• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN DESAIN DIDAKTIS UNTUK MENGATASI LEARNING OBSTACLES MATERI PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN LINEAR SATU VARIABEL PADA SISWA KELAS VII SMP.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGEMBANGAN DESAIN DIDAKTIS UNTUK MENGATASI LEARNING OBSTACLES MATERI PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN LINEAR SATU VARIABEL PADA SISWA KELAS VII SMP."

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR ISI

LEMBAR HAK CIPTA ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

UCAPAN TERIMA KASIH ... v

ABSTRAK ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Definisi Operasional ... 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pembelajaran Matematika ... 10

B. Theory of Didactical Situation (TDS) ... 11

C. Abstraksi ... 18

D. Learning Trajectory ... 19

E. Didactical Design Research (DDR) ... 19

F. Kesulitan Belajar (Learning Obstacle) ... 20

G. Teori-teori Belajar yang Relevan ... 22

H. Penelitian yang Relevan ... 29

BAB III METODE PENELITIAN A. Metode dan Desain Penelitian ... 33

B. Menentukan Subjek Penelitian dan Sumber Data ... 36

(2)

Siti Maryam Rohimah, 2015

PENGEMBANGAN DESAIN DIDAKTIS UNTUK MENGATASI LEARNING OBSTACLES MATERI PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN LINEAR SATU VARIABEL PADA SISWA KELAS VII SMP

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

D. Pengumpulan Data ... 37

E. Teknis Analisis Data ... 38

F. Kriteria Keabsahan Data ... 39

G. Prosedur Penelitian... 41

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Analisis Karakteristik Learning Obstacle ... 43

1. Ontogenic Obstacle ... 44

2. Epistemological Obstacle... 46

3. Didactical Obstacle ... 48

B. Desain Didaktis Hipotetis ... 53

C. Deskripsi Implementasi Desain Didaktis ... 59

1. Deskripsi Implementasi Lesson Design I ... 60

2. Deskripsi Implementasi Lesson Design II ... 66

3. Deskripsi Implementasi Lesson Design III ... 70

4. Deskripsi Implementasi Lesson Design IV ... 72

5. Deskripsi Implementasi Lesson Design V ... 74

6. Deskripsi Implementasi Lesson Design VI ... 77

7. Deskripsi Implementasi Lesson Design VII ... 79

D. Analisis Learning Obstacle Setelah Implementasi ... 81

E. Desain Didaktis Empirik ... 82

F. Pembahasan ... 86

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan ... 95

B. Rekomendasi ... 97

DAFTAR PUSTAKA ... 98

(3)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Jawaban Siswa dalam Menyelesaikan Soal PtLSV ... 3

Gambar 2.1. Diagram Empat Kutub dari Komponen Situasi Didaktis ... 13

Gambar 2.2. Segitiga Didaktis Kansanen ... 13

Gambar 2.3. Segitiga Didaktis yang Dimodifikasi ... 14

Gambar 2.4. Metapedadidaktik Dilihat dari ADP, HD, dan HP ... 15

Gambar 2.5. Situasi pada tahap aksi ... 16

Gambar 2.6. Situasi pada tahap formulasi ... 17

Gambar 2.7. Skema DDR ... 20

Gambar 2.8. Mekanisme Asimilasi dan Akomodasi ... 23

Gambar 2.9. Zone of Proximal Development (ZPD) ... 26

Gambar 3.1. Bagan Prosedur Penelitian ... 42

Gambar 4.1. Temuan (1) ontogenic obstacle dari hasil TKR ... 45

Gambar 4.2. Temuan (2) ontogenic obstacle dari hasil TKR ... 46

Gambar 4.3. Temuan epistemological obstacle dari hasil TKR ... 47

Gambar 4.4. Temuan (1) didactical obstacle dari hasil TKR ... 48

Gambar 4.5. Temuan (2) didactical obstacle dari hasil TKR ... 49

Gambar 4.6. Temuan (3) didactical obstacle dari hasil TKR ... 51

Gambar 4.7. Temuan (4) didactical obstacle dari hasil TKR ... 52

Gambar 4.8. Respons siswa terhadap permasalahan pertama (1) ... 62

Gambar 4.9. Respons siswa terhadap permasalahan kedua (1) ... 65

Gambar 4.10. Respons siswa terhadap permasalahan kedua (2) ... 65

Gambar 4.11. Kesulitan siswa pada lesson design I ... 66

Gambar 4.12. Kesulitan siswa pada lesson design II ... 68

(4)

Siti Maryam Rohimah, 2015

PENGEMBANGAN DESAIN DIDAKTIS UNTUK MENGATASI LEARNING OBSTACLES MATERI PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN LINEAR SATU VARIABEL PADA SISWA KELAS VII SMP

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1

Lampiran 1.1. Kisi-kisi Soal Tes Kemampuan Responden (TKR) ... 101

Lampiran 1.2. Kunci Jawaban dan Skor Soal TKR ... 103

Lampiran 1.3. Format Validasi Ahli Soal TKR ... 106

Lampiran 1.4. Format Uji Keterbacaan Soal TKR ... 113

Lampiran 1.5. Hasil Validasi Ahli Soal TKR ... 115

Lampiran 1.6. Hasil Uji Keterbacaan Soal TKR... 124

Lampiran 1.7. Soal Tes Kemampuan Responden (TKR) ... 134

Lampiran 1.8. Hasil TKR Siswa Kelas VII-A dan Kelas X-MIA-2 ... 136

LAMPIRAN 2 Lampiran 2.1. Learning Trajectory Structural ... 141

Lampiran 2.2. Hypothetical Learning Trajectory ... 142

Lampiran 2.3. Chapter Design ... 144

Lampiran 2.4. Desain Didaktis Hipotetis ... 146

Lampiran 2.5. Lembar Kerja Siswa (LKS) ... 177

LAMPIRAN 3 Lampiran 3.1. Transkip Video Pembelajaran Implementasi Desain... 193

Lampiran 3.2. Desain Didaktis Empirik ... 238

LAMPIRAN 4 Lampiran 4.1. Jawaban LKS dan TKR Akhir Siswa Kelas VII-D ... 269

Lampiran 4.2. Dokumentasi pada Saat Implementasi Desain... 282

Lampiran 4.3. Surat-surat Penelitian ... 284

(5)

ABSTRAK

Siti Maryam Rohimah. (2015). Pengembangan Desain Didaktis untuk Mengatasi

Learning Obstacles Materi Persamaan dan

Pertidaksamaan Linear Satu Variabel pada Siswa Kelas VII SMP.

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan desain didaktis yang dapat mengatasi dan mengurangi learning obstacles yang ditemukan pada materi persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel. Pengembangan desain didaktis pada penelitian ini berdasarkan pada hasil analisis learning obstacles dari Tes Kemampuan Responden (TKR) awal pada siswa yang sudah mempelajari materi persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel, analisis bahan ajar dan RPP yang digunakan pada pembelajaran sebelumnya, dan kajian repersonalisasi peneliti. Berdasarkan hasil analisis ini, disusun desain didaktis hipotesis dengan mempertimbangkan empat aspek, yaitu learning obstacles, learning trajectory siswa, teori situasi didaktis, dan proses abstraksi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan Didactical Design Research (DDR). Subjek pada penelitian ini terdiri dari dua kelompok. Subjek penelitian pada kelompok pertama adalah responden yang mengikuti TKR awal, yaitu siswa yang sudah mendapatkan pelajaran materi persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel sebanyak 37 orang kelas VIII SMP dan 40 orang siswa kelas X-MIA SMA. Subjek penelitian pada kelompok kedua, yaitu siswa kelas VII SMP sebanyak 40 orang yang mendapatkan pembelajaran menggunakan desain didaktis. Analisis hasil implementasi merupakan analisis retrosfektif, yaitu membandingkan prediksi respons dan antisipasi didaktis pedagogis yang disiapkan dengan kenyataan pada saat implementasi. Setelah implementasi desain didaktis, dilakukan TKR akhir yang hasilnya ontogenic obstacle yang ditemukan sebelumnya tidak terjadi lagi. Ada beberapa epistemological obstacle dan didactical obstacle yang berhasil diatasi, adapula beberapa yang masih muncul namun kuantitasnya berkurang. Dari hasil implementasi, disusun desain didaktis empirik yang telah direvisi berdasarkan kenyataan respons siswa pada saat pembelajaran dengan menambah beberapa respons siswa yang sebelumnya di luar prediksi dan mengubah situasi dari beberapa lesson design.

(6)

Siti Maryam Rohimah, 2015

PENGEMBANGAN DESAIN DIDAKTIS UNTUK MENGATASI LEARNING OBSTACLES MATERI PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN LINEAR SATU VARIABEL PADA SISWA KELAS VII SMP

ABSTRACT

Siti Maryam Rohimah. (2015). Development Didactical Design to Solve Learning Obstacles on Material the Linear Equation and Inequalities in One Variable of Class VII SMP.

This study attempts to develop a didactical design that could fix and reduce learning obstacles which is found on material the linear equations and inequalities in one variable. The development of didactical design in this study is based on the first result of analysis of the obstacles to learning in tests the ability of respondents (TKR) of students who have learned the linear equations and inequalities in one variable, analysis of teaching materials and lesson plans used in previous learning, and study of researchers repersonalisasi. Based on the result of analysis hypothesis didactical design formulated by considering four aspects, which are learning obstacles, students learning trajectory, theory of didactical situation and the abstraction process. Methods used in this study is a qualitative methodology with the didactical design research (DDR) approach. The subject at this study composed of two groups. The subject of study in the first group is respondents who involved in the first TKR, they were students who already received lessons of linear equations and inequalities in one variable material they were 37 students of class VIII at SMP and 40 students of class X-MIA at SMA. The subject of the study in the second group were students of class VII at SMP which consist of 40 students who had learning by didactical design. Analysis of implementation results is retrospective analysis, which was comparing the prediction of the response and anticipation didactical pedagogic which prepared with the reality when it is implemented. After the implementation of didactical design done, the final TKR which resulted ontogenic obstacle which discovered before and never happens again. There were epistemological obstacle and didactical obstacle which has been solved, some of them still appear but quantities were reducing. Based on the results of the implementation it is arranged didactical empirical design which has been revised based on student’s responds when learning with add some student’s responds formerly outside the prediction and changes situations of several lesson design.

(7)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Matematika merupakan disiplin ilmu yang mendasari perkembangan

teknologi modern yang mempunyai peranan penting dalam memajukan daya pikir

manusia. Pesatnya perkembangan teknologi modern saat ini dilandasi oleh

perkembangan matematika di bidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori

peluang, dan matematika diskrit. Untuk menguasai dan mencipta teknologi di

masa yang akan datang, diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini

(BSNP, 2006, hlm. 345).

Bagian penting dalam mempelajari matematika adalah proses pembelajaran

matematika itu sendiri. Jaworksy (Sulistiawati, 2012, hlm. 3) menyatakan bahwa

penyelenggaraan pembelajaran matematika tidaklah mudah karena fakta

menunjukkan siswa mengalami kesulitan dalam mempelajari matematika.

Kesulitan dalam mempelajari matematika inilah yang menyebabkan siswa

mempunyai kemampuan rendah dalam bidang studi matematika.

Hal ini terungkap dalam hasil Programme for International Student

Assessment (PISA) tahun 2012 (OECD, 2014, hlm. 19) kemampuan matematika

siswa SMP Indonesia berada pada peringkat ke-64 dari 65 negara. Salah satu soal

yang diujikan pada PISA adalah materi aljabar (termasuk di dalamnya persamaan

dan pertidaksamaan linear satu variabel). Rendahnya kemampuan siswa dalam

materi aljabar, khususnya persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel

dapat diketahui juga dari hasil Trends in International Mathematics and Science

Study (TIMSS) tahun 2011 yang menyatakan bahwa kemampuan matematika

siswa SMP Indonesia berada pada peringkat ke-38 dari 42 negara dan kemampuan

siswa dalam memecahkan soal bentuk pertidaksamaan linear satu variabel seperti 9� − < � + , Indonesia berada pada peringkat ke-33 dari 42 negara (TIMSS, 2011, hlm. 137). Oleh karena itu, materi persamaan dan pertidaksamaan linear

satu variabel penting untuk dikuasai siswa dengan baik.

Pengembangan desain didaktis mempunyai peranan penting dalam belajar

(8)

2

Siti Maryam Rohimah, 2015

PENGEMBANGAN DESAIN DIDAKTIS UNTUK MENGATASI LEARNING OBSTACLES MATERI PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN LINEAR SATU VARIABEL PADA SISWA KELAS VII SMP bagaimana siswa melakukan pembelajaran di kelas (Suryadi, 2010, hlm. 6). Bahan

ajar merupakan salah satu komponen dalam pembelajaran yang mendukung dalam

situasi didaktis. Bahan ajar yang dibuat harus ada alternatif pembelajaran untuk

mengantisipasi munculnya masalah dalam pembelajaran, yang menggambarkan

adanya upaya untuk memfasilitasi lintasan belajar (learning trajectory) alur

belajar anak.

Namun, kenyataan di lapangan, bahan ajar materi persamaan dan

pertidaksamaan linear satu variabel masih menimbulkan learning obstacles.

Pertidaksamaan Linear Satu Variabel (PtLSV) biasanya diperkenalkan pada siswa

di sekolah setelah Persamaan Linear Satu Variabel (PLSV) dengan cara

penyelesaian masalah yang sama, yang membedakan hanya hasil akhir dari PLSV

memiliki satu himpunan penyelesaian dan PtLSV memiliki banyak himpunan

penyelesaian. Menurut Bagni (2005, hlm. 1), teknik dalam penyelesaian masalah

pada persamaan bila diterapkan pada masalah pertidaksamaan dapat menyebabkan

hasil yang salah, sehingga kaitan antara persamaan dan pertidaksamaan dalam

penyelesaian masalahnya tidak hanya sekedar pada hasil himpunan

penyelesaiannya.

Sebagai contoh (Bagni, 2005, hlm. 1), jika "� + = " (persamaan) kita

nyatakan bahwa � + adalah sama dengan 5, maka benar bahwa hanya � =

yang memenuhi solusi persamaan tersebut. Jika kita menuliskan " + = "

maka kalimat tersebut akan selalu benar untuk semua nilai variabel dalam

persamaan seperti " � + � = �". Dari sudat pandang logika, " + = "

adalah kalimat yang mengungkapkan proposisi dengan nilai kebenaran “benar”,

sementara "� + = " adalah kalimat yang mengungkapkan proposisi dengan

nilai kebenarannya harus dibuktikan telebih dahulu, artinya nilai kebenarannya

”benar” atau “salah” bergantung pada nilai variabel � yang ditentukan. Namun, pada bentuk pertidaksamaan misalnya "� + < ", kita nyatakan bahwa � +

kurang dari 5 jika dan hanya jika � < . Baik dari sudut pandang logika maupun

(9)

3

Berdasarkan penjelasan di atas, persamaan dan pertidaksamaan tidak hanya

terlihat dari tanda yang berbeda tetapi pemahaman dari konsep keduanya haruslah

dipahami dengan baik, sehingga diharapkan tidak akan muncul kesalahan seperti

pada penyelesaian soal berikut (Bicer, A., Capcaro, R. M., & Capcarro, M. M.,

2013, hlm. 7):

Gambar 1.1. Jawaban siswa dalam menyelesaikan soal PtLSV

Penyelesaian soal yang dikerjakan siswa tersebut cenderung menyelesaikan

konsep PtLSV dengan menggunakan konsep PLSV terlebih dahulu, sehingga

menimbulkan kesalahan penafsiran ketika tanda persamaan diubah kembali ke

bentuk pertidaksamaan. Hal ini berdampak ketika siswa mendapatkan hasil = �,

ia memahami bahwa bentuk tersebut sama dengan � = . Sehingga ketika tanda

= tersebut diubah menjadi >, ia mengubah bentuk > � menjadi � < sebagai bentuk yang sama. Kesulitan yang dialami siswa tersebut karena pembelajaran

guru yang biasa mengajarkan untuk mencari penyelesaian PtLSV terlebih dahulu

mengubahnya ke dalam PLSV. Selain itu, kesulitan siswa dalam memahami

bentuk > � dan � < disebabkan karena guru tidak fleksibel dalam

penempatan angka dan variabel, sehingga siswa mengalami kesulitan ketika

penempatan keduanya ditukar. Menurut temuan Rubenstein & Thompson dan

Tent (dalam Bicer, A., Capcaro, R. M., & Capcarro, M. M., 2013, hlm. 7), ketika

(10)

4

Siti Maryam Rohimah, 2015

PENGEMBANGAN DESAIN DIDAKTIS UNTUK MENGATASI LEARNING OBSTACLES MATERI PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN LINEAR SATU VARIABEL PADA SISWA KELAS VII SMP menjadi lebih fleksibel dalam memahami dan mengerti apa yang dimaksudkan

guru. Menurut Tent (Bicer, A., Capcaro, R. M., & Capcarro, M. M., 2013, hlm.

7), dalam membaca satu simbol pertidaksamaan harus dibaca lebih dari satu cara

(x > 1 berarti: x lebih besar dari satu, x tidak lebih kecil dari satu maupun sama

dengan satu, x tidak lebih kecil dari satu dan tidak sama dengan satu).

Berdasarkan permasalahan tersebut, terlihat bahwa adanya learning obstacle yang

bersifat didactical obstacle (Brousseau, 2002, hlm. 86), yaitu kesulitan yang

dialami siswa akibat dari pembelajaran yang dilakukan guru.

Hal lain yang menjadi didactical obstacle, yaitu konsep x < 1 pada garis

bilangan tersebut, digambar dalam titik 1 dengan bulatan penuh, jelas bahwa hal

tersebut seharusnya dibuat dalam bulatan kosong. Menurut Bicer, A., Capcaro, R.

M., & Capcarro, M. M. (2013, hlm. 7), pada masalah tersebut guru kurang

menjelaskan dengan luas arti dari kata ”kurang dari” atau “kurang dari atau sama

dengan”. Rubenstein dan Thompson (Bicer, A., Capcaro, R. M., & Capcarro, M. M., 2013, hlm. 7) mengemukakan bahwa beberapa simbol dalam metematika

perlu ditekankan oleh guru, sehingga siswa memahami dengan baik makna dari

simbol tersebut.

Learning obstacle yang lainnya yang ditemukan pada materi PLSV dan

PtLSV, yaitu adanya ketidaksesuaian antara bahan ajar atau desain didaktis yang

diberikan dengan tingkat berpikir siswa yang dikategorikan Brousseau (2002,

hlm. 86) sebagai ontogenic obstacle. Menurut Suherman (2003, hlm. 48), siswa

SMP dalam memahami konsep abstrak matematika harus dibantu dengan

menggunakan benda konkret ataupun semi konkret. Oleh karena itu, dalam

meyusun kegiatan dan pelaksanaan pembelajarannya dimulai dengan menyajikan

contoh-contoh konkret atau semi konkret yang beraneka ragam, kemudian

mengarah pada konsep abstrak tersebut. Beberapa bahan ajar telah penulis telaah,

penjelasan konsep persamaan dan pertidaksamaan linear langsung pada konteks

yang bersifat abstrak seperti bentuk persamaan atau pertidaksamaan langsung

menggunakan koefisien, variabel, dan konstanta, sehingga memunculkan

kesulitan dalam proses pemahaman materi. Karena level yang diterima siswa

terlalu tinggi, siswa akan mengalami kesulitan bahkan tidak menyenangi

(11)

5

Learning obstacle yang lainnya bersifat epistemological obstacle

(Brousseau, 2002, hlm. 87), yaitu kesulitan pada proses pembelajaran yang terjadi

akibat dari keterbatasan konteks yang siswa ketahui. Dalam hal ini, siswa hanya

menerima pemahaman konsep secara parsial. Ketika dihadapkan pada konteks

yang berbeda, siswa akan mengalami kesulitan dalam menggunakannya.

Contohnya, kesulitan siswa yang berkenaan dengan kematangan berpikir siswa

dalam pemahaman masalah saat memodelkan suatu masalah yang sederhana,

seperti pada contoh soal berikut (Irawan, 2012, hlm. 25):

Mike Tyson adalah seorang petinju. Ketika diwawancara oleh wartawan tentang usianya, Mike tidak langsung menjawab, melainkan memberi

teka-teki kepada wartawan tersebut. Mike berkata, “separuh umur saya sekarang

adalah sepertiga usia saya ditambah 10 tahun.” Berapakah umur Mike 8 tahun yang lalu?

Ketika siswa diberi soal tersebut, kebanyakan siswa tidak mengonstruksi

informasi pada soal tersebut ke dalam bentuk persamaan linear satu variabel.

Beberapa siswa menjawab dengan memprediksi jawaban bukan dengan

mengonstruksi informasi pada soal ke dalam bentuk PLSV (Irawan, 2012, hlm.

25). Sama halnya dengan soal yang berhubungan dengan materi pertidaksamaan

linear satu variabel, siswa merasa kesulitan memahami dan memodelkan masalah

seperti pada soal berikut (Halimah, 2012, hlm. 55):

Sebuah rental mobil menawarkan dua jenis paket pembayaran. Paket A memberi harga Rp100.000,00/hari dengan biaya tambahan Rp500,00/km. Paket B memberi harga Rp50.000,00/hari lebih mahal dari pake A, serta dengan biaya tambahan Rp100,00/km lebih murah dari Paket A.

a. Untuk berapa km yang dapat ditempuh bila Paket A akan menjadi lebih murah dibandingkan dengan Paket B dalam 1 hari?

b. Dengan melihat jawaban pertanyaan bagian a. Bila Pak Rahmat berencana pergi mengantar istrinya berbelanja ke Malioboro yang jarak pulang perginya lebih dari 530 km dari kota Bandung, maka paket manakah yang harus dipilih Pak Rahmat untuk melakukan perjalanan pulang pergi dalam 1 hari?

Hasil temuan Halimah (2012, hlm. 55) pada soal di atas, siswa tidak

mengerti dengan kalimat “Paket B memberi harga Rp50.000,00/hari lebih mahal

dari paket A, serta dengan biaya tambahan Rp 100,00/km lebih murah dari Paket

(12)

6

Siti Maryam Rohimah, 2015

PENGEMBANGAN DESAIN DIDAKTIS UNTUK MENGATASI LEARNING OBSTACLES MATERI PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN LINEAR SATU VARIABEL PADA SISWA KELAS VII SMP pertidaksamaan masih rendah. Mereka terkendala dengan menghubungkan antara

kata-kata ketidaksamaan dan simbol pertidaksamaan. Hal ini disebabkan siswa

belum memahami konsep dengan baik atau siswa memahami konteks yang satu

tetapi tidak bisa digunakan dalam konteks lainnya (epistemological obstacle).

Epistemological obstacle juga terjadi ketika siswa mengalami kesulitan

dalam memahami dan membedakan bentuk soal cerita PLSV dan PtLSV. Hal

tersebut terlihat dari hasil penelitian Kieran (2004) yang menemukan beberapa

siswa menjawab masalah pertidaksamaan dengan menggunakan konsep

persamaan dan tanda “sama dengan”. Pada penelitian tersebut, siswa mengalami

kesulitan membedakan mana cerita yang memiliki penyelesaian tunggal dan mana

cerita yang memiliki penyelesaian tidak tunggal.

Menurut Suryadi (2010, hlm. 14), salah satu aspek yang perlu menjadi

pertimbangan guru dalam mengembangkan antisipasi didaktis pedagogis adalah

adanya learning obstacles, khususnya yang bersifat epistimologis

(epistemological obstacle). Sesuai dengan prinsip dari Didactical Design

Research (DDR), penulis akan membuat desain didaktis yang menyangkut di

dalamnya antisipasi-antisipasi didaktis seperti metapedadidaktik, proses

matematisasi, teori situasi didaktis, dan repersonalisasi yang sesuai dengan

learning trajectory siswa.

Munculnya ketiga learning obstacle di atas, disebabkan pembelajaran yang

diberikan guru kurang mempertimbangkan keragaman respons siswa atas situasi

didaktis yang dikembangkan. Hal itu menyebabkan rangkaian situasi didaktis

yang dikembangkan berikutnya tidak lagi sesuai dengan lintasan belajar (learning

trajectory) yang seharusnya dilalui setiap siswa, yang akhirnya siswa mengalami

kesulitan dalam pembelajaran.

Berdasarkan permasalahan tersebut, penulis menyadari sepenuhnya bahwa

pentingnya guru merancang pembelajaran dengan desain didaktis yang dapat

mengantisipasi semua kemungkinan respons siswa pada situasi didaktis. Oleh

karena itu, penulis akan melakukan penelitian yang berjudul, “Pengembangan

Desain Didaktis untuk Mengatasi Learning Obstacles Materi Persamaan dan

(13)

7

Pada penelitian ini, dibuat bahan ajar atau desain didaktis untuk mengatasi

learning obstacles yang terdapat pada pembelajaran materi persamaan dan

pertidaksamaan linear satu variabel yang sebelumnya ditemukan. Selain itu,

penelitian ini membahas faktor-faktor yang menyebabkan siswa mengalami

kesulitan dalam mempelajari materi persamaan dan pertidaksamaan linear satu

variabel. Faktor-faktor tersebut dikategorikan pada tiga jenis learning obstacles

menurut Brousseau (2002) yaitu ontogenic obstacle, didactical obstacle, dan

epistemological obstacle. Akan dibahas pula kesulitan siswa pada pertama kali

mempelajari materi persamaan (perubahan pola pikir aritmatika ke pola pikir

aljabar), kesulitan perpindahan pemahaman dari persamaan ke pertidaksamaan,

kesulitan menyelesaikan PLSV dan PtLSV, dan membedakan soal cerita yang

berkaitan dengan konsep PLSV dan PtLSV. Jadi, fokus penelitian ini adalah

pembuatan desain didaktis yang dapat mengikuti learning trajectory siswa pada

saat awal mempelajari materi persamaan, saat siswa berpindah pemahaman

persamaan ke pertidaksamaan, dan saat siswa mempelajari pertidaksamaan

sebagai suatu materi yang berbeda signifikan dengan persamaan.

B. RUMUSAN MASALAH

Permasalahan yang akan dikaji pada penelitian ini adalah bagaimana:

1. karakteristik learning obstacles siswa pada proses penyelesaian

permasalahaan yang diajukan terkait dengan materi persamaan dan

pertidaksamaan linear satu variabel?

2. desain didaktis yang dapat mengatasi learning obstacles yang teridentifikasi

pada materi persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel?

3. implementasi desain didaktis pada pembelajaran matematika materi

persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel, khususnya ditinjau dari

respons siswa yang muncul?

4. gambaran learning osbtacles pada materi persamaan dan pertidaksamaan

linear satu variabel, setelah desain didaktis diimplementasikan?

5. desain didaktis revisi yang dapat dikembangkan berdasarkan hasil temuan

(14)

8

Siti Maryam Rohimah, 2015

PENGEMBANGAN DESAIN DIDAKTIS UNTUK MENGATASI LEARNING OBSTACLES MATERI PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN LINEAR SATU VARIABEL PADA SISWA KELAS VII SMP

C. TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini adalah

untuk:

1. mengetahui karakteristik learning obstacles siswa pada proses penyelesaian

permasalahaan yang diajukan terkait dengan materi persamaan dan

pertidaksamaan linear satu variabel;

2. mengembangkan desain didaktis yang dapat mengatasi learning obstacles

yang teridentifikasi pada materi persamaan dan pertidaksamaan linear satu

variabel;

3. mengetahui implementasi desain didaktis pada pembelajaran matematika

materi persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel, khususnya ditinjau

dari respons siswa yang muncul;

4. mengetahui gambaran learning osbtacles setelah desain didaktis

diimplementasikan;

5. mengetahui desain didaktis revisi yang dapat dikembangkan berdasarkan

hasil temuan penelitian ini.

D. MANFAAT PENELITIAN

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi alternatif pembelajaran bagi

guru matematika ataupun peneliti lainnya dalam cara mengatasi atau menghindari

learning obstacles untuk meningkatkan kualitas proses belajar mengajar dan hasil

belajar siswa.

Bagi guru matematika, penelitian ini juga dapat menambah wawasan

pengetahuan dan keterampilan dalam merencanakan dan melaksanakan serta

mengevaluasi pembelajaran matematika, khususnya pada materi persamaan dan

pertidaksamaan linear satu variabel. Penelitian ini diharapkan dapat menciptakan

pembelajaran berdasarkan karakteristik siswa melalui penelitian desain didaktis.

Pengembangan penelitian bagi siswa dapat membantu dalam memahami

materi persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel agar tidak terjadi

kesalahan konsep yang akan berakibat pada pembelajaran matematika berikutnya,

dan menambah pengalaman siswa dalam menggunakan desain didaktis pada

(15)

9

E. DEFINISI OPERASIONAL

Penulis sajikan definisi operasional dari judul penelitian ini untuk

mempermudah memahami isi dari penelitian ini.

1. Desain Didaktis

Desain didaktis merupakan rancangan dari bahan ajar yang dibuat

dengan memperhatikan empat aspek, yaitu learning obstacles, learning

trajectory, teori situasi didaktis dan proses abstraksi siswa dalam mempelajari

materi persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel. Desain didaktis

dirancang, diimplementasikan, dan dikembangkan untuk membangun sebuah

konsep, mengatasi dan mengurangi kesulitan belajar (learning obstacle).

2. Kesulitan belajar (learning obstacle)

Learning obstacle (kesulitan belajar) adalah suatu kondisi pada proses

pembelajaran yang ditandai dengan adanya kesulitan-kesulitan tertentu dalam

mencapai hasil belajar. Kesulitan belajar dalam tulisan ini adalah kesulitan

belajar yang bersifat didactical obstacle, yaitu kesulitan yang dialami siswa

akibat dari pembelajaran yang dilakukan guru. Ontogenic obstacle, yaitu

adanya ketidaksesuaian antara bahan ajar atau desain didaktis yang diberikan

dengan tingkat berpikir siswa. Epistemological obstacle, yaitu pengetahuan

seseorang yang hanya terbatas pada konteks tertentu saja, sehingga concept

image yang dimiliki siswa tidak dapat diterapkan pada sembarang konteks.

Dengan kata lain orang tersebut akan mengalami kesulitan menerapkan

(16)

95

Siti Maryam Rohimah, 2015

PENGEMBANGAN DESAIN DIDAKTIS UNTUK MENGATASI LEARNING OBSTACLES MATERI PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN LINEAR SATU VARIABEL PADA SISWA KELAS VII SMP

BAB V

SIMPULAN DAN REKOMENDASI

Pada bagian ini akan dikemukakan simpulan dan rekomendasi penelitian

yang dirumuskan berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan.

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada penelitian ini, secara

keseluruhan diperoleh simpulan sebagai berikut:

1. Karakteristik learning obstacle siswa yang ditemukan pada proses

penyelesaian permasalahan terkait materi persamaan dan pertidaksamaan

linear satu variabel ada tiga jenis, yaitu ontogenic obstacle, epistemological

obstacle, dan didactical obstacle. Ontogenic obstacle ditemukan karena

terjadi loncatan proses berpikir siswa dari pola pikir aritmatika ke dalam

bentuk aljabar. Hal ini disebabkan pada pembelajaran bentuk aljabar, siswa

memahami bentuk aljabar langsung pada sebuah contoh abstrak yang tidak

ada pengantar untuk siswa memahami dari mana konsep itu berasal.

Epistemological obstacle terjadi karena keterbatasan konteks yang diketahui

siswa. Kebanyakan siswa sudah mampu mengerjakan soal-soal sederhana

Persamaan Linear Satu Variabel (PLSV) maupun Pertidaksamaan Linear Satu

Variabel (PtLSV), namun tidak bisa menggunakannya pada konteks soal yang

lebih kompleks, terutama dalam soal cerita. Didactical obstacle ditemukan

pada beberapa konsep dasar yang diajarkan guru, tetapi berdampak besar

dalam proses pembentukan konsep siswa terhadap materi persamaan dan

pertidaksamaan linear satu variabel ini. Seperti cara prosedural guru dalam

mengajarkan penyelesaian PLSV, pengajaran dalam cara penyelesaian PtLSV

menggunakan tanda “sama dengan” terlebih dahulu, kebiasaan

menggambarkan garis bilangan pada bilangan real, dan pemberian soal

latihan yang tidak variatif.

2. Desain didaktis dikembangkan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan belajar

yang dialami siswa dalam memahami materi persamaan dan pertidaksamaan

linear satu variabel. Pengembangan desain didaktis pada penelitian ini

(17)

96

siswa, teori situasi didaktis, dan proses abstraksi. Learning obstacle

didasarkan pada karakteristik yang ditemukan dari hasil uji Tes Kemampuan

Responden (TKR) awal. Learning trajectory didasarkan pada urutan materi

dan tujuan pembelajaran yang disesuiakan dengan alur berpikir siswa. Teori

situasi didaktis terdiri dari komponen situasi aksi, formulasi, validasi, dan

institusionalisasi juga terdapat di dalamnya situasi adaptasi dan akulturasi.

Proses abstraksi berhubungan dengan keteraturan dari setiap proses

pembelajaran yang akhirnya mendorong siswa untuk dapat menentukan

sesuatu sesuai dengan tujuan pembelajaran yang diharapkan.

3. Respons siswa terhadap implementasi desain didaktis materi persamaan dan

pertidaksamaan linear satu variabel sebagian besar sesuai dengan prediksi

yang telah dibuat sebelumnya. Akan tetapi, ada pula respons siswa yang tidak

sesuai dengan prediksi, yaitu siswa tidak mampu membuat penalaran dan

model matematika dari permasalahan yang diberikan guru. Untuk

mengatasinya, guru mengubah situasi didaktis dengan cara guru memberikan

ilustrasi permasalahan dengan gambar. Selain itu, terdapat beberapa kesulitan

dari beberapa situasi aksi dan formulasi yang dialami siswa, namun

selanjutnya guru mengonfirmasinya pada tahap validasi.

4. Gambaran learning obstacle pada materi persamaan dan pertidaksamaan

linear satu variabel setelah desain didaktis diimplementasikan, dilihat dari

hasil uji TKR pada akhir pertemuan. Learning obstacle yang bersifat

ontogenik dan beberapa didactical obstacle yang sebelumnya ditemukan

sudah tidak terjadi lagi. Epistemological obstacle masih ditemukan, tetapi

kuantitas siswa yang mengalaminya berkurang. Beberapa siswa masih

kesulitan dalam menggunakan konsep dasar pada persoalan yang lebih

kompleks, mengubah soal cerita ke dalam model matematika, dan membuat

penalaran pada soal cerita. Didactical obstacle yang berkurang adalah

kesalahan siswa dalam membagi PtLSV dengan angka negatif tanda

pertidaksamaan tidak diubah dan beberapa siswa menggunakan dua tanda

dalam menyelesaikan pertidaksamaan, yaitu dengan tanda “sama dengan” dan

(18)

97

Siti Maryam Rohimah, 2015

PENGEMBANGAN DESAIN DIDAKTIS UNTUK MENGATASI LEARNING OBSTACLES MATERI PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN LINEAR SATU VARIABEL PADA SISWA KELAS VII SMP

5. Desain didaktis empirik dikembangkan melalui analisis hasil implementasi

merupakan analisis retrosfektif, yaitu membandingkan prediksi respons dan

antisipasi yang disiapkan dengan kenyataan pada saat implementasi. Pada

desain didaktis empirik, beberapa prediksi respons siswa ditambahkan dan

beberapa situasi dari lesson design diubah sesuai dengan kenyataan respons

siswa pada saat implementasi.

B. Rekomendasi

Adapun rekomendasi yang diperoleh berdasarkan simpulan dari hasil

penelitian dan pembahasan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Desain didaktis yang telah disusun ini dapat dijadikan salah satu alternatif

bahan ajar yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran materi

persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel.

2. Guru perlu memastikan bahwa materi prasyarat seperti materi aljabar,

terutama operasi penjumlahan dan pengurangan pecahan bentuk aljabar telah

dikuasai oleh siswa dengan baik agar desain didaktis dapat

diimplementasikan secara efektif.

3. Pengembangan desain didaktis materi persamaan dan pertidaksamaan linear

satu variabel pada penelitian ini dapat dikembangkan lagi dengan melihat

beberapa epistemological obstacle dan didactical obstacle yang masih

Gambar

Gambar 1.1. Jawaban siswa dalam menyelesaikan soal PtLSV

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui penerapan teknik probing promting untuk meningkatkan pemahaman matematis siswa SD pada materi bangun ruang

Berdasarkan hasil analisis Tes Kemampuan Responden (TKR) teridentifikasi beberapa hambatan yakni hambatan epistimologis siswa pada konsep usaha yaitu: 1) Siswa tidak mampu

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul “ Pengembangan Desain Didaktis Persamaan Linear Dua Variabel Berdasarkan Learning Obstacle dan Hypothetical

Tugas Akhir oleh ROHMA NINAWATI dengan judul PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN PADA METODE DISCOVERY MATERI PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN LINEAR SATU VARIABEL KELAS

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan, unutk mengetahui apakah desain didaktis dengan scaffolding dapat mengatasi learning obstacle (hambatan

Kemudian setelah melakukan proses pembelajaran menggunakan pendekatan kontekstual dilakukannya tes formatif berisikan permasalahan PLSV berdasarkan indikator tes kemampuan pemahaman

Hal ini sesuai studi lapangan awal yang telah dilakukan secara khusus di SMP Negeri 11 Bandar Lampung mengenai karakteristik atau keadaan yang berkenaan dengan

Desain Produk Pengembangan modul matematika berbasis pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together NHT pada materi persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel pada kelas