LAPORAN KERJA PRAKTEK
PENGOPTIMALAN PENERAPAN PRODUKSI BERSIH DI PT. MULIA BERSAUDARA
Disusun untuk memenuhi syarat kelulusan Program Studi Teknik Lingkungan Sekolah Tinggi Teknologi Pelita Bangsa
Disusun Oleh : Wahyu Danika
NIM : 331510066
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI PELITA BANGSA
BEKASI 2019
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Wahyu Danika
NIM : 331510066
Judul KP : PENGOPTIMALAN PENERAPAN PRODUKSI BERSIH DI PT. MULIA BERSAUDARA
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa penulisan Laporan Kerja Praktek ini berdasarkan hasil pemikiran dan pemaparan asli dari saya sendiri. Jika terdapat karya orang lain, saya akan mencantumkan sumber yang jelas.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan apabila dikemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidak benaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik dan sanksi lain sesuai dengan peraturan yang berlaku di Sekolah Tinggi Teknologi Pelita Bangsa.
Demikian pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar tanpa ada paksaan dari pihak manapun.
Bekasi, 28 Mei 2019 Yang membuat pernyataan,
WAHYU DANIKA NIM. 33151066
Dodit Ardiatma, ST., M.Sc. Mengetahui,
Ketua Program Studi Te~ Lingkungan
/
Putri
A
n
gg
un
Sa
ri.
S.
Pt
.
, M
.
S
i
.
NIDN : 0424088403 Dosen PembimbingR
o
fik
N
urudin
,
S
E
•c:vfr--
'---
d
i
t
ArdiatmaS
T
. M
.
Sc
.
NlDN : 0403029201 DosenPenguji
Disahkan Oleh,Telab dlperiksa clan disahkan pada tanggal: .
W
AIIYU
DANIKA
331510066 Disusun Oleh :
Disusun untuk memenuhi syarat kelulusan Program Studi Teknik Lingkungan
Sekolah Tinggi Teknologi Pelita Bangsa LAPORAN KERJA .PRA.KTEK
PENGOPTIMALAN PENERAPAN PRODUKSI BERSIB DI PT. MULIA BERSAUDARA
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan proposal kerja praktek ini dengan baik. Adapun maksud dan tujuan dari proposal ini untuk memenuhi persyaratan kerja praktek guna melengkapi Kurikulum di Program Studi Teknik Lingkungan STT Pelita Bangsa.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr.Ir. Supriyanto, M.P. selaku Ketua STT Pelita Bangsa.
2. Dodit Ardiatma, S.T., M.Sc. selaku Kepala Program Studi Teknik Lingkungan STT Pelita Bangsa.
3. Putri Anggun Sari, S.Pt., M.Si selaku Dosen Pembimbing dan Pengampu Mata Kuliah Kerja Praktek yang telah memberikan petunjuk dalam pembuatan laporan ini.
4. Rekan-rekan Mahasiswa yang telah banyak memberikan bantuan hingga terselesaikannya proposal ini.
Penulis menyadari bahwa proposal ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun untuk memperbaiki proposal ini.
Bekasi, 28 Mei 2019
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... I HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ... II HALAMAN PENGESAHAN ... III KATA PENGANTAR ... IV DAFTAR ISI ... V DAFTAR GAMBAR ... VII DAFTAR TABEL ... VIII
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Identifikasi Masalah ... 2
1.3 Batasan Masalah ... 3
1.4 Rumusan Masalah ... 3
1.5 Tujuan Kerja Praktek ... 3
1.6 Manfaat Kerja Praktek ... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5
2.1 Pengertian Limbah Padat ... 5
2.2 Limbah Industri ... 5
2.3 Terbentuknya Limbah Secara Umum ... 7
2.4 Pengelolaan Limbah Industri ... 8
2.5 Pengertian Produksi Bersih ... 9
2.6 Prinsip Produksi Bersih ... 11
2.7 Perangkat Produksi Bersih ... 14
2.8 Metode Produksi Bersih ... 16
2.9 Kendala Penerapan Produksi Bersih ... 18
BAB III METODOLOGI KERJA PRAKTEK ... 19
3.1 Jenis Metode ... 19
3.2 Metode Penelitian ... 19
3.3 Lokasi Kerja Praktek ... 20
3.5 Objek dan Ruang Lingkup Kerja Praktek ... 21
3.6 Jadwal Pelaksanaan ... 21
BAB IV TINJAUAN PERUSAHAAN ... 22
4.1 Gambaran Perusahaan ... 22
4.2 Lokasi Perusahaan ... 22
4.3 Tenaga Kerja ... 22
4.4 Struktur Organisasi Perusahaan ... 23
4.5 Visi dan Misi Perusahaan ... 25
4.6 Operasi Perusahaan ... 25
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26
5.1 Sistem Produksi di PT. Mulia Bersaudara ... 26
5.2 Upaya Produksi Bersih Yang Sudah Dilakukan Perusahaan ... 40
5.3 Upaya Pengoptimalan Produksi Bersih ... 43
BAB VI PENUTUP ... 53
6.1 Kesimpulan ... 53
6.2 Saran ... 54
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Proses Terbentuknya Limbah ... 7
Gambar 2.2 Teknik – Teknik Produksi Bersih ... 13
Gambar 3.1 Lokasi PT. Mulia Bersaudara ... 20
Gambar 4.1 Struktur organisasi PT. Mulia Bersaudara... 24
Gambar 5.1 Tahapan Proses Produksi ... 27
Gambar 5.2 Contoh Shop Drawing ... 29
Gambar 5.3 Proses Pemotongan Bahan Baku ... 29
Gambar 5.4 Proses Pengelasan Bahan Baku ... 30
Gambar 5.5 Proses Pengemasan / Packing Produk ... 31
Gambar 5.6 Identifikasi Non Product Output ... 33
Gambar 5.7 Grafik Total Berat Bahan Produksi ... 35
Gambar 5.8 Alur Pengelolaan Limbah Padat ... 37
Gambar 5.9 Pengumpulan Limbah Setempat ... 38
Gambar 5.10 Pemisahan Jenis Limbah ... 38
Gambar 5.11 Penyimpanan Limbah ... 39
Gambar 5.12 Penimbangan Limbah ... 39
Gambar 5.13 Pengangkutan Oleh Pihak Ketiga ... 40
Gambar 5.14 Pemakaian Atap Transparan ... 41
Gambar 5.15 Grafik Berat Used Material Produksi ... 46
Gambar 5.16 Grafik Berat Spoilage Produksi ... 46
Gambar 5.17 Grafik Berat Losses Produksi ... 47
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Alokasi Waktu Perencanaan Kerja Praktek ... 21
Tabel 5.1 Laporan Penggunaan Bahan Baku Untuk Proses Produksi ... 34
Tabel 5.2 Tabel Berat Limbah Dari Proses Produksi ... 45
Tabel 5.3 Tabel Persentase Penghematan Penggunaan Bahan Baku ... 47
Tabel 5.4 Tabel Penggunaan Bahan Baku Jenis Penggunaan Grating ... 50
Tabel 5.5 Tabel Persentase Analisa Timbulan Limbah Tanpa Menggunakan Mesin ... 51
Tabel 5.6 Tabel Persentase Analisa Timbulan Limbah Dengan Menggunakan Mesin ... 51
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan teknologi di bidang industri baja dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan diantaranya pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh sisa hasil proses produksi dan inefisiensi bahan baku yang menyebabkan pemborosan sumber daya alam serta energi. Kondisi tersebut terjadi baik pada industri berskala besar, kecil, menengah maupun UMKM. Untuk mengantisipasi timbulnya dampak negatif tersebut, diperlukan penerapan kegiatan produksi bersih merupakan solusi yang dinilai tepat untuk mengatasi hal tersebut.
Produksi bersih merupakan sebuah strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat preventif dan terpadu yang perlu diterapkan secara terus menerus pada proses produksi dan daur hidup produk dengan tujuan mengurangi resiko terhadap manusia dan lingkungan.
Pemilihan penerapan produksi bersih dapat dikelompokkan menjadi lima bagian, yaitu : good house-keeping, perubahan material input, perubahan teknologi, perubahan produk, dan onsite reuse. Kegiatan produksi bersih pada perusahaan perlu diterapkan, sehingga dapat menggunakan bahan baku dengan efektif dan efisien, sehingga berdampak pada peningkatan profit.
Penerapan kegitan produksi bersih pada perusahaan diharapkan dapat lebih mengefisienkan penggunaan bahan baku sehingga penggunaan biaya yang tidak perlu dapat ditekan. Untuk mengoptimalkan kegitan produksi bersih tersebut, diperlukan suatu metode yang disebut audit produksi bersih.
Metode audit produksi bersih bertujuan meningkatkan nilai tambah produk dan mengurangi limbah yang dihasilkan oleh proses produksi. Diharapkan dengan
menerapkan metode ini dapat lebih meningkatkan kepedulian dan kesadaran terhadap lingkungan, serta lebih tepat dalam penggunaan bahan baku.
PT. Mulia Bersaudara merupakan perusahaan manufaktur yang bergerak di bidang produksi Steel Grating yang dapat digunakan sebagai penutup saluran (drain cover), jalan akses kerja (Walkway), maupun lantai pabrik/bangunan (Platform). Dalam setiap proses produksinya PT. Mulia Bersaudara menghasilkan limbah padat seperti bekas potongan steel grating, majun, kaos tangan kulit, kertas, dengan timbulan tinggi perhari, dan juga tidak termonitornya jumlah dan ukuran potongan steel grating yang masih bisa digunakan serta tempat penyimpanannya.
Penerapan produksi yang sudah diterapkan belum optimal dikarenakan pelaksanaan yang belum optimal dan kurangnya monitoring penggunaan potongan sisa bahan baku untuk proses produksi yang menyebabkan tidak diketahuinya keuntungan perusahaan yang didapatkan dari penerapan produksi bersih yang sudah diterapkan. Sehingga perlu adanya analisa perencanaan peluang Produksi Bersih di PT. Mulia Bersaudara untuk mengurangi timbulnya limbah padat hasil produksi dan penggunaan sisa potongan bahan baku hasil produksi yang masih dapat digunakan. Oleh karena itu, penulis bermaksud mengajukan proposal Kerja Praktek di PT. Mulia Bersaudara dengan judul “ Perencanaan Produksi Bersih Di PT. Mulia Bersaudara “.
1.2 Identifikasi Masalah
1. Penerapan sistem produksi bersih yang sudah diterapkan belum optimal. 2. Ditemukan beberapa inefisiensi yang dihasilkan dari proses produksi yang
sudah berjalan.
3. Kurangnya monitoring penerapan produksi bersih sehingga belum dapat diketahui keuntungan ekonomis yang di dapat perusahaan.
1.3 Batasan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang dan identifikasi masalah tersebut penulis memberi batasan masalah Kerja Praktek berfokus pada analisa perencanaan pengotimalan penerapan produksi bersih pada sistem produksi bersih di PT Mulia Bersaudara.
1.4 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari kegiatan kerja praktek adalah:
1. Bagaimana sistem produksi di PT. Mulia Bersaudara ?
2. Bagaimana penerapan sistem produksi bersih yang sudah berjalan di PT. Mulia Bersaudara ?
3. Bagaimana upaya pengotimalan penerapan sistem produksi bersih di PT. Mulia Bersaudara yang bisa dilakukan ?
1.5 Tujuan Kerja Praktek
Tujuan dari kegiatan kerja praktek adalah:
1. Mengetahui sistem produksi di PT. Mulia Bersaudara.
2. Mengetahui penerapan sistem produksi bersih yang sudah berjalan di PT. Mulia Bersaudara.
3. Mengetahui upaya pengotimalan penerapan sistem produksi bersih di PT. Mulia Bersaudara yang bisa dilakukan.
1.6 Manfaat Kerja Praktek 1.6.1 Untuk Mahasiswa
Bagi Mahasiswa, penelitian ini merupakan sarana untuk mengaplikasikan ilmu dan teori – teori yang sudah didapatkan selama mengikuti pendidikan pada Program S1 Teknik Lingkungan di STT Pelita Bangsa.
1.6.2 Untuk Prodi Teknik Lingkungan
Bagi prodi Teknik Lingkungan, dapat digunakan sebagai acuan, pertimbangan dan sekaligus evaluasi bagi kegiatan belajar mengajar yang sudah ataupun sedang direncanakan.
1.6.2 Untuk Perusahaan
Manfaat bagi perusahaan, penelitian ini dapat digunakan sebagai sebagai acuan, pertimbangan dan sekaligus evaluasi untuk mengoptimalkan sistem produksi bersih sudah ada ataupun yang sedang direncanakan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Limbah Padat
Menurut UU Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, limbah padat didefinisikan sebagai sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat. Sedangkan berdasarkan SNI 19-2454-1991 yang telah diperbaharui dalam SNI 19-2454-2002 tentang Tata Cara Teknik Operasional Pengelolaan Sampah Perkotaan, limbah padat adalah limbah yang bersifat padat terdiri atas bahan organik dan bahan anorganik yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola agar tidak membahayakan lingkungan dan melindungi investasi pembangunan.
2.2 Limbah Industri
Industrialisasi merupakan alternatif pilihan model pembangunan yang menjadi wajib dilakukan oleh berbagai negara untuk memacu pertumbuhan ekonomi. Terkait hal ini, di satu sisi industrialisasi memberikan percepatan terhadap pertumbuhan, meski di sisi lain dampak dari industrialisasi tetap harus diwaspadai. Fakta dari dampak tersebut salah satunya yaitu keberadaan limbah hasil industri. Oleh karena itu, ini justru menimbulkan tuntutan terhadap proses produksi yang ramah lingkungan. Bahkan proses perkembangan ini kemudian menimbulkan revolusi hijau termasuk salah satunya yaitu munculnya tuntutan terhadap produk hijau yaitu produk yang tidak hanya ramah lingkungan tapi juga bisa di daur ulang. (Nasir dan Edy, 2015).
Persoalan limbah industrialisasi juga menjadi persoalan di kasus industri kecil. Hal ini mengacu persoalan unit pengolah yang tidak ada karena berbagai pertimbangan, misal ketersediaan lahan, biaya mahal dan kesadaran pelaku usaha industri kecil yang masih rendah. Oleh karena itu, isu kajian tentang penanganan
dan pengelolaan limbah hasil industri, termasuk pada kasus di sentra industri kecil tahu di Kartasura menjadi sangat menarik. Realita ini terutama mengacu nilai penting terkait manajemen lingkungan dan komitmen terhadap penciptaan produk hijau yang ramah lingkungan karena bisa di daur ulang. (Nasir dan Edy, 2015).
Sinergi antara industrialisasi dan manajemen lingkungan pada dasarnya terkait dua aspek penting, pertama: minimalisasi sumber penghasil limbah. Hal ini mengacu prinsip produk yang sekecil mungkin menghasilkan limbah. Artinya, hal ini tergantung jenis produk yang dihasilkan dan proses untuk menciptakan produk itu sendiri. Oleh karena itu, setiap produk memiliki karakteristik proses produksi tersendiri yang berbeda dengan produk lainnya dan ini secara tidak langsung berpengaruh terhadap jenis limbah yang dihasilkan dan kualitas limbah. Relevan dengan hal ini maka sistem otomatisasi dalam proses produksi diharapkan bisa mereduksi sumber penghasil limbah. Selain itu, modernisasi alat-alat produksi juga bisa menjadi acuan terhadap minimalisasi sumber penghasil limbah. Oleh karena itu, proses ini dikenal dengan zero waste yang saat ini semakin berkembang dalam bentuk lean production di mayoritas industri (Nasir dan Edy, 2015).
Kedua: optimalisasi pemanfaatan limbah hasil industri. Jika mereduksi sumber penghasil limbah tidak bisa dilakukan karena tergantung kepada jenis produk dan jenis proses produksinya maka harapan terakhir dari industrialisasi adalah bagaimana upaya untuk melakukan optimalisasi limbah yang dihasilkan. Proses ini terkait dengan proses pengolahan limbah selama proses produksi sehingga hasil akhir dari pengolahan limbah adalah limbah yang minimalis. Selain itu, proses pengolahan limbah juga berorientasi kepada pemanfaatan limbah yang bernilai sosial ekonomi. Langkah ini dapat dilakukan sendiri dan atau bisa melibatkan unit usaha lain sehingga memberikan keuntungan bagi industri dan juga pengolah limbah serta lingkungan, termasuk juga masyarakat sebagai konsumen dari proses produksi yang dihasilkan. (Nasir dan Edy, 2015).
2.3 Terbentuknya Limbah Secara Umum
Terdapat keterkaitan antara bahan baku, enersi, produk yang dihasilkan dan limbah dari sebuah proses industri, maupun aktivitas manusia sehari-hari. Bahan terbuang (limbah) dapat berasal dari proses produksi atau dari pemakaian barang-barang yang dikonsumsi. Dengan mengenal keterkaitan tersebut, maka akan lebih mudah mengenal bagaimana limbah terbentuk dan bagaimana usaha penanggulangannya. Banyak cara untuk mengidentifikasi limbah dengan tujuan utama untuk mengevaluasi resiko yang mungkin ditimbulkan dan untuk mengevaluasi cara penanganannya. (Damanhuri dan Padmi, 2010). (Setidaknya ada 5 (lima) kelompok bagaimana limbah terbentuk :
Gambar 2.1. Proses terbentuknya limbah
Sumber: Diktat Pengelolaan Sampah (Damanhuri dan Padmi, 2010)
1. Limbah yang berasal dari bahan baku yang tidak mengalami perubahan komposisi baik secara kimia maupun biologis. Mekanisme transformasi yang terjadi hanya bersifat fisis semata seperti pemotongan, penggergajian, dan sebagainya. Limbah kategori ini sangat cocok untuk dimanfaatkan kembali sebagai bahan baku. Sampah kota banyak termasuk dalam kategori ini
2. Limbah yang terbentuk akibat hasil samping dari sebuah proses kimia, fisika, dan biologis, atau karena kesalahan ataupun ketidak-optimuman proses yang berlangsung. Limbah yang dihasilkan mempunyai sifat yang berbeda dari bahan baku semula. Limbah ini ada yang dapat menjadi
bahan baku bagi industri lain atau sama sekali tidak dapat dimanfaatkan. Usaha modifikasi proses akan mengurangi terbentuknya limbah jenis ini
3. Limbah yang terbentuk akibat penggunaan bahan baku sekunder, misalnya pelarut atau pelumas. Bahan baku sekunder ini tidak ikut dalam reaksi proses pembentukkan produk. Limbah ini kadangkala sangat berarti dari sudut kuantitas dan merupakan sumber utama dari industrial waste water. Teknik daur ulang ataupun penghematan penggunaan bahan baku sekunder banyak diterapkan dalam menanggulanginya.
4. Limbah yang berasal dari hasil samping proses pengolahan limbah. Pada dasarnya semua pengolah limbah tidak dapat mentransfer limbah menjadi 100% non limbah. Ada produk samping yang harus ditangani lebih lanjut, baik berupa partikulat, gas, dan abu (dari insinerator), lumpur (misalnya dari unit pengolah limbah cair) atau bahkan limbah cair (misalnya dari lindi sebuah lahan urug)
5. Limbah yang berasal dari bahan samping pemasaran produk industri, misalnya kertas, plastik, kayu, logam, drum, kontainer, tabung kosong, dan sebagainya. Limbah jenis ini dapat dimanfaatkan kembali sesuai fungsinya semula atau diolah terlebih dahulu agar menjadi produk baru. Sampah kota banyak terdapat dalam kategori ini. (Damanhuri dan Padmi, 2010)
2.4 Pengelolaan Limbah Industri
Menurut Keputusan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 187 Tahun 2016, landasan pengelolaan limbah mengacu pada upaya perlindungan lingkungan dilakukan berdasarkan baku mutu lingkungan, baik berupa kriteria kualitas lingkungan (ambien) maupun kualitas buangan atau limbah. Baku mutu lingkungan hidup adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam suatu sumberdaya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup.
Pada umumnya pengelolaan limbah padat industri di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008, tentang pengelolaan sampah/limbah padat non-B3 meliputi pengumpulan, pengangkutan, penampungan, pemusnahan/pengolahan, maupun tempat pemrosesan akhir. Adapun penjelasan setiap tahap pengelolaan limbah padat yaitu sebagai berikut :
1. Pengumpulan
Aktifivitas penanganan yang tidak hanya mengumpulkan limbah dari wadah individual dan/atau wadah komunal ( bersama ) melainkan juga mengangkutnyasampai ke terminal tertentu baik dengan pengangkutan langsunng maupun tidak langsung.
2. Pengangkutan
Kegiatan membawa limbah dari lokasi pemindahan atau langsung dari sumber limbahmenuju ke tempat pembuangan akhir.
3. Pengolahan
Suatu proses untuk mengurangi volume limbah dan/atau mengubah bentuk limbah menjadi yang bermanfaat.
4. Tempat pemrosesan akhir
Tempat dimana dilakukan kegiatan untuk mengisolasi limbah hingga aman bagi lingkungan dan manusia.
2.5 Pengertian Produksi Bersih
Produksi bersih merupakan sebuah strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat preventif dan terpadu yang perlu diterapkan secara terus menerus pada proses produksi dan daur hidup produk dengan tujuan mengurangi resiko terhadap manusia dan lingkungan. Kementerian Lingkungan Hidup mendefinisikan produksi bersih adalah strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat preventif, terpadu dan diterapkan secara terus menerus pada setiap kegiatan mulai dari hulu ke hilir yang terkait dengan proses produksi, produk dan jasa untuk meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya alam, mencegah terjadinya pencemaran
lingkungan dan mengurangi terbentuknya limbah pada sumbernya sehingga dapat meminimasi resiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia serta kerusakan lingkungan. Dari pengertian mengenai produksi bersih maka kata kunci yang dipakai untuk pengelolaan lingkungan adalah: pencegahan, terpadu, peningkatan efisiensi, minimisasi resiko. (Ariyanti, 2014)
Pada proses industri, produksi bersih berarti meningkatkan efisiensi pemakaian bahan baku, energi, mencegah atau mengganti penggunaan bahan - bahan berbahaya dan beracun, mengurangi jumlah dan tingkat racun semua emisi dan limbah sebelum meninggalkan proses. Pada produk, produksi bersih bertujuan untuk mengurangi dampak lingkungan selama daur hidup produk, mulai dari pengambilan bahan baku sampai ke pembuangan akhir setelah produk tersebut tidak digunakan. (Ariyanti, 2014)
Adapun keberhasilan penerapan produksi bersih di industri (Ariyanti, 2014), jika ditandai dengan :
1. Berkurangnya pemakaian air, sehingga industri memiliki kelebihan pasokan air,
2. Peningkatan efisiensi energi, sehingga industri memiliki kelebihan daya dan masih dapat dimanfaatkan,
3. Adanya penanganan limbah industri yang bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku,
4. Adanya penurunan timbulan limbah cair maupun padat, sehingga kapasitas instalasi pengolahan air limbah (IPAL) dan incinerator berlebih.
Penerapan ekoefisiensi hampir sama dengan konsep produksi bersih, di mana pengelolaan lingkungan dilakukan ke arah pencegahan pencemaran yang mengurangi terbentuknya limbah, mulai dari pemilihan bahan baku sampai dengan produk yang dihasilkan. Ekoefisiensi bermula dari isu efisiensi ekonomi yang mempunyai manfaat lingkungan, sedangkan produksi bersih bermula dari isu efisiensi lingkungan yang mempunyai manfaat ekonomi. Produksi bersih
bertujuan untuk mencegah dan meminimalkan terbentuknya limbah atau bahan pencemar lingkungan di seluruh tahapan produksi (Ariyanti, 2014)
Tujuan produksi bersih adalah untuk memenuhi kebutuhan kita akan produk secara berkelanjutan dengan menggunakan bahan yang dapat diperbarui, bahan tidak berbahaya, dan penggunaan energi secara efisien dengan tetap mempertahankan keanekaragaman. Sistem produksi bersih berjalan dengan pengurangan penggunaan bahan, air, dan energy. (Ariyanti, 2014)
2.6 Prinsip Produksi Bersih
Pola pendekatan produksi bersih dalam melakukan pencegahan dan pengurangan limbah yaitu dengan strategi 1E4R (Elimination, Reduce, Reuse, Recycle, Recovery/Reclaim) (UNEP, 1999). Prinsip-prinsip pokok dalam strategi produksi bersih dalam Kebijakan Nasional Produksi Bersih (KLH, 2003) dituangkan dalam 5R (Re-think, Re-use, Reduce, Recovery and Recycle).
1. Elimination (pencegahan) adalah upaya untuk mencegah timbulan limbah langsung dari sumbernya, mulai dari bahan baku, proses produksi sampai produk.
2. Re-think (berpikir ulang), adalah suatu konsep pemikiran yang harus dimiliki pada saat awal kegiatan akan beroperasi, dengan implikasi: • Perubahan dalam pola produksi dan konsumsi berlaku baik pada proses
maupun produk yang dihasilkan, sehingga harus dipahami betul analisis daur hidup produk
• Upaya produksi bersih tidak dapat berhasil dilaksanakan tanpa adanya perubahan dalam pola pikir, sikap dan tingkah laku dari semua pihak terkait pemerintah, masyarakat maupun kalangan usaha.
3. Reduce (pengurangan) adalah upaya untuk menurunkan atau mengurangi timbulan limbah pada sumbernya.
4. Reuse (pakai ulang/penggunaan kembali) adalah upaya yang memungkinkan suatu limbah dapat digunakan kembali tanpa perlakuan fisika, kimia atau biologi.
5. Recycle (daur ulang) adalah upaya mendaur ulang limbah untuk memanfaatkan limbah dengan memrosesnya kembali ke proses semula melalui perlakuan fisika, kimia dan biologi.
6. Recovery/ Reclaim (pungut ulang, ambil ulang) adalah upaya mengambil bahan-bahan yang masih mempunyai nilai ekonomi tinggi dari suatu limbah, kemudian dikembalikan ke dalam proses produksi dengan atau tanpa perlakuan fisika, kimia dan biologi. (Ariyanti, 2014)
Dari semua teknik tersebut, yang paling penting dan perlu diperhatikan untuk mencapai keberhasilan program produksi bersih adalah mengurangi penyebab timbulnya limbah. Penjelasan secara rinci diperlihatkan pada Gambar 1.
Tujuh faktor kunci dalam ekoefisiensi atau produksi bersih yang diidentifikasi oleh World Bussiness Council for Sustainability Development (WBCSD) menurut KNLH-GTZ, 2007, yaitu:
a. mengurangi jumlah penggunaan bahan b. mengurangi jumlah penggunaan energy c. mengurangi pencemaran
d. memperbesar daur ulang bahan
e. memaksimalkan penggunaan sumber daya alam yang dapat diperbarui f. memperpanjang umur pakai produk
Gambar 2.2 Teknik-teknik produksi bersih
Sumber : Analisis Penerapan Produksi Bersih Menuju Industri Nata De Coco Ramah Lingkungan (Ariyanti, 2014)
Meskipun prinsip produksi bersih dengan strategi 1E4R atau 5R, namun perlu ditekankan bahwa strategi utama perlu ditekankan pada Pencegahan dan Pengurangan (1E1R) atau 2R pertama. Bila strategi 1E1R atau 2R pertama masih menimbulkan pencemar atau limbah, baru kemudian melakukan strategi 3R berikutnya (reuse, recycle, dan recovery) sebagai suatu strategi tingkatan pengelolaan limbah. Tingkatan terakhir dalam pengelolaan lingkungan adalah pengolahan dan pembuangan limbah apabila upaya produksi bersih sudah tidak dapat dilakukan dengan langkah-langkah:
• Treatment (pengolahan) dilakukan apabila seluruh tingkatan produksi bersih telah dikerjakan, sehingga limbah yang masih ditimbulkan perlu untuk dilakukan pengolahan agar buangan memenuhi baku mutu lingkungan.
• Disposal (pembuangan) limbah bagi limbah yang telah diolah. Beberapa limbah yang termasuk dalam ketegori berbahaya dan beracun perlu dilakukan penanganan khusus. Tingkatan pengelolaan limbah dapat dilakukan berdasarkan konsep produksi bersih dan pengolahan limbah sampai dengan pembuangan. Penekanan dlakukan pada pencegahan atau minimisasi timbulan limbah, dan pengolahan maupun penimbunan merupakan upaya terakhir yang dilakukan bila upaya dengan pendekatan produksi bersih tidak mungkin untuk diterapkan. (Ariyanti, 2014)
2.7 Perangkat Produksi Bersih
Perangkat produksi bersih menurut Purwanto, (2006) dan GTZ-Pro LH, (2007) meliputi:
1. Good Housekeeping/ GHK (Tata Kelola Yang Baik)
Merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan atas kemauannya sendiri dalam memberdayakan sumber daya yang dimiliki untuk mengatur penggunaan bahan baku, air dan energi secara optimal dan bertujuan untuk meningkatkan produktifitas kerja dan upaya pencegahan pencemaran lingkungan (KLH, 2003). Upaya-upaya tersebut berkaitan dengan langkah praktis yang dapat segera dilaksanakan oleh perusahaan. Tiga manfaat Good Housekeeping: Penghematan biaya, kinerja lingkungan hidup lebih baik, penyempurnaan organisasional. (Ariyanti, 2014)
• Konsep Good Housekeeping:
a. Rasionalisasi pemakaian masukan bahan baku, air dan energi, sehingga mengurangi kerugian masukan bahan berbahaya dan karenanya
b. Mengurangi volume dan atau toksisitas limbah, limbah air, dan emisi yang berkaitan dengan produksi.
c. Menggunakan limbah dan atau mendaur ulang masukan primer dan bahan kemasan secara maksimal.
d. Memperbaiki kondisi kerja dan keselamatan kerja dalam perusahaan. e. Mengadakan perbaikan organisasi.
Dengan menerapkan Good Housekeeping maka perusahaan mendapat berbagai keuntungan selain itu juga dapat mengurangi dampak negatif yang dapat ditimbulkan oleh kegiatan perusahaan. (Ariyanti, 2014)
Sebagai pedoman untuk mengidentifikasi langkah-langkah apa yang dapat dilaksanakan untuk menerapkan Good Housekeeping dalam perusahaan maka dapat disusun dalam bentuk daftar periksa yang mencakup 6 bidang kegiatan yang berkaitan dengan Good Housekeeping yang meliputi bahan, limbah, penyimpanan dan penanganan bahan, air dan air limbah, energi, proteksi keselamatan dan kesehatan tempat kerja. Masing-masing daftar periksa membuat serangkaian pertanyaan yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi masalah yang mungkin timbul, penyebabnya dan tingkat korektif yang dapat diambil dalam lingkungan perusahaan pada keenam bidang tersebut (Ariyanti, 2014)
2. Pengelolaan bahan berbahaya dan beracun, merupakan upaya penanganan bahan yang dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia, serta makhluk hidup lainnya.
3. Penggantian bahan baku, merupakan upaya untuk mengganti dengan bahan yang kurang berbahaya dan kurang beracun, bahan yang tidak mudah rusak, dan bahan yang menimbulkan limbah yang dapat diurai di lingkungan.
4. Perbaikan prosedur operasi, merupakan upaya untuk mengembangkan dan memodifikasi prosedur operasional standard dengan langkah yang lebih praktis dan efisien.
5. Modifikasi proses dan peralatan, merupakan upaya memodifikasi proses maupun peralatan produksi sehingga dapat meningkatkan efisiensi dan menurunkan timbulan limbah.
6. Penggantian teknologi, merupakan upaya mengganti teknologi produksi untuk meningkatkan efisiensi dan menurunkan timbulan limbah, mengubah urutan proses produksi menjadi lebih efisien, serta memperbaiki tata letak peralatan produksi (lay out) untuk lebih meningkatkan produktifitas dan penggunaan bahan, air dan energi yang lebih efisien.
7. Modifikasi dan reformulasi produk, merupakan upaya memodifikasi spesifikasi produk untuk meminimalkan resiko terhadap lingkungan selama proses produksi, dan setelah produk tersebut digunakan. (Ariyanti, 2014)
2.8 Metode Produksi Bersih
2.8.1 Tahap – Tahap Penerapan Produksi Bersih
Perusahaan bersama Tim Pendamping untuk membentuk tim produksi bersih dengan melakukan perencanaan dan membentuk tim ( tahap 1), selanjutnya melakukan pengkajian (tahap 2) yang diawali dengan pelatihan dan pengenalan produksi bersih, pengenalan Non Produk Output dan menghitung biaya-biaya. Pada tahap 3 mengidentikasi penyebab kerugian yang timbul, mengidentifikasi pilihan perbaikan yang dilanjutkan pada tahap 4 yaitu menganalisa pilihan perbaikkan terkait dengan kelayakan dan kesiapan sumberdaya yang tersedia pada perusahaan. Pada tahap 5 dilakukan penerapan opsi perbaikan dan dilanjutkan evaluasi hasil perbaikan hingga tahap perbaikan terus menerus (tahap 6) yang merupakan suatu siklus produksi bersih. Dalam penerapan ini, bertindak sebagai motor utama adalah tim internal perusahaan yang anggotanya dari unit produksi, unit lingkungan dan unit akuntansi yang nantinya akan menjadi winning team diperusahaan tersebut. (Lestario, 2017)
2.8.2 Analisa NPO (Non Product Output)
Non Product Ouput (NPO) adalah keluaran yang bukan merupakan produk dan dapat dikategorikan jenis limbah yang masih bisa dipakai ulang, diminimisasi atau dilakukan pengolahan. Kesulitan utama yang dihadapi adalah memilih teknologi yang tepat untuk melakukan penghematan bahan baku, energi maupun air, apabila hasil neraca massa, neraca energi dan identifikasi yang dilakukan di sebuah unit menunjukkan adanya proses yang tidak atau kurang efisien (inefficiency) pemakaian bahan baku, energi maupun pemakaian air. (Lestario, 2017)
Konsep NPO diperkenalkan untuk mempermudah para pelaku industri dalam menilai apakah proses yang dilakukannya sudah efisien atau belum. Secara lebih teknis Non Product Output adalah seluruh materi, energi dan air yang digunakan dalam proses produksi akan tetapi tidak berakhir (termasuk) dalam produk akhir yang diinginkan. NPO dapat juga dikatakan sebagai aktivitas yang tidak menghasilkan nilai tambah, dan akibatnya menghasilkan biaya yang tidak dikehendaki oleh perusahaan. Di samping itu, NPO yang berupa bahan pencemar tersebut seringkali mengarah pada suatu kondisi yang menimbulkan dampak negatif terhadap masyarakat dan lingkungan hidup.Total biaya terbentuknya NPO meliputi biaya besaran input yang menjadi NPO ditambah biaya pemprosesan NPO dan ditambah dengan biaya pembuangan NPO. (Lestario, 2017)
Dari data empiris nilai NPO pada suatu industri berkisar antara 10% dan 30% dari totral biaya produksi. Dengan kata lain bahwa potensi penghematan dengan melakukan penerapan prinsip produksi bersih mempunyai peluang yang cukup besar, dengan cara mengurangi besarnya NPO dimasing-masing proses produksinya. Untuk mendapatkan nilai NPO secara lebih jelas maka harus dilakukan dengan menyusun diagram alir bahan atau bagan alir produksi, dalam hal ini adalah bagan alir produksi steel grating di PT. Mulia Bersaudara.
2.9 Kendala Produksi Bersih
Ada beberapa kendala yang dihadapi dalam penerapan produksi bersih pada suatu industri, antara lain:
1. Kendala Ekonomi
Kendala ekonomi timbul apabila kalangan usaha tidak merasa mendapatkan keuntungan dalam penerapan produksi bersih. Contoh hambatan:
• Biaya tambahan peralatan
• Besarnya modal atau investasi dibanding kontrol pencemaran secara konvensional sekaligus penerapan produksi bersih.
2. Kendala Teknologi
• Kurangnya sosialisasi atau penyebaran informasi tentang konsep produksi bersih
• Penerapan sistem baru memiliki kemungkinan tidak sesuai dengan yang diharapkan, bahkan berpotensi menyebabkan gangguan/ masalah baru. • Tidak memungkinkan adanya penambahan peralatan, akibat terbatasnya
ruang kerja atau produksi.
3. Kendala Sumberdaya manusia
• Kurangnya dukungan dari pihak manajemen puncak
• Keengganan untuk berubah, baik secara individu maupun organisasi • Lemahnya komunikasi internal tentang proses produksi yang baik • Pelaksanaan manajemen organisasi perusahaan yang kurang fleksibel • Birokrasi yang sulit, terutama dalam pengumpulan data primer • Kurangnya dokumentasi dan penyebaran informasi (Ariyanti, 2014)
BAB III
METODOLOGI KERJA PRAKTEK
3.1 Jenis Metode
Berdasarkan permasalahan yang diteliti, maka jenis metode yang digunakan pada kerja praktek ini adalah metode analisis deskriptif yaitu proses menentukan nilai untuk suatu hal atau objek yang berdasarkan pada acuan - acuan tertentu untuk menentukan tujuan. Maka data yang diperoleh akan digunakan sebagai bahan penulisan laporan yang bertujuan untuk menentukan strategi produksi bersih yang paling tepat diterapkan di PT. Mulia Bersaudara dengan mempertimbangkan nilai-nilai positif dan keuntungan suatu program. Jenis metode ini digunakan penulis dikarenakan penulis ingin merencanakan optimalisasi sistem produksi bersih di PT. Mulia Bersaudara
3.2 Metode Penelitian
1. Metode Pengumpulan Data a. Pengumpulan Data Primer
Pengumpulan data primer dilakukan di dalam lokasi kerja praktek dengan melakukan observasi langsung di lapangan mengenai produksi bersih di perusahaan. Data primer yang dibutuhkan diantaranya :
1. Data bahan baku dan bahan pembantu yang diperlukan pada proses produksi di PT. Mulia Bersaudara
2. Data timbulan limbah padat yang dihasilkan proses produksi b. Pengumpulan Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang berasala dari median perantara atau secara tidak langsung yang didapatkan dari kumpulan refrensi-refrensi atau dokumen-dokumen penelitian yang sudah ada sebelumnya. Data sekunder yang dibutuhkan dalam kerja praktek ini diantaranya :
• Profil Perusahaan.
• Bagan alir proses produksi. • SOP produksi.
2. Metode Analisa
Kegiatan penulis dalam kerja praktek ini adalah melakukan studi terhadap objek kerja praktek dan hasil pengamatan dianalisis dengan metode Good Housekeeping, perbaikan Standar Operasional Prosedur (SOP) dan memodifikasi proses untuk menemukan peluang -peluang perbaikan efisiensi bahan baku, pengurangan limbah, dan energi. Kajian terus dilakukan untuk mengetahui hubungan antara teori yang dipelajari dan kenyataan pelaksanaan di lapangan. Pengumpulan data berdasarkan observasi di lapangan serta wawancara dengan para pekerja. Setelah itu temuan data diolah menjadi laporan kerja praktek berdasarkan refrensi dan dokumen yang sudah ada.
3.3 Lokasi Kerja Praktek
Lokasi kerja praktek adalah PT. Mulia Bersaudara di Kawasan Industri Jababeka I, Jl. Jababeka IIA Blok C11F Cikarang - Bekasi, Jawa Barat
Gambar 3.1 Lokasi PT. Mulia Bersaudara Sumber : data sekunder 2019
3.4 Alasan Memilih Lokasi Kerja Praktek
Penulis memilih lokasi kerja praktek di PT. Mulia Bersaudara dikarenakan penulis adalah karyawan di perusahaan tersebut dan ingin merencanakan sistem produksi bersih dengan optimal di PT. Mulia Bersaudara.
3.5 Objek dan Ruang Lingkup Kerja Praktek
Objek kerja praktek ini adalah fasilitas produksi di PT. Mulia Bersaudara.
3.6 Jadwal Pelaksanaan
Pelaksanaan kerja praktek direncakana selama dua bulan yang diharapkan dapat dimulai pada bulan Januari 2019 sampai dengan bulan Februari 2019 atau sesuai dengan persetujuan dan kebijakan dari pihak PT. Mulia Bersaudara. Berikut rencana kerja praktek yang direncanakan pada tabel 3.1. :
No. Kegiatan Pelaksanaan Minggu ke - 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 Studi Pendahuluan 2 Observasi 3 Wawancara 4 Studi Literatur 5 Analisis dan Diskusi 6 Penyusunan Laporan
BAB IV
TINJAUAN PERUSAHAAN
4.1 Gambaran Perusahaan
PT. Mulia Bersaudara adalah salah satu perusahaan menengah yang didirikan pada tahun 2005 oleh Bapak Djakadinata. Awal berdiri perusahaan hanya memiliki 15 orang karyawan.
Klasifikasi lapangan usaha PT. Mulia Bersaudara adalah perdagangan besar bahan baja ( Steel Grating ) untuk bahan konstruksi. Steel grating baru akan dibuat apabila ada pesanan dari pelanggan. Hasil fabrikasi dari steel grating dapat berupa Flooring, Drain Cover, Stair Tread atau biasa yang disebut dengan anak tangga ataupun produk lain sesuai permintaan pelanggan. Pelanggan yang memesan produk ke PT. Mulia Bersaudara adalah perusahaan yang pekerjaannya bergerak di bidang konstruksi bangunan ataupun proyek seperti pembangunan Pabrik, Migas, PLN dan lain-lain.
4.2 Lokasi Perusahaan
PT. Mulia Bersaudara beralamat di Kawasan Industri Jababeka I Jalan Jababeka IIA Blok C 11F Cikarang, Bekasi 17530 - Jawa Barat, Indonesia.
4.3 Tenaga Kerja
PT. Mulia Bersaudara pada saat ini memiliki karyawan bekerja dari hari Senin sampai Jumat. Dan untuk karyawan produksi dibagai menjadi dua Shift, yaitu Shift Pagi (08.00 s/d 17.00 WIB) dan Shift Malam (20.00 s/d 05.00). dan bila pada hari Sabtu dan Minggu diharuskan bekerja akan diberi kompensasi lembur sesuai perjanjian kerja. Dari karyawan yang ada, dibagi dalam beberapa kelompok yang sesuai dengan tugas dan tanggung jawab masing-masing :
1. Direktur 2. General Manager 3. Finance 4. Stock Control 5. Job Coordinator 6. Drafter 7. Quality Control 8. Personalia 9. Security 10. Office Boy 11. Security 12. Kepala Produksi 13. Cutter 14. Welder 15. Packer 16. Helper
4.4 Struktur Organisasi Perusahaan
Tujuan dari perusahaan akan tercapai apabila pembagian tugas dan tanggung jawab dilakukan dengan baik dan jelas, sebab dengan adanya organisasi akan memberikan gambaran yang jelas tentang siapa yang bertanggung jawab serta mendapat wewenang atas tugasnya.
Gambar 4.1 Struktur organisasi PT. Mulia Bersaudara DIRECTOR TECHNICAL DIRECTOR FINANCE SALES & ENGINEERING PRODUCTION ADMINISTRATION CUTTER WELDER PACKER HELPER QUALITY PGA Note : = Command Line = Coordination Line Personalia & GA Security Office Boy Finance Stock Control Office Boy Job Coordinator Drafter Office Boy
4.5 Visi dan Misi
PT. Mulia Bersaudara memiliki sebuah visi dan misi berdasarkan nilai yang dianut, antara lain adalah :
Visi : Menjadi salah satu Fabrikator Steel Grating terdepan di Indonesia
Misi : Memberikan Steel Grating dengan Kualitas Terbaik dengan Harga yang Kompetitif dan Tepat Waktu
Komitmen :
1. Bekerja dengan tanggung jawab untuk mencapai standar kualitas terbaik dalam kegiatan sehari-hari.
2. Melakukan Perbaikan & Peningkatan Kinerja secara berkelanjutan. 3. Melakukan Evaluasi Kinerja secara berkala.
4. Menyediakan informasi kepada pelanggan, karyawan & bagi yang berkepentingan pada Kebijakan Mutu kami.
4.6 Operasi Perusahaan
PT. Mulia Bersaudara merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang manufaktur yang memproses bahan baku menjadi produk. Salah satu bahan baku yang digunakan oleh PT. Mulia Bersaudara untuk membuat produk adalah Steel Grating. Bahan baku ini berasal dari negara China, sehingga untuk memperolehnya PT. Mulia Bersaudara harus melakukan kegiatan impor bahan baku.
Bahan baku tersebut baru akan dibeli oleh PT. Mulia Bersaudara jika mendapatkan order dari konsumen. Pada proses produksi, bahan baku Steel Grating akan di cutting sesuai bentuk dan ukuran yang dipesan yang kemudian akan di banding dengan flat bar dengan cara di las dan setelah fabrikasi selesai kemudian di coating dengan hot dip galvanised dan terakhir proses finishing dan packing. Pada umumnya konsumen yang memesan kepada PT. Mulia Bersaudara adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang konstruksi atau kontraktor proyek pembangunan pabrik, Migas, PLN dan lain-lain.
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Sistem Produksi Di PT. Mulia Bersaudara
Sistem produksi grating di PT. Mulia Bersaudara bermula dari berbagai tahapan proses fabrikasi grating. Dari berbagai tahapan proses fabrikasi tersebut dihasilkan beberapa produk Non Product Output atau materi yang digunakan dalam suatu proses namun tidak berakhir menjadi produk yang diinginkan. Hal tersebut terjadi dikarenakan masih terdapat temuan inefisiensi dalam proses produksi. Dari proses fabrikasi grating tersebut dihasilkan Limbah yang tidak sedikit sehingga perlu dilakukan pengelolaan Limbah oleh PT. Mulia Bersaudara.
5.1.1 Tahapan Proses Fabrikasi Grating
Proses fabrikasi grating secara umum berawal dari gambar kerja atau shop drawing yang sudah disetujui atau diapprove oleh client, serta perusahan sudah menerima pembayaran down payment dari client yang telah disepakati sebelumnya. Drafter akan membuatkan detail drawing yang lebih jelas apabila diperlukan untuk proses fabrikasi, drafter juga akan membuat schedule ukuran dan pemotongan grating panel sesuai drawing sudah diapprove.
Shop drawing yang sudah siap akan diserahkan ke kepala produksi yang kemudian akan diatur proses fabrikasinya agar grating bisa jadi sesuai waktu yang telah disekati sebelumnya oleh perusahaan dan client. Tahapan proses fabrikasi grating meliputi : pengangkutan bahan baku dari gudang ke workshop, pemotongan bahan baku sesuai schedule ukuran yang diberika drafter yang dilakukan oleh cutter, kemudian pengelasan dan pembentukan grating sesuai shop drawing yang sudah disapprove oleh welder, setelah itu dilakuakn pengecekan oleh quality control, apabila ditemukan tidak kesesuaian maka dapat
Setelah proses pengecekan sudah selesai, maka dilakukan pengangkutan grating untuk proses galvanis ke rekanan / mitra perusahaan, dikarenakan perusahaan belum memiliki fasilitas galvanis sendiri. setelah proses galvanis grating selesai maka grating akan di kemas / Packing beserta pengecekan terakhir oleh packer, packing atau pengemasan grating lengkap dengan pemberian shipping mark setiap susunan grating. Setelah barang siap, maka job coordinator akan menginformasikan jadwal pengambilan barang ke customer beserta pembuatan surat jalan.
Gambar 5.1 Tahapan Proses Produksi Sumber : data sekunder 2019 Terima Shop Drawing yang sudah
diapprove oleh customer
Membuat detail steel grating beserta schedule pemotongan Pembuatan Shop Drawing sesuai permintaan customer
Kepala Produksi mengatur proses fabrikasi sesuai date
promised yang telah disepakati
Menyerahkan ke Kepala Produksi
Proses Pemotongan Bahan baku oleh
Cutter Proses Pengelasan dan pembentukan grating oleh Welder Proses Pengecekan oleh Quality Control Proses Galvanisasi Proses Packing / Pengemasan beserta pemeriksaan kembali oleh Packer Barang jadi dan
siap diambil oleh customer
1. Pembuatan Shop Drawing
Adalah sebuah proses pembuatan gambar kerja atau shop drawing sesuai dengan spesifikasi customer yang tertulis di penawaaran harga grating / Quotation dan di purchase order customer. Spesifikasi itu meliputi tipe grating yang digunakan, ukuran grating, dan jumlah grating yang dibuuhkan. Setelah proses drafting selesai, shop drawing tersebut akan dikirimkan ke customer untuk diperiksa dan mendapatkan persetujuan.
Gambar 5.2 Contoh Shop Drawing Sumber : data sekunder 2019
2. Proses Pemotongan Bahan Baku oleh Cutter
Adalah proses pemotongan bahan baku grating oleh cutter. Kepala produksi menyerahkan schedule ukuran dan potongan grating ke cutter / bagian pemotongan untuk selanjutnya cutter memotong bahan baku grating sesuai schedule tersebut.
3. Proses Pembentukan / Pengelasan Grating Oleh Welder
Setelah bahan baku atau bahan baku produksi sudah dipotong menjadi berbagai ukuran grating sesuai yang tercantum di schedule ukuran grating, proses selanjutnya adalah pembentukan dan pengelasan grating oleh welder sesuai dengan detail drawing yang dibuat oleh drafter berdasarkan shop drawing yang telah disetujui oleh customer.
Gambar 5.4 Pengelasan Grating Sumber : data sekunder 2019
4. Proses Pengecekan Oleh Quality Control
Setelah grating melalui proses cutting dan welding, quality control akan memeriksa kualitas grating terssebut, diantanya spesifikasi grating, dimensi grating, kuantitas dan kualitasnya. Serta start potongan grating dan juga kesesuaian bentuk grating dengan detail drawing.
Quality control memeriksa hasil welding secara visual, apabila terpapat welding yang kurang rapi atau kurang bagus bisa direpair sendiri, dan memastikan quality grating sudah bagus dan layak serta siap di proses galvanis. Quality control juga memberikan quality test report hasil pemeriksaan dan menyerahkan ke job coordinator untuk disiapkan formal reportnya.
5. Proses Galvanisasi
Galvanisasi adalah proses pemberian lapisan seng pelindung untuk besi dan baja yang bertujuan untuk melindunginya dari karat. Galvanisasi yang digunakan adalah dengan metode celupan panas atau hot dip galvanized di mana baja dicelupkan ke seng cair.
6. Proses Packing / Pengemasan oleh Packer
Setelah grating sudah dinyatakan sudah sesuai dengan standard fabrikasi maka grating akan dikemas sesuai dengan standard fabrikasi, diantarnya penyusunan ukuran grating dan penulisan marking tiap grating. Setelah proses pengemasan grating selesai, packer akan menginformasikan data packing tiap bundle kepada job coordinator.
Setelah job coordinator menerima data packing, job coordinator akan membuat formal packing list dan shipping mark yang akan ditempelkan tiap bundle susunan grating. Setelah job ccordiantor akan menghubungi customer menginformasikan bahwa barang sudah siap diambil. Setelah pembayaran oleh customer selesai atau persyaratan administrasi sudah selesai semua, maka customer akan mengambil grating pesanannya. Packer akan membantu pengangkutan grating ke kendaraan customer dengan baik dan aman.
5.1.2 Analisa NPO (Non Product Output)
Non Product Output adalah keluaran yang bukan merupakan produk dan dapat dikategorikan jenis limbah yang masih dipakai ulang, diminimalisasi, atau dilakukan pengolahan. Kesulitan utama yang dihadapi adalah memilih teknologi yang tepat untuk melakukan penghematan bahan baku, energy, dan air.
Pada PT. Mulia Bersaudara, terdapat hasil NPO yang berupa limbah padat yang belum diolah dengan baik karena PT. Mulia Bersaudara belum memiliki Instalasi Pengolahan Limbah Padat. Saat ini PT. Mulia Bersaudara hanya mengandalkan pihak ke 3 sebagai pengangkut ke Tempat Pembuangan Akhir atau Instalasi Pengolahan Limbah. Jadi untuk pengelolaan limbah, PT. Mulia Bersaudara hanya menggunakan sistem pengumpulan dan penampungan.
NPO yang dihasilkan oleh proses fabrikasi grating diantaranya berupa limbah padat, uap panas dan emisi. Limbah padat berupa potongan grating yang tidak terpakai (scrap), potongan bahan pembantu, majun, sarung tangan bekas, kaca las, pisau gerinda, dan meteran bekas.
Gas emisi berasal dari proses cutter yang menggunakan gas, dan suhu panas yang dihasilka dari proses pengelasan yang menggunakan api suhu tinggi. NPO dari proses fabrikasi grating PT. Mulia Bersaudara harus dikurangi agar karena mempunyai dampak yang signifikan bagi perusahaan dari segi production cost dan economic cost. berikut ini adalah diagaram identifikasi Non Product Outpu (NPO) :
Gambar 5.6 Identifikasi Non Product Ouput Sumber : data sekunder 2019
5.1.3 Identifikasi Adanya Inefisiensi Pada Proses Fabrikasi Grating
Dalam setiap tahap produksi memungkinkan terjadinya inefisiensi, untuk memudahkan penjelasan mengenai alur fabrikasi grating secara umum serta mengidentifikasi kemungkinan adanya inefisiensi dalam proses fabrikasi, dibawah
Input Proses / Produk Keluaran bukan produk Bahan baku, bahan pembantu, gas Pemotongan / Cutting
Kertas bekas dan tinta Kertas, tinta,
listrik
Pembuatan Shop Drawing
Sisa potongan grating (scrap), alat pembantu bekas, emisi gas dan
suara, suhu panas
Listrik, bahan baku, bahan pembantu, gas
Pengelasan / Welding
Sisa potongan grating (scrap), alat pembantu bekas, emisi gas dan
suara, suhu panas
Dilakukan oleh Mitra Perusahaan
Galvanisasi Diolah oleh Mitra Perusahaan
Kertas, plastik, tinta, besi behel,
kayu
Pengemasan / Packing
Kertas bekas, sisa potongan besi behel, plastic, potongan kayu
ini merupakan identifikasi adanya inefisiensi yang ditemukan dalam proses produksi di PT. Mulia Bersaudara.
Ditemukanya beberapa penggunaan bahan baku yang tidak efisien, seperti tidak ada pemilihan ukuran bahan baku terlebih dahulu yang digunakan berdasarkan prinsip sekali habis pakai. Hal itu menyebabkan banyaknya hasil sisa potongan yang tidak terpakai atau disebut juga barang losses dengan rata – rata berat sekitar 3,4 ton. Berdasarkan data perusahaan, dalam setiap proses perhitungan ekonomi dalam produksi grating terdiri atas dua bagian yaitu perhitungan ekonomi saat proses pembuatan produk (As Cast) dan perhitungan ekonomi saat proses finishing hingga produk jadi (finished goods). Saat proses pembuatan produk, bagian-bagian yang diidentifikasi antara lain bahan baku, bahan bantu, sisa hasil produksi dan bahan yang hilang atau terbuang (losses). Sedangkan identifikasi pada tahap finished goods meliputi jumlah scrap yang merupakan sisa produk akibat proses penyesuaian bentuk serta bahan yang terbuang. Berikut adalah data penggunaan bahan baku 8 bulan terakhir
No. Bulan, Tahun Bahan Baku (Ton) Bahan Pembantu (Ton) Total Berat (Ton) 1 Juli, 2018 58.487 6.127 64.614 2 Agustus, 2018 142.919 15.037 157.956 3 September, 2018 46.196 3.871 50.067 4 Oktober, 2018 84.27 6.216 90.486 5 November, 2018 109.464 10.306 119.77 6 Desember, 2018 80.373 7.391 87.764 7 Januari, 2019 114.521 11.765 126.286 8 Februari, 2019 76.997 5.076 82.073
Total berat produksi selama 8 bulan 779.016 Rata – rata berat produksi 97.377
Tabel 5.1 Laporan penggunaan bahan baku untuk proses produksi Sumber : data sekunder 2019
Total produksi merupakan hasil dari penjumlahan penimbangan bahan baku dan bahan penolong sebelum proses produksi. Dari tabel 2 dapat diambil rata – rata dalam satu bulan kurang lebih sekitar 102,5 ton bahan baku dan bahan penolong yang digunakan untuk proses produksi.
Gambar 5.7 Grafik Total Berat Bahan Produksi Sumber : data sekunder 2019
Identifikasi adanya inefisiensi lainnya adalah pemakaian energi. Bagian produksi grating menggunakan energi listrik untuk kegiatan produksi maupun di ruangan kantor. Pemakaian tenaga listrik berikut ini dilihat dari pemakaian rata-rata dalam satu bulan. Dalam hal ini, waktu pemakaian listrik dibagi menjadi dua oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN), yaitu Luar Waktu Beban Puncak (LWBP) pukul 22.00 – 18.00 dan Waktu Beban Puncak (WBP) . Karena waktu operasi berada saat jam kerja yaitu pukul 08.00 – 17.00, maka besar pemakaian listrik dilihat saat LWBP. Berdasarkan data dari bagian maintenance, besar rata-rata pemakaian listrik di bagian produksi dalam satu bulan rata 2 sebesar 2771 Kwh. Besarnya angka pemakaian listrik di perusahaan sebenarnya didominasi oleh pemakaian listrik di area welding dan cutting untuk proses produksi karena berlangsung setiap hari kerja, sedangkan office didominasi untuk penggunaan AC, komputer dan lainnya.
Selama hari kerja, seringkali ditemukan adanya beberapa ruangan kosong yang tidak ditempati tetapi lampu didalamnya dibiarkan menyala. Ruangan tersebut antara lain ruang karyawan yang berada di lantai dua, kamar mandi di lantai 1. Jika kondisi tersebut dibiarkan, inefisiensi pemakaian listrik akan terus terjadi. Jadi efisiensi penggunaan listrik diterapkan pada ruangan-ruangan tersebut dengan cara memadamkan lampu jika tidak ada kegiatan.
Kurangnya metode monitoring yang tepat juga merupakan suatu temuan inefisiensi yang harus ditemukan metode yang tepat supaya setiap sisa potongan bahan baku yang masih dapat digunakan kembali bisa termonitor dengan baik, sehingga dapat dengan mudah mengetahui keuntungan ekonomis yang didapatkan perusahaan dan stocknya apabila dibutuhkan.
Berdasarkan identifikasi inefisiensi pada tiap tahap fabrikasi yang telah dibahas sebelumnya, ada berbagai macam keluaran bukan produk atau limbah dari setiap prosesnya. Limbah yang dihasilkan pada proses fabrikasi grating antara lain sisa potongan grating dan sisa potongan bahan pembantu yang tidak terpakai (scrap), sarung tangan bekas, meteran bekas, majun, dan pisau gerinda bekas, serta kertas bekas sisa pembuatan shop drawing maupun detail drawing.
Sumber limbah cair dari proses fabrikasi grating hanya berasal dari karyawan yang mencuci tangan dengan sabun dan kegiatan MCK para karyawan sehingga tidak menimbulkan dampak yang signifikan terhadap lingkungan perairan sekitar perusahaan. Sedangkan limbah padat berasal dari sisa potongan grating (scrap) kertas bekas, dan yang sudah disebutkan diatas. Saat proses pengelasan juga dapat menimbulkan limbah, yaitu limbah serpihan sisa besi dan pengelasan grating Serpihan ini dapat mencemari udara dikarenakan beratnya yang ringan dan sehingga mudah berterbangan apabila tertiup angin. Pencemaran udara juga diduga berasal dari proses pemotongan bahan baku dan pengelasan yang menggunakan gas sebagai bahan bakarnya.
Berdasarkan pengamatan lingkunagn sekitar perusahaan, tidak terlihat adanya pengaruh yang signifikan terhadap hewan dan tumbuhan yang hidup di
sekitarnya akibat limbah fabrikasi grating. Debu dan asap yang keluar dari pabrik juga tidak mempengaruhi keadaan lingkungan sekitar.
Risiko penyakit yang sangat mungkin terjadi terdapat di bagian fabrikasi grating yang dialami karyawan adalah terlukanya bagian tubuh akibat percikan api dan dari goresan pisau gerinda, gangguan pernafasan, gangguan pendengaran serta gangguan penglihatan dikarenakan api pengelasan yang sangat meyilaukan mata.
5.1.4 Pengelolaan Limbah Padat
Dalam proses fabrikasi grating, limbah yang dihasilkan dari proses produksi tersebut hampir semua berjenis limbah padat yang berupa potongan sisa bahan baku dan pembantu yang terbuat dari baja (scrap), kertas, kain majun, plastik, sarung tangan bekas, meteran bekas, dan lain sebagainya.
Untuk pengelolaan limbah, PT. Mulia Bersaudara hanya melakukan proses pengelolaan dari pengumpulan setempat, pemisahan jenis limbah, pengangkutan ke tempat penampungan sementara, kemudian diserahkan atau diambil oleh pihak ketiga setiap bulan.
Gambar 5.8 Alur Pengelolaan Limbah Padat Sumber : data sekunder 2019
1. Pengumpulan setempat, adalah proses pengumpulan limbah setempat yang dilakukan di area produksi. Limbah yang dihasilkan oleh proses drafting, cutting, dan welding dikumpulkan dulu setiap hari, agar setelah proses produksi selesai tidak ada limbah yang berserakan dan membuat lingkungan produksi terlihat rapi dan tertib.
Pengumpulan Setempat Pengangkutan ke TPS Pemisahan dan pengemasan Penyimpanan Limbah Pengangkutan oleh pihak ketiga Penimbangan berat limbah
Gambar 5.9 Pengumpulan setempat Sumber : data sekunder 2019
2. Pemindahan limbah ke tempat penampungan sementara, setelah limbah terkumpul disatu tempat area produksi, limbah tersebut dipindahkan ke tempat penampungan limbah.
3. Pemisahan jenis limbah, setelah limbah berada di tempat penampungan sementara, limbah kemudian dipisahkan sesuai jenis limbah dan dikemas dengan rapi. Untuk limbah kertas, kain majun, sarung tangan bekas, dan meteran bekas dikumpulkan dan dimasukan kedalam karung. Sedangkan untuk scrap ditumpuk menjadi tumpukan – tumpukan.
4. Penyimpanan, setelah limbah dipisahkan dan dikemas sesuai jenisnya maka limbah disimpan di tempat penampungan sementara sampai jadwal pengambilan limbah oleh petugas dari pihak ketiga untuk dibuang ke tempat pembuangan akhir.
Gambar 5.11 Penyimpanan limbah scrap Sumber : data sekunder 2019
5. Penimbangan berat limbah, setelah tumpukan limbah produksi sudah terlihat tinggi, maka pihak ketiga akan mengangkut limbah tersebut. Namun akan dilakukan proses penimbangan berat untuk limbah bahan baku (scrap) terlebih dahulu.
Gambar 5.12 Penimbangan limbah scrap Sumber : data sekunder 2019
6. Pengangkutan oleh pihak ketiga. Untuk limbah scrap, pihak ketiga akan membayar berat limbah tersebut sesuai harga satuan berat yang telah disepakati, yang kemudian akan dilebur menjadi besi lagi. Sedangkan untuk limbah yang berada di dalam karung, pihak ketiga akan mengangkut ke Tempat Pembuangan Akhir di dekat daerah perusahaan.
Gambar 5.13 Pengangkutan oleh pihak ketiga Sumber : data sekunder 2019
5.2 Upaya Produksi Bersih Yang Sudah Dilakukan Perusahaan
5.2.1 Upaya Produksi Bersih
Berikut adalah upaya produksi bersih yang sudah dilakukan oleh perusahaan :
1. Menggunakan kembali sisa potongan bahan baku untuk proses produksi. 2. Pengurangan pemakaian energi listrik untuk penggunaan lampu di siang
3. Pemanfaatan potongan sisa bahan baku.
4. Penggunaan teknologi tepat guna untuk proses produksi.
1. Menggunakan kembali sisa potongan bahan baku untuk proses produksi Hal yang telah dilakukan oleh PT. Mulia Bersaudara sebagai penerapan produksi bersih diantaranya menggunakan kembali sisa potongan bahan baku untuk proses produksi. Hal ini bisa dilakukan apabila sisa potongan bahan baku tersebut memiliki spesifikasi yang sama untuk project atau job lain yang akan diproduksi. Selain spesifikasi yang sama, hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan kembali sisa potongan bahan baku adalah ukuran sisa potongan. Jadi sisa potongan bahan baku tersebut harus memiliki ukuran yang besar ataupun minimal berukuran sama dengan ukuran grating job lain yang akan diproduksi.
2. Pengurangan Pemakaian Energi Listrik Untuk Penggunaan Lampu di Siang Hari
PT. Mulia Bersaudara sudah berupaya dalam pengurangan konsumsi energi listrik dengan pengurangan penggunaan lampu untuk proses produksi di siang hari. Upaya yang dilakukan adalah pemakaian beberapa atap asbes bening atau transparan di beberapa titik atap. Dengan atap tersebut terdapat sinar matahari yang cukup bisa masuk untuk menerangi area produksi sehingga tidak perlu menyalakan lampu pada siang hari.
Gambar 5.14 Pemakaian atap trasnparan Sumber : data sekunder 2019
3. Pemanfaatan Potongan Sisa Bahan Baku
Selain untuk penggunaan kembali untuk proses produksi, limbah yang dihasilkan oleh proses produksi bisa juga dimanfaatkan untuk keperluan lain. Upaya pemanfaatan lain yang sudah dilakukan adalah pemanfaatan potongan sisa bahan baku untuk pembuatan fasilitas produksi, seperti rak penyimpanan bahan pembantu, pagar tempat penyimpanan gas bahan bakar proses welding dan cutting.
Untuk fasilitas kantor bisa dibuat rangka meja meeting, rak berkas, kursi tunggu, meja tunggu, meja makan dan lain – lain. Selain dapat mengurangi biaya pembelian untuk barang – barang tersebut,pemanfaatan ini juga mengurangi limbah yang dapat mencemari lingkungan.
4. Penggunaan Teknologi Tepat Guna Untuk Proses Produksi
Dalam proses produksi, PT. Mulia Bersaudara sudah mempertimbangkan penggunaan teknologi yang tepat untuk kegiatan operasioanl produksi. Hal ini dapat dilihat dari adanya crane untuk proses handling bahan baku yang akan di welding dan di cutting. Crane tersebut berkapasitas beban maksimal 5 ton. Pemilihan jenis dan kapasitas crane tesebut sesuai dengan pertimbangan berat bahan baku yang akan melewati proses produksi, yaitu tidak lebih dari 5 ton.
Penggunaan teknologi tepat guna yang lainnya adalah pemilihan penggunaan gas oksigen dan acetylin untuk proses cutting. Teknologi ini dipilih karena pihak manajemen menilai teknologi ini paling efisien dan efektif dalam proses cutting, dan juga sesuai dengan kemampuan sumber daya manusia di perusahaan tersebut. Para karyawan produksi tersebut mempunyai keahlian dan pengalaman di bidang cutting dengan menggunakan perpaduan gas oksigen dan acytelin.
5.2.2 Manfaat Penerapan Produksi Bersih Yang Sudah Dilakukan Perusahaan
1. Penghematan penggunaan bahan baku
Dengan penggunaan sisa potongan bahan baku untuk proses produksi bisa menghemat penggunaan bahan baku berkisar 2.1% per bulan sehingga dapat menurunkan biaya pembelian bahan baku untuk proses produksi.
2. Penghematan pemakaian energi listrik
Dengan pemakaian beberapa atap asbes bening atau transparan di beberapa titik atap, dapat mengurangi konsumsi energi listrik untuk pemakaian lampu untuk proses produksi di siang hari. Dengan atap tersebut terdapat sinar matahari yang cukup bisa masuk untuk menerangi area produksi sehingga tidak perlu menyalakan lampu pada siang hari.
3. Pemanfaatan limbah padat untuk pemenuhan fasilitas perusahaan
Sisa potongan bahan baku bisa digunakan untuk proses produksi dan juga dapat digunakan untuk pembuatan fasilitas perusahaan sehingga limbah padat yang dihasilkan dapat diminimalisi.
5.3 Pengotimalan Penerapan Produksi Bersih di Perusahaan
Dalam penerapan produksi bersih yang sudah dilakukan perusahaan, ternyata masih terdapat banyak non product output yang dihasilkan dan masih ditemukan inefisiensi dalam proses fabrikasi serta hambatan yang menyertai penerapannya. Oleh karena itu perlu dilakukan beberapa upaya pengoptimalan penerapan produksi bersih agar dapat meningkatkan efisiensi penggunaan bahan baku, mencegah terjadinya pencemaran lingkungan dan mengurangi terbentuknya limbah pada sumbernya sehingga dapat meminimasi resiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia serta kerusakan lingkungan
5.3.1 Hambatan Dalam Penerapan Proses Produksi Bersih di Perusahaan 1. Tidak ada monitoring penggunaan potongan sisa bahan baku
Dalam setiap penggunaan potongan sisa bahan baku untuk proses produksi menjadi used material, tidak dilakukan monitoring untuk hal tersebut. Sehingga tidak diketahui penghematan bahan baku dan bahan pembantu yang dilakukan, serta tidak diketahui berapa keuntungan yang didapatkan untuk penggunaan potongan sisa bahan baku tersebut.
2. Kemampuan sumber daya manusia
Dalam penerapan produksi bersih tentunya juga dibutuhkan personil-personil yang kompeten untuk pelaksanaan produksi bersih tersebut. Personil yang ada di PT. Mulia Bersaudara nampaknya masih kurang sempuurna kemampuannya dalam penerapan produksi bersih. Namun dalam hal ini tidak akan menjadi masalah lagi apabila sudah ada komitmen manajemen puncak dalam penerapan produksi bersih. Organisasi dapat mengidentifikasi pengetahuan, pemahaman, ketrampilan atau kemampuan yang membuat personil kompeten untuk melaksanakan produksi bersih. Setelah dilakukan identifikasi sebaiknya dipastikan bahwa personil mempunyai kemampuan yang dipersyaratkan. Kalau dibutuhkan dapat dilakukan pendidikan tambahan, pelatihan, pengembangan ketrampilan tentang produksi bersih.
3. Struktur, tanggung jawab dan kewenangan
Struktur, tanggung jawab dan kewenangan dalam penerapan produksi bersih dalam perusahaan nampaknya juga tidak jelas. Dalam hal ini nantinya kalau perusahaan akan menerapkan produksi bersih sebaiknya manajemen puncak menetapkan satu atau perwakilan atau fungsi dengan kewenangan, kesadaran, kemampuan dan sumber daya yang memadai untuk :
a. Memastikan perencanaan, pelaksanaan dan pemeliharaan pelaksanaan produksi bersih.
b. Memberikan laporan kepada manajemen puncak mengenai kinerja produksi bersih dan peluang-peluang untuk perbaikan.
5.3.2 Upaya Pengoptimalan Produksi Bersih Yang Dapat Diterapkan 1. Rethink
Pola pikir dari semua tingkat didalam perusahaan hendaknya dapat diubah sehingga menjadi pola pikir untuk melaksanakan produksi bersih. Sehubungan dengan hal tersebut tentunya manajemen puncak harus mempunyai komitmen untuk melaksanakan produksi bersih. Satu hal yang perlu dipahami bahwa harga bahan baku yang semakin mahal dan persaingan semakin ketat dengan perusahaan dengan usaha sejenis sehingga pembuatan penawaran harga harus kompetitf agar bisa dapat diterima oleh customer.
2. Membuat monitoring penggunaan potongan sisa bahan baku
Monitoring penggunaan potongan sisa bahan baku untuk proses produksi berguna untuk mengetahui penghematan bahan baku dan bahan pembantu yang bisa dilakukan, dan diketahui berapa keuntungan yang didapatkan untuk penggunaan potongan sisa bahan baku tersebut.
No. Bulan, Tahun Used material (Ton) Spoilage (Ton) Losses (Ton) 1 Juli, 2018 55.781 2,398 3.260 2 Agustus, 2018 137.020 5,574 7.554 3 September, 2018 44.500 1,432 2.620 4 Oktober, 2018 81.980 2,949 3.620 5 November, 2018 105.172 3,722 6.135 6 Desember, 2018 77.583 3,135 3.720 7 Januari, 2019 110.471 3,894 5.978 8 Februari, 2019 75.178 2,618 3.115 Total berat 687.685 25,722 36,002
Rata2 berat produksi 85.961 3,215 4,500