Akwila Roma Br. Sitinjak ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah musik mempengaruhi prestasi belajar dan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan pengaruh musik baroque dan jazz pada prestrasi belajar mahasiswadengan gaya belajar auditori. Penelitian menggunakan metode eksperimen multiple groups design (postest only). Dua hipotesis penelitian adalah: (1) ada perbedaan prestasi belajar mahasiswa dengan gaya belajar auditori menggunakan musik dan tanpa musik; dan (2) ada perbedaan pengaruh musik baroque dan jazz pada prestasi belajar mahasiswa dengan gaya belajar auditori. Subjek penelitian adalah 33 mahasiswa dengan gaya belajar auditori. Subjek dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu kelompok kontrol, kelompok musik baroque, dan kelompok musik jazz; masing-masing kelompok terdiri dari 11 subjek. Data gaya belajar auditori diperoleh dengan menggunakan kuis gaya belajar sedangkan data penelitian diperoleh dengan menggunakan tes prestasi belajar. Data penelitian dianalisis menggunakan statistik NonParametrik sampel bebas dengan uji Kruskal Wallis. Hasil tes menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan diantara ketiga kelompok penelitian (asymp. Sig: 0.852, atau probabilitas di atas 0.05 (0.852 > 0.05). Hasil tersebut menunjukkan bahwa kedua hipotesis penelitian ditolak. Penolakan hipotesis pertama diduga disebabkan oleh pengaruh gaya belajar lain, kebiasaan belajar, jenis musik, kefamiliaran terhadap musik, dan kondisi penelitian. Penolakan hipotesis kedua diduga disebabkan oleh tempo musik.
Akwila Roma Br. Sitinjak ABSTRACT
This study aimed to know the difference of effect of baroque and jazz music on learning achievement of college student with auditory learning style. This experimental study used a method of experimentral in form of multiple groups design (postest only). There were two hyphotheses; (1) there was a difference effect on learning achievement, and (2) there was a difference effect of baroque and jazz music on learning achievement. Subjects were 33 college students with auditory learning style. Subjects were divided into three groups: control group, experimental with baroque music, and experimental with jazz music; consisted of 11 subjects for each group. The data gained by using the achievement test. The data were analyzed using Non-Parametrik test independent sample with Krauskal Wallis test. The results showed that there was no significant effects between three groups ((asymp. Sig: 0.852, or probability more than 0.05 (p < 0.05), (0.852 > 0.05)). The results showed that there was no support for two hyphotesis. First hypotesis might be affected by many factors, including the influence of other learning style, study habits, genre music, music preference, and condition of experimental study. Second hyphotesis might be affected by tempo of music.
Perbedaan Pengaruh Musik Baroque dan Jazz Pada Prestasi
Belajar Mahasiswa Dengan Gaya Belajar Auditori
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Oleh :
Akwila Roma Br. Sitinjak
119114116
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
iv
HALAMAN MOTTO
Bapa-mu mengetahui apa yang kamu perlukan, sebelum kamu minta
kepada-Nya - Matius 6:8
Sesuatu yang belum dikerjakan, seringkali tampak mustahil; kita baru
yakin kalau kita telah berhasil melakukannya dengan baik –Evelyn Underhill
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Skripsi ini ku dedikasikan untuk
Allah Bapa di surga Yang Maha Pengasih
Tuhan Yesus Yang Maha Esa dan Maha Baik
Bunda Maria Pelindung Abadiku
Keluargaku tersayang
Mamak dan Bapak
Kak Butet, Bang Tar, Kak Tika, dan Keponakanku Jean
Dosen Pembimbingku yang tercinta
Ibu Ratri Sunar Astuti, M. Si.
Sahabat-sahabatku terkasih dan terbaik
vii
Perbedaan Pengaruh Musik Baroque dan Jazz Pada Prestasi
Belajar Mahasiswa Dengan Gaya Belajar Auditori
Akwila Roma Br. Sitinjak ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah musik mempengaruhi prestasi belajar dan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan pengaruh musik baroque dan jazz pada prestrasi belajar mahasiswa dengan gaya belajar auditori. Penelitian menggunakan metode eksperimen multiple
groups design (postest only). Dua hipotesis penelitian adalah: (1) ada perbedaan prestasi belajar
mahasiswa dengan gaya belajar auditori menggunakan musik dan tanpa musik; dan (2) ada perbedaan pengaruh musik baroque dan jazz pada prestasi belajar mahasiswa dengan gaya belajar auditori. Subjek penelitian adalah 33 mahasiswa dengan gaya belajar auditori. Subjek dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu kelompok kontrol, kelompok musik baroque, dan kelompok musik jazz; masing-masing kelompok terdiri dari 11 subjek. Data gaya belajar auditori diperoleh dengan menggunakan kuis gaya belajar sedangkan data penelitian diperoleh dengan menggunakan tes prestasi belajar. Data penelitian dianalisis menggunakan statistik NonParametrik sampel bebas dengan uji Kruskal Wallis. Hasil tes menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan diantara ketiga kelompok penelitian (asymp. Sig: 0.852, atau probabilitas di atas 0.05 (0.852 > 0.05). Hasil tersebut menunjukkan bahwa kedua hipotesis penelitian ditolak. Penolakan hipotesis pertama diduga disebabkan oleh pengaruh gaya belajar lain, kebiasaan belajar, jenis musik, kefamiliaran terhadap musik, dan kondisi penelitian. Penolakan hipotesis kedua diduga disebabkan oleh tempo musik.
viii
THE DIFFERENCE OF EFFECT OF BAROQUE AND JAZZ MUSIC ON LEARNING ACHIEVEMENT OF COLLEGE STUDENT WITH AUDITORY
LEARNING STYLE Akwila Roma Br. Sitinjak
ABSTRACT
This study aimed to know the difference of effect of baroque and jazz music on learning achievement of college student with auditory learning style. This experimental study used a method of experimental in form of multiple groups design (postest only). There were two hyphotheses; (1) there was a difference effect on learning achievement, and (2) there was a difference effect of baroque and jazz music on learning achievement. Subjects were 33 college students with auditory learning style. Subjects were divided into three groups: control group, experimental with baroque music, and experimental with jazz music; consisted of 11 subjects for each group. The data gained by using the achievement test. The data were analyzed using Non-Parametrik test independent sample with Krauskal Wallis test. The results showed that there was no significant effects between three groups ((asymp. Sig: 0.852, or probability more than 0.05 (p < 0.05), (0.852 > 0.05)). The results showed that there was no support for two hyphotesis. First hypotesis might be affected by many factors, including the influence of other learning style, study habits, genre music, music preference, and condition of experimental study. Second hyphotesis might be affected by tempo of music.
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kebaikan, pertolongan dan
bimbingan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Perbedaan Pengaruh Musik Baroque dan Jazz Pada Prestasi Belajar Mahasiswa
dengan Gaya Belajar Auditori” ini dengan baik.
Penulis menyadari bahwa dalam proses menyelesaikan tugas akhir ini,
penulis menerima banyak dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena
itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang
sedalam-dalamnya kepada:
1. Bapak Dr. T. Priyo Widianto, M.Si Dekan Fakultas Psikologi Program Studi
Psikologi Universitas Sanata Dharma.
2. Bapak P. Eddy Suhartanto, M.Si Kaprodi Fakultas Psikologi Program Studi
Psikologi Universitas Sanata Dharma.
3. Ibu Ratri Sunar Astuti, M. Si Dosen Pembimbing Skripsi atas dukungan,
bimbingan, pengetahuan, dan kesabaran Ibu dalam membantu penulis
menyelesaikan skripsi ini.
4. Ibu Debri Pristinella, M. Si Dosen Pembimbing Akademik atas dukungan dan
motivasinya.
5. Bapak Y.B. Cahya Widiyanto, M.Si yang ketika bertemu saya selalu bertanya
sudah lulus apa belum dan selalu menyemangati.
6. Seluruh Dosen Fakultas Psikologi yang telah memberikan banyak sekali ilmu
xi
7. Seluruh karyawan/staff Fakultas Psikologi: Mas Muji, Bu Nanik, Mas
Gandung, Pak Gi dan staff student atas bantuan dan fasilitas yang disediakan.
8. Kedua orangtua penulis yang sangat penulis cintai, Bapak R. Sitinjak, S.Ag.
dan Ibu Albina Iyo atas kasih sayang, dukungan, motivasi, perhatian, dan
kesabarannya dalam menunggu penulis menyelesaikan skripsi ini.
9. Kakakku Rosina Ana Pratiwi Br. Sitinjak, Abang Tarsisius Tar dan Kak Tika
serta keponakanku Jean atas dukungan, motivasi, dan kasih sayangnya selama
ini. Sepupu-sepupuku yang juga bersama-sama berjuang meraih gelar di
Yogyakarta dan selalu bertanya mengenai skripsiku, Diki dan Wanda.
10. Seluruh subjek yang bersedia untuk ikut terlibat dalam penelitian skripsi ini.
Tanpa kebaikan dan kesediaan kalian penelitian ini tidak akan terlaksana
dengan baik.
11. Sahabat-Sahabat penulis tercinta yang selalu memotivasi penulis ketika
penulis merasa ingin menyerah dalam menyelesaikan skripsi ini dan selalu
menghibur dan membantu penulis. Aku sayang kalian: Tammy, Linda, Olga,
Arum, Corry, Disty, Mira, Ayik, dan Anita.
12. Teman-teman yang selalu menyemangati: Nina, Dimas, Nunuk Putri, Mbak
Dien, Mbak Sepen, Risa, Ririn, Penta, Penti, Dias, Yanti, Chacha, Maria
Benigna, Catur, Brama, Billy, Tia, dan Eprida, serta teman-teman psikologi
2011 yang luar biasa dan terima kasih karena telah menjadikan Yogja indah
dan punya kenangan untuk aku yang anak rantau ini.
13. Teman, sahabat, kerabat, dan orang-orang yang mungkin tidak bisa saya
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN MOTTO ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... viii
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xiii
DAFTAR TABEL ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 8
C. Tujuan Penelitian ... 8
D. Manfaat Penelitian ... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9
A. Prestasi belajar ... 9
1. Belajar ... 9
2. Prestasi belajar ... 10
xiv
4. Alat ukur tes prestasi belajar ... 18
B. Gaya Belajar ... 22
1. Pengertian ... 22
2. Macam-macam gaya belajar ... 23
C. Musik ... 31
1. Sejarah Perkembangan Musik ... 31
2. Pengertian Musik ... 32
3. Elemen-Elemen Musik ... 33
4. Musik Baroque ... 35
5. Musik Jazz ... 38
6. Perkembangan Musik Baroque dan Jazz di Indonesia ... 41
7. Hubungan musik dan otak ... 43
8. Teori musik dan pembelajaran ... 47
9. Syarat Musik yang Digunakan ... 51
D. Dinamika Perbedaan Pengaruh Musik Baroque dan Jazz Pada Prestasi Belajar Mahasiswa Dengan Gaya Belajar Auditori ... 52
E. Hipotesis ... 55
F. Kerangka Berpikir ... 56
BAB IIIMETODE PENELITIAN ... 57
A. Jenis Penelitian ... 57
B. Identifikasi Variabel Penelitian ... 58
C. Definisi Operasional ... 58
xv
E. Metode dan Alat Pengambilan Data ... 61
F. Prosedur Penelitian ... 63
G. Uji Validitas, Seleksi Aitem, dan Reliabilitas ... 67
1. Uji Validitas ... 67
2. Analisis Aitem dan Seleksi Aitem ... 68
3. Uji Reliabilitas ... 72
H. Metode Analisis Data ... 72
BAB IVHASIL DAN PEMBAHASAN ... 74
A. Orientasi Kancah ... 74
B. Pelaksanaan Penelitian... 74
C. Deksripsi Data Subjek Penelitian ... 75
1. Data Subjek ... 75
2. Deskripsi Data Penelitian ... 78
D. Analisis Data ... 81
E. Pembahasan ... 84
BAB VPENUTUP ... 89
A. Kesimpulan ... 89
B. Keterbatasan Penelitian ... 89
D. Saran ... 90
1. Bagi peneliti selanjutnya ... 90
DAFTAR PUSTAKA ... 91
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1: Cara belajar untuk masing-masing gaya belajar ... 30
Tabel 2.2: Perbedaan pekerjaan mental yang melelahkan pikiran ... 47
Tabel 3.1: Tabel spesifikasi tes prestasi belajar (bahaya gempa tektonik) ... 63
Tabel 3.2: Pengendalian Variabel Extraneous ... 66
Tabel 3.3: Kriteria Indeks Kesukaran Soal ... 69
Tabel 3.4: Kriteria soal setelah analisis... 69
Tabel 3.5: Kriteria Indeks Diksriminasi Soal ... 70
Tabel 3.6: Aitem setelah analisis daya diskriminasi soal ... 71
Tabel 4.1: Nomor aitem masing-masing gaya belajar ... 76
Tabel 4.2: Deskripsi kecenderungan gaya belajar subjek ... 76
Tabel 4.3: Deskripsi data subjek berdasarkan usia keseluruhan ... 77
Tabel 4.4: Deskripsi data subjek berdasarkan usia masing-masing kelompok ... 77
Tabel 4.5: Hasil Analisis Deksriptif ... 79
Tabel 4.6: Kategorisasi skor tes prestasi belajar ... 81
Tabel 4.7: Kategorisasi prestasi belajar subjek ... 81
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1. Skor try out alat ukur...97
LAMPIRAN 2. Analisis aitem... ....102
LAMPIRAN 3. Uji Reliabilitas...105
LAMPIRAN 4. Kuis gaya belajar... ...108
LAMPIRAN 5. Soal tes prestasi belajar ...115
LAMPIRAN 6. Uji Hipotesis...120
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Belajar merupakan faktor penting dalam dunia pendidikan. Khairani
(2014) menjelaskan bahwa belajar merupakan kegiatan penting yang
dilakukan setiap orang secara maksimal untuk memperoleh atau menguasai
informasi dan menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan,
pemahaman, ketrampilan, sikap, dan kebiasan yang bersifat relatif konstan
melalui pengalaman, latihan atau praktek. Mahasiswa yang mampu
menguasai informasi materi pembelajaran memiliki prestasi belajar yang
baik. Ghufron dan Risnawati (2013) mengemukakan bahwa prestasi belajar
adalah hasil yang diperoleh mahasiswa setelah melakukan aktivitas belajar.
Prestasi belajar merupakan salah satu cara untuk mengetahui keberhasilan
seseorang dalam proses belajar.
Tidak semua mahasiswa mampu mencapai prestasi belajar yang baik
selama di perguruan tinggi. Kesukaran tersebut disebabkan oleh beberapa
faktor, yaitu ketidakmampuan menyesuaikan diri pada metode belajar di
perguruan tinggi dan kesulitan menghadapi gaya mengajar para pengajar yang
tidak sesuai dengan gaya belajar mahasiswa (dalam Prashnig, 2007). Proses
belajar yang tidak efisien dan tidak memperhatikan gaya belajar mempersulit
Menurut Ghufron dan Risnawati (2013), peningkatan prestasi belajar
dicapai dengan memperhatikan gaya belajar. Kolb dan Kolb (2003)
mengemukakan bahwa gaya belajar adalah salah satu faktor pokok dalam
efektivitas belajar (dalam Ghufron & Risnawati, 2013). Dunn dan Dunn
(dalam Prashnig, 2007) berpendapat bahwa gaya belajar adalah cara manusia
berkonsentrasi, menyerap, memproses, dan menampung informasi yang baru
dan sulit. Gaya belajar memiliki pengaruh yang positif terhadap prestasi
akademis, kedisiplinan mahasiswa di kelas, dan pengurangan perilaku
bermasalah (dalam Prashnig, 2007). Graham, Garton, dan Gowdy (2001)
menyimpulkan bahwa gaya belajar merupakan variabel penting dalam
interaksi diantara mahasiswa-dosen, proses belajar-mengajar di kelas, serta
prestasi akademik.
Gaya belajar memiliki beberapa pendekatan (dalam Gunawan, 2007),
yaitu berdasarkan pada: pemrosesan informasi (Pask, McDade, Schmeck,
Kolb, Gregorc, dan Honey & Mumford), kepribadian (Myer-Briggs, Witkin,
Oltman, Raskin, & Karp, dan Kagan), modalitas sensori (Bandler & Grinder),
lingkungan (Witkin, Eison, Canfield), interaksi sosial (Mann, Gibbard, &
Hartmann, Grasha, Reichmann & Grasha, Fuhrmann & Grasha), kecerdasan
(Gardner, Handy), dan wilayah otak (Sperry, Bogen, Edwards, Hermann).
Gaya belajar berdasarkan pendekatan modalitas sensori yang
dikembangkan oleh Bandler dan Grinder (dalam Gunawan, 2007) adalah gaya
belajar yang dikenal luas di Indonesia. Jenis-jenis gaya belajar berdasarkan
auditori (pendengaran), dan kinestetik (sentuhan dan gerakan) yang dikenal
dengan V-A-K (Gunawan, 2007).
Prashnig (2007) mengemukakan bahwa setiap individu memiliki gaya
belajar masing-masing dalam mempelajari materi sulit, tetapi sangat sedikit
mahasiswa yang belajar dengan gaya belajar paling tepat. Nolting (2002,
dalam Moayyeri, 2015) mengemukakan bahwa prestasi belajar secara positif
meningkat jika individu menyadari cara belajar yang efisien.
Mahasiswa perlu belajar secara efisien untuk mencapai prestasi belajar
yang baik karena 85% dari seluruh kegiatan studi di perguruan tinggi berupa
membaca (dalam Gie, 1983). Hal ini menunjukkan mahasiswa perlu belajar
secara mandiri dengan membaca buku atau literatur. Oleh karena itu,
mahasiswa yang menggunakan gaya belajar visual atau read/writing di
perguruan tinggi lebih mampu mencapai prestasi belajar yang baik.
Belajar dengan membaca buku atau literatur merupakan keuntungan
bagi gaya belajar yang mengandalkan indera penglihatan dalam menerima
suatu informasi. Hal ini dikarenakan proses membaca bersifat visual sehingga
mahasiswa harus melihat dan memahami semua makna dalam kata-kata
(dalam William, 2010). Kia, Alipour, dan Ghaderi (2001) menemukan bahwa
mahasiswa yang menggunakan gaya belajar visual di Universitas Payame
Noor, Iran adalah mahasiswa yang memiliki prestasi akademik yang baik.
Moayyeri (2015) menguji pengaruh gaya belajar VARK (visual, auditory,
adalah tes yang diadaptasi dari Oxford Solution test yang terdiri atas 3 bagian,
yaitu grammar, vocabulary, dan pemahaman bacaan. Hasil menunjukkan
bahwa mahasiswa dengan gaya belajar Read/Writing memperoleh prestasi
bahasa lebih tinggi dibandingkan visual, auditori dan kinestetik.
Haggart (2003, dalam Ren, 2013) menemukan individu dengan gaya
belajar auditori memiliki masalah ketika membaca secara pasif dan belajar
dengan penggunaan buku-buku bergambar. Individu dengan gaya belajar
auditori adalah individu yang mengandalkan indera pendengaran dalam
menerima suatu informasi. Gaya belajar auditori lebih senang mendengarkan
dan berbicara. Mereka mengalami kesulitan dalam menerima informasi yang
bersifat tertulis (Vincent, A & Ross, D., 2001).
Penelitian ini memilih subjek mahasiswa dengan gaya belajar auditori
yang merupakan gaya belajar minoritas, karena 85% kegiatan studi di
perguruan tinggi berupa membaca. Mahasiswa dengan gaya belajar auditori
memiliki kelemahan dalam menerima informasi pembelajaran secara visual.
Salah satu cara untuk membantu mahasiswa dengan gaya belajar auditori
mengatasi kelemahan dalam membaca adalah dengan menggunakan alat
bantu musik. Prashnig (2007) mengungkapkan bahwa musik merupakan hal
yang paling disukai diantara semua alat belajar. Musik mampu membantu
meningkatkan kemampuan mengingat dan konsentrasi (dalam Prashnig,
2007).
Tiu (2013) menyimpulkan bahwa mendengarkan musik (dalam per
performasi akademik mahasiswa di Filipina. Rauscher, Shaw, dan Ky (1993)
memperoleh hasil bahwa 36 mahasiswa dari Departemen Psikologi di
Universitas California, Irvine memperoleh nilai 8-9 poin lebih tinggi pada
subtes IQ tugas spasial dari Stanford Binet Intellegence Scale setelah 10 menit
mendengarkan Sonata for Two Pianos in D, K448 oleh W.A. Mozart
dibandingkan dengan kelompok tanpa musik ataupun kelompok yang
mendengarkan kaset relaksasi.
Salim (2009) menjelaskan bahwa musik memiliki dampak khusus
terhadap perilaku karena jenis musik tertentu mampu membawa respon yang
berbeda terhadap perilaku manusia. Musik memberi dampak pada perilaku
belajar. Perilaku belajar ditandai dengan keadaan belajar optimum. Keadaan
ini ditandai dengan: “detak jantung, kecepatan napas, dan gelombang otak
menjadi sinkron dan tubuh menjadi relaks sehingga pikiran terkonsentrasi dan
siap menerima informasi baru” (dalam Dryden, G., Vos, J., & Baiquni, A.
2004). Mendengarkan musik mampu mengembangkan kognisi, seperti
memori dan konsentrasi. Lozanov (dalam Dryden, G., Vos, J., & Baiquni, A.
2004) menemukan bahwa musik baroque menyelaraskan tubuh dan otak,
terutama membuka kunci emosional untuk memori super, yaitu sistem limbik
otak. Brewer (1995, dalam Berk 2008) merekomendasikan penggunaan
iringan musik dimainkan saat mahasiswa belajar, membaca, atau menulis
untuk meningkatkan level perhatian, mengembangkan ingatan dan memori,
Gao, Ren, Chang, Liu, dan Aickelin (2010) menyimpulkan bahwa
penggunaan musik baroque sebagai musik latar mampu meningkatkan
kemampuan mengingat. Kelompok yang diberi musik menunjukkan
performansi yang secara signifikan lebih baik pada proses long-term recall.
Gu, Zhiang, Zhou, dan Tong (2014) menyimpulkan bahwa musik baroque
memberi keuntungan dalam mempertahankan efektivitas belajar. Musik
secara cepat dan efektif menstimuli gelombang otak, meningkatkan kinerja
memori dan perhatian. Musik baroque membawa seseorang pada keadaan
seimbang, stabil, kondisi pikiran yang tenang dan meningkatkan efektivitas
belajar.
Berk (2008) menjelaskan bahwa jazz adalah jenis musik lain yang
digunakan dalam pembelajaran. Barber (2005) percaya bahwa musik popular,
jazz, musik dari gambar-gambar motion dan komedi musikal, musik country
dan western, musik dan ritme blues (R&B), Rock, dan rap (atau hip-hop)
adalah jenis musik yang para mahasiswa dengarkan saat ini. Beny
Lihumahuwa seorang musisi Jazz menilai perkembangan musik Jazz di
Indonesia saat ini sangat pesat dan bagus (dikutip dari antarnews.com, Sabtu,
14 November 2014). Hal ini terlihat dari festival-festival musik Jazz, seperti
JakJAzz, Java Jazz, dan Sumatera Jazz.
Hasil penelitian Blaum pada tahun 2003 (dalam Suryana, 2012)
menyatakan mood mahasiswa lebih baik setelah mendengarkan musik jazz.
Penelitian Barber dan Barber (2005) menunjukkan bahwa mahasiswa mampu
diri yang positif dan sehat setelah mendengarkan smooth jazz. Barber dan
Barber (2005) memilih format smooth jazz yang didasari pada kepercayaan
bahwa semua orang dari segala usia mendengarkan dan mengapresiasi smooth
jazz. Barber (2005) percaya bahwa smooth jazz adalah jenis musik yang
mengkombinasikan kelembutan, suara melodi yang menenangkan, dan urban
groove.
Kefamiliaran terhadap musik di telinga pendengar menjadi salah satu
faktor yang mempengaruhi efektivitas penggunaan musik dalam belajar.
Mori, Naghsh, dan Tezuka (2014) menguji pengaruh musik terhadap tingkat
konsentrasi seseorang dan ditemukan hasil bahwa ada pengaruh positif musik
terhadap tingkat konsentrasi, yang berkontribusi pada level performansi
seseorang. Pemberian musik yang familiar memberikan pengaruh yang lebih
baik terhadap konsentrasi dibandingkan dengan musik yang kurang familiar
ataupun tanpa musik.
Penelitian-penelitian pengaruh musik pada poses belajar menunjukkan
hasil yang positif bahwa banyak mahasiswa mampu belajar lebih baik dan
mencapai hasil yang maksimal dengan alat bantu musik. Peneliti ingin
mengetahui apakah musik mempengaruhi prestasi belajar pada mahasiswa
dengan gaya belajar auditori dan apakah ada perbedaan pengaruh antara
musik baroque dan musik jazz pada prestasi belajar mahasiswa dengan gaya
B. Rumusan Masalah
1. Apakah musik mempengaruhi prestasi belajar pada mahasiswa dengan
gaya belajar auditori?
2. Apakah terdapat perbedaan pengaruh musik baroque dan jazz pada
prestasi belajar mahasiswa dengan gaya belajar auditori?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui apakah musik mempengaruhi prestasi belajar pada
mahasiswa dengan gaya belajar auditori.
2. Untuk mengetahui apakah ada perbedaan pengaruh musik baroque dan
jazz pada prestrasi belajar mahasiswa gaya belajar auditori.
D. Manfaat Penelitian
a. Secara Teoritis :
Secara teoritis, memberikan masukan atau referensi bagi
perkembangan ilmu psikologi dan menambah kajian terhadap ilmu
psikologi dalam bidang Psikologi Belajar.
b. Secara Praktis :
Secara praktis, penelitian ini memberikan referensi penggunaan
musik saat belajar kepada individu dengan gaya belajar auditori.
Penelitian ini juga memberi pengetahuan baru kepada individu dengan
gaya belajar auditori mengenai pengaruh musik terhadap kegiatan
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Prestasi belajar
1. Belajar
Para pakar di bidang ilmu tentang belajar menyampaikan beberapa
pendapat mengenai pengertian belajar:
a. Alsa (2005) berpendapat bahwa belajar adalah tahapan perubahan
perilaku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan
interaksi individu dengan lingkungan (dalam Ghufron dan Risnawati,
2013).
b. Khairani (2014) mengemukakan bahwa belajar adalah suatu proses
psikis yang berlangsung dalam interaksi antara subjek dengan
lingkungan dan menghasilkan perubahan-perubahan dalam
pengetahuan, pemahaman, ketrampilan, sikap dan kebiasaan yang
bersifat relatif konstan atau tetap baik melalui pengalaman, latihan
maupun praktek.
c. Winkel (dalam Khairani, 2014) menjelaskan bahwa belajar adalah
proses mental yang mengarah pada penguasaan pengetahuan,
kecakapan skill, kebiasaan atau sikap yang diperoleh, disimpan dan
Engkoswara (dalam Rusyan, Kusdinar, & Arifin, 1992)
mengklasifikasikan jenis-jenis belajar yang dinyatakan dalam bentuk
perilaku:
a. Perilaku kognitif, yaitu perilaku yang berkaitan dengan masalah
pengetahuan, informasi, dan kecakapan intelektual.
b. Perilaku afektif yang berupa sikap, nilai-nilai, dan apersepsi.
c. Perilaku psikomotor, yang berupa kelincahan tangan dan koordinasi.
d. Perilaku berbahasa dalam arti peningkatan perilaku secara halus.
Pemaparan di atas menjelaskan bahwa belajar adalah suatu proses
perubahan dalam diri seseorang baik yang bersifat psikis maupun mental
dan cenderung bersifat relatif menetap sebagai hasil interaksi individu
dengan lingkungan di sekitar. Belajar adalah suatu proses perubahan
perilaku kognitif, afektif, psikomotor, dan berbahasa yang progresif dan
menetap dalam diri individu sebagai tujuan dari proses belajar.
Perubahan-perubahan yang terjadi pada perilaku kognitif, afektif,
psikomotor, dan berbahasa yang dialami melalui belajar mampu
mempengaruhi keterampilan, pengetahuan, sikap, dan kebiasaan
seseorang.
2. Prestasi belajar
Azwar (2013) mengungkapkan bahwa prestasi belajar adalah hasil
yang telah dicapai seseorang dalam belajar. Ghufron dan Risnawati (2013)
mahasiswa setelah melakukan aktivitas belajar yang dinyatakan dalam
bentuk nilai angka atau huruf. Pengukuran dan penilaian hasil belajar
dilakukan untuk mengetahui prestasi belajar. Pengukuran mencakup segala
cara untuk memperoleh informasi mengenai hasil belajar yang
dikuantifikasikan (Suryabrata, 2000, dalam Ghufron dan Risnawati, 2013).
Prestasi belajar dikelompokkan menjadi tiga ranah, sebagai berikut
(dalam Ratnawulan, E. & Rusdiana, 2015):
a. Ranah kognitif, yang berhubungan dengan kemampuan berpikir, yaitu
kemampuan menghafal, memahami, mengaplikasi, menganalisis,
menyintesis, dan mengevaluasi.
b. Ranah afektif, yang berhubungan watak perilaku, seperti sikap, minat,
konsep diri, nilai, dan moral.
c. Ranah psikomotor, ranah yang berhubungan dengan aktivitas fisik.
Bloom (dalam Majid, A.,&Kamsyach, Adriyani., 2014)
menjelaskan bahwa hasil belajar dikelompokkan dalam tiga ranah, yaitu:
a. Kognitif
Taksonomi ranah kognitif milik Bloom (1959), yaitu pengetahuan,
pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi yang telah
direvisi oleh Anderson dan Krathwohl (2001), yaitu:
1) Mengingat, adalah mampu mengingat bahan-bahan yang baru
dipelajari. Mengingat meliputi mengenali (recognition) dan
2) Memahami, adalah mampu membangun sebuah pengertian dari
berbagai sumber, seperti pesan, bacaan dan komunikasi.
Memahami berkaitan dengan aktivitas mengklasifikasikan dan
membandingkan.
3) Menerapkan, adalah proses yang kontinu, yang dimulai dari
menyelesaikan suatu permasalahan menggunakan prosedur
standar yang sudah diketahui Menerapkan meliputi kegiatan
menjalankan prosedur dan mengimplementasikan.
4) Menganalisis, adalah memecahkan suatu permasalahan dengan
memisahkan tiap-tiap bagian dari permasalahan dan mencari
keterkaitan dari tiap-tiap bagian tersebut, serta mencari tahu
bagaimana keterkaitan tersebut menimbulkan masalah.
5) Mengevaluasi, adalah memberikan penilaian berdasarkan
kriteria dan standar yang telah ditetapkan.
6) Menciptakan, adalah meletakkan unsur-unsur secara
bersama-sama untuk membentuk kesatuan koheren dan mengarahkan
individu untuk menghasilkan suatu produk baru dengan
mengorganisasikan beberapa unsur menjadi bentuk atau pola
yang berbeda dengan sebelumnya.
b. Afektif
Ranah afektif adalah internalisasi sikap ke arah pertumbuhan batiniah
kemudian mengambil sikap sehingga menjadi bagian dari diri dan
membentuk nilai, serta menentukan tingkah laku..
c. Psikomotor
Ranah psikomotor berhubungan dengan hasil belajar yang dicapai
melalui keterampilan manipulasi yang melibatkan otot dan kekuatan
fisik.
Penjelasan di atas menegaskan bahwa prestasi belajar adalah hasil
yang diperoleh seseorang setelah melakukan aktivitas belajar yang
dinyatakan dalam bentuk nilai angka atau huruf. Prestasi belajar mencakup
tiga ranah, yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Ranah kognitif,
meliputi mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi,
dan menciptakan. Ranah afektif, meliputi menerima, menjawab, menilai,
dan organisasi. Ranah psikomotor, meliputi keterampilan memanipulasi
dengan melibatkan anggota tubuh.
Penelitian ini lebih memusatkan perhatian terhadap prestasi belajar
ranah kognitif pada dua jenjang, yaitu:
a. Mengingat, yaitu mampu memanggil kembali dan menunjukkan
kembali hal yang telah dipelajari.
b. Memahami, yaitu mampu menjelaskan dan mendefinisikan suatu
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar
Suryabrata (1983) menuliskan empat hal yang mempengaruhi
prestasi belajar, sebagai berikut:
a. Bahan yang dipelajari merupakan “input” pokok dalam belajar
Bahan pelajaran menentukan bagaimana proses belajar terjadi,
dan bagaimana hasil yang diharapkan. Perbedaan tersebut
menyebabkan konsep yang berbeda mengenai berbagai hal yang
bersangkutan dalam belajar. Taraf kesukaran serta kompleksitas hal
yang dipelajari memiliki pengaruh besar terhadap proses dan hasil
belajar, misal:
1) Belajar bahasa (verbal learning);
2) Belajar serangkaian huruf tanpa arti (nonsense, syllable learning)
3) Belajar serangkaian bahan (serial learning).
b. Faktor-faktor lingkungan
Faktor-faktor lingkungan dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
1) Lingkungan alami
Lingkungan alami, seperti keadaan suhu dan kelembaban udara
berpengaruh terhadap proses dan prestasi belajar seseorang.
Waktu belajar juga turut mempengaruhi proses belajar.
2) Lingkungan sosial
Lingkungan sosial yang dimaksud adalah faktor manusia.
Seseorang yang sedang belajar cenderung terganggu apabila
kamar, atau mengobrol di dekat tempat belajar itu sendiri. Orang
lain juga tidak hadir secara langsung (representasi), seperti foto
dan tulisan. Suryabrata (1984) menjelaskan bahwa suara mesin
pabrik dan suara kendaraan merupakan faktor-faktor sosial yang
menganggu proses belajar dan prestasi belajar. Faktor-faktor
tersebut cenderung menganggu konsentrasi sehingga perhatian
tidak ditujukan kepada hal yang dipelajari.
c. Faktor-faktor instrumental
Faktor-faktor instrumental adalah faktor yang dirancang untuk
disesuaikan dengan prestasi belajar sehingga tujuan belajar tercapai.
Faktor ini berwujud faktor-faktor keras (hardware), seperti gedung
perlengkapan belajar dan alat-alat praktikum. Faktor-faktor lain adalah
faktor lunak (software), seperti kurikulum, program, dan
pedoman-pedoman belajar.
d. Kondisi individual mahasiswa
Kondisi individual adalah faktor yang berasal dari dalam diri
individu. Faktor ini dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu:
1) Kondisi fisiologis
Faktor-faktor fisiologis dalam belajar berupa keadaan fisiologis,
seperti keadaan jasmani yang sehat dan keadaan fungsi-fungsi
2) Kondisi psikologis
Faktor psikologis yang mempengaruhi proses belajar dan prestasi
belajar adalah:
i. Minat
Minat mempengaruhi prestasi belajar. Seseorang yang tidak
berminat untuk mempelajari sesuatu tidak berhasil dengan baik
dalam belajar.
ii. Kecerdasan
Kecerdasan memegang peranan penting dalam keberhasilan
atau kegagalan seseorang dalam belajar. Individu yang cerdas
lebih mampu belajar dibandingkan individu yang kurang
cerdas.
iii. Bakat
Belajar pada bidang yang sesuai dengan bakat yang dimiliki
memperbesar kemungkinan untuk berhasil dalam belajar.
iv. Motivasi
Motivasi untuk belajar adalah kondisi psikologis yang
mendorong seseorang untuk belajar. Penemuan-penemuan
penelitian menunjukkan bahwa hasil belajar meningkat jika
motivasi untuk belajar bertambah. Persoalan mengenai kaitan
dengan belajar adalah bagaimana mengatur motivasi agar hasil
v. Kemampuan-kemampuan kognitif
Kemampuan-kemampuan kognitif merupakan faktor penting
dalam proses belajar mahasiswa. Kemampuan seseorang dalam
melakukan persepsi, mengingat, dan berpikir mempengaruhi
belajar.
Ghufron dan Risnawati (2013) mengemukakan bahwa peningkatan
prestasi belajar dicapai dengan memperhatikan beberapa faktor, sebagai
berikut:
a. Faktor internal
Faktor internal adalah aspek yang berasal dari dalam diri
individu, yang meliputi aspek perkembangan dan keunikan personal
individu, seperti gaya belajar.
b. Faktor eskternal
Faktor eksternal adalah aspek yang berasal dari luar diri
individu. Aspek eksternal adalah bagaimana lingkungan belajar
dipersiapkan dan fasilitas-fasilitas diberdayakan.
Penjelasan di atas mengungkapkan bahwa prestasi belajar
dipengaruhi faktor internal dan eksternal:
a. Faktor internal
Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri individu.
Faktor internal meliputi kemampuan kognitif seseorang (persepsi,
belajar. Faktor internal juga meliputi kesehatan jasmani dan fisiologis
individu, seperti fungsi panca indera.
b. Faktor eksternal
Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri individu,
yang meliputi: keadaan suhu, cuaca, waktu belajar, lingkungan belajar
(kebisingan), bahan yang dipelajari, dan fasilitas-fasilitas yang
dibutuhkan dalam proses pembelajaran
4. Alat ukur tes prestasi belajar
Alat ukur penelitian adalah tes prestasi belajar. Tes prestasi belajar
dibedakan dari tes kemampuan lain bila dilihat dari tujuan, yaitu
mengungkap keberhasilan seseorang dalam belajar. Tes prestasi belajar
adalah tes yang disusun terencana untuk mengungkap performansi
maksimal subjek dalam menguasai materi yang diajarkan (Azwar, 2013).
Sudijono (2006) menegaskan bahwa tes prestasi belajar adalah cara
atau prosedur pengukuran dan penilaian hasil belajar, yang berbentuk
serangkaian tugas yang dijawab dan dikerjakan oleh subjek, sehingga
berdasarkan data yang diperoleh dihasilkan nilai yang melambangkan
prestasi belajar. Nilai yang diperoleh dibandingkan dengan nilai-nilai
standar tertentu, atau dibandingkan dengan nilai-nilai yang berhasil dicapai
oleh subjek lain.
Perencanaan merupakan langkah awal dalam penyusunan tes
prestasi yang memenuhi syarat dan kualitas. Pada langkah perencanaan,
dengan mengingat tujuan tes (Azwar, 2013). Aspek-aspek tersebut
merupakan spesifikasi tes yang memuat uraian isi materi dan batasan
perilaku, informasi mengenai tipe aitem, rata-rata taraf kesukaran, jumlah
aitem, waktu penyajian tes, dan cara pemberian skor.
Pengembangan tes prestasi belajar mengikuti langkah-langkah
standar dalam konstruksi tes yang diilustraikan pada gambar dibawah ini:
Identifikasi tujuan merupakan penegasan tujuan pengukuran, yang
diikuti oleh pembatasan kawasan ukur, yakni pendefinisian lingkup materi
Identifikasi tujuan dan kawasan ukur
Uraian komponen isi Batasan perilaku dan kompetensi
BLUE PRINT
Spesifikasi tes
Penulisan aitem/soal
Review aitem
Uji coba awal
Field tes
Analisis aitem
Perakitan tes & penyusunan instruksi
Pengujian reliabilitas
ukur yang hendak diungkap (Azwar, 2013). Pada perancangan tes prestasi
belajar, penguraian isi tes bukan hanya berarti mengusahakan agar tes
yang ditulis tidak keluar dari lingkup materi yang telah ditentukan oleh
batasan kawasan ukur, tetapi berarti pula mengusahakan agar bagian isi
yang penting tidak terlewatkan dan tertuliskan dalam tes (Azwar, 2013).
Batasan perilaku merupakan operasionalisasi tujuan instruksional
yang dianggap sebagai indikator perilaku. Indikator perilaku dibuat
sebagai penerjemahan tujuan instruksional umum ke dalam bentuk yang
paling konkret sehingga mampu diukur. Tujuan pengukuran belum cukup
operasional untuk digunakan sebagai landasan penulisan aitem. Rumusan
tersebut dinyatakan dalam taraf kompetensi kognitif yang lebih spesifik.
Keseluruhan aitem dalam tes yang direncanakan dibagi atas beberapa taraf
kompetensi yang berbeda. Salah satu pedoman dalam menentukan tingkat
kompetensi aitem tes adalah taksonomi yang dirumuskan oleh Bloom, dkk.
Taksonomi ini mencakup kawasan perilaku, yaitu kawasan afektif,
kognitif, dan psikomotor. Pembahasan mengenai tes prestasi lebih
memusatkan perhatian hanya pada kawasan kognitif. Taksonomi Bloom
(1959) yang telah direvisi oleh Anderson dan Kratwohl (2001, dalam
Majid, A., & Kamsyach, A., 2014) adalah mengingat, memahami,
menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, dan menciptakan. Taraf
kompetensi terendah adalah mengingat. Taraf yang lebih tinggi, yaitu
kemampuan yang lebih kompleks daripada taraf kemampuan mengingat,
memahami, menerapkan, menganalisis, dan mengevaluasi.
Tabel spesifikasi tes berupa tabel yang memuat uraian tes dan
tingkat kompetensi yang diungkap pada setiap bagian isi. Tabel berupa
tabel dua sisi yang sering disebut sebagai tes blue-print. Blue-print
menjadi pegangan yang sangat membantu saat penulisan aitem sebagai
pedoman agar penulis aitem tetap terarah pada tujuan pengukuran tes dan
tidak keluar dari batasan isi (Azwar, 2013).
Penguraian di atas menyimpulkan bahwa tes prestasi belajar adalah
tes yang memiliki tujuan untuk mengetahui hasil belajar dan perfomansi
maksimal sesorang dalam menguasai suatu informasi. Nilai dari tes
prestasi belajar yang diperoleh dibandingkan dengan suatu nilai standar
tertentu atau dengan individu lain. Penyusunan tes prestasi belajar
dilakukan dengan menentukan identifikasi tujuan dan kawasan ukur,
batasan perilaku dan kompetensi mengenai hal-hal yang ingin diukur. Hal
ini guna membantu pembuat aitem lebih memfokuskan batasan mengenai
tujuan pengukuran, perilaku dan kompetensi yang hendak diungkap
sehingga membantu dalam penguraian isi materi dalam blue-print.
Tes prestasi belajar mengungkap kemampuan seseorang dalam
belajar pada kawasan kognitif. Konsep taraf kompetensi kognitif meliputi
menganalisis, mengevaluasi, dan menciptakan. Masing-masing tingkatan
memiliki taraf kompetensi yang berbeda.
Tes prestasi belajar pada penelitian ini hanya mengungkap
kemampuan pada ranah kognitif dalam bentuk tertulis. Hal ini dikarenakan
ranah afektif lebih sesuai jika diungkap melalui tes skala sikap dan ranah
psikomotor menggunakan cara evaluasi berupa observasi atau tes tindakan.
B. Gaya Belajar
1. Pengertian
Riding dan Cheema (1991, dalam Ghufron & Risnawati, 2013)
mengemukakan bahwa gaya belajar dikembangkan sebagai hasil minat
perbedaan-perbedaan individu. Beberapa tinjauan pustaka menunjukkan
bukti telah terjadi satu kebangkitan kembali yang membahas mengenai
gaya belajar berpengaruh pada proses belajar individu (Dunn, 1990, dalam
Ghufron & Risnawati, 2013).
Gaya belajar merupakan sebuah pendekatan yang menjelaskan
mengenai bagaimana individu belajar atau cara yang ditempuh oleh
masing-masing orang untuk berkonsentrasi pada proses, dan menguasai
informasi yang sulit dan baru (dalam Ghufron dan Risnawati, 2013).
Menurut Dunn dan Dunn (dalam Prashnig, 2007) gaya belajar
adalah cara manusia berkonsentrasi, menyerap, memproses, dan
menampung informasi yang baru dan sulit. James dan Gardner (1995,
adalah cara kompleks yang individu anggap paling efektif dan efisien
dalam memproses, menyimpan, dan memanggil kembali apa yang telah
dipelajari.
Pemahaman di atas menyimpulkan bahwa gaya belajar adalah cara
yang digunakan oleh individu untuk berkonsentrasi pada apa yang
dipelajari sehingga terjadi proses menerima, menyerap dan memanggil
kembali suatu informasi.
2. Macam-macam gaya belajar
Gaya belajar diklasifikasikan berdasarkan beberapa pendekatan
sebagai berikut (dalam, Gunawan 2007):
a. Pendekatan berdasarkan pada pemrosesan informasi; menentukan cara
yang berbeda dalam memandang dan memproses informasi yang baru.
Pendekatan ini dikembangkan oleh Pask (1975 – 1976), McDade
(1978), Schmeck (1981), Kolb (1984), Gregorc (1982), dan Honey
dan Mumford (1986).
b. Pendekatan berdasarkan pada kepribadian; menentukan tipe karakter
yang berbeda. Pendekatan ini dikembangkan oleh Kagan (1965),
Witkin, Oltman, Raskin, dan Karp (1971), dan Myer-Briggs (1985).
c. Pendekatan berdasarkan pada modalitas sensori; menentukan tingkat
ketergantungan terhadap indera tertentu. Pendekatan ini
d. Pendekatan berdasarkan pada lingkungan; menentukan respons yang
berbeda terhadap kondisi fisik, psikologis, sosial, dan instruksional.
Pendekatan ini dikembangkan oleh Witkin, Eison, Canfield (dalam
Gunawan, 2007).
e. Pendekatan berdasarkan pada interaksi sosial; menentukan cara yang
berbeda dalam berhubungan dengan orang lain. Pendekatan ini
dikembangkan oleh Mann, Gibbard, & Hartman (1967), Grasha
(1972), Reichmann & Grasha (1974), dan Fuhrmann & Grasha (1983).
f. Pendekatan berdasarkan pada kecerdasan: menentukan bakat yang
berbeda. Pendekatan ini dikembangkan oleh Gardner (1983), dan
Handy (dalam Gunawan, 2007).
g. Pendekatan berdasarkan pada wilayah otak; menentukan dominasi
relatif dari berbagai bagian otak. Pendekatan ini dikembangkan oleh
Sperry, Bogen, Edward, Hermann (dalam Gunawan, 2007).
Penelitian ini lebih berfokus pada penggunaan gaya belajar dengan
pendekatan modalitas sensori. Melihat, mendengar, menyentuh, dan
merasa adalah empat unsur yang membentuk gaya belajar seseorang dari
enam indera secara keseluruhan (dalam Prashnig, 2007). Berdasarkan
Neuro-Linguistic Programming yang dikembangkan oleh Richard Bandler
dan John Grinder (dalam Gunawan, 2007) dalam model strategi
komunikasi, bahwa selain memasukkan informasi dari kelima indera, juga
auditori (pendengaran), dan kinestetik (sentuhan dan gerakan) yang
dikenal dengan V-A-K.
Depotter dan Hernacki (2010) menjelaskan beberapa karakteristik
dari masing-masing gaya belajar VAK, yaitu:
a. Gaya belajar visual
Individu yang memiliki gaya belajar visual menggunakan daya
melihat (ketajaman indera mata) yang lebih memudahkan dalam
belajar, lebih nyaman belajar dengan warna-warni, garis dan bentuk,
lebih suka membaca daripada mendengarkan, dan mengingat dengan
gambar (Tim Musyawarah Guru Bimbingan dan Konseling, Provinsi
Jakarta, 2014).
Individu dengan gaya belajar visual melihat bahasa tubuh dan
ekspresi muka pengajar untuk mengerti pelajaran, dan cenderung duduk
di depan agar melihat dengan jelas. Individu dengan gaya belajar visual
berpikir menggunakan gambar-gambar dan belajar dengan lebih cepat
menggunakan tampilan visual, seperti diagram, buku pelajaran
bergambar, dan video. Individu visual lebih suka mencatat sampai
detail untuk memperoleh informasi (Tim Musyawarah Guru Bimbingan
dan Konseling, Provinsi Jakarta, 2014).
Ciri-ciri gaya belajar visual:
1) Rapi dan teratur
2) Berbicara dengan cepat
4) Teliti terhadap hal detail
5) Mementingkan penampilan, baik dalam hal pakaian maupun
presentasi
6) Pengeja yang baik dan mampu melihat kata-kata di dalam pikiran
7) Mengingat dengan asosiasi visual
8) Tidak terganggu oleh keributan
9) Mempunyai masalah untuk mengingat instruksi verbal kecuali jika
ditulis, dan sering kali meminta bantuan orang lain untuk
mengulangi
10) Pembaca cepat dan tekun
11) Lebih suka membaca daripada dibacakan
12) Membutuhkan pandangan dan tujuan yang menyeluruh dan
bersikap waspada sebelum secara mental merasa pasti tentang suatu
masalah atau proyek
13) Mencoret-mencoret tanpa arti selama berbicara di telepon dan
dalam rapat
14) Mudah lupa menyampaikan pesan verbal kepada orang lain
15) Sering menjawab pertanyaan dengan jawaban singkat berupa “ya”
atau “tidak”
16) Lebih suka demonstrasi daripada berpidato
b. Gaya belajar auditori
Individu dengan gaya belajar auditori mengekspresikan diri
melalui komunikasi internal dengan diri sendiri maupun eksternal
dengan orang lain (dalam Gunawan, 2007). Individu yang bertipe
auditori mengandalkan kesuksesan belajar melalui telinga (alat
pendengaran). Individu yang mempunyai gaya belajar auditori mampu
belajar lebih cepat dengan menggunakan diskusi verbal dan
mendengarkan apa yang dikatakan pengajar (Tim Musyawarah Guru
Bimbingan dan Konseling, Provinsi Jakarta, 2014).
Individu auditori mencerna makna yang disampaikan melalui tone
suara, pitch (tinggi rendah), dan kecepatan berbicara. Informasi yang
tertulis mempunyai makna yang minim bagi individu auditori. Individu
seperti ini menghafal lebih cepat dengan membaca teks dengan keras
dan mendengarkan kaset, kurang suka membuat catatan-catatan, dan
lebih senang mendengarkan teman yang sedang belajar (Tim
Musyawarah Guru Bimbingan dan Konseling, Provinsi Jakarta, 2014).
Ciri-ciri gaya belajar auditori:
1) Berbicara kepada diri sendiri saat bekerja
2) Mudah terganggu oleh keributan
3) Menggerakkan bibir dan mengucapkan tulisan di buku ketika
membaca
5) Mampu mengulangi kembali dan menirukan nada, birama, dan
warna suara
6) Mengalami kesulitan dalam menulis cerita, tetapi hebat dalam
bercerita
7) Berbicara dalam irama yang terpola
8) Pembicara yang fasih
9) Lebih suka musik daripada seni
10) Belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang
didiskusikan daripada yang dilihat
11) Suka berbicara, suka berdiskusi, dan menjelaskan sesuatu panjang
lebar
12) Mempunyai masalah dengan pekerjaan-pekerjaan yang melibatkan
visualisasi
13) Lebih pandai mengeja dengan keras daripada menulis
14) Lebih suka gurauan lisan daripada membaca komik
c. Gaya belajar kinestetik
Individu dengan gaya belajar kinestetik sangat peka terhadap
perasaan atau emosi dan pada sensasi sentuhan serta gerakan. Individu
dengan gaya belajar ini sulit untuk duduk diam dalam waktu yang lama
karena keinginan untuk beraktivitas dan eksplorasi yang kuat. Gaya
belajar kinestetik belajar dengan melakukan gerakan dan sentuhan (Tim
Ciri-ciri gaya belajar kinestetik:
1) Berbicara dengan perlahan
2) Menanggapi perhatian fisik
3) Menyentuh orang lain untuk mendapatkan perhatian
4) Berdiri dekat ketika berbicara dengan orang lain
5) Selalu berorientasi pada fisik dan banyak bergerak
6) Mempunyai perkembangan awal otot-otot yang besar
7) Belajar melalui memanipulasi dan praktik
8) Menghafal dengan cara berjalan dan melihat
9) Menggunakan jari sebagai penunjuk ketika membaca
10) Banyak menggunakan isyarat tubuh
Berikut adalah perbedaan cara belajar untuk masing-masing gaya
belajar agar menjadikan belajar menjadi efektif:
Tabel 2.1:
Cara belajar untuk masing-masing gaya belajar
Gaya Belajar Media atau alat bantu yang digunakan Visual Gerakan tubuh/ body language
Buku, majalah
Highlighting, tulisan dengan warna yang menarik Kata-kata kunci yang dipanjang di sekeliling kelas Model/peralatan
Auditori Suara yang jelas dengan intonasi yang terarah Membaca dengan keras
Pembicara tamu, sesi tanya jawab, diskusi Rekaman ceramah atau kuliah
Belajar dengan mendengarkan atau menyampaikan informasi
Menggunakan gerakan tubuh untuk menjelaskan sesuatu Tabel dikutip dari Adi W. Gunawan (2007) dalam bukunya yang berjudul “Genius Learning Strategi”
Penguraian di atas menjelaskan bahwa masing-masing gaya belajar
menggunakan alat bantu yang berbeda agar mampu menciptakan proses
belajar yang efektif. Gaya belajar visual yang mengandalkan indera
mudah belajar dengan menggunakan alat bantu yang berbentuk visual,
seperti buku, poster, dan OHP.
Gaya belajar auditori yang menggandalkan indera pendengaran
dalam menerima dan menyerap infomasi lebih mudah belajar dengan
menggunakan alat bantu musik atau rekaman suara. Gaya belajar
kinestetik yang mengandalkan indera sentuhan cenderung lebih mudah
terbantu dalam belajar jika melibatkan gerakan tubuh atau kegiatan
praktek secara langsung di lapangan.
C. Musik
1. Sejarah Perkembangan Musik
Musik yang berkembang sejak jaman purba disebut sebagai musik
primitif. Musik primitif muncul atau diperoleh dari suara-suara yang
dihasilkan anggota tubuh manusia, seperti tepukan tangan, siulan, suara
vokal atau suara manusia (dalam Delphie, M.A., 2005).
Musik primitif juga diperoleh dari alat yang terbuat dari tulang
binatang yang dikeringkan, biji-bijian kering, kayu, dan bambu. Musik
primitif digunakan sebagai penggiring tari-tarian pada upacara-upacara
ritual. Hal ini menunjukkan bahwa musik memiliki hubungan dengan
pola-pola gerak tertentu yang disesuaikan dengan irama musik. Musik lebih
berkembang pada abad pertengahan terutama di gereja negara-negara
istilah-istilah berkaitan dengan musik, dan sekolah khusus yang mengajarkan
musik (dalam Delphie, M.A., 2005).
Penjelasan di atas mengungkapkan bahwa musik mulai terbentuk
dan tercipta sejak pada zaman dahulu kala (zaman primitif). Musik tercipta
melalui suara yang dihasilkan oleh anggota tubuh manusia, seperti tepukan
tangan, bunyi siulan, dan suara vokal manusia. Musik juga tercipta dengan
menggunakan tulang binatang dan biji-bijian yang telah dikeringkan, serta
kayu dan bambu. Musik digunakan untuk mengiringi tarian pada
upacara-upacara ritual sehingga pada abad pertengahan, musik mulai berkembang
terutama di gereja-gereja Kristiani negara Barat. Perkembangan musik di
gereja-gereja negara Barat mulai menarik perhatian para ahli untuk lebih
memahami musik.
2. Pengertian Musik
Schopenhauer (dalam Soedarsono, R.M, 1992) berpendapat bahwa
musik adalah melodi dengan syair berupa alam semesta. Suhastjarja
(dalam Soedarsono, R.M, 1992) menyatakan bahwa musik ialah ungkapan
rasa indah manusia dalam bentuk konsep pemikiran yang bulat, dalam
wujud nada-nada yang mengandung ritme dan harmoni, serta mempunyai
suatu bentuk dalam ruang waktu yang dikenal oleh diri sendiri dan
manusia lain dalam lingkungan sehingga mampu dimengerti dan
Campbell (2001) menjelaskan bahwa musik adalah bahasa yang
mengandung unsur-unsur universal, bahasa yang melintasi batas-batas
usia, jenis kelamin, ras, agama dan kebangsaan. Musik adalah seni
penataan bunyi secara cermat yang membentuk pola teratur dan merdu
yang tercipta dari alat musik atau suara manusia.
Pengertian di atas menjelaskan bahwa musik adalah bunyi yang
memiliki pola yang teratur dan merdu yang berasal dari suara manusia
ataupun alat musik yang mengandung ritme dan harmoni, serta tidak
mengenal batasan-batasan bagi pendengar.
3. Elemen-Elemen Musik
Musik dibangun dari empat unsur, yaitu nada atau bunyi yang
teratur, amplitudo atau kuat lemah bunyi (dinamik), unsur waktu yang
terdiri dari panjang-pendek bunyi, serta timbre atau warna suara (dalam
Poetra, 2006).
Disisi lain, Delphie, M.A (2005) membagi elemen musik menjadi
dua, yaitu:
a. Elemen primer
1) Irama
Irama adalah elemen musik yang paling penting, karena
hanya dengan suatu irama dan tanpa elemen lain seseorang
yang berurutan dari suara atau bunyi ketukan dan nilai not lagu
yang lambat dan cepat.
2) Melodi
Tinggi rendah suatu nada membentuk melodi. Melodi
tidak bisa terlepas dengan harmoni.
3) Harmoni
Harmoni adalah suatu gabungan dari nada-nada yang
berurutan atau nada-nada yang dibunyikan pada waktu
bersamaan. Harmoni membantu dalam mempertinggi atau
mengurangi tekanan dari musik. Harmoni terikat pada melodi
serta irama.
b. Elemen sekunder, meliputi:
1) Dinamik
Kekuatan musik berubah-ubah dari yang bersifat lunak
atau tinggi hingga yang keras atau nada berat. Perubahan tersebut
dibagi tiga, yaitu:
i. Cara bagaimana nada itu dibunyikan
ii. Luas melodi dipersempit atau diperkecil dengan cara tekanan
dikurangi atau diperbesar dengan menambahkan ketegangan.
2) Agogik
Agogik merupakan perubahan yang terjadi antara gerakan
yang lambat sekali dengan gerakan yang sangat cepat.
Musik terbentuk dari dua elemen, yaitu elemen primer yang
menjadi unsur utama pembentuk musik, dan elemen sekunder, yaitu
elemen pendukung dalam suatu musik. Elemen utama adalah elemen yang
menciptakan musik sehingga memiliki nada-nada yang teratur dan
harmoni. Irama adalah elemen utama pembentuk musik, karena hanya
dengan kumpulan nada-nada atau not-not yang saling berurutan maka
tercipta suara yang merdu.
Unsur kedua pembentuk musik adalah dengan penambahan melodi
yang berupa tinggi rendah nada. Penggunaan unsur irama dan melodi
menciptakan suatu harmoni, yaitu gabungan nada-nada yang dibunyikan
secara bersama-sama.
Elemen lain, yaitu elemen pendukung yang membentuk alunan
suara dalam musik menjadi lebih menarik adalah dinamik, yaitu perubahan
nada-nada dari yang bersifat tinggi hingga nada yang berat dan agogik,
yaitu perubahan dari bunyi nada yang lambat hingga bunyi nada yang
cepat.
4. Musik Baroque
berasal dari bahasa Portugis “barroco” yang mengarah pada mutiara yang
memiliki bentuk yang berbeda dari mutiara lain dan digunakan pada
perhiasan atau dekorasi (dalam Wright, 2011). Istilah baroque pada
awalnya mengindikasikan hal-hal yang negatif. Namun, penemu baru pada
musik baroque, yaitu Peter Paul Rubens (1577-1640), dan musik dari
Antonio Vivaldi (1678-1741) dan J.S Bach (1685-1750) menciptakan
musik baroque yang memiliki arti positif dalam sejarah budaya Barat
(dalam Wright, 2011).
Musik baroque dibentuk dari empat elemen, yaitu melodi, harmoni,
ritme, texture dan dinamik. Karakteristik dari musik baroque adalah
memiliki melodi yang ekspresif dan penggunaan bass yang cukup kuat.
Musik baroque mengalami perubahan menjadi musik dengan arti
positif pada masa late baroque (1710-1750) dengan komposer terkenal J.S
Bach dan G.F Handel (dalam Wright, 2011). Musik Bach sangat unik
karena musik yang diciptakan mampu membawa seseorang pada kondisi
beta maupun alfa. Bach ternyata secara intuitif mampu menciptakan musik
yang sangat seimbang karena faktor pengondisian beta dan alfa (dalam
Gunawan, 2007).
Komposer lain yang terkenal untuk zaman Baroque adalah seorang
komposer Italia Antonio Vivaldi (1678-1741, dalam Gunawan, 2007).
Para komposer pada masa late baroque menggunakan ketukan sangat khas
dan pola-pola yang secara otomatis menyinkronkan tubuh dan pikiran.
sama dengan detak jantung rata-rata dalam keadaan normal. Selain itu,
struktur kord melodis dan instrumentasi baroque membantu tubuh
mencapai keadaan waspada tetapi relaks (Schuster dan Gritton, 1986,
dalam Depotter dkk, 2010).
Uraian di atas menjelaskan bahwa musik baroque adalah musik
klasik yang merujuk pada suatu zaman, yaitu zaman baroque sekitar tahun
1600-1750. Musik baroque dengan arti negatif terus mengalami perubahan
hingga menjadi musik dengan arti positif dan menjadi salah satu bagian
dalam budaya Barat.
Musik baroque memiliki beberapa karakteristik, yaitu penggunaan
melodi yang ekspresif dan penggunaan bass yang kuat. Selain itu, musik
baroque juga memiliki irama dengan ketukan yang hampir sama dengan
detak jantung manusia dalam keadaan normal.
Komposer yang terkenal dan mampu mengubah musik baroque
menjadi musik yang positif adalah Bach (1685-1750). Bach mampu
menciptakan musik baroque yang sangat seimbang dan intuitif karena
musik yang diciptakan mampu membawa seseorang pada kondisi beta dan
alfa. Kondisi tersebut adalah suatu kondisi ketika seseorang berada pada
kondisi yang rileks dan santai. Peneliti bernama Lozanov (1976)
melakukan penelitian terhadap penggunaan musik baroque yang mampu
membawa seseorang pada kondisi alfa, yaitu kondisi rileks namun
merilekskan gelombang otak, menstabilkan mental, fisik dan emosi
seseorang sehingga seseorang masuk ke dalam keadaan relaksasi dan
membuka pikiran terhadap informasi yang masuk.
5. Musik Jazz
Jazz merupakan salah satu jenis musik yang berasal dari
masyarakat kulit hitam di Amerika Serikat. Jazz adalah jenis musik dengan
tingkat kerumitan harmoni dan improvisasi yang tinggi, dengan kata lain
jazz adalah musik yang cukup susah (dalam Mulyanto, 2008). Jazz disebut
sebagai musik Afro-Amerika, berasal dari dan untuk orang kulit hitam;
musik improvisasi; musik yang dibentuk oleh feel ritmik yang disebut
swing; dan musik yang dipengaruhi blues (Szwed, 2013).
Musik jazz pertama kali muncul di kalangan kulit hitam New
Orleans, Florida pada akhir abad ke-19. Jazz merupakan jenis musik yang
telah banyak dipengaruhi oleh beberapa elemen budaya musik, termasuk
Afrika Barat, Amerika dan Eropa. Elemen Afrika Barat yang
mempengaruhi jazz melibatkan penekanan pada improvisasi, permainan
drum (drumming), suara perkusi dan irama yang kompleks. Melalui
persentuhan antara kebudayaan musik yang dibawa dengan kebudayaan
musik Barat, muncul di benua Amerika suatu musik yang dikenal musik
Jazz, yang mengalami perkembangan di dalam kondisi dan situasi tetentu
Peranan irama dan gerak tari yang sangat kuat dalam jazz,
menjadikan jazz memiliki pembawaan dan pengaruh terhadap fisik
seseorang secara amat kuat. Hendro S.D (2009) menerangkan bahwa jazz
merupakan salah satu genre musik yang berasal dari blues dan dipengaruhi
musik klasik. Nuansa harmoni musik klasik memberi inspirasi terhadap
pola-pola harmoni melodi Jazz.
Mulyanto (2008) mengemukakan bahwa jazz adalah potensi
musikalitas di dalam diri manusia yang menghasilkan berbagai bentuk
irama. Musikalitas mencakup naluri, insting, pola pikir, emosi, ekspresi,
perasaan dan harmoni musik menjadi satu kesatuan. Mulyanto (2008)
mengemukakan bahwa musik jazz lebih mengarah kepada suasana hati dan
karakter sebuah musik daripada sebuah jenis musik dengan batasan
tertentu.
Musik jazz dibentuk dari beberapa elemen, yaitu (dalam Szwed,
2013) melodi, harmoni dan ritme. Style jazz tidak hanya Marching Band,
namun berkembang membentuk style lain, seperti Ragtime, Boogie
Woogie, Swing, Bebop, Fusion, Jazz Rock, Jazzy, Foxtort, Samba, dan Bossanova (dalam Heart, 2013).
Heart (2013) mengungkapkan bahwa penggunaan musik Jazz pada
ballet, salsa, tango, foxtrot, waltz, rumba dan bop digunakan untuk mengangkat semangat, merilekskan pikiran dan menenangkan telinga
dengan irama listrik. Salah satu jenis jazz yang baik untuk peningkatan
selama beberapa dekade. Para seniman terus berusaha membuat
pengulangan suara, menciptakan hit baru untuk koleksi jazz agar
memberikan efek yang sama. Smooth jazz menggunakan sifat atau pola
yang hampir sama dengan pola peningkatan otak dalam menciptakan
irama musik sehingga mampu membawa pikiran ke dalam kondisi
relaksasi.
Tahun 60-an, Irving Berlin, Cole Porter, George dan Ira Gerswin
dan Hoggy Carmichae yang datang dari area musik luar Inggris
meninggalkan kesan yang cukup mendalam mengenai jazz di seluruh
dunia. Arena smooth jazz mengisi suara di berbagai wilayah di seluruh
dunia, dengan membantu jutaan orang untuk rileks. Selama 60’an tahun
musik jazz mengambil bagian dan suara lembut dari smooth jazz masuk ke
dalam perhatian penikmat musik (dalam Heart, 2013).
Barber (2005) percaya bahwa smooth jazz adalah jenis musik yang
mengkombinasikan kelembutan, suara melodi yang menenangkan, dan
urban groove sehingga mampu mempengaruhi mood seseorang dengan
mengatasi emosi negatif, membantu kemampuan berpikir kreatif dan
membantu dalam latihan ekspresi diri. Smooth jazz memiliki karakteristik
sebagai berikut (dalam Dunscomb dan Hill, 2002):
a. Lembut, suara yang enak didengar
b. Penggunaa keyboard electric dan bass
c. Terdiri dari kelompok kecil