PENGARUH CAMPURAN MEDIA TANAM PASIR (REGOSOL) TERHADAP PERTUMBUHAN SERTA HASIL PRODUKSI PADA
TANAMAN CABAI RAWIT (Capsicum frutenscens Linn.) DALAM POLYBAG pasir (regosol). Ketidaksuburan tanah pada suatu wilayah menjadikan penghambat bagi masyarakat, khusunya yang berprofesi sebagai petani sayur – sayuran dalam memenuhi kebutuhan pangan. Cabai rawit merupakan jenis sayur – sayuran yang diminati oleh hampir seluruh masyarakat Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan bahwa media pasir dapat memberikan pengaruh yang baik sebagai campuran media tanam terhadap pertumbuhan tanaman cabai rawit, yang dipadukan dengan pemberian pupuk cair organik.
Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Sanata Dharma. Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari tiga perlakuan dan 10 kali pengulangan yaitu P1 merupakan perbandingan antara tanah : pasir adalah 25 : 75 , P2 merupakan perbandingan antara tanah : pasir adalah 50 : 50, P3 merupakan perbandingan antara tanah : pasir adalah 75 : 25, serta kontrol dengan media tanah 100 %. Parameter yang diamati adalah tinggi (cm), jumlah daun, jumlah buah, serta berat buah (gr) pada tanaman cabai rawit.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian campuran pasir pada media tanam memberikan pengaruh yang signifikan terhadap tinggi tanaman; jumlah daun; serta jumlah buah, namun tidak berpengaruh terhadap berat buah cabai rawit. Komposisi perbandingan tanah dan pasir yang baik pada perbandingan 75 : 25 .
THE EFFECT OF MIXTURE THE PLANTING MEDIUM SAND (REGOSOL) ABOUT THE GROWTH AND PRODUCTION OF CAYENNE
PEPPER (Capsicum Frutescens Linn.) IN POLYBAG
Reni Astri
Sanata Dharma University
ABSTRACT
Not all regions of Indonesia have fertile soil type. One example of the less fertile soil type for planting by plant is sand (regosol). Soil infertility on a region making inhibitors of society, especially those living as vegetables farmers in meeting the food needs. Cayenne pepper is a vegetable demanded by almost all Indonesian people. This research provided a proof that sand media can give a good effect as planting mix media towards growth of cayenne pepper plant, combined with organik liquid fertilizer application.
The research was implemented in experiment station Biology Education Sanata Dharma University. A Complete Random Design was conducted by undertaking three treathments and ten repetitions namely P1 a comparison between soil : sand is 25 : 75, P2 a comparison between soil : sand is 50 : 50, P3 comparison between soil : sand is 75 : 25, and control with 100 % soil media. The observed parameters were plant high, number of leaves, fruit number and fruit weight of cayenne pepper plant.
In conclusion, planting mixed media consisting of sand and soil indicated significant influence on plant high; number of leaves; and fruit number, but there was no effect on fruit weight. The best mixture soil and sand is 75 : 25.
PENGARUH CAMPURAN MEDIA TANAM PASIR (REGOSOL) TERHADAP PERTUMBUHAN SERTA HASIL PRODUKSI PADA
TANAMAN CABAI RAWIT (Capsicum frutenscens Linn.) DALAM POLYBAG
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Biologi
Disusun oleh :
Reni Astri 111434022
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
i
PENGARUH CAMPURAN MEDIA TANAM PASIR (REGOSOL) TERHADAP PERTUMBUHAN SERTA HASIL PRODUKSI PADA
TANAMAN CABAI RAWIT (Capsicum frutenscens Linn.) DALAM POLYBAG
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Biologi
Disusun oleh :
Reni Astri 111434022
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
iv
PERSEMBAHAN
Keberhasilan adalah kemampuan untuk melewati dan mengatasi dari satu kegagalan ke kegagalan berikutnya
tanpa kehilangan semangat
-Winston Churchill-
Karya ini kupersembahkan untuk :
Kedua orang tuaku
vii
PENGARUH CAMPURAN MEDIA TANAM PASIR (REGOSOL) TERHADAP PERTUMBUHAN SERTA HASIL PRODUKSI PADA
TANAMAN CABAI RAWIT (Capsicum frutenscens Linn.) DALAM POLYBAG pasir (regosol). Ketidaksuburan tanah pada suatu wilayah menjadikan penghambat bagi masyarakat, khusunya yang berprofesi sebagai petani sayur – sayuran dalam memenuhi kebutuhan pangan. Cabai rawit merupakan jenis sayur – sayuran yang diminati oleh hampir seluruh masyarakat Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan bahwa media pasir dapat memberikan pengaruh yang baik sebagai campuran media tanam terhadap pertumbuhan tanaman cabai rawit, yang dipadukan dengan pemberian pupuk cair organik.
Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Sanata Dharma. Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari tiga perlakuan dan 10 kali pengulangan yaitu P1 merupakan perbandingan antara tanah : pasir adalah 25 : 75 , P2 merupakan perbandingan antara tanah : pasir adalah 50 : 50, P3 merupakan perbandingan antara tanah : pasir adalah 75 : 25, serta kontrol dengan media tanah 100 %. Parameter yang diamati adalah tinggi (cm), jumlah daun, jumlah buah, serta berat buah (gr) pada tanaman cabai rawit.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian campuran pasir pada media tanam memberikan pengaruh yang signifikan terhadap tinggi tanaman; jumlah daun; serta jumlah buah, namun tidak berpengaruh terhadap berat buah cabai rawit. Komposisi perbandingan tanah dan pasir yang baik pada perbandingan 75 : 25 .
viii
THE EFFECT OF MIXTURE THE PLANTING MEDIUM SAND (REGOSOL) ABOUT THE GROWTH AND PRODUCTION OF CAYENNE
PEPPER (Capsicum Frutescens Linn.) IN POLYBAG
Reni Astri
Sanata Dharma University
ABSTRACT
Not all regions of Indonesia have fertile soil type. One example of the less fertile soil type for planting by plant is sand (regosol). Soil infertility on a region making inhibitors of society, especially those living as vegetables farmers in meeting the food needs. Cayenne pepper is a vegetable demanded by almost all Indonesian people. This research provided a proof that sand media can give a good effect as planting mix media towards growth of cayenne pepper plant, combined with organik liquid fertilizer application.
The research was implemented in experiment station Biology Education Sanata Dharma University. A Complete Random Design was conducted by undertaking three treathments and ten repetitions namely P1 a comparison between soil : sand is 25 : 75, P2 a comparison between soil : sand is 50 : 50, P3 comparison between soil : sand is 75 : 25, and control with 100 % soil media. The observed parameters were plant high, number of leaves, fruit number and fruit weight of cayenne pepper plant.
In conclusion, planting mixed media consisting of sand and soil indicated significant influence on plant high; number of leaves; and fruit number, but there was no effect on fruit weight. The best mixture soil and sand is 75 : 25.
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan
rahmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini dapat
diselesaikan dengan baik tentu tidak lepas dari peran serta berbagai pihak yang
telah memberikan bantuan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh
karena itu secara khusus penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih
kepada:
1. Drs. Johanes Eka Priyatma, M.Sc., Ph.D., selaku rektor Universitas Sanata
Dharma
2. Rohandi, Ph.D., selaku dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
3. Dr. Marcellinus Andy Rudhito, S.Pd., selaku Kepala Jurusan Pendidikan
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
4. Drs. Antonius Tri Priantoro, M.For. Sc., selaku Ketua Program Studi
Pendidikan Biologi
5. Dr. Ir. P. Wiryono Priyotamtama, S.J ., selaku dosen pembimbing skripsi
yang telah memberikan masukan dan dukungan sehingga penyusunan
skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik
6. Seluruh dosen beserta staff karyawan Pendidikan Biologi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta
7. Kedua orangtua yang selalu mendoakan dan meberikan dukungan penuh
x
8. Saudara – saudaraku (Yasmine, Reki, Winda, dan Nobi) yang selalu
memberikan semangat yang begitu luar biasa
9. Drs. Darmono, Ninda, Luky, Echi, Pasca, Natia, Metta, Vina, Erica,
Niken, Ririn, Anis, Rena, dan Putri yang selalu memberikan motivasi
sehingga skripsi ini terselesaikan
10.Teman – temanku seperjuangan Galuh, Ricca, Chika, Ela, beserta teman
VIRION 2011 yang selalu memberikan bantuan dan menyumbangkan
semangat sehingga skripsi ini terselesaikan, terima kasih atas kebersamaan
yang telah diberikan dan sukses selalu untuk kita semua.
11.Semua pihak yang tidak dapat dituliskan satu per satu
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan, oleh
karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi
kesempurnaan skripsi ini.
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING...ii
HALAMAN PENGESAHAN...iii
HALAMAN PERSEMBAHAN...iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA...v
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI...vi
ABSTRAK...vii
ABSTRACT...viii
KATA PENGANTAR...ix
DAFTAR ISI...xi
DAFTAR TABEL...xiv
DAFTAR GAMBAR...xv
DAFTAR GRAFIK...xvi
DAFTAR LAMPIRAN...xvii
BAB I PENDAHULUAN...1
A. Latar Belakang...1
B. Rumusan Masalah...5
C. Batasan Masalah...5
D. Tujuan Penelitian...6
E. Manfaat Penelitian...6
F. Hipotesis...7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...9
A. Media Tanam...9
xii
2. Jenis Tanah dan Karakteristiknya...10
B. Pupuk Organik...13
C. Tanaman Cabai Rawit...17
1. Taksonomi Tanaman Cabai Rawit...17
2. Morfologi Tanaman Cabai Rawit...18
3. Jenis dan Varietas Tanaman Cabai Rawit...22
4. Syarat Tumbuh Tanaman Cabai Rawit...26
5. Perawatan Tanaman Cabai Rawit...28
6. Hama dan Penyakit Tanaman Cabai Rawit...31
7. Masa Panen...38
D. Polybag...39
BAB III METODOLOGI...41
A. Jenis Penelitian...41
B. Tempat dan Waktu Penelitian...41
C. Desain Penelitian...42
D. Pelaksanaan Penelitian...42
1. Penyiapan Lahan...42
2. Penyiapan Media Tanam dalam Polybag...42
3. Penyampuran Medium Tanam...43
4. Penyiapan bibit Cabai Rawit...44
5. Penanaman Tanaman Cabai Rawit...44
6. Perawatan dan Pemeliharaan...45
7. Pengambilan Data...45
E. Cara Analisis Data...49
xiii
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...52
A. Hasil...52
1. Pertumbuhan Tinggi...52
2. Jumlah Daun...54
3. Jumlah Buah...57
4. Berat Buah...59
B. Pembahasan...60
1. Pertumbuhan Fase Vegetatif...60
2. Produksi Buah Cabai...65
3. Serangan Hama dan Penyakit...67
BAB V IMPLEMENTASI HASIL PENELITIAN...71
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN...72
1. Kesimpulan...72
2. Saran...72
DAFTAR PUSTAKA...73
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Persentase Unsur pada Pupuk...15
Tabel 2. Pengambilan Data Pertumbuhan Vegetatif...46
Tabel 3. Pengambilan Data Pertumbuhan Generatif...48
Tabel 4. Alat yang Digunakan...51
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Cabai Varietas Nirmalai...23
Gambar 2. Cabai Varietas Santika...24
Gambar 3. Cabai Varietas Sonar...25
Gambar 4. Tanaman Kekurangan Unsur N...64
Gambar 5. Busuk pada Buah Cabai...67
xvi
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1. Pertumbuhan Tinggi Tanaman...52
Grafik 2. Tinggi Tanaman Setiap Minggu...54
Grafik 3. Jumlah Daun...55
Grafik 4. Jumlah Daun setiap Minggu...57
Grafik 5. Jumlah Buah Cabai Rawit...57
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Uji Statistik Pertumbuhan Tinggi...77
Lampiran 2. Uji Statistik Jumlah Daun...79
Lampiran 3. Uji Statistik Jumlah Buah...81
Lampiran 4. Uji Statistik Berat Buah...83
Lampiran 5. Data Mentah Pertumbuhan Tinggi...84
Lampiran 6.Data Mentah Jumlah Daun...86
Lampiran 7. Data Mentah Jumlah & Berat Buah...88
Lampiran 8. Silabus...89
Lampiran 9. RPP...95
Lampiran 10. Lembar Penilaian Sikap...106
Lampiran 11. Lembar Penilaian Diskusi...109
Lampiran 12. Lembar Penilaian Praktikum...111
Lampiran 13. Lembar Penilaian Presentasi...113
Lampiran 14. Kisi- Kisi Soal...116
Lampiran 15. Soal Posttest...117
Lampiran 16. LKS...120
Lampiran 17. Gambar Tanaman Cabai Rawit...126
Lampiran 18. Gambar Proses Penimbangan Buah...128
1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan
Kepadatan penduduk di Indonesia saat ini menjadi salah satu
permasalahan yang cukup menjadi perhatian. Hal tersebut dikarenakan
meningkatnya jumlah penduduk dari tahun ke tahun. Oleh karena itu,
dampak yang terjadi adalah meningkatnya area pemukiman penduduk
sehingga tak jarang lahan-lahan kosong bahkan daerah persawahan maupun
lahan pertanian kini dijadikan sebagai tempat pemukiman penduduk.
Semakin banyak area pemukiman penduduk maka akan semakin
berkurang lahan bagi pertanian di Indonesia. Oleh karena itu, masyarakat
perlu melakukan sesuatu atau tindakan agar ketersediaan bahan pangan
yang dibutuhkan tetap terpenuhi.
Dengan adanya permasalahan diatas, akhir - akhir ini masyarakat sudah
memulai memutar otak untuk mencari jalan keluar agar ketersediaan bahan
pangan di daerahnya tetap tersedia sehingga kebutuhan pangan dapat
terpenuhi. Ketersediaan lahan persawahan maupun lahan pertanian yang
semakin berkurang, menjadikan masyarakat memunculkan ide – ide atau
gagasan baru yang bertujuan untuk mengatasi permasalahan tersebut. Saat
ini, pengembangan wilayah pesisir pantai mulai dilirik oleh masyarakat
sebagai lahan pertanian. Kita tahu bahwa tanaman yang sering dijumpai di
tanaman ketelarambat. Jenis tanaman tersebut dapat tumbuh, karena
mampu beradaptasi dengan lingkungan pantai.
Saat ini di Yogyakarta, tepatnya daerah Bantul dan Kulon Progo
masyarakat sudah mencoba menjadikan lahan pesisir pantainya menjadi
tempat lahan pertanian. Jenis tanaman yang dibudidayakan oleh
masyarakat di sana adalah jenis tanaman sayur-sayuran. Masyarakat
setempat membudidayakan tanaman sayur-sayuran dengan membuka
lahan layaknya seperti para petani lainnya yang berada di daerah dataran
rendah maupun dataran tinggi. Jenis sayuran yang telah dibudidayakan
oleh masyarakat di daerah Bantul adalah cabai merah atau biasa yang kita
sebut dengan cabai keriting.
Cabai adalah jenis tanaman sayur-mayur yang sanga digemari oleh
masyarakat, sehingga banyak tersedia di pasaran baik di pasar tradisional
maupun di swalayan atau supermarket. Cabai dapat hidup dengan baik di
Indonesia dikarenakan cabai mampu tumbuh dan berkembang baik di
dataran rendah maupun dataran tinggi dengan ketinggian kira - kira 300 –
400 dpl ( Prajnanta, 2012 ).
Cabai merupakan salah satu jenis sayuran yang sangat dibutuhkan
masyarakat yang biasanya di konsumsi sebagai bahan pelengkap agar
memberikan sensasi pedas pada sebuah masakan, biasanya disajikan
dalam bentuk sambal. Dibalik rasa pedasnya, cabai memiliki kandungan
yang bermanfaat bagi tubuh manusia. Perlu diketahui bahwa cabai
dalam kelenjar hypothalmus sehingga mengakibatkan persaan tetap sejuk
walaupun berada di udara yang panas. Penelitian lain menunjukkan bahwa
capsaicin dapat menghalangi bahaya pada sel trachea, bronchial, dan
bronchoconstriction yang disebabkan oleh asap rokok dan polutan lainnya.
Hal ini berarti, cabai sangat baik bagi penderita asma atau hipersensistif
udara. Capsician juga digunakan dalam pembuatan krim obat gosok
antirematik (Prajnanta,2012).
Cabai yang memiliki nilai gizi yang tinggi, tak lain didasari dengan
buah yang dihasilkan oleh para petani budidaya tanaman cabai. Para petani
melakukan budidaya tanaman cabai dengan berbagai cara agar dapat
menghasilkan panen cabai yang memilik kualitas yang baik sehingga layak
dipasarkan. Dunia pertanian tentu tidak lepas dari metode – metode
penanaman agar dapat menghasilkan kualitas tanaman yang baik. Metode
– metode penanaman yang dilakukan secara umum diantaranya meliputi :
pemilihan lahan yang tepat untuk diadakan penanaman, penyiraman,
pemupukan yang tepat, serta penggunaan pestisida untuk membasmi hama
atau penyakit pada suatu tanaman tersebut.
Mengingat bahwa di Indonesia tidak semua daerahnya memiliki keadaan
tanah yang subur, maka hal tersebut menjadi masalah bagi masyarakat
khususnya para petani yang tinggal di daerah yang memilik kontur tanah
yang tidak subur. Salah satu contoh jenis tanah yang kurang memadai
untuk dijadikan sebagai lahan pertanian adalah jenis tanah pasir. Jenis
Bertajuk pada kegiatan petani di daerah Bantul, Yogyakarta yang
menanam sayur – sayuran dengan memanfaatkan lahan pesisir pantai serta
berdasarkan permasalahan diatas, peneliti ingin melakukan eksperimen
dengan menerapkan sistem budidaya tanaman cabai tanpa harus
menyulitkan masyarakat yang tinggal di daerah yang memiliki kontur tanah
dengan jenis tanah pasir (regosol). Penelitian penggunaan campuran media
tanam pasir tentu perlu, karena kita dapat memanfaatkan jenis tanah pasir
sebagai tanah yang kurang subur. Tanah pasir ini memiliki kandungan P
(fosfor) dan K (Kalsium) yang tinggi dalam bentuk batuan belum
mengalami pelapukan sehingga belum siap diserap oleh akar tanaman.
Jenis tanah ini memang masih rendahnya unsur N (Nitrogen), yang
merupakan salah satu unsur hara makro yang dibutuhkan tanaman.
Ketersediaan unsur P dan K dalam jenis tanah tersebut, memungkinkan
diubah menjadi tanah subur yang dapat ditanami oleh tumbuh-tumbuhan.
Oleh karena itu, penambahan media tanam pasir ke dalam media tanam
baik dilakukan agar tanaman mendapatkan ketersediaan unsur hara yang
cukup dibutuhkan untuk kelangsungan metabolismenya, dan tak kalah
penting perlunya penambahan pupuk sebagai pembantu dalam penyedia
baik unsur makro maupun mikro yang belum terkandung atau masih
terbatas, agar menjadi tanah yang subur kaya dengan unsur haranya.
Pada penelitian ini menggunakan polybag sebagai tempat penanaman.
Penggunaan polybag berguna untuk memudahkan masyarakat yang tidak
praktis bagi masyarakat. Polybag sangat mudah didapat, bernilai
ekonomis, serta tahan lama apabila dibandingkan dengan menggunakan
pot.
Oleh karena itu, peneliti mengangkat permasalahan menguji coba
menanam tanaman cabai di dalam polybag dengan menambahkan media
tanah pasir sebagai campuran media tanam. Jenis cabai yang digunakana
adalah jenis cabai rawit (Capsicum frutenscens).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah :
1. Bagaimana pengaruh campuran media tanam pasir (regosol) terhadap
pertumbuhan vegetatif serta hasil produksi tanaman cabai rawit (
Capsicum frutencens ) ?
2. Perbandingan manakah yang paling baik antara campuran media tanam
pasir dan tanah dalam pertumbuhan dan produksi tanaman cabai rawit (
Capsicum frutencens ) ?
C. Batasan Masalah
Dalam penulisan ini, penulis memberikan batasan masalah, agar
penjelasannya terarah serta sesuai dengan yang diharapkan. Penulis hanya
1. Pertumbuhan vegetatif yang meliputi : tinggi batang serta jumlah daun.
Hasil produksi meliputi jumlah buah dan berat buah cabai rawit
(Capsicum frutencens). Berat buah diukur berdasarkan perhitungan
berat basah.
2. Media tanam yang digunakan dalam penelitian ini berupa campuran
antara tanah dan pasir. Tanah yang digunakan adalah tanah yang
berasal dari dari Desa Paingan, Maguwoharjo. Pasir yang digunakan
dibeli di TB. Laris Wijaya, Desa Paingan, Maguwoharjo.
D. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui pengaruh media tanam pasir (regosol) terhadap
pertumbuhan vegetatif serta hasil produksi tanaman cabai rawit
(Capsicum frutencens).
2. Mengetahui perbandingan komposisi tanah pasir (regosol) terhadap
pertumbuhan vegetatif serta hasil produksi tanaman cabai rawit
(Capsicum frutencens).
E. Manfaat Penelitian
- Bagi Peneliti
Manfaat penelitian ini bagi peneliti adalah untuk menambah ilmu
mengembangkan pengetahuan mengenai pengolahan media tanam
terhadap jenis tanah pasir (regosol)
- Bagi Dunia Pendidikan
Dapat membantu guru dalam memberikan pembelajaran terhadap
siswa khususnya pada materi pertumbuhan dan perkembangan melalui
pemanfaatan media tanah pasir (regosol). Diharapkan siswa nantinya
mampu mengetahui pertumbuhan dan hasil buah tanaman cabai
(Capsicum frutenscens) serta dapat membandingkan hasilnya dengan
pertumbuhan serta hasil buah yang ditanaman dengan media tanah
(aluvial) yang pada umumnya.
- Bagi Petani dan Masyarakat Umum
Baik petani dan masyarakat umum yang khususnya yang tinggal di
daerah yang sebagian besar memiliki kontur tanah pasir (regosol)
nantinya dapat mengembangkan tanah pasir menjadi tanah subur yang
dapat ditanami tumbuh-tumbuhan, selain itu juga dapat memberikan
pengetahuan mengenai penggunaan polybag sebagai solusi dari
kurangnya ketersediaan lahan dan kepraktisannya.
F. Hipotesis
1. Penambahan tanah pasir (regosol) dalam media tanam dapat
memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan vegetatif serta hasil
2. Komposisi media tanam yang paling baik untuk pertumbuhan vegetatif
serta hasil produksi tanaman cabai rawit adalah perbandingan tanah :
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Media Tanam
Media tanam adalah tempat tumbuhnya tanaman yang terdiri dari
bahan padat, cair, dan udara serta jasad – jasad yang berbeda
kandungannya untuk setiap jenis tanah (Foth, 1994). Banyak bahan yang
dapat digunakan sebagai media tumbuh tanaman, dengan atau tanpa tanah.
Media tanam terdiri dari dua tipe yaitu campuran tanah (soil-mixes) yang
mengandung tanah alami dan campuran tanpa tanah (soilles-mixes) yang
tidak mengandung tanah alami. Pada prinsipnya suatu media tumbuh harus
memiliki empat fungsi pokok untuk memberikan pertumbuhan yang baik
bagi tanaman, yaitu harus menunjang tanaman, mempunyai aerasi yang
baik, menahan air yang tersedia, dan menyimpan hara bagi tanaman. Jenis
tanah dengan sifat ideal tersebut sangatlah terbatas , oleh karena itu
percampuran tanah dengan bahan-bahan lain seperti kompos, pasir, dan
pupuk ditujukan agar keempat fungsi pokok di atas dapat dicapai
(Soepardi dalam Cahyati, 2006).
1. Tanah Sebagai Media Tanam
Tanah adalah suatu benda alam yang terdapat di permukaan kulit
bumi, yang tersusun dari bahan-bahan mineral sebagai hasil pelapukan
batuan, dan bahan-bahan organik sebagai hasil pelapukan sisa-sisa
tumbuhan dan hewan, yang merupakan medium atau tempat tumbuhnya
kombinasi faktor-faktor iklim, bahan induk, jasad hidup, bentuk
wilayah dan lamanya waktu pembentukan (Yulipriyanto, 2010).
Tanah yang subur yaitu tanah yang mempunyai profit yang dalam
(kedalaman yang sangat dalam) melebihi 150 cm, strukturnya gembur
remah, pH sekitar 6 - 6,5 , mempunyai aktifitas jasad renik yang tinggi
(maksimum). Kandungan unsur haranya yang tersedia bagi tanaman
adalah cukup dan tidak terdapat pembatas – pembatas tanah untuk
pertumbuhan tanaman (Sutedjo, 2010).
Kesuburan tanah ditandai juga dengan adanya ketersediaan unsur
hara yang cukup untuk memenuhi siklus hidupnya. Unsur hara yang
diperlukan tanaman adalah : Karbon (C), Hidrogen (H), Oksigen (O),
Nitrogen (N), Fosfor (P), Kalium (K), Sulfur (S), Kalsium (Ca),
Magnesium (Mg), Seng (Zn), Besi (Fe), Mangan (Mn), Tembaga (Cu),
Molibden (Mo), Boron (B), Klor (Cl), Natrium (Na), Kobal (Co), dan
Silikon (Si). Apabila unsur hara tersebut tidak terdapat dalam tanaman,
maka kegiatan metabolisme akan terganggu atau berhenti sama sekali
(Rosmarkan dan Yuwono, 2002). Unsur hara di dalam tanah terdapat
dalam bentuk senyawa mineral, senyawa organik, unsur yang terjerap,
dan unsur dalam larutan tanah (Sutanto, 2005)
2. Jenis Tanah dan Karakteristiknya
a. Tanah pasir (Regosol)
Tanah regosol adalah nama lain dari tanah muda karena profil
2009) dalam (Harini, 2014). Tanah regosol merupakan salah satu
jenis tanah yang termasuk kedalam ordo entisol („ent‟= recent,
baru). Ordo ini kemungkinan mempunyai epipedon okrik atau
horizon albik tanpa menunjukkan perkembangan horizon; terjadi
pada alluvium yang muda (Sutanto, 2005).
Karakteristik tanaman regosol adalah berbutir kasar, berwarna
kelabu sampai kuning, dan bahan organik rendah. Karakteristik
yang demikian menjadikan tanah tersebut tidak dapat menanpung
air dan mineral yang dibutuhkan tanaman dengan baik. Menurut
Brady (1982) dalam Martono (2004) ciri umum perkembangan
profil kurang nyata dan perkembangannya ditentukan oleh iklim
setempat. Jenis tahan ini mempunyai kandungan bahan organik
1,4% dan nitrogen 0,06% (sangat rendah).
Menurut Darmawidjaja (1990) dalam Nugrohotomo (2009)
menyatakan bahwa tanah regosol memiliki sifat kimia yang
bervariasi sesuai dengan iklim terutama curah hujan dan sifat dasar
dari abu vulkanik. Tanah ini memiliki pH sekitar 6 – 7, tanah ini
umumnya banyak mengandung unsur hara P (fosfor) dan K
(kalium) yang masih dalam bentuk batuan belum mengalami
pelapukan sehingga belum siap diserap oleh akar tanaman, tanah
ini juga kekurangan unsur N (nitrogen). Jenis tanah regosol banyak
tersebar di Jawa, Sumatera, dan Nusa Tenggara yang kesemuanya
tanah regosol merupakan salah satu jenis tanah yang memiliki
tekstur kasar dan berfraksi pasir 60 % serta mempunyai
produktifitas dan kesuburan rendah.
Perbaikan regosol perlu dilakukan untuk memperkecil faktor
pembatas yang ada pada tanah tersebut sehingga mempunyai
tingkat kesesuain yang lebih baik untuk lahan pertanian. Untuk
menghindari kerusakan tanah lebih lanjut dan meluas diperlukan
usaha konservasi tanah yang lebih baik. Salah satu upaya
pengelolaan untuk peningkatan produktifitas sumber daya lahan,
perlu diberikan energi kepada lahan – lahan pertanian, antara lain
dengan penambahan bahan organik dan pemupukan (Widjaya-Adhi
dan Sudjadi, 1987 dalam Helmi (2010).
Penambahan bahan organik ke tanah akan berpengaruh terhadap
sifat fisik, kimia, dan biologi tanah secara simultan pengaruhnya
adalah memperbaiki aerase tanah, menambah kemampuan tanah
menahan unsur hara, meningkatkan kapasitas menahan air,
meningkatkan daya sanggah tanah, sebagai sumber unsur hara dan
sumber energi bagi mikroorganisme tanah (Hardjowigeno, 2003).
b. Tanah Alluvial
Tanah alluvial seperti halnya dengan tanah regosol yang
merupakan salah satu jenis tanah yang termasuk kedalam ordo
entisol („ent‟= recent, baru). Salah satu jenis tanah yang termasuk
terdapat di Desa Paingan. Pada jenis tanah ini dapat diusahakan
dengan baik pertanaman padi sawah, palawija, nanas dan tanaman –
tanaman lainnya. Pada jenis tanah ini memiliki pH yang rendah
dapat dikendalikan dengan mengusahakan tanah agar selalu penuh
air (Harini, 2014).
3. Komposisi Media Tanam
Komposisi dalam media tanam perlu diperhatikan. Menurut
Haryoto (2009) komposisi campuran media tanam antara pasir dan
tanah yaitu dengan perbandingan 1 : 1. Perbandingan tersebut dapat
dikatakan memiliki komposisi yang sama besar antara ketersediaan
tanah dengan pasir. Pada suatu penelitian Mulyati (2009) yang juga
meneliti pengaruh kandungan campuran pasir terhadap persemaian
tanaman cabai rawit terhadap penyakit rebah kecambah ( Sclerotium
rolfsii Sacc), bahwa pada komposisi antara pasir dan tanah yang
memiliki perbandingan 1 : 1 menunjukkan pengaruh yang baik
terhadap infeksi patogen rebah kecambah. Oleh karena itu dapat
dikatakan bahwa komposisi yang baik terhadap pertumbuhan dan
produksi cabai rawit yaitu pada perbandingan 50 : 50 yang memiliki
komposisi seimbang antara pasir dan tanah.
B. Pupuk Organik
Pupuk ialah bahan yang diberikan ke dalam tanah baik yang organik
unsur hara dari dalam tanah dan bertujuan untuk meningkatkan produksi
tanaman dalam keadaan faktor keliling atau lingkungan yang baik
(Sutedjo, 2010).
Pupuk organik adalah pupuk yang diproses dari limbah organik seperti
kotoran hewan, sampah, sisa tanaman, serbuk gergaji kayu, lumpur aktif,
yang kualitasnya tergantung dari proses (tindakan) yang diberikan
(Yulipriyanto, 2010). Sedangkan dalam Permentan No. 2 / Pert / Hk .
060 / 2 / 2006, tentang pupuk organik dan pembenahan tanah,
dikemukakan bahwa pupuk organik adalah pupuk yang sebagian besar
atau seluruhnya terdiri atas bahan organik yang berasal dari tanaman dan
atau hewan yang telah melalui proses rekayasa, dapat berbentuk padat atau
cair yang digunakan untuk memperbaiki sifat fisik, kimia, dan, biologi
tanah. Oleh karena itu, dapat dikatakan pupuk organik merupakan pupuk
yang ramah lingkungan karena dengan memanfaatkan limbah yang berasal
hewani maupun nabati guna untuk meperbaiki sifat fisik, kimia, maupun
biologi terhadap tanah, khususnya pada tanah yang kurang subur. Pupuk
organik memiliki banyak jenis, namun secara umum dapat dibedakan
menjadi 3 yaitu :
1. Pupuk Kandang
Pupuk kandang merupakan pupuk yang berasal dari kotoran beserta
dengan urinnya baik dari hewan mamalia (contohnya : sapi, kerbau,
dan kambing), maupun unggas (contohnya : ayam dan burung puyuh).
N-organik tanah dan merangsang bakteri atau fungi tanah. Adapun
kandungan unsur hara yang terdapat pada pupuk kandang yang terdiri
dari unsur – unsur makro ( Nitrogen, Fosfor, Kalium, dsb.) dan unsur
– unsur mikro (kalsium, magnesium, tembaga, serta sejumlah kecil
mangan, tembaga, borium, dll) yang kesemuanya membentuk pupuk,
menyediakan unsur – unsur atau zat – zat makanan bagi kepentingan
pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Yulipriyanto, 2011).
Sutedjo (2010) menyatakan bahwa pupuk kandang dapat berupa bahan
padat maupun cair. Pada hewan sapi perah bahan cair mengandung zat
N dan K yang lebih besar presentasenya apabila dibandingkan dengan
bahan padat. Sebaliknya bahan padat presentase zat P lebih banyak
apabila dbandingkan pada bahan cair. Hal tersebut dapat
dikemukakan suatu kenyataan yang terdapat pada sapi perah :
Tabel 1. Persentase Kandungan Unsur pada Hewan Sapi
Macam Bahan
Persentase Kandungan
Unsur – Unsur
N (%) P (%) K (%)
Pada susunya 25 28 10
Pada pupuk cair 58 3 75
2. Pupuk Hijau
Pupuk hijau adalah tanaman atau bagian – bagian tanaman yang
masih muda terutama yang termasuk famili Leguminosa, yang
dibenamkan ke dalam tanah dengan maksud agar dapat meningkatkan
tersedianya bahan – bahan organik dan unsur - unsur hara bagi
pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang diusahakan. Pupuk
hijau dapat digunakan sebagai mulsa. Tanaman – tanaman legum yang
telah dicabut atau bagian – bagian hasil pangkasnya sangat baik
dijadikan sebagai bahan pemulsa tanah permukaan. Hal tersebut telah
terbukti pupuk hijau dapat menguntungkan khususnya dalam usaha
mempertahankan tingkat produktifitas tanah (Sutedjo, 2010).
3. Pupuk Kompos
Kompos adalah suatu produk yang stabil dan sehat yang diperoleh
dari pengomposan limbahorganik padat yang mudah didegradasi
secara biologis, bebas dari logam berat, kaca, plastik, kadang-kadang
bahan – bahan seluloitik dengan pH sekitar 8 dan merupakan proses
mikrobiologis (Yulipriyanto, 2010).
Pembuatan kompos pada hakikatnya ialah memupukkan bahan –
bahan organik dan membiarkannya terurai menjadi bahan – bahan
yang mempunyai perbandingan C/N yang rendah sebelum digunakan
(Sutedjo, 2010).
Selain ketiga macam pupuk organik yang telah dikembangkan di dunia
dari misalnya : limbah dapur. Salah satu jenis limbah dapur organik yang
sering dihasilkan oleh para ibu rumah tangga adalah sisa – sisa sayur –
sayuran ataupun sisa – sisa buah-buahan. Limbah organik tersebut
tentunya akan menjadi bermanfaat apabila dijadikan sebagai pupuk
organik cair yang diberikan pada tanaman.
Menurut Alida (2013) limbah dapur yang dijadikan sebagai pupuk
organik cair dapat meningkatkan pertumbuhan suatu tanaman. Hal tersebut
dikarenakan pemberian pupuk organik cair dapat meningkatkan
kandungan unsur N sehingga akan menyebabkan terjadinya perombakan
bahan organik tanah menjadi protein yang diperlukan untuk pertumbuhan
tanaman. Sutedjo (2010), menyatakan bahwa nitrogen (N) berasal dari
organik (sisa-sia tanaman / sampah tanaman) yang melapuk. Oleh karena
itu dapat dikatakan selain urin sapi yang memiliki kandungan unsur N
yang tinggi, sampah / limbah tanaman yang melapuk juga memiliki
kandungan unsur N yang dapat menyuburkan tanaman sehingga tanah
tersebut mampu untuk pertumbuhan tanaman dan dapat memberikan hasil
dalam bentuk berupa pupuk organik cair.
C. Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutenscens) 1. Taksonomi Tanaman Cabai rawit
Tanaman cabai rawit adalah salah satu tanaman yang merupakan
tumbuhan yang berasal dari genus Capsicum. Tanaman cabai ini
subtropis. Menurut Rukmana (2002) adapun klasifikasi dari tanaman
cabai rawit (Capsicum frutenscens) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan)
Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji)
Subdivisi : Angiosperma (berbiji tertutup)
Kelas : Dicotyledoneae (biji berkeping dua)
Sub Kelas : Metachlamidae
Ordo : Tubiflorae
Famili : Solanaceae
Genus : Capsicum
Spesies : Capsicum frutenscens Linn.
2. Morfologi Tanaman Cabai Rawit
Tanaman cabai merupakan tanaman yang berbentu perdu atau
setengah perdu. Jenis tanaman cabai yang banyak dikenal dan
dibudidayakan di Indonesia selain cabai rawit diantaranya adalah cabai
merah, cabai keriting, paprika, dan cabai hias. Menurut Haryoto (2009)
menyatakan bahwa diantara jenis cabai lainnya, tanaman cabai rawit
termasuk yang berumur paling panjang, bisa mencapai tahunan,
sehingga dapat dikategorikan sebagai tanaman tahunan. Ciri-ciri atau
morfologi pada tanaman cabai pada umumnya dapat dilihat sebagai
a. Akar (Radix)
Sistem perakarannya agak menyebar, diawali dengan akar
tunggang yang sangat kuat, kemudian cabang-cabang akar, dan
secara terus menerus tumbuh akar-akar rambut. Karakteristik tipe
perakaran cabai rawit dapat dapat diamati pada stadium bibit dan
stadium tanaman muda di lapangan (kebun). Perakaran stadium
bibit yang akan dipindahkan ke kebun, dapat mengalami
kerusakan,tetapi akar-akar samping akan berkembang dari akar
utama. Akar-akar baru akan terus dibentuk dari akar utama pada
stadium tanaman muda sampai dewasa. Kedua arah pertumbuhan
akar tersebut dinamai “diarchous root system”, artinya dua arah
sistem perakaran yang berlawanan (Rukmana, 2002).
b. Batang (Caulis)
Batang tanaman cabai rawit memiliki struktur tegak dan
berkayu. Kulit batangnya tipis sampai agak tebal. Pada stadium
tanaman muda kulit berwarna hijau, kemudian berubah menjadi
hijau kecokelat-cokelatan setelah memasuki stadium tua
(dewasa).Batang tanaman ini berbentuk bulat, halus dan bercabang
banyak. Batang ini berfungsi sebagai tempat keluarnya cabang,
tunas, daun, bunga, dan buah (Rukmana, 2002) .
c. Cabang (Ramus)
Tipe percabangan tanaman cabai rawit umumnya tegak atau
spesiesnya. Cabang terdiri atas cabang biasa, ranting (ramulus),
dan cabang wiwilan atau tunas liar. Percabangan terbentuk setelah
batang tanaman mencapai ketinggian bekisar antara 30-45 cm
(Rukmana, 2002).
d. Daun (Folium)
Daun cabai memiliki bentuk yang amat bervariasi, mulai dari
lancip sampai bulat bulat telur dengan ujung runcing dan tepi daun
rata (tidak bergerigi / berlekuk). Daun berwarna hijau atau hijau
tua, mengilap, tumbuh pada tunas – tunas samping berurutan atau
tersusun secara spiral pada batang utama. Ukuran daun lebih kecil
dibandingkan dengan daun tanaman cabai besar. Daun merupakan
daun tunggal dengan kedudukan agak mendatar, memiliki tulang
daun menyirip dan tangkai tunggal yang melekat pada batang atau
cabang. Jumlah daun cukup banyak sehingga tanaman tampak
rimbun (Rukmana, 2002).
e. Bunga (Flos)
Bunga tanaman cabai rawit merupakan bunga tunggal yang
berbentuk bintang. Bunga tumbuh menunduk pada ketiak daun
dengan mahkota bunga berwarna putih. Struktur bunga mempunyai
5 – 6 helai mahkota, 5 helai daun bunga, 1 putik (stigma) dengan
kepala putik berbentuk bulat, 5 – 8 helai benang sari dengan kepala
sari berbentuk lonjong dan berwarna biru keungu – unguan.
kuning mengilap. Dalam satu kotak sari berkembang 11.000 –
18.000 butir tepung sari. Penyerbukan bunganya termasuk
penyerbukan sendiri (selfpollinated crop), namun dapat juga terjadi
secara silang. Penyerbukan silang di lapangan dilakukan oleh
serangga dan angin (Rukmana, 2002).
Bakal buah (ovarium) berbentuk hampir bulat, tetapi
kadang-kadang berubah mengikuti proses pembentukan buah. Dari proses
penyerbukan akan dihasilkan buah (Rukmana, 2002).
f. Buah (Fructus)
Buah cabai rawit akan terbentuk setelah terjadi penyerbukan.
Buah memiliki keanekaragaman dalam hal ukuran, bentuk, warna
dan rasa buah. Buah cabai rawit dapat berbentuk bulat pendek
dengan ujung runcing / berbentuk kerucut. Ukuran buah bervariasi,
menurut jenisnya cabai rawit yang kecil-kecil memiliki ukuran
panjang antara 2-2,5 cm dan lebar 5 mm. Sedangkan cabai rawit
yang agak besar memiliki ukuran 3,5 cm dan lebar mencapai 12
mm. Warna buah cabai rawit bervariasi, buah muda berwarna hijau
atau putih sedangkan buah yang telah masak berwarna merah
menyala atau warna merah jingga (merah agak kuning). Pada saat
masih muda,rasa buah cabai rawit kurang pedas, tetapi setelah
g. Biji (Semen)
Biji cabai rawit berwarna kuning padi, melekat didalam buah
pada papan biji (placenta). Biji terdiri atas kulit biji
(spermodermis), tali pusat (funiculus) dan inti biji (nucleus
seminis) (Rukmana, 2002).
3. Jenis dan Varietas Tanaman Cabai Rawit
Menurut Rukmana (2002) berdasarkan tampilan buahnya, cabai
rawit dibedakan menjadi tiga jenis sebagai berikut :
a. Cabai Rawit Jemprit
Ciri – ciri buah cabai rawit jemprit adalah kecil dan pendek,
berdiri tegak pada ketiak – ketiak daun. Buah memiliki panjang 1 –
2 cm dan lebar atau diameter 0,5 cm – 1 cm. Buah yang masih
muda berwarna hijau dan setelah tua (masak) berubah enjadi merah
tua. Rasa sangat pedas, hingga dapat merangsang selaput gendang
telinga.
b. Cabai Rawit Cengek
Ciri – ciri buah cabai rawit cengek adalah panjang dan
langsing, lebih besar daripada cabai rawit jemprit, berdiri tegak
pada ketiak- ketiak daun. Buah memilki panjang 4 cm – 6 cm dan
lebar (diamater) 1 cm – 1,5 cm. Buah muda berwarna putih, tetapi
setelah tua (matang) berubah menjadi merah kekuning – kuningan.
c. Cabai Rawit Ceplik
Ciri – ciri buah cabai rawit ceplik adalah agak besar dan
gemuk. Berukuran panjang 3 cm – 4 cm, lebar 1,0 cm – 1,5 cm,
lebih besar daripada cabai jemprit. Buah muda berwarna hijau,
tetapi setelah tua berubah menjadi merah tua. Rasanya cukup
pedas, tetapi tidak sepedas cabai jemprit.
Menurut Prajnanta (2012), di Indonesia ada beberapa varietas cabai
rawit yang lebih banyak beredar dipasaran. Berikut beberapa varietas
cabai rawit yang sangat cocok ditanami di kawasan Indonesia :
a. Nirmala
Varietas ini merupakan cabai rawit hibrida dengan warna dasar
kuning dan menjadi merah pada saat tua. Cabai ini mempunyai
pertumbuhan tanaman yang sangat seragam, berbuah banyak, dan
sangat bagus untuk disambal.
b. Santika
Varietas ini merupakan cabai rawit hibrida dengan warna dasar
hijau dan menjadi merah pada saat tua. Cabai ini mempunyai
ukuran kecil dan cocok sebagai teman makan gorengan
Gb.2. Gambar Cabai Varietas Santika
c. Sonar
Cabai rawit hibrida ini beradaptasi luas di dataran rendah
sampai tinggi dan mudah dalam perawatannya. Tanaman tegak
dengan ruas pendek dan berbuah sangat lebat. Buah berwarna hijau
gelap saat muda dan berubah menjadi merah mengilap setelah
masak. Buah berukuran panjang ± 5,5 cm, diameter ± 0,6 cm, dan
rasanya sangat pedas. Umur panen ± 73 HST dengan potensi hasil
Gb.3. Gambar Cabai Varietas Sonar
d. Cakra putih
Cabai ini termasuk cabai rawit bukan hibrida. Buah berwarna
putih kekuningan yang berubah merah cerah saat masak.
Pertumbuhan tanaman sangat kuat dengan membentuk banyak
percabangan. Posisi buah tegak ke atas dengan bentuk agak pipih
dan rasanya sangat pedas. Varietas ini dapat dipanen pada umur ±
105 HST dengan potensi hasil ± 12 ton per ha. Cakra putih tahan
serangan penyakit antraknosa. Buah ini memiliki panjang ±
3cm,diameter ± 0,75 cm, dan rasanya pedas.
e. Cakra hijau
Varietas cabai rawit bukan hibrida ini mampu beradaptasi baik
di dataran rendah maupun tinggi. Saat masih muda buahnya
berwarna hijau dan setelah masak berubah menjadi merah. Potensi
hasilnya 600 g/tanaman atau 12 ton/ha. Rasa buahnya pedas dan
cabai. Buah memiliki ukuran panjang ± 3 cm, diameter ± 0,75 cm,
dan rasanya sangat pedas. Umur panen ± 85-90 HST.
4. Syarat Tumbuh Tanaman Cabai
Tanaman cabai rawit (Capsicum frutescens) merupakan salah satu
tanaman yang tumbuh dan dikembangkan di daerah tropis terutama
sekitar khatulistiwa. Cabai rawit sangat cocok ditanam di dataran
rendah dengan ketinggian 200 - 500 meter di atas permukaan laut
(dpl) (Haryanto, 2009). Namun, menurut Rukmana (2002)
berdasarkan ketinggian tempatnya, tanaman cabai rawit dapat
dibudidayakan di Indonesia atas tiga daerah sentrum sayuran, yaitu
daerah rendah (0 m – 200 m dpl.), dataran menengah (201 m – 700 m
dpl.) dan dataran tinggi (lebih dari 700 m dpl.). Di Pulau Jawa, lahan
penanaman cabai meliputi 56 % dataran rendah, 18 % dataran
menengah (medium), dan 26 % di dataran tinggi.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa di dataran tinggi,
tanaman cabai rawit masih dapat tumbuh, hanya saja periode
panennya lebih sedikit dibandingkan dataran rendah. Oleh karena itu
tidak menutup kemungkinang tanaman cabai yang dibudidayakan di
daerah dataran tinggi memiliki produksi biji pada buah cabai rawit
lebih sedikit dibandingkan tanaman cabai yang ditanam di daerah
Selain memperhatikan lokasi atau tempat yang cocok untuk
dilakukan budidaya tanaman cabai rawit, adapun hal – hal lain yang
perlu diperhatikan yaitu :
a. Keadaan Iklim
Menurut Rukmana (2002) faktor iklim yang mempengaruhi
pertumbuhan dan produksi cabai rawit adalah suhu udara, sinar
matahari, kelembapan, curah hujan dn tipe iklim. Tanaman cabai
rawit dapat tumbuh optimal pada daerah yang mempunyai kisaran
suhu udara antara 18°C - 27°C. Pertumbuhan dan pembungaan
cabai rawit membutuhkan suhu udara antara 21°C - 27°C dan suhu
untuk pembuahan antara 15,5°C – 21°C. Daerah yang mempunyai
suhu udara 16°C pada malam hari dan minimal 23°C pada siang
hari sangat cocok bagi pertumbuhan cabai rawit. Bila suhu udara
malam hari di bawah 16°C dan siang hari di atas 32°C, proses
pembungaan dan pembuahan tanaman cabai rawit akan mengalami
kegagalan.
Curah hujan dan kelembapan yang terlalu tinggi, serta iklim
yang basah sangat tidakdi kehendaki oleh tanaman cabai rawit.
Hal ini dikarenakan apabila pada keadaan tersebut tanaman akan
mudah terserang penyakit, terutama oleh cendawan (fungi). Oleh
karena itu, menurut Rukmana (2002) mengatakan bahwa
kelembaban udara yang baik bagi pertumbuhan tanaman cabai
mm – 1.250 mm mm per tahun. Curah hujan yang terlalu tinggi,
dapat menyebabkan gagalnya pembentukan bunga dan buah
sedangkan kelembapan yang terlalu rendah dengan suhu udara
yang tinggi dapat menghambat pertumbuhan tunas, bunga, dan
buah.
b. Keadaan Tanah
Tanah yang perlu diperhatikan dalam penanaman tanaman
cabai rawit diantaranya adalah jenis tanah serta reaksi tanah (pH).
Tanaman cabai rawit biasanya cepat berbuah (menghasilkan) pada
tanah lempung berpasir. Sedangkan kisaran pH yang baik agar
tanaman dapat tumbuh dengan subur ialah 5,5 – 6,5.
5. Perawatan Tanaman Cabai Rawit
Setiap tanaman membutuhkan perawatan agar dapat tumbuh
dengan baik. Untuk itu ada beberapa yang perlu dilakukan dalam
perawatan tanaman cabai, ialah :
a. Penyiraman
Setiap tanaman tentu membutuhkan air dalam masa
pertumbuhan dan produksi. Sehingga diusahakan tanaman dijaga
jangan sampai terjadi kekeringan. Menurut Haryoto (2009)
penyiraman yang baik dilakukan 1-2 kali sehari dan waktu
09.00 dan sore sesudah pukul 15.00. Penyiraman tanaman dengan
air sebaiknya dilakukan hingga media tanaman basah merata.
Air merupakan salah satu unsur yang sangat penting bagi setiap
tanaman, untuk itu dapat dipaparkan mengenai peranan air
khususnya dalam membantu perkembangan lapisan tanah yaitu :
1) Air sangat penting untuk kehidupan tumbuhan dan untuk bagia
terbesar reaksi kimia dimana terjadi pemecahan mineral.
2) Air dapat mempengaruhi watak horizon tanah. Jika air mudah
berpindah dari tempat yang satu ke tempat yang lain
meninggalkan daerah penghancuran yang mengandung
mineral dan unsur hara yang dioksidasikan, maka air tidak
akan menjadi penghalang bagi akar – akar yang sedang
menembus tanah ( Yulipriyanto, 2010)
3) Untuk pembentukan glukosa dalam rangka fotosintesis,
penegak setiap bagian tanaman, pengatur tekanan turgor dan
penyusunan rotoplasma (Daniel, 1979 dan Rismunandar, 1990)
dalam Siahaya (2007).
b. Pemupukan
Kegiatan pemupukan dilakukan bertujuan untuk menyediakan
unsur hara yang cukup sesuai kebutuhan tanaman. Apabila,
peninjauan pada fase pertumbuhan, seperti tanaman pada
umumnya tanaman cabai pun memerlukan suplai unsur nitrogen
produktif – berbungan dan berbuah diperlukan tambahan unsur
fosfor (P) dan kalium (K) (Haryoto, 2009).
c. Pemasangan Turus (Ajir)
Pemasangan turus (ajir) dilakukan agar memperkokoh batang
tanaman cabai untuk menyangga percabangan, daun, serta buah
yang lebat. Ajir dapat menggunakan bilah bambu setinggi 100 cm
dengan lebar 3-4 cm. Pemasangan ajir dpiasang ketika tanaman
sudah besar dan dirasa tidak cukup kuat berdiri tegak. Hal perlu
diperhatkan dalam pemasangan ajir adalah dalam melakukan
penancapan ajir harus hati – hati karena dapat merusak akar
tanaman (Haryoto, 2009).
d. Penyiangan
Munculnya rumput atau tumbuhan liar pada media tanam baik
dalam pot maupun polybag perlu disiangi secara rutin. Apabila
dibiarkan, maka gulma tersebut akan menyerap sari – sari
makanan yang seharusnya hanya untuk kebutuhan tanaman cabai
rawit. Akibatnya, pertumbuhan tanaman cabai rawit dapat
terganggu dikarenakan terus bertumbuhnya gulma sehingga terjadi
perebutan makanan (Haryoto, 2009).
e. Pemangkasan
Pemangkasan dilakukan terhadap tunas samping yang muncul
pada batang tanaman sebelum fase pembungaan. Pemangkasan
polybag dapat berproduksi secara optimal. Menurut Haryoto
(2009) pemangkasan tunas samping dilakukan 2-3 kali hingga
terbentuk percabangan utama, ditandai dengan munculnya bunga
pertama. Pemangkasan dapat dilakukan langsung dengan tangan
atau gunting tajam. Selain tunas samping, pemangkasan dilakukan
pula terhadap daun – daun dibawah cabang utama, daun kuning,
atau daun yang terserang hama / penyakit yang parah (Haryoto,
2009).
6. Hama dan Penyakit Tanaman Cabai Rawit
a. Hama Tanaman Cabai Rawit
Menurut Haryoto (2009) hama adalah semua binatang yang
mengganggu dan merugikan tanaman yang diusahakan manusia.
Sebagian besar hama yang dijumpai oleh tanaman cabai rawit ialah
berupa kutu, serangga, ulat, dan kumbang.
Diantaranya hama yang memungkinkan menyerang tanaman cabai
rawit :
1) Kutu daun Persik (Myzus persicae Sulz.)
Ciri – ciri pada hama ini adalah sebagai berikut :
a) Ukuran kutu daun yang sangat kecil, yang dewasa besarnya
sekitar 2 mm (Haryoto, 2009), selain itu mempunyai
sepasang antena yang panjang, dan pada ujung abdomennya
b) Serangga dewasa memiliki dua bentuk, yaitu kutu daun
bersayap (alatae) yang berwarna hitam,serta tidak bersayap
(apterae) yang berwarna bervariasi merah, kuning, dan hijau.
c) Hama ini berkembangbiak secara tak kawin (partenogenesis)
d) Lama periode nimfa lebih kurang 6 hari, sedangkan
imagonya 6-17 hari. Selama hidupnya, imago mampu
melahirkan 32 nimfa.
e) Siklus hidup hama ini berkisar antara 6 – 7 hari (Rukmana,
2002)
Menurut Rukmana (2002) adapun gejala serangan yang
ditimbulkan olehkutu daun persik, adalah sebagai berikut :
a) Kutu daun persik menyerang tanaman inang dengan cara
mengisap cairan daun. Gejala serangan ditandai dengan daun
yang menjadi keriput, berwarna kekuning – kuningan,
terpuntir, dan pertumbuhan tanaman terhambat (kerdil).
b) Serangan berat dapat menyebabkan tanaman kayu, daun
mengering seperti terbakar sinar matahari,dan akhirnya
tanaman mati.
c) Kutu daun persik menyebabkan kerugian secara tidak
langsung, karena peranannya lebih sebagai vektor penyakit
2) Thrips (Thrips parvispinus Karny)
Hama thrips merupakan hama yang berukuran kecil. Thrips
yang telah dewasa sekitar 1 mm panjangnya. Warna hama ini
kuning – cokelat kehitaman. Binatang kecil ini berkembang biak
secara partnogenesis, tanpa pembuahan telur. Serangga tersebut
meletakkan telurnya di permukaan daun secara terpencar. Hama
thrip menyerang daun tanaman, terutama daun – daun
muda.Serangga ini kadang – kadang juga berperan sebagai vektor
(penular penyakit yang disebabkan oleh virus).
Ledakan populasi hama ini terjadi pada musim kemarau. Jika
terjadi pada musim kemarau. Jika terjadi hujan lebat, jumahnya
agak berkurang dengan sendirinya. Penyebaran hama ini
berlangsung cepat atas bantuan angin ataupun manusia. Ciri – ciri
tanaman yang terserang hama thrips mula – mula timbul bintik –
bintik putih keperakan, mirip bekas tusukan jarum. Noda yang tak
beraturan ini akibat dimakan serangga tersebut. Beberapa waktu
kemudian, noda tersebut berubah warna menjadi cokelat tembaga.
Akibat selanjutnya, daun yang terisap cairannya akan keriput dan
menggulung keatas. Helaian daun dan pucuk yang terserang akan
mengeriting, berwarna cokelat, dan akhirnya mati (Haryoto, 2009)
3) Tungau Teh Kuning (Polyphagotarsonemus latus Banks.)
Tungau teh kuning memiliki ukuran panjang lebih kurang 0, 25
kekuning – kuningan, dan kaki langsing yang mampu bergerak
dengan lincah (cepat). Telurnya berukuran kecil, berdiameter lebih
kurang 0,1 mm, berwarna kemerah – merahan, yang diletakkan
secara tunggal atau berkelompok pada permukaan bawah daun atau
celah – celah ranting. Nimfanya terlihat berwarna putih dan
transparan (tembus cahaya). Siklus hidupnya berlangsung selama
lebih kurang 6 minggu.
Gejala serangan yang ditimbulkan oleh tungau teh kuning
biasanya menyerang daun – daun muda (pucuk) yang biasanya
menunjukkan perubahan warna dari hijau menjadi cokelat
mengilap pada permukaan bagian bawah. Kemudian daun akan
menjadi kaku dan melengkung ke bawah, menyerupai sendok
terbalik. Akibatnya, pertumbuhan pucuk terhambat, kemudian
berubah warna menjadi cokelat seperti terbakar, dan akhurnya
daun menjadi rontok (Rukmana, 2002).
4) Ulat Grayak (Spodoptera litura Fabricius)
Hama ini disebut ulat grayak sebab selalu beramai – ramai jika
menyerbu tanaman, menjarah bareng layaknya perampok (Jawa:
grayak ). Serangannya terjadi pada malam hari sehingga pagi
harinya tanaman sudah rusak.
Ciri – ciri ulat grayak yaitu memiliki panjang sekitar 5 cm
pada saat berumur 2 minggu. Warna ulat bervariasi, yakni hijau
muda memakan epidermis daun bagian bawah, sedangkan bagian
atasnya ditinggalkannya. Namun,setelah tua serangannya bisa
membabi buta, melahap seluruh bagian daun, ranting, batang muda,
bunga, maupun buah. Stadium ulat berlangsung sekitar 13 – 19
hari, kemudian berkepompong di dalam tanah selama 6 – 10 hari,
dan akhirnya berubah wujud menjadi ngengat.
Serangan awal ulat grayak ditandai dengan adanya bercak
putih yang menerawang pada daun bagian bawah yang dilahapnya.
Tahap berikutnya, serangan dapat mengganas dantanaman menjadi
gundul tanpa daun. Pada tahap ini buah cabai pun ikut diserbu,
ditandai dengan adanya lubang tak beraturan pada permukaan buah
(Haryoto,2009).
5) Lalat Buah (Bactrocera dorsalis Hendel)
Lalat buah dapat menyerang banyak tanaman hortikultura
terutama sayur – sayuran dan buah – buahan, sehingga sulit sekali
dikendalikan. Buah cabai yang terserang oleh lalat buah nantinya
akan menjadi busuk dan berjatuhan ke tanah.
Serangan dilakukan oleh lalat buah betina dewasa yang
meletakkan telurnya dengan menyucukkan ovipositor ke dalam
buah cabai dan stadia yang merusak buah adalah larva. Larva lalat
buah berkembang di dalam buah cabai, sehingga menyebabkan
buah menjadi rusak. Kerusakan yang diakibatkan hama ini akan
diinginkan, sehingga produksi baik kualitas maupun kuantitasnya
menurun (Balitsa, 2014).
b. Penyakit Tanaman Cabai Rawit
1) Patek atau Antraknosa
Penyakit ini disebabkan oleh serangga cendawan atau jamur
Colletrotricum capsici atau Gloesporium piperatum.
Serangannya sangat mengganas di kala musim hujan.
Cendawan C. capsici menginfeksi cabai dengan membentuk
bercak hitam kecokelatan yang kemudian meluas menjadi
busuk lunak. Gejalanya terjadi apabila pada fase pembibitan
penyakit ini menyebabkan layu kecambah saat disemaikan
sedangkan pada fase dewasa menyebabkan mati pucuk,
serangan pada daun dan batang menyebabkan busuk kering.
Sementara itu apabila serangan berlanjut, maka buah cabai pun
akan juga terserang dengan ciri – ciri buah cabai kering dan
mengerut seperti mummi. Biasanya cendawan G. piperatum
mulai menyerang cabai sejak buah masih hijau dan
menyebabkan mati ujung (die back). Buah cabai yang
terserang cendawan ini tampak berbintik – bintik kuning yang
akan membesar membentuk seperti lingkaran konsetrasi
2) Penyakit Layu
Penyakit layu merupakan penyakit yang disebabkan oleh
beragam jasad pengganggu , antara lain nematoda, cendawan
(jamur), bakteri dan serangga. Nematoda merupakan jasad
pengganggu tanaman yang berbentuk seperti cacing, tetapi
berukuran sangat kecil, bahkan tidak dapat terlihat oleh mata
telanjang. Nematoda betina meletakkan telur di dalam
perakaran, nematoda ini akan berkembang sehingga
menyebabkan luka. Di dalam perakaran, nematoda ini akan
berkembang sehingga akan menghambat aliran makanan dari
dalam tanah. Akibatnya, tanaman akan tampak segar pada pagi
hari, sedangkan siang harinya akan menjadi layu. Sedangkan
beberapa cendawan seperti Fusarium oxysporum, Verticillium
sp., dan Pellicularia sp. Menyebabkan kelayuan pada cabai
(Prajnanta, 2011).
3) Bercak Daun Serkospora
Penyakit ini disebabkan oleh cendawan Cercospora capsici
Heald & Wolf. Siklus hidup cendawan ini ialah hidup pada
sisa – sisa tanaman dan biji. Penyebaran penyakit ini dibantu
oleh angin, alat – alat pertanian, dan aktivitas pekerja.
Perkembangan penyakit akan dipacu pada kondisi kelembapan
Gejala serangan penyakit bercak daun serkospora yaitu daun
berbercak – bercak bulat, bagian tengahnya berwarna abu –
abu tua, sedangkan bagian luar berwarna coklat tua, seperti
bintik – bintik yang disebut penyakit “bintik mata kodok”.
Serangan berat menyebabkan daun berbercak mengerng dan
retak, dan akhirnya daun gugur atau jatuh ke tanah (Rukmana,
2002).
4) Penyakit Virus atau Mosaik
Virus yang menyerang tanaman cabai berasal dari virus
yang bisa menyerang tanaman lain, seperti virus mentimun
(Cucumber Mosaic Virus / CMV), virus kentang (Potatto Virus
/ CMV), atau virus tembakau (Tobacco Mosaic Virus/TMV).
Penularan terjadi melalui biji yang tercemar virus, alat – alat
kerja, akar tanaman yang tercemar, manusia, maupun serangga
penular (vektor).
Gejala umum yang tampak antara lain pertumbuhan tanaman
terhambat, ukuran daun mengecil, daun berbelang – belang
hijau tua dan hijau muda, serta tepinya bergelombang
(Haryoto, 2009).
7. Masa Panen
Panen cabai rawit dapat dilakukan pada buah stadium tua masih
dilakukan pada umur 3 – 4 bulan setelah pindah tanam. Pada buah
cabai rawit stadium tua hijau dilakukan pada buah yang telah
menunjukkan karakteristik ukuran maksimal, struktur buah keras, dan
berwarna tua mengilap. Panen buah cabai rawit yang terlalu muda
akan mengakibatkan buah mudah layu, bobot maksimal belum
tercapai, tidak tahan disimpan, dan rasanya kurang pedas. Sementara,
panen buah cabai rawit stadium matang di pohon dilakukan pada buah
yang berukuran maksimal, struktur buah keras, dan berwarna sampai
merah mengilap. Panen sebaiknya dilakukan pada saat cuaca cerah
atau setelah air habis terhempas dari permukaan kulit buah untuk
mengurangi kontaminasi mikroba pembusuk (Rukmana, 2002).
Pemetikan buah cabai dapat dilakukan dengan tangan langsung atau
memakai gunting tajam. Buah cabai harus dipetik bersama tangkai
buahnya agar cabai tidak mudah layu (Haryoto, 2009).
D. Polybag
Polybag adalah kantong plastik berbentuk segi empat, biasanya
berwarna hitam (ada juga berwarna lain ,misalnya putih) dan diberi lubang
kecil pada setiap sisinya guna untuk sirkulasi air. Polybag digunakan
sebagai pengganti pot. Pemilihan polybag sebagai wadah tanam untuk
budidaya dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dimilikinya seperti, harga
murah; tahan karat; tahan lama; tidah cepat kotor; dan mudah diperoleh
sangat baik untuk drainase dan aerase sehingga tanaman dapat tumbuh
subur seperti dilahan. Beberapa keuntungan menggunakan polybag, antara
lain :
1. Biaya lebih murah dibandingkan menggunakan pot
2. Lebih mudah dalam perawatan
3. Memudahkan dalam pengontrolan / pengawasan per individu tanaman
bila ada gangguan, misal serangan hama / penyakit, kekurangan unsur
hara
4. Dapat menghemat ruang dan tempat penanaman
5. Komposisi media tanam dapat diatur
41
BAB III METODOLOGI A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimen dengan
melakukan percobaan terhadap pertumbuhan vegetatif serta hasil produksi
pada tanaman cabai rawit (Capsicum frutenscens) varietas Cempaka, jenis
rawit putih F1 . Adapun dalam penelitian ini terdapat tiga jenis variabel,
yaitu :
1. Variabel bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah penggunaan komposisi
media tanam pasir (regosol)
2. Variabel terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah tinggi batang, jumlah daun,
jumlah buah serta berat basah buah
3. Variabel kontrol
Variabel kontrol dalam penelitian ini adalah umur bibit, jumlah air,
suhu, intensitas cahaya, pemeliharaan, serta penyiraman.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Pendidikan Biologi yang
tepatnya di Desa Paingan, Maguwoharjo, Yogyakarta. Penelitian
dilaksanakan kurang lebih selama empat bulan yaitu pada bulan April
C. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain penelitian RAL (Rancangan Acak
Lengkap). Penelitian dilakukan dengan tiga perlakuan yang dilambangkan
dengan P1 sebagai perlakuan pertama ; P2 sebagai perlakuan kedua ; P3
sebagai perlakuan ketiga serta K sebagai lambang terhadap kontrol. Pada
penelitian ini dilakukan 10 kali pengulangan sehingga seluruhnya
diperoleh 40 satuan percobaan.
D. Pelaksanaan Penelitian
Pengumpulan data dilakukan dengan beberapa tahapan yaitu :
1. Penyiapan lahan
Lahan dipersiapkan untuk dijadikan sebagai tempat peletakkan
polybag – polybag yang berisi tanaman cabai rawit (Capsicum
frutenscens). Persiapan lahan tersebut meliputi pembersihan lahan
serta pemasangan paranet sebagai pelindung tanaman cabai rawit
(Capsicum frutenscens) dari hama penyakit. Lahan tersebut terletak di
Desa Paingan, Maguwoharjo, Sleman, Yogyakarta.
2. Penyiapan media tanam dan polybag
Persiapan yang dilakukan adalah menyiapkan media tanam serta
polybag yang akan digunakan. Polybag yang digunakan adalah
polybag yang berukuran 35 x 35. Media tanam yang dipersiapkan