OPTIMASI BERAT AWAL YANG BERBEDA PERTUMBUHAN
RUMPUT LAUT LAWI-LAWI (Caulerpa sp)
PADA WADAH TERKONTROL
SKRIPSI
NURLAYA
105 9434 809
PRODI BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2
OPTIMASI BERAT AWAL YANG BERBEDA PERTUMBUHAN RUMPUT LAUT LAWI-LAWI (Caulerpa sp)
PADA WADAH TERKONTROL
SKRIPSI
NURLAYA
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Jurusan Budidaya Perairan
PRODI BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2014
HAK CIPTA
@ Hak Cipta milik Unismuh Makassar, tahun 2014 Hak Cipta dilindungi Undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar Unismuh Makassar.
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk laporan apapun tanpa izin Universitas Muhammadiyah Makassar.
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi Optimasi Perbedaan Berat
Awal Pertumbuhan Rumput Laut Lawi-Lawi (Caulerpa sp) Pada Wadah Terkontrol adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruaan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Makassar, Juni 2014
NURLAYA 105 9434 809
ABSTRAK
NURLAYA. Optimasi Perbedaan Berat Awal Pertumbuhan Rumput Laut Lawi-Lawi (Caulerpa sp) Pada Wadah Terkontrol. Dibimbing oleh H.
Burhanuddin dan Dasep Hasbullah.
Lawi-lawi (Caulerpa sp) adalah salah satu rumput laut hijau yang tumbuh secara alami di perairan Indonesia. Lawi-lawi ditemukan tumbuh pada substratkoral atau pada substrat pasir-pecahan karang. Lawi-lawi bersifat edible atau dapat dikonsumsi oleh manusia. Di Indonesia lawi-lawi telah dimanfaatkan sebagai sayuran segar atau lalap, namun konsumennya masih terbatas pada keluarga nelayan atau masyarakat pesisir. Selain sebagai bahan pangan lawi-lawi dapat digunakan sebagai pakan ternak dan obat untuk menurunkan tekanan darah tinggi dan obat reumatik (Novaczek dkk. Chew 2008).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon pertumbuhan rumput laut strain lawi-lawi (Caulerpa sp) dengan berat awal yang berbeda. Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan informasi bagi pembudidaya dalam usaha budidaya rumput laut sehingga dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi rumput laut yang dihasilkan serta menjadi acuan untuk penelitian selanjutnya.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai Desember 2013 pada Lab. Basah Rumput laut di Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Takalar sebagai lokasi pemeliharaan lawi-lawi. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap, yang terdiri dari 3 perlakuan dan 3 ulangan bobot awal berbeda adalah A : 50 gr, B : 150 gr dan C :200 gr
Berdasarkan hasil penelitian Optimasi Perbedaan Berat Awal
Pertumbuhan Rumput Laut Lawi-Lawi (Caulerpa sp) Pada Wadah Terkontrol dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan mutlak lawi-lawi tertinggi
diperoleh pada perlakuan A sebesar 45.4 g, kemudian B sebesar -60.3 g dan terendah pada C sebesar -106.6 g. Berat awal bibit rumput laut lawi-lawi yang kecil mempunyai laju pertumbuhan yang besar dan sebaliknya bobot awal yang besar laju pertumbuhannya kecil. Pertumbuhan rumput laut lawi-lawi tidak optimal dengan bobot awal yang berbeda terutama pada hari ke 35, disebabkan karena akibat adanya perubahan warna kuning kecoklatan dan coklat kekuningan menyebabkan ramuli patah. Ramuli yang patah akhirnya layu dan mati, dengan demikian menyebabkan pertumbuhan harian rumput laut lawi-lawi menurun. Sarannya adalah untuk memperoleh pertumbuhan rumput laut lawi-lawi yang tinggi sebaiknya menggunkan bobot awal rumput laut lawi-lawi sebesar 50 g. Untuk lebih mengoptimalkan laju pertumbuhan sebaiknya diberikan pupuk tambahan pada perlakuan lawi-lawi dalam wadah terkontrol. Untuk menguji
pertumbuhan yang optimal sebaiknya ada pengembangan lanjutan dari penelitian ini.
Kata Kunci: Berat Awal Berbeda, Lawi-Lawi, Pertumbuhan MOTTO
ya Allah terima kasih karna kau telah mendengar doa-doa ku untuk menyelesaikan karya ku selama ini dan juga terima kasih kepada kedua orang tua yang telah mendoakan ku dan slalu mendukung ku dan juga untuk saudara-saudara ku,,,,,,,,,,,,,,,tercinta yang slalu memberikan ku motivasi terimakasih untuk
semuanya,kupanjatkan untuk mu semua…. Kupanjatkan keinginanku pada Allah dan kupanjatkan kedua orang tua ku agar mereka senantiasa diselimuti dengan kebahagiaan……… anakmu
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan berbagai nikmat yang tiada tara kepada seluruh makhluk-Nya terutama manusia. Demikian pula salam dan salawat kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang merupakan panutan dan contoh kita sampai akhir zaman, yang dengan keyakinan ini penulis dapat menyelesaikan Skripsi penelitian yang berjudul “ Optimasi Perbedaan Berat Awal Pertumbuhan Rumput Laut
Lawi-Lawi (Caulerpa sp) Pada Wadah Terkontrol ’’
Skripsi ini merupakan salah satu persyaratan akademik dalam lingkungan Universitas Muhammadiyah Makassar terkhusus pada Fakultas Pertanian sebagai salah satu tahap penyelesaian studi. Oleh karena itu, penyusunan Skripsi ini merupakan hal yang sangat penting dan harus mendapatkan perhatian penuh dalam tahap-tahap penyusunannya.
Penulis sangat menyadari bahwa Skripsi ini masih sangat jauh dari kesempurnaan, olehnya itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah ikut berpartisipasi dalam penyusunan Skripsi ini kepada :
1. Bapak Dr. H. Irwan Akib, M.Pd., Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar.
2. Bapak Ir. H. M Saleh Molla, MM., Dekan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Makassar.
3. Ibu Murni, S.Pi, M.Si. Selaku Ketua Jurusan Budidaya Perairan Universitas Muhammadiyah Makassar.
4. Bapak Ir. H. Burhanuddin MP., selaku dosen pembimbing utama yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing kami.
5. Bapak Sugeng Raharjo ,A.Pi selaku kepala BBAP Takalar beserta staf yang izin dan fasilitas selama penelitian.
6. Bapak Dasep Hasbullah S.P.M.Si., selaku pembimbing kedua yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing kami.
7. Ayahanda Ismail dan Ibunda Hafsa yang senantiasa mendoakan anakda agar mendapatkan kemudahan dalam semua urusan penyelesain studi di Universitas Muhammadiyah Makassar.
8. Rekan-rekan sesama mahasiswa yang telah memberikan masukan dalam pembuatan Skripsi ini.
Akhirnya tak lupa penulis ucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang tidak sempat dikemukakan namanya, atas segala bantuan dan partisipasi yang diberikan hingga penulis dapat menyelesaikan laporan ini. Semoga Allah SWT dapat memberikan imbalan dan pahala yang setimpal atas segala bantuannya, Amin.
NURLAYA
DAFTAR ISI
Hal
DAFTAR TABEL ………... xiii
DAFTAR GAMBAR ………... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ………. xv
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ………. 1
1.2. Tujuan dan Kegunaan ……….. 3
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Morfologi ……… 4
2.2. Habitat dan Penyebaran ………... 5
2.3. Pertumbuhan ……… 8
2.4. Parameter Kualitas Air ……… 11
III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat ... 16
3.2. Alat dan Bahan ………. 16
3.3. Prosedur Kerja ………... 17
3.4. Perlakuan dan Perancangan Percobaan ……….... 18
3.5. Pengukuran Perubah ……… 19
3.6. Analisis Data ………. 21
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Laju Pertumbuhan Lawi-lawi ……… … 22
4.3. Parameter Kualitas Air ……… 29
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ………..…….. 31
5.2. Saran ……… 31
DAFTAR PUSTAKA ……….. 32
DAFTAR TABEL
Hal
1. Alat yang digunakan dalam penelitian ……… 16 2. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ……….. 16 3. Alat parameter kualitas air ……….. 21 4. Laju pertumbuhan harian rumput laut lawi-lawi setiap
interval 7 hari selama penelitian ………. 22 5. Pertumbuhan mutlak lawi-lawi selama penelitian ……… 26 6. Kisaran parameter kualitas air selama penelitian ……… 29
DAFTAR GAMBAR
Hal 1. Caulerpa sp yang dibudidayakan di wadah styrofoan ……….. 4 2. Tata letak unit percobaan ………... 19 3. Histogram pertumbuhan rataan masing-masing perlakuan ……… 25 4. Histogram pertumbuhan mutlak pada masing-masing perlakuan …….. 27
LAMPIRAN
Hal
1. Hasil analisis ragam pertumbuhan mutlak rumput laut lawi-lawi …… 38 2. Uji BNT rumput laut lawi-lawi ……… 38 3. Parameter kualitas air rumput laut lawi-lawi selama penelitian ……… 39 4. Rata-rata kualitas air media selama penelitian ……….. 39 5. Laju pertumbuhan harian rumput laut lawi-lawi selama penelitian ….. 40
6. Foto-foto kegiatan selama penelitian berlangsung ………. 41
RIWAYAT HIDUP
Nurlaya, lahir di kananta ,kecemantan Soromandi, kabupaten Bima,propinsi NTB pada tangal 31 Desember 1990. Penulis adalah anak ke empat dari tujuh
bersaudara dari pasangan Ismail Lubis dan hawusah.
Penulis memulai pendidikan dasar (SD) di SDN THE tahun 1999 dan selesai pada tahu 2002.selanjutnya, ditahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan ke SMPN MTS S ANAWIYA PADOLO Kota Bima dan selesai tahun
2005.Selanjutnya, ditahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan (SMKP ) Pelayaran Sinar Bahari di Kota Makassar dan selesai pada pada tahun 2009.
Pada tahun 2009 Penulis mendaftar menjadi mahasiswa di Fakultas Pertanian dan ilmu Perikanan dan Kelautan di Universitas Muhammadiya Makassar.
Akhir, berkat karunia Allah dan iringan doa dari kedua orang tua, dan dukungan dari saudara-saudara serta motivasi dari teman-teman,penulis menyelesaikan studi SI pada
tahun 2014 dengan judul skripsi “Optimasi berat awal yang berbeda pertumbuhan
Rumput laut lawi –lawi(Caulerpa sp)pada wadah terkontro
PENNDAHULUAN
1.1.
Latar BelakangLawi-lawi (Caulerpa sp) adalah salah satu rumput laut hijau yang tumbuh secara alami di perairan Indonesia. Lawi-lawi ditemukan tumbuh pada substratkoral atau pada substrat pasir-pecahan karang. Lawi-lawi bersifat edible atau dapat dikonsumsi oleh manusia. Di Indonesia lawi-lawi telah dimanfaatkan sebagai sayuran segar atau lalap, namun konsumennya masih terbatas pada keluarga nelayan atau masyarakat pesisir. Selain sebagai bahan pangan lawi-lawi dapat digunakan sebagai pakan ternak dan obat untuk menurunkan tekanan darah tinggi dan obat reumatik (Novaczek dkk. Chew 2008).
Rumput laut lawi-lawi cukup potensi untuk di budidayakan dibeberapa daerah karena rumput laut jenis ini sangat digemari, Caulerpa sp menjadi komoditas yang mempunyai nilai ekomomis diperjual belikan dipasar lokal serta menjadi sajian khas disejumlah lestoran, salah satunya Kabupaten Takalar.
Pada perkembangannya Caulerpa sp ini selain sebagai bahan makanan juga sudah banyak dimanfaatkan untuk keperluan medis karena mengandung antioksidan sehingga sangat berguna bagi kesehatan. Lawi-lawi mempunyai kandungan gizi yang cukup tinggi sebagai sumber protein nabati, mineral maupun vitamin. Hasil analisa menunjukkan bahwa secara umum rumput laut
mengandung air yang tinggi yaitu sekitar 80-90 %, protein 17-27 %, lemak 0.08-1.9 %, karbohidrat 39-50 %, serat 1.3-12.4 % dan abu 8.15-16.9 %.
Pertumbuhan rumput laut sangat di pengaruhi oleh faktor lingkungan, seperti kualitas air, iklim, kecepatan arus, gelombang dan faktor-faktor biologis lainnya. Selain itu, faktor teknis juga sangat mempengaruhi produksi rumput laut. Pertumbuhan rumput laut akan lebih baik pada daerah yang pergerakan airnya cukup, karena pergerakan air ini dapat berfungsi memecah lapisan atas dan mengosongkan air dekat tanaman, sehingga menyebabkan meningkatnya proses difusi (Soegiarto, 1989). Selanjutnya Supit (1989), mengemukakan bahwa pertumbuhan lama pemeliharaan akan menyebabkan persaingan antara thallus dalam kebutuhan cahaya matahari, zat hara dan ruang gerak sehingga tidak menguntungkan dalam budidaya.
. Kepadatan penanaman bibit rumput laut tergantung dari jenis dan metode budidaya yang digunakan. Untuk budidaya caulerpa sp, bobot bibit yang digunakan sebanyak 50 -150-200 g perikatan dengan jarak tanam tidak kurang dari 25 cm. Pengikatan dapat dilakukan di darat atau langsung dilaut. Apabila dilakukan pengikatan didarat, sebaiknya dilakukan ditempat yang teduh pada waktu pagi atau sore hari. Penanaman dilakukan segera setelah selesai pengikatan, tujuannya agar bibit masih segar dan tida terlalu lama terjadi dari air laut agar tidak layu.
Rata-rata laju pertumbuhan pada perlakuan bobot bibit 50 gr, asal ujung
thallus rata 3,47%, tengah thallus rata 3,05% dan pangkal thallus
rata-rata 2,08% dan pangkal thallus rata-rata 1,12%. Bobot bibit 150 gr asal ujung thallus rata-rata 1,84%, tengah thallus rata-rata 1,22% dan pangkal thallus rata-rata 0,80%. Perlakuan bobot bibit yang berbeda terlihat bahwa rumput laut asal ujung thallus pertumbuhannya cenderung lebih baik dari pada asal tengah dan pangkal thallus, sedangkan untuk perlakuan asal thallus yang berbeda secara umum terlihat bahwa rumput laut bobot bibit 50 gr cenderung mempunyai pertumbuhan yang lebih baik dari bobot bibit 150 gr dan 200 gr. Berdasarkan analisis faktorial perlakuan yang termasuk kategori sangat baik untuk dijadikan bibit yaitu ujung; 50 gr, ujung;150 gr dan pangkal 200 gr. Kategori baik yaitu tengah;50, pangkal;150 gr dan tengah; 200 gr. Sedangkan kategori tidak baik yaitu pangkal; 50 gr, tengah;150 gr dan ujung; 200 gr (Rahma, 2010).
Berdasarkan data hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Rahma (2010), tentang laju pertumbuhan dengan bobot awal berbeda rumput laut
Kappaphycus alvarezii, maka dilakukan penelitian lanjutan pada rumput laut
lawi-lawi dengan bobot awal berbeda dengan harapan dapat meningkatkan pertumbuhan yang optimal.
1.2. Tujuan dan Kegunaan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui 0ptimasi pertumbuhan rumput laut strain lawi-lawi (Caulerpa sp) dengan bobot awal yang berbeda. Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan informasi bagi pembudidaya dalam usaha budidaya rumput laut sehingga dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi rumput laut yang dihasilkan serta menjadi acuan untuk penelitian selanjutnya.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Klasifikasi dan Morfologi Lawi-lawi (Caulerpa racemosa)
Menurut Verlaque, dkk (2003), bahwa klasifikasi Caulerpa racemosa adalah sebagai berikut:
Divisi : Chlorophyta Kelas : Chlorophyceae Suku : Caulerpales Marga : Caulerpa
Jenis : Caulerpa racemosa/ caulerpa lentillifera,c sertulariodes
Gambar 1. Caulerpa sp yang dibudidayakan di wadah styrofoan.
Lawi-lawi adalah salah satu genus alga yang dapat diidentifikasi berdasarkan bentuk pertumbuhan dan morfologinya. Semua spesies dan sub
spesies Caulerpa sp hidup di laut, tetapi ada juga yang dapat hidup di laguna (Silva 2003). Laporan mengenai jumlah spesies Caulerpa bervariasi antara 70 hingga 100. Ciri umum lawi-lawi adalah; Tallus utama tumbuh menjalar, ruas batang ditumbuhi akar menyerupai akar serabut, bentuk percabangan seperti bentuk daun yang beragam menyerupai : daun tunggal bundar seperti anggur, seperti daun pakis, daun kelapa dan daun ketela pohon. Selain itu lawi-lawi memiliki ciri-ciri khusus yaitu : Tanaman tumbuh yang dapat mencapai ketinggian 8,5 cm dan cabang yang berdiri memiliki bentuk daun seperti anggur.
2.2. Habitat dan Penyebaran
Menurut Dawson (1966), menyatakan bahwa pantai yang berterumbu karang merupakan tempat hidup yang baik bagi sejumlah besar spesies rumput laut dan hanya sedikit yang dapat hidup di pantai berpasir. Sedangkan substrat yang paling umum tempat hidup rumput laut adalah kapur atau bentuk lain dari kalsium karbonat dimana bahan ini memiliki tingkat kesuburan yang tinggi, mudah tererosi dan warna yang jelas sehingga sinar matahari terpantul.
Mubarak dan Wahyuni (1981) mengatakan bahwa tipe substrat yang paling baik bagi pertumbuhan rumput laut adalah campuran pasir karang dan potongan atau pecahan karang, karena perairan dengan substrat demikian biasanya dilalui oleh arus yang sesuai bagi pertumbuhan rumput laut.
Marga lawi-lawi banyak dijumpai pada daerah pantai yang mempunyai rataan terumbu karang. Tumbuh pada substrat yang mati, Pecahan karang mati, pasir lumpur dan lumpur. Kebanyakan jenis ini tidak tahan pada kekeringan,
tumbuh pada kedalaman perairan yang pada saat pasang surut terendah dan masih tergenang oleh air (Kadi dan Atmaja, 1988). Lawi-lawi tersebar luas di perairan beriklim tropis dan dangkal. Pada tahun 1926 bentuk baru dari alga itu dilaporkan dari Tunisia, mungkin seorang imigran dari Laut Merah, dan ini kemudian menyebar ke banyak bagian timur.
Kondisi ekologi daerah pasang surut pantai kondang merah yaitu suhu air rata 26,5 oC, pH air rata-rata 5,6 sedangkan subtrat berupa pasir, lumpur batu-batuan termasuk karang dan sebagian besar adalah batu karang. Menurut Svendilius dan Borgerse (dalam Sabhitha, 1999) Caulerpa berdasarkan habitatnya dibagi menjadi 3 kategori yaitu 1 jenis yg terdapat dalam lumpur dan tumbuhan epiti pada akar magrover misalnya caulerpa vericilira, 2 jenis yang terdapat subrat lumpur di perairan dangkal misalnya caulerpa cralifolia dan 3 jenis yang menempel pada batu karang C. racemosa. Pada umumnya caulerpa yang tumbuh di pantai kondang merah tumbuh bergelombal atau berumpuh, keberadaanya dapat dijumpai dipaparan tumbuh karang dengan kedalaman pada umumnya makroagal sifat stenohalim dan tidak dapat tumbuh pada daerah dengan salinitas rendah kurang kurang dari 25%. Menurut hasil penelitian yang di lakukan caulerpa banyak dijumpai pada tempat yang terlindung dari air yang jerni,aliran tidak terlalu kuat arusnya dan bagian dasar halus karena adadanya sidimentasi. Prud, dkk (2001) menyatakan keanekaragaman caulerpa paling tinggi didaerah tropik yaitu zona culitora dan berkurang pada zona sublitora caulerpa tumbuh menunjukan caulerpa bersifat sebagai antioksidasi dan ektra metano dari caulerpa, caulerpa mengandung tiga macam catechin (fiavano) yaitu gallo catechin
merupakan hasil metaboli tanaman yang termasuk dalam famili flavonoid dan fungsi sebagai antioksidas.
Lawi-lawi mempunyai prospek cukup menjanjikan untuk dibudidayakan. Masyarakat Fiji telah banyak mengkonsumsi rumput laut didalam makanannya, antara lain dari jenis : lawi-lawi var. occidentalis, Codium bulbopilum, Hypnea
pannosa, Gracilaria sp., Solieria robusta, dan Acanthaphora spicifera. Dan
sebagai menu utama makanan mereka adalah Caulerpa dan Hypnea. Beberapa karakteristik biologi spesies Caulerpa meliputi :
2.2.1. Kecepatan Pertumbuhan yang Tinggi
Jumlah meristem stolon lawi-lawi yang tumbuh di Pelabuhan Hutingon, California adalah 555+182 per meter persegi. Tingginya kepadatan meristem ini menunjukkan kemampuan untuk melintasi sedimen dan melewati organisme lain (Williams, 2002).
2.2.2. Kemampuan Membelah Diri
Implikasi ekologi dari reproduksi membelah diri adalah adanya gangguan seperti badai atau pemangsaan oleh hewan herbivora dapat menghasilkan fragmen-fragmen yang dapat menyebar dan menjadi Caulerpa yang baru (Smith 1999). Kemampuan spesies untuk membelah diri dapat menjadi keuntungan dalam berkompetisi dengan makhluk hidup multiseluler yang bereproduksi secara seksual (Vroom, dkk 2001). Kesuksesan penyebaran melalui fragmentasi tampaknya menjadi faktor kritis bagi spesies Caulerpa untuk mengkolonisasi area yang baru (Smith, 1999).
2.2.3. Kemampuan Mengambil Nutrien dari Sedimen
Tidak seperti kebanyakan makro alga, yang menempel pada sedimen dan mengambil nutrient dari kolom air, spesies dari genus C. memiliki rhizoid yang dapat masuk ke dalam sedimen dan mengambil nutrient dari sedimen. Rhizoid dari C. taxifolia yang menyerupai akar dari tanaman berpembuluh dapat secara langsung mengikat karbon, nitrogen, dan fosfor dari subsrat. Kemampuan mengakses nutrient dari substrat membuat Caulerpa menjadi kompetitor unggulan di lingkungan yang miskin nutrient.
2.2.4. Kemampuan Mentolerir Temperatur Air Yang Rendah
Spesies Caulerpa adalah salah satu alga yang dapat menyebar luas baik di perairan tropis ataupun subtropis (Silva, 2003). Kemampuan spesies Caulerpa untuk bertahan pada temperatur yang relatif rendah menyebabkan spesies ini dapat mengeksploitasi tempat hidup yang baru jika mereka diintroduksi. Penelitian yang dilakukan pada tahun 2001 menunjukkan bahwa 12 dari 14 spesies Caulerpa yang biasa tersedia untuk diperdagangkan di California Selatan memiliki distribusi alami yang luas hingga ke perairan tropis (Frish, 2003).
2.3. Pertumbuhan
Pertumbuhan adalah perubahan ukuran suatu organisme yang dapat berupa berat atau panjang dalam waktu tertentu. Secara umum pertumbuhan pada
tumbuhan diawali untuk stadium zigot sel yang terbentuk sebagai hasil bersatunya dua sel kelamin yang telah masak yang merupakan hasil pembuahan sel kelamin betina dengan jantan. Pembelahan zigot menghasilkan jaringan meristem yang akan terus membelah dan mengalami diferensiasi. Diferensiasi adalah perubahan yang terjadi dari keadaan sejumlah sel, membentuk organ-organ yang mempunyai struktur dan fungsi yang berbeda.
Pertumbuhan rumput laut sangat dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang berpengaruh antara lain jenis, galur (sekelompok individu sejenis yang homozigot), bagian thallus dan umur. Sedangkan faktor eksternal yang berpengaruh antara lain keadaan fisik dan kimiawi perairan. Suhu yakni diantaranya mempengaruhi kerja enzim. Suhu ideal yang diperlukan untuk pertumbuhan yang paling baik adalah suhu optimum, yang berbeda untuk tiap jenis tumbuhan. Cahaya yakni mempengaruhi proses fotosintesis.
Pertumbuhan juga merupakan salah satu aspek biologi yang harus diperhatikan. Ukuran bibit rumput laut yang ditanam sangat berpengaruh terhadap laju pertumbuhan dan bibit thallus yang berasal dari bagian ujung akan memberikan laju pertumbuhan lebih tinggi dibandingkan dengan bibit thallus dari bagian pangkal. Menurut Iksan (2005), laju pertumbuhan rumput laut yang dianggap cukup menguntungkan adalah diatas 3% pertambahan berat per hari. Rumput laut merupakan organisme laut yang memiliki syarat-syarat lingkungan tertentu agar dapat hidup dan tumbuh dengan baik.
Caulerpa sp biasa tumbuh antara 10-13 kali setelah 3 bulan masa
pemeliharaan berat awal 100 gr dengan bibit awal 120-140 biasa di panen setelah 20 hari, mencapai 900 kg - 1400 kg dan berikutnya biasa di panen tiap hari 40 kg 80 kg selama 15 hari (Soegiato et al, 1999).
Rata-rata laju pertumbuhan pada perlakuan bobot bibit 50 gr, asal ujung
thallus rata 3,47%, tengah thallus rata 3,05% dan pangkal thallus
rata-rata 2,84%. Bobot bibit 100 gr, asal ujung thallus rata-rata-rata-rata 2,41%, tengah thallus rata-rata 2,08% dan pangkal thallus rata-rata 1,12%. Bobot bibit 150 gr asal ujung thallus rata-rata 1,84%, tengah thallus rata-rata 1,22% dan pangkal thallus rata-rata 0,80%. Perlakuan bobot bibit yang berbeda terlihat bahwa rumput laut asal ujung thallus pertumbuhannya cenderung lebih baik dari pada asal tengah dan pangkal thallus, sedangkan untuk perlakuan asal thallus yang berbeda secara umum terlihat bahwa rumput laut bobot bibit 50 gr cenderung mempunyai pertumbuhan yang lebih baik dari bobot bibit 150 gr dan 200 gr. Berdasarkan analisis faktorial perlakuan yang termasuk kategori sangat baik untuk dijadikan bibit yaitu ujung;50 gr, ujung;150 gr dan pangkal 200 gr. Kategori baik yaitu tengah;50, pangkal;150 gr dan tengah; 200 gr. Sedangkan kategori tidak baik yaitu pangkal; 50 gr, tengah;150 gr dan ujung; 200 gr (Rahma, 2010).
Satu luasan dalam budidaya rumput laut umumnya, produksi terdiri atas keseluruhan hasil panen yang terdiri dari bibit yang di tanam dan telah mengalami pertumbuhan selama masa pemeliharaan. biasanya produksi di nyatakan dalam satuan berat persatuan luas persatuan waktu.
Harjadi (1979) mengatakan bahwa jarak tanam dalam mempengaruhi kompotisi antara organisme dalam mengunakan air dan zat-zat hara yang akhirnya akan mempengaruhi populasi tanaman. Jarak tanam yang rapat akan membersih populasi yang tinggi, akan tetapi yang tinggi tidak selamanya memberikan produksi yang optimal.
Kadi dan Atmadja (1998) mengetahui bahwa gelombang yang terlalu besar atau tinggi dapat menyebabkan thallus mudah patah yang selanjutnya mengurangi biomas/bobot tanaman pada saat panen.di tambahkan lagi oleh Sugianto, dkk.
Dalam Aryani (2006) bahwa tanaman yang pada saat pengukuran kembali
menunjukan adanya penurunan berat di sebabkan karena adanya tanaman yang hilang patah.
2.5. Parameter Kualitas Air 2.5.1. Suhu
Suhu mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan dan pertumbuhan rumput laut. Suhu air dapat berpengaruh terhadap beberapa fungsi fisiologis rumput laut seperti fotosintesa, respirasi, metabolisme, pertumbuhan dan reproduksi. Lawi-lawi hidup di pantai pada suhu air hangat 250C-30oC (Piazzi
dkk 2002). Caulerpa memiliki tallus yang menjalar dan pada bagian-bagian
tertentu dan terdapat akar rambut yang berfungsi mengambil makanan dari substrat. Biasanya tumbuh dilaguna dangkal, bisa tumbuh di substrat karang, atau batu, hingga substrat berpasir dan subrat berlumpur
Pertumbuhan lawi-lawi menunjukkan peningkatan ketika kepadatan meningkat, tetapi dengan derajat yang lebih rendah dibandingkan C. Taxifolia (Piazzi, dkk 2001). Bagaimanapun pada penelitian kompetisi menunjukkan ketika lawi-lawi dan C. taxifolia hadir bersama-sama, lawi-lawi akan menjadi spesies yang lebih unggul (Piazi, dkk 2002).
2.5.2. Salinitas
Parameter kimia lain yang sangat berperan dalam budidaya rumput laut adalah salinitas. Salinitas merupakan faktor yang penting bagi pertumbuhan rumput laut. Mekanisme osmoregulasi pada rumput laut dapat terjadi dengan menggunakan asam amino atau jenis-jenis karbohidrat. Kisaran salinitas yang rendah dapat menyebabkan pertumbuhan rumput laut menjadi tidak normal.
Lawi-lawi berada di perairan yang tenang dengan salinitas antara 25-30 ppt (Carruterss et al. 1993), disebaran ASIA-PASIFIK: meliputi wilayah perairan di Asia Tenggara seperti Indonesia, Filipina, Singapura, Thailand, Malaysia, Cina, Taiwan dan Papua Newgini. Dalam kondisi dilaboratorium, lawi-lawi berhenti tumbuh ketika salinitas turun hingga 20 ppt, tetapi tidak mati hingga dua puluh hari. Lawi-lawi dapat bertahan sebentar ketika terkena paparan salinitas yang lebih rendah dari 20 ppt (Carruterss et al. 1993).
2.5.3. Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman (pH) menunjukkan konsentrasi ion H+ dalam air. Nilai pH disefinisikan sebagai logaritma negatif konsentrasi ion H dalam larutan (Effendi, 2007). Air laut mempunyai kemampuan menyangga yang sangat besar
untuk mencegah perubahan pH. Perubahan pH sedikit saja dari pH alami akan memberikan petunjuk terganggunya sistem penyangga hal ini dapat menimbulkan perubahan dan ketidakseimbangan kadar CO2 yang dapat membahayakan kehidupan biota laut. pH air laut permukaan di indonesia umumnya bevariasi dari lokasi ke lokasi antara 6,0-8,5 (Romimohtarto, 1999). Menurut Kusnendar (2002) bahwa perairan yang baik untuk pertumbuhan rumput laut sebaiknya mempunyai kisaran pH 7,5-8,0. Sedangkan Indriani dan Sumiarsi (1991) menjelaskan bahwa pH yang layak untuk pertumbuhan rumput laut berkisar antara 7,8-8,2.
2.5.4. Amoniak
Amoniak (NH3) bersifat mudah larut dalam air. Ion yang mudah larut dalam air bentuk transisi dari amoniak.sumber pemecahan amoniak di perairan adalah pemecahan nitrogen organic (proteik dan urea) dan nitrogen anorganik yang terdapat di dalam tanah dan air, yang berasal dari dekomposisi bahan organik (tumbuhan dan biotan akuatik yang telah mati) oleh mikroba dan jamur, proses ini di kenal dengan amonifikasih (Effendi, 2007).
2.5.5. Fosfat
Fosfat merupakan bentuk fosfor yang dimanfaatkan oleh tumbuhan, karena merupakan unsur yang sangat penting dan menentukan untuk pertumbuhan tanaman air (Dwidjoseputro, 1994). Di perairan alami fosfat tersdapat dalam dua bentuk yaitu senyawa fosfat organik dan anorganik. Fosfat anorganik inilah yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman air dalam bentuk ortophosfat. Ortophosfat
adalah phosfat anorganik, merupakan salah satu bentuk Phosphorus yang terlarut dalam air. Ortophosfat terdiri dari H2PO4-,HPO4-,, dan PO43- (Anonim, 2004). Bentuk fosfat ini yang dapat dimanfaatkan langsung oleh tumbuhan akuatik. Sedangkan poliphosfat harus mengalami hidrolisis terlebih dahlu membentuk ortophosfat sebelum dimanfaatkan langsung sebagai phosfat.
Menurut Papilia (1997) menyatakan bahwa kisaran kandungan fosfat dalam perairan untuk perairan rumput laut 0,1-3,5 ppm. Sedangkan menurut penelitian Yusuf (2004) memperoleh kisaran fosfat 0,5-1,88 memberikan hasil yang baik untuk pertumbuhan rumput laut.
2.5.6. Oksigen Terlarut
Oksigen terlarut merupakan salah satu faktor yang penting dalam kehidupan organisme untuk proses respirasi. Oksigen terlarut dalam air umumnyadari difusi oksigen, arus atau aliran air melalui air hujan dan fotosintesis. Kadar oksigen terlarut bervariasi tergantung pada suhu, salinitas, turbulensi air dan tekanan atmosfer. Nilai oksigen terlarut terendah adalah 5 mg/1, sebab apabila oksigen terlarut lebih rendah dari 4 mg/1 dapat diindikasikan perairan tersebut mengalami gangguan (kekurangan oksigen) akibat kenaikan suhu pada siang hari, malam hari akibat respirasi organisme air juga disebabkan oleh adanya lapisan minyak di atas permukaan air laut dan masuknya limbah organik yang mudah terlarut. Pernyataan tersebut di atas didukung juga oleh Standar Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut (Budidaya Perikanan) Kep-02/MENKLH/I/88 yang diperbolehkan lebih besar dari 4 mg/1.
Fluktuasi nilai oksigen terlarut dalam air dapat dipengaruhi oleh pergerakan massa air, proses fotosintesis dan respirasi dari organisme laut termasuk fitoplankton dan alga lainnya. Kadar oksigen terlarut juga berfluktuasisecara harian (diurnal) dan musim tergantung pada pencampuran
(mixing) dan pergerakan (turbulence) massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi,
dan limbah (effluent) yang masuk ke badan air. Fluktuasi oksigen yang tidak terlalu besar dipengaruhi oleh adanya pencampuran, aktifitas fotosintsisdan respirasi dari organisme laut lainnya. Proses fotosintesis yang dilakukan oleh rumput laut jenis Coulerpa sp., dapat memberikan sumbangan oksigen untuk organisme lainnya seperti ikan.
2.5.7. Arus
Arus merupakan salah satu faktor penting dalam pertumbuhan rumput laut dimana arus mempunyai peranan dalam transportasi unsur hara sebagai sumber makanan. Jika gerakan air yang bagus maka akan membawa nutrien yang cukup dan dapat mencuci kotoran-kotoran halus yang menempel pada thallus. Sebaliknya dalam pengembangan usaha budidaya rumput laut perlu diperhatikan kondisi lokasi agar terlindung dari arus yang kuat. Kecepatan arus untuk budidaya lawi-lawi adalah 13-39 cm/det. Kadi dan Atmadja (1988) yang menyatakan bahwa kecepatan arus yang baik untuk budidaya lawi-lawi adalah 20-40 cm/detik. Adanya arus air yang baik dapat menjamin tersedianya makanan yang tetap bagi rumput laut. Kecepatan arus yang sering berfluktuasi, hal ini disebabkan oleh kondisi perairan, gaya hidrologi dan pengaruh fisika oseanografi lainnya.
III. METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai Desember 2013 pada Laboratorium Basah Rumput Laut di Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Takalar sebagai lokasi pemeliharaan lawi-lawi.
3.2. Alat dan Bahan
Tabel 1. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian.
NO Nama Alat Kegunaanya
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. Styrofoam
Ember plastic volume 10 liter Handrefractometer
Aerator Thermometer
Portable water Quacty multi tester pH Meter Lakban Gelas lot Pisau/Scalpel/gunting Gayung Selang Aerasi Batu Aerasi Alat tulis Timbangan elektrik
Sebagai wadah penelitian Untuk pergantian air
Untuk mengukur salinitas air Penyuplai oksigen
Mengukur suhu air
Untuk mengukur, Do, pH, dan teperatur
Untuk mengukur pH air Alat perekat
Mengukur volume air
Memotong tallus/tangkai lawi-lawi Kelengkapan persiapan air media Sebagai saluran oksigen
Sebagai penyuplai oksigen Untuk mencatat hasil penelitian Untuk menimbang caulerpa
Tabel 2. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian.
No Nama Bahan Kegunaan
1. 2. 3. 4. 5. Lawi-lawi Air Tawar Kertas label Tissu Pasir
Sebagai tanaman uji Penetrallisir substrat Penanda perlakuan
Sebagai pembersih alat/ meresapkan air Sebagai substrat
3.3. Prosedur Kerja 3.3.1. Wadah Penelitian
Wadah yang digunakan sebagai wadah terkontrol adalah Sterofoam ukuran 30 cm x 45 cm dengan volume air 5 liter dengan tinggi ± 25 cm sebanyak 9 buah wadah. Wadah yang digunakan disesuaikan dengan jumlah satuan percobaan yaitu sebanyak 9 buah. Setiap wadah dilengkapi dengan aerasi untuk mengsuplai oksigen ke wadah penelitian.
3.3.2. Tanaman Uji
Tanaman uji yang digunakan dalam penelitian ini adaalah caulerpa kultur
bulaeng (C. lentillifera) yang diperoleh dari bangsal BBAP Takalar, yang
memenuhi kualitas sebagai bibit unggul selanjutnya ditimbang dengan alat timbangan elektrik.
Bibit lawi-lawi bisa langsung dipilah-pilah menjadi bagian-bagian kecil sebagai mana metode pembibitan Glacilaria atau cottoni, Bibit bisa diperoleh dari area budidaya tambak. yang berumur minimal 20 hari. Bibit yang akan ditebar harus kualitas selalu dalam kondisi segar.
3.3.3. Persiapan Air Media
Air yang digunakan sebagai media pemeliharaan dalam penelitian ini yakni air yang dipompa langsung dari laut melalui sistem sumur atau penggalian dasar laut baru di masukkan pipa ke dalam galian tersebut yang sudah di bungkus
saringan ijuk pada ujung pipa terus dialihkan melewati bak sterilisasi melalui filter fisik dan filter ultra violet (UV) kemudian ditampung di tandon.
3.3.4. Pengukuran Metode Biologis
Pertumbuhan Rumput Laut Caulerpa sp
Pengukuran pertumbuhan thallus Caulerpa sp dilakukan setiap minggu dengan cara tallus diangkat dari wadah baru dikeringkan selama 2-5 detik atau dikeringkan dengan menggunakan tissu setelah airnya meresap pada tissu kemudian tallus ditimbang dengan menggunakan timbangan elektrik.
Pengukuran Kualitas Air
Sebagai data penunjang, dalam penelitian dilakukan pengukuran beberapa parameter kualitas air antara: suhu, pH dan salinitas akan dilakukan pengukuran pada setiap hari terutama pada saat akan dilakukan pergantian air sedangkan kualitas air seprti: Mg, NH4, , NO3 dan PO4, dilakukan pengukuran dalam waktu 3 kali dalam sekali penelitian dengan menggunakan alat pengukurannya masing-masing di laboratorium.
3.4. Perlakuan dan Perancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap, yang terdiri dari 3 perlakuan dan 3 ulangan bobot awal berbeda adalah sebagai berikut:
A = 50 gr B = 150 gr C = 200 gr
Rancangan percobaan yang digunakan rancang yang terdiri dari 3 perlakuan 3 ulangan.
Gambar 2. Tata letak unit percobaan
3.5. Pengukuran Perubah
3.5.1. Laju Pertumbuhan Harian
Untuk melihat laju pertumbuhan maka parameter yang di amati adalah laju pertumbuhan berat harian rumput laut yang diperoleh pertimbangan sampel dilakukan sekali seminggu selama 45 hari dan dihitung dengan rumus yang ditemukan oleh Fortes, (1989 dalam Zulkifli, 2005).
Penimbangan sekali dalam seminggu selama 45 hari dan di hitung dengan rumus yang di kemukakan oleh Fortes (1989) Hartado (2009).
SGR = x 100 % Keterangan :
SGR = Laju pertumbuhan spesifik harian rumput laut (%/hari)
A1 B2 C3
B1 A2 C1
Wt = Berat kultivar pada waktu t (g) Wo = Berat kultivar (g)
t = Lama pemeliharaan (hari)
3.5.2. Pertumbuhan Mutlak
Pengukuran produksi setelah panen. Pemanenan dilakukan ketika rumput laut berumur 6 minggu atau sekitar 45 hari. Untuk mengukur produksi, maka parameter yang diamati adalah berat akhir dari tanaman (Fortes, 1991) dalam Zulkifli 2005).
Menurut Wt-Wo
Keterangan :
P = Produksi kultivar (kg/m2) Wt = Berat akhir kultivar (kg) Wo = Berat awal kultivar (kg)
3.5.3. Parameter Kualitas Air
Sebagai data penunjang dilakukan pengukuran beberapa parameter kualitas air seminggu sekali yang dapat dilihat pada Tabel 3 berikut:
Tabel 3. Alat parameter kualitas air.
No Kualitas Air Alat Ukur Frekuensi Keterangan
1. Suhu Thermometer 3 x / minggu Insitu
2. Salinitas Handrefractometer 3 x / minggu Insitu 3. Suhu Air Portable water
Quacty multi tester
1 x / minggu Insitu
4. pH pH Tester 3 x / mingg Insitu
5 Phosphat (PO4-) Portablewater Quactymulty tester 1 x / minggu Laboratorium 6. Amonia Portablewater Quactymulty water 1 x / minggu Laboratorium 3.6. Analisis Data
Untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap pertumbuhan rumput laut lawi-lawi (Caulerpa sp) dengan bobot awal berbeda pada wadah terkontrol, maka dianalisis menggunakan analisis sidik ragam pada tingkat kepercayaan 95% dan apabila berpengaruh nyata maka dilakukan uji nyata terkecil (BNT) untuk melihat perbedaan antar perlakuan (Gasperz, 1991).
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Laju Pertumbuhan Lawi-lawi (Caulerpa sp.)
Pertumbuhan adalah proses pertambahan panjang atau berat dari suatu organisme hidup selama selang waktu tertentu. Penambahan biomassa rumput laut disebabkan adanya proses ini menyebabkan terjadinya persaingan diantara tanaman dalam memperoleh zat makanan, ruang gerak dan cahaya matahari (Darmayasa, 1988). Laju pertumbuhan harian rumput laut lawi-lawi (Caulerpa
sp) dengan bobot awal berbeda selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Laju pertumbuhan harian rumput laut lawi-lawi setiap interval 7 hari selama penelitian.
Perlakuan Laju Pertumbuhan Rataan Harian (g/plot)
7 14 21 28 35
A (50 g) 22.5 39.3 58.7 69.1 45.4
B (150 g) 25.7 44.8 53 20.4 - 60.3
C (200 g) 11.8 28.8 36 13.2 - 106.6
Pada Tabel 4 memperlihatkan bahwa laju pertumbuhan harian rumput laut lawi-lawi selama penelitian bervariasi setiap perlakuan. Pada perlakuan A (50 g) puncak laju pertumbuhan harian rumput laut lawi-lawi diperoleh pada hari ke 28 dengan laju pertumbuhan sebesar 69.1 g/plot, selanjutnya di hari ke 35 mulai menurun laju pertumbuhannya. Sedangkan pada perlakuan B (150 g ) dan C (200 g) puncak laju pertumbuhan harian diperoleh pada hari ke 21 masing-masing laju pertumbuhan harian sebesar 53 g/plot dan 36 g/plot. Perbedaan laju pertumbuhan
harian ini disebabkan karena perbedaan bobot awal rumput laut yang digunakan pada penelitian.
Berdasarkan Tabel 4 menunjukkan bahwa laju pertumbuhan rumput laut lawi setiap perlakuan memiliki fase pertumbuhan yang sama, yang mana pada awal pemeliharaan pertumbuhannya lambat, tapi kemudian meningkat terus, pertumbuhannnya konstan dan selanjutnya pertumbuhannya rumput laut lawi menurun. Hal ini terlihat bahwa pertumbuhan rumput laut lawi selama penelitian memiliki 3 fase pertumbuhan yaitu fase logaritmik, fase linier dan fase penuaan/menurun.
Laju pertumbuhan harian rumput laut lawi-lawi pada perlakuan A (50 g) mengalami peningkatan sampai hari ke 28, selanjutnya hari berikutnya menurun sampai hari ke 35. Terjadinnya penurunan laju pertumbuhan harian ini disebabkan karena ketersediaan unsur hara yang dibutuhkan oleh lawi-lawi berkurang. Seperti diketahui bahwa untuk pertumbuhan tanaman/lawi-lawi sangat memerlukan ketersediaan unsur hara baik yang diserap melalui akar maupun yang melalui daun, disamping itu juga pada penelitian ini lawi-lawi yang diuji tidak dilakukan pemupukan sehingga lawi-lawi mengalami kekurangan pasokan hara baik dari air bakunya maupun dari substrat sebagai media tumbuhnya. Menurut (Winarno, 1996), bahwa kekurangan usur hara pada rumput laut dapat menyebabkan pertumbuhan menurun, karena usur hara dapat membantu untuk proses fotosentesis. Penyerapan unsur hara dilakukan melalui seluruh permukaan tallus. Dikatakan pula bahwa unsur hara yang berperan penting dalam pertumbuhan rumput laut adalah posfor, nitrogen, dan sulfur sebagai pembentukan
protein, unsur kalium dalam proses metabolisme sel dan magnesium untuk pembentukan klorofil.
Pada perlakuan B (150 g) laju pertumbuhan harian rumput laut lawi-lawi pada awal pemeliharaan mengalami peningkatan pertumbuhan, akan tetapi pada akhir penelitian (hari ke 35) mengalami pertumbuhan negative. Hal ini disebabkan karena akibat adanya perubahan warna kuning kecoklatan dan coklat kekuningan menyebabkan ramuli patah. Ramuli yang patah akhirnya layu dan mati, dengan demikian menyebabkan pertumbuhan harian rumput laut lawi-lawi menurun. Selain itu, rumput laut lawi-lawi mengalami stres, layu dan pada akhirnya mati, sehingga pertumbuhan rumput laut menjadi negatif. Hal ini tampak jelas pada hari ke 35 rumput laut lawi-lawi mulai menurun. Menurut Mubarak (1982) bahwa pertumbuhan rumput laut berjalan cepat pada awal pemeliharan dan semakin lambat sejalan dengan bertambahnya umur pemeliharaan.
Sedangkan pada perlakuan C (200 g) mengalami peningkatan sampai hari ke 21, setelah itu hari berikutnya menurun dan pada hari 35 mengalami pertumbuhan negatif. Terjadinya laju pertumbuhan harian negatif ini, diduga karena thallus yang mati sehingga berdampak pada angurnya berguguran didasar wadah penelitian. Selain itu air media pemeliharaan rumput laut lawi keruh (tidak jernih), sehingga sinar matahari tidak optimal tembus ke dasar wadah penelitian. Dengan demikian menyebabkan proses fotosentesis tidak berjalan dengan sempurna. Hal ini dipertegas oleh Afrianto dan Liviyawati (1993), bahwa air keruh dapat menghalangi cahaya matahari ke dalam air serta dapat menutupi
permukaan tallus yang dapat menyebabkan thallus membusuk sehingga mudah patah. Intensitas sinar yang diterima secara sempurna oleh thallus merupakan faktor utama dalam proses fotosintesa.
Gambar3 .Hidrogen pertumbuhan rataan masing-masing
Pada Gambar 3 menunjukkan bahwa rumput laut lawi-lawi dengan bobot awal berbeda pada perlakuan A (50 g) mencapai puncak pertumbuhan rataan harian pada hari ke 28, hal ini diduga penggunaan bobot awal 50 g lebih mampu menyerap nutrien karena tidak ada persaingan thallus yang banyak dalam media pemeliharaan sehingga pertumbuhan lebih optimal. Sebaliknya pada perlakuan B (150 g) dan perlakuan C (200 g) mencapai puncak pertumbuhan pada hari ke 21, karena bobot awal yang tinggi menyebabkan terjadi persaingan penyerapan unsur hara dalam media pemeliharaan sehingga pertumbuhan tidak maksimal. Menurut Geider dan Osborme (1992), perbedaan laju pertumbuhan harian antara alga satu
-200.00 -150.00 -100.00 -50.00 0.00 50.00 100.00 150.00 A = 50 g B = 150 g C =200 g B obo t B ioma ss a (g ) 7 hari 14 Hari 21 Hari 28 Hari 35 Hari
dengan yang lainnya disebabkan karena perbedaan kemampuan dalam mengabsorsi nutrien dari perairan atau lingkungannya.
3.7. Pertumbuhan Mutlak Caulerpa sp.
Pertumbuhan mutlak rumput laut lawi-lawi dengan bobot awal berbeda pada wadah terkontrol selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 5
Tabel 5. Pertumbuhan mutlak lawi-lawi selama penelitian. Perlakuan Berat Awal g/plot
(0 Hari)
Bobot Akhir Umur 35 Hari (g) Pertumbuhan Mutlak (g) A 50 95.4 45.4 B 150 89.7 (60.3) C 200 93.4 (106.6)
Berdasarkan hasil tidak ragam menunjukkan bahwa bobot awal berbeda memberikan pengaruh sangat nyata (p<0,01) terhadap petumbuhan rumput laut lawi-lawi pada wadah terkontrol. Sedangkan hasil uji beda nyata terkecil (BNT) menunjukkan bahwa petumbuhan rumput laut lawi-lawi pada perlakuan A berbeda (p<0,05) dengan perlakuan B dan C, sedangkan pada perlakuan B berbeda (p<0,05) dengan perlakuan C. Pertumbuhan mutlak lawi-lawi dengan bobot awal berbeda perlakuan A memiliki nilai tertingi sebesar 45.4 g, kemudian diikuti perlakuan B sebesar -60.3 g dan terendah diperoleh pada perlakuan C sebesar -106.6 g. Dari Tabel 5 menunjukkan bahwa bobot awal rumput laut lawi-lawi berpengaruh terhadap pertumbuhan, dimana bibit awal yang lebih rendah memberikan hasil pertumbuhan yang tinggi dibanding dengan bobot awal yang lebih tinggi. Hal ini disebabkan karena bobot awal yang rendah tidak terjadi
persaingan antra thallus dalam mendapatkan makanan (Anonim, 2005 dalam Rumpilu, 2010). Selanjutnya Lasut dalam Bukusu (1994), mengadakan penelitian mengenai bobot awal bibit dalam suatu usaha pembudidayaan dan memperoleh.
Gambar 5. Grafik pertumbuhan akhir masing-masing perlakuan.
Berdasarkan pada Gambar 5 menunjukkan bahwa bobot awal rumput laut lawi-lawi berpengaruh terhadap pertumbuhan, dimana bibit awal yang lebih rendah memberikan hasil pertumbuhan yang tinggi dibanding dengan bobot awal yang lebih tinggi. Hal ini disebabkan karena bobot awal yang rendah tidak terjadi persaingan antra thallus dalam mendapatkan makanan (Anonim, 2005 dalam Rumpilu, 2010). Selanjutnya Lasut dalam Bukusu (1994), mengadakan penelitian mengenai bobot awal bibit dalam suatu usaha pembudidayaan dan memperoleh
-170 -140 -110-80 -50 -2010 40 70 100 130 160 190 220 250 280 310 340 370 400 1 2 3 50 95.4 A, 45.4 150 89.7 B, (60.3) 200 93.4 C, (106.6) Bo b o t (g)
hasil dimana bobot awal bibit yang kecil mempunyai laju pertumbuhan yang besar.
hasil dimana bobot awal bibit yang kecil mempunyai laju pertumbuhan yang besar.
Gambar 4. Histogram pertumbuhan mutlak pada masing-masing perlakuan. Tingginya pertumbuhan mutlak pada perlakuan A (50 g), hal ini disebabkan karenan adanya penyerapan unsur hara yang terjadi secara maksimal sehingga mempercepat tumbuhnya percabangan baru. Hal tersebut menyebabkan pertumbuhannya lebih cepat dibanding dengan perlakuan yang lainnya. Peningkatan laju pertumbuhan diduga masih memungkinkannya ruang antara bibit untuk memperoleh suplai unsur hara secara merata pada seluruh bagian thallus. Hal ini dipertegas oleh Indriani dan Sumiarsi (2003) menyatakan bahwa pemenuhan unsur hara sangat mempengaruhi pertumbuhan rumput laut.
45.4 (60.3) (106.6) (125.0) (100.0) (75.0) (50.0) (25.0) 25.0 50.0 75.0 A B C B o b o t B io m a ss a (g ) A B C
Sudiharjo (2001), menyatakan bahwa tingkat pertumbuhan rumput laut tertinggi dapat terjadi pada umur 25-35 hari sedangkan berat bibit yang mempunyai tingkat pertumbuhan yang baik berkisar antara 50-150 gram. Proses pertumbuhan alga dapat pula berlangsung karena adanya peran aktif dari zat fitoplankton, yaitu zat organisme yang dibutuhkan dalam jumlah yang sedikit, namun jumlah tersebut menentukan berlangsungnya suatu proses fisiologis (Dwiidjoseputro, 1994 dalam Yusuf, 2004).
Pada perlakuan B (150 g) pertumbuhannya lebih baik dari pada perlakuan C (200 g), hal ini disebabkan karena bobot awal yang digunakan tinggi sehingga bibit awal yang digunakan thallusnya memiliki cabang yang banyak. Hal tersebut menyebabkan tingkat penyerapan cahaya untuk berfotosentesis tidak efektif. Menurut Hamzah (2005), salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan rumput laut adalah kemampuan masing-masing rumput laut untuk memanfaatkan energi sinar matahari melalui proses fotosentesis. Lebih lanjut Sutomo (2005), laju fotosentesis akan tinggi bila intensitas cahaya tinggi dan menurun bila intensitas cahaya berkurang. Oleh karena itu cahaya berperan sebagai faktor pembatas utama dalam fotosentesis atau produktifitas primer.
Rendahnya pertumbuhan pada pada perlakuan C (200 g), diduga karena bobot awal yang digunakan terlalu tinggi, dan mempunyai percabangan yang rimbung, hal tersebut menyebabkan intensitas cahaya yang masuk tidak merata sehingga proses fotosentesis tidak maksimal. Menurut Mamang (2008), bahwa bobot awal yang rimbun akan mempengaruhi terhadap ruang tumbuh, cahaya yang diterima, tingkat persaingan untuk memperoleh zat makanan. Lebih lanjut
Porse (1985), rumput laut merupakan salah satu organisme laut yang membutuhkan ruang dalam oksigen untuk proses respirasi, sirkulasi air yang baik sebagai penentu utama dalam daya dukung produksi.
4.2. Parameter Kualitas Air
Tabel 5. Kisaran parameter kualitas air media pemeliharaan selama penelitian.
Perla kuan
Pagi Siang Sore
Salt (ppt) T (°C) DO pH Salt (ppt) T (°C) DO pH Salt (ppt) T (°C) DO pH A 33.6 27.1 15.4 8.2 34.4 27.2 15.6 7.9 34.4 27.2 15.8 7.8 B 32.4 27.7 14.2 7.9 33.8 27.1 14.4 7.9 34.0 27.3 13.7 7.9 C 31.8 26.9 15.2 8.1 34.0 27.3 12.4 8.7 33.6 27.4 12.4 7.9
Hasil pengukuran salinitas pada pagi dan sore hari selama penelitian berlangsung setiap perlakuan bobot awal berbeda pada rumput laut lawi-lawi menunjukkan bahwa kisaran tersebut masih dalam batas normal kewajaran untuk pertumbuhan rumput laut lawi-lawi. Hal ini dipertegas oleh Farid (2008), bahwa kisaran salinitas yang sesuai untuk pertumbuhan rumput laut berkisar 24-35 ppt.
Suhu air media penelitian yang terukur selama penelitian setiap perlakuan berkisar antara 26.9-27.4 ºC, kisaran ini normal untuk pertumbuhan rumput laut lawi-lawi. Menurut Piazi (2002), bahwa lawi-lawi hidup di pantai pada suhu air hangat 250C-30o. Lebih lanjut Anggadiredja et al. (2006), bahwa suhu untuk pertumbuhan rumput laut berkisar 20 - 30 oC.
Kisaran pH dalam penelitian berlangsung berkisar antara 8,0-8,7. Kisaran tersebut sesuai Inriani dan Sumiarsi (1991) menjelaskan bahwa pH yang layak untuk pertumbuhan rumput laut berkisar 7,8-8,2. Sedangkan Luning (1990),
menyatakan bahwa rumput laut tumbuh pada pH dengan kisaran antara 6,8-9,6. Menurut Aslan (2005), menyatakan bahwa kisaran pH maksimum untuk kehidupan organisme laut adalah 6,5-8,5 ppm. Lokasi yang dipilih sebaiknya memiliki pH 7,3-8,2.
DO yang terukur setiap perlakuan berkisar antara 12.4-15.8 mg/l. Nilai ini dalam batas yang layak untuk pertumbuhan rumput laut lawi-lawi. Tingginya DO yang terukur didalam air media penelitian ini diduga karena adanya proses Fotositesis dari rumput laut lawi-lawi. Menurut Setiaji, dkk (2012), bahwa pertumbuhan yang layak untuk pertumbuhan lawi adalah 5,2-5,7 mg/l. Lebih lanjut Aslan (2006), bahwa DO yang sesuai untuk pertumbuhan rumput laut berkisar 3 - 8 mg/L.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian pertumbuhan rumput laut lawi-lawi dengan bobot awal berbeda pada wadah terkontrol dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Pertumbuhan mutlak lawi-lawi tertinggi diperoleh pada perlakuan A sebesar
45.4 g, kemudian B sebesar -60.3 g dan terendah pada C sebesar -106.6 g. 2. Berat awal bibit rumput laut lawi-lawi yang kecil mempunyai laju
pertumbuhan yang besar dan sebaliknya bobot awal yang besar laju pertumbuhannya kecil.
3. Pertumbuhan rumput laut lawi-lawi tidak optimal dengan bobot awal yang berbeda terutama pada hari ke 35, disebabkan karena akibat adanya perubahan warna kuning kecoklatan dan coklat kekuningan menyebabkan ramuli patah. Ramuli yang patah akhirnya layu dan mati, dengan demikian menyebabkan pertumbuhan harian rumput laut lawi-lawi menurun.
5.2. Saran
1. Untuk memperoleh pertumbuhan rumput laut lawi-lawi yang tinggi sebaiknya menggunkan bobot awal rumput laut lawi-lawi sebesar 50 g.
2. Untuk lebih mengoptimalkan laju pertumbuhan sebaiknya diberikan pupuk tambahan pada perlakuan lawi-lawi dalam wadah terkontrol.
3. Untuk menguji pertumbuhan yang optimal sebaiknya ada pengembangan lanjutan dari penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin 1987. Dasar Pengetahuan Ilmu Tanaman Angkasa, Bandung.
Afrianto dan Liviyawati. 1993. Budidaya Rumput Laut Dan Cara Pengolahanya. Bhratara, Jakarta.
Ahda, A., Srono, Imam, Batubar, Ismanadji, Yunaidar, Setiawan, Kurnia, Dsanakusuma, Sulistijo., Zatnika, Basmal, Effendi, Ratuboi. 2005. Profi Rumput Laut. Direktorat jendral Perikanan Budidaya. Depertemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta. Vol. 167
Anonim. 1988. Rumput Laut (Algae) Jenis, Reproduksi, Produksi, Budidaya Dan Pasca Panen. Proyek Studi Potensi Sumberdaya Alam Indonesia LIPI. Jakarta.
Anonim. 2004. Buletin Depertemen Kelautan dan Perikanan Mina Bahari Depertemen Kelautan dan Perikanan.Jakarta.
Anonim. 2006. Fotosintesa. http//id.wikipedia. org/wiki/fotosintesa
Anggadiredja, J., T.A. Zatnika., H. Purwoto, dan S. Istini. 2006. Rumput Laut Penebaran Swandaya. Jakata.147 hal.
Aryani. 2006. Pengaruh Lama Perendaman Dalamlarutan Pupuk Organik Cair Super Aci Tehadap Laju Pertumbuhan,Produksi,Dan Kandungan Karagenan Rumput Laut Kappaphykus Alvarezii. Skripsi Jurusan Perikanan Fakultas Ilmu Kelautan Dan Perikanan.Unifersitas Hasanunddin. Makassar.
Aslan, L, M. 2006. Budidaya Rumput Laut. Kanisius. Jakarta.
Belser T, dan Meinesz 1995 Deep water dispersal of the tropical alga Caulerpa Taxifolia introduced into the Mediterenean.
Brandt, K., Molgaard JP. 2001. Organic agriculture: Does it enhance or reduce the nutritional value of plant foods. Journal of Science Food Agricultural 81: 924-931. BBAP Takalar dalam Budidaya lawi-lawi (Caulerpa sp).
Bukusu M. 1994. Pengaruh Jarak Tanam Dan Bobot Awal Bibit Yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan Eucheuma cottonii Dengan Teknik Kultur Rakit Apung. Skipsi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universiras Sam Ratulangi Manado.
Carruthers TJB, WalkerDI and Huisman JM. 1993. Culture studies on two morphological types of Caulerpa (Chlorophyta) from Perth, Western Australia, with a description of a new species. Botanica Marina 36: 589-596.
Ceccherelli, Giulia. 2002. The spread of Caulerpa taxifolia in the Mediterranean: Dispersal strategy, interactions with native species, and competitive ability. Proceedings of International Caulerpa taxifolia Conference. San Diego, 31 Jan-1Feb 2002. San Diego :C.A USA.
Dawes C.J. 1987 The Biologi of Comercially Important Tropical Mavine Algae In Bird and B. H. Benson Seaweed Cultivation For Rene Weble Reserce. Elsiever Sciece Publication, Amsterdam.
Dawes, C, J,. A.O. Luisma, dan G,C. Trono. 1994. Laboratory and Fiel Growth Students of Commercial Strains of Euchema Denticulatum and KappaphycuusAlvarezii in the Philippines. J. Appl. Phycol.
Dawson, E. Y. 1966. Marine Botany. Holt, Rinehart and Winston, Inc. United States of America.
Dwidjobseputro, D. 1994. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Effendi, H. 2007. Telaahan Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Penerbit Kanisiuus. Yogyakarta.
Eidman, HM. 1991. Studi Efektifitas Bibit Algea Laut (Rumput Laut). Salah Satu Upaya Peningkatan Budidaya Algae Laut (Echema sp.). Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Frish, Susan M. 2003. Taxonomic Diversity, Geographic Distribution, and Commercial Availability of Aquarium-Traded Species of Caulerpa (Chlorophyta, Caulerpaceae) in Southern California, USA (Thesis). Fullerton : California State University.
Gaspersz, V., 1991. Metode Perancangan Percobaan Untuk Ilmu Pertanian, Ilmu Teknik Dan Ilmu Biologi. Armico, Bandung.
Geider, R.J dan B. A. Osborne. 1992. Algal Photosynthesis : The Measurement of Algal gas Exchange. Current Phycologi 2. Champman and Hall inc. New York.
Hamzah, A.R. 2005. Analisis Pengaruh Faktor Oseanografi Terhadap Kandungan Protein Pada Rumput Laut Kappahycus alvarezii di Perairan Kabupaten
Takalar. Skripsi. Program Studi Budidaya Perairan. Jurusan Perikanan. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Universitas Hasanuddin.
Iksan K.H.I. 2005. Kajian Pertumbuhan, Produksi Rumput Laut (Eucheuma
cottonii) Dan Kandungan Karagenan Pada Berbagai Bobot Bibit Dan Asal
Thallus di Perairan Desa Gruaping Oba Maluku Utara [tesis]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.
Indriani, H. dan Sumarsi. 2004. Budidaya Pengolahan Dan Pemasaran Rumput Laut. Penebar. Saudaya Jakarta.
Insan dan Widyartini, 2008. Jenis-jenis Rumput Laut yang Berpotensi Sebagai Obat yang tumbuh pada Berbagai Subtrat di Pantai Ranababakan Nusakambangan Cilacap.
Izzati, M, 2007. Skreening Potensi Anti Bakteri pada Beberapa Spesies Rumput Laut terhadap Bakteri Patogen pada Udang Windu. Jurnal Bioma. Vol. 9. No. 2
Jumin, H. B. 1992. Ekologi Tanaman: Suatu Pendekatan Ekologis. Rajawali, Jakarta.
Kadi, A. dan W.S. Atmaja. 1988. Rumput Laut (Alagae) : Jenis, Reproduksi-Produksi, Budidaya dan Pasca Panen Poslitbang Oseanologi, Jakarta. Kateren, S. 1986 Minyak dan Lemak Pangan. Penerbit Universitas Indonesia,
Jakarta.
Kusnendar, E. 2002. Petunjuk Teknis Budidaya Rumput Laut Dalam Rangka Program Eksstensifikasi Pembudidayaan Ikan. Direktorat Jendral Perikanan Budidaya. Direktorat Pembudidayaan, Jakarta.
Kustiadi. 1977. Pengaruh Penambahan Vitamin B12 Terhadap Kultur Tunggal
Skeletonema Costatum Pada Media Berbagai Tingkat Kadar Garam di
Laboratorium. Fakultas Perikanan, IPB. Bogor
Lee, F. A. 1983. Basic Food Chemistry. The AVI Publishing Company, Inc., New York.
Mamang, N. 2008. Laju Pertumbuhan Bibit Rumput Laut Euchema Cottoni Dengan Perlakuan Thallus Terhadap Bobot Bibit Diperairan Lakeba, Kota Bau-Bau Sulawesi Tenggara Program Studi Ilmu Dan Teknologi Kelautan Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Mubarak, H., dan I. S. Wahyuni. 1981. Percobaan Budidaya Rumput Laut Eucheuma spinosum di Perairan Lorok Pacitan dan Kemungkinan
Pengembangannya. Bul. Panel. Perikanan Vol. 1 No. 2. Badan Litbang Pertanian Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. hal : 157-166. Nana Putra. 2012. BBAP Takalar Berhasil Kembangkan Jenis Rumput Laut Lawi
Lawi (Caulerpa sp) Sebagai Komoditas Primadona Baru Masyarakat Pesisir. (online).http://putranana.blogspot.com/2012/07/bbap-takalar-berhasil-kembangkan-jenis.html. 08 Oktober 2013.
Nontji, A. 1981. Fotosintesis pada Fitoplanton Laut; Tijauan Fisiologis dan Ekologis. Fakultas Pasca Sarjana. IPB. Bogor.
Paul VJ, Hay ME. 1986. Seaweed susceptibility to herbivory: chemical and correlates. Marine Ecology Press Series 33:255-264;
Pearson, D. 1970. The Chemical Analisys of Food, J dan A Churchili New York.
Piazzi L, Ceccherelli, Giulia , Cinelli F. 2001. Threat to macroalgal diversity: effects of the introduced green alga Caulerpa racemosa in the Mediterranean. Mar. Ecol. Prog. Ser. 210: 149-159.
Piazzi L, Balata D, Cecchi, Enrico and Cinelli F. 2002. Co-occurrence of Caulerpa taxifolia and C. Racemosa in the Mediterranean Sea: interspecific interactions and influence on native macroalgal assemblages. Cryptogamie Algologie 24(3): 233-243.
Prud’homme Van Reine, W. F dan Trono, G. C, 2001. Plant Resource of South-East Asia. Backbuys Pub, Leiden.
Riechert R and Dawes CJ. 1986. Acclimation of the green alga Caulerpa Racemosa var. uvifera to light. Botanica Marina 29: 533-537.
Romimohtarto. 1999. Biologi Ilmu Pengetahuan Tentang Biota Laut. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi. LIPI. Jakarta
.
Rahma 2010. Pengaruh Jarak Tanah Dan Bobot Bibit Yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan Rumput Lautvariatas Merah (Kappaphycus Alvarzii) Dengan Metode Lepas Dasar Aquahayati.75;037-046.
Laila, S. 2011. Pengaruh Jarak Tali Gantung Dan Jarak Tanam Bibit Yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan Dan Kadar Karagina Rumput Laut Komppahycus Alvarezii Varietas Hijau Dengan Metode Vertikultur.Desa Toil-Toli Kecematan Lalonggasumeeto Kabupaten Konawe. Skripsi.J Urusan Perikanan.Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Universitas Haluoleo. Kendari.
Lee, F.A. 1983. Basic Food Chemistry. The AVI Publishing Company, Inc, New York.
Sabbithah, S. 1999. Taksonomi Tumbuhan I ALGAE. Laboratorium Taksonomi Tumbuhan. Fakultas Biologi. Yogyakarta.
Setiaji, K. G. W. Santosa, Dan Sunaryo Pengaruh Penambahan Npk Dan Urea Pada Media Air Pemeliharaan Terhadap Pertumbuhan Rumput Laut
Caulerpa Racemosa Var. Uvifera
Silva, Paul C. 2003. Historical overview of the genus Caulerpa. Cryptogamie Algologie 24(1): 33-50.
Silva, Paul C. 2003. Historical overview of thegenus Caulerpa. Cryptogamie Algologie 24 (1): 33-50.
Smith, Celia M. Nd Walters, Linda. 1999. Fragmentationasa strategy for Caulerpa
species: Fates of fragments and implications formanagementofan invasive
weed. P.S.Z.N. Mar. Ecol. 20 (2-4: 307-319.
Sulistijo W.s., Atmadja. A. Kadi dan Rahmania. 1996. Pengenalan Jenis-Jenis Rumput laut indonesia. Lembaga Oseanologi Nasional LIPI. Jakarta. Sutomo, 2005. Kultur Tiga Jenis Mikroalga (Tetraselmis sp., Chlorella sp. Dan
Chaetoceros Gracilis) Dan Pengaruh Kepadatan Awal Terhadap
Pertumbuhan C. Gracilis Di Laboratorium. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia. ISSN 0125-9830 No. 37 : 43 – 58
Stell, R.G.D dan J.H. Torries. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. Suatu Pendekatan Bometrik. Terjemahan Bambang Sumantri. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Tompi, H. M. 1995 Pengaruh Warna Cahaya Terhadap Laju pertumbuhan dan Kandungan Agar regidium (vahl) Grevelle pada Wada Universitas Hasanundin. Ujung Padang.
Verlaque, M., Durand C, Huisman JM, Boudouresque CF, Le Parco Y, 2003. On The Identity And Origin Of The Mediterranean Invasive Caulerpa
racemosa (Caulerpales, Chlorophyta). European Journal Of Phycology.
Vroom, Peter S. and Smith, Celia M. 2001. The Challenge of Siphonous Green Algae. American Scientist 89: 525-531.
Pearson, D. 1970. The Chemical Analisys of Food, J dan A Churchili New York. Pencawan, Y. 2013. Rumput Laut: ini Jenis baru yang Dikembangkan.(online),
http://www.bisnis.com/rumput laut ini-jenis baru yang di kembangkan.26 Agustus 2013.
Winarno. 1991. Teknologi Pengolahan Rumput Laut. Sinar Harapan. Jakarta. Yusuf, M.I., 2004. Produksi, Pertumbuhan dan Kandungan Karaginan Rumput
Laut Kappaphycus alvarezii yang Dibudidayakan Dengan Sistem Air Media dan Thallus Benih Yang Berbeda. Program Pasca Sarjana Universitas Hasanudin. Makasar.
Zulkifli. 2005. Perbandingan Pertumbuhan, Produksi dan Kandungan Karaginan Rumput laut Kappaphycus alvarezzi yang Di budidayakan Di Dalam Dan Di Luar Padang Lamu. Tesis Jurusan Pertanian. Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin.Makassar.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil analisis ragam pertumbuhan mutlak rumput laut lawi-lawi.
Sumber Keragaman DB JK KT F hitung F tabel
5% 1%
Perlakuan 2 36463.14 18231.57 94.17 ** 5,14 10,92
Galat 6 1161.58 193.60
Total 8 37624.72
Keterangan : ** Berpengaruh sangat nyata (p<0,01).
Lampiran 2. Uji BNT rumput laut lawi-lawi.
Perlakuan Rataan Selisih BNT
A B C 5% 1%
A 45.00 27.80 42.11
B -60.00 -15.00 *
C -107.00 -52.00 * -62.00 *