sebanyak 1,3 %.

(35)

LAPORAN STUDI EHRA BANJARBARU 2012 34 DIAGRAM 15 WAKTU SERING KENA PENYAKIT DIARE

Anggota keluarga yang sering terkena penyakit diare terbesar atau 31,5 % adalah orang dewasa perempuan dan yang terendah terkena diare dianggota kelauarga adalah anak remaja perempuan atau sebesar 3,3% dari responden yang diwawancarai.

(36)

LAPORAN STUDI EHRA BANJARBARU 2012 35

IV.

PENUTUP

Paparan singkat tentang manfaat studi EHRA dari aspek promosi dengan keterlibatan kader/ petugas kesehatan/ PKK dll.

Paparan singkat tentang rencana pemanfaatan hasil studi EHRA sebagai bahan advokasi pengarusutamaan pembangunan sanitasi.

Paparan singkat tentang pemanfaatan studi EHRA dalam Buku Putih (area berisiko) dan penyusunan Strategi Komunikasi yang menjadi bagian dari SSK.

Paparan singkat tentang studi ehra yang idealnya dilakukan secara berkala, dan studi kali ini (pertama) berupakan baseline bagi hasil studi ehra selanjutnya.

Poin-poin catatan/rekomendasi untuk pelaksanaan studi ehra selanjutnya berdasarkan pembelajaran dari pelaksanaan studi ehra kali ini.

(37)
(38)
(39)
(40)
(41)
(42)
(43)
(44)
(45)
(46)
(47)
(48)
(49)
(50)
(51)
(52)
(53)
(54)
(55)
(56)
(57)
(58)
(59)
(60)
(61)
(62)
(63)
(64)

BAPPENAS

PEMERINTAH KOTA BANJARBARU

DINAS PEKERJAAN UMUM

SATKER PENGEMBANGAN KESEHATAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN PROVINSI KALIMANTAN SELTAN

Jalan Mayjen D.I. Panjaitan No. 8 Telp. (0511) 68226 - 54394 Fax (0511) 68226 Banjarmasin - 70114 Jl. Jend. Sudirman, Banjarbaru - Kalimantan Selatan Telp. (0511) 772569 Fax. (0511) 774269

POKJA SANITASI KOTA BANJARBARU

Gambar

TABEL  3. KECAMATAN DAN KELURAHAN  TERPILIH UNTUK SURVEI EHRA 2012  KOTA BANJARBARU
TABEL 4: CARA PEMBUANGAN SAMPAH
DIAGRAM 1: FREKUENSI PENGANGKUTAN SAMPAH
DIAGRAM 3 : WADAH SAMPAH
+7

Referensi

Dokumen terkait

dicantumkan dalam silabus SMA kelas XII semester 1 dalam Kompetensi Dasar 3.9 yaitu “Menganalisis Isi dan Kebahasaan novel” novel yang dianalisis dalam pembelajaran

Apakah terdapat pengaruh yang signifikan antara sikap dengan intensi untuk mengimplementasikan perubahan kurikulum KTSP pada guru-guru SD di Gugus Nusa

Metode yang digunakan untuk mengendalikan tingkat pencahayaan lampu hasil perancangan menggunakan metode close loop control, dengan umpan balik sistem yaitu nilai

Lokasi Kegiatan : Sekretariat DPRD Kota Medan Keluaran : Tersedianya pakaian dinas beserta perlengkapannya Target : 200 Pasang Belanja Pegawai 5.000.000,00 4.01... 03

Pertumbuhan ekonomi kelas menengah serta suku bunga Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang relatif rendah mengakibatkan pertumbuhan laba di tahun 2011 mengalami

di Desa Konda Maloba dapat berperan dalam peningkatan populasi nyamuk selain itu kepadatan larva dan nyamuk dewasa yang ditemukan dipengaruhi oleh lingkungan biotik,

menjaga kestabilan harga dan kesediaan komoditas yang bersifat memiliki persistensi inflasi yang tinggi dan berkontribusi tinggi di Kota Palangka Raya seperti mie,

Dan semakin menunjukkan bahwa dalam hal penangguhan upah, DiJjen Binawas KetenagakeJjaan lebih memihak kepada pengusaha, hal tersebut dapat dibuktikan dengan adanya