• Tidak ada hasil yang ditemukan

KATA PENGANTAR. Jakarta, Maret Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KATA PENGANTAR. Jakarta, Maret Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS"

Copied!
153
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

KATA PENGANTAR

Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia merupakan publikasi triwulanan yang diterbitkan oleh Kedeputian Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas, yang didasarkan pada publikasi dan data-data yang sudah dikeluarkan oleh Kementerian/Lembaga, dan instansi internasional, maupun hasil dari Focus Group Discussion (FGD) yang dilakukan bersama dengan beberapa Kementerian/Lembaga.

Publikasi triwulan IV tahun 2015 ini memberikan gambaran dan analisa mengenai perkembangan ekonomi dunia dan Indonesia hingga triwulan IV tahun 2015. Dari sisi perekonomian dunia, publikasi ini memuat perkembangan ekonomi Amerika Serikat dan negara-negara kawasan Eropa, serta kondisi ekonomi regional Asia. Dari sisi perekonomian nasional, publikasi ini membahas pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan IV tahun 2015 dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, perkembangan investasi dan kerja sama internasional, serta industri dalam negeri. Dalam publikasi ini juga tersaji Policy Brief terkait kebijakan pemerintah dan kondisi ekonomi terkini.

Sangat disadari bahwa publikasi ini masih jauh dari sempurna dan memerlukan banyak perbaikan dan penyempurnaan. Oleh sebab itu, masukan dan saran yang membangun dari pembaca tetap sangat diharapkan, agar tujuan dari penyusunan dan penerbitan publikasi ini dapat tercapai.

Jakarta, Maret 2016

(3)

Ringkasan Eksekutif

Pada tahun 2015, aktivitas perekonomian global masih tetap lemah. Pertumbuhan ekonomi negara-negara berkembang yang mencakup 70,0 persen pertumbuhan dunia menurun dalam lima tahun terakhir dan moderasi perbaikan ekonomi yang terus berlanjut di negara-negara maju. Perkembangan tersebut dipengaruhi oleh perlambatan dan rebalancing secara bertahap aktivitas perekonomian Tiongkok, rendahnya harga komoditas energi, dan pengetatan bertahap kebijakan moneter Amerika Serikat (AS).

Pada triwulan IV tahun 2015, perekonomian Amerika Serikat tumbuh moderat sebesar 0,7 persen (YoY), melambat dibandingkan triwulan IV tahun 2014 yang tumbuh sebesar 2,1 persen (YoY). Kondisi ini disebabkan oleh penurunan aktivitas bisnis sebagai akibat pengurangan stok yang berlimpah, penguatan mata uang USD, dan perlambatan permintaan global yang berdampak bagi ekspor.

Perekonomian Tiongkok hingga triwulan IV tahun 2015 masih dipengaruhi oleh kondisi ekonomi global yang kompleks dan tekanan pembangunan ekonomi dalam negeri. Pertumbuhan ekonomi Tiongkok pada triwulan IV tahun 2015 sebesar 6,8 persen (YoY), paling rendah sejak tahun 2009. Dengan demikian, pada tahun 2015 ekonomi Tiongkok hanya tumbuh sebesar 6,9 persen (YoY) atau paling rendah sejak 25 tahun terakhir. Perkembangan ini dipengaruhi oleh penurunan harga minyak mentah dan komoditas lainnya, serta masih mencari kombinasi kebijakan yang tepat untuk memperkuat perekonomian.

Pada triwulan IV tahun 2015, perekonomian Indonesia tumbuh sebesar 5,0 persen (YoY). Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi tahun 2015 adalah 4,8 persen (YoY), dibawah target pertumbuhan ekonomi dalam anggaran pendapatan dan belanja negara perubahan (APBN-P 2015) yang besarnya 5,7 persen. Salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV tahun 2015 adalah mulai efektifnya berbagai paket kebijakan ekonomi yang dikeluarkan oleh pemerintah dan diperkuat dengan membaiknya stabilitas nilai tukar Rupiah.

Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan IV tahun 2015 mengalami surplus sebesar USD5,1 miliar, lebih tinggi dibandingkan dengan NPI pada triwulan III tahun 2015 yang defisit sebesar USD4,6 miliar. Surplus tersebut didorong oleh meningkatnya surplus neraca transaksi modal dan finansial secara signifikan. Ekspor Indonesia pada triwulan IV tahun 2015 hanya sebesar USD35.119,6 juta, mengalami penurunan sebesar 18,8 persen jika dibandingkan dengan triwulan IV tahun 2014. Di sisi lain, impor Indonesia pada akhir triwulan IV tahun 2015 adalah sebesar USD34.750,5 juta atau menurun sebesar 19,9

(4)

persen (YoY). Seiring dengan surplus NPI, cadangan devisa Indonesia pada triwulan IV tahun 2015 mencapai USD105,9 miliar atau setara dengan 7,4 bulan impor.

Pada triwulan IV tahun 2015, tingkat inflasi Indonesia menurun dibandingkan dengan triwulan III tahun 2015 (YoY). Inflasi tahunan (YoY) Indonesia pada bulan Oktober-Desember 2015 masing-masing sebesar 6,25 persen, 4,89 persen, dan 3,35 persen. Sementara itu rata-rata IHSG pada triwulan IV tahun 2015 sebesar 4498,2. Dengan demikian, tingkat inflasi hingga akhir tahun 2015 adalah sebesar 3,35 persen (YoY) dengan IHK 122,9.

Realisasi investasi untuk Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) triwulan IV tahun 2015 sebesar Rp46,2 triliun, lebih besar dari realisasi triwulan IV tahun 2014 atau tumbuh sebesar 10,6 persen. Untuk Penanaman Modal Asing (PMA), realisasi triwulan IV tahun 2015 sebesar USD7.938,7 juta, dan mengalami pertumbuhan sebesar 17 persen dibandingkan triwulan IV tahun 2014.

Di sisi lain, sampai dengan akhir tahun 2015, realisasi pembiayaan utang seluruhnya mencapai Rp374,5 triliun. Sementara itu, total utang pemerintah pusat mencapai Rp3.098,6 triliun. Realisasi penarikan pinjaman luar negeri mencapai Rp81,9 triliun atau 168,5 persen dari target yang ditetapkan di dalam APBN-P 2015.

Penjualan mobil dan motor baik pada triwulan IV tahun 2015 maupun sepanjang tahun 2015 mengalami penurunan dibandingkan tahun 2014, yang disebabkan oleh melemahnya daya beli masyarakat akibat perlambatan ekonomi. Penjualan mobil pada triwulan IV tahun 2015 sebesar 248.610 unit, turun sebesar 9,7 persen (YoY) dibandingkan triwulan IV tahun 2014. Penjualan motor pada triwulan IV tahun 2015 sebesar 1,7 juta unit, menurun sebesar 8,57 persen (YoY) dibandingkan triwulan IV tahun 2014. Sepanjang tahun 2015, penjualan mobil dan motor masing-masing sebanyak 1,0 juta unit dan 6,5 juta unit, menurun masing-masing sebesar 16 persen (YoY) dan 18 persen (YoY) dibandingkan tahun 2014.

Penjualan semen pada triwulan IV tahun 2015 sebesar 7.756 juta ton, meningkat sebesar 7,1 persen dibandingkan triwulan IV tahun 2014. Sementara itu, sepanjang tahun 2015 penjualan semen mencapai 26.012 juta ton, menurun 1,3 persen dibandingkan tahun 2014.

Kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) pada triwulan IV tahun 2015 meningkat dibandingkan triwulan IV tahun 2014. Jumlah kunjungan wisman rata-rata per bulan mencapai 839.207 orang, sedangkan total kunjungan selama tahun 2015 mencapai 9.729.350 orang.

(5)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... V DAFTAR TABEL ... VIII DAFTAR GAMBAR ... X

POLICY BRIEF ... 2

Isu Sektor Industri ... 2

Isu Sektor Moneter ... 5

PERKEMBANGAN EKONOMI DUNIA ... 10

Perkembangan Ekonomi Amerika Serikat ... 10

Perkembangan Ekonomi Uni Eropa ... 14

Perekonomian Tiongkok ... 17

Perekonomian Jepang ... 20

Perekonomian Singapura ... 22

PERKIRAAN EKONOMI DUNIA 2015-2016 ... 23

PERKEMBANGAN HARGA MINYAK DUNIA ... 29

PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA ... 32

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia ... 32

Indeks Tendensi Konsumen ... 37

Indeks Keyakinan Konsumen ... 39

Neraca Pembayaran Indonesia ... 41

PERKEMBANGAN UTANG INDONESIA ... 49

Pembiayaan Utang Pemerintah ... 49

Pagu dan Realisasi Pembiayaan Utang ... 49

Posisi Utang Pemerintah ... 50

Surat Berharga Negara (SBN) ... 51

Pinjaman ... 54

ISU TERKINI PERDAGANGAN INTERNASIONAL ... 56

Paket Kebijakan Ekonomi IX – Percepatan Pembangunan Infrastruktur Tenaga Listrik, Stabilisasi Harga Daging, dan Peningkatan Sektor Logistik Desa-Kota... 56

Gejolak Harga Pangan Masih Mengancam Inflasi ... 57

(6)

Survei JBIC 2015: Indonesia Peringkat Kedua Sebagai Negara yang Menjanjikan

untuk Berinvestasi ... 59

Layanan Izin Investasi 3 Jam ... 59

Keuntungan RI Ketika Yuan Jadi Mata Uang Global ... 60

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN ... 61

Perkembangan Ekspor ... 61

Perkembangan Impor ... 65

Perkembangan Neraca Perdagangan ... 68

Perkembangan Harga Domestik ... 70

Perkembangan Harga Internasional ... 71

Kondisi Bisnis Indonesia Triwulan IV Tahun 2015 ... 72

PERKEMBANGAN INVESTASI ... 75

Perkembangan Investasi ... 75

Realisasi Investasi Triwulan IV Tahun 2015 ... 76

Realisasi Per Sektor ... 76

Realisasi Per Lokasi ... 77

Realisasi per Negara ... 79

PERKEMBANGAN KERJA SAMA EKONOMI INTERNASIONAL ... 80

Perkembangan Perjanjian Ekonomi Internasional Indonesia ... 80

Perkembangan Ekspor Impor Dalam Kerangka ASEAN-Tiongkok FTA ... 80

Ekspor ASEAN Ke RRT ... 81

Impor ASEAN dari RRT ... 82

Perkembangan Perjanjian Ekspor Berdasarkan Surat Keterangan Asal (SKA) ... 83

Perkembangan Ekspor dan Impor Dalam Kerangka ASEAN FTA ... 85

Ekspor Impor Indonesia-ASEAN ... 85

PERKEMBANGAN INDIKATOR MONETER ... 88

Perkembangan Moneter Global ... 88

Perkembangan Moneter Domestik ... 90

INFLASI ... 92

Inflasi Global ... 92

(7)

Nilai Tukar Mata Uang Dunia ... 95

Indeks Harga Saham ... 96

Indeks Harga Komoditas Internasional ... 98

Harga Bahan Pokok Nasional ...100

Respon Kebijakan Moneter ...101

SEKTOR PERBANKAN ... 102

PERKEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI ... 106

Pertumbuhan Industri Pengolahan ...106

Data Penjualan Komoditas Industri Utama...111

Tenaga Kerja Industri ...115

Kredit Investasi dan Kredit Modal Kerja Industri ...116

Rencana Pembangunan Industri 2015-2019 ...117

PERKEMBANGAN SEKTOR PARIWISATA ... 118

STATISTIK PERJALANAN WISATAWAN DUNIA...118

STATISTIK PERJALANAN WISATAWAN REGIONAL ... 121

STATISTIK PERJALANAN WISATAWAN INDONESIA...122

Jumlah Wisatawan Mancanegara ...122

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PARIWISATA INDONESIA ... 125

10 Destinasi Pariwisata Prioritas ...125

PERKEMBANGAN IPTEK INDONESIA ... 127

Status Kemajuan Pembangunan Kebun Raya Indonesia Hingga Tahun 2015 ...129

Indeks Kutipan Karya Ilmiah ...132

LAMPIRAN...134

Lampiran 1: Inflasi Domestik (lanjutan) ...135

Lampiran 1: Inflasi Domestik (lanjutan) ...136

Lampiran 2: Nilai Tukar Mata Uang ...137

Lampiran 3: Indeks Saham Global ...138

Lampiran 4: Indeks Harga Komoditas Internasional ...139

(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Amerika Serikat (YoY) ... 12

Tabel 2. Pertumbuhan Ekonomi Kawasan Eropa dan Uni Eropa ... 14

Tabel 3. Purchasing Manager IndexTM Tiongkok Tahun 2015 (YoY) ... 19

Tabel 4. Pertumbuhan Ekonomi Singapura Tahun 2015 ... 22

Tabel 5. Pertumbuhan Ekonomi Dunia Menurut IMF ... 23

Tabel 6. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Asia (YoY) ... 26

Tabel 7. Perkembangan Harga Minyak Dunia (USD/barel) ... 30

Tabel 8.Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2013 – Triwulan IV Tahun 2015 Menurut Lapangan Usaha (YoY) ... 33

Tabel 9. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2013 – Triwulan IV Tahun 2015 (Persen) Menurut Jenis Pengeluaran (YoY) ... 36

Tabel 10. Indeks Tendensi Konsumen Triwulan I Tahun 2014 – Triwulan IV Tahun 2015 Menurut Sektor dan Variabel Pembentuknya ... 38

Tabel 11. Indeks Keyakinan Konsumen Indonesia Mei 2015 – Januari 2016 ... 39

Tabel 12. Neraca Pembayaran Indonesia Triwulan I Tahun 2012 – Triwulan IV Tahun 2015 (Miliar USD) ... 45

Tabel 13. Perkembangan Pembiayaan Utang Pemerintah 2011-2015 (triliun rupiah) ... 49

Tabel 14. Pagu Dan Realisasi Pembiayaan Utang 2013-2015 (Triliun Rupiah) ... 49

Tabel 15. Posisi Utang Pemerintah 2011-2015 ... 50

Tabel 16. Persentase Pinjaman dan SBN Terhadap Total Utang Pemerintah 2011- 2015 ... 51

Tabel 17. Posisi Outstanding Surat Berharga Negara 2011 - 2015 (triliun Rupiah) ... 52

Tabel 18. Realisasi Penerbitan Surat Berharga Negara s.d. Tahun 2015 (Neto) (Juta Rupiah) ... 53

Tabel 19. Posisi Kepemilikan SBN DOMESTIK 2011 - 2015 (triliun Rupiah) ... 54

Tabel 20. Realisasi Pembiayaan Utang Melalui Pinjaman 2011 - 2015 (trilun Rupiah) ... 54

Tabel 21. Perkembangan Ekspor Triwulan IV Tahun 2015 ... 62

Tabel 22. Perkembangan 10 Golongan Barang dengan Nilai Ekspor Nonmigas Terbesar Triwulan IV Tahun 2015 63 Tabel 23. Perkembangan 10 Golongan Barang dengan Volume Ekspor Nonmigas Terbesar Triwulan IV 2015 ... 64

Tabel 24. Perkembangan Ekspor Nonmigas ke Negara Tujuan Utama Triwulan IV Tahun 2015 ... 64

Tabel 25. Perkembangan Impor Triwulan IV Tahun 2015 ... 66

Tabel 26. Perkembangan Impor Nonmigas Menurut Golongan Barang Terpilih Triwulan IV Tahun 2015 ... 67

Tabel 27. Negara Utama Asal Impor Nonmigas Triwulan IV Tahun 2015 ... 67

Tabel 28. Neraca Perdagangan Indonesia Triwulan IV Tahun 2015 ... 68

Tabel 29.Neraca Perdagangan Indonesia-Tiongkok ... 68

Tabel 30.Neraca Perdagangan Indonesia-Jepang ... 69

Tabel 31. Neraca Perdagangan Indonesia-Amerika ... 69

Tabel 32. Neraca Perdagangan Indonesia-India ... 69

Tabel 33. Neraca Perdagangan Indonesia-Thailand ... 70

(9)

Tabel 35. Perkembangan Harga untuk Komoditas Terpilih ... 71

Tabel 36. Indeks Tendensi Bisnis Menurut Sektor Triwulan IV Tahun 2015 ... 73

Tabel 37. Pertumbuhan dan Share PMTB Triwulan IV Tahun 2015 (persen) ... 75

Tabel 38. Realisasi PMA dan PMDN Tahun 2010- Triwulan IV Tahun 2015 ... 76

Tabel 39.Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMDN dan PMA Triwulan IV Tahun 2015 Berdasar Sektor 76 Tabel 40. Lima Besar Sektor Realisasi Investasi Triwulan IV Tahun 2015 ... 77

Tabel 41. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMDN Triwulan IV 2015 Berdasarkan Lokasi (Rp Triliun) .. 78

Tabel 42. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMA Triwulan IV 2015 Berdasarkan Lokasi (USD Juta) ... 78

Tabel 43. Lima Besar Lokasi Realisasi Investasi Triwulan IV Tahun 2015 ... 79

Tabel 44. Lima Besar Negara Asal Realisasi Investasi PMA Triwulan IV Tahun 2015 ... 79

Tabel 45. Status Perjanjian Ekonomi Internasional ... 80

Tabel 46. Ekspor ASEAN ke RRT ... 81

Tabel 47. Impor ASEAN dari RRT ... 82

Tabel 48. Presentase Penggunaan SKA terhadap Total Ekspor Indonesia ... 83

Tabel 49. Ekspor Indonesia-ASEAN Triwulan IV Tahun 2015 ... 85

Tabel 50. Impor Indonesia-ASEAN ... 86

Tabel 51. Posisi Cadangan Devisa Dunia (miliar USD) ... 88

Tabel 52. Penurunan Suku Bunga Bank Sentral Berbagai Negara Triwulan IV Tahun 2015 (persentase) ... 89

Tabel 53. Tingkat Inflasi Global Tahun 2015 (YoY) ... 92

Tabel 54. Tingkat Inflasi Domestik Tahun 2015 ... 93

Tabel 55. Tingkat Inflasi Domestik berdasarkan Komponen ... 94

Tabel 56. Inflasi berdasarkan Sumbangan (Share) Tahun 2015 ... 94

Tabel 57. Share Inflasi Kelompok Pengeluaran terhadap Pembentukan Inflasi Tahunan ... 94

Tabel 58. Tren Global Perjalanan Luar Negeri ... 119

Tabel 59. Negara Penyumbang Perjalanan Ke Luar Negeri ... 120

Tabel 60. Global Competitiveness Index 2012-2015 ... 127

Tabel 61. Jumlah Hasil Litbang Bidang Biologi Spesies dan Catatan Baru ... 130

Tabel 62. Status Kebun Raya Daerah dalam Rencana Tata Ruang ... 131

Tabel 63. Index Kutipan Karya Ilmiah di Beberapa Negara... 132

Tabel 64. Nilai Tukar Mata Uang per USD ... 137

Tabel 65. Indeks Saham Global ... 138

Tabel 66. Indeks Harga Komoditas Internasional ... 139

(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.Perkembangan Harga Beras Setiap Bulan Januari (Rp/Kg) ... 5

Gambar 2. Perbandingan Harga Rata-Rata Beras Beberapa Negara ... 6

Gambar 3. Permasalahan Beras di Indonesia ... 6

Gambar 4. Rekomendasi Kebijakan Pengendalian Harga Beras ... 8

Gambar 5. Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP) ... 8

Gambar 6. Perkembangan Harga Minyak Dunia (USD/barrel) ...30

Gambar 7. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2011- Triwulan IV Tahun 2015 (Persen) ....32

Gambar 8. Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen Triwulan I Tahun 2013 – Triwulan IV Tahun 2015 .39 Gambar 9. Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen Indonesia Januari 2015 – Januari 2016 ...41

Gambar 10. Neraca Pembayaran Indonesia Triwulan I Tahun 2014 – Triwulan IV Tahun 2015 (Miliar USD) ...42

Gambar 11. Neraca Perdagangan Non-migas dan Migas Indonesia Triwulan I Tahun 2014 – Triwulan III Tahun 2015 (Miliar USD) ... 43

Gambar 12. Neraca Transaksi Finansial Indonesia Triwulan I Tahun 2014 – Triwulan IV Tahun 2015 (Miliar USD) ...43

Gambar 13. Nilai dan Volume Ekspor Hingga Des 2015 ...61

Gambar 14. Nilai dan Volume Impor Hingga September 2015 ...65

Gambar 15. Indeks Tendensi Bisnis Indonesia Triwulan I Tahun 2010 - Triwulan IV Tahun 2015 ...72

Gambar 16. Persentase Penggunaan SKA Preferensi terhadap Total SKA Preferensi ...84

Gambar 17. Persentase Penggunaan SKA Nonpreferensi terhadap Total SKA Nonpreferensi ...84

Gambar 18. Pertumbuhan Uang Beredar 2015 (YoY) ...91

Gambar 19. Real Effective Exchange Rate ASEAN-5 (2010=100)...96

Gambar 20. Indeks Saham BRIC & Indonesia ...97

Gambar 21. Indeks Saham ASEAN-3 & Indonesia ...97

Gambar 22. Indeks Saham Negara Maju & Indonesia ...98

Gambar 23. Perkembangan Indeks Harga Komoditas Pangan Global ...99

Gambar 24. Perkembangan Indeks Harga Komoditas Mineral Global ...99

Gambar 25. Perkembangan Indeks Harga Komoditas Kebutuhan Pokok... 100

Gambar 26. Perkembangan Kinerja Bank Umum di Indonesia ... 102

Gambar 27. Perkembangan Dana Pihak Ketiga dan Kredit di Indonesia ... 103

Gambar 28. Perkembangan Kredit Berdasarkan Tujuan Pemakaiannya ... 104

Gambar 29. Pertumbuhan Industri Pengolahan Non-Migas (YoY, %) ... 106

Gambar 30. Pertumbuhan Subsektor Industri Pengolahan Non Migas Triwulan III Tahun 2015 (YoY, %) . 107 Gambar 31. Komposisi Pertumbuhan Sektor Industri Pengolahan Non-Migas ... 108

Gambar 32. Tingkat Upah Minimum Provinsi (UMP) Tahun 2014-2016 ... 109

(11)

Gambar 34. Penjualan Mobil Tahun 2015 ... 111

Gambar 35. Penjualan Motor Di Indonesia Tahun 2015 ... 113

Gambar 36. Penjualan Semen Di Indonesia Tahun 2015 (Juta Ton) ... 114

Gambar 37. Tenaga kerja Sektor Industri (Juta Jiwa) ... 115

Gambar 38. Kredit Modal Kerja Dan Investasi Triwulan IV Tahun 2015 ... 116

Gambar 39. Peta Persebaran Kawasan Industri 2015-2019 ... 118

Gambar 40. Outlook Pertumbuhan Perjalanan Ke Luar Negeri (persen) ... 120

Gambar 41. Jumlah Wisatawan Inbound Tahun 2015 ... 121

Gambar 42. Jumlah Wisatawan Mancanegara Inbound 2015 (juta kunjungan) ... 121

Gambar 43. Jumlah Wisatawan Mancanegara Triwulan IV Tahun 2015 ... 122

Gambar 44. Negara Penyumbang Wisman Tahun 2015 ... 123

Gambar 45. Jumlah Wisatawan Mancanegara Menurut Kebangsaan Hingga Triwulan IV Tahun 2015 ... 124

Gambar 46. Jumlah Wisatawan Mancanegara Menurut Lima Besar Pintu Masuk Utama Triwulan IV Tahun 2015 ... 125

Gambar 47. Persebaran Kebun Raya Indonesia ... 129

Gambar 48. Inflasi YoY 82 Kabupaten/ Kota Oktober-Desember 2015 ... 135

(12)
(13)

POLICY BRIEF

Isu Sektor Industri

Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri Tahun 2016

Yogi Harsudiono, SE, MPA

Penyediaan lapangan pekerjaan yang layak merupakan hal mutlak dari proses pembangunan nasional—terlebih lagi dengan jumlah populasi Indonesia yang mencapai lebih dari 250 juta jiwa. Sektor industri nasional memegang peranan penting dalam menyediakan lapangan pekerjaan formal yang layak bagi tenaga kerja Indonesia. Salah satu resiko yang dihadapi Indonesia pada tahun 2016 adalah melemahnya penyerapan tenaga kerja industri akibat perlambatan pertumbuhan ekonomi—baik perekonomian global ataupun domestik.

Pertumbuhan PDB industri pada tahun 2015 mencapai 5,04 persen, walaupun pertumbuhan tersebut masih lebih tinggi dari pertumbuhan PDB nasional sebesar 4,79 persen, akan tetapi trend pertumbuhan PDB industri sebenarnya menurun sejak tahun 2011, yang ketika itu mencapai 7,46 persen.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), per Agustus 2015, jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor industri mencapai 15,25 juta orang—sekitar 13,25 persen dari keseluruhan jumlah pekerja yang mencapai 114,82 juta orang. Dari jumlah tersebut, per tahun 2013, hanya 5 juta tenaga kerja sektor industri yang bekerja di industri skala besar dan menengah, untuk sisanya bekerja di industri skala mikro dan kecil.

Dari lima juta tenaga kerja sektor industri skala besar dan menengah, terdapat hanya empat subsektor industri yang secara kumulatif menyerap 2,6 juta tenaga kerja industri—atau mencapai 52 persen dari total tenaga kerja industri skala besar dan menengah. Ke-empat subsektor tersebut adalah subsektor tekstil, makanan minuman, tembakau dan kulit alas kaki. Perkembangan nilai output subsektor tersebut secara signifikan memberi dampak kepada jumlah tenaga kerja di sektor industri yang terserap.

Subsektor tekstil merupakan subsektor industri yang paling banyak mempekerjakan tenaga kerja industri, dengan pabrik-pabrik yang banyak didirikan di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Akan tetapi, percepatan pertumbuhan output subsektor tekstil mengalami hambatan yang cukup berarti—khususnya di tengah perlambatan perekonomian yang terjadi. Di tahun 2015, pertumbuhan nilai output subsektor tekstil terkontraksi sebesar 4,79 persen.

Subsektor tekstil merupakan salah satu subsektor industri yang berorientasi pada pasar global, beberapa produk utama subsektor tekstil, seperti “Pakaian Jadi” dan

(14)

“Pakaian Jadi Rajutan” merupakan produk yang termasuk dalam value chain industri pakaian global. Untuk kedua jenis produk tersebut, 50 persen dari nilai output yang dihasilkan merupakan komoditi ekspor. Akan tetapi, ketika perlambatan ekonomi dunia mulai terjadi di tahun 2013, persentase produk yang diekspor turun signifikan menjadi kurang dari 30 persen—dampak langsung dari penurunan daya beli mitra dagang Indonesia.

Statistik Industri Besar dan Menengah BPS tahun 2013 mencatat bahwa subsektor tekstil pada tahun 2013 mempekerjakan 1 juta orang, atau mencakup sekitar 21 persen dari tenaga kerja sektor industri skala besar dan menengah. Pertumbuhan output subsektor tekstil yang negatif pada tahun 2015 dan proyeksi pertumbuhan ekonomi nasional yang belum menguat di tahun 2016 membuat penyerapan tenaga kerja subsektor tekstil pada tahun 2016 diperkirakan akan berkurang. Subsektor makanan minuman mempekerjakan kurang lebih 950 ribu tenaga kerja (19 persen dari total penyerapan tenaga kerja di sektor industri skala besar dan menengah). Data yang dimiliki tidak mencakup penyerapan tenaga kerja subsektor industri makanan pada industri skala mikro dan kecil, akan tetapi berdasarkan hasil studi literatur dan estimasi sementara, jumlah tenaga kerja subsektor industri makanan di industri skala mikro dan kecil jumlahnya jauh melebihi yang bekerja di skala besar dan menengah. Subsektor industri makanan pada tahun 2015 mencatatkan pertumbuhan ekonomi yang positif sebesar 7,54 persen—lebih tinggi dari pertumbuhan sektor industri dan nasional. Bahkan, berdasarkan dekomposisi pertumbuhan sektor industri tahun 2015, dari keseluruhan 5,04 persen pertumbuhan sektor industri, 45 persen merupakan kontribusi dari subsektor industri makanan. Hasil estimasi sementara menunjukkan bahwa, setiap penambahan satu persen pertumbuhan PDB nasional menghasilkan penambahan tenaga kerja sektor makanan minuman skala besar dan menengah sebanyak 8.100 tenaga kerja.

Subsektor tembakau mempekerjakan kurang lebih 360 ribu tenaga kerja (sekitar tujuh persen dari tenaga kerja industri skala besar dan menengah). Subsektor tembakau sendiri mencatatkan pertumbuhan sebesar 6,43 persen di tahun 2015. Industri pengolahan tembakau sendiri merupakan industri dengan konsumen mayoritas adalah pasar domestik, sehingga mekanisme transmisi perlambatan perekonomian global kepada industri tembakau tidak melalui perubahan daya beli mitra dagang akan tetapi bersifat tidak langsung melalui penurunan daya beli konsumen masyarakat Indonesia. Dengan struktur permintaan industri tembakau yang cenderung tidak elastis maka pertumbuhan nilai output industri tembakau dan juga beserta jumlah tenaga kerja yang terserap di tahun 2016 diperkirakan tidak akan berubah signifikan.

(15)

Subsektor industri kulit alas kaki menyerap tenaga kerja sebanyak kurang lebih 260 ribu tenaga kerja (sekitar lima persen dari tenaga kerja industri skala besar dan menengah). Pada tahun 2015, subsektor kulit dan alas kaki tumbuh sebesar 3,98 persen. Sebanyak kurang dari 10,0 persen output yang dihasilkan dari subsektor kulit alas kaki diekspor ke pasar luar negeri dan mayoritas dijual ke pasar domestik. Serupa dengan industri berbasis pasar domestik lainnya, pertumbuhan subsektor kulit alas kaki secara mayoritas akan ditentukan oleh perubahan daya beli masyarakat Indonesia. Hasil estimasi sementara menunjukkan bahwa secara rata-rata, setiap kenaikan 1 persen pertumbuhan PDB nasional akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja subsektor kulit alas kaki skala besar dan menengah sebanyak 4.500 tenaga kerja.

Rekomendasi Kebijakan

Berdasarkan pemetaan kondisi penyerapan tenaga kerja dan proyeksi pertumbuhan output dari ke-empat subsektor tersebut, maka terdapat tiga pilihan kebijakan yang dapat diambil pemerintah Indonesia dalam meningkatkan penyerapan tenaga kerja industri pada tahun 2016:

1. Subsektor industri makanan dan minuman memiliki jumlah tenaga kerja industri yang besar dan memberikan kontribusi yang cukup berarti terhadap pertumbuhan ekonomi nasional sehingga leverage terbesar dalam penyerapan tenaga kerja industri nasional adalah melalui pertumbuhan subsektor tersebut. Pemerintah dapat memberikan insentif yang berarti untuk subsektor makanan dan minuman—baik berupa insentif pajak ataupun perencanaan program pembangunan infrastruktur yang mendukung subsektor tersebut.

2. Memberikan insentif fiskal kepada subsektor industri tekstil untuk mengantisipasi turunnya permintaan ekspor produk tekstil melalui pemotongan pajak perusahaan dan penundaan pembayaran pajak. Selain itu, juga melakukan percepatan realisasi investasi yang akan dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar industri tekstil nasional—baik dalam hal bantuan kemudahaan perizinan relokasi pabrik tekstil ataupun pembangunan pabrik baru.

3. Memfokuskan pelaksanaan kebijakan yang bertujuan untuk menjaga daya beli konsumen lokal untuk mendorong pertumbuhan subsektor yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan domestik seperti subsektor industri kulit alas kaki dan subsektor industri pengolahan tembakau.

(16)

Isu Sektor Moneter

Harga Beras Kembali Naik: Apakah Kesejahteraan Petani Membaik?

Tari Lestari, S.Si.,SE.,MS

Direktorat Keuangan Negara dan Analisa Moneter

Kenaikan harga beras pada awal tahun bukan merupakan hal baru. Setiap tahun biasanya fenomena ini selalu terjadi secara berulang, diduga karena pasokan beras yang tidak memadai sementara permintaan tinggi. Akan tetapi, kenaikan harga beras tersebut tidak lantas membuat petani kita lebih sejahtera. Studi empiris menggunakan pendekatan ekonometrik dengan data bulanan periode 2011-2015, menunjukan bahwa petani tidak memiliki kekuatan untuk menentukan harga. Hal ini diperkuat dengan data yang menunjukan bahwa Nilai Tukar Petani (NTP) justru menurun ketika harga beras naik. Kebijakan pengendalian harga beras yang komprehensif dan terintegrasi dari hulu ke hilir diperlukan untuk mengatasi permasalahan beras. Keberpihakan kepada petani dengan peninjauan secara periodik Harga Penetapan Pemerintah (HPP) mutlak dilakukan.

Awal 2016 Harga Beras Kembali Naik

- Pada awal tahun 2016, Indonesia kembali diwarnai dengan masalah kenaikan harga beras. Badan Pusat Statistik melaporkan bahwa inflasi pada bulan Januari 2016 dipicu salah satunya oleh kenaikan harga beras sebesar 0,51 persen.

- Hingga bulan januari 2016, harga beras kualitas medium di tingkat eceran secara rata-rata mencapai Rp10.804,- dengan lonjakan harga sebesar 12,02 persen dibandingkan bulan Januari tahun sebelumnya (Gambar 1).

Gambar 1.Perkembangan Harga Beras Setiap Bulan Januari (Rp/Kg)

Sumber: Kementerian Perdagangan, diolah

Indonesia: Beras Termahal

-

Jika dibandingkan dengan rata-rata harga beras dunia dan beberapa negara di Asia selama beberapa tahun terakhir, harga beras di Indonesia selalu lebih mahal (Gambar 2).

(17)

-

Hal ini berbanding terbalik dengan fakta bahwa Indonesia tercatat sebagai negara ke-tiga penghasil beras terbesar setelah China dan India (FAO, 2015) yang seharusnya menjamin ketersediaan pasokan beras.

Gambar 2. Perbandingan Harga Rata-Rata Beras Beberapa Negara

Sumber: FAO, data diolah

Permasalahan Beras

- Dengan memanfaatkan hasil monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh Direktorat Keuangan Negara dan Analisis Moneter pada tahun 2015, dapat dipetakan beberapa permasalahan terkait kenaikan harga beras yang selama ini dihadapi.

Gambar 3. Permasalahan Beras di Indonesia

Hasil Analisis Empiris 1: Petani tidak menentukan harga

- Pembentukan harga beras di pasar berangkat dari asumsi bahwa harga beras dipengaruhi oleh harga gabah (baik kering giling atau kering panen) yang ditawarkan oleh petani dan penggiling. Sebagai kontrol, model ini memasukan nilai tukar rupiah sebagai variabel independen.

(18)

P_ECERAN=+β1P_GKGGILING+β2P_GKGPETANI+β3P_GKPGILING+β4P_GKPPETA NI+ β5KURS+ε1 (1) P_ECERAN=1178.58-1.55*P_GKGGILING+2.67*P_GKGPETANI-5.09*P_GKPGILING+4.78*P_GKPPETANI+0.34*KURS t-stat (3.19) (-1.16) (2.15) (-0.69) (0.64) (9.18) p-value (0.0024) (0.2504) (0.0361) (0.4939) (0.5231) (0.000) R2 = 0.9525 Adj-R2 = 0.948 DW-Stat = 1.15

- Hasil simulasi model ini menunjukan bahwa pada level signifikansi 5 persen, harga beras di tingkat eceran dipengaruhi oleh harga gabah kering giling di tingkat penggilingan dan nilai tukar. Sementara, harga gabah (baik kering giling ataupun kering panen) di tingkat petani tidak signifikan mempengaruhi harga beras eceran. Hal ini mengindikasikan bahwa petani tidak memiliki kekuatan untuk menentukan harga beras di pasar. Ketika harga beras naik, petani tidak merasakan keuntungan dari kenaikan tersebut.

Hasil Analisis Empiris 2 : Harga beras sensitif terhadap perubahan nilai tukar

𝒍𝒐𝒈(𝑷𝑬𝑪𝑬𝑹𝑨𝑵)=∝ +𝜷𝟏𝒍𝒐𝒈(𝑷𝑮𝑲𝑮𝑮𝑰𝑳𝑰𝑵𝑮) + 𝜷𝟔𝒍𝒐𝒈(𝑲𝑼𝑹𝑺) + 𝜺𝟏 ………. (2)

log(P_ECERAN) = 1.37 + 0.45 * log(P_GKGGILING)+0.41*log(Kurs)

t-stat (4.63) (6.87) (9.97) p-value (0.00) (0.00) (0.00)

R2 = 0.949 Adj-R2 = 0.947 DW-Stat = 0.958

- Model (2) memperlihatkan bagaimana harga beras di Indonesia sangat ditentukan oleh volatilitas nilai tukar rupiah.

- Tingkat representatif model diperlihatkan oleh Koefisien Determinasi sebesar 0,9473 (0,95). Hal ini menunjukan bahwa harga gabah kering giling di tingkat penggilingan dan nilai tukar dapat menjelaskan pembentukan harga beras eceran sebesar 95,0 persen. Analisis ini sudah mengeliminasi permasalah data time series, seperti: autokorelasi, stasioneritas, dan multikolinearitas.

Interpretasi

- Setiap kenaikan 1 persen harga gabah kering giling di tingkat penggiling akan menaikkan harga beras eceran sebesar 0,45 persen.

- Setiap nilai tukar rupiah terdepresiasi 1 persen maka harga beras akan naik sebesar 0,41 persen.

Hasil Analisis Empiris 3 : HPP belum dapat memberikan insentif yang layak bagi petani

- Analisis regresi logaritmik univariat antara variabel HPP gabah di tingkat petani dengan inflasi menunjukan bahwa pada level signifikansi 10 persen setiap

(19)

kenaikan satu persen inflasi akan menaikkan HPP gabah di tingkat petani sebesar 0,12 persen. log(P_HPPGABAHPETANI) = 7.859 + 0.12 * log(INFLASI_YoY) t-stat (83.06) (2.23) p-value (0.00) (0.0295) R2 = 0.079 Adj-R2 = 0.063 DW-Stat = 0.099 - Nilai elastisitas ini cukup kecil. Hal ini menunjukan bahwa selama ini, kebijakan

penetapan HPP untuk gabah di tingkat petani belum efektif. Kenaikan inflasi hampir tidak diimbangi dengan kebijakan untuk menaikan HPP ke tingkat yang pantas yang dapat menjamin kesejahteraan petani.

- Berdasarkan data yang dirilis BPS, di saat harga beras naik, NTP bulan Januari tahun 2016 secara nasional justu turun sebesar 0,27 persen dibanding bulan sebelumnya. Hal ini karena kenaikan Indeks Harga yang dibayar petani (Ib) sebesar 0,63 persen, lebih tinggi dari Indeks Harga yang diterima petani (It) sebesar 0,35 persen. Hal ini ditunjukkan dengan penurunan NTP secara signifikan selama empat tahun terakhir (Gambar 5).

Gambar

(20)

PERKEMBANGAN EKONOMI DUNIA

 Perekonomian Amerika Serikat tumbuh moderat sebesar 0,7 persen (YoY) pada triwulan IV tahun 2015, melambat dibandingkan triwulan IV tahun 2014 yang tumbuh sebesar 2,1 persen (YoY).

 Perekonomian 28 negara Uni Eropa (EU28) tumbuh sebesar 1,5 persen (YoY) pada triwulan IV tahun 2015, menguat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar 1,9 persen (YoY).

 Sepanjang bulan Oktober hingga Desember 2015, ekonomi Tiongkok sebesar 6,8 persen (YoY), melemah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar 7,2 persen (YoY).

 Pada bulan Januari 2016, IMF dan Bank Dunia memproyeksi perekonomian dunia tahun 2015 tumbuh sebesar 3,4 persen dan 2,9 persen pada tahun 2016

(21)

PERKEMBANGAN EKONOMI DUNIA

Pada tahun 2015, aktivitas perekonomian global masih tetap lemah. Pertumbuhan ekonomi negara-negara berkembang yang mencakup 70,0 persen pertumbuhan dunia menurun dalam lima tahun terakhir dan moderasi perbaikan ekonomi yang terus berlanjut di negara-negara maju. Tiga faktor yang mempengaruhi penurunan ekonomi global adalah: (1) Perlambatan dan rebalancing secara bertahap aktivitas perekonomian Tiongkok, khususnya investasi dan manufaktur terhadap konsumsi dan jasa; (2) rendahnya harga komoditas energi dan lainnya; (3) pengetatan bertahap kebijakan moneter Amerika Serikat (AS) yang menandai perbaikan perekonomian, meskipun langkah bank sentral di beberapa negara maju melanjutkan pelonggaran kebijakan moneter. Harga komoditas khususnya minyak mentah mengalami penurunan sejak bulan September 2015. Perkiraan peningkatan produksi negara-negara anggota OPEC menyebabkan kenaikan supply minyak mentah terus terjadi, bahkan melampaui jumlah permintaan. Penurunan harga minyak berdampak negatif bagi investasi ekstraksi minyak dan gas, serta mengurangi permintaan agregat global. Harga komoditas lain seperti baja juga mengalami penurunan.

Perkembangan Ekonomi Amerika Serikat

Perekonomian Amerika Serikat tumbuh moderat sebesar 0,7 persen (YoY) pada triwulan IV tahun 2015, melambat dibandingkan triwulan IV tahun 2014 yang tumbuh sebesar 2,1 persen (YoY). Perlambatan ini disebabkan oleh penurunan aktivitas bisnis sebagai akibat pengurangan stok yang berlimpah, penguatan mata uang USD, dan perlambatan permintaan global yang berdampak bagi ekspor. Meskipun didukung dari kontribusi positif pada meningkatnya pengeluaran konsumsi

Perekonomian dunia pada tahun 2015 masih tetap lemah akibat penurunan pertumbuhan negara-negara berkembang dan moderasi pertumbuhan ekonomi negara-negara maju

Harga komoditas

mengalami penurunan sejak bulan September 2015 akibat kenaikan produksi minyak mentah

Perekonomian Amerika Serikat tumbuh moderat sebesar 0,7 persen (YoY) pada triwulan IV tahun 2015

(22)

pribadi, belanja pemerintah pusat, dan investasi tetap residensial.

Departemen Perdagangan Amerika Serikat merilis perlambatan konsumsi yang tumbuh 2,2 persen (YoY) pada triwulan IV tahun 2015, setelah tumbuh 4,3 persen (YoY) pada periode yang sama tahun sebelumnya. Konsumsi barang hanya mengalami kenaikan sebesar 2,4 persen (YoY), dan konsumsi jasa hanya naik sebesar 2,0 persen (YoY) pada triwulan IV tahun 2015. Ketidakpastian cuaca khususnya musim dingin turut menyebabkan tingkat penjualan yang melambat. Perlambatan ini memberikan kontribusi yang cukup besar besar perlambatan pertumbuhan ekonomi karena pengeluaran konsumsi menyumbang 70,0 persen dari seluruh perekonomian Amerika Serikat.

Belanja Pemerintah Amerika Serikat secara keseluruhan tumbuh sebesar 0,7 persen (YoY) pada triwulan IV tahun 2015, meningkat dibandingkan triwulan IV tahun 2014 yang terkontraksi menjadi sebesar -1,4 persen (YoY). Pengeluaran pemerintah pusat tumbuh sebesar 2,7 persen (YoY), dibandingkan pada periode yang sama tahun sebelumnya yang terkontraksi sebesar -5,7 persen. Sama halnya dengan belanja pemerintah pusat, belanja pemerintah untuk bidang pertahanan juga tumbuh sebesar 3,6 persen, meningkat setelah terkontraksi sebesar -10,3 persen (YoY). Di sisi lain, belanja pemerintah nonpertahanan mengalami tumbuh sebesar 1,4 persen pada triwulan IV tahun 2015, melambat setelah tumbuh 2,1 persen (YoY) pada periode yang sama tahun sebelumnya. Berbeda dengan pergerakan belanja-belanja lainnya, belanja pemerintah daerah mengalami kontraksi sebesar -0,6 persen (YoY), sedangkan triwulan IV tahun 2014 tumbuh sebesar 1,3 persen (YoY).

Perlambatan konsumsi Amerika Serikat yang tumbuh 2,2 persen (YoY) pada triwulan IV tahun 2015

Belanja Pemerintah Amerika Serikat tumbuh sebesar 0,7 persen (YoY) pada triwulan IV tahun 2015

(23)

Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Amerika Serikat (YoY) 2014 2015 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Pertumbuhan Ekonomi –0,9 4,6 4,3 2,1 0,6 3,9 2,0 0,7 Konsumsi 1,3 3,8 3,5 4,3 1,8 3,6 3,0 2,2 Barang 1,1 6,7 4,1 4,1 1,1 5,5 5,0 2,4 Jasa 1,4 2,4 3,1 4,3 2,1 2,7 2,1 2,0 Investasi –2,5 12,6 7,4 2,1 8,6 5,0 -0,7 -2,5 Ekspor -6,7 9,8 1,8 5,4 -6,0 5,1 0,7 -2,5 Impor 2,8 9,6 -0,8 10,3 7,1 3,0 2,3 1,1 Belanja Pemerintah 0,0 1,2 1,8 –1,4 -0,1 2,6 1,8 0,7

Belanja Pemerintah Pusat 0,3 –1,2 3,7 –5,7 1,1 0,0 0,2 2,7

Belanja Pertahanan –4,6 –0,5 4,5 –10,3 1,0 0,3 -1,4 3,6

Belanja Non-Pertahanan 8,9 –2,2 2,5 2,1 1,2 –0,5 2,8 1,4

Belanja Pemerintah Daerah –0,2 2,6 0,6 1,3 –0,8 4,3 2,8 - 0,6

Sumber: Bureau of Economic Analysis, 2016

Investasi Amerika Serikat terkontraksi sebesar -2,5 persen (YoY), menurun tajam dibandingkan triwulan IV tahun 2014 yang tumbuh sebesar 2,1 persen (YoY). Hal ini disebabkan oleh pelemahan harga minyak mentah menyebabkan penurunan investasi khususnya eksplorasi yang turun hingga 35,0 persen pada tahun 2015 atau penurunan paling tajam sejak 1986. Kontraksi investasi berdampak pada pengeluaran bisnis khususnya struktural nonresidensial. Pada tahun 2015, The Fed menaikkan federal fund rate (suku bunga acuan) dari 0,0 persen sampai 0,25 persen menjadi 0,25 persen hingga 0,50 persen. Kenaikan FFR merupakan pertama kalinya sejak tahun 2006. Kebijakan The Fed dipengaruhi oleh pertimbangan perkiraan perbaikan pasar tenaga kerja AS, tingkat pengangguran turun hingga 5,0 persen, dan tingkat inflasi diperkirakan akan mencapai target 2,0 persen dalam jangka menengah.

Neraca perdagangan pada bulan Desember 2015 masih menunjukkan posisi defisit mencapai USD43,4 miliar, meningkat dibandingkan bulan sebelumnya sebesar USD42,2 miliar. Defisit perdagangan barang naik menjadi sebesar USD 62,5 miliar, sedangkan sektor jasa mengalami

Investasi Amerika Serikat terkontraksi sebesar -5,6 persen (YoY), menurun tajam dibandingkan triwulan III tahun 2014 yang tumbuh sebesar 7,4 persen (YoY)

Neraca perdagangan pada bulan Desember 2015 masih menunjukkan posisi defisit mencapai USD 43,4 miliar

(24)

peningkatan surplus menjadi sebesar USD19,2 miliar. Ekspor barang dan jasa turun menjadi sebesar USD181,5 miliar. Penurunan kinerja ekspor barang terutama disebabkan oleh penurunan jumlah kendaraan, spare part, dan mesin kendaraan bermotor, bahan dan stok barang industri, serta makanan dan minuman. Sementara itu, ekspor jasa mengalami sedikit kenaikan disebabkan oleh jasa keuangan dan jasa lainnya (jasa penelitian dan pembangunan, jasa manajerial dan profesional, jasa hubungan dan teknis perdagangan). Sebaliknya, impor barang dan jasa meningkat menjadi sebesar USD224,9 miliar, dengan peningkatan pada impor barang yang disebabkan oleh kenaikan pada jumlah kendaraan, spare part, dan mesin kendaraan bermotor, serta bahan dan stok barang industri. Sedangkan impor jasa berupa peningkatan biaya untuk wisata (untuk semua tujuan termasuk pendidikan) dan jasa lainnya.

Jumlah pengangguran hingga bulan Desember 2015 tetap sebesar 7,9 juta orang. Kenaikan jumlah lapangan kerja baru tersebar luas di berbagai sektor, diantaranya pada bisnis jasa dan profesional, kesehatan, konstruksi, bisnis jasa makanan dan minuman. Pada bulan Desember 2015, penyerapan tenaga kerja di sektor nonpertanian sebesar 292.000 orang. Tingkat partisipasi angkatan kerja AS bulan Desember 2015 sebesar 62,6 persen atau sedikit menurun dibandingkan bulan yang sama tahun sebelumnya sebesar 62,7 persen. Pergerakan data tenaga kerja AS yang cenderung mendatar disebabkan oleh kontraksi pada sektor manufaktur, penurunan tajam tingkat ekspor dan dampak kenaikan federal fund rate.

Jumlah pengangguran hingga bulan Desember 2015 tetap sebesar 7,9 juta orang

(25)

Perkembangan Ekonomi Uni Eropa

Perbaikan resesi ekonomi regional akibat krisis keuangan global 2008 dan krisis utang Eropa 2010 terus berlanjut, meskipun masih berjalan lambat. Pada triwulan IV tahun 2015 terjadi perlambatan ekonomi di kawasan Eropa dan Uni Eropa. Perlambatan ini disebabkan oleh output sektor industri yang terus menurun, dan ketidakpastian ekonomi global dan pelemahan mata uang Euro

yang berkontribusi negatif bagi perekonomian.

Tabel 2. Pertumbuhan Ekonomi Kawasan Eropa dan Uni Eropa Pertumbuhan PDB (%)

Tahunan (YoY) Triwulanan (QtQ)

Q4-14 Q4-15 Q3-15 Q4-15

Kawasan Eropa (U19) 0,9 1,5 0,3 0,3

Uni Eropa (U28) 0,9 1,8 0,4 0,3

Sumber: Eurostat

Pada triwulan IV tahun 2015, berdasarkan publikasi Eurostat, Estonia menjadi negara di kawasan Eropa yang mencapai pertumbuhan ekonomi tertinggi, dengan pertumbuhan sebesar 1,2 persen (QtQ). Sementara, perekonomian Jerman diperkirakan tumbuh 0,3 persen (QtQ), sedikit melambat dibandingkan triwulan III tahun 2015. Yunani menjadi negara yang diperkirakan mengalami kontraksi ekonomi paling dalam dengan pertumbuhan sebesar -0,6 persen (QtQ). Di sisi lain, perekonomian Portugal dan Perancis mengalami pertumbuhan masing-masing sebesar 0,2 persen (QtQ). Sedangkan Italia dan Spanyol dalam tren positif yang diperkirakan tumbuh masing-masing sebesar 0,1 persen (QtQ) dan 0,8 persen (QtQ). Pada bulan Desember 2015, indeks harga sektor industri dari keseluruhan industri di kawasan Eropa dan Uni Eropa kembali mengalami penurunan masing-masing sebesar -3,0 persen (YoY), dan -3,2 persen (YoY). Sementara, produksi industri di kawasan Eropa dan Uni Eropa mengalami pelemahan dengan turun masingmasing sebesar -1,0 persen (YoY) dibandingkan periode yang sama

Penguatan di kawasan Eropa dan Uni Eropa kembali berlanjut, meskipun perbaikan resesi ekonomi regional akibat krisis keuangan global 2008 dan krisis utang Eropa 2010 masih berjalan lambat

Estonia menjadi negara di kawasan Eropa yang mencapai pertumbuhan ekonomi tertinggi pada triwulan IV tahun 2015 sebesar 1,2 persen (QtQ)

Produksi industri di kawasan Eropa dan Uni Eropa mengalami peningkatan dengan tumbuh masing-masing sebesar 1,0 persen (YoY) dibandingkan periode waktu yang sama tahun sebelumnya

(26)

tahun sebelumnya. Produksi industri menurun disebabkan oleh penurunan produksi energi sebesar -7,3 persen (YoY) dan barang modal sebesar -2,6 persen (YoY). Disisi lain, produksi barang konsumsi tidak tahan lama sebesar 1,4 persen (YoY), barang setengah jadi sebesar 0,4 persen (YoY), dan barang konsumsi tahan lama sebesar 0,8 persen (YoY) mengalami kenaikan, namun belum dapat mendorong laju produksi industri. Sementara itu, produksi sektor industri yang melemah di kawasan Uni Eropa disebabkan oleh penurunan produksi energi sebesar -5,7 persen (YoY) dan barang modal sebesar -1,4 persen (YoY), meskipun produksi barang konsumsi tahan lama, tidak tahan lama, barang setengah jadi masing-masing meningkat sebesar 0,8 persen (YoY), sebesar 1,4 persen, dan 0,4 persen (YoY).

Perekonomian Eropa secara umum mengalami surplus neraca perdagangan pada bulan Desember 2015. Kawasan Eropa mengalami surplus sebesar EUR24,3 miliar, sedikit meningkat dibandingkan bulan Desember 2014 yang besarnya EUR23,6 miliar. Pada Desember 2015, negara-negara Uni Eropa juga mengalami surplus sebesar EUR20,5 miliar, meningkat dibandingkan bulan Desember 2014 yang surplus sebesar EUR11,4 miliar. Sejalan dengan tren positif neraca perdagangan Eropa, volume perdagangan ritel bulan Desember 2015 di kawasan Eropa meningkat sebesar 2,4 persen (YoY) dan 3,0 persen (YoY) di Uni Eropa. Hal ini disebabkan oleh kenaikan penjualan pada sektor nonmakanan sebesar 1,8 persen (YoY) dan sektor makanan, minum, dan tembakau sebesar 0,8 persen (YoY). Namun demikian, bahan bakar kendaraan bermotor turun tipis sebesar 0,8 persen (YoY). Di sisi lain, peningkatan volume perdagangan Uni Eropa dipengaruhi oleh kenaikan sektor nonmakanan sebesar 2,0 persen (YoY), dan sektor makanan, minuman, dan tembakau sebesar 1,5

Perekonomian Eropa secara umum mengalami surplus neraca perdagangan pada bulan Desember 2015. Kawasan Eropa mengalami surplus sebesar EUR24,3 miliar dan Uni Eropa mengalami surplus sebesar EUR20,5 miliar

(27)

persen (YoY), serta bahan bakar kendaraan bermotor sebesar 0,1 persen (YoY).

Kondisi fiskal di kawasan Eropa dan Uni Eropa menunjukkan perbaikan. Rasio defisit anggaran pemerintah terhadap PDB pada triwulan III tahun 2015 di kawasan Eropa menjadi sebesar 1,8 persen, sedikit menurun dibandingkan triwulan II tahun 2015 yang besarnya 2,2 persen. Defisit anggaran pemerintah terhadap PDB di Uni Eropa juga menurun dari triwulan II tahun 2015 sebesar 2,6 persen menjadi 2,3 persen pada triwulan III tahun 2015. Sementara itu, perbaikan fiskal di kawasan Eropa dan Uni Eropa diikuti perbaikan kondisi tingkat utang terhadap PDB. Pada triwulan III tahun 2015, tingkat utang di kawasan Euro mencapai 91,6 persen dari PDB, sedikit menurun jika dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 92,2 persen. Sejalan dengan penurunan tingkat utang terhadap PDB di kawasan Eropa, Uni Eropa juga mengalami sedikit penurunan tingkat utang sebesar 87,7 persen terhadap PDB dibandingkan triwulan II tahun 2015 yang besarnya 87,8 persen. Pada triwulan III tahun 2015, Yunani, Italia, dan Portugal menjadi negara dengan tingkat utang terhadap PDB tertinggi yaitu masing-masing sebesar 171,0 persen; 134,6 persen; dan 130,5 persen. Sementara itu negara dengan tingkat utang terhadap PDB terendah adalah Estonia yang besarnya 9,8 persen, Luxemburg yang besarnya 21,3 persen, dan Bulgaria yang besarnya 26,9 persen.

Perbaikan perekonomian negara-negara di kawasan Eropa diikuti oleh penurunan jumlah pengangguran. Tingkat pengangguran di kawasan Eropa pada bulan Desember 2015 mencapai 10,4 persen (YoY), menurun dibandingkan bulan Desember 2014 yang besarnya 11,4 persen (YoY), merupakan yang terendah sejak bulan September 2011. Sementara itu, tingkat pengangguran di Uni Eropa pada bulan Desember 2015 sebesar 9,0 persen, menurun

Kondisi fiskal di kawasan Eropa dan Uni Eropa menunjukkan perbaikan

Tingkat pengangguran di kawasan Eropa pada bulan Desember mencapai 10,4 persen (YoY)

(28)

dibandingkan bulan Desember 2014 yang besarnya 9,9 persen. Eurostat mengestimasi jumlah tenaga kerja di Uni Eropa sebanyak 21.944 juta orang, dimana 16.750 juta orang berada di kawasan Eropa. Jumlah orang yang menganggur di Uni Eropa turun sebesar 2.026 juta orang, dan 1.501 juta orang di kawasan Eropa jika dibandingkan dengan bulan Desember 2014. Tingkat pengangguran tertinggi dialami Yunani (24,5 persen), dan Spanyol (20,8 persen). Sementara itu tingkat pengangguran paling rendah adalah Jerman dan Republik Ceko (4,5 persen), serta Malta dan Inggris (5,1 persen pada Oktober 2015 untuk data Inggris).

Perekonomian Tiongkok

Pemerintah Tiongkok menerapkan pola pembangunan dan strategi baru dengan tetap menjaga stabilitas, mendorong restrukturisasi, perbaikan regulasi makroekonomi, reformasi yang lebih mendalam, mendukung kewirausahaan skala besar dan inovasi, serta meningkatkan supply barang dan jasa publik. Hal ini menyebabkan perekonomian Tiongkok secara bertahap masih moderat.

Sepanjang bulan Oktober hingga Desember 2015, ekonomi Tiongkok tumbuh sebesar 6,8 persen (YoY), menurun dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar 7,2 persen (YoY). Pertumbuhan ekonomi Tiongkok pada triwulan IV tahun 2015 merupakan paling rendah sejak tahun 2009. Pada keseluruhan tahun 2015, ekonomi Tiongkok tumbuh sebesar 6,9 persen (YoY) atau paling rendah sejak 25 tahun terakhir. Hal ini disebabkan oleh penurunan harga minyak mentah dan komoditas lainnya, serta masih mencari kombinasi kebijakan yang tepat untuk memperkuat perekonomian. Tiongkok mengharapkan pertumbuhan yang berkualitas dan berkelanjutan, serta dapat memaksimalkan instrumen kebijakan fiskal dan moneter untuk mencegah perlambatan

Perekonomian Tiongkok hingga triwulan IV tahun 2015 masih dipengaruhi oleh kondisi ekonomi global dan tekanan pembangunan ekonomi dalam negeri

Pertumbuhan ekonomi Tiongkok sebesar 6,8 persen (YoY) disebabkan oleh penurunan harga minyak mentah dan komoditas lainnya.

(29)

tajam yang berdampak pada berkurangnya lapangan kerja dan pendapatan.

Dalam laporan yang dirilis National Bureau of Statistic Tiongkok, nilai tambah industri tersier pada triwulan IV tahun 2015 menyumbang 49,5 persen dari PDB dan tumbuh 8,4 persen (YoY). Kondisi ini menandai percepatan pengembangan dan inovasi di bidang perindustrian. Nilai tambah industri primer dan sekunder juga meningkat sebesar 3,9 persen (YoY) dan 6,0 persen (YoY). Sementara itu, pertumbuhan produksi industri relatif stabil. Nilai tambah industri pertambangan dan manufaktur masing-masing meningkat sebesar 2,7 persen (YoY) dan 7,0 persen (YoY). Di sisi lain, Kementerian Perdagangan Tiongkok merilis penjualan retail barang konsumsi pada bulan Desember 2015 tumbuh 11,1 persen (YoY), atau menjadi USD436 triliun. Kondisi ini disebabkan oleh kebijakan pro-konsumsi yang dicanangkan oleh Pemerintah.

Sektor properti Tiongkok mulai melemah seiring dengan perlambatan ekonomi dan tingkat utang para pengembang yang cukup tinggi. Pada triwulan IV tahun 2015, penjualan bangunan perumahan dan bangunan komersial tumbuh masing-masing sebesar 16,6 persen (YoY) dan 14,4 persen (YoY). Selain itu , total investasi di sektor real estate pada tahun 2015 sebesar CNY9.597,9 miliar atau hanya tumbuh sebesar 2,8 persen (YoY). Selain itu, luas bangunan baru secara keseluruhan dan bangunan komersial mengalami penurunan masing-masing sebesar 14,0 persen (YoY) dan 14,6 persen (YoY).

People's Bank of Tiongkok (PBoC) masih memiliki peluang untuk melaksanakan kebijakan moneter longgar dalam rangka mendorong perekonomian yang melambat. Pada 30 November 2015, Dana Moneter Internasional (IMF) secara resmi menetapkan penggunaan mata uang Tiongkok, Renminbi sebagai mata uang special drawing rights (SDR). Hal ini

Nilai tambah industri tersier, primer, dan sekunder Tiongkok mengalami pertumbuhan

Sektor properti Tiongkok mulai melemah seiring dengan perlambatan ekonomi dan tingkat utang para pengembang yang cukup tinggi

People's Bank of Tiongkok (PBoC) masih memiliki peluang untuk melaksanakan kebijakan moneter longgar dalam rangka mendorong perekonomian yang melambat

(30)

merupakan titik awal reformasi keuangan yang mendalam dan liberalisasi keuangan. Pada 24 Oktober 2015, PBoC kembali memotong suku bunga acuan pinjaman dan deposito sebesar 25 basis poin masing-masing menjadi sebesar 4,35 persen dan 1,5 persen. Selain itu, Giro Wajib Minimum (GWM) juga diturunkan 50 basis poin menjadi 17,5 persen berlaku bagi semua bank. Namun demikian, GWM perbankan khusus pertanian dan UMKM akan mendapat kembali pengurangan sebesar 50 basis poin.

Perlambatan pertumbuhan ekonomi Tiongkok pada tahun 2015 akibat reformasi struktural yang berdampak pada perlambatan kinerja neraca perdagangan. Perdagangan Tiongkok pada bulan Desember 2015 hanya mencapai surplus sebesar USD60,09 miliar, sedikit menguat dibandingkan bulan November 2015 yang besarnya USD54,1 miliar. Kinerja ekspor bulan September 2015 mengalami penurunan sebesar 1,4 persen (YoY). Hal ini disebabkan gangguan pasar keuangan Tiongkok, perbaikan ekonomi yang melambat, dan depresiasi nilai tukar CNY terhadap mata uang lain. Sementara itu, impor mengalami penurunan sebesar 7,6 persen (YoY) dibandingkan bulan yang sama tahun sebelumnya. Kinerja impor yang melemah akibat pabrik yang menimbun minyak mentah, biji besi, dan bahan lainnya terkena dampak penurunan harga komoditas global.

Tabel 3. Purchasing Manager IndexTM Tiongkok Tahun 2015 (YoY)

PMI Tiongkok

November-15 Desember-15

HSBC 50,5 49,4

NBS Tiongkok 49,6 49,7

Sumber: HSBC PMITM dan National Bureau of Statistic Tiongkok, 2016

Perlambatan aktivitas manufaktur Tiongkok menunjukkan kontraksi output industri dan aktivitas bisnis telah menurun selama empat bulan terakhir. Hal ini disebabkan oleh menurunnya permintaan konsumen terhadap sektor manufaktur. Pelemahan

Perlambatan

pertumbuhan ekonomi Tiongkok pada tahun 2015 akibat reformasi struktural berdampak yang pada kinerja neraca perdagangan yang melemah

Perlambatan aktivitas manufaktur Tiongkok menunjukkan kontraksi output industri dan aktivitas bisnis selama empatbulan terakhir

(31)

permintaan konsumen dan kompetisi yang semakin ketat antar bisnis baru berkontribusi pada kelanjutan penurunan rata-rata tarif, dimana sektor manufaktur menurunkan biaya input dan berdampak bagi penurunan tingkat inflasi Tiongkok. National Bureau of Statistic Tiongkok juga merilis data PMITM sebesar 49,7 sedikit menguat

dibandingkan bulan November 2015. Hal ini disebabkan oleh indeks produksi, indeks permintaan baru, dan indeks waktu pengiriman dari supplier sebagai indikator pembentuk PMITM nilainya lebih

tinggi dari batas nilai indeks PMITM manufaktur

Tiongkok yang besarnya 50,0. Kondisi ini menggambarkan perekonomian Tiongkok mengalami perlambatan sektor manufaktur, dimana lapangan kerja baru di sektor jasa Tiongkok hanya mengalami sedikit kenaikan dan penciptaan bisnis baru juga menurun, seiring dengan perusahaan manufaktur yang hanya tumbuh moderat dalam enam bulan terakhir.

Perekonomian Jepang

Berdasarkan publikasi Cabinet Office, perekonomian Jepang pada triwulan IV tahun 2015 diperkirakan terkontraksi sebesar -1,4 persen (YoY). Kondisi ini merupakan penurunan pertumbuhan ketiga berturut-turut dan penanda awal fase resesi ekonomi. Pelemahan ekonomi Jepang disebabkan oleh konsumsi swasta yang menurun dan apresiasi mata uang Yen terhadap Dolar yang berdampak negatif bagi ekspor dan pengeluaran modal. Seiring dengan penurunan pertumbuhan ekonomi Jepang, tingkat pengangguran mengalami kenaikan. Pengangguran Jepang pada bulan Desember 2015 turun 3,3 persen (MtM) dibandingkan bulan November 2015 yang besarnya 0,0 persen (MtM). Namun demikian, jumlah pengangguran secara tahunan menurun hingga sebesar 2,9 persen (YoY) atau menjadi sebesar 2,04 juta orang dibandingkan bulan Desember 2014.

Perekonomian Jepang pada triwulan IV tahun 2015 diperkirakan terkontraksi sebesar -1,4 persen (YoY)

(32)

Pada bulan September 2015, pemerintah Jepang mencanangkan kebijakan Abenomics 2.0 setelah kebijakan sebelumnya yang terfokus pada strategi pertumbuhan, kebijakan fiskal, dan pelonggaran moneter untuk mendorong perekonomian keluar jerat deflasi dianggap kurang berhasil. Kebijakan Abenomics 2.0 bertujuan untuk mendorong tingkat potensi pertumbuhan antara lain: (1) Mendorong pencapaian PDB nominal sebesar JPY600 miliar pada tahun 2016; (2) bantuan keuangan bagi keluarga untuk mendorong angka kelahiran hingga 1,8 persen per tahun; (3) tambahan fasilitas perawat bagi lansia, agar mencapai target 0,0 persen jumlah pekerja meninggalkan pekerjaan karena menjaga anggota keluarga.

Pada bulan Desember 2015, Jepang mengalami penguatan ekonomi seiring dengan surplus neraca perdagangan. Kebijakan pelonggaran moneter yang cukup agresif yaitu pelemahan mata uang Yen terhadap USD hingga 16,0 persen berhasil mendorong perekonomian. Publikasi Departemen Keuangan Jepang memperkirakan neraca perdagangan mengalami surplus sebesar JPY140,3 juta pada bulan Desember 2015, meningkat cukup signifikan dibandingkan pada bulan Desember 2014 yang mengalami defisit besarnya JPY665,6.

Secara umum, nilai ekspor Jepang pada bulan Desember 2015 turun sebesar -8,0 persen (YoY) dibandingkan bulan Desember 2014. Hal ini menandai pelemahan ekspor tiga bulan berturut-turut dan penurunan terbesar sejak bulan September 2015. Namun, volume eskpor mengalami pertumbuhan sebesar 3,9 persen (YtD). Pelemahan kinerja ekspor disebabkan pelemahan permintaan dari Tiongkok, meskipun depresiasi Yen berhasil mendorong barang ekspor lebih kompetitif. Sementara itu, impor mengalami penurunan sebesar -18,0 persen (YoY), dibandingkan bulan Desember 2014. Kinerja impor yang melemah

Pemerintah Jepang mencanangkan Abenomics 2.0 untuk mendorong tingkat potensi pertumbuhan Jepang mengalami

penguatan ekonomi seiring dengan surplus neraca perdagangan

Ekspor dan Impor Jepang mengalami penurunan masing-masing sebesar -8,0 persen (YoY) dan -18,0 persen (YoY)

(33)

disebabkan oleh penurunan harga minyak mentah dan permintaan dalam negeri.

Perekonomian Singapura

Penguatan ekonomi Singapura pada triwulan IV tahun 2015 disebabkan oleh penguatan mata uang Dolar Singapura terhadap Dolar Amerika Serikat dan penguatan sektor jasa yang mempengaruhi dua pertiga perekonomian. Namun demikian, permintaan eksternal yang melemah, persaingan global, kenaikan biaya di sektor bisnis, dan pertumbuhan tenaga kerja dalam negeri yang mendatar mempengaruhi kinerja sektor manufaktur Singapura. Perekonomian Singapura sangat dipengaruhi oleh siklus bisnis global akibat keterkaitan investasi dan perdagangan yang besar, sehingga permasalahan eksternal akan berdampak besar terhadap kinerja perekonomian dalam negeri Singapura.

Tabel 4. Pertumbuhan Ekonomi Singapura Tahun 2015

Tahunan (YoY) Triwulanan (QtQ)

Q4-14 Q4-15 Q3-15 Q4-15 Pertumbuhan Ekonomi 2,1 2,0 1,7 5,7 Industri Barang Manufaktur -1,3 -6,0 -3,5 -3,1 Konstruksi 0,7 2,2 -4,9 7,0 Industri Jasa 3,1 3,2 2,9 6,5

Sumber: Kementerian Perindustrian dan Perdagangan Singapura

Meskipun mengalami penguatan ekonomi, kinerja perdagangan luar negeri Singapura tetap mengalami penurunan. Berdasarkan Departement of Statistics Singapore, kinerja ekspor terkontraksi sebesar -6,4 persen (YoY), menurun dibandingkan bulan Desember 2014. Sementara, kinerja impor juga terkontraksi sebesar -10,6 persen (YoY). Pelemahan kinerja ekspor disebabkan oleh penurunan tajam ekspor minyak domestik yang terkontraksi hingga -24,9 persen (YoY). Sementara, ekspor domestik nonminyak juga mengalami penurunan sebesar 7,2 persen (YoY). Namun, re-ekspor minyak menguat sebesar 0,8 persen (YoY) belum dapat mendorong

Penguatan ekonomi Singapura pada triwulan IV tahun 2015 disebabkan oleh penguatan mata uang Dolar Singapura terhadap Dolar Amerika Serikat dan penguatan sektor jasa

Seiring dengan perlambatan ekonomi, kinerja

perdagangan luar negeri Singapura mengalami penurunan

(34)

secara optimal laju pertumbuhan ekspor pada bulan Desember 2015.

Sektor manufaktur Singapura terkontraksi pada triwulan IV tahun 2015 disebabkan oleh penurunan rekayasa transportasi, elektronika dan rekayasa presisi. Di sisi lain, sektor konstruksi Singapura tumbuh pada triwulan IV tahun 2015 disebabkan oleh perbaikan aktivitas konstruksi sektor swasta. Selain itu, industri jasa juga mengalami pertumbuhan yang didorong oleh kenaikan kinerja di sektor perdagangan besar dan retail, serta sektor keuangan dan asuransi.

PERKIRAAN EKONOMI DUNIA 2015-2016

Tabel 5. Pertumbuhan Ekonomi Dunia Menurut IMF

WEO-IMF Realisasi Perkiraan

Kelompok Negara 2014 2015 2016 Dunia 3,4 3,1 3,6 Negara Maju 1,8 2,0 2,2 Amerika Serikat 2,4 2,6 2,8 Kawasan Eropa 0,9 1,5 1,6 Negara Berkembang 4,6 4,0 4,5 Tiongkok 7,3 6,8 6,3 ASEAN-5 4,6 4,6 4,9

Amerika Latin dan

Karibia 1,3 -0,3 0,8

Sub Sahara Afrika 5,0 3,8 4,3

Sumber: World Economic Outlook, Oktober 2015

IMF menjelaskan resiko ketidakpastian aktivitas ekonomi global masih menandai kelanjutan pelemahan kondisi ekonomi negara-negara berkembang dan perbaikan ekonomi negara-negara maju yang berjalan lambat. Potensi pertumbuhan PDB dunia yang masih terkoreksi pada tahun 2015 disebabkan oleh penurunan harga komoditas, depresiasi mata uang negara-negara berkembang, dan volatilitas pasar keuangan terus meningkat. Namun demikian, aktivitas perekonomian global mengalami sedikit penguatan pada tahun 2016. Perbaikan ekonomi negara-negara maju yang dimulai tahun 2016 diperkirakan semakin menguat.

Sektor manufaktur Singapura terkontraksi pada triwulan IV tahun 2015, sedangkan sektor konstruksi dan industri jasa mengalami pertumbuhan.

Resiko ketidakpastian aktivitas ekonomi global masih menandai kelanjutan pelemahan kondisi ekonomi negara-negara berkembang dan perbaikan ekonomi negara-negara maju yang berjalan lambat

(35)

Bank Dunia juga menyatakan koreksi pada pertumbuhan ekonomi dunia disebabkan oleh perlambatan aktifitas perekonomian pada negara berkembang maupun negara maju akibat penurunan harga komoditas, perdagangan dunia, dan aliran modal. Pada tahun 2016, perekonomian dunia diperkirakan kembali menguat. Disisi lain, beberapa proyeksi pertumbuhan negara-negara berkembang mengalami kenaikan secara bertahap diantaranya Brazil, Rusia, beberapa negara Amerika Latin, dan Timur Tengah, meskipun perekonomian Tiongkok diperkirakan masih melambat.

Perbaikan Amerika Serikat diperkirakan terus berjalan. Hal ini didorong oleh kondisi pelonggaran keuangan dan penguatan pasar tenaga kerja dan properti. Namun, penguatan mata uang Dolar yang berpengaruh pada sektor manufaktur dan rendahnya harga minyak mentah akan mengurangi investasi di sektor peralatan dan struktur pertambangan. Di sisi lain, perekonomian di kawasan Eropa diperkirakan terus membaik dan pertumbuhannya cenderung moderat. Hal ini disebabkan oleh penguatan konsumsi swasta yang didorong oleh pelemahan harga minyak mentah dan longgarnya kebijakan moneter, meskipun berdampak bagi pelemahan net ekspor.

Sementara, pertumbuhan ekonomi negara berkembang masih akan cenderung melambat pada tahun 2015. Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan investasi yang melambat seiring dengan reformasi struktural Tiongkok. India dan seluruh negara berkembang Asia diperkirakan tumbuh cukup kuat, walaupun beberapa negara terkena dampak reformasi struktural Tiongkok dan pelemahan sektor manufaktur secara global. Perlambatan ekonomi ASEAN-5 dipengaruhi oleh pelemahan term of trade Malaysia, serta perbaikan ekonomi Thailand, Filipina, dan Vietnam akibat penurunan harga minyak mentah. Disisi lain, pelemahan ekonomi Asia Timur

Perbaikan Amerika Serikat didorong oleh kondisi pelonggaran keuangan dan penguatan pasar tenaga kerja dan properti

Pertumbuhan ekonomi negara berkembang masih akan cenderung

melambat pada tahun 2015 disebabkan oleh pertumbuhan investasi yang melambat seiring dengan reformasi struktural Tiongkok Koreksi pada pertumbuhan ekonomi dunia disebabkan oleh perlambatan aktifitas perekonomian pada negara berkembang maupun negara maju

(36)

dan Pasifik disebabkan oleh perlambatan ekonomi Tiongkok dan perbaikan ekonomi hampir di seluruh kawasan. Pertumbuhan moderat diperkirakan terjadi di Malaysia dan Indonesia, sejalan dengan berkurangnya gejolak politik Malaysia dan reformasi ekonomi yang mendorong pertumbuhan investasi Indonesia. Selain itu, Thailand diperkirakan masih dibayangi ketidakpastian kondisi politik yang berimplikasi pada investasi swasta dan tingginya utang rumah tangga yang menghambat konsumsi swasta.

Sementara itu, kondisi ekonomi di kawasan Amerika Latin dan Karibia diperkirakan masih melambat pada tahun 2015, dan pertumbuhan cenderung moderat pada tahun 2016. Proyeksi penurunan harga komoditas dan pergolakan domestik menekan kinerja perekonomian beberapa negara di Amerika Latin. Sementara itu, Brazil sebagai salah satu perekonomian terbesar di kawasan Amerika Latin diperkirakan kembali tumbuh dibawah prediksi. Penurunan kepercayaan konsumen dan bisnis, serta permintaan dalam negeri terjadi akibat gangguan politik, penurunan investasi secara cepat, dan pengetatan kebijakan makroekonomi. Selain itu, perbaikan permintaan dari pasar Amerika Serikat akan mendukung perekonomian, seiring dengan implementasi reformasi struktural di Meksiko dan perjanjian damai dengan pemberontak di Kolombia.

Perekonomian di kawasan Sub Sahara Afrika cenderung mengalami perlambatan sebagai dampak dari kelanjutan pelemahan harga komoditas dan biaya kredit yang semakin tinggi di beberapa negara ekonomi terbesar seperti Angola, Nigeria, Afrika Selatan dan negara eksportir komoditas lainnya. Hal ini terjadi akibat penurunan permintaan dari Tiongkok sebagai mitra dagang terbesar negara Sub Sahara Afrika dan pengetatan kondisi keuangan global. Perbaikan ekonomi di kawasan Sub Sahara

Kondisi ekonomi di kawasan Amerika Latin dan Karibia diperkirakan masih

melambat pada tahun 2015, dan pertumbuhan

cenderung moderat pada

tahun 2016

Perekonomian di kawasan Sub Sahara Afrika

cenderung mengalami perlambatan sebagai dampak dari penurunan harga komoditas

Gambar

Gambar 5 . Rekomendasi Kebijakan Pengendalian Harga Beras  Gambar 4.  Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP)
Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Amerika Serikat (YoY)  2014  2015  Q1  Q2  Q3  Q4  Q1  Q2  Q3  Q4  Pertumbuhan Ekonomi  –0,9  4,6  4,3  2,1  0,6  3,9  2,0  0,7  Konsumsi  1,3  3,8  3,5  4,3  1,8  3,6  3,0  2,2  Barang  1,1  6,7  4,1  4,1  1,1  5,5  5,0  2,4
Tabel 8.Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I  Tahun 2013 – Triwulan IV Tahun 2015 Menurut  Lapangan Usaha (YoY)
Tabel 10. Indeks Tendensi Konsumen Triwulan I Tahun 2014 – Triwulan  IV Tahun 2015 Menurut Sektor  dan Variabel Pembentuknya
+7

Referensi

Dokumen terkait

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Pasal 1 angka 4: Perlindungan adalah segala upaya yang ditujukan untuk memberikan rasa

Variabel -Trust -Communication -Employess Satisfaction -Relationship Co- workers -Communication -Job Satisfaction -Employee Participation -Socio- demographic -Work Stress

Dalam strategi pelestarian (preservasi) naskah kuno, terdapat dua pendekatan yang dilakukan, yaitu pendekatan terhadap fisik naskah dan pendekatan terhadap teks

Dampak positif yang dihasilkan dari kebijakan pemerintah dalam menetapkan Singaparna sebagai ibukota kabupaten Tasikmalaya terhadap ekonomi politik masyarakat Singaparna

Nefron memiliki enam segmen yaitu kapsula glomerulus yang merupakan ujung buntu yang meluas pada nefron, tubuli konvoluti, tubuli rekti proksimalis, segmen tipis,

Penelitian ekstraksi bertingkat petroleum eter-kloroform-metanol dari daun, kulit akar, akar, kulit batang dan batang Fagraea racemosa terhadap pereaksi radikal

konpensi/ Tergugat rekonpensi dengan Termohon konpensi/ Penggugat rekonpensi mulai terjadi perselisihan, dimana saat itu saksi berusaha membujuk Termohon

Bayangkan suatu negara yang karena dorongan spesialisasi dari  perdagangan, hanya memproduksi karet dan kayu. Apabila harga karet dan kayu dunia jatuh, maka