• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh campuran media tanam pasir (regosol) terhadap pertumbuhan serta hasil produksi pada tanaman cabai rawit (Capsicum frutenscens Linn.) dalam polybag.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh campuran media tanam pasir (regosol) terhadap pertumbuhan serta hasil produksi pada tanaman cabai rawit (Capsicum frutenscens Linn.) dalam polybag."

Copied!
151
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH CAMPURAN MEDIA TANAM PASIR (REGOSOL) TERHADAP PERTUMBUHAN SERTA HASIL PRODUKSI PADA

TANAMAN CABAI RAWIT (Capsicum frutenscens Linn.) DALAM POLYBAG pasir (regosol). Ketidaksuburan tanah pada suatu wilayah menjadikan penghambat bagi masyarakat, khusunya yang berprofesi sebagai petani sayur – sayuran dalam memenuhi kebutuhan pangan. Cabai rawit merupakan jenis sayur – sayuran yang diminati oleh hampir seluruh masyarakat Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan bahwa media pasir dapat memberikan pengaruh yang baik sebagai campuran media tanam terhadap pertumbuhan tanaman cabai rawit, yang dipadukan dengan pemberian pupuk cair organik.

Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Sanata Dharma. Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari tiga perlakuan dan 10 kali pengulangan yaitu P1 merupakan perbandingan antara tanah : pasir adalah 25 : 75 , P2 merupakan perbandingan antara tanah : pasir adalah 50 : 50, P3 merupakan perbandingan antara tanah : pasir adalah 75 : 25, serta kontrol dengan media tanah 100 %. Parameter yang diamati adalah tinggi (cm), jumlah daun, jumlah buah, serta berat buah (gr) pada tanaman cabai rawit.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian campuran pasir pada media tanam memberikan pengaruh yang signifikan terhadap tinggi tanaman; jumlah daun; serta jumlah buah, namun tidak berpengaruh terhadap berat buah cabai rawit. Komposisi perbandingan tanah dan pasir yang baik pada perbandingan 75 : 25 .

(2)

THE EFFECT OF MIXTURE THE PLANTING MEDIUM SAND (REGOSOL) ABOUT THE GROWTH AND PRODUCTION OF CAYENNE

PEPPER (Capsicum Frutescens Linn.) IN POLYBAG

Reni Astri

Sanata Dharma University

ABSTRACT

Not all regions of Indonesia have fertile soil type. One example of the less fertile soil type for planting by plant is sand (regosol). Soil infertility on a region making inhibitors of society, especially those living as vegetables farmers in meeting the food needs. Cayenne pepper is a vegetable demanded by almost all Indonesian people. This research provided a proof that sand media can give a good effect as planting mix media towards growth of cayenne pepper plant, combined with organik liquid fertilizer application.

The research was implemented in experiment station Biology Education Sanata Dharma University. A Complete Random Design was conducted by undertaking three treathments and ten repetitions namely P1 a comparison between soil : sand is 25 : 75, P2 a comparison between soil : sand is 50 : 50, P3 comparison between soil : sand is 75 : 25, and control with 100 % soil media. The observed parameters were plant high, number of leaves, fruit number and fruit weight of cayenne pepper plant.

In conclusion, planting mixed media consisting of sand and soil indicated significant influence on plant high; number of leaves; and fruit number, but there was no effect on fruit weight. The best mixture soil and sand is 75 : 25.

(3)

PENGARUH CAMPURAN MEDIA TANAM PASIR (REGOSOL) TERHADAP PERTUMBUHAN SERTA HASIL PRODUKSI PADA

TANAMAN CABAI RAWIT (Capsicum frutenscens Linn.) DALAM POLYBAG

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Biologi

Disusun oleh :

Reni Astri 111434022

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(4)

i

PENGARUH CAMPURAN MEDIA TANAM PASIR (REGOSOL) TERHADAP PERTUMBUHAN SERTA HASIL PRODUKSI PADA

TANAMAN CABAI RAWIT (Capsicum frutenscens Linn.) DALAM POLYBAG

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Biologi

Disusun oleh :

Reni Astri 111434022

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(5)
(6)
(7)

iv

PERSEMBAHAN

Keberhasilan adalah kemampuan untuk melewati dan mengatasi dari satu kegagalan ke kegagalan berikutnya

tanpa kehilangan semangat

-Winston Churchill-

Karya ini kupersembahkan untuk :

Kedua orang tuaku

(8)
(9)
(10)

vii

PENGARUH CAMPURAN MEDIA TANAM PASIR (REGOSOL) TERHADAP PERTUMBUHAN SERTA HASIL PRODUKSI PADA

TANAMAN CABAI RAWIT (Capsicum frutenscens Linn.) DALAM POLYBAG pasir (regosol). Ketidaksuburan tanah pada suatu wilayah menjadikan penghambat bagi masyarakat, khusunya yang berprofesi sebagai petani sayur – sayuran dalam memenuhi kebutuhan pangan. Cabai rawit merupakan jenis sayur – sayuran yang diminati oleh hampir seluruh masyarakat Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan bahwa media pasir dapat memberikan pengaruh yang baik sebagai campuran media tanam terhadap pertumbuhan tanaman cabai rawit, yang dipadukan dengan pemberian pupuk cair organik.

Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Sanata Dharma. Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari tiga perlakuan dan 10 kali pengulangan yaitu P1 merupakan perbandingan antara tanah : pasir adalah 25 : 75 , P2 merupakan perbandingan antara tanah : pasir adalah 50 : 50, P3 merupakan perbandingan antara tanah : pasir adalah 75 : 25, serta kontrol dengan media tanah 100 %. Parameter yang diamati adalah tinggi (cm), jumlah daun, jumlah buah, serta berat buah (gr) pada tanaman cabai rawit.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian campuran pasir pada media tanam memberikan pengaruh yang signifikan terhadap tinggi tanaman; jumlah daun; serta jumlah buah, namun tidak berpengaruh terhadap berat buah cabai rawit. Komposisi perbandingan tanah dan pasir yang baik pada perbandingan 75 : 25 .

(11)

viii

THE EFFECT OF MIXTURE THE PLANTING MEDIUM SAND (REGOSOL) ABOUT THE GROWTH AND PRODUCTION OF CAYENNE

PEPPER (Capsicum Frutescens Linn.) IN POLYBAG

Reni Astri

Sanata Dharma University

ABSTRACT

Not all regions of Indonesia have fertile soil type. One example of the less fertile soil type for planting by plant is sand (regosol). Soil infertility on a region making inhibitors of society, especially those living as vegetables farmers in meeting the food needs. Cayenne pepper is a vegetable demanded by almost all Indonesian people. This research provided a proof that sand media can give a good effect as planting mix media towards growth of cayenne pepper plant, combined with organik liquid fertilizer application.

The research was implemented in experiment station Biology Education Sanata Dharma University. A Complete Random Design was conducted by undertaking three treathments and ten repetitions namely P1 a comparison between soil : sand is 25 : 75, P2 a comparison between soil : sand is 50 : 50, P3 comparison between soil : sand is 75 : 25, and control with 100 % soil media. The observed parameters were plant high, number of leaves, fruit number and fruit weight of cayenne pepper plant.

In conclusion, planting mixed media consisting of sand and soil indicated significant influence on plant high; number of leaves; and fruit number, but there was no effect on fruit weight. The best mixture soil and sand is 75 : 25.

(12)

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan

rahmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini dapat

diselesaikan dengan baik tentu tidak lepas dari peran serta berbagai pihak yang

telah memberikan bantuan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh

karena itu secara khusus penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih

kepada:

1. Drs. Johanes Eka Priyatma, M.Sc., Ph.D., selaku rektor Universitas Sanata

Dharma

2. Rohandi, Ph.D., selaku dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

3. Dr. Marcellinus Andy Rudhito, S.Pd., selaku Kepala Jurusan Pendidikan

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

4. Drs. Antonius Tri Priantoro, M.For. Sc., selaku Ketua Program Studi

Pendidikan Biologi

5. Dr. Ir. P. Wiryono Priyotamtama, S.J ., selaku dosen pembimbing skripsi

yang telah memberikan masukan dan dukungan sehingga penyusunan

skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik

6. Seluruh dosen beserta staff karyawan Pendidikan Biologi Universitas

Sanata Dharma Yogyakarta

7. Kedua orangtua yang selalu mendoakan dan meberikan dukungan penuh

(13)

x

8. Saudara – saudaraku (Yasmine, Reki, Winda, dan Nobi) yang selalu

memberikan semangat yang begitu luar biasa

9. Drs. Darmono, Ninda, Luky, Echi, Pasca, Natia, Metta, Vina, Erica,

Niken, Ririn, Anis, Rena, dan Putri yang selalu memberikan motivasi

sehingga skripsi ini terselesaikan

10.Teman – temanku seperjuangan Galuh, Ricca, Chika, Ela, beserta teman

VIRION 2011 yang selalu memberikan bantuan dan menyumbangkan

semangat sehingga skripsi ini terselesaikan, terima kasih atas kebersamaan

yang telah diberikan dan sukses selalu untuk kita semua.

11.Semua pihak yang tidak dapat dituliskan satu per satu

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan, oleh

karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi

kesempurnaan skripsi ini.

(14)

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING...ii

HALAMAN PENGESAHAN...iii

HALAMAN PERSEMBAHAN...iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA...v

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI...vi

ABSTRAK...vii

ABSTRACT...viii

KATA PENGANTAR...ix

DAFTAR ISI...xi

DAFTAR TABEL...xiv

DAFTAR GAMBAR...xv

DAFTAR GRAFIK...xvi

DAFTAR LAMPIRAN...xvii

BAB I PENDAHULUAN...1

A. Latar Belakang...1

B. Rumusan Masalah...5

C. Batasan Masalah...5

D. Tujuan Penelitian...6

E. Manfaat Penelitian...6

F. Hipotesis...7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...9

A. Media Tanam...9

(15)

xii

2. Jenis Tanah dan Karakteristiknya...10

B. Pupuk Organik...13

C. Tanaman Cabai Rawit...17

1. Taksonomi Tanaman Cabai Rawit...17

2. Morfologi Tanaman Cabai Rawit...18

3. Jenis dan Varietas Tanaman Cabai Rawit...22

4. Syarat Tumbuh Tanaman Cabai Rawit...26

5. Perawatan Tanaman Cabai Rawit...28

6. Hama dan Penyakit Tanaman Cabai Rawit...31

7. Masa Panen...38

D. Polybag...39

BAB III METODOLOGI...41

A. Jenis Penelitian...41

B. Tempat dan Waktu Penelitian...41

C. Desain Penelitian...42

D. Pelaksanaan Penelitian...42

1. Penyiapan Lahan...42

2. Penyiapan Media Tanam dalam Polybag...42

3. Penyampuran Medium Tanam...43

4. Penyiapan bibit Cabai Rawit...44

5. Penanaman Tanaman Cabai Rawit...44

6. Perawatan dan Pemeliharaan...45

7. Pengambilan Data...45

E. Cara Analisis Data...49

(16)

xiii

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...52

A. Hasil...52

1. Pertumbuhan Tinggi...52

2. Jumlah Daun...54

3. Jumlah Buah...57

4. Berat Buah...59

B. Pembahasan...60

1. Pertumbuhan Fase Vegetatif...60

2. Produksi Buah Cabai...65

3. Serangan Hama dan Penyakit...67

BAB V IMPLEMENTASI HASIL PENELITIAN...71

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN...72

1. Kesimpulan...72

2. Saran...72

DAFTAR PUSTAKA...73

(17)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Persentase Unsur pada Pupuk...15

Tabel 2. Pengambilan Data Pertumbuhan Vegetatif...46

Tabel 3. Pengambilan Data Pertumbuhan Generatif...48

Tabel 4. Alat yang Digunakan...51

(18)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Cabai Varietas Nirmalai...23

Gambar 2. Cabai Varietas Santika...24

Gambar 3. Cabai Varietas Sonar...25

Gambar 4. Tanaman Kekurangan Unsur N...64

Gambar 5. Busuk pada Buah Cabai...67

(19)

xvi

DAFTAR GRAFIK

Grafik 1. Pertumbuhan Tinggi Tanaman...52

Grafik 2. Tinggi Tanaman Setiap Minggu...54

Grafik 3. Jumlah Daun...55

Grafik 4. Jumlah Daun setiap Minggu...57

Grafik 5. Jumlah Buah Cabai Rawit...57

(20)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Uji Statistik Pertumbuhan Tinggi...77

Lampiran 2. Uji Statistik Jumlah Daun...79

Lampiran 3. Uji Statistik Jumlah Buah...81

Lampiran 4. Uji Statistik Berat Buah...83

Lampiran 5. Data Mentah Pertumbuhan Tinggi...84

Lampiran 6.Data Mentah Jumlah Daun...86

Lampiran 7. Data Mentah Jumlah & Berat Buah...88

Lampiran 8. Silabus...89

Lampiran 9. RPP...95

Lampiran 10. Lembar Penilaian Sikap...106

Lampiran 11. Lembar Penilaian Diskusi...109

Lampiran 12. Lembar Penilaian Praktikum...111

Lampiran 13. Lembar Penilaian Presentasi...113

Lampiran 14. Kisi- Kisi Soal...116

Lampiran 15. Soal Posttest...117

Lampiran 16. LKS...120

Lampiran 17. Gambar Tanaman Cabai Rawit...126

Lampiran 18. Gambar Proses Penimbangan Buah...128

(21)

1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan

Kepadatan penduduk di Indonesia saat ini menjadi salah satu

permasalahan yang cukup menjadi perhatian. Hal tersebut dikarenakan

meningkatnya jumlah penduduk dari tahun ke tahun. Oleh karena itu,

dampak yang terjadi adalah meningkatnya area pemukiman penduduk

sehingga tak jarang lahan-lahan kosong bahkan daerah persawahan maupun

lahan pertanian kini dijadikan sebagai tempat pemukiman penduduk.

Semakin banyak area pemukiman penduduk maka akan semakin

berkurang lahan bagi pertanian di Indonesia. Oleh karena itu, masyarakat

perlu melakukan sesuatu atau tindakan agar ketersediaan bahan pangan

yang dibutuhkan tetap terpenuhi.

Dengan adanya permasalahan diatas, akhir - akhir ini masyarakat sudah

memulai memutar otak untuk mencari jalan keluar agar ketersediaan bahan

pangan di daerahnya tetap tersedia sehingga kebutuhan pangan dapat

terpenuhi. Ketersediaan lahan persawahan maupun lahan pertanian yang

semakin berkurang, menjadikan masyarakat memunculkan ide – ide atau

gagasan baru yang bertujuan untuk mengatasi permasalahan tersebut. Saat

ini, pengembangan wilayah pesisir pantai mulai dilirik oleh masyarakat

sebagai lahan pertanian. Kita tahu bahwa tanaman yang sering dijumpai di

(22)

tanaman ketelarambat. Jenis tanaman tersebut dapat tumbuh, karena

mampu beradaptasi dengan lingkungan pantai.

Saat ini di Yogyakarta, tepatnya daerah Bantul dan Kulon Progo

masyarakat sudah mencoba menjadikan lahan pesisir pantainya menjadi

tempat lahan pertanian. Jenis tanaman yang dibudidayakan oleh

masyarakat di sana adalah jenis tanaman sayur-sayuran. Masyarakat

setempat membudidayakan tanaman sayur-sayuran dengan membuka

lahan layaknya seperti para petani lainnya yang berada di daerah dataran

rendah maupun dataran tinggi. Jenis sayuran yang telah dibudidayakan

oleh masyarakat di daerah Bantul adalah cabai merah atau biasa yang kita

sebut dengan cabai keriting.

Cabai adalah jenis tanaman sayur-mayur yang sanga digemari oleh

masyarakat, sehingga banyak tersedia di pasaran baik di pasar tradisional

maupun di swalayan atau supermarket. Cabai dapat hidup dengan baik di

Indonesia dikarenakan cabai mampu tumbuh dan berkembang baik di

dataran rendah maupun dataran tinggi dengan ketinggian kira - kira 300 –

400 dpl ( Prajnanta, 2012 ).

Cabai merupakan salah satu jenis sayuran yang sangat dibutuhkan

masyarakat yang biasanya di konsumsi sebagai bahan pelengkap agar

memberikan sensasi pedas pada sebuah masakan, biasanya disajikan

dalam bentuk sambal. Dibalik rasa pedasnya, cabai memiliki kandungan

yang bermanfaat bagi tubuh manusia. Perlu diketahui bahwa cabai

(23)

dalam kelenjar hypothalmus sehingga mengakibatkan persaan tetap sejuk

walaupun berada di udara yang panas. Penelitian lain menunjukkan bahwa

capsaicin dapat menghalangi bahaya pada sel trachea, bronchial, dan

bronchoconstriction yang disebabkan oleh asap rokok dan polutan lainnya.

Hal ini berarti, cabai sangat baik bagi penderita asma atau hipersensistif

udara. Capsician juga digunakan dalam pembuatan krim obat gosok

antirematik (Prajnanta,2012).

Cabai yang memiliki nilai gizi yang tinggi, tak lain didasari dengan

buah yang dihasilkan oleh para petani budidaya tanaman cabai. Para petani

melakukan budidaya tanaman cabai dengan berbagai cara agar dapat

menghasilkan panen cabai yang memilik kualitas yang baik sehingga layak

dipasarkan. Dunia pertanian tentu tidak lepas dari metode – metode

penanaman agar dapat menghasilkan kualitas tanaman yang baik. Metode

– metode penanaman yang dilakukan secara umum diantaranya meliputi :

pemilihan lahan yang tepat untuk diadakan penanaman, penyiraman,

pemupukan yang tepat, serta penggunaan pestisida untuk membasmi hama

atau penyakit pada suatu tanaman tersebut.

Mengingat bahwa di Indonesia tidak semua daerahnya memiliki keadaan

tanah yang subur, maka hal tersebut menjadi masalah bagi masyarakat

khususnya para petani yang tinggal di daerah yang memilik kontur tanah

yang tidak subur. Salah satu contoh jenis tanah yang kurang memadai

untuk dijadikan sebagai lahan pertanian adalah jenis tanah pasir. Jenis

(24)

Bertajuk pada kegiatan petani di daerah Bantul, Yogyakarta yang

menanam sayur – sayuran dengan memanfaatkan lahan pesisir pantai serta

berdasarkan permasalahan diatas, peneliti ingin melakukan eksperimen

dengan menerapkan sistem budidaya tanaman cabai tanpa harus

menyulitkan masyarakat yang tinggal di daerah yang memiliki kontur tanah

dengan jenis tanah pasir (regosol). Penelitian penggunaan campuran media

tanam pasir tentu perlu, karena kita dapat memanfaatkan jenis tanah pasir

sebagai tanah yang kurang subur. Tanah pasir ini memiliki kandungan P

(fosfor) dan K (Kalsium) yang tinggi dalam bentuk batuan belum

mengalami pelapukan sehingga belum siap diserap oleh akar tanaman.

Jenis tanah ini memang masih rendahnya unsur N (Nitrogen), yang

merupakan salah satu unsur hara makro yang dibutuhkan tanaman.

Ketersediaan unsur P dan K dalam jenis tanah tersebut, memungkinkan

diubah menjadi tanah subur yang dapat ditanami oleh tumbuh-tumbuhan.

Oleh karena itu, penambahan media tanam pasir ke dalam media tanam

baik dilakukan agar tanaman mendapatkan ketersediaan unsur hara yang

cukup dibutuhkan untuk kelangsungan metabolismenya, dan tak kalah

penting perlunya penambahan pupuk sebagai pembantu dalam penyedia

baik unsur makro maupun mikro yang belum terkandung atau masih

terbatas, agar menjadi tanah yang subur kaya dengan unsur haranya.

Pada penelitian ini menggunakan polybag sebagai tempat penanaman.

Penggunaan polybag berguna untuk memudahkan masyarakat yang tidak

(25)

praktis bagi masyarakat. Polybag sangat mudah didapat, bernilai

ekonomis, serta tahan lama apabila dibandingkan dengan menggunakan

pot.

Oleh karena itu, peneliti mengangkat permasalahan menguji coba

menanam tanaman cabai di dalam polybag dengan menambahkan media

tanah pasir sebagai campuran media tanam. Jenis cabai yang digunakana

adalah jenis cabai rawit (Capsicum frutenscens).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah :

1. Bagaimana pengaruh campuran media tanam pasir (regosol) terhadap

pertumbuhan vegetatif serta hasil produksi tanaman cabai rawit (

Capsicum frutencens ) ?

2. Perbandingan manakah yang paling baik antara campuran media tanam

pasir dan tanah dalam pertumbuhan dan produksi tanaman cabai rawit (

Capsicum frutencens ) ?

C. Batasan Masalah

Dalam penulisan ini, penulis memberikan batasan masalah, agar

penjelasannya terarah serta sesuai dengan yang diharapkan. Penulis hanya

(26)

1. Pertumbuhan vegetatif yang meliputi : tinggi batang serta jumlah daun.

Hasil produksi meliputi jumlah buah dan berat buah cabai rawit

(Capsicum frutencens). Berat buah diukur berdasarkan perhitungan

berat basah.

2. Media tanam yang digunakan dalam penelitian ini berupa campuran

antara tanah dan pasir. Tanah yang digunakan adalah tanah yang

berasal dari dari Desa Paingan, Maguwoharjo. Pasir yang digunakan

dibeli di TB. Laris Wijaya, Desa Paingan, Maguwoharjo.

D. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui pengaruh media tanam pasir (regosol) terhadap

pertumbuhan vegetatif serta hasil produksi tanaman cabai rawit

(Capsicum frutencens).

2. Mengetahui perbandingan komposisi tanah pasir (regosol) terhadap

pertumbuhan vegetatif serta hasil produksi tanaman cabai rawit

(Capsicum frutencens).

E. Manfaat Penelitian

- Bagi Peneliti

Manfaat penelitian ini bagi peneliti adalah untuk menambah ilmu

(27)

mengembangkan pengetahuan mengenai pengolahan media tanam

terhadap jenis tanah pasir (regosol)

- Bagi Dunia Pendidikan

Dapat membantu guru dalam memberikan pembelajaran terhadap

siswa khususnya pada materi pertumbuhan dan perkembangan melalui

pemanfaatan media tanah pasir (regosol). Diharapkan siswa nantinya

mampu mengetahui pertumbuhan dan hasil buah tanaman cabai

(Capsicum frutenscens) serta dapat membandingkan hasilnya dengan

pertumbuhan serta hasil buah yang ditanaman dengan media tanah

(aluvial) yang pada umumnya.

- Bagi Petani dan Masyarakat Umum

Baik petani dan masyarakat umum yang khususnya yang tinggal di

daerah yang sebagian besar memiliki kontur tanah pasir (regosol)

nantinya dapat mengembangkan tanah pasir menjadi tanah subur yang

dapat ditanami tumbuh-tumbuhan, selain itu juga dapat memberikan

pengetahuan mengenai penggunaan polybag sebagai solusi dari

kurangnya ketersediaan lahan dan kepraktisannya.

F. Hipotesis

1. Penambahan tanah pasir (regosol) dalam media tanam dapat

memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan vegetatif serta hasil

(28)

2. Komposisi media tanam yang paling baik untuk pertumbuhan vegetatif

serta hasil produksi tanaman cabai rawit adalah perbandingan tanah :

(29)

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Media Tanam

Media tanam adalah tempat tumbuhnya tanaman yang terdiri dari

bahan padat, cair, dan udara serta jasad – jasad yang berbeda

kandungannya untuk setiap jenis tanah (Foth, 1994). Banyak bahan yang

dapat digunakan sebagai media tumbuh tanaman, dengan atau tanpa tanah.

Media tanam terdiri dari dua tipe yaitu campuran tanah (soil-mixes) yang

mengandung tanah alami dan campuran tanpa tanah (soilles-mixes) yang

tidak mengandung tanah alami. Pada prinsipnya suatu media tumbuh harus

memiliki empat fungsi pokok untuk memberikan pertumbuhan yang baik

bagi tanaman, yaitu harus menunjang tanaman, mempunyai aerasi yang

baik, menahan air yang tersedia, dan menyimpan hara bagi tanaman. Jenis

tanah dengan sifat ideal tersebut sangatlah terbatas , oleh karena itu

percampuran tanah dengan bahan-bahan lain seperti kompos, pasir, dan

pupuk ditujukan agar keempat fungsi pokok di atas dapat dicapai

(Soepardi dalam Cahyati, 2006).

1. Tanah Sebagai Media Tanam

Tanah adalah suatu benda alam yang terdapat di permukaan kulit

bumi, yang tersusun dari bahan-bahan mineral sebagai hasil pelapukan

batuan, dan bahan-bahan organik sebagai hasil pelapukan sisa-sisa

tumbuhan dan hewan, yang merupakan medium atau tempat tumbuhnya

(30)

kombinasi faktor-faktor iklim, bahan induk, jasad hidup, bentuk

wilayah dan lamanya waktu pembentukan (Yulipriyanto, 2010).

Tanah yang subur yaitu tanah yang mempunyai profit yang dalam

(kedalaman yang sangat dalam) melebihi 150 cm, strukturnya gembur

remah, pH sekitar 6 - 6,5 , mempunyai aktifitas jasad renik yang tinggi

(maksimum). Kandungan unsur haranya yang tersedia bagi tanaman

adalah cukup dan tidak terdapat pembatas – pembatas tanah untuk

pertumbuhan tanaman (Sutedjo, 2010).

Kesuburan tanah ditandai juga dengan adanya ketersediaan unsur

hara yang cukup untuk memenuhi siklus hidupnya. Unsur hara yang

diperlukan tanaman adalah : Karbon (C), Hidrogen (H), Oksigen (O),

Nitrogen (N), Fosfor (P), Kalium (K), Sulfur (S), Kalsium (Ca),

Magnesium (Mg), Seng (Zn), Besi (Fe), Mangan (Mn), Tembaga (Cu),

Molibden (Mo), Boron (B), Klor (Cl), Natrium (Na), Kobal (Co), dan

Silikon (Si). Apabila unsur hara tersebut tidak terdapat dalam tanaman,

maka kegiatan metabolisme akan terganggu atau berhenti sama sekali

(Rosmarkan dan Yuwono, 2002). Unsur hara di dalam tanah terdapat

dalam bentuk senyawa mineral, senyawa organik, unsur yang terjerap,

dan unsur dalam larutan tanah (Sutanto, 2005)

2. Jenis Tanah dan Karakteristiknya

a. Tanah pasir (Regosol)

Tanah regosol adalah nama lain dari tanah muda karena profil

(31)

2009) dalam (Harini, 2014). Tanah regosol merupakan salah satu

jenis tanah yang termasuk kedalam ordo entisol („ent‟= recent,

baru). Ordo ini kemungkinan mempunyai epipedon okrik atau

horizon albik tanpa menunjukkan perkembangan horizon; terjadi

pada alluvium yang muda (Sutanto, 2005).

Karakteristik tanaman regosol adalah berbutir kasar, berwarna

kelabu sampai kuning, dan bahan organik rendah. Karakteristik

yang demikian menjadikan tanah tersebut tidak dapat menanpung

air dan mineral yang dibutuhkan tanaman dengan baik. Menurut

Brady (1982) dalam Martono (2004) ciri umum perkembangan

profil kurang nyata dan perkembangannya ditentukan oleh iklim

setempat. Jenis tahan ini mempunyai kandungan bahan organik

1,4% dan nitrogen 0,06% (sangat rendah).

Menurut Darmawidjaja (1990) dalam Nugrohotomo (2009)

menyatakan bahwa tanah regosol memiliki sifat kimia yang

bervariasi sesuai dengan iklim terutama curah hujan dan sifat dasar

dari abu vulkanik. Tanah ini memiliki pH sekitar 6 – 7, tanah ini

umumnya banyak mengandung unsur hara P (fosfor) dan K

(kalium) yang masih dalam bentuk batuan belum mengalami

pelapukan sehingga belum siap diserap oleh akar tanaman, tanah

ini juga kekurangan unsur N (nitrogen). Jenis tanah regosol banyak

tersebar di Jawa, Sumatera, dan Nusa Tenggara yang kesemuanya

(32)

tanah regosol merupakan salah satu jenis tanah yang memiliki

tekstur kasar dan berfraksi pasir 60 % serta mempunyai

produktifitas dan kesuburan rendah.

Perbaikan regosol perlu dilakukan untuk memperkecil faktor

pembatas yang ada pada tanah tersebut sehingga mempunyai

tingkat kesesuain yang lebih baik untuk lahan pertanian. Untuk

menghindari kerusakan tanah lebih lanjut dan meluas diperlukan

usaha konservasi tanah yang lebih baik. Salah satu upaya

pengelolaan untuk peningkatan produktifitas sumber daya lahan,

perlu diberikan energi kepada lahan – lahan pertanian, antara lain

dengan penambahan bahan organik dan pemupukan (Widjaya-Adhi

dan Sudjadi, 1987 dalam Helmi (2010).

Penambahan bahan organik ke tanah akan berpengaruh terhadap

sifat fisik, kimia, dan biologi tanah secara simultan pengaruhnya

adalah memperbaiki aerase tanah, menambah kemampuan tanah

menahan unsur hara, meningkatkan kapasitas menahan air,

meningkatkan daya sanggah tanah, sebagai sumber unsur hara dan

sumber energi bagi mikroorganisme tanah (Hardjowigeno, 2003).

b. Tanah Alluvial

Tanah alluvial seperti halnya dengan tanah regosol yang

merupakan salah satu jenis tanah yang termasuk kedalam ordo

entisol („ent‟= recent, baru). Salah satu jenis tanah yang termasuk

(33)

terdapat di Desa Paingan. Pada jenis tanah ini dapat diusahakan

dengan baik pertanaman padi sawah, palawija, nanas dan tanaman –

tanaman lainnya. Pada jenis tanah ini memiliki pH yang rendah

dapat dikendalikan dengan mengusahakan tanah agar selalu penuh

air (Harini, 2014).

3. Komposisi Media Tanam

Komposisi dalam media tanam perlu diperhatikan. Menurut

Haryoto (2009) komposisi campuran media tanam antara pasir dan

tanah yaitu dengan perbandingan 1 : 1. Perbandingan tersebut dapat

dikatakan memiliki komposisi yang sama besar antara ketersediaan

tanah dengan pasir. Pada suatu penelitian Mulyati (2009) yang juga

meneliti pengaruh kandungan campuran pasir terhadap persemaian

tanaman cabai rawit terhadap penyakit rebah kecambah ( Sclerotium

rolfsii Sacc), bahwa pada komposisi antara pasir dan tanah yang

memiliki perbandingan 1 : 1 menunjukkan pengaruh yang baik

terhadap infeksi patogen rebah kecambah. Oleh karena itu dapat

dikatakan bahwa komposisi yang baik terhadap pertumbuhan dan

produksi cabai rawit yaitu pada perbandingan 50 : 50 yang memiliki

komposisi seimbang antara pasir dan tanah.

B. Pupuk Organik

Pupuk ialah bahan yang diberikan ke dalam tanah baik yang organik

(34)

unsur hara dari dalam tanah dan bertujuan untuk meningkatkan produksi

tanaman dalam keadaan faktor keliling atau lingkungan yang baik

(Sutedjo, 2010).

Pupuk organik adalah pupuk yang diproses dari limbah organik seperti

kotoran hewan, sampah, sisa tanaman, serbuk gergaji kayu, lumpur aktif,

yang kualitasnya tergantung dari proses (tindakan) yang diberikan

(Yulipriyanto, 2010). Sedangkan dalam Permentan No. 2 / Pert / Hk .

060 / 2 / 2006, tentang pupuk organik dan pembenahan tanah,

dikemukakan bahwa pupuk organik adalah pupuk yang sebagian besar

atau seluruhnya terdiri atas bahan organik yang berasal dari tanaman dan

atau hewan yang telah melalui proses rekayasa, dapat berbentuk padat atau

cair yang digunakan untuk memperbaiki sifat fisik, kimia, dan, biologi

tanah. Oleh karena itu, dapat dikatakan pupuk organik merupakan pupuk

yang ramah lingkungan karena dengan memanfaatkan limbah yang berasal

hewani maupun nabati guna untuk meperbaiki sifat fisik, kimia, maupun

biologi terhadap tanah, khususnya pada tanah yang kurang subur. Pupuk

organik memiliki banyak jenis, namun secara umum dapat dibedakan

menjadi 3 yaitu :

1. Pupuk Kandang

Pupuk kandang merupakan pupuk yang berasal dari kotoran beserta

dengan urinnya baik dari hewan mamalia (contohnya : sapi, kerbau,

dan kambing), maupun unggas (contohnya : ayam dan burung puyuh).

(35)

N-organik tanah dan merangsang bakteri atau fungi tanah. Adapun

kandungan unsur hara yang terdapat pada pupuk kandang yang terdiri

dari unsur – unsur makro ( Nitrogen, Fosfor, Kalium, dsb.) dan unsur

– unsur mikro (kalsium, magnesium, tembaga, serta sejumlah kecil

mangan, tembaga, borium, dll) yang kesemuanya membentuk pupuk,

menyediakan unsur – unsur atau zat – zat makanan bagi kepentingan

pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Yulipriyanto, 2011).

Sutedjo (2010) menyatakan bahwa pupuk kandang dapat berupa bahan

padat maupun cair. Pada hewan sapi perah bahan cair mengandung zat

N dan K yang lebih besar presentasenya apabila dibandingkan dengan

bahan padat. Sebaliknya bahan padat presentase zat P lebih banyak

apabila dbandingkan pada bahan cair. Hal tersebut dapat

dikemukakan suatu kenyataan yang terdapat pada sapi perah :

Tabel 1. Persentase Kandungan Unsur pada Hewan Sapi

Macam Bahan

Persentase Kandungan

Unsur – Unsur

N (%) P (%) K (%)

Pada susunya 25 28 10

Pada pupuk cair 58 3 75

(36)

2. Pupuk Hijau

Pupuk hijau adalah tanaman atau bagian – bagian tanaman yang

masih muda terutama yang termasuk famili Leguminosa, yang

dibenamkan ke dalam tanah dengan maksud agar dapat meningkatkan

tersedianya bahan – bahan organik dan unsur - unsur hara bagi

pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang diusahakan. Pupuk

hijau dapat digunakan sebagai mulsa. Tanaman – tanaman legum yang

telah dicabut atau bagian – bagian hasil pangkasnya sangat baik

dijadikan sebagai bahan pemulsa tanah permukaan. Hal tersebut telah

terbukti pupuk hijau dapat menguntungkan khususnya dalam usaha

mempertahankan tingkat produktifitas tanah (Sutedjo, 2010).

3. Pupuk Kompos

Kompos adalah suatu produk yang stabil dan sehat yang diperoleh

dari pengomposan limbahorganik padat yang mudah didegradasi

secara biologis, bebas dari logam berat, kaca, plastik, kadang-kadang

bahan – bahan seluloitik dengan pH sekitar 8 dan merupakan proses

mikrobiologis (Yulipriyanto, 2010).

Pembuatan kompos pada hakikatnya ialah memupukkan bahan –

bahan organik dan membiarkannya terurai menjadi bahan – bahan

yang mempunyai perbandingan C/N yang rendah sebelum digunakan

(Sutedjo, 2010).

Selain ketiga macam pupuk organik yang telah dikembangkan di dunia

(37)

dari misalnya : limbah dapur. Salah satu jenis limbah dapur organik yang

sering dihasilkan oleh para ibu rumah tangga adalah sisa – sisa sayur –

sayuran ataupun sisa – sisa buah-buahan. Limbah organik tersebut

tentunya akan menjadi bermanfaat apabila dijadikan sebagai pupuk

organik cair yang diberikan pada tanaman.

Menurut Alida (2013) limbah dapur yang dijadikan sebagai pupuk

organik cair dapat meningkatkan pertumbuhan suatu tanaman. Hal tersebut

dikarenakan pemberian pupuk organik cair dapat meningkatkan

kandungan unsur N sehingga akan menyebabkan terjadinya perombakan

bahan organik tanah menjadi protein yang diperlukan untuk pertumbuhan

tanaman. Sutedjo (2010), menyatakan bahwa nitrogen (N) berasal dari

organik (sisa-sia tanaman / sampah tanaman) yang melapuk. Oleh karena

itu dapat dikatakan selain urin sapi yang memiliki kandungan unsur N

yang tinggi, sampah / limbah tanaman yang melapuk juga memiliki

kandungan unsur N yang dapat menyuburkan tanaman sehingga tanah

tersebut mampu untuk pertumbuhan tanaman dan dapat memberikan hasil

dalam bentuk berupa pupuk organik cair.

C. Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutenscens) 1. Taksonomi Tanaman Cabai rawit

Tanaman cabai rawit adalah salah satu tanaman yang merupakan

tumbuhan yang berasal dari genus Capsicum. Tanaman cabai ini

(38)

subtropis. Menurut Rukmana (2002) adapun klasifikasi dari tanaman

cabai rawit (Capsicum frutenscens) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan)

Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji)

Subdivisi : Angiosperma (berbiji tertutup)

Kelas : Dicotyledoneae (biji berkeping dua)

Sub Kelas : Metachlamidae

Ordo : Tubiflorae

Famili : Solanaceae

Genus : Capsicum

Spesies : Capsicum frutenscens Linn.

2. Morfologi Tanaman Cabai Rawit

Tanaman cabai merupakan tanaman yang berbentu perdu atau

setengah perdu. Jenis tanaman cabai yang banyak dikenal dan

dibudidayakan di Indonesia selain cabai rawit diantaranya adalah cabai

merah, cabai keriting, paprika, dan cabai hias. Menurut Haryoto (2009)

menyatakan bahwa diantara jenis cabai lainnya, tanaman cabai rawit

termasuk yang berumur paling panjang, bisa mencapai tahunan,

sehingga dapat dikategorikan sebagai tanaman tahunan. Ciri-ciri atau

morfologi pada tanaman cabai pada umumnya dapat dilihat sebagai

(39)

a. Akar (Radix)

Sistem perakarannya agak menyebar, diawali dengan akar

tunggang yang sangat kuat, kemudian cabang-cabang akar, dan

secara terus menerus tumbuh akar-akar rambut. Karakteristik tipe

perakaran cabai rawit dapat dapat diamati pada stadium bibit dan

stadium tanaman muda di lapangan (kebun). Perakaran stadium

bibit yang akan dipindahkan ke kebun, dapat mengalami

kerusakan,tetapi akar-akar samping akan berkembang dari akar

utama. Akar-akar baru akan terus dibentuk dari akar utama pada

stadium tanaman muda sampai dewasa. Kedua arah pertumbuhan

akar tersebut dinamai “diarchous root system”, artinya dua arah

sistem perakaran yang berlawanan (Rukmana, 2002).

b. Batang (Caulis)

Batang tanaman cabai rawit memiliki struktur tegak dan

berkayu. Kulit batangnya tipis sampai agak tebal. Pada stadium

tanaman muda kulit berwarna hijau, kemudian berubah menjadi

hijau kecokelat-cokelatan setelah memasuki stadium tua

(dewasa).Batang tanaman ini berbentuk bulat, halus dan bercabang

banyak. Batang ini berfungsi sebagai tempat keluarnya cabang,

tunas, daun, bunga, dan buah (Rukmana, 2002) .

c. Cabang (Ramus)

Tipe percabangan tanaman cabai rawit umumnya tegak atau

(40)

spesiesnya. Cabang terdiri atas cabang biasa, ranting (ramulus),

dan cabang wiwilan atau tunas liar. Percabangan terbentuk setelah

batang tanaman mencapai ketinggian bekisar antara 30-45 cm

(Rukmana, 2002).

d. Daun (Folium)

Daun cabai memiliki bentuk yang amat bervariasi, mulai dari

lancip sampai bulat bulat telur dengan ujung runcing dan tepi daun

rata (tidak bergerigi / berlekuk). Daun berwarna hijau atau hijau

tua, mengilap, tumbuh pada tunas – tunas samping berurutan atau

tersusun secara spiral pada batang utama. Ukuran daun lebih kecil

dibandingkan dengan daun tanaman cabai besar. Daun merupakan

daun tunggal dengan kedudukan agak mendatar, memiliki tulang

daun menyirip dan tangkai tunggal yang melekat pada batang atau

cabang. Jumlah daun cukup banyak sehingga tanaman tampak

rimbun (Rukmana, 2002).

e. Bunga (Flos)

Bunga tanaman cabai rawit merupakan bunga tunggal yang

berbentuk bintang. Bunga tumbuh menunduk pada ketiak daun

dengan mahkota bunga berwarna putih. Struktur bunga mempunyai

5 – 6 helai mahkota, 5 helai daun bunga, 1 putik (stigma) dengan

kepala putik berbentuk bulat, 5 – 8 helai benang sari dengan kepala

sari berbentuk lonjong dan berwarna biru keungu – unguan.

(41)

kuning mengilap. Dalam satu kotak sari berkembang 11.000 –

18.000 butir tepung sari. Penyerbukan bunganya termasuk

penyerbukan sendiri (selfpollinated crop), namun dapat juga terjadi

secara silang. Penyerbukan silang di lapangan dilakukan oleh

serangga dan angin (Rukmana, 2002).

Bakal buah (ovarium) berbentuk hampir bulat, tetapi

kadang-kadang berubah mengikuti proses pembentukan buah. Dari proses

penyerbukan akan dihasilkan buah (Rukmana, 2002).

f. Buah (Fructus)

Buah cabai rawit akan terbentuk setelah terjadi penyerbukan.

Buah memiliki keanekaragaman dalam hal ukuran, bentuk, warna

dan rasa buah. Buah cabai rawit dapat berbentuk bulat pendek

dengan ujung runcing / berbentuk kerucut. Ukuran buah bervariasi,

menurut jenisnya cabai rawit yang kecil-kecil memiliki ukuran

panjang antara 2-2,5 cm dan lebar 5 mm. Sedangkan cabai rawit

yang agak besar memiliki ukuran 3,5 cm dan lebar mencapai 12

mm. Warna buah cabai rawit bervariasi, buah muda berwarna hijau

atau putih sedangkan buah yang telah masak berwarna merah

menyala atau warna merah jingga (merah agak kuning). Pada saat

masih muda,rasa buah cabai rawit kurang pedas, tetapi setelah

(42)

g. Biji (Semen)

Biji cabai rawit berwarna kuning padi, melekat didalam buah

pada papan biji (placenta). Biji terdiri atas kulit biji

(spermodermis), tali pusat (funiculus) dan inti biji (nucleus

seminis) (Rukmana, 2002).

3. Jenis dan Varietas Tanaman Cabai Rawit

Menurut Rukmana (2002) berdasarkan tampilan buahnya, cabai

rawit dibedakan menjadi tiga jenis sebagai berikut :

a. Cabai Rawit Jemprit

Ciri – ciri buah cabai rawit jemprit adalah kecil dan pendek,

berdiri tegak pada ketiak – ketiak daun. Buah memiliki panjang 1 –

2 cm dan lebar atau diameter 0,5 cm – 1 cm. Buah yang masih

muda berwarna hijau dan setelah tua (masak) berubah enjadi merah

tua. Rasa sangat pedas, hingga dapat merangsang selaput gendang

telinga.

b. Cabai Rawit Cengek

Ciri – ciri buah cabai rawit cengek adalah panjang dan

langsing, lebih besar daripada cabai rawit jemprit, berdiri tegak

pada ketiak- ketiak daun. Buah memilki panjang 4 cm – 6 cm dan

lebar (diamater) 1 cm – 1,5 cm. Buah muda berwarna putih, tetapi

setelah tua (matang) berubah menjadi merah kekuning – kuningan.

(43)

c. Cabai Rawit Ceplik

Ciri – ciri buah cabai rawit ceplik adalah agak besar dan

gemuk. Berukuran panjang 3 cm – 4 cm, lebar 1,0 cm – 1,5 cm,

lebih besar daripada cabai jemprit. Buah muda berwarna hijau,

tetapi setelah tua berubah menjadi merah tua. Rasanya cukup

pedas, tetapi tidak sepedas cabai jemprit.

Menurut Prajnanta (2012), di Indonesia ada beberapa varietas cabai

rawit yang lebih banyak beredar dipasaran. Berikut beberapa varietas

cabai rawit yang sangat cocok ditanami di kawasan Indonesia :

a. Nirmala

Varietas ini merupakan cabai rawit hibrida dengan warna dasar

kuning dan menjadi merah pada saat tua. Cabai ini mempunyai

pertumbuhan tanaman yang sangat seragam, berbuah banyak, dan

sangat bagus untuk disambal.

(44)

b. Santika

Varietas ini merupakan cabai rawit hibrida dengan warna dasar

hijau dan menjadi merah pada saat tua. Cabai ini mempunyai

ukuran kecil dan cocok sebagai teman makan gorengan

Gb.2. Gambar Cabai Varietas Santika

c. Sonar

Cabai rawit hibrida ini beradaptasi luas di dataran rendah

sampai tinggi dan mudah dalam perawatannya. Tanaman tegak

dengan ruas pendek dan berbuah sangat lebat. Buah berwarna hijau

gelap saat muda dan berubah menjadi merah mengilap setelah

masak. Buah berukuran panjang ± 5,5 cm, diameter ± 0,6 cm, dan

rasanya sangat pedas. Umur panen ± 73 HST dengan potensi hasil

(45)

Gb.3. Gambar Cabai Varietas Sonar

d. Cakra putih

Cabai ini termasuk cabai rawit bukan hibrida. Buah berwarna

putih kekuningan yang berubah merah cerah saat masak.

Pertumbuhan tanaman sangat kuat dengan membentuk banyak

percabangan. Posisi buah tegak ke atas dengan bentuk agak pipih

dan rasanya sangat pedas. Varietas ini dapat dipanen pada umur ±

105 HST dengan potensi hasil ± 12 ton per ha. Cakra putih tahan

serangan penyakit antraknosa. Buah ini memiliki panjang ±

3cm,diameter ± 0,75 cm, dan rasanya pedas.

e. Cakra hijau

Varietas cabai rawit bukan hibrida ini mampu beradaptasi baik

di dataran rendah maupun tinggi. Saat masih muda buahnya

berwarna hijau dan setelah masak berubah menjadi merah. Potensi

hasilnya 600 g/tanaman atau 12 ton/ha. Rasa buahnya pedas dan

(46)

cabai. Buah memiliki ukuran panjang ± 3 cm, diameter ± 0,75 cm,

dan rasanya sangat pedas. Umur panen ± 85-90 HST.

4. Syarat Tumbuh Tanaman Cabai

Tanaman cabai rawit (Capsicum frutescens) merupakan salah satu

tanaman yang tumbuh dan dikembangkan di daerah tropis terutama

sekitar khatulistiwa. Cabai rawit sangat cocok ditanam di dataran

rendah dengan ketinggian 200 - 500 meter di atas permukaan laut

(dpl) (Haryanto, 2009). Namun, menurut Rukmana (2002)

berdasarkan ketinggian tempatnya, tanaman cabai rawit dapat

dibudidayakan di Indonesia atas tiga daerah sentrum sayuran, yaitu

daerah rendah (0 m – 200 m dpl.), dataran menengah (201 m – 700 m

dpl.) dan dataran tinggi (lebih dari 700 m dpl.). Di Pulau Jawa, lahan

penanaman cabai meliputi 56 % dataran rendah, 18 % dataran

menengah (medium), dan 26 % di dataran tinggi.

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa di dataran tinggi,

tanaman cabai rawit masih dapat tumbuh, hanya saja periode

panennya lebih sedikit dibandingkan dataran rendah. Oleh karena itu

tidak menutup kemungkinang tanaman cabai yang dibudidayakan di

daerah dataran tinggi memiliki produksi biji pada buah cabai rawit

lebih sedikit dibandingkan tanaman cabai yang ditanam di daerah

(47)

Selain memperhatikan lokasi atau tempat yang cocok untuk

dilakukan budidaya tanaman cabai rawit, adapun hal – hal lain yang

perlu diperhatikan yaitu :

a. Keadaan Iklim

Menurut Rukmana (2002) faktor iklim yang mempengaruhi

pertumbuhan dan produksi cabai rawit adalah suhu udara, sinar

matahari, kelembapan, curah hujan dn tipe iklim. Tanaman cabai

rawit dapat tumbuh optimal pada daerah yang mempunyai kisaran

suhu udara antara 18°C - 27°C. Pertumbuhan dan pembungaan

cabai rawit membutuhkan suhu udara antara 21°C - 27°C dan suhu

untuk pembuahan antara 15,5°C – 21°C. Daerah yang mempunyai

suhu udara 16°C pada malam hari dan minimal 23°C pada siang

hari sangat cocok bagi pertumbuhan cabai rawit. Bila suhu udara

malam hari di bawah 16°C dan siang hari di atas 32°C, proses

pembungaan dan pembuahan tanaman cabai rawit akan mengalami

kegagalan.

Curah hujan dan kelembapan yang terlalu tinggi, serta iklim

yang basah sangat tidakdi kehendaki oleh tanaman cabai rawit.

Hal ini dikarenakan apabila pada keadaan tersebut tanaman akan

mudah terserang penyakit, terutama oleh cendawan (fungi). Oleh

karena itu, menurut Rukmana (2002) mengatakan bahwa

kelembaban udara yang baik bagi pertumbuhan tanaman cabai

(48)

mm – 1.250 mm mm per tahun. Curah hujan yang terlalu tinggi,

dapat menyebabkan gagalnya pembentukan bunga dan buah

sedangkan kelembapan yang terlalu rendah dengan suhu udara

yang tinggi dapat menghambat pertumbuhan tunas, bunga, dan

buah.

b. Keadaan Tanah

Tanah yang perlu diperhatikan dalam penanaman tanaman

cabai rawit diantaranya adalah jenis tanah serta reaksi tanah (pH).

Tanaman cabai rawit biasanya cepat berbuah (menghasilkan) pada

tanah lempung berpasir. Sedangkan kisaran pH yang baik agar

tanaman dapat tumbuh dengan subur ialah 5,5 – 6,5.

5. Perawatan Tanaman Cabai Rawit

Setiap tanaman membutuhkan perawatan agar dapat tumbuh

dengan baik. Untuk itu ada beberapa yang perlu dilakukan dalam

perawatan tanaman cabai, ialah :

a. Penyiraman

Setiap tanaman tentu membutuhkan air dalam masa

pertumbuhan dan produksi. Sehingga diusahakan tanaman dijaga

jangan sampai terjadi kekeringan. Menurut Haryoto (2009)

penyiraman yang baik dilakukan 1-2 kali sehari dan waktu

(49)

09.00 dan sore sesudah pukul 15.00. Penyiraman tanaman dengan

air sebaiknya dilakukan hingga media tanaman basah merata.

Air merupakan salah satu unsur yang sangat penting bagi setiap

tanaman, untuk itu dapat dipaparkan mengenai peranan air

khususnya dalam membantu perkembangan lapisan tanah yaitu :

1) Air sangat penting untuk kehidupan tumbuhan dan untuk bagia

terbesar reaksi kimia dimana terjadi pemecahan mineral.

2) Air dapat mempengaruhi watak horizon tanah. Jika air mudah

berpindah dari tempat yang satu ke tempat yang lain

meninggalkan daerah penghancuran yang mengandung

mineral dan unsur hara yang dioksidasikan, maka air tidak

akan menjadi penghalang bagi akar – akar yang sedang

menembus tanah ( Yulipriyanto, 2010)

3) Untuk pembentukan glukosa dalam rangka fotosintesis,

penegak setiap bagian tanaman, pengatur tekanan turgor dan

penyusunan rotoplasma (Daniel, 1979 dan Rismunandar, 1990)

dalam Siahaya (2007).

b. Pemupukan

Kegiatan pemupukan dilakukan bertujuan untuk menyediakan

unsur hara yang cukup sesuai kebutuhan tanaman. Apabila,

peninjauan pada fase pertumbuhan, seperti tanaman pada

umumnya tanaman cabai pun memerlukan suplai unsur nitrogen

(50)

produktif – berbungan dan berbuah diperlukan tambahan unsur

fosfor (P) dan kalium (K) (Haryoto, 2009).

c. Pemasangan Turus (Ajir)

Pemasangan turus (ajir) dilakukan agar memperkokoh batang

tanaman cabai untuk menyangga percabangan, daun, serta buah

yang lebat. Ajir dapat menggunakan bilah bambu setinggi 100 cm

dengan lebar 3-4 cm. Pemasangan ajir dpiasang ketika tanaman

sudah besar dan dirasa tidak cukup kuat berdiri tegak. Hal perlu

diperhatkan dalam pemasangan ajir adalah dalam melakukan

penancapan ajir harus hati – hati karena dapat merusak akar

tanaman (Haryoto, 2009).

d. Penyiangan

Munculnya rumput atau tumbuhan liar pada media tanam baik

dalam pot maupun polybag perlu disiangi secara rutin. Apabila

dibiarkan, maka gulma tersebut akan menyerap sari – sari

makanan yang seharusnya hanya untuk kebutuhan tanaman cabai

rawit. Akibatnya, pertumbuhan tanaman cabai rawit dapat

terganggu dikarenakan terus bertumbuhnya gulma sehingga terjadi

perebutan makanan (Haryoto, 2009).

e. Pemangkasan

Pemangkasan dilakukan terhadap tunas samping yang muncul

pada batang tanaman sebelum fase pembungaan. Pemangkasan

(51)

polybag dapat berproduksi secara optimal. Menurut Haryoto

(2009) pemangkasan tunas samping dilakukan 2-3 kali hingga

terbentuk percabangan utama, ditandai dengan munculnya bunga

pertama. Pemangkasan dapat dilakukan langsung dengan tangan

atau gunting tajam. Selain tunas samping, pemangkasan dilakukan

pula terhadap daun – daun dibawah cabang utama, daun kuning,

atau daun yang terserang hama / penyakit yang parah (Haryoto,

2009).

6. Hama dan Penyakit Tanaman Cabai Rawit

a. Hama Tanaman Cabai Rawit

Menurut Haryoto (2009) hama adalah semua binatang yang

mengganggu dan merugikan tanaman yang diusahakan manusia.

Sebagian besar hama yang dijumpai oleh tanaman cabai rawit ialah

berupa kutu, serangga, ulat, dan kumbang.

Diantaranya hama yang memungkinkan menyerang tanaman cabai

rawit :

1) Kutu daun Persik (Myzus persicae Sulz.)

Ciri – ciri pada hama ini adalah sebagai berikut :

a) Ukuran kutu daun yang sangat kecil, yang dewasa besarnya

sekitar 2 mm (Haryoto, 2009), selain itu mempunyai

sepasang antena yang panjang, dan pada ujung abdomennya

(52)

b) Serangga dewasa memiliki dua bentuk, yaitu kutu daun

bersayap (alatae) yang berwarna hitam,serta tidak bersayap

(apterae) yang berwarna bervariasi merah, kuning, dan hijau.

c) Hama ini berkembangbiak secara tak kawin (partenogenesis)

d) Lama periode nimfa lebih kurang 6 hari, sedangkan

imagonya 6-17 hari. Selama hidupnya, imago mampu

melahirkan 32 nimfa.

e) Siklus hidup hama ini berkisar antara 6 – 7 hari (Rukmana,

2002)

Menurut Rukmana (2002) adapun gejala serangan yang

ditimbulkan olehkutu daun persik, adalah sebagai berikut :

a) Kutu daun persik menyerang tanaman inang dengan cara

mengisap cairan daun. Gejala serangan ditandai dengan daun

yang menjadi keriput, berwarna kekuning – kuningan,

terpuntir, dan pertumbuhan tanaman terhambat (kerdil).

b) Serangan berat dapat menyebabkan tanaman kayu, daun

mengering seperti terbakar sinar matahari,dan akhirnya

tanaman mati.

c) Kutu daun persik menyebabkan kerugian secara tidak

langsung, karena peranannya lebih sebagai vektor penyakit

(53)

2) Thrips (Thrips parvispinus Karny)

Hama thrips merupakan hama yang berukuran kecil. Thrips

yang telah dewasa sekitar 1 mm panjangnya. Warna hama ini

kuning – cokelat kehitaman. Binatang kecil ini berkembang biak

secara partnogenesis, tanpa pembuahan telur. Serangga tersebut

meletakkan telurnya di permukaan daun secara terpencar. Hama

thrip menyerang daun tanaman, terutama daun – daun

muda.Serangga ini kadang – kadang juga berperan sebagai vektor

(penular penyakit yang disebabkan oleh virus).

Ledakan populasi hama ini terjadi pada musim kemarau. Jika

terjadi pada musim kemarau. Jika terjadi hujan lebat, jumahnya

agak berkurang dengan sendirinya. Penyebaran hama ini

berlangsung cepat atas bantuan angin ataupun manusia. Ciri – ciri

tanaman yang terserang hama thrips mula – mula timbul bintik –

bintik putih keperakan, mirip bekas tusukan jarum. Noda yang tak

beraturan ini akibat dimakan serangga tersebut. Beberapa waktu

kemudian, noda tersebut berubah warna menjadi cokelat tembaga.

Akibat selanjutnya, daun yang terisap cairannya akan keriput dan

menggulung keatas. Helaian daun dan pucuk yang terserang akan

mengeriting, berwarna cokelat, dan akhirnya mati (Haryoto, 2009)

3) Tungau Teh Kuning (Polyphagotarsonemus latus Banks.)

Tungau teh kuning memiliki ukuran panjang lebih kurang 0, 25

(54)

kekuning – kuningan, dan kaki langsing yang mampu bergerak

dengan lincah (cepat). Telurnya berukuran kecil, berdiameter lebih

kurang 0,1 mm, berwarna kemerah – merahan, yang diletakkan

secara tunggal atau berkelompok pada permukaan bawah daun atau

celah – celah ranting. Nimfanya terlihat berwarna putih dan

transparan (tembus cahaya). Siklus hidupnya berlangsung selama

lebih kurang 6 minggu.

Gejala serangan yang ditimbulkan oleh tungau teh kuning

biasanya menyerang daun – daun muda (pucuk) yang biasanya

menunjukkan perubahan warna dari hijau menjadi cokelat

mengilap pada permukaan bagian bawah. Kemudian daun akan

menjadi kaku dan melengkung ke bawah, menyerupai sendok

terbalik. Akibatnya, pertumbuhan pucuk terhambat, kemudian

berubah warna menjadi cokelat seperti terbakar, dan akhurnya

daun menjadi rontok (Rukmana, 2002).

4) Ulat Grayak (Spodoptera litura Fabricius)

Hama ini disebut ulat grayak sebab selalu beramai – ramai jika

menyerbu tanaman, menjarah bareng layaknya perampok (Jawa:

grayak ). Serangannya terjadi pada malam hari sehingga pagi

harinya tanaman sudah rusak.

Ciri – ciri ulat grayak yaitu memiliki panjang sekitar 5 cm

pada saat berumur 2 minggu. Warna ulat bervariasi, yakni hijau

(55)

muda memakan epidermis daun bagian bawah, sedangkan bagian

atasnya ditinggalkannya. Namun,setelah tua serangannya bisa

membabi buta, melahap seluruh bagian daun, ranting, batang muda,

bunga, maupun buah. Stadium ulat berlangsung sekitar 13 – 19

hari, kemudian berkepompong di dalam tanah selama 6 – 10 hari,

dan akhirnya berubah wujud menjadi ngengat.

Serangan awal ulat grayak ditandai dengan adanya bercak

putih yang menerawang pada daun bagian bawah yang dilahapnya.

Tahap berikutnya, serangan dapat mengganas dantanaman menjadi

gundul tanpa daun. Pada tahap ini buah cabai pun ikut diserbu,

ditandai dengan adanya lubang tak beraturan pada permukaan buah

(Haryoto,2009).

5) Lalat Buah (Bactrocera dorsalis Hendel)

Lalat buah dapat menyerang banyak tanaman hortikultura

terutama sayur – sayuran dan buah – buahan, sehingga sulit sekali

dikendalikan. Buah cabai yang terserang oleh lalat buah nantinya

akan menjadi busuk dan berjatuhan ke tanah.

Serangan dilakukan oleh lalat buah betina dewasa yang

meletakkan telurnya dengan menyucukkan ovipositor ke dalam

buah cabai dan stadia yang merusak buah adalah larva. Larva lalat

buah berkembang di dalam buah cabai, sehingga menyebabkan

buah menjadi rusak. Kerusakan yang diakibatkan hama ini akan

(56)

diinginkan, sehingga produksi baik kualitas maupun kuantitasnya

menurun (Balitsa, 2014).

b. Penyakit Tanaman Cabai Rawit

1) Patek atau Antraknosa

Penyakit ini disebabkan oleh serangga cendawan atau jamur

Colletrotricum capsici atau Gloesporium piperatum.

Serangannya sangat mengganas di kala musim hujan.

Cendawan C. capsici menginfeksi cabai dengan membentuk

bercak hitam kecokelatan yang kemudian meluas menjadi

busuk lunak. Gejalanya terjadi apabila pada fase pembibitan

penyakit ini menyebabkan layu kecambah saat disemaikan

sedangkan pada fase dewasa menyebabkan mati pucuk,

serangan pada daun dan batang menyebabkan busuk kering.

Sementara itu apabila serangan berlanjut, maka buah cabai pun

akan juga terserang dengan ciri – ciri buah cabai kering dan

mengerut seperti mummi. Biasanya cendawan G. piperatum

mulai menyerang cabai sejak buah masih hijau dan

menyebabkan mati ujung (die back). Buah cabai yang

terserang cendawan ini tampak berbintik – bintik kuning yang

akan membesar membentuk seperti lingkaran konsetrasi

(57)

2) Penyakit Layu

Penyakit layu merupakan penyakit yang disebabkan oleh

beragam jasad pengganggu , antara lain nematoda, cendawan

(jamur), bakteri dan serangga. Nematoda merupakan jasad

pengganggu tanaman yang berbentuk seperti cacing, tetapi

berukuran sangat kecil, bahkan tidak dapat terlihat oleh mata

telanjang. Nematoda betina meletakkan telur di dalam

perakaran, nematoda ini akan berkembang sehingga

menyebabkan luka. Di dalam perakaran, nematoda ini akan

berkembang sehingga akan menghambat aliran makanan dari

dalam tanah. Akibatnya, tanaman akan tampak segar pada pagi

hari, sedangkan siang harinya akan menjadi layu. Sedangkan

beberapa cendawan seperti Fusarium oxysporum, Verticillium

sp., dan Pellicularia sp. Menyebabkan kelayuan pada cabai

(Prajnanta, 2011).

3) Bercak Daun Serkospora

Penyakit ini disebabkan oleh cendawan Cercospora capsici

Heald & Wolf. Siklus hidup cendawan ini ialah hidup pada

sisa – sisa tanaman dan biji. Penyebaran penyakit ini dibantu

oleh angin, alat – alat pertanian, dan aktivitas pekerja.

Perkembangan penyakit akan dipacu pada kondisi kelembapan

(58)

Gejala serangan penyakit bercak daun serkospora yaitu daun

berbercak – bercak bulat, bagian tengahnya berwarna abu –

abu tua, sedangkan bagian luar berwarna coklat tua, seperti

bintik – bintik yang disebut penyakit “bintik mata kodok”.

Serangan berat menyebabkan daun berbercak mengerng dan

retak, dan akhirnya daun gugur atau jatuh ke tanah (Rukmana,

2002).

4) Penyakit Virus atau Mosaik

Virus yang menyerang tanaman cabai berasal dari virus

yang bisa menyerang tanaman lain, seperti virus mentimun

(Cucumber Mosaic Virus / CMV), virus kentang (Potatto Virus

/ CMV), atau virus tembakau (Tobacco Mosaic Virus/TMV).

Penularan terjadi melalui biji yang tercemar virus, alat – alat

kerja, akar tanaman yang tercemar, manusia, maupun serangga

penular (vektor).

Gejala umum yang tampak antara lain pertumbuhan tanaman

terhambat, ukuran daun mengecil, daun berbelang – belang

hijau tua dan hijau muda, serta tepinya bergelombang

(Haryoto, 2009).

7. Masa Panen

Panen cabai rawit dapat dilakukan pada buah stadium tua masih

(59)

dilakukan pada umur 3 – 4 bulan setelah pindah tanam. Pada buah

cabai rawit stadium tua hijau dilakukan pada buah yang telah

menunjukkan karakteristik ukuran maksimal, struktur buah keras, dan

berwarna tua mengilap. Panen buah cabai rawit yang terlalu muda

akan mengakibatkan buah mudah layu, bobot maksimal belum

tercapai, tidak tahan disimpan, dan rasanya kurang pedas. Sementara,

panen buah cabai rawit stadium matang di pohon dilakukan pada buah

yang berukuran maksimal, struktur buah keras, dan berwarna sampai

merah mengilap. Panen sebaiknya dilakukan pada saat cuaca cerah

atau setelah air habis terhempas dari permukaan kulit buah untuk

mengurangi kontaminasi mikroba pembusuk (Rukmana, 2002).

Pemetikan buah cabai dapat dilakukan dengan tangan langsung atau

memakai gunting tajam. Buah cabai harus dipetik bersama tangkai

buahnya agar cabai tidak mudah layu (Haryoto, 2009).

D. Polybag

Polybag adalah kantong plastik berbentuk segi empat, biasanya

berwarna hitam (ada juga berwarna lain ,misalnya putih) dan diberi lubang

kecil pada setiap sisinya guna untuk sirkulasi air. Polybag digunakan

sebagai pengganti pot. Pemilihan polybag sebagai wadah tanam untuk

budidaya dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dimilikinya seperti, harga

murah; tahan karat; tahan lama; tidah cepat kotor; dan mudah diperoleh

(60)

sangat baik untuk drainase dan aerase sehingga tanaman dapat tumbuh

subur seperti dilahan. Beberapa keuntungan menggunakan polybag, antara

lain :

1. Biaya lebih murah dibandingkan menggunakan pot

2. Lebih mudah dalam perawatan

3. Memudahkan dalam pengontrolan / pengawasan per individu tanaman

bila ada gangguan, misal serangan hama / penyakit, kekurangan unsur

hara

4. Dapat menghemat ruang dan tempat penanaman

5. Komposisi media tanam dapat diatur

(61)

41

BAB III METODOLOGI A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimen dengan

melakukan percobaan terhadap pertumbuhan vegetatif serta hasil produksi

pada tanaman cabai rawit (Capsicum frutenscens) varietas Cempaka, jenis

rawit putih F1 . Adapun dalam penelitian ini terdapat tiga jenis variabel,

yaitu :

1. Variabel bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah penggunaan komposisi

media tanam pasir (regosol)

2. Variabel terikat

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah tinggi batang, jumlah daun,

jumlah buah serta berat basah buah

3. Variabel kontrol

Variabel kontrol dalam penelitian ini adalah umur bibit, jumlah air,

suhu, intensitas cahaya, pemeliharaan, serta penyiraman.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Pendidikan Biologi yang

tepatnya di Desa Paingan, Maguwoharjo, Yogyakarta. Penelitian

dilaksanakan kurang lebih selama empat bulan yaitu pada bulan April

(62)

C. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian RAL (Rancangan Acak

Lengkap). Penelitian dilakukan dengan tiga perlakuan yang dilambangkan

dengan P1 sebagai perlakuan pertama ; P2 sebagai perlakuan kedua ; P3

sebagai perlakuan ketiga serta K sebagai lambang terhadap kontrol. Pada

penelitian ini dilakukan 10 kali pengulangan sehingga seluruhnya

diperoleh 40 satuan percobaan.

D. Pelaksanaan Penelitian

Pengumpulan data dilakukan dengan beberapa tahapan yaitu :

1. Penyiapan lahan

Lahan dipersiapkan untuk dijadikan sebagai tempat peletakkan

polybag – polybag yang berisi tanaman cabai rawit (Capsicum

frutenscens). Persiapan lahan tersebut meliputi pembersihan lahan

serta pemasangan paranet sebagai pelindung tanaman cabai rawit

(Capsicum frutenscens) dari hama penyakit. Lahan tersebut terletak di

Desa Paingan, Maguwoharjo, Sleman, Yogyakarta.

2. Penyiapan media tanam dan polybag

Persiapan yang dilakukan adalah menyiapkan media tanam serta

polybag yang akan digunakan. Polybag yang digunakan adalah

polybag yang berukuran 35 x 35. Media tanam yang dipersiapkan

Gambar

Tabel 2. Pengambilan Data Pertumbuhan Vegetatif..............................................46
Gambar 2. Cabai Varietas Santika.........................................................................24
Grafik 2. Tinggi Tanaman Setiap Minggu.............................................................54
Tabel 1. Persentase Kandungan Unsur pada Hewan Sapi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Interaksi antara media tanam dan pemberian pupuk organik cair berpengaruh tidak nyata tinggi tanaman, jumlah daun, total luas daun, volume akar, panjang tanaman, bobot

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan kombinasi jumlah tanaman per polybag dan komposisi media tanam, berpengaruh nyata terhadap panjang tanaman, jumlah daun

Kesimpulan yang didapat dari hasil penelitian ini yaitu monosodium glutamate (MSG) pengaruh nyata terhadap pertumbuhan diameter batang, jumlah daun, dan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan komposisi media tanam dan nitrogen berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah daun tanaman, luas daun tanaman

Perlakuan dari ketiga media tanam dan sistem fertigasi yang digunakan pada penelitian tersebut merupakan kombinasi yang tepat sehingga berpengaruh terhadap hasil tanaman

Interaksi campuran media tanam dan volume pemberian air menunjukkan hasil berpengaruh tidak nyata terhadap pertambahan tinggi, diameter bonggol, jumlah pelepah daun

Dari hasil pengamatan perbandingan komposisi media tanam (topsoil dan pasir) pada pertumbuhan bibit kakao terhadap pertumbuhan jumlah daun, diameter batang dan tinggi bibit

Pengaruh Media Tanam Campuran terhadap Hasil Ciplukan Data pada Tabel 2, menunjukkan bahwa tanaman ciplukan yang ditanam pada campuran media tanah + pupuk organik + kompos F2; tanah +