• Tidak ada hasil yang ditemukan

BUDAYA JAWA PADA IBU POSTPARTUM DI DESA CANDIREJO KECAMATAN NGAWEN KABUPATEN KLATEN. Java Culture On Postpartum In Candirejo Village Klaten District

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BUDAYA JAWA PADA IBU POSTPARTUM DI DESA CANDIREJO KECAMATAN NGAWEN KABUPATEN KLATEN. Java Culture On Postpartum In Candirejo Village Klaten District"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA), Vol. IX, No. 1, Maret 2016 25 BUDAYA JAWA PADA IBU POSTPARTUM DI DESA CANDIREJO KECAMATAN

NGAWEN KABUPATEN KLATEN

Java Culture On Postpartum In Candirejo Village Klaten District

Sugita1* 1

Poltekkes Kemenkes Surakarta Jl. Letjend. Sutoyo, Mojosongo, Surakarta 57127

gitibesar@yahoo.com ABSTRAK

System penyembuhan di Indonesia mengalami pluralism, antara lain dengan adanya

humoral medicine dan elemen magis. Salah satu di antaranya pada masyarakat suku jawa

memiliki cara-cara tertentu dalam penyembuhan dan persepsi tertentu tentang sehat sakit budaya yang dianut.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran budaya jawa pada ibu postpartum di Desa Candirejo. Populasi adalah seluruh ibu post partum di Desa Candirejo berjumlah 24 orang. Pengumpulan data dengan wawancara terstruktur dan studi dokumentasi. Hasil penelitian didapatkan bahwa budaya jawa pada periode postpartum yang masih dilakukan antara lain pilis, parem, minum jamu, pijet, stagenan, gurita, kempitan,

walikdadah, duduk senden, pantang makan dan budaya duduk. Faktor sosial budaya

mempunyai peranan penting dalam memhami sikap dan perilaku manusia pada kehidupan manusia, salah satunya pada priode post partum, yang di wariskan turun temurun

Kata kunci: budaya jawa, ibu postpartum

ABSTRACT

Healing system in Indonesia have pluralism, incluiding humora medicine magical elements. One of them is that Javanese community has a certain way in healing and a certain

percaption about sick and healty according to their culture. This research aims to knowing

the description of Javanese culture in the post-partum mothers in Candirejo.The population

throughout the post partum mothers 24 people. Collecting data with structure interview and data using percentage.The result showed that the Javanese culture in the post partum period are still carried out among others pillis, parem, drink jamu, wearing stagen, wearing gurita, kempitan, walikdadah, do sit senden, abstain from eating and sitting culture.Social and cultural factors have important Perana Understand the attitudes and behavior of human to human life, one of them on post partum period, which was passed on from generation to generation

(2)

Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA), Vol. IX, No. 1, Maret 2016 26 PENDAHULUAN

Kebudayaan sering diartikan sebagai

the general body of the arts, yang meliputi

seni sastra, seni musik, seni pahat, seni rupa,pengetahuan filsafat atau bagian-bagianyang indah dari kehidupanmanusia. Pengertian kebudayaan ditempatkan disamping pengertian ekonomi, politik, hukum, sedangkan pengertian dalam ilmu sosial adalah seluruh cara hidup dari sesuatu masyarakat. Hasil buah budi (budaya) manusia itu dapat kita bagi menjadi 2 macam yaitu kebudayaan material (lahir) yaitu kebudayaan yangberwujud kebendaanhamil yang berlangsung kira-kira 6minggu.Perawatan masa postpartum mencakup berbagai aspek mulai dari pengaturan dalam mobilisasi, anjuran untuk kebersihan diri, pengaturan diet, pengaturan miksi dan defekasi, perawatan payudara (mamma) yang ditujukan terutama untuk kelancaran pemberian Air Susu Ibu guna pemenuhan nutrisi bayi, dan lain-lain (Mochtar, 1998). Selain perawatan postpartum dengan memanfaatkan system pelayanan biomedical, ada jugaditemukan sejumlah pengetahuan dan perilaku budaya dalam perawatan masa postpartum.

Para ahli antropologi melihat bahwa pembentukan janin, kelahiran dan masa pasca kelahiran umumnya dianggap oleh berbagai masyarakat diberbagai penjuru dunia sebagai peristiwa-peristiwa yang wajar

dalam kehidupan manusia. Namun respon masyarakat terhadap berbagai peristiwa misalnya: rumah, gedung, alat-alat senjata, mesin-mesin, pakaian dan sebagainya dan kebudayaan immaterial (spiritual=batin), yaitu: kebudayaan, adat istiadat, bahasa, ilmu pengetahuan dan sebagainya (Prasetya, 1991).

Menurut Marmi (2012) masa postpartum adalah masa dimulai beberapa jam sesudah lahirnya plasenta sampai 6 minggu setelah melahirkan. Masa postpartum dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelumnya. Sistem penyembuhan di Indonesia mengalami pluralism. Dimana berbagai cara pengobatan yang berbeda-beda hadir berdampingan termasuk humoral medicine dan elemen magis.

Salah satu suku yang ada di Indonesia adalah Jawa, yang merupakan suku terbanyak.Masyarakat suku jawa mempunyai cara-cara tertentu dalam penyembuhan dan mempunyai persepsi tertentu tentang sehat sakit terkait budaya yang dianut (Pratiwi, Arifah, 2011). Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Suryawati tahun 2007 di Kabupaten Jepara terdapat 60 ibu postpartum. Hasil penelitian menunjukan 41,7% responden berpantang mengkonsumsi daging dan ikan, 83,3% responden melakukan pijat badan untuk mengembalikan

(3)

Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA), Vol. IX, No. 1, Maret 2016 27 kebugaran tubuh dan minum jamu dilakukan

hampir oleh semuaresponden. Sedangkan temuan pada penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi dan Arifah (2011) di kabupaten Sukoharjoteridentifikasi budaya pantangan makan gorengan dan cabe pada masa postpartum. Hal tersebut di lakukan karena ibu takut makanan tersebut dapat menghambat penyembuhan luka setelah melahirkan, Adapula seorang ibu yang memberikan alasan tidak boleh makan ikan asin dan makanan amis lainnya karena khawatir ASI menjadi amis. Ibu juga dianjurkan minum jamu dan daun katu untuk memperlancar ASI. Ibu postpartum tidak boleh tidur telentang karena dapat menyebabkan darah putih naik ke mata, tidak dianjurkan kaki ditekuk dan kerja berat, duduk kaki harus lurus, memakai pilis di dahi, tidak boleh banyak gerak, memakai stagen, perut diberi tapel, tidur setengah duduk serta mandi wuwung pagi dan sore. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di Bidan Desa Candirejo Kecamatan Ngawen Kabupaten Klaten dari hasil wawancara pada ibu-ibu yang melakukan kontrol setelah melahirkan adalah ibu memakai stagen, pilis, kempitan dan minum jamu. Kondisi tersebut memotivasi peneliti untuk mencari lebih baik bagaimanakah gambaran budaya jawa pada ibu postpartum.

METODE

Desain penelitian menggunakan deskriptif kuantitatif. Pada penelitian ini peneliti mengidentifikasi distribusi frekwensiperawatan postpartum yang dilakukan pada ibu postpartum di Desa Candirejo Kecamatan Ngawen Kabupaten Klaten.Populasi dalam penelitian ini adalah ibu-ibu yang berada pada rentang waktu 1 minggu setelah periode postpartum berakhirdi Desa Candirejo Kecamatan Ngawen Kabupaten Klaten.Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah

sampling jenuh dengan mengambil semua

anggota populasi menjadi sampel. Adapun sampel yang diambil adalah Ibu-ibu yang telah 1 minggu melewati periode postpartum di Desa Candirejo Kecamatan Ngawen Kabupaten Klaten. Analisis yang digunakan analisis deskriptif.

HASIL

Hasil wawancara terhadap 24 respondendi temukan beberapa budaya jawa yang masih umum dilakukan oleh ibu-ibu pada masa postpartum di Desa Candirejo Kecamatan Ngawen Kabupaten Klaten.Adapun menurut responden budaya- budaya jawa tersebut sebagian besar dilakukan sampai hari ke-36 postpartum, yang dalam masyarakat jawa dikenal dengan istilah selapan. Budaya Jawa pada periode postpartum diantaranya memakai pilis,

(4)

Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA), Vol. IX, No. 1, Maret 2016 28 parem, minum jamu, pijet, walikdadah,

memakai gurita, memakai stagen, kempitan, duduk senden, pantang makan dan budaya duduk.

Hasil di peroleh 16,66% responden memakai pilis 0-40%,25% memaikainya kurang dari 40 hari , 37,5% memakai parem di tangan dan kaki selama 40 hari, 75 % minum jamu beras kencur, 87,5% minum jamu wejahan, 37,5% minum jamu daun papaya, 8,33% minum jamu kunir asem, 4,16% minum jamu temulawak, 37,5% minum jamu uyup-uyup, 37,5% melakukan pijat, 58,33% melakukan walik dadah pada waktu selapanan, 37,5 %memakai gurita simpul, 8,33% memakai korset50 memakai stagen sepanjang 4 meter, 41,66% memakai stagen sepanjang 10 meter, 50 melakukan kempitan kurang dari 40 hari, 95,83% melakukan duduk senden kurang dari 40 hari, 66,66% pantang makanan pedas, 33,33% pantang makan amis-amis, 4,16 pantang minum banyak, 12.5 pantang minum es, 8,33% pantang makan makanan manis, 87,5% duduk kaki lurus, 100% duduk kaki rapat, sejajar tidak menggantung dan 75% duduk dengan kaki di ganjal kursi kecil. Berikut paparan dari masing-masing budaya jawa pada masa postpartum

Budaya jawa memakai pilis

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil sebagian kecil responden memakai pilis. Sebesar 25 % atau enam orang

memakai pilis kurang dari empat puluh hari, sedangkan 16,66 % atau dua orang memakainya sampai empatpuluh hari. Pilis digunakan dengan cara ditempel di dahi.Pilis diperoleh dengan cara membeli di pasar atau tukang jamu tradisional. Alasan responden memakai pilis adalah untuk menjaga kesejukan mata.

Budaya jawa Memakai parem

Hasil penelitian menunjukan 37,5 % atau sebanyak sembilan responden, memakai parem pada tangan dan kaki.

Budaya Jawa Minum Jamu

Jamu yang dikonsumsi responden merupakan jamu tradisional diantaranya jamu beras kencur, kunir asem, temu lawak,

godhong kates, wejahan atau jamu campuran

dan jamu uyup-uyup. Sebagian besar responden mengkonsumsi jamu wejahan. Alasan responden mengkonsumsi jamu adalah 3 responden mengatakan untuk memperlancar ASI dan 22 responden lainnya mengatakan selain untuk memperlancar ASI juga untuk menjaga agar badan sehat dan padat.

Budaya jawa pijet

Hasil penelitian menunjukan hanya sebagian kecil responden melakukan pijet pada masa postpartum. Sebanyak 6 responden memulai pijet pada hari pertama setelah bersalin, 1 responden pada hari ke- 2,1 responden pada hari ke-3 dan 1 responden lainnya mulai pijet pada hari

(5)

Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA), Vol. IX, No. 1, Maret 2016 29 ketujuh setelah bersalin. Sebanyak tiga

responden melakukan pijet sebanyak 5 kali, lima responden melakukan pijet sebanyak tiga kali dan satu responden melakukan pijet sebanyakdua kali selama periode postpartum. Bagian yang dipijet adalah seluruh tubuh kecuali perut. Alasan responden melakukan pijet adalah untuk menghilangkan rasa lelah setelah bersalin.

Budaya Jawa Walik dadah

Hasil penelitian menunjukan didapat separuh lebih responden yang melakukan walik dadah atau pengurutan yang terakhir. Daerah utama yang diurut adalah perut. Responden melakukan walik dadah pada selapan hari atau hari ke 36 periode postpartum. Tujuan responden melakukan walikdadah adalah untuk mengembalikan posisi rahim kebentuk semula

Budaya jawa memakai gurita

Hasil penelitian menunjukan bahwa hanya sebagian kecil responden yang memakaigurita pada periode postpartum. Delapan responden memakai gurita dengan alasan mengecilkan perutdan menjaga keindahan tubuh sedangkan satu responden lainnya mengatakan alasan memakai gurita agar perut menjadi kencang.

Budaya jawa stagen

Terdapat sebagian besar responden memakai stagen pada periode postpartum. Ukuran panjang stagen terdiri dari dua jenis yaitu empat meter dan sepuluh meter. Ketika

memakai stagen dengan ukuran panjang sepuluh meter para responden dibantu oleh orang lain sedangkan responden yang memakai stagen dengan panjang empat meter dapat memakainya sendiri. Alasan responen memakai stagen adalah untuk mengecilkan perut dan menjaga keindahan tubuh.

Budaya jawa kempitan

Separuh dari jumlah seluruh responden melakukan budaya kempitan. Kempitan dilakukan kurang dari empatpuluh hari, biasanya hanya selama lokhea masih keluar.Alasan responden melakukan budaya kempitan adalah agar jalan lahir menjadi rapat kembali.

Budaya jawa duduk senden

Duduk senden merupakan budaya jawa pada ibu postpartum yang dilakukan sebagian besar responden selama kurang dari empatpuluh hari. Alasan responden melakukan duduk senden adalah untuk menjaga kesehatan.

Budaya pantang makan

Menurut para responden terdapat budaya pantang makan pada makanan yang perlu dilakukan oleh ibu-ibu postpartum dengan berbagai alasan tertentu. Sebagian besar responden berpantang makan pedas atau cabai, dengan alasan anak bisa diare. Sebanyak 33,33 % atau 8 responden melakukan pantang makan pada makanan amis-amisan dengan alasan ASI menjadi amis dan luka setelah bersalin tidak lekas

(6)

Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA), Vol. IX, No. 1, Maret 2016 30 sembuh. Sebanyak 4,16 % atau 1 responden

berpantang minum banyak dengan alasan anak bisa pilek. Sebanyak 12,5 % atau 3 responden berpantang minum es dengan alasan anak bisa sakit panas atau pilek. Sebanyak 8,33 % atau 2 responden berpantang makan makanan manis dengan alasan anak bisa beleken atau sakt mata. Budaya jawa duduk pada ibu postpartum

Terdapat beberapa budaya duduk pada ibu postpartum. Seluruh responden melakukan budaya duduk dengancara kaki sejajar tidak saling tumpang tindih, merapatkan kaki serta kaki tidak menggantung, mereka melakukan hal tersebut agar tidak mengalami varises, merapatkan kembali jalan lahir dan agar jahitan tidak rusak. Sedangkan sebagian besar responden yang duduk dengan kaki lurus dan diganjal kursi kecil agar kaki tidak bengkak, tidak varises dan mudah menyusui.

PEMBAHASAN

Budaya jawa memakai pilis

Salah satu budaya jawa yang dilakukan perempuan pada periode postpartum adalah memakai pilis. Pemakaian pilis dipercaya dapat mencegah darah putih naik ke mata.Berdasarkan kepercayaan responden, yang diperoleh dari orang tua terdahulu, bila tidak memakai pilis maka mata dapat rusak seperti penglihatan menjadi kabur. Adapun bahan pilis terdiri dari kayu manis,

delingobengle, pala, bahan tersebut dihaluskan kemudian dijemur jika hendak di pakai dicampur dengan air terlebih dahulu. Kemudian dioleskan pada dahi. Ramuan pilis bertujuan mengembalikan kesejukan mata. Isinya antara lain rimpang akar tinggal

bengle (Cassumanuari rhizoma) yang menurut Tilaar (1996) berkhasiat menghangatkan tubuh dan menghilangkan pusing kepala, buah kapulaga (Cardamon

fructus) dan sintok (Sintok cortex), daun

kemuning. Cara penggunaan ialah mengoleskan pada dahi. Kalau mata segar tentunya tidak mengantuk dan dapat menghindarkan tidur siang. Tidur siang yang berlebihan kurang baik bagi kesehatan dan menjadikan badan gemuk dan berair.

Budaya Jawa Memakai Parem

Menurut budaya jawa wanita pada periode postpartum dianjurkan untuk memakai parem, hal tersebut sesuai dengan pernyataan Tilaar (1996) agar memakai parem sesudah melahirkan, dan sesudah mandi manfaat pareman adalah untuk memberi rasa segar dan menghilangkan kelelahan. Parem dipakai pagi dan sore sesudah mandi. Ramuan untuk parem antara lain mengandung jahe, kencur, minyak sereh, dan bengle Bila ditinjau dari literature lain milik Manurung (2009) pemakaian parem berkhasiat untuk mencegah masuk angin, hal tersebut sesuai dengan pernyataan berikut: “kandungan kencur (Kaempferia galanga)

(7)

Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA), Vol. IX, No. 1, Maret 2016 31 yang merupakan suku tumbuhan

Zingiberaceae, digolongkan sebagai tanaman

jenis empon-empon yang mempunyai daging buah paling lunak dan tidak berserat, merupakan tanaman kecil yang tumbuh subur di daerah dataran rendah atau pegunungan yang tanahnya gembur dan tidak terlalu banyak air. Banyak dikenal sebagai tanaman yang berguna untuk mencegah masuk angin”. Budaya jawa minum jamu

Sesuai pernyataan Aria (2008) jamu adalah sebutan orang Jawa terhadap obat hasil ramuan tumbuh tumbuhan asli dari alam yang tidak menggunakan bahan kimia sebagai aditif. Konotasi tradisional selalu melekat pada jamu sebab jamu memang sudah dikenal lama sejak jaman nenek moyang sebelum farmakologi modern masuk ke Indonesia. Jamu semula hanya dikenal di daerah Wonogiri-Surakarta kemudian meluas ke daerah-daerah lain yang selintas terkesan seiring dengan program transmigrasi. Penggunaan jamu yang memasyarakat ini sudah menjadi kebiasaan turun temurun secara tradisional dan diwariskan dari generasi ke generasi tanpa perubahan sedikitpun, baik mengenai bahan tanaman yang digunakan, cara meramunya maupun kepercayaan terhadap khasiatnya.

Jamu dinilai bermanfaat bagi pemeliharaan kesehatan. Jamu merupakan ramuan yang muncul sebagai akibat adanya masalah yang dihadapi masyarakat pada

jaman dulu, yaitu bagaimana merawat tubuh dan mengobati berbagai macam penyakit, dimana pada saat itu belum mengenal ilmu kedokteran modern mereka hanya mengenal adanya orang-orang ”pintar” dan ramuan-ramuan tertentu yang diperoleh menurut pengalaman dan perkiraan pribadi. Begitu pula dengan ramuan khusus wanita, yang muncul akibat adanya masalah kewanitaan seperti keputihan, ingin awet muda, mempertahankan kondisi tubuh pada saat hamil, untuk menjaga janin yang ada dalam kandungan, untuk menjaga kemesraan pasangan suami istri, dan lain-lain. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Manurung (2009) bahwa penggunaan obat tradisional seperti jamu telah lama dipraktekkan di seluruh dunia, baik negara yang sedang berkembang seperti Indonesia maupun di negara yang telah maju seperti Cina, dan lain-lain.

Budaya jawa pijet

Budaya pijet pada ibu postpartum masih banyak dilakukan oleh responden dengan alasan menghilangkan rasa lelah setelah bersalin. Dalam hal ini sesuai pendapat Manurung (2009) daerah yang dipijet adalah seluruh bagian tubuh kecuali perut. Banyaknya bervariasi pada tiap responden. Pijet diserahkan kepada seorang wanita yang sudah ahli dalam menolong persalinan maupun merawat wanita setelah

(8)

Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA), Vol. IX, No. 1, Maret 2016 32 bersalin, yang dalam masyarakat jawa

dikenal dengan dukun beranak.

Budaya walikdadah

Upaya lain yang dilakukan masyarakat suku jawa untuk mempertahankan kesehatan adalah dengan melakukan walikdadah. Walikdadah sesuai penjelasan Manurung (2009) adalah istilah untuk mengatakan pengurutan yang terakhir dan daerah utama yang diurut adalah perut.Walikdadah dilakukan pada selapan hari atau hari ke-36 periode postpartum.Manfaat dari walikdadah adalah mengembalikan posisi rahim ke posisi normal.Keluhan perempuan bahwa “kandungan turun” setelah melairkan dikarenakan oleh ligament, fasia, jaringan penunjang alat genetalia kendor.tidak jarang ligamentum rotundum kendor yang mengakibatkan uterus jatuh ke belakang. Menurut Suherni (2009) untuk mengembalikan kepada keadaan normal dan menjaga kesehatan agar tetap prima senam nifas sangat baik dilakukan pada ibu setelah melahirkan. Ibu tidak perlu takut untuk banyak bergerak, karena dengan ambulasi dini (bangun dan bergerak setelah beberapa jam melahirkan) dapat membantu rahim untuk kembali kebentuk semula.

Budaya jawa memakai gurita

Pada masyarakat suku jawa, pemakaian gurita didaerah perut dianggap bermanfaat untuk mempercepat proses pengecilan perut

dan agar perut tidak melebar. Pemakaian gurita juga bermanfaat bagi sebagian perempuan yang menapali perutnya dengan daun sirih agar tidak lepas.

Berdasarkan penelitian ilmiah dalam ilmu kesehatan milik Manurung (2009), dinyatakan pemasangan gurita tidak baik bagi kesehatan ibu serta mengganggu kenyamanan ibu. Disamping itu, pemakaian gurita terlalu ketat dalam jangka waktu lama akan menyebabakan aliran darah tungkai kurang lancer, sehingga tungkai terasa sakit atau bengkak. Kerugian lain apabila gurita dipakai dua jam postpartum, maka akan mempersulit pelayan kesehatan untuk melakukan pemeriksaan fundus uteri, guna memastikan baik tidaknya kontraksi uterus. Budaya jawa memakai stagen

Pemakain stagen pada ibu postpartum dilakukan dengan tujuan mengecilkan perut dan menjaga keindahan tubuh. Manurung (2009) menerangkan selama kehamilan abdomen mengalami peregangan mencapai kira-kira dua kali lipat dari panjang semula pada akhir minggu masa kehamilan.Seluruh otot abdomen memerlukan latihan untuk mencapai panjang dan kekuatan semula, namun otot yang terpenting ialah otot tranversus.Latihan tranversus dapat dimulai kapanpun ibu merasa mampu.Senam teranversus dilakukan dengan berbaring dan kedua lutut ditekuk dan kaki datar menapak di tempat tidur. Letakkan kedua tangan di

(9)

Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA), Vol. IX, No. 1, Maret 2016 33 abdomen bawah di depan paha. Tarik nafas

pada saat akhir, hembuskan nafas, kencangkan bagian bawah abdomen dibawah umbilicus dan tahan dalam hitungan sepuluh, lanjutkan dengan bernafas normal, ulangi sampai sepuluh kali

Budaya jawa kempitan

Kempitan adalah budaya memakai dari kain. Hal tersebut sesuai dengan Suherni (2012) untuk menjaga kebersihan diri dianjurkan memakai pembalut dan mengganti setiap kali mandi, BAB/BAK, paling tidak dalam waktu 3-4 jam.

Budaya jawa duduk senden

Perempuan pada periode postpartum menurut budaya ini harus duduk seharian ditempat tidur dengan bantal disusun dibagian belakang tubuh untuk menopang tubuh agar tetap dalam posisi setengah duduk dan kaki dirapatkan. Mereka menganggap cara ini dapat menjaga kerapatan vagina dan agar posisi berjalan mereka tidak buruk (mengangkang). Mochtar (1998), mengatakan walaupun istirahat dan tidur perlu bagi ibu setelah melahirkan, tetapi bukan berarti ibu harus berbaring atau duduk terus selama beberapa hari periode postpartum. Dalam literatur dikatakan bahwa wanita postpartum dianjurkan untuk tidur terlentang selama 8 jam pasca persalinan. Budaya pantang makan

Pantang makan yang dilakukan oleh resonden antara lain pantang makan cabai

atau makanan pedas dengan alasan dapat menyebabkan diare pada bayi. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Manurung (2009) yaitu makanan pedas dapat merangsang saluran cerna, pada ibu postpartum saluran cerna sensitive karena masa adaptasi fisiologis terhadap keseimbangan hormone ketika hamil.

Budaya jawa duduk pada ibu postpartum Budaya jawa duduk pada ibu postpartum yaitu kaki lurus, rapat, sejajar tidak saling tumpang tindih, tidak menggantung dan duduk dengan kaki diganjal kursi kecil dengan alasan agar tidak varises, tidak bengkak dan jahitan tidak rusak. Disebutkan Marmi(2012) untuk mengembalikan keadaan ibu seperti sediakala sebelum kehamilan dapat dilakukan senam nifas dengan salah satu manfaatnya adalah memperbaiki sirkulasi darah sehingga mencegah terjadinya pembekuan (trombosis) pada pembuluh darah terutama pembuluh tungkai, selain itu beraktifitas sedang serta cukup istirahat dengan kaki dinaikkan merupakan cara yang umumnya berhasil mengurangi ketidaknyamanan selain itu duduk dengan kaki tidak menggantung atau diganjal kursi kecil dapat membuat nyaman ibu pada saat menyusui bayinya.

(10)

Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA), Vol. IX, No. 1, Maret 2016 34 Faktor sosial budaya memiliki peranan

penting dalam memahami sikap dan perilaku kehidupan manusia salah satunya adalah pada periode postpartum. Sebagian pandangan budaya telah diwariskan turun-temurun dalam kebudayaan masyarakat yang bersangkutan

Hasil penelitian menunjukan gambaran budaya jawa pada ibu postpartum didapat antara lain adalah pilis, parem, minum jamu, pijet, stagenan, gurita, kempitan, walik dadah, duduk senden, pantang makan dan budaya duduk.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terimakasih kepada UPT Penelitian dan Pengabdian Masyarakat STIKES Al-Irsyad Al-Islamiyyah Cilacap atas diterbitkannya artikel penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Aria, G. N. 2008, Analisis Kepuasan Dan

Loyalitas Konsumen Jamu Gendong Di

Kota Sukabumi, [Skripsi]. Program

Studi Gizi Masyarakkkat Dan Sumber Daya Keluarga Fakultas Pertanian Institute Pertanian Bogor, Bogor. Manurung,Y. D. 2009, Perawatan

Postpartum Menurut Budaya Jawa,

[Karya Tulis Ilmiah]. Program D-IV Bidan Pendidik FakultasKedokteran Universitas Sumatra Utara

Mochtar , R.,1998, Synopsis Obstetric Edisi

2 Jilid 1, Buku Kedikteran EGC:

Jakarta

Marmi. 2012, Asuhan Kebidanan Pada Masa

Postpartum, Pustaka Pelajar, Yogyakarta

Pratiwi, A., Arifah S. 2011, Perilaku, Persalinan Dan Postpartum Terkait Dengan Budaya Kesehatan Pada Masyarakat Jawa Di wilayah Kabupaten Sukoharjo’ Jurnal Komunikasi Kesehatan, [Online], Vol. 2 No.01.

Prasetyo, Joko Tri dkk. 1991.Ilmu Budaya

Dasar. PT Rineka Cipta. Jakarta

Suherni, Widyasih, H. & Rahmawati, A. 2009, Perawatan Masa Nifas:

Fitramaya, Yogyakarta

Suryawati, Chriswardani. 2007, Factor

Sosial Budaya Dalam Praktik Perawatan Kehamilan, Persalinan Dan Pasca Persalinan Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia, [Online], Vol. 2,

Referensi

Dokumen terkait

Apabila kita lihat kondisi yang terjadi di lapangan, tampak sangat jelas bahwa masyarakat Bone, khususnya warga Nahdliyyin (NU) dan warga pesantren senantiasa berusaha

Observasi dilakukan terhadap proses pembuatan karya tulis ilmiah (KTI) dan Jurnal Ilmiah oleh para guru mitra. Instrumen yang digunakan berupa catatan lapangan. Beberapa

dalam Pasal 2 dapat diberikan sanksi disiplin tingkat berat sesuai dengan ketentuan Peraturan Pernerintah Nomor 53 Tahun }OLA tentang Disiplin Pegawai Negeri

This paper presents results from a Direct Mapping Solution (DMS) comprised of an Applanix APX-15 UAV GNSS-Inertial system integrated with a Sony a7R camera to produce highly

Tendangan ini diberikan jika bola melewati garis gawang dengan sentuhan terakhir dilakukan oleh salah seorang pemain yang sedang bertahan.. Tendangan diambil di

19 Berdasarkan hasil observasi diketahui kondisi fisik kampus Universitas Muhammadiyah Semarang seperti fasilitas sarana proteksi aktif kebakaran meliputi sprinkler,

Berdasarkan landasan teori dan penelitian terdahulu, sehingga dapat ditentukan untuk penelitian ini adalah menggunakan variabel independen profitabilitas,

Semua pihak yang baik secara langsung maupun tidak langsung yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.. Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa meskipun