• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERUBAHAN MUTU YOGHURT OENGAN PENAMBAHAN BUAH-BUAHAN SELAMA PNYIMPANAN DINGIN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERUBAHAN MUTU YOGHURT OENGAN PENAMBAHAN BUAH-BUAHAN SELAMA PNYIMPANAN DINGIN"

Copied!
113
0
0

Teks penuh

(1)

.

,

.

\ Oleh

L U K Y

F 28. 1024 1 9 9 6

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERT ANIAN BOGOR BOG 0 R

(2)

Luky. F 28.1024. PERUBAHAN MUTU YOGHURT DENGAN PENAMBAHAN BUAH-BUAHAN SELAMA PENYIMPANAN DINGIN. Di bawah bimbingan Prof. DR. Ir. Deddy Muchtadi, MS.

RINGKASAN

Tujuan dari penelitian ini adalah mempelajari perubahan mutu yoghurt yang dibuat dari susu sapi dengan penambahan buah-buahan yaitu nenas bogor, pepaya bangkok, pisang raja bulu, dan pisang ambon selama penyimpanan 3 minggu pada suhu kurang-lebih 4°C. Terhadap masing-masing jenis buah dikena-kan dua perlakuan yaitu bentuk buah (pure dan kubus, serta bentuk bola untuk pepaya) dan waktu penyimpanan yoghurt (0, 1, 2, dan 3 minggu) .

Penelitian ini terbagi dalam dua tahap, yaitu peneli-tian pendahuluan dan penelipeneli-tian utama. Pada penelitian pendahuluan dicari waktu optimum blanching untuk masing-masing jenis buah yang digunakan serta rasio (% bib) penam-bahan buah terhadap yoghurt. Pada penelitian utama dipela-jari mutu yoghurt yang mencakup total asam tertitrasi, nilai pH, total mikroba, total kapang dan khamir, bakteri koli dan Salmonella, serta uji kesukaan secara organoleptik.

Penerimaan panelis terhadap rasa, aroma, dan tekstur cenderung menurun selama penyimpanan. Tingkat kesukaan dinyatakan dalam skala hedonik, yaitu sangat suka (5), suka (4), biasa (3), tidak suka (2), dan sangat tidak suka (1). Pada minggu ke-O skor rasa berkisar antara 2,2 sampai 4,0, skor aroma berkisar antara 3,2 sampai 4,2, dan skor tekstur antara 2,6 sampai 4,1. Pada minggu ke-3 nilai skor rasa berkisar antara 1,5 sampai 3,7, skor aroma antara 2,9 sampai 3,7, dan skor tekstur antara 2,4 sampai 3,7.

Selama penyimpanan jumlah total mikroba, total kapang dan khamir, serta kadar asam yoghurt mengalami peningkatan. Total mikroba pada minggu ke-O berkisar antara 2,7xl0 9 sampai 3,5XI0 9 , dan pada minggu ke-3 berkisar antara

(3)

ditemukan pada yoghurt dengan pure nenas, potongan pepaya, dan pure pepaya, yaitu berturut-turut sebesar 2,5xIOO, 5,2XI0 1 , dan 5,6xI0 1 . Pada minggu pertama seluruh perlakuan telah menunjukkan pertumbuhan kapang dan khamir, yaitu dengan nilai berkisar antara 3,lxl0 1 sampai 1,5xl0 2 . Selama penyimpanan jumlah total kapang dan khamir meningkat menca-pai 2,6xI0 2 sammenca-pai 3,5XI0 2 .

Peningkatan kadar asam ditandai dengan meningkatnya nilai total asam tertitrasi dan menurunnya nilai pH selama penyimpanan. Nilai total asam tertitrasi pada minggu ke-O berkisar antara 0,86 % sampai 0,95 %, dan mencapai 1,29 %

sampai 1,61 % pada minggu ke-3. Nilai pH pada minggu ke-O berkisar antara 4,42 sampai 4,57 dan pad a minggu ke-3 ni-lainya mencapai 3,96 sampai 4,02.

Selama penyimpanan jumlah bakteri koli cenderung me-nurun. Pada minggu ke-O yoghurt dengan buah pisang ambon tidak mengandung bakteri tersebut, sementara perlakuan lain mengandung dengan nilai berkisar antara 9,OXIO O sampai 4,OX10 2 . Pada akhir masa penyimpanan yoghurt dengan buah nenas, potongan pisang raja, dan pure pisang ambon tidak mengandung bakteri koli. Yoghurt dengan pure pisang raja dan potongan pisang ambon masih mengandung bakteri koli dengan jumlah yang melebihi standar yang ditetapkan pada Standar Industri Indonesia untuk yoghurt (SII no. 0717-90), yaitu berturut-turut 9,SX10 1 dan 4,OX10 1 . Sementara yoghurt dengan buah pepaya juga mengandung bakteri koli namun jum-lahnya masih berada di dalam batasan standar, yaitu 4,OX10 0

(bentuk potongan) dan 6,OXIO O (bentuk pure).

Uji Salmonella yang dilakukan menunjukkan bahwa hanya yoghurt dengan buah pepaya yang diduga mengandung organisme tersebut. Jumlahnya terus menurun sampai tidak terdapat pada akhir masa penyimpanan.

.

. ~ '.

:

.

(4)

Pada akhir masa penyimpanan, secara umum panelis masih dapat menerima aroma dan tekstur yoghurt yang dihasilkan, namun rasa dari yoghurt yang diberi pure nenas (skor 2,1/tidak suka - biasa) dan buah pepaya (skor 1,6 dan 1,5 (tidak suka sampai sangat tidak suka] untuk bentuk potongan dan pure) sudah tidak disukai. Nilai tertinggi untuk rasa dan tekstur berturut-turut diperoleh yoghurt dengan pure pisang ambon dan potongan nenas; keduanya memperoleh skor 3,7 (biasa - suka). Nilai tertinggi untuk aroma diperoleh yoghurt dengan potongan nenas, pure nenas, dan pure pisang ambon yang juga memperoleh skor 3,7.

(5)

Oleh

L u k y

Nrp. F 28.1024

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi.

Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bognr.

1996

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

INSTITUT PERTANIAN BOGaR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

PERUBAHAN MUTU YOGHURT DENGAN PENAMBAHAN BUAH-BUAHAN SELAMA PENYIMPANAN DINGIN

SKRIPSI

Sebagai salab satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Jurusan Tekuologi Pangan dan Gizi,

Fakultas Tekuologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Oleh: Luky

Nrp.: F 28.1024

Dilabirkan pada tanggal 15 Juni 1972 di Sukabumi

Tanggal lulus : 22 Agustus 1996

Menyetujui,

(7)

Puji syukur ke hadirat Tuhan yang Maha Kuasa, karena atas rahmat dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

Skripsi ini ditulis berdasarkan hasil penelitian di Laboratorium Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi serta Laboratorium Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Melalui lembaran ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang tak terkira kepada :

1. Bapak Prof. DR. Ir. Deddy Muchtadi, MS., selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, pengertian, dan dukungan sejak penelitian sampai

sele-sainya penyusunan skripsi ini.

2. Ibu Ir. Ni Luh Puspitasari, MSc., selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan masukan untuk penyusunan skripsi ini.

3. Ibu Ir. Dede Robiatul A., selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan masukan untuk penyusunan skripsi ini. 4. Iwan dan Joeli, yang telah banyak memberikan bantuan dan

perhatian selama penelitian sampai selesainya penulisan skripsi ini.

5. Mbak Aryanti, selaku staf Laboratorium Mikrobiologi Pangan PAU Pangan dan Gizi yang telah banyak memberikan bantuan dan dukungan selama penelitian.

(8)

6. Adon, Evi, Ira, Maria, dan Oi yang telah memberikan dukungan dan semangat selama penelitian sampai selesainya penulisan skripsi ini.

7. Semua pihak yang telah memberikan bantuan sejak peneli-tian sampai selesainya penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan yang terdapat dalam skripsi ini, karena itu kritik yang membangun dan saran sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada yang memerlukan.

Bogar, Agustus 1996 Penulis

(9)

KATA PENGANTAR DAFTAR lSI DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG B. TUJUAN PENELITIAN II. TINJAUAN PUS TAKA

A. SUSU B. YOGHURT C. BUAH-BUAHAN 1. Pisang 2. Nenas 3. Pepaya

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT

1. Bahan 2. Alat

B. METODE PENELITIAN

1. Penelitian Pendahuluan a. Waktu optimum blanching b. Rasia buah terhadap yoghurt

Halaman iii v viii ix 1 4 5 9 18 18 19 20 21 21 21 22 22 22 23

(10)

2. Penelitian Utama a. Pembuatan yoghurt b. Perlakuan

C. ANALISIS

1. Uji Organoleptik

2. Total Asam Tertitrasi 3. Nilai pH

4. Total Mikroba

5. Total Kapang dan Khamir 6. Analisa Bakteri Koli 7. Uji Pendugaan Salmonella

a. Tahap enrichment b. Tahap seleksi D. ANALISIS STATISTIK IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PENELITIAN PENDAHULUAN 1. Waktu Optimum Blanching

2. Rasio Penambahan Buah terhadap Yoghurt B. PENELITIAN UTAMA

1. Uji Organo1eptik a. Rasa

b. Aroma c. Tekstur

2. Total Asam Tertitrasi 3. Nilai pH 4. Tqtal Mikroba 24 24 25 25 25 26 27 27 28 28 29 29 29 30 31 31 33 34 36 37 41 45 48 50 52 Vl

(11)

5. Total Kapang dan Khamir 6. Bakteri Koli

7. Salmonella V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN B. SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMP I RAN 54 57 60 63 65 66 69

(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Teks

1. Perkembangan populasi sapi perah dan produksi susu segar per tahun dari tahun 1990 sampai

Halaman

tahun 1 9 9 4 . . . 1

2. Populasi sapi perah di tiap-tiap daerah di seluruh Indonesia... 2

3. Produksi susu segar di tiap-tiap daerah di seluruh Indonesia... 2

4. Komposisi kimia rata-rata susu sapi... 6

5. Hasil uji peroksidase. . . . . . . . . 32

6. Waktu optimum blanching... . . . ... 33

7. Rasio penambahan buah terhadap yoghurt... 34

8. Hasil uji kesukaan terhadap rasa yoghurt se-lama penyimpanan. . . . . . . . . . . . . . . . . 38

9. Hasil uji kesukaan terhadap aroma yoghurt se-lama penyimpanan. . . . . . . . . . . . . . . . . 42

10. Hasil uji kesukaan terhadap tekstur yoghurt selama penyimpanan. . . . . . . . . . . . . . 45

11. Nilai total asam tertitrasi yoghurt selama penyimpanan. . . . . . . . . . . . . . . . . 49

12. Nilai pH yoghurt selama penyimpanan... 51

13. Total mikroba yoghurt se1ama penyimpanan... 53

14. Total kapang dan khamir yoghurt selama penyim-panan. . . . . . . . . . . . 55

15. Total bakteri koli yoghurt selama penyimpanan... 58

16. Hasil uji salmonella yoghurt selama penyim-panan. . . . . . . . . . . . . . . . . . 62

(13)

Nomor Teks

l . Formulir uji organoleptik . . .

2. Hasil uji kesukaan terhadap rasa yoghurt

pada penyimpanan 0 minggu . . .

3. Hasil uji kesukaan terhadap rasa yoghurt

pada penyimpanan 1 minggu . . .

4. Hasil uji kesukaan terhadap rasa yoghurt

pada penyimpanan 2 minggu . . .

5. Hasil uji kesukaan terhadap rasa yoghurt

pada penyimpanan 3 minggu . . .

6. Hasil uji kesukaan terhadap aroma yoghurt

pada penyimpanan 0 minggu . . .

7. Hasil uji kesukaan terhadap aroma yoghurt

pada penyimpanan 1 minggu . . . 8. Hasil uji kesukaan terhadap aroma yoghurt

pada penyimpanan 2 minggu . . .

9. Hasil uji kesukaan terhadap aroma yoghurt

pada penyimpanan 3 minggu . . .

10. Hasil uji kesukaan terhadap tekstur yoghurt pada penyimpanan 0 minggu . . .

11. Hasil uji kesukaan terhadap tekstur yoghurt pada penyimpanan 1 minggu . . . 12. Hasil uji kesukaan terhadap tekstur yoghurt

pada penyimpanan :0 minggu . . . 13. Hasil uji kesukaan terhadap tekstur yoghurt

pada penyimpanan 3 minggu . . . 14. Analisa uji nilai tengah pengaruh perlakuan

terhadap penerimaan rasa yoghurt pada

penyim-Halaman 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 panan 0 minggu... . . . . . . . . . 83 15. Analisa uji nilai tengah pengaruh perlakuan

terhadap penerimaan rasa yoghurt pada

penyim-panan 1 minggu. . . . . . . . . . . 83

,~ , .

(14)

16. Analisa uji nilai tengah pengaruh perlakuan terhadap penerimaan rasa yoghurt pada

penyim-panan 2 minggu. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 83 17. Analisa uji nilai tengah pengaruh perlakuan

terhadap penerimaan rasa yoghurt pada

penyim-panan 3 minggu... . . . . . . . . . . . . . 84 18. Analisa uJ~ nilai tengah pengaruh perlakuan

terhadap penerimaan aroma yoghurt pada

penyim-panan 0 minggu. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 84 19. Analisa uJ~ nilai tengah pengaruh perlakuan

terhadap penerimaan aroma yoghurt pada

penyim-panan 1 minggu... . . . . . . . . . . .. . . . 84 20. Analisa uJ~ nilai tengah pengaruh perlakuan

terhadap penerimaan aroma yoghurt pada

penyim-panan 2 minggu... . . . . . . . . . . . . 85 21. Analisa uJ~ nilai tengah pengaruh perlakuan

terhadap penerimaan aroma yoghurt pada

penyim-panan 3 minggu... 85 22. Analisa uji nilai tengah pengaruh perlakuan

terhadap penerimaan tekstur yoghurt pada

pe-nyimpanan 0 minggu. . . . . . . . . . . . . . . . . 85 23. Analisa uji nilai tengah pengaruh perlakuan

te~hadap pen~rimaan tekstur yoghurt pada

pe-ny~mpanan 1 m~nggu... . . . . . . . 86 24. Analisa uji nilai tengah pengaruh perlakuan

te~hadap pen~rimaan tekstur yoghurt pada

pe-ny~mpanan 2 m~nggu... . . . . . . . . . . . . 86 25. Analisa uji nilai tengah pengaruh perlakuan

terhadap penerimaan tekstur yoghurt pada

pe-nyimpanan 3 minggu... . . . . . . . . . 86 26. Analisa sidik ragam pengaruh perlakuan

terha-dap nilai total asam tertitrasi yoghurt dengan

buah nenas. . . . . . . . . . . . . . . . 87 27. Uji DMRT pengaruh penyimpanan terhadap nilai

total asam tertitrasi yoghurt dengan buah nenas 87 28. Analisa sidik ragam pengaruh perlakuan

terha-dap nilai total asam tertitrasi yoghurt dengan

buah pepaya. . . . . . . . . . . . . . . . . . 87

(15)

29. Uji DMRT pengaruh penyimpanan terhadap nilai total asam tertitrasi yoghurt dengan buah

pepaya. . . . . . . . . . . . 87 30. Analisa sidik ragam pengaruh perlakuan

terha-dap nilai total asam tertitrasi yoghurt dengan

buah pisang r a j a . . . 88 31. Uji DMRT pengaruh penyimpanan terhadap nilai

total asam tertitrasi yoghurt dengan buah

pisang raja... . . . . . ... . .. . . .... . . 88 32. Analisa sidik ragam pengaruh perlakuan

terha-dap nilai total asam tertitrasi yoghurt dengan

buah pisang ambon. . . . . . . . . . . . . . . . . . 88 33. Uji DMRT pengaruh penyimpanan terhadap nilai

total asam tertitrasi yoghurt dengan buah

pisang ambon... . . . . . . . . . 88 34. Analisa sidik ragam pengaruh perlakuan

terha-dap nilai pH yoghurt dengan buah nenas... 89 35. Uji DMRT pengaruh penyimpanan terhadap nilai

pH yoghurt dengan buah nenas.. . . 89 36. Analisa sidik ragam pengaruh perlakuan

terha-dap nilai pH yoghurt dengan buah pepaya. . . 89 37. Uji DMRT pengaruh penyimpanan terhadap nilai

pH yoghurt dengan buah pepaya... 89 38. Analisa sidik ragam pengaruh perlakuan

terha-dap nilai pH yoghurt dengan buah pisang raja. . . 90 39. Uji DMRT pengaruh penyimpanan terhadap nilai

pH yoghurt dengan buah pisang raja... . . . 90 40. Analisa sidik ragam pengaruh perlakuan

terha-dap nilai pH yoghurt dengan buah pisang ambon. . 90 41. Uji DMRT pengaruh penyimpanan terhadapnilai

pH yoghurt dengan buah pisang ambon... 90 42. Analisa sidik ragam pengaruh perlakuan

terha-dap total mikroba yoghurt dengan buah nenas.... 91 43. Uji DMRT pengaruh penyimpanan terhadap total

mikroba yoghurt dengan buah nenas... 91 44. Analisa sidik ragam pengaruh perlakuan

(16)

45. Uji DMRT pengaruh penyimpanan terhadap total

mikroba yoghurt dengan buah pepaya... 91 46. Analisa sidik ragam pengaruh perlakuan

terha-dap total mikroba yoghurt dengan buah p. raja.. 92 47. Uji DMRT pengaruh penyimpanan terhadap total

mikroba yoghurt dengan buah pisang raja. . . . 92 48. Analisa sidik ragam pengaruh perlakuan

terha-dap total mikroba yoghurt dengan buah p. ambon. 92 49. Uji DMRT pengaruh penyimpanan terhadap total

mikroba yoghurt dengan buah pisang ambon. . . . . 92 50. Analisa sidik ragam pengaruh perlakuan

terha-dap total kapang dan khamir yoghurt dengan

bu-ah nenas. . . . . . . . . . . . . . . . . . 93 51. Uji DMRT pengaruh penyimpanan terhadap total

kapang dan khamir yoghurt dengan buah nenas.... 93 52. Analisa sidik ragam pengaruh perlakuan

terha-dap total kapang dan khamir yoghurt dengan

bu-ah pepaya. . . . . . . . . . . . . . . . . 93 53. Uji DMRT pengaruh penyimpanan terhadap total

kapang dan khamir yoghurt dengan buah pepaya. . . 93 54. Analisa sidik ragam pengaruh perlakuan

terha-dap ~otal ka~ang dan khamir yoghurt dengan

bu-ah pl.sang raJ a. . . . . . . . . . . . . 94 55. Uji DMRT pengaruh penyimpanan terhadap total

kapang dan khamir yoghurt dengan buah p. raja.. 94 56. Analisa sidik ragam pengaruh perlakuan

terha-dap total kapang dan khamir yoghurt dengan

bu-ah pisang ambon. . . . . . . . . . . . . . . 94 57. Uji DMRT pengaruh penyimpanan terhadap total

kapang dan khamir yoghurt dengan buah p. ambon. 94 58. Analisa sidik ragam pengaruh perlakuan

terha-dap total bakteri koli yoghurt dengan buah

ne-nas. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 95 59. Uji DMRT pengaruh penyimpanan terhadap total

bakteri koli yoghurt dengan buah nenas... 95 60. Analisa sidik ragam pengaruh perlakuan

terha-dap total bakteri koli yoghurt dengan buah

pe-p a y a . . . 95

(17)

bakteri koli yoghurt dengan buah pepaya. . . 95 62. Analisa sidik ragam pengaruh perlakuan

terha-dap total bakteri koli yoghurt dengan buah

pi-sang raj a. . . 96 63. Analisa sidik ragam pengaruh perlakuan

terha-dap total bakteri koli yoghurt dengan buah

(18)

I . PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Tiap tahun jumlah produksi susu di Indonesia menga-lami peningkatan yang cukup besar (Tabel 1). Peningkatan ini dicapai karena adanya perhatian Pemerintah melalui pengembangan usaha sapi perah dan bantuan kredit sapi perah impor, GKSI, dan perusahaan swasta (Industri Pengo-lahan Susu/IPS) (Hartini, 1989).

Tabel 1. Perkembangan populasi sapi perah dan produk-si susu segar per tahun dari tahun 1990 sampai tahun 1994.

Tahun populasi sapi perah Produksi per tahun

(ekor) (000 ton) 1990 293.878 345,60 1991 306.290 360,20 1992 312.226 367,18 1993 329.520 387,52 19940 330.481 388,65 OAngka sementara

Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan (1995)

Untuk meningkatkan populasi sapi perah, Pemerintah telah mengusahakan impor sapi perah dari Australia, Selandia Baru, dan Amerika Serikat. Penambahan jumlah sapi perah ini disertai dengan peningkatan mutu genetik, perbaikan tat a laksana pemeliharaan dan perbaikan mutu pakan agar produksi susu per ekor per hari meningkat

(19)

Daerah propinsi dengan populasi sapi perah dan produksi susu terbesar di Indonesia dari tahun ke tahun adalah Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Semen-tara itu di luar Jawa populasi sapi perah masih rendah dan demikian pula produksinya (Tabel 2 dan Tabel 3).

Tabel 2. Populasi sapi perah di tiap-tiap daerah di seluruh Indonesia Tahun Jabaro (ekor) 1990 110.391 1991 112.968 1992 113.755 1993 119.145 1994°) 117.764 °termasuk DKI OOtermasuk DIY O)Angka sementara Propinsi

JatengOO Jatim Luar Jawa (ekor) (ekor) (ekor) 79.040 93.769 10.678 81. 720 100.524 11.078 84.571 102.235 11.665 93.917 105.657 10.801 93.957 108.338 10.422

Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan (1995)

Tabel 3. Produksi susu segar di tiap-tiap daerah di seluruh Indonesia Tahun Jabaro 1990 129,82 1991 132,85 1992 133,77 1993 140,11 1994 0) 138,49 °termasuk DKI OOtermasuk DIY O)Angka sementara (000 ton) Propinsi

JatengOO Jatim Luar Jawa 92,95 110,27 12,56 96,10 118,22 13,03 99,46 120,23 13,72 110,45 124,25 12,71 110,50 127,41 12,25

(20)

Seiring dengan meningkatnya produksi susu, perlu pula dikernbangkan cara-cara penanganan dan penggunaan susu tersebut. Produk-produk susu yang mengandung kompo-nen citarasa seperti coklat, vanilla, dan buah-buahan menjadi semakin populer. Dengan penarnbahan flavor ini aroma susu yang khas dapat dikurangi intensitasnya se-hingga konsumen yang tidak menyukai aroma khas susu dapat turut mengkonsumsi produk susu berflavor.

Di samping itu, kan gula alami pada

susu mengandung laktosa yang merupa-susu. Kandungan laktosa pada susu sering menirnbulkan masalah karena banyak orang yang tidak tahan laktosa (lactose intolerance) sehingga dapat men derita gangguan pencernaan jika mengkonsumsi susu segar. Untuk mengatasi hal ini, diperlukan suatu cara untuk menghilangkan atau mengurangi komponen laktosa tersebut, misa1nya dengan penggunaan enzim laktase yang akan meme-cah laktosa. Mekanisme pemecahan laktase tersebut terja-di secara alami pada yoghurt, seperti pada produk-produk susu terferrnentasi lainnya. Laktosa sebagai karbohidrat utama pada susu menjadi substrat untuk kultur starter yoghurt yang akan memecahnya menjadi berbagai komponen, dengan asam laktat sebagai hasil utama. Terpecahnya laktosa ini mernbuat yoghurt tidak akan menyebabkan gang-guan pencernaan seperti susu segar. Di samping itu, terpecahnya laktosa ini akan menimbulkan flavor dan keasaman khas yoghurt (Ajam et al., 1993).

(21)

Dengan demikian maka diharapkan pembuatan yoghurt dengan penambahan buah-buahan dapat mengatasi kedua masalah di atas, yaitu mereduksi bau susu yang tidak disukai konsumen serta mengurangi kadar laktosa dalam susu sehingga tidak menimbulkan gangguan pencernaan pada penderita lactose intolerance.

B. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari penelitian ini adalah mempelajari peru-bahan mutu yoghurt yang dibuat dari susu sapi dengan penambahan buah-buahan yaitu pisang, nenas dan pepaya, selama penyimpanan 3 minggu pada suhu kurang-lebih 4°C.

(22)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. SUSU

Susu merupakan sumber makanan pertama yang diperoleh mamalia setelah dilahirkan. Kemudian disadari potensl susu sebagai sumber makanan bagi orang dewasa, dan tidak hanya bagi anak-anak/bayi. Susu merupakan bahan pangan yang telah dikonsumsi sejak dulu (Eckles et al., 1951).

Dipandang dari segi gizi, susu merupakan bahan makanan yang hampir sempurna (Muchtadi dan Sugiyono,

1992). Susu didefinisikan sebagai sekresi dari kelenjar susu hewan yang menyusui anaknya (Eckles et al., 1951).

Sumber susu untuk kegiatan komersial yang paling umum di negara-negara seperti Australia, Inggris, dan Amerika Serikat adalah sapi, akan tetapi di negara-negara lain digunakan ternak-ternak lain seperti domba dan kambing di Italia dan Perancis, serta kerbau di Asia dan Mesir. Selama berabad-abad sapi selalu dipilih untuk produksi susu yang tinggi, sehingga sekarang sapi perah merupakan salah satu penghasil susu yang utama (Eckles et al., 1951).

Susu adalah suatu sekresi yang komposisinya sangat berbeda dari komposisi darah yang merupakan asal susu. Misalnya lemak susu, kasein, laktosa yang disintesis oleh alveoli dalam ambing, tidak terdapat di tempat lain manapun dalam tubuh sapi (Buckle et al., 1985; Muchtadi

(23)

dan Sugiyono, 1992). Sejumlah besar darah harus mengalir melalui alveoli dalam pembuatan susu yaitu sekitar 50 kg darah dibutuhkan untuk menghasilkan 30 liter susu (Buckle e t a l . , 1985).

Susu merupakan emulsi lemak di dalam air yang mengandung garam-garam mineral, gula, dan protein. Secara rata-rata susu mengandung sekitar 87 % air. Air ini berfungsi melarutkan komponen-komponen terlarut dari susu dan membentuk emulsi, suspensi koloidal (Eckles et al., 1951). Komposisi kimia rata-rata susu dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Komposisi kimia rata-rata susu sapi Komposisi Rata-rata (%) Air 87,25 Padatan 12,75 Lemak 3,80 Protein 3,50 Laktosa 4,80 Mineral 0,65

Sumber Eckles et al. (1951)

Buckle et al. (1985) menyebutkan bahwa komposisi susu dapat sangat beragam tergantung pada beberapa fak-tor, dengan komposisi rata-rata mendekati nilai yang dinyatakan oleh Eckles et al. (1951) seperti terlihat pada Tabel 4 di atas. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah jenis ternak, waktu pemerahan, urutan pemerahan,

(24)

pengaruh musim (terutama di negara sub tropis), umur sapi, adanya penyakit, dan pakan ternak.

Lemak susu merupakan komponen terlarut paling banyak dari susu. Lemak susu juga merupakan komponen yang penting dan menentukan nilai pangan dari susu, serta berpengaruh besar terhadap cita rasa khas susu dan pro-duk-produk olahan susu (Eckles et al., 1951).

7

Lemak susu berada di dalam susu dalam bentuk globu-lar lemak yang merupakan emulsi minyak dalam air yang terbentuk dengan adanya protein sebagai emulsifier (Eckles et al., 1951; Buckle et al., 1985; dan Aynie et al., 1992). Protein ini akan berdifusi melalui permukaan minyak atau air, mengalami proses adsorpsi, serta memben-tuk suatu lapisan film antar permukaan (Buckle et al., 1985; Aynie et al., 1992).

Lemak susu merupakan suatu campuran yang tersusun dari berbagai macam gliserida. Gliserida-gliserida tersebut tersusun dari gliserol dan asam-asam organik. Asam organik yang terkandung dalam lemak susu umum dike-nal sebagai asam lemak (Eckles et al., 1951). Sekurang-kurangnya terdapat 50 macam asam lemak yang berbeda dalam lemak susu di mana 60 - 75 % bersifat jenuh, 25 - 30 % tidak jenuh, dan sekitar 4 % merupakan asam lemak tidak jenuh jamak (Buckle et al., 1985).

(25)

Protein susu merupakan komponen kompleks dengan dua jenis protein utama serta sedikit dari jenis lain sebagai pembentuknya. Kedua protein tersebut adalah kasein (80 % dari total protein) dan laktalbumin (18 %). Jenis ketiga adalah laktoglobulin (Eckles et al., 1951) Buckle et al. (1985) menyebutkan bahwa protein susu terbagi dalam dua kelompok utama yaitu kasein yang dapat diendapkan oleh asam dan enzim rennin serta protein whey yang dapat mengalami denaturasi oleh panas pada suhu sekitar 65°C.

Karbohidrat utama dalam susu adalah laktosa. Lakto-sa merupakan suatu diLakto-sakarida yang terdiri dari glukoLakto-sa dan galaktosa (Eckles et al., 1951; Buckle et al., 1985). Laktosa tidak semanis sukrosa dan mempunyai day a larut hanya 20 % pada suhu kamar (Buckle et al., 1985). Eckles et al. (1951) menyebutkan bahwa sukrosa enam kali lebih manis daripada laktosa, dengan kelarutan 1/3 pada suhu 100°C dan 1/4 pada ooC. Laktosa mudah sekali didekompo-sisi oleh bakteri asam laktat menjadi asam laktat yang merupakan ciri khas susu yang diasamkan (Eckles et al., 1951; Buckle et al., 1985). Salah satu fungsi paling penting dari asam yang terbentuk karena fermentasi gula adalah pengontrolan terhadap pertumbuhan mikroba yang tidak diinginkan (Eckles et al., 1951).

Mineral susu diperoleh dengan cara membakar residu sisa pengeringan susu. Abu susu ini mengandung

(26)

q

natrium, kalsium, magnesium, klor, fosfor, dan belerang dalam jumlah yang relatif besar. Selain itu terdapat pula mineral lain dalam jumlah rendah seperti besi, tembaga, seng, alumunium, mangan, kobalt, dan iod. Abu susu mempunyai arti penting sehubungan dengan nilai gizi susu. Selain itu kalsium-fosfat merupakan bagian dari partikel kasein yang mempengaruhi tingkah laku partikel tersebut terhadap penggumpalan oleh rennin, panas, atau asam (Eckles et al., 1951; Buckle et al., 1985). Eckles et al. (1951) menyebutkan bahwa komposisi abu berpengaruh nyata terhadap stabilitas susu terhadap panas.

B. YOGHURT

Yoghurt adalah produk hasil olahan susu yang menga-lami fermentasi. Pembuatannya telah berevolusi dari pengalaman beberapa abad yang lalu dengan membiarkan susu yang tercemar secara alami menjadi masam pada suhu panas, mungkin sekitar 40 - 50°C (Buckle et al., 1985).

Kata yoghurt berasal dari kata Turki "jugurt" Yoghurt ada1ah makanan atau minuman tradisiona1 di daerah Balkan dan Timur Tengah, tetapi sekarang sudah beredar ke Eropa dan tempat-tempat lain di seluruh dunia. Di Indonesia, yoghurt telah lama dikenal tetapi belum populer. Beberapa tahun belakangan ini yoghurt semakin populer, tetapi hanya terbatasdi daerah kota-kota besar.

(27)

Menurut Winarno (1981) yang dikutip oleh Christanti (1991) yoghurt adalah susu asam, yaitu bahan pangan yang berasal dari susu sapi dengan bent uk seperti bubur atau es krim, yang dibuat dengan cara menambahkan kultur bakteri Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus ther-mophill us. Yoghurt dikonsumsi karena kesegarannya, aromanya yang khas dan teksturnya (Helferich dan Westhoff, 1980).

Pada dasarnya pembuatan yoghurt meliputi pemanasan (pasteurisasi) susu, pendinginan, inokulasi, dan inkubasi (Bramayadi, 1986).

Pemanasan susu dalam pembuatan yoghurt sangat ber-variasi, baik dalam penggunaan suhu maupun lama pema-nasan. Variasi suhu dan lama pemanasan ini pada dasarnya mempunyai tujuan yang sarna, yaitu untuk menurunkan popu-lasi mikroba dalam susu dan memberikan kondisi yang baik bagi pertumbuhan biakan yoghurt. Selain itu juga

bertu-juan untuk mengurangi kandungan air susu sehingga dipero-leh yoghurt dengan tekstur yang kompak (Bramayadi, 1986).

Menurut Robinson dan Tamime (1981) yang dikutip oleh Christanti (1991), perlakuan pemanasan susu sebelum difermentasi memiliki beberapa kegunaan, diantaranya adalah untuk mendenaturasi protein whey (albumin dan globulin) agar yoghurt yang dihasilkan lebih kental, mengurangi jumlah mikroba awal yang terdapat dalam susu, mengurangi jumlah oksigen dalam susu agar kultur yoghurt

(28)

yang secara normal bersifat mikro aerofilik dapat turnbuh baik, serta untuk merusak protein susu dalam batas-batas tertentu sehingga dapat dimanfaatkan dengan mudah oleh kultur yoghurt untuk perturnbuhannya.

11

Foster et al. (1957) yang diku tip oleh Bramayadi (1986) merekomendasikan pemanasan susu pada suhu 80 -90°C selama 10 menit. Selain itu pemanasan susu dapat dilakukan pada suhu 85°C selama 30 menit (Tamime dan Deeth, 1979 yang dikutip oleh Bramayadi, 1986), atau pada suhu 80 85°C selama 15 - 30 menit (Helferich dan Westhoff, 1980). Buckle et al. (1985) merekomendasikan pemanasan susu pada suhu 90°C selama 15 - 30 menit.

Setelah pemanasan selesai susu didinginkan sampai suhu sekitar 43°C, untuk kemudian diinokulasi dengan kultur campuran L. bulgaricus dan S. thermophillus dan dibiarkan pada suhu ini selama kira-kira 3 jam sampai dicapai keasaman yang dikehendaki (0,85 - 0,90 %) dan pH 4,0 sampai 4,5 (Buckle et a!., 1985). Di samping itu, pada SII Yoghurt (no. 0717-90) dinyatakan bahwa standar kadar asam untuk yoghurt adalah 0,5 2,0 % dihitung sebagai asam laktat.

Tujuan pendinginan susu sebelum inokulasi adalah menurunkan suhu susu setelah pemanasan sampai kondisi optimum bagi pertumbuhan starter yoghurt. Inokulasi dilakukan dengan bakteri pernbentuk asam laktat seperti Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophillus

(29)

sebanyak 2 % dari jumlah susu (Buckle et al., 1985; Hadiwiyoto, 1983 yang dikutip oleh Bramayadi, 1986). Helferich dan Westhoff (1980) menyarankan konsentrasi kultur sebesar 3 % dari jumlah susu yang akan dibuat yoghurt. Selama inkubasi, dihasilkan senyawa-senyawa yang mudah menguap yang memberikan citarasa khas pada yoghurt sebagai hasil proses fermentasi yang terjadi.

Kroger (1976) menyebutkan bahwa pada saat biakan diinokulasikan ke dalam susu, S. thermophillus mula-mula tumbuh dengan cepat, kemudian pada saat pH turun karena terbentuknya asam laktat, L. bulgaricus tumbuh dengan baik. Menurut Moon dan Reinbold (1975) yang dikutip oleh Bramayadi (1986) serta Mitchell dan Sandine (1984) yang dikutip oleh Christanti (1991), kultur campuran S. thermophillus dan L. bulgaricus menghasilkan lebih banyak asam daripada dalam kultur murni. Karena kedua bakteri ini hidup bersimbiosis maka sangat penting untuk mempertahankan rasio 1 : 1 di antara keduanya agar asam-asam terbentuk dengan cepat (Kroger, 1976; FAO, 1978 yang dikutip oleh Bramayadi, 1986). Campbell dan Marshall (1975) yang dikutip oleh Bramayadi (1986) menye-butkan bahwa perbandingan S. thermophillus dan L. bul-garicus dapat berkisar antara 1 : 1 sampai 1 : 3, dan rasio ini perlu diawasi agar dihasilkan bentuk dan citarasa yang baik.

(30)

Selama pertumbuhan organisme, terjadi kenaikan derajat asam (asiditas). Kadar asam tertitrasi meningkat sehingga pH menjadi lebih rendah. Meningkatnya keasaman terjadi karena terbentuknya asam laktat sebagai hasil fermentasi laktosa (Helferich dan Westhoff, 1980). Kondisi ini dapat membantu koagulasi susu (Ajam et al., '1993) karena kasein yang merupakan protein terbanyak pada

susu akan menggumpal pada pH rendah (Helferich dan Westhoff, 1980). Kroger (1976) menyatakan bahwa koagula~ si susu terbentuk pada keasaman 6 % (dihitung sebagai asam laktat) atau pada pH sekitar 5,3.

Ajam et al. (1993) menyebutkan adanya peningkatan aktivitas enzim laktase (maksimal pada 5 jam inkubasi) selama inkubasi. Namun, inkubasi lebih lanjut akan menurunkan aktivitas enzim tersebut. Produksi laktase ini memiliki arti penting karena banyak sekali orang yang tidak tahan terhadap laktosa (lactose intolerance). Dengan demikian yoghurt tidak akan menyebabkan gangguan pencernaan seperti susu segar (Ajam et al., 1993; Christanti, 1991). Di samping itu, terpecahnya laktosa

ini akan menimbu1kan flavor dan keasaman khas yoghurt (Ajam et al., 1993).

Flavor dan mutu yoghurt banyak berhubungan dengan fermentasi yang dilaksanakan dengan memasukkan jenis jenis mikroorganisme tertentu. Flavor khas yoghurt disebabkan oleh asam asetat dan bahan~bahan yang mudah

(31)

menguap lainnya yang dihasilkan oleh fermentasi bakteri. L. bulgaricus adalah penyebab utama terbentuknya asetal-dehida (Buckle et al., 1985).

Selama fermentasi terdapat dua peranan starter, yaitu sebagai pembentuk asam yang menyebabkan rasa dan aroma yang khas serta sebagai pembentuk komponen-komponen citarasa seperti karbonil, asetaldehida, aseton, asetoin dan diasetil (Helferich dan Westhoff, 1980). Menurut Jay (1978) seperti dikutip Christanti (1991), bakteri yang berperan sebagai pembentuk asam adalah S. thermophillus sedangkan L. bulgaricus lebih berperan sebagai pembentuk aroma. L. bulgaricus lebih bersifat proteolitik di-banding S. thermophillus. S. thermophillus apabila diinokulasikan pada susu akan menghasilkan flavor yang tidak tajam, sedangkan L. bulgaricus bila ditumbuhkan pada susu akan menghasilkan flavor khas yang tajam

(Davts, 1975 yang dikutip oleh Christanti, 1991).

Ada beberapa cara yang biasa dilakukan untuk mening-katkan ni1ai penerimaan (akseptabi1itas) yoghurt. Tekstur yang berair dari yoghurt timbul karena kandungan padatan susu yang rendah yang menjadi bah an dasar (Ajam et al., 1993). Kondisi ini dapat diperbaiki dengan menambahkan tepung susu sebelum inkubasi. Penambahan sebanyak 5 % tepung susu akan meningkatkan tekstur dan me rang sang pertumbuhan bakteri (Kroger, 1976; Buckle et al., 1985; Ajam et al., 1993). Selain itu, penambahan tepung susu

(32)

tersebut dapat meningkatkan nilai gizi yoghurt (Kroger, 1976; Buckle et al., 1985).

Homogenisasi unsur-unsur sebelum pasteurisasi juga ternyata dapat meningkatkan stabilitas fisik dengan menghasilkan dadih susu yang seragam dan kuat (Buckle et al., 1985).

Selain tepung susu, dapat juga ditambahkan bahan penstabil seperti gelatin, alginat dan agar-agar (Kroger, 1976; Buckle et al., 1985; Davis, 1975 yang dikutip oleh Ajam et al., 1993; Ajam et al., 1993). Penambahan bahan penstabil sebanyak 0,3 sampai 0,6 % agar sebelum inkubasl akan menghasilkan viskositas yang baik, halus, seperti es krim (Ajam et al., 1993).

15

Bau susu yang dominan pada yoghurt seringkali tidak disukai oleh konsumen, terutama para orang dewasa (Ajam et al., 1993). Hal ini dapat diatasi dengan penambahan vanilla atau buah-buahan, sebelum atau sesudah inkubasi (Buckle et al., 1985; Ajam et aI., 1993). Penambahan potongan buah-buahan sebelum inkubasi akan menyebabkan potongan buah-buahan tersebut tenggelam ke dasar; hal ini dapat mengganggu tekstur yoghurt (Ajam et al., 1993). Untuk menanggulangi hal ini, susu diinkubasi terlebih dulu selama 3 jam, baru kemudian dicampur dengan potongan buah-buahan. Setelah itu, diinkubasi lebih lanjut selama 1 jam. Cara ini akan menghasilkan yoghurt dengan tekstur bagus dan buah-buahan yang tersebar merata. Selain itu,

(33)

penambahan 10 % buah-buahan (nenas, pepaya, pisang, mangga, dll.) serta 5 % sukrosa akan meningkatkan kema-nisan yoghurt (Ajam et al., 1993).

Di samping semua keuntungan dari penambahan buah-buahan dan bahan penstabil, perlu pula diingat bahwa yoghurt mengandung organisme hidup yang sensitif terhadap perubahan lingkungan. Zat aditif akan mempengaruhi kinerja organisme tersebut, dan pengaruhnya ini dapat diketahui dari kadar asam tertitrasi, pH, dan aktivitas laktase. Penambahan pepaya dan pisang atau 2 % gelatin tidak menimbulkan efek negatif. Ada sedikit penurunan pertumbuhan ketika zat penstabil atau buah-buahan asam seperti nenas dan mangga ditambahkan. Buah-buahan asam ini tidak mempengaruhi tekstur, tetapi hanya memper1ambat waktu inkubasi (Ajam et al., 1993).

Pemilihan jenis buah yang akan ditambahkan juga penting. Buah yang akan ditambahkan ini tidak boleh mengganggu mikroorganismenya, namun juga harus mampu

menutupi bau dan rasa susu sampai tingkat tertentu.

Kedua sifat

ini

tampak pada nenas dan mangga. Selain itu, buah-buahan seperti pisang cenderung teroksidasi jika terkena udara terbuka sehingga menurunkan nilai mutu yoghurt yang dihasilkan (Ajam et al., 1993).

Iklim tropis menyulitkan penyimpanan yoghurt. Pada suhu 10o

e,

kerusakan mulai timbul setelah 3 sampai 4 hari masa penyimpanan, yai~ yoghurt menjadi asam dan berair

(34)

17

dengan disertai perubahan pada tekstur yang semula lem-but. Pada penyimpanan beku, aroma yoghurt dapat bertahan sampai 2 minggu, namun tekstur menjadi berair setelah thawing (Ajam et al., 1993).

Karena yoghurt merupakan minuman berasam tinggi, maka kerusakan yoghurt disebabkan oleh mikroflora yang tahan asam, umumnya kapang dan khamir. Kontaminasi kapang dan khamir pada yoghurt dapat berasal dari pera-latan dan wadah, udara, buah, dan sirup yang ditambahkan

(Vedamuthu, 1982).

Kerusakan yang umum terjadi pada yoghurt disebabkan oleh kapang yang tumbuh pada permukaan. Menurur Helferich dan Westhoff (1980), kerusakan yang disebabkan oleh kontaminasi kapang dan khamir lebih sering terjadi pada yoghurt yang diberi tambahan buah-buahan daripada yoghurt tanpa penambahan buah-buahan. Yoghurt pada pH

3,9 - 4,2 dan dalam penyimpanan dingin bila terkontamina-si akan cepat mengalami kerusakan karena perkembangbiakan kapang dan khamir.

Kerusakan lain pada yoghurt adalah wheying off atau terpisahnya emulsi (whey sineresis). Whey adalah cairan berwarna kuning kehijauan yang terpisah dari yoghurt. Oleh karena itu biasanya dilakukan penambahan zat penge-mulsi ke dalam yoghurt untuk mencegah terjadinya pemi-sahan emulsi tersebut (Helferich dan Westhoff, 1980) Di samping itu sineresis dapat dicegah dengan cara

(35)

meningkatkan kandungan protein (sampai di atas 3,5 %),

menghomogenisasi lemak susu, dan memanaskan susu sampai sebagian protein terdenaturasi (Kroger,l976).

Kontaminasi seringkali terjadi karena yoghurt dibuat dengan menambahkan buah-buahan yang telah terkontaminasi.

Karena itu perlu diperhatikan kualitas buah-buahan yang digunakan agar kerusakan dapat dijaga seminimal mungkin. Pada Standar Industri Indonesia untuk yoghurt (SII no 0717-90) disebutkan bahwa yoghurt tidak boleh mengandung Salmonella, sedangkan batas maksimum kandungan bakteri koli adalah 10/g. Di samping itu Kroger (1976) menyebut-kan bahwa batas maksimum untuk campuran yoghurt dan buah adalah sebagai berikut Standard Plate Count 500/g, koliform 10/g, jamur 10/g, khamir 10/g, dan Salmonella tidak terdapat.

C. BUAH-BUAHAN

1. Pisang

Tanaman pisang merupakan tanaman herba tahunan yang berumpun, mempunyai batang semu berupa pelepah-pelepah daun. Buah pisang umumnya tidak berbiji, buah berkembang dari bunga jantan dan bunga betina yang mengalami penyerbukan tanpa pembuahan, yaitu peristiwa yang biasa disebut dengan istilah 'partenokarpi'

(36)

Berdasar penggunaannya semua jenis pisang terbagi atas dua golongan (Ju Lan, 1989) yaitu pisang buah dan pisang olah. pisang buah (banana) oleh Munadj im (1983) seperti dikutip Ju Lan (1989) disebut juga pisang jenis masak segar karena biasa disantap dalam keadaan segar.

2. Nenas

19

Tanaman nenas (Ananas comosus) termasuk famili Bromeliaceae yang merupakan tanaman hias dari kelompok hortikultura (Krisnadi, 1990). Menurut Bautista et al. (1983) dan Dull (1971) seperti dikutip oleh Kris-nadi (1990), buah nenas merupakan kumpulan bakal buah yang masing-masing menempel pada batang. Buah nenas terdiri dari tiga bagian yaitu kulit buah, daging buah, dan hati buah. Bagian yang dapat dimakan seki-tar 60 %. Buah nenas mengandung 0,4 % protein, 12 -15 % gula (2/3 bagian sukrosa, sisanya glukosa dan fruktosa), 0,6 % asam (87 % asam sitrat, sisanya asam malat), 80 - 85 % air, D,S % abu (terutama K), 0,1 %

lemak, serta beberapa persen serat dan vitamin. Warna buah nenas disebabkan oleh pigmen karoten dan xantotll

(37)

3. Pepaya

Tanaman pepaya (Carica papaya L.) adalah sejenis pohon buah-buahan yang berumur pendek dan sifat tum-buhnya cepat seka1i (Susetio, 1982). Tanaman pepaya bukan merupakan tanaman asli Indonesia, melainkan berasal dari Amerika Tengah dan Hindia Barat (Susetio, 1982) .

Buah pepaya berbentuk bulat panjang, besar, berdaging dan berkulit tipis sehingga mudah memar. Buah pepaya dapat berbentuk bulat telur agak lonjong hingga lonjong, panjangnya antara 7 sampai 30 em dan bObotnya berkisar dari beberapa ons hingga lebih dari 8 kg. Dagingnya teba1, berku1it tipis yang tidak mudah dilepaskan dari dagingnya, dengan warna daging buah kuning, oranye, hingga merah, sedangkan rasanya dari yang agak manis hingga yang manis (Susetio, 1982)

(38)

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT

1. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah susu sapi murni yang diperoleh dari Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogar, kultur murni Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophil-lus yang diperoleh dari laboratorium Mikrobiologi Pangan, Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian, Insti tut Pertanian Bogar, susu skim bubuk, gula pasir (sukrosa), dan buah-buahan pepaya bangkok, nenas bogar, pisang ambon dan pisang raja bulu yang diperoleh dari pasar lokal, serta bahan-bahan kimia dan agar untuk analisa. Buah-buahan yang digunakan dipilih yang sudah berada dalam keadaan matang/ranum.

2. A1at

Alat-alat yang digunakan adalah otoklaf, pemanas listrik, penangas air, blender, pisau, inkubator, homogenizer susu, refrigerator, termometer, timbangan, alat-alat untuk analisa keasaman dan pH, serta pera-latan gelas.

(39)

B. METODE PENELITIAN

1. Pene1itian Pendahu1uan

Pada penelitian pendahuluan dicari waktu optimum blanching untuk masing-masing buah serta rasio penam-bahan buah terhadap yoghurt.

a. Waktu Optimum B~anching

Blanching dengan cara dikukus (suhu 100·C) menggunakan alat blancher dilakukan terhadap

po-tongan buah atau pulp buah selama 1 sampai 4 menit. Uji kecukupan blanching ditentukan dengan uji peroksidase (Muchtadi dan Sugiyono, 1992).

Masing-masing sampel yang telah diblanching ditimbang sebanyak 100 gram dan dimasukkan ke waring blender serta ditambah air sebanyak 300 ml. Sampel dihancurkan selama 1 menit, kemudian disa-ring menggunakan kapas. Filtrat yang diperoleh diambil 2 ml dan dicampur dengan 20 ml akuades dalam tabung reaksi. Blangko disiapkan dengan menambahkan 2 ml filtrat sampel ke dalam 22 ml akuades dan dikocok.

Ke dalam tabung contoh ditambahkan larutan guaiakol 0,5 % sebanyak 1 ml tanpa dikocok. Kemu-dian ditambahkan lagi larutan H202 0,08 % sebanyak 1 ml, juga tanpa pengocokan. Tabung contoh

(40)

kemudian dikocok dan dibandingkan warnanya dengan blangko. Jika warna yang terbentuk berbeda dengan blangko, maka uji dikatakan positif yang berarti blanching yang dilakukan kurang sempurna. Seba-liknya, jika tidak terjadi perubahan warna pada tabung contoh (tidak berbeda warna dengan blangko) dalam waktu 3,5 menit maka uji dikatakan negatif yang berarti proses blanching sempurna dilakukan. Jika pembentukan warna terjadi setelah 3,5 menit, uji tetap dikatakan negatif.

b. Rasia Buah terhadap Yoghurt

Buah ditambahkan ke dalam yoghurt dengan rasio 10 'Ir (bib), 20 'Ir (bib), dan 30 % (bib). Buah pisang dan nenas ditambahkan dalam bentuk kubus dengan panjang sisi 0,5 cm - 1 cm, sedangkan buah pepaya ditambahkan dalam bentuk bola dengan dia-meter 0,5 cm - 1 cm. Selain itu digunakan pula bentuk pure untuk semua jenis buah. Rasia yang digunakan ditentukan berdasarkan penampakan yang paling baik.

(41)

2. Penelitian utama

a. Pembuatan Yoghurt

Pembuatan yoghurt dilakukan secara metoda Helferich dan Westhoff (1980), di mana susu segar dihomogenisasi pada tekanan 1800 sampai 2000 psi, kemudian dipanaskan pada suhu 80°C sampai 85°C selama 15 sampai 30 menit. Setelah itu susu di-dinginkan sampai suhu 37°C dan dipertahankan pada suhu tersebut dengan bantuan penangas air. Kemu-dian dilakukan pencampuran kultur murni L. bulgari-cus dan S. thermophillus dengan rasio 1 1 se-banyak 3 % (v/v) untuk kemudian diinokulasikan ke dalam susu. Inkubasi dilakukan pada suhu 37°C selama 1 malam.

Susu bubuk skim ditambahkan sebanyak 5 % (b/v) ke dalam susu sebelum proses homogenisasi. Selain itu dilakukan penambahan 4 % (bib) sukrosa ke dalam yoghurt setelah inkubasi. Penambahan susu bubuk skim dan sukrosa berguna untuk memperbaiki rasa dan tekstur yoghurt (Ajam et al., 1993). Buah yang telah diblanching ditambahkan ke dalam yoghurt setelah inkubasi.

(42)

25

b. Per1akuan

Dalam penelitian ini diamati pengaruh dua faktor perlakuan, yaitu:

A. Bentuk buah

l . potongan (kubus/bola)

2. pure

B. Waktu penyimpanan yoghurt pada suhu ± 4°C

l . 0 minggu

2. 1 minggu

3. 2 minggu

4. 3 minggu

Masing-masing perlakuan diterapkan pada empat jenis buah, yaitu nenas bog~r, pepaya bangkok, pisang raja buIu, dan pisang ambon.

dilakukan dengan dua kali ulangan.

C. ANALISIS

~. Uji Organo1eptik (Soekarto. ~985)

Percobaan

Uji organoleptik yang dilakukan adalah uji kesu-kaan (uji hedonik), dengan menggunakan 21 orang panelis agak terlatih yaitu dari mahasiswa. Panelis diminta tanggapan pribadinya mengenai tingkat kesu-kaannya terhadap sampel yang disajikan. Penilaian yang diberikan harus spontan, serta panelis tidak

(43)

diperbolehkan mengulang penilaian ataupun membanding-kan sampel satu dengan yang lain. Tingkat kesukaan dinyatakan dalam skala hedonik, yaitu sangat suka (5), suka (4), biasa (3), tidak suka (2), dan sangat tidak suka (1).

Uji dilakukan setiap minggu selama masa penyim-panan. Analisa statistik terhadap data dilakukan untuk setiap kali pengujian, yaitu menggunakan uji pembandingan dua nilai tengah.

2. Total Asam Tertitrasi (Apriyantono et al., 1989)

Sebanyak 10 gram sampel dipindahkan ke dalam labu takar 100 ml dan diencerkan sampai tanda tera dengan akuades. Sebanyak 5 ml sampel yang telah diencerkan tersebut dipindahkan ke dalam erlenmeyer dan ditambah-kan 2 tetes indikator phenolphtalein l~ o • Titrasi

dilakukan dengan menggunakan larutan NaOH 0,1 N sampai timbul warna merah muda. Total asam tertitrasi dinya-takan sebagai persen asam laktat.

ml NaOH x N x FP x 0,1 x 90 Total asam tertitrasi

=

(persen asam laktat) gram sampel

Standarisasi larutan NaOH dilakukan dengan meng-gunakan larutan asam oksalat ((COOH)2.2H 20).

(44)

27

3. Nilai pH (Apriyantono et al., 1989)

Suhu sampel diukur dan pengatur suhu pada pH diset pada suhu tersebut. Selanjutnya pH meter dinya-lakan dan dibiarkan stabil selama 15 - 30 menit. Elektroda dibilas dengan akuades dan dikeringkan dengan kertas tissue, kemudian dicelupkan pada sampei. Eiektroda dibiarkan beberapa saat sampai diperoleh nilai pembacaan yang stabii. Sebelum pengukuran sampei, pH meter distandarisasi teriebih duiu dengan menggunakan iarutan buffer pH 4 dan pH 7.

4. Total Mikroba (Fardiaz, 1987)

Analisa total mikroba dilakukan dengan mengguna-kan agar PCA (Plate Count Agar), yang dibuat dengan melarutkan 17,5 gram PCA dalam 1 liter akuades, kemu-dian disterilkan dalam otoklaf pada tekanan 1,5 psi pada suhu 121°C seiama 15 menit.

Sampel sebanyak 10 ml dipipet dengan pipet steril dan dimasukkan dalam botol pengencer yang berisi 90 ml akuades. Dari botol pengencer dipipet 1 ml dan dien-cerkan kembali daiam tabung pengencer 9 mi. Demikian seterusnya sampai diperoleh pengenceran yang sesuai. Larutan pengencer yang digunakan adaiah buffer fosfat. Sampei dari pengenceran yang sesuai dipipet sebanyak 1 mi, dimasukkan dalam cawan petri steril (duplo) dan

(45)

ditambahkan ± 10 ml agar steril. Setelah agar membe-ku, cawan diinkubasi pada suhu 37°C selama 2 - 3 hari dengan posisi terbalik dan dihitung jumlah koloni yang tumbuh per ml sampel.

5. Total Kapang dan Khamir (Fardiaz, 1987)

Analisa total kapang dan khamir dilakukan menggu~ nakan agar PDA (Potato De~trose Agar), yang dibuat dengan melarutkan 39 gram PDA dalam 1 liter akuades, kemudian disterilisasi dalam otoklaf dan diatur pH-nya

sampai pH 3,5 - 4,0 dengan menggunakan larutan 10 % asam tartarat.

Sebanyak 10 ml sampel dipipet dengan pipet steril dan dilakukan pengenceran yang sesuai. Sebanyak 1 ml sampel dari pengenceran yang sesuai dipipet, dimasuk-kan dalam cawan petri steril (duplo) dan ditambahdimasuk-kan ± 10 ml agar steril. Inkubasi dilakukan pada suhu 28°C selama 2 - 3 hari dengan posisi terbalik dan dihitung jumlah koloni yang tumbuh per ml sampel.

6. Analisa Bakteri Koli (Fardiaz, 1987)

Analisa bakteri kolifirm dilakukan dengan menggu-nakan agar VRBA (Violet Red Bile Agar) yang dibuat dengan melarutkan 38,5 gram agar VRBA dalam 1 liter akuades, kemudian dididihkan sampai melarut sempurna tanpa disterilisasi lagi.

(46)

Sebanyak 10 ml sampel dipipet dengan pipet steril dan dilakukan pengenceran yang sesuai. Sebanyak 1 ml sampel dari pengenceran yang sesuai dipipet, dimasuk-kan dalam cawan petri steril (duplo) dan ditarnbahdimasuk-kan

± 10 ml agar steril. Inkubasi dilakukan pada suhu 37°C selama 1 hari dengan posisi terbalik dan dihitung jumlah koloni yang turnbuh per ml sampel.

7. Uji Pendugaan Salmonella (Jenie dan Fardiaz, 1989) a. Tahap Enrichment

Sebanyak 10 ml sampel ditambah dengan 90 ml medium

enrichment

(SCB/Selenite Cystine Broth), dan diinkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam.

b. Tahap Seleksi

Dari tabung

enrichment

sampel diarnbil menggu-nakan jarum ose dan digoreskan secara kuadran pada medium SSA (Salmonella-Shigella Agar) . Inkubasi

dilakukan pada suhu 37°C selama 18 - 24 jam. Uji positif perturnbuhan Salmonella ditunjukkan dengan terbentuknya koloni kuning/bening dengan bintik hitam ditengah.

(47)

D. Ana1isis Statistik (Gaspersz, 1989)

Analisis statistik terhadap masing-masing jenis buah dilakukan dengan model percobaan faktorial 2 x 4 dengan menggunakan rancangan dasar acak lengkap. Model linier-nya adalah

Yijk ; ~ + Ai + Bj + (AB)ij + Eijk i ;:::: 1, 2, . . . I a

di mana A· l (AB) .. lJ j ; 1, 2, ... , b k = l , 2, .. ,/ r

; nilai pengamatan pada satuan percobaan ke-k yang memperoleh kombinasi perlakuan ij (taraf ke-i dari faktor A dan taraf ke-j dari faktor

B)

; nilai tengah populasi

; pengaruh aditif dari taraf ke-i faktor bentuk buah

; pengaruh aditif dari tafaf ke-j faktor waktu penyimpanan

; pengaruh interaksi taraf ke-i faktor A dan taraf ke-j faktor B

pengaruh galat dari satuan percobaan ke-k yang memperoleh kombinasi perlakuan ij

Untuk perlakuan yang berpengaruh nyata (sangat nyata) pada sidik ragam, selanjutnya dilakukan uji pembe-daan Duncan.

(48)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PENELITIAN PENDAHULUAN

Pada penelitian pendahuluan ini dicari waktu optimum blanching untuk masing-masing buah serta rasio penam-bahannya terhadap yoghurt.

~. Waktu Optimum B~ancbing

Pada pene1itian pendahuluan dilakukan pengamatan waktu optimum blanching untuk masing-masing jenis buah yang digunakan, yaitu nenas bogor, pepaya bangkok, pisang ambon, dan pisang raja bulu, masing-masing dalam bentuk pure/pulp dan kubus, serta bentuk bola untuk pepaya.

Panas yang diberikan kepada bahan ketika blanch-ing harus cukup untuk menginaktifkan enzim penyebab pencoklatan. Namun panas ini tidak boleh berlebihan karena dapat merusak bahan itu sendiri. Karena itu waktu blanching yang optimum perlu diketahui agar kondisi di atas dapat tercapai.

Uji kecukupan blanching dilakukan dengan uji peroksidase (Muchtadi dan Sugiyono, 1992). Enzim peroksidase merupakan enzim yang tahan panas. Kare-nanya jika enzim ini diketahui sudah tidak aktif lagi, maka dapat dipastikan enzim-enzim lain pun sudah tidak

(49)

Jika enzim peroksidase masih aktif, enzim tersebut akan memecah H2 0 2 menjadi H20 Oksigen yang terlepas ini kemudian akan mengoksidasi guaiakol sehingga warnanya berubah menja-di kuning-kemerahan. Sebaliknya, jika enzim peroksi-dase sudah tidak aktif lagi maka reaksi di atas tidak akan terjadi sehingga warna sampel tidak berbeda dengan blangko. Hasil uji peroksidase dapat dilihat pada Tabel 5 berikut ini.

Tabel 5. Hasil Uji Peroksidase Jenis buah

/

Waktu blanching (menit) bentuk buah 1 2 3 4 5 6 7 Nenas potongan + + + -pure + + +

-Pepaya potongan -pure

-Pisang raja potongan + + +

-pure + +

-Pisang ambon potongan + + + + + +

-pure + + +

-Kecukupan blanching ditandai dengan reaksi nega-tif pada uji peroksidase. Perbedaan waktu blanching yang diperlukan untuk masing-masing buah terjadi karena perbedaan kadar enzim peroksidase dalam

(50)

masing-masing jenis buah. Untuk pisang raja dan pisang ambon, perbedaan waktu blanching antara ke-2 bent uk buah terjadi karena pada bentuk pure penetrasi panas ke dalam sel lebih mudah daripada bentuk potongan. Waktu optimum blanching yang dipilih pada penelitian disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Waktu Optimum Blanching Jenis buah

I

bentuk Waktu blanching

(menit) Nenas potongan 4 pure 4 Pepaya potongan 1 pure 1 Pisang raja potongan 4 pure 3 Pisang ambon potongan 7 pure 4

2. Rasie Penambahan Buah terhadap Yoghurt

33

Buah ditambahkan ke dalam yoghurt dengan rasio 10 .. (bib), 20 .. (bib), dan 30 .. (bib). Rasio yang digunakan ditentukan seeara visual yaitu berdasarkan penampakan yang paling baik. Buah nenas bogor, pisang ambon, dan pisang raja bulu ditambahkan dalam bentuk kubus dengan panjang sisi ~ em - 1 em, sedangkan buah pepaya bangkok ditambahkan dalam bentuk bola dengan diameter ~ em - 1 em. Selain itu digunakan pula

(51)

bentuk pure/pulp untuk semua jenis buah. Hasil yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 7 berikut.

Tabel 7. Rasio Penambahan Buah terha-dap Yoghurt

Jenis buah / bentuk Rasio (% bib) Nenas potongan 20 pure 30 Pepaya potongan 20 pure 30 Pisang raja potongan 30 pure 30 pisang ambon potongan 20 pure 20 B. PENELITIAN UTAMA

Pada pembuatan yoghurt susu skim bubuk ditambahkan ke dalam susu murni sebanyak 5 % (b/v) untuk kemudian dihomogenisasi. Homogenisasi susu ini diperlukan untuk menyeragamkan butiran-butiran lemak susu sehingga sta-bi1itas fisik yoghurt yang dihasi1kan akan meningkat. Kroger (1976) menyatakan bahwa lemak susu turut menjaga stabilitas tekstur yoghurt jika susu dihomogenisasi terlebih dulu. Buckle et al. (1985) menyebutkan bahwa homogenisasi unsur-unsur sebelum pasteurisasi dapat meningkatkan stabilitas fisik yoghurt dengan menghasilkan dadih susu yang seragam dan kuat. Dengan meningkatnya

(52)

35

stabilitas fisik tersebut, maka peristiwa terpisahnya emulsi (whey sineresis) dapat dicegah.

Pemanasan (pasteurisasi) susu dilakukan pada suhu 80 sampai 85°C selama 30 menit. Pemanasan susu ini bertu-juan untuk mendenaturasi protein whey (albumin dan globu-lin) agar yoghurt yang dihasilkan lebih kental, mengu-rangi jumlah mikroba awal yang terdapat dalam susu, mengurangi jumlah oksigen dalam susu agar kultur yoghurt yang secara normal bersifat mikroaerofilik dapat tumbuh baik, serta untuk merusak protein susu dalam batas-batas tertentu sehingga dapat dengan mudah dimanfaatkan oleh kultur yoghurt untuk pertumbuhannya. Berkurangnya jumlah oksigen dalam susu terjadi karena kelarutan oksigen akan menurun seiring dengan naiknya suhu sehingga akan

terle-pas ke udara. Di samping itu, pemanasan akan menguapkan sebagian kandungan air dari susu sehingga secara tidak langsung meningkatkan kandungan padatan yang akan mengha-silkan yoghurt dengan tekstur yang lebih baik. Untuk tujuan ini pula susu skim bubuk ditambahkan sebelum proses homogenisasi. Selain itu, penambahan susu skim bubuk akan meningkatkan nilai nutrisi susu (Kroger, 1976) dan akan merangsang pertumbuhan bakteri (Buckle et al., 1985; Ajam et al., 1993).

Setelah proses pasteurisasi susu didinginkan sampai suhu 37°C, dan kemudian diinokulasikan dengan kultur murni Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus

(53)

thermophilluS dengan perbandingan 1 : 1. Inkubasi dila-kukan pada suhu 37°C selama satu malam.

Gula pasir (sukrosa) ditambahkan sebanyak 4 % (bib) setelah inkubasi. Penambahan sukrosa ini bertujuan untuk meningkatkan rasa yoghurt. Buah-buahan dalam bentuk potongan maupun pure juga ditambahkan setelah inkubasi. Penambahan buah-buahan dapat meningkatkan nilai peneri-maan yoghurt (Buckle et al., 1985; Ajam et al., 1993).

Setelah penambahan buah-buahan tersebut yoghurt segera disimpan pada suhu 4°C. Pendinginan ini segera dilakukan agar pertumbuhan kultur terhenti. Jika tidak segera didinginkan, Laktobasili akan terus tumbuh sehing-ga pH menurun sampai kurang dari 4. Pada kondisi ini Streptokoki tidak dapat bertahan hidup sehingga rasio kultur starter menjadi tidak seimbang dan akibatnya produk menjadi sangat masam.

1. Uji Organo1eptik

Menurut Winarno (1991), penentuan mutu bahan makanan pada umumnya sangat bergantung kepada beberapa faktor diantaranya cita rasa, warna, tekstur, dan ni1ai gizinya; di samping itu ada faktor lain, misalnya sifat mikrobiologis.

Menurut Soekarto (1985), uji organoleptik terha-dap suatu makanan adalah penilaian dengan menggunakan alat indera, yaitu indera penglihat, pencicip, pembau,

(54)

dan indera pendengar. Dengan uji organoleptik ini dapat diketahui tingkat penerimaan terhadap suatu makanan.

Uji kesukaan dilakukan untuk melihat tingkat penerimaan terhadap yoghurt. Yoghurt disajikan kepada 21 orang panelis agak terlatih yaitu dari mahasiswa. Penilaian dilakukan dengan skor kesukaan yaitu sangat suka (5), suka (4), biasa/netral (3), tidak suka (2), dan sangat tidak suka (1) Uji kesukaan (hedonik) organoleptik terhadap rasa, aroma, dan tekstur dilaku-kan secara metode Soekarto (1985).

a. Skor Rasa

37

Tabel 8 menunjukkan bahwa skor rata rata kesukaan panelis terhadap rasa yoghurt menurun selama penyimpanan, yaitu berkisar antara 4,O

sampai 2,2 pada minggu ke - 0 hingga 3,7 sampai l . '. pada minggu ke-3. Penurunan nilai penerimaan ini mungkin berhubungan dengan akumulasi asam laktat selama penyimpanan. Rasa masam yang timbul dari akumulasi asam laktat tersebut tampaknya tidak disukai oleh panelis sehingga memberikan penilaian yang lebih rendah.

Penurunan skor penerimaan terhadap rasa pada yoghurt dengan buah nenas dan pepaya relatif

(55)

Tabel 8. Hasil Uji Kesukaan terhadap Rasa Yoghurt selama Penyimpanan

Skor rasa selama penyimpanan

Sampel (minggu) 0 1 2 3 Nenas 3,6 cd h 2,sl potongan 3,S~ 3,3. pure 2,S 2,6 e 2,3l. 2,lm Pepaya b 2,4 ef 2, o~j 1,6n potongan 2,Sb pure 2,2 1,9 f 1,6J 1,Sn P. raja 3,Scd h 3 1 kl potongan 3,6 a 3,l h pure 3,Sa 3,2 d 3,2 3:0 1 P. ambon k potongan 4,Oa 4,OC

d 3,9 gh 3,6k

pure 3,Sa 3,Sc 3,6 g 3,7

Keterangan :

1. Analisa statistik terhadap data dilakukan per minggu (tidak membandingkan antar minggu)

2. Angka yang disertai dengan huruf yang sarna tidak berbeda nyata

maupun pisang ambon. Hal ini karena sifat buah pisang raja dan pisang ambon yang relatif lebih manis daripada nenas maupun pepaya sehingga dapat mengurangi rasa masam dari yoghurt.

Uji kesukaan terhadap rasa yoghurt pada minggu ke-O menunjukkan bahwa yoghurt tersebut disukai sampai tidak disukai, yaitu skor rata-rata 4,0 sampai 2,2. Skor rata-rata di atas 3 (kategori biasa sampai suka) diperoleh sampel yoghurt dengan potongan buah nenas serta sampel dengan buah pisang raja dan pisang ambon (kedua macam bentuk). Sampel yoghurt dengan pure nenas dan buah pepaya memiliki skor di bawah 3 (tidak disukai) .

(56)

Uji beda nilai tengah yang dilakukan menunjuk-kan adanya perbedaan penerimaan antara yoghurt dengan buah pisang raja, pisang ambon, dan potongan buah nenas dengan yoghurt dengan buah pepaya dan pure nenas. Hasil uji organoleptik terhadap rasa yoghurt pada minggu ke-O selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2 dan Lampiran 14.

39

Uji kesukaan terhadap rasa pada minggu pertama menunjukkan bahwa sampel yoghurt dengan potongan buah pisang ambon memiliki nilai penerimaan ter-tinggi (4,0) sedangkan sampel yoghurt dengan pure pepaya memperoleh nilai terendah, yaitu 1,9 (Lampiran 3). Uji beda nilai tengah pada taraf 5 % yang dilakukan menunjukkan yoghurt dengan buah pisang ambon, potongan nenas dan potongan pisang raja tidak berbeda nyata; demikian pula yoghurt dengan buah pisang raja, pure pisang ambon, dan potongan nenas. Perbedaan yang nyata tampak pada yoghurt dengan potongan pisang ambon dan pure pisang raja (Lampiran 15) .

Pada minggu ke-2 yoghurt dengan potongan buah pisang ambon tetap memiliki nilai penerimaan rasa yang paling tinggi (skor rata-rata 3,9), sedangkan yoghurt dengan pure pepaya memiliki nilai terendah (skor 1,6). Uji beda nilai tengah yang dilakukan menunjukkan bahwa yoghurt dengan buah pisang raja,

(57)

potongan nenas, dan pure pisang ambon tidak berbeda nyata. Yoghurt dengan pisang raja dan potongan nenas berbeda nyata dengan yoghurt dengan potongan pisang ambon, sementara yoghurt dengan pisang ambon sendiri tidak berbeda nyata antara bentuk potongan dengan bentuk pure. Hasil uji selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4 dan Lampiran 16.

Uji beda nilai tengah skor penerimaan terhadap rasa yoghurt pada minggu ke-3 menunjukkan bahwa yoghurt dengan buah pisang ambon tidak berbeda nyata pada taraf 5% dengan yoghurt dengan potongan buah pisang raja. Yoghurt dengan pure pisang raja dan potongan nenas pun tidak berbeda nyata dengan yoghurt dengan potongan pisang raja. Namun yoghurt dengan pure pisang raja dan potongan nenas berbeda nyata dengan yoghurt dengan pisang ambon (Lampiran 17). Yoghurt dengan pure pisang ambon ini memiliki tingkat penerimaan yang paling tinggi dibanding per1akuan yang lain, yaitu 3,7 (Lampiran 5)

Rasa merupakan faktor yang paling penting dalam keputusan terakhir konsumen untuk menerima atau menolak suatu makanan. Walaupun warna, aroma, dan tekstur baik namun bila rasanya tidak enak maka konsumen akan menolak makanan tersebut.

Rasa dari yoghurt sangat dipengaruhi oleh fermentasi yang dilakukan. Cita rasa spesifik

Gambar

Tabel  1.  Perkembangan  populasi  sapi  perah  dan  produk- produk-si  susu  segar  per  tahun  dari  tahun  1990  sampai  tahun  1994
Tabel  2.  Populasi  sapi  perah  di  tiap-tiap  daerah  di  seluruh  Indonesia  Tahun  Jabaro  (ekor)  1990  110.391  1991  112.968  1992  113.755  1993  119.145  1994°)  117.764  °termasuk  DKI  OOtermasuk  DIY  O)Angka  sementara  Propinsi
Tabel  4.  Komposisi  kimia  rata-rata  susu  sapi  Komposisi  Rata-rata  (%)  Air  87,25  Padatan  12,75  Lemak  3,80  Protein  3,50  Laktosa  4,80  Mineral  0,65
Tabel  5.  Hasil  Uji  Peroksidase  Jenis  buah  /  Waktu  blanching  (menit)  bentuk  buah  1  2  3  4  5  6  7  Nenas  potongan  +  +  +   -pure  +  +  +   -Pepaya  potongan   -pure   -Pisang  raja  potongan  +  +  +   -pure  +  +   -Pisang  ambon  poton
+7

Referensi

Dokumen terkait

Adanya keterlibatan bakteri dalam jaringan periapikal, tentunya mengundang respon keradangan untuk datang ke jaringan yang terinfeksi tersebut, namun

Nilai korelasi antara variabel pula didukung dari hasil nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,349 atau 34.90%, artinya besarnya proporsi yang dapat dijelaskan

Penelitian ini menemukan bahwa ada hubungan kebiasaan melakukan PSN dengan kejadian demam berdarah dengue, individu yang tidak melakukan PSN berisiko 5,85 kali terkena DBD

Giardia lamblia sendiri, dimana Giardia lamblia dapat hidup dan bertahan pada media air dalam waktu yang cukup lama, maka dari itulah sebagian besar penyakit ini disebabkan

Efek ergogenik dari kafein ini diduga berkaitan dengan peran kafein dalam mobilisasi asam lemak bebas yang merupakan bahan baku untuk sistem aerobik, yakni sebagai

Köprülü Mehmed Paşa’nın yerine sadrazam olarak oğlu Köprülüzâde Fazıl Ahmed Paşa (1661– 1676) ve daha sonra evlatlığı Merzifonlu Kara Mustafa Paşa

Motor servo adalah sebuah motor dengan sistem umpan balik tertutup di mana posisi dari motor akan diinformasikan kembali ke rangkaian kontrol yang ada di dalam

Mengikuti perkembangan perekonomian dan perbankan, berdasarkan Perda Nomor 22 Tahun 1998 dan Akta Pendirian Nomor 4 Tanggal 8 April 1999 berikut Akta Perbaikan Nomor 8 Tanggal