( Studi Analisis
Framing
Pencalonan Nurdin Halid Sebagai Ketua Umum
PSSI Di Surat Kabar Harian Jawa Pos Periode Februari – Maret 2011)
SKRIPSI
Oleh :
Firdausi Anidah
NPM. 0743010190
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAWATIMUR
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang bejudul “
Pembingkaian Berita Pencalonan Nurdin Halid Sebagai Ketua Umum PSSI Di
Surat Kabar Harian Jawa Pos”
Penyusunan penelitian ini berguna memberikan wawasan pandangan serta
dapat menerapkan dan membandingkan teori yang diterima dengan kenyataan
yang ada di lapangan. Disamping itu juga dapat digunakan sebagai persiapan
mental dan bekal untuk memasuki dunia kerja yang sebenarnya.
Atas selesainya penyusunan penelitian ini, penulis ingin mengucapkan
terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu kelancaran penulis dalam
menyusun dan menyelesaikan penelitian ini, antaranya :
1.
Tuhan ku ALLAH SWT, yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-NYA kepada penulis sehingga dapat mengerjakan dan menyelesaikan
penelitian.
2.
Drs.Dyva Claretta M,Si selaku dosen Pembimbing yang dengan sabar
membimbing penulis.
3.
Segenap Bapak - Ibu Dosen Jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik UPN “VETERAN” Jawa Timur.
6.
Mas Adhit dan keluarga yang selalu mendukung dan membantu cari
refrensi.
7.
Pak Tom dan Pak Didik Puji yang talah membantu memberikan
informasi.
8.
Para penghuni C-100, terutama Bapak kost yang bersedia muluangkan
waktu untuk shering.
Dalam penyusunan penelitian ini penulis menyadari banyak kekurangan,
untuk itu segala masukan dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan
demi kesempurnaan dalam penulisan selanjutnya sehingga dapat bermanfaat bagi
semuanya.
Surabaya,
Juni
2011
DAFTAR TABEL ...iii
DAFTAR LAMPIRAN ... iv
BAB I PENDAHULUAN... 1
1.1
Latar Belakang Masalah... 1
1.2
Rumusan Masalah ... 11
1.3
Tujuan Penelitian ... 11
1.4
Manfaat penelitian ... 12
1.4.1
Manfaat Teorotis ... 12
1.4.2 Manfaat
Praktis ... 12
BAB II KAJIAN PUSTAKA... 13
2.1
Landasan Teori... 13
2.1.1 Media dan Konstruksi Realitas ... 13
2.1.2 Ideologi Media ... 14
2.1.3 Berita dan Nilai Berita ... 16
2.1.4 PSSI (Persatuan Sepak bola Seluruh Indonesia)... 20
2.1.5 Framing dan Proses Produksi Berita... 21
2.1.6 Analisis Framing ... 23
2.1.7 Model Analisis Framing ... 24
3.1.1 Definisi Konseptual ... 34
3.1.2 Subyek dan Obyek Penelitian ... 36
3.1.3 Unit Analisis ... 36
3.1.4 Populasi dan Korpus ... 37
3.1.5 Teknik Pengumpulan Data... 39
3.1.6 Teknik Analisis Data... 39
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 41
4.1
Gambaran Obyek Penelitian ... 41
4.1.1 Sejarah Perkembangan Surat Kabar Jawa Pos ... 41
4.1.2 Kebijakan Redaksional ... 46
4.2
Analisis Berita... 51
4.2.1 Frame Jawa Pos,”Nurdin Melaju,KSAD Terjegal” ... 51
4.2.2 Frame Jawa Pos,”Hurdin : Jadi Presiden Saya Bisa” ... 55
4.2.3 Frame Jawa Pos,” Pendemo Pro-Nurdin Dibayar Rp 25 Ribu”... 60
4.2.4 Frame Jawa Pos,” Nurdin Tak Sanggup Penuhi FIFA”... 65
4.2.5 Frame Jawa Pos,” FIFA Larang Nurdin Maju Lagi” ... 69
4.2.6 Frame Jawa Pos,” Waspadai Nurdin Cs Sebelum Kongres” ... 73
4.2.7 Frame Jawa Pos,” Nurdin Cs Pemicu Kisruh Kongres” ... 77
(Studi Analisis
Framing
Pencalonan Nurdin Halid Sebagai Ketua Umum PSSI
Di Surat Kabar Harian Jawa Pos Periode Februari – Maret 2011)
Dari tujuan dan sikap media dalam melihat suatu peristiwa, media cetak tidak
lepas dari perspektif yang dibangun dalam memuat berita. Begitu pula dalam
pemberitaan pencalonan Nurdin Halid sebagai ketua umum PSSI. Ingin diketahui
bagaimana media membingkai peristiwa tersebut dalam pemberitaan di surat kabar
harian Jawa Pos. peneliti juga ingin mengetahui bagaimana media ini dalam
membangun sebuah realitas. Masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah
bagaimana Jawa Pos membingkai berita Pencalonan Nurdin Halid Sebagai Ketua
Umum PSSI pada Surat Kabar Harian Jawa Pos Periode Februari – Maret 2011.
Analisis framing adalah salah satu metode analisis teks dalam kategori
penelitian kontruksionis. Analisis framing membongkar bagaimana realitas dibingkai
oleh media. Pada penelitian ini peneliti menggunakan analisis framing dari Zhondang
Pan dan M Gerald Kosicky, karena model ini banyak diadaptasi pendekatan linguistic
dengan memasukkan elemen retoris, seperti metafora, leksikon, grafis, sementara
model ini meskipun dalam tingkat analisisnya menunjukkan adanya unsure retoris,
tetapi mereka tidak mengajukan gambaran detail mengenai elemen retoris. Teori yang
digunakan adalah teori ilmu politik yaitu teori untuk mendeteksi kegiatan positif dan
negative kalangan pemerintahan.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Media massa merupakan suatu bidang kajian yang sangat kompleks.
Media massa bukan berarti hanya satu variasi media yang menyajikan informasi
pada kelompok khalayak, tetapi khalayak juga menggunakan media massa dalam
cara yang beragam. Dari media massa mereka mendapatkan informasi tentang
berbagai hal dan peristiwa yang dianggap penting tersebut disajikan dalam bentuk
berita.
Media massa dalam kehidupan sosial memiliki peran yang kerap
dipandang secara berbeda-beda, namun tidak ada yang menyangkal atas perannya
yang signifikan dalam masyarakat modern. Media dipandang sebagai cendela
yang mungkin khalayak “melihat” apa yang terjadi di luar sana. Selain itu media
massa sebagai “filter” atau “gate keeper” yang menyeleksi berbagai hal untuk
diberi perhatian atau tidak.
Media massa juga memiliki wewenang untuk menentukan fakta apa yang
akan diambil, bagian mana yang akan ditonjolkan dan dihilangkan serta hendak
dibawa kemana berita tersebut. Hal ini berkaitan dengan cara pandang atau
perspektif yang digunakan oleh masing-masing media massa.
Tidak setiap peristiwa dapat dijadikan berita, hanya berita yang
mempunyai ukuran-ukuran tertentu saja yang layak dan bisa disebut sebagai
sebagai kriteria dalam praktik kerja jurnalis. Sebuah peristiwa yang tidak
mempunyai unsur nilai berita atau setidaknya nilai beritanya tidak akan dibuang.
Berita adalah hasil akhir dari proses kompleks yang menyortir
(memilah-milah) dan menentukan peristiwa dan tema-tema tertentu dalam satu kategori
tertentu. Peristiwa harus dinilai terlebih dahulu apakah peristiwa tersebut
memenuhi kriteria nilai berita, nilai-nilai berita menetukan bukan hanya peristiwa
apa saja yang akan diberikan, melainkan juga bagaimana peristiwa tersebut
dikemas.Mereka mendapatkan informasi tentang berbagai peristiwa yang
dianggap penting dan disajikan dalam bentuk berita.
Berita-berita yang disajikan media massa merupakan hasil seleksi dari
berbagai peristiwa yang terjadi dan berkembang baik dimasyarakat atau bahkan di
dalam pemerintahan, sehingga masyarakat mengetahui informasi yang terjadi
disekitar dan di dalam pemerintahan. Dalam hal ini dibutuhkan kejujuran dari
pihak pers dalam menyampaikan berita-berita yang akan disampaikan pada
khalayak agar masyarakat mengetahui kejadian yang sebenarnya. Sebagai alat
untuk menyampaikan berita penilaian atau gambaran umum untuk banyak hal,
media mempunyai kemampuan untuk berperan sebagai institusi yang dapat
membentuk opini publik.
Berangkat dari tujuan dan sikap media dalam melihat suatu peristiwa,
media tidak lepas dari perspektif yang dibangun dalam membuat berita. Begitu
diketahui bagaimana memaknai kasus tersebut dalam pemberitaan surat kabar
Jawa Pos.
Berita pencalonan Nurdin Halid sebagai ketua PSSI diambil sebagai objek
penelitian karena pada saat tersebut banyak masyarakat protes dan berdemo maka
berbagai media memuat berita yang menyangkut pencalonan Nurdin Khalid
sebagai ketua PSSI pada surat kabar Harian Jawa Pos yang secara konsisten
menghadirkan wacana berita pencalonan Nurdin Khalid sebagai ketua PSSI
berdasarkan sebab-sebab tertentu seperti : Pro kontra pencalonan Nurdin Khalid
sebagai ketua PSSI.
Masyarakat yang pro terhadap pencalonan Nurdin Khalid sebagai ketua
PSSI karena kemampuannya membangun jaringan sosial yang kokoh di
sekitarnya. Nurdin menciptakan barisan yang seperti tembok baja dan setia di
bawah kepemimpinannya. Terdapat begitu banyak orang yang tersebar di pusat
hingga daerah yang ikhlas dipimpin Nurdin. Barisan orang-orang ini adalah
barisan yang tidak peduli dengan apa kata media massa. Nurdin pun bisa menjadi
contoh hidup atas dinamika politik tanah air yang pasang surut. Sosok Nurdin
adalah sosok yang timbul tenggelam di sekitar kita. Saat ini Nurdin dicaci namun
pada saat lain, Nurdin bisa bersanding bersama presiden untuk menyaksikan
pertandingan sepakbola. Satu lagi kelebihan Nurdin adalah kemampuan
menghadapi semua tudingan, serta kemampuan bertahan tengah iklim politik kita
yang didominasi para anggota keluarga bangsawan, atau sosok-sosok kaya-raya
Nurdin adalah contoh sebuah ketidak sempurnaan yang sukses menempatkan
dirinya pada posisi penting.
Tidak sedikit pula massa yang kontra terhadap pencalonan Nurdin Halid
sebagai ketua umum PSSI karena Banyak terjadi suap dan makelar pertandingan.
Bahkan, banyak yang melibatkan petinggi PSSI lainnya seperti Kaharudinsyah
dan Togar Manahan Nero. menghabiskan uang tanpa ada prestasi PSSI atau
timnas, Nurdin jaga membohongi FIFA dengan menggelar Munaslub di Makassar
pada tahun 2008 untuk memperpanjang masa jabatannya. Selain itu Nurdin tidak
menjelaskan laporan keuangan terutama dana Goal Project dari FIFA yang
diberikan setiap tahunnya. Tentang keluar masuknya keuangan PSSI pun Nurdin
tidak terbuka pada public, sehingga masyarakat memiliki pandangan negatif
terhadap kepemimpinan Nurdin Halid.
massa pro dan kontra ketua Umum PSSI Nurdin Halid menggelar unjuk
rasa. Pada awalnya, massa pro-Nurdin berunjuk rasa di flyover Makassar. Tapi
kemudian, massa pro-Nurdin yang tidak berorasi dan hanya membawa spanduk
bertuliskan “maling teriak maling”, Menpora jangan mengintervensi PSSI,
bergeser ke DPRD Sulawesi Selatan dan melanjutkan aksi di tangga kantor
tersebut. Ratusan massa yang mengatasnamakan diri Forum masyarakat peduli
PSSI pun kemudian yang datang dari dua arah bergabung di flyover. Mereka
mereka juga membakar sebuah motor metik yang tidak dikenal pemiliknya. Tidak
hanya itu, sebagai simbol agar Nurdin melepaskan diri dari PSSI, para pengunjuk
rasa tersebut melepaskan seekor kerbau yang badannya ditempeli foto Nurdin
Halid dan dilepaskan di tengah jalan agar Nurdin juga lepas dari PSSI. Keributan
terjadi kemudian saat massa kontra Nurdin berpindah dari flyover ke kantor
DPRD Sulsel yang sudah ditongkrongi massa pro-Nurdin. Massa pro-Nurdin
menyambut massa kontra Nurdin dengan kalimat makian yang membuat massa
kontra-Nurdin tersinggung dan akhirnya pendukung Nurdin yang jumlahnya tak
seberapa dibandingkan massa yang ingin Revolusi PSSI lari tunggang langgang
diburu massa kontra-Nurdin. Alhasil seorang orator pro-Nurdin bernama Haris
dipukuli massa hingga babak belur. Massa baru tenang setelah polisi
mengamankan Haris dan aparat kepolisian dari Polsek Rappocini melepaskan
tembakan peringatan ke udara. Metronews.com/Kamis, 24 Februari 2011 14:54
WIB
Apakah ada yang salah dengan pencaloan Nurdin Halid sebagai ketua
umum PSSI? Itulah pertanyaan Nurdin Halid dalam menyikapi pro kontra
pencalonan kembali sebagai ketua umum PSSI. Meskipun pernah menghuni
penjara yang kemudian mencap Nurdin Halid sebagai mantan narapidana. Kasus
yang menjerat Nurdin Halid bukan kasus kriminal biasa tapi kasus luar biasa,
yakni kasus korupsi. Negeri ini memang sudah dipenuhi oleh para koruptor.
Pemberantasan korupsi tidak menjamin para pejabat untuk tidak melakukan
Pejabat rendah saja bisa menghasilakan duit banyak. Bagaimana dengan pejabat
tinggi, tentu bisa lebih banyak menghasilkan uang haram. Rakyat lelah dengan
para koruptor yang masih merajalela dan masih mengisi kursi-kursi
kepemimpinan di negeri ini.
Rakyat marah melihat para koruptor kembali menduduki kursi organisasi
yang di biayai dengan uang rakyat. Begitulah rupanya penolakan publik terhadap
pencalonan kembali Nurdin Halid sebagai ketua umum PSSI. Bukannya publik
tidak mau menerima kesalahan masa lalu Nurdin Halid yang telah ditebus dengan
menunaikan kesalahannya di dalam penjara. Rakyat sudah bosan dengan para
koruptor di negeri ini. Meskipun Nurdin Halid menilai undang-undang
membolehkan mantan narapidana mengisi kursi ketua umum PSSI atau menjadi
presiden sekalipun. Tetap saja rakyat tidak menerima narapidana korupsi. Jikalau
Nurdin Halid bukan mantan narapidana korupsi mungkin publik masih bisa
menerima kepemimpinan Nurdin di PSSI, tapi dengan catatan harus berpresatasi.
Sayangnya Nurdin Halid adalah mantan narapidana korupsi. Apalagi PSSI miskin
prestasi semenjak kepemimpinan Nurdin Halid. Kalaupun PSSI berprestasi, tetap
saja publik menolak kepemimpinan di PSSI di duduki oleh narapidana korupsi.
Itulah penyebab maraknya tuntutan agar Nurdin Halid mundur dan tidak lagi
mencalonkan diri sebagai ketua umum PSSI.
Nurdin Halid adalah seorang pengusaha dan politikus Indonesia lahir di
Nurdin Halid adalah Ketua Umum PSSI dan pernah menjadi anggota DPR-RI dari
partai Golkar pada tahun 1999-2004.
Pada 16 Juli 2004, dia ditahan sebagai tersangka dalam kasus
penyelundupan gula impor ilegal. kemudian juga ditahan atas dugaan korupsi
dalam distribusi minyak goreng. Hampir setahun kemudian pada tanggal 16 Juni
2005, dia dinyatakan tidak bersalah atas tuduhan tersebut oleh Pengadilan Negeri
Jakarta Selatan dan dibebaskan. Putusan ini lalu dibatalkan Mahkamah Agung
pada 13 September 2007 yang memvonis Nurdin dua tahun penjara. Kemudian
dituntut dalam kasus yang gula impor pada September 2005, namun dakwaan
terhadapnya ditolak majelis hakim pada 15 Desember 2005 karena berita acara
pemeriksaan (BAP) perkaranya cacat hukum. Selain kasus ini, Nurdin juga
terlibat kasus pelanggaran kepabeanan impor beras dari Vietnam dan divonis
penjara dua tahun 6 bulan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada 9 Agustus
2005. Tanggal 17 Agustus 2006 Nurdin dibebaskan setelah mendapatkan remisi
dari pemerintah bertepatan dengan Hari Kemerdekaan Indonesia.
Nurdin terpilih sebagai Ketua PSSI pada tahun 2003. Ia dikenal sebagai
ketua PSSI yang kontroversial. Dia menjalankan organisasi dari balik terali besi
penjara, mengumumkan ide menaturalisasikan pemain asing, menambah jumlah
peserta Liga Indonesia tiap tahun sehingga tidak ada klub yang terdegradasi,
menentang penghentian pengucuran dana APBD untuk klub, dan mengurangi
sanksi Persebaya yang sebelumnya terlibat kerusuhan pertandingan secara
sebanyak 3 kali pertandingan kandang). Sayangnya, oleh karena kekhilafannya
itu, banyak pihak yang tidak mendukungnya.
Sekilas dalam mengkontruksi atau membingkai berita salah satunya
dikarenakan adanya cara pandang wartawan dalam mempersepsikan peristiwa
tersebut. Ideologi masing-masing media pun turut mempengaruhi media tersebut
dalam membuat topik permasalahan pada sebuah peristiwa, meskipun peristiwa
itu sama. Tentunya perbedaan ini dapat diuraikan secara mendetail lewat analisis
framing dalam penelitian ini. Maka dengan adanya penelitian framing ini akan
diungkapkan secara mendalam mengenai isu utama yang ingin dikemukakan pada
surat kabar harian Jawa Pos, Isu itu tentu saja yang berkaitan tentang pencalonan
Nurdin Halid sebagai ketua umum PSSI.
Framing : pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara
pandang yang digunjakan oleh wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis
berita. Cara pandang atau berspektif itu pada akhirnya menentukan fakta apa yang
diambil, bagian mana yang ditonjolkan dan dihilangkan dan hendak dibawa
kemana berita tersebut. Framing seperti dikatakan Todd Gitlin (Eriyanto : 2002)
adalah sebuah strategi bagaimana realitas atau dunia dibentuk dan disederhanakan
sedemikian rupa untuk ditampilkan kepada khalayak pembaca. Melalui frame,
jurnalis mengemas peristiwa yang kompleks itu terjadi peristiwa yang dapat
dipahami, dengan perpektif tertentu dan lebih menarik perhatian khalayak.
apa yang dianggap penting, apa yang perlu ditonjolkan dan apa yang perlu
disampaikan oleh wartawan kepada khlayak pembaca.
Untuk melihat perbedaan media dalam mengungkap suatu peristiwa
(realitas) peneliti memilih analisis framing sebagai metode penelitian. Alasannya
adalah analisis framing merupakan metode analisis isi media yang tergolong baru
(Sobur, 2002 :161). Sebagai satu bentuk analisis teks media, analisis framing
mempunyai perbedaan yang mendasar dibandingkan dengan analisis isi
kuantitatif. Prinsip analisis framing menyatakan bahwa terjadi proses seleksi isu
dan fakta tertentu yang diberikan media. Fakta tidak ditampilkan apa adanya,
namun diberi bingkai (frame) sehingga menghasilkan konstruksi makana yang
spesifik. Dalam hal ini biasanya media menyeleksi sumber berita, memanipulasi
pernyataan, dan mengedepankan perspektif tertentu sehingga suatu interpretasi
menjadi lebih menyolok (noticeable) dari pada interpretasi yang lain (Sobur, 2002
: 165).
Mengutip pendapat Huda dalam Eriyanto bahwa “Analisis Framing
merupakan salah satu model analisis alternative yang bisa mengungkapkan fakta.
Analisi membongkar bagaimana realitas dibingkai oleh media. Melalui analisis
framing dapat diketahui mana lawan dan mana kawan, mana patron mana klien,
siap diuntungkan siap dirugikan, siap dibentuk siap membentuk dan
seterusnya.”(Eriyanto, 2004 VI).
Sedangkan proses framing itu sendiri dalam hal ini didefinisikan sebagai
pada yang lain sehingga khalayak lebih tertuju pada pesan tersebut. Hal ini seperti
yang dinyatakan oleh Pan & Kosicky (Eriyanto, 2002 : 252). Pan & Kosicky
merupakan salah satu alternatif dalam menganalisis teks media dasamping analisis
isi kuantitatif, dengan cara apa wartawan menonjolkan pemaknaan mereka
terhadap suatu peristiwa yaitu wartawan melihat dari strategi : kata, kalimat, lead,
foto, grafik dan hubungan antar kalimat (Eriyanto : 2002 : 254)
Subyek dalam penelitian ini adalah surat kabar harian umum Jawa Pos.
Sedangkan obyek dalam penelitian ini adalah berita kisruh pencalonan Nurdin
Halid sebagai ketua PSSI, karena Nurdin Halid adalah pemicu dari permasalahan
yang cukup ramai akhir-akhir ini serta Nurdin Halid menjadi orang yang pertama
kali membawa persepak bolaan ke ranah politik dan sosok Nurdin Halid dianggap
masyarakat sebagai sosok yang arogan dan keras kepala. Penelitian ini dilakukan
pada halaman depan surat kabar harian umum Jawa Pos periode februari sampai
dengan maret 2011. Karena pada periode tersebut banyak media yang bersaing
untuk memberikan informasi atau berita teraktual. Dipilihnya sebuah berita
dimuat pada halaman depan surat kabar, karena berita tersebut dianggap penting,
berbobot dan memiliki news value (nilai berita).
Beberapa minggu ini, seluruh surat kabar memberitakan tentang
pencalonan Nurdin Halid sebagai ketua PSSI. Dipilihnya harian Jawa Pos sebagai
obyek penelitian, karena Jawa Pos merupakan surat kabar pertama dan sampai
sekarang satu-satunya yang berkembang menjadi konglomerat pers melalui
Dahlan Iskan yang kini menjadi Direktur utama PLN, pernah menjabat sebagai
manajer klub sepak bola Persebaya periode 2008 – 2012. Sehingga, Jawa Pos
mempunyai kedekatan dengan persepakbolaan di Jawa Timur khususnya di
Surabaya. Dari sini terdapat suatu relevansi antara pemberitaan Jawa Pos yang
kontra terhadap pencalonan Nurdin Halid sebagai ketua PSSI. Selain itu juga
Nurdin Halid pernah menjadi pengurus PSSI di Surabaya yang di kala
kepemimpinannya saat itu tidak kalah buruknya dengan yang dialami PSSI saat
ini.
Jawa Pos juga memiliki misi adiil dan misi bisnis sebagai pilar utama
untuk kelangsungan hidup perusahaan. Oleh karena itu dalam menyampaikan
berita menghendaki dan diarahkan pada suatu yang lain dari pada yang lain
dengan menampilkan rubrik-rubrik tertentu sebagai nominal unggulan ( Eduardus,
2001 : 33)
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas maka
perumusan masalah yang akan diteliti adalah : “Bagaimana surat kabar Jawa Pos
membingkai berita pencalonan Nurdin Khalid sebagai ketua PSSI?”
1.3 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan perumusan masalah diatas, maka tujuan diadakan penelitian
ini untuk mengetahui bagaimana harian Jawa Pos membingkai berita pencalonan
1.4 Manfaat penelitian
1.4.1 Manfaat Teorotis
Penelitian ini diharapkan dapat memperoleh pengetahuan dalam pemikiran
bagi perkembangan ilmu komunikasi khususnya mengenai analisis framing.
1.4.2 Manfaat praktis
Hasil dari penelitian ini daharapkan dapat bermanfaat dan menjadi
sumbangan pemikiran pasa institusi surat kabar, terutama pada harian Jawa Pos
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Media dan Konstruksi Realitas
Menurut pandangan konstruksionis, media dilihat bukanlah sekedar
saluran yang bebas , melainkan juga subyek yang mengkonstruksi realitas,lengkap
dengan pandangan, bias, dan keberpihakkannya. Media bukan hanya memilih
peristiwa dan menentukan sumer berita, tetapi juga berperan dalam
mendefinisikan actor dan peristiwa lewat bahasa serta melalui isi pemberitaan
yang dimuat. Media dapat membingkai dengan bingkai tertentu yang pada
akhirnya menentukan bagaimana khalayak harus melihat dan memahami peristiwa
dalam kaca mata tertentu (Eriyanto, 2004 :24)
Isi media merupakan hasil dari para pekerja dalam mengkonstruksi
berbagairealitas yang dipilihnya untuk dijadikan sebagai sebuah berita,
diantaranya realitas politik. Disebabkan sifst dan faktanya bahwa pekerjaan media
massa adalah menceritakan peristiwa-peristiwa, maka dapat dikatakan bahwa
seluruh isi media adalah realitas yang dikonstruksi (contructed reality).
Pembuatan berita dimedia pada dasarnya tidak lebih dari penyusun
realitas-realitas hingga membentuk sebuah cerita (Tuchman dalam Sobur,2001 : 83)
Isi media pada hakikatnya adalah hasil konstruksi realitas dengan
menggunakan bahasa sebagai perangkat dasarnya. Sedangkan naghasa bunkan
Eriyanto, 2004, Analisis Framing, Jogjakarta : LKIS
Eriyanto, 2002, Analisis Framing, Konstruksi, Ideologi dan Politik Media, Jakarta
: LKIS
Eriyanto, 2005, Analisis Framing, Konstruksi, Ideologi dan Politik Media, Jakarta
: LKIS
Sobur Alex, 2002, Analisi Teks Media, Bandung : PT. Remaja Rodakarya
Sumadiria, Drs.As Haris, Msi. 2005, Menulis Artikel dan Tajuk Rencana,
Bandung : Simbiosa Rekata Media.
Meleong, Lexy J, 2002 Metode Penelitian Kualitatif, Bandung : PT. Remaja
Rodakarya
Non Buku :
http:/ / www.jpnn.com/ index.php?mib=berita.detail&id=865
http://olahraga.kompas.com/bola/2010/12/23/terimakasih-nurdin-halid/
Metronews.com/Kamis, 24 Februari 2011 14:54 WIB
Artikel Surat Kabar Jawa Pos Halaman Depan :
-
Edisi minggu, 20 februari 2011, Nurdin melaju, KSAD terjegal
-
Edisi rabu, 23 februari 2011, Nurdin “ jadi presiden pun saya bisa”
-
Edisi sabtu, 26 februari 2011, Nurdin-Nirwa dianulir
-
Edisi sabtu, 5 maret 2011, Nurdin tak sanggup penuhi FIFA
-
Edisi rabu, 9 maret 2011, FIFA larang Nurdin Maju lagi
peluang yang sangat besar untuk mempengaruhi gambar yang dihasilkan dari
realitas yang dikonstruksikannya (Sobur, 2001 :88)
Setiap upaya “menceritakan” sebuah peristiwa, keadaan, benda atau
apapun, pad hakekatnya dalah usaha mengkonstruksikan realitas. Penggunaan
bahasa tertentu jelas berimplikasi terhadap kemunculan makna tertentu. Pilihan
kata dan cara penyajian suatu realitas ikut menentukan bantuk konstruksi realitas
yang sekaligus menentukan makna yang muncul darinya. Bahkan menurut
Hamad, bahasa bukan Cuma mampu mencerminkan realitas tetapi sekaligus
menciptakan realitas (Sobur, 2001 : 90)
Dalam rekonstruksi realitas, bahasa dapat dikatakan sebagai unsure utama.
Bahasa merupakan insrtumen pokok untuk mencerminkan reakitas. Sehingga
dapat dikatakan bahwa bahasa adalah alat konseptualisasi dan alatnarasi media
(Sobur, 2001 : 91)
2.1.2 Ideologi Media
Pemahaman terhapad media sebagai agen konstruksi sosial mengakibatkan
pemahaman tertentu pula pada berita hasil keja wartawan. Media tidak hanya
sekedar sebagai mekanisme penyebaran informasi yang ampuh, tetapi lebih dari
itu, media merupakan suatu organisasi yang kompleks dan institusi sosial yang
penting dalam masyarakat. Struktur ideology dominan dianut media akan lebih
banyak diabadikan oleh medi melalui berita-beritanya. (Little John, 1991)
Teori tentang ideology media diatas termasuk dalam teori kritik Marxist
menempatkan lebih banyak perhatian pad aide dari pada benda yang bersifat
material. Dengan cara berpikir seperti ini, media menunjuk pada dominasi
ideology para elit yang diraih dengan manipulasi cerita dan symbol, yang pada
dasarnya menguntungkan kepentingan kelas dominan tertentu. (Ibid, 1991 : 131)
Seperti disebutkan diatas, dalam pembuatan berita selalu melibatkan
pandangan dan ideology wartawan atau bahkan media yang bersangkutan.
Ideologo ini menentukan aspek fakta dipilih dan membuang apa yang ingin
dibuang. Artinya jika seorang wartawa menulis berita dari salah satu sisi,
menampilkan sumber dari satu sisi pihak dan memasukkan opininya pada berita,
semua itu dilakukan dalam rangka pembenar tertentu. Dapat dikatakan media
bukanlah merupakan sarana yang netral dalam menampilkan kekuatan dan
kelompok dalam masyarakat secara apa adanya, tetapi kelompok dan ideology
yang domonan dalam media itulah yang akan ditampilkan dalam berita-beritanya.
(Eriyanto, 2000 : 90)
Pada kenyataannya, berita di media massa tidak perna netral dan obyektif.
Jika kita lihat bahasa jurnalistik yang digunakan mediapun selalu dapat ditemikan
adanya pemilihan fakta tertentu dan membuang aspek fakta yang lain yang
mencerminkan pemihakan media pada salah satu kelompok atau ideology tertentu.
Bahasa ternyata tidak lepas dari subyektivitas sang wartawan dalam
mengkonstruksi realitas. Dengan mengetahui bahasa yang digunakan dalam
berita, pada saat itu juga kita dapat menemukan ideology yang dianut oleh
Konsep ideology bisa membantu menjelaskan mengapa wartawan memilih
fakta tertentu untuk ditonjolkan dari pada fakta yang lain, walaupun hal itu
merugikan pihak lain, menempatkan sumber berita yang satu lebih menonjol dari
pada sumber yang lain, ataupun secara nyata atau tidak melakukan pemihakan
kepada pihak tertentu. Artinya ideology wartawan dan media bersangkutanlah
yang secara strategis menghasilkan berita-berita seperti itu. Di sini dapat
dikatakan media merupakan inti instrument ideology yang tidak dipandang
sebagai zona netral dimana berbagai kelompok dan kepentingan ditampung, tetapi
media lebih sebagai subyek yang mengkonstruksikan realitas atas penafsiran
wartawan atau media sendiri untuk disebarkan kepada khalayak.(Eriyanto,
2000:92)
Media massa sebagai pendefinisi, tidak dapat dipisahkan dari saling
keterkaitan bahasa, pengetahuan dan kekuasaan yang beroperasi dibalik bahasa
yang digunakan media dalam pemberitaannya. Dengan kata lain, perbincangan
tentang media selalu berkaitan dengan ideology yang membentuknya, yang pada
akhirnya ideology tersebut akan mempengaruhi bahasa (gaya, ungkapan,
kosakata) yang digunakan dan pengetahuan (kebenaran, realitas) yang dihasilkan.(
Piliang, 2000)
2.1.3 Berita dan Nilai Berita
Kriteria umum nilai berita (news value) merupakan acuan yang dapat
digunakan wartawan untuk memutuskan fakta yang pantas dijadikan berita dan
muda mendeteksi peristiwa mana yang harus diliput dan diabaikan, memilih
peristiwa mana yang penting dan terbaik untuk dimuat, disiarkan melalui
medianya kepada khalayak. (Sumadiria, 2005:80)
Criteria umum nilai berita menurut Brian S. Books, George Keneddy,
Darly R.Moen don Ranly dalam Sumardiria (2005 :80)
1. Keluarbiasaan (unssualness)
Berita adalah suatu yang luar biasa. Dalam pandangan jurnalistik brita
bukanlah suatu peristiwa biasa tetapi berita adalah peristiwa luar biasa.
Semakin besar suatu peristiwa semakin besar pula nilai berita yang
ditimbulkan. Nilai berita peristiwa luar biasa tidak dapat dilihat dari lima
aspek : lokasi perostiwa, waktu peristiwa, jumlah korban, daya kejut
peristiwa dan dampak yang dihasilkan
2. Kebaruan (newness)
Berita adalah semua yang terbaru. Berita apa saja yang disebut hasil karya
terbaru, apa saja perubahan penting yang terjadi pada khalayak dan
dianggap berarti adalah berita.
3. Akibat (impact)
Berita adalah sesuatu yang berdampak luas. Suatu peristiwa tidak jarang
menimbulkan dampak besar dalam kehidupan masyarakat. Dampak
pemberitaan bergantung pada seberapa banyak khalayak yang terpengaruh
pemberitaan itu langsung mengena khalayak atau tidak dan setidaknya
4. Actual (timeliness)
Berita adalah peristiwa yang sedang atau baru terjadi. Secara sederhana
actual berarti menunjukan pada peristiwa yang baru atau sedang terjadi.
Sesuai dengan definisi jurnalistik media massa haruslah memuat atau
menyiarkan berita-berita teraktual yang sangat dibutuhkan masyatakat.
Aktualitas dibagi menjadi tiga kategori yaitu : Aktualitas kalender,
aktualitas waktu, aktualitas peristiwa.
5. Kedekatan (proximity)
Kedekatan disini mengandung dua arti yaitu kedekatan geografis dan
kedekatan psikologis. Kedekatan goegrafis adalah kedekatan yang
menunjuk pada peristiwa yang terjadi di tempat tinggal kita. Sedangkan
kedekatan psikologis adalh kedekatan yang lebih banyak ditentukan oleh
tingkat ketertarikan pikiran, perasaan, atau kejiwaan seseorang dengan
suatu objek peristiwa atau berita.
6. Informasi (information)
Tidak semua informasi memiliki nilai berita, setiap informasi yang tidak
memiliki nilai berita, menurut pandangan jurnalistik tidak layak untuk
dimuat. Hanya informasi yang bermanfaat bagi khalayak yang layak
dimuat. Informasi yang banyak memberikan manfaat yang layak mendapat
perhatian.
Berita adalh konflik atau segala seduatu yang mengandung unsure atau
sarat dengan dimensi pertentangan, komflik merupakan sumber berita
yang tak pernah kering dan tak kan pernah habis.
8. Orang penting (Public figure, News maker)
Berita adalah orang-orang yang penting, orang ternama, pesohor, selebriti,
figure public. Orang-orang tersebut dimanapun selalu membuat berita.
Jangankan ucapan dan tingkah lakunya namanya saja sudah membuat
berita.
9. Kejutan (Surprising)
Nilai berita dari krjutan adalah sesuatu yang datangnya tiba-tiba diluar
dugaan dan tidak direncanakan. Kejutan bisa menunjukan pada ucapan dan
perbuatan manusia.bisa juga menyangkut binatang dan perubahan yang
terjadi pada lingkungan alam dan benda-benda mati. Semuanya bisa
mengandung dan menciptakan informasi serta tindakan yang mengejutkan.
10.Ketertarikan manusiawi (Human Interest)
Human Interest banyak mengaduk-ngaduk perasaan dari pada
mengundang pemikiran. Aspek kejiwaan, emosi, empati, diutamakan
dalam nilai beita ini. Hanya kerana naluri dan suasana hati kita merasa
terusik maka peristiwa tersebut mendapat nilai berita. Apa saja dinilai
mengandung minat insane, menimbulkan ketertarikan manusiawi,
mengembangkan hasrat dan naluri ingin tahu merupakan unsure human
11.Seks (sex)
Sex adalah berita, sepanjang sejarah peradapan menusia sesuatu yang
berkaitan dengan perempuan , hubungan pria dan wanita pasti menarik dan
menjadi sumber berita.
2.1.4 PSSI (Persatuan Sepak bola Seluruh Indonesia)
Persatuan Sepak bola Seluruh Indonesia atau yang biasa disebut PSSI
adalah satu-satunya pengendali otoritas persepakbolaan nasional, kantor pusatnya
berada di Jakarta dan beralamat di Pintu X-XI ring-road Stadion Utama Gelora
Bung Karno (SUGBK) Senayan, Jakarta. Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia
atau PSSI, adalah organisasi induk yang bertugas mengatur kegiatan olah raga
sepak bola di Indonesia. PSSI berdiri pada tanggal 19 April 1930 dengan nama
awal Persatuan Sepak Raga Seluruh Indonesia. Ketua umum pertamanya adalah
Ir. Soeratin Sosrosoegondo. PSSI bergabung dengan FIFA pada tahun 1952,
kemudian dengan AFC pada tahun 1954. PSSI menggelar kompetisi Liga
Indonesia setiap tahunnya, dan sejak tahun 2005, diadakan pula Piala Indonesia.
Ketua umumnya saat ini adalah Nurdin Halid yang sempat diusulkan untuk
diganti karena tersandung masalah hokum. PSSI di masa kepemimpinan Nurdin
Halid memiliki beberapa hal yang dianggap kontroversi, antara lain mudahnya
Nurdin Halid memberikan ampunan atas pelanggaran, kukuhnya Nurdin Halid
sebagai Ketua Umum meski dia dipenjara, isu tidak sedap yang beredar pada
diselenggarakannya Liga Primer Indonesia. 13 Maret 2011 , 00:43:00.
http://www.jpnn.com/index.php?mib=berita.detail&id=865
Kongres akan diadakan dalam waktu dekat ini, dan tidak lama lagi
pemilihan Ketua dan Wakil Ketua Umum PSSI sendiri akan dihelat pada 29 April
mendatang. Kongres pemilihan komite pemilihan dan komite banding sendiri
dilakukan untuk memilih orang-orang yang bakal menyaring siapa-siapa saja yang
akan duduk di dalam EXCO PSSI termasuk di dalamnya adalah Ketua Umum dan
Wakil Ketua Umum PSSI.
2.1.5 Framing dan Proses Produksi Berita
Framing berhubungan dengan proses produksi berita, yang meliputi
kerangka kerja dan rutinitas organisasi media. Suatu peristiwa yang di bingkai dan
dipahami dalam kerangka tertentu dan bukan bingkai yang lain, bukan hanya
disebabkan oleh sruktur skeme wartawan, tatapi juga rutinitas kerja dan institusi
media, yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi pemaknaan
terhadap suatu peristiwa. Institusi media dapat mengontrol pola kerja tertentu
yang mengharuskan wartawan melihat peristiwa kedalam kemasan tertentu,atau
bisa juga wartawan sebagai dari komunitasnya. Jadi wartawan hidup dan bekerja
dalam suatu institusi yang mempunyai pola kerja, kebiasaan, aturan, norma, etika,
dan rutinitas tersendiri, dimana semua elemen proses produksi berita tersebut
mempengaruhi cara pandang wartawan dalam memaknai suatu peritiwa (Eriyanto,
Wartawan adalah profesi yang dituntut untuk mengungkap kebenaran dan
menginformasikan ke public seluas mungkin temuan-temuan dari fakta-fakta yang
berhasil digalinya, selain semata-mata demi pembangunan kehidupan dan
peradaban manusia yang lebih baik. Sekalipun dampak dari pelaksanaan
profesinya itu akan memakan korban-korbannya tersendiri, seperti pejabat yang
korupsi, dokter yang melanggar etika profesi, perusahaan yang menyamarkan
lingkungan dan sebagainya, peranan itu harus dilakukannya karena pers bukanlah
petugas hubungan masyarakat (humas) sebuah departemen, yang hanya berbicara
sisi-sisi positif dan keberhasilan dari departemennya serta menyimpan
dalam-dalam keburukan dan kebobrokan lembaganya (Djatmika,2004:25)
Framing adalah bagian tak terpisahkan dari bagaimana awak media
mengkonstruksi realitas. Framing berhubungan erat dengan proses editing
(penyuntingn) yang melibatkan semua pekerja dibagian keredaksian. Reporter di
lapangan menetukan siapa yang diwawancarainya dan siapa yang tidak, serta
pertanyaan apa yang akan diajukan dan pap yang tidak. Redaktur yang bertugas di
desk yang bersangkutan, dengan maupun tanpa berkonsultasi dengan redaktur
pelaksana atau redaktur umum, menentukan apakah laporan si reporter akan
dimuat atau tidak, dan mengarang judul apa yang akan diberikan. Petugas tatap
muka dengan atau tanpa berkonsultasi dengan redaktur menetukan apakah teks
berita itu perlu diberi aksentuasi oleh suatu foto, karikatur, atau bahkan ilustrasi
2.1.6 Analisis Framing
Analisis framing dapat digambarkan sebagai analisis untuk mengetahui
bagai mana realitas (peristiwa, actor, kelompok, atau apa saja) dibingkai oleh
media.pembingkaian tersebut tentu saja melalui proses konstruksi. Disini realitas
sosial dimaknai dandikonstruksi dengan makana tertentu. (Eriyanto, 2002:3). Jadi,
dalam penelitian framing yang terjadi titik persoalan adalah bagaimana realitas
atau peristiwa dikonstruksi oleh media. Lebih spesifik, bagaiman media
membingkai peristiwa dalam rekonstruksi tertentu. Sehingga yang terjadi titik
perhatian bukan apakah media memberikan negative atau positif, meliankan
bagaimana bingkai yang dikembangkan oleh media. (Eriyanto, 2002:7)
Menurut pan dan kosicky dalam Eriyanto (2002:251) analiss framing ini
dapat menjadi salah satu alternative dalam menganalisis teks media disamping
analisis isi kuantitatif. Konsep framing selalu berkaitan dengan proses seleksi isu
dan bagaimana menonjolkan aspek dari isu atau realitas tersebut kedalam berita.
Framing dipandang sebagai penempatan informasi-informasi dalam konteks yang
khas sehingga isu tertentu tersebut mendapat alokasi yang besar dari pada alokasi
lain. Dalam membuat berita wartaawan memutuskan apa yang akan ia berikan,
apa yang akan diliput dan apa yang harus dibuang. Wartawan juga akan
menentukan apa yang akan ditonjolkannya dan apa yang akan disembunyikannaya
2.1.7 Model Analisis Framing
Penelitian ini akan menggunakan model Zhongdang Pan dan Gerald
M.Kosicky dalam menganalisis bagaimana surat kabar Jawa Pos membingkai
berita pencalonan Nurdin Halid sebagai ketua umum PSSI.
Bagi Pan dan Kosicky, Analisis framing dapat menjadi salah satu
alternative dalam menganalisis media. Mereka menilai dalam analisis framing,
teks berita dilihat dari symbol yang disusun lewat perangkat simbolik yang akan
dipakai dan yang akan dikonstruksi dalam memori khalayak. Jadi, tidak ada pesan
atau stimuli yang bersifat objektif, sebaliknya teks brita merupakan seperangkat
kode yang membutuhkan interpretasi. Oleh karena itu maka tidak dimaknai
sebagai sesuatu yang dpat diidentifikasi dengan menggunakan ukuran yang
objektif, sebaliknya ai merupakan hasil dari proses konstruksi dan penafsiran
khalayak. Masih menurut Pan dan Kosicky, analisis framing ini tidak melihat teks
berita sebagai suatu pesan yang hadir begitu saja, tetapi sebagai teks yang
dibentuk lewat stuktur dan formasi tertentu yang melihat proses produksi dan
konsumsi dari suatu teks barita. Pan dan Kosicky juga menilai bahwa validitas
dari analisis framing tidakkalah diukur dari objektifitas dari pembacaan penelitian
atas teks berita. Tetapi dilihat dari bagaiman teks menyimpan kode-kode yang
dapat ditafsirkan dengan jalan tertentu oleh peneliti. Jadi dalam analisis framing
tidak ada ukuran valid, karena tergantung bagaiman seseorang menafsirkan pesan
Menurut Pan dan Kosicky, ada dua konsepsi framing yang saling
berkaitan. Pertama, dalam konsepsi psikologi. Framing dalam konsepsi ini lebih
menekankan pada nagaimana sesorsng memproter informasi dalam dirinya. Hal
ini berkaitan dengan stuktur dan proses kognitif, yaitu bagai mana seseorang
mengelola sejumlah informasi dan ditunjukkan dalam skema tertentu. Framing
disini dilihat sebagai penempatan informasi dalam suatu konteks yang unik atau
khusus dan menempatkan elemen tertentu dalam suatu isu dengan penempatan
lebih menonjol dalam kognisi seseorang, sehingga elemen-elemen yang diseleksi
dari suatu isu atau peristiwa itu menjadi penting dalam mempengaruhi
pertimbangan dalam membuat keputusan tentang realitas. Kedua, konsepsi
sosiologis. Pada pandangan sosiologis ini lebih melihat pada bagaiman konstruksi
sosial atas realitas. Framing disini dipahami sebagai bagaimana seseorang
mengklasifikasikan, dan menafsirkan pengalaman sosialnya untuk mengerti
dirinya dan realitas diluar dirinya, sehingga fram disini berfungsi untuk membuat
suatu realitas menjadi teridentifikasi, dipahami dan dapat dimengerti karena sudah
dilabeli dengan label tertentu. (Eriyanto, 2002:252-253)
Konsep psikologi dan sosiologo dapat dibangun dalam satu model dapat
dilihat bagaimana suatu berita diproduksi dan peristiwa dikonstruksi oleh
wartawan. Wartawan bukanlah agen tunggal yang menafsirkan peristiwa, sebab
setidaknya ada tiga pihak yang saling berhubungan yaitu wartawan, sumberdan
2.1.8 Perangakat Framing
Analisis yang digunakan ddalam penelitian ini dikembangkan dari model
Pan dan Kosicky dalm Eriyanto. Model ini berasumsi bahwa setiap berita
mempunyai frame yang berfungsi sebagai pusat dari orgsnisasi ide. Frame ini
adalah suatu ide yang dihubungkan dengan elemen yang berbeda dalam teks
berita (seperti kutipan sumber, latar informasi, pemakaian kata atau kalimat
tertentu) kedalam teks secara keseluruhan.
Dalam pendekatan ini, perangkat framing dapat dibagi menjadi empat
struktur basar yaitu:
1. Sintaksi : berhubungan bagaiman media menyusun peristiwa kedalam
berita. Ini dapat diartikan bahwa penempatan berita dalam halaman
surat kabar termasuk dalam dimensi ini. Penempatan berita dianggap
penting dengan landasan pemikiran bahwa semakin penting suatu
berita akan semakin ditonjolkan dalam struktur penempatannya.
Perlakuan tersebut dilakukan dengan harapan akan mendapat alokasi
perhatian yang lebih besar dari khalayaknya. Segi sintaksis yang paling
popular muncul dalam bentuk piramida terbalik. Struktur sintaksis
dapat member petunjuk yang berguna tentang bagaimana wartawan
memaknai dan hendak kemana peristiwa tersebut akan dibawa.
a. Headline : Disebut juga judul berita, inti suatu berita yang
ditulis dengan huruf berukuran besar dan mencolok dengan
b. Lead : Disebut juga teras berita, memberikan sudut pandang
dari berita menunjukkan perspektif tertentu dari peristiwa
yang diberikan.
c. Latar : Latar belakang atas peristiwa yang ditulis, merupakan
bagian berita yang dapat mempengaruhi semantic (arti kata)
yang ingin disampaikan. Umumnya ditampilkan diawal
sebelum pendapat komunikator yangsebenarnya muncul
dengan maksud mempengaruhi dan member kesan bahwa
pendapat komunikator sangat beralasan.
d. Pengutipan sumber berita : pengutipan yang dilakukan
terhadap pendapat orang-orang yang berhubungan dengan
peristiwa yang dijadikan berita. Dengan tujuannya untuk
membangun objektifitas, prinsip keseimbangan, dan tidak
memihak agar khalayak memahami bahwa yang ditulis oleh
wartawan bukan pendapat wartawan semata tetapi pendapar
dari orang yang mempunyai otoritas tertentu.
2. Skrip : berhubungan bagaimana media mengisahkan atau menceritakan
peristiwa masuk dalam bentuk berita. Erat kaitannya dengan kaidah
jurnalistik. Pola pengorganisasian peristiwa dapat dilihat dari hadirnya
komponen-komponen yang sejalan dengan kaidah-kaidah jurnalistik
yaitu bentuk 5W + 1H, struktur skrip :
b. What : berita tentang apa
c. When : kapan peristiwa yang diberikan terjadi
d. Where : dimana peristiwa yang diberikan tersebut terjadi
e. Why : mengapa peristiwa yang diberikan terjadi
f. How : bagamana terjadinya peristiwa yang diberikan tersebut.
Struktur ini melihat bagaimana cara bercerita atau bertutur yang
dipakai oleh wartawan dalam mengemas peristiwa kedalam bentuk
berita.
3. Tematik : berhubungan bagaimana media mengungkapkan
pandangannya atas peristiwa kedlam proposisi, kalimat, atau hubungan
antara kalimat yang membentuk teks secara keseluruhan.
Struktur Tematik :
a. Detail : berhubungan dengan control informasi yang
ditampilkan seseorang (komunikator). Informasi yang
menguntungkan komunikator akan diuraikan secara detail serta
lengkap dan apanjang lrbar bi;pa perlu dangan data-data
merupakan penonjolan yang dilakukan secara sengaja untuk
menciptakn citratertentu pada khalayak. Demikian juga
sebaliknya, bila informasi tersebut menyangkut kegagalan dari
kelemahan komunikator maka informasi akan ditampilkan
b. Maksud : Melihat bahwa informasi yang mengutungkan
komunikator akan diuraikan secara eksplisit dan jelas,
sedangkan yang merugikan akan diuraikan secara tersamar,
implicit dan tersembunyi.
c. Nominalisasi : Caranya memandang komunikator dalam
memandang suatu objek sebagai suatu yang tunggal sebagai
suatu kelompok (komunitas)
d. Koherensi : pertalian atau jalinan antar kata, proposisi atau
kalimat sehinggan fakta tidak berhubungan sekalipun dapat
menjadi kaliamat.
e. Bentuk Kalimat : Berhubungan denagn cara berpikir logis,
yaitu prinsip kausalitas, dimana ia menyatakan apakah A yang
menjelaskan B, atauakah B yang menjelaskan A. logika
kausalitas ini kalau diterjemahkan kedalm bahasa menjadi
susunan subyek (yang menerangkan) dan predikat (yang
ditersngkan). Bentuk kalimat ini bukan hanya persoalan teknis
kebenaran tata bahasa, tapi menetukan makna yang dibentuk
oleh susunan kalimat.
f. Kata ganti : alat yang digunakan komunikator untuk
4. Retoris : Menggambarkan pilihan gaya atau kata yang dipilih oleh
wartawan untuk menekankan arti yang ingin ditonjolkan wartawan.
Struktur retoritas terdiri atas :
a. Leksikon : pilihan kata yang yang dipakai dari berbagai
kemungkinan kata yang tersedia. Secara ideologis,
menunjukkan bagaimana pemaknaan seseorang terhadap fakta
atau realitas.
b. Gaya : berhubungan denga bagaimana pesan yang disampaikan
dibungkus dengan bahasa tertentu untuk menimbulkan efek
tertentu kepada khalayak.
c. Grafis : untuk memerikssa apa yang ditekankan atau yang
ditonjolkan (bersrti dianggap penting). Biasanya muncul lewat
bagaian tulisan yang dibuat lain disbandingkan dengan tulisan
lain. Pemakain huruf tebal, huruf miring, pemakaian garis
tebal, huruf yang dibuat dengan ukuran lebih besar. Termasuk
gambar, grafik, table, Foto, penempatan teks, tipe huruf dan
elemen grafis lain yang dapat memenipulasi secara tidak
langsung paendapat ideologis yang muncul.
d. Pengandaian : upaya mendukung atau menetang pandapat
dengan memberikan pernyataan yang dipercaya kebenarannya.
e. Metafora : kiasan, ungkapan yang dimaksudkan sebagai
tertentu bisa menjadi petunjuk utama untuk mengerti makna
suatu teks berita.
Keempat struktur pendekatan itu dapat digambarkan kedalam bentuk
skema sebagai berikut :
STRUKTUR PERANGKAT FREMING UNIT YANG DIAMATI
SINTAKSIS Head line, Lead, Latar Cara
wartawan 1. Skema Berita Informasi, Kutipa Sumber
menyusun fakta Pernyataan, Penutup
SKRIP
Cara wartawan 2. Kelengkapan Berita 5W + 1H
Mengisahkan fakta
3. Detail Paragraf, Proposisi,
TEMATIK 4. Koherensi Hub Antar Kalimat,
Cara wartawan 5. Bentuk Kalimat Kalimat.
Menulis fakta 6. Kata Ganti
RETORIS 7. Leksikon Kata, Idom, Gambar
Cara wartawan 8. Grafis Foto, Grafik.
2.2 Kerangka Berfikir
Penelitian ini berangkat dari adanya fenomena media, dimana pada
periode februari sampai dengan maret 2011 surat kabar Jawa Pos memuat
pemberitaan tentang adanya pencalonan Nurdin Halid sebagai ketua umum PSSI.
Jawa Pos sebagai surat kabar nasional memuat pembaritaan tentang “pencalonan
Nurdin Halid sebagai ketua umum PSSI” yang terdiri dari 17 berita.
Berita tersebut dianalisis menggunakan analisis framing model Pan dan
Kosicki, dalam model ini banyak diadaptasi pendekatan linguistic dengan
memasukkan elemen seperti pemakaian kata, pemilihan stuktur dan bentuk
kalimat yang mengarahkan bagaimana peristiwa dibingkai media. Pan dan
Kosicki mengoprasionalisasikan beberapa dimensi struktur teks berita sebagai
perangkat analisis framing, antara lain, sintaksis, skrip, tematik dan retoris.
Media pada dasarnya adalah berhubungan dengan pembentukan realitas.
Realitas bukan sesuatu yang sudah tersedia, yang kemudian ditampilkan wartawan
dalam pesan-pesan berbentuk berita. Wartawan dengan ideology medianya yang
kemudian membuat cerita-cerita tertentu dalam berita dengan cara mengurutkan,
membuat teratur, menjadi mudah dipahami, dengan memilih aktor-aktor dan
sumber-sumber yang diwawancarai sehingga ia membentuk suatu kisah yang
dibaca khalayak. Dari latar belakang tersebut diatas, maka paradikma konsep dan
secara teoritis, tetapi juga digunakan sebagai kerangka berfikir kajian dalam
Pola pikir dalam penelitian ini bartolak dari konstruksi sosial, dimana
wartawan dalam mengkostruksi berita pencalonan Nurdin Halid sebagai ketua
umum PSSI dituangkan dalam bentuk berita yang disebarkan melalui surat kabar
yakni Jawa Poas yang dibaca oleh khalayak atau sekelompok masyarakat. Ketika
berita tersebut dibaca maka berita tersebut bukan sekedar informasi, hiburan,
ataupun edukasi, namun juga proses konstruksi oleh wartawan terhadap realitas
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif
dengan analisis framing. Analisis framing digunakan untuk mengetahui
bagaimana realitas (peristiwa, aktor, kelompok dan lain sebagainya) dikonstruksi
oleh media. Metode ini merupakan suatu metode yang memberikan gambaran
atau fenomena atau fakta tertentu secara terperinci yang akhirnya diperoleh hasil
pemaknaan yang lebih jelas mengenai fenomena atau fakta yang diteliti.
Sedangkan metode kualitatif digunakan karena metode ini lebih peka dan lebih
dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama dan
terhadap pola-pola nilai yang dihadapi. (moleong, 2002 : 5) Dengan cara apa,
teknik apa, peristiwa ditekankan dan ditonjolkan wartawan. Apakah ada bagian
dari berita itu dihilangkan, luput atau malah disembunyikan dalam pemberitaan.
Semua elemen tersebut tidak hanya bagian dari teknis jurnalistik, tetapi
menandakan bagaimana peristiwa dimaknai dan ditampilkan. (Eriyanto, 2007: 3)
3.1.1 Definisi Konseptual
Sebelumnya dijelaskan bahwa framing adalah pendekatan untuk
mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh
wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita tentang pencalonan Nurdin
Halid sebagai ketua umum PSSI pada periode februari sampai dengan maret 2011
menentukan fakta apa yang diambil, bagian mana yang ditonjolkan dan
dihilangkan, serta hendak dibawa kemana berita tersebut (Nugroho, Eriyanto,
Surdiasis, 1999:21).
Dalam model Zhongdang Pan dan Gerald M.Kosicky ini, perangkat
framing dapat dibagi menjadi empat struktur basar yaitu:
1. Sintaksi : berhubungan bagaiman media menyusun peristiwa kedalam
berita. Struktur sintaksis dapat member petunjuk yang berguna tentang
bagaimana wartawan memaknai dan hendak kemana peristiwa tersebut
akan dibawa seperti headline, lead, latar, Pengutipan sumber berita.
2. Skrip : berhubungan bagaimana media mengisahkan atau menceritakan
peristiwa masuk dalam bentuk berita. Erat kaitannya dengan kaidah
jurnalistik. Pola pengorganisasian peristiwa dapat dilihat dari hadirnya
komponen-komponen yang sejalan dengan kaidah-kaidah jurnalistik
yaitu bentuk 5W + 1H.
3. Tematik : berhubungan bagaimana media mengungkapkan
pandangannya atas peristiwa kedlam proposisi, kalimat, atau hubungan
antara kalimat yang membentuk teks secara keseluruhan.
Struktur Tematik yaitu Detail, Maksud, Nominalisasi, Koherensi,
Bentuk Kalimat, Kata ganti.
4. Retoris : Menggambarkan pilihan gaya atau kata yang dipilih oleh
Struktur retoritas terdiri dari Leksikon, Gaya, Grafis, Pengandaian,
Metafora.
Penelitian ini akan memaparkan bagaimana cara media dalam membingkai
berita pencalonan Nurdin Halid sebagai ketua umum PSSI di harian Jawa Pos.
yang meliputi penyeleksian isu dan penulisan berita. Penulis akan menganalisa
berita mengenai pencalonan Nurdin Halid sebagai ketua umum PSSI di harian
Jawa Pos , periode februari sampai dengan maret dalam berita-beritanya yang
dianalisis dengan menggunakan perangkat framing dari model Zhongdang Pan
dan Gerald M.Kosicky. Analisis ini menggunakan model Zhongdang Pan dan
Gerald M.Kosicky karena merupakan salah satu alternatif dalam menganalisis
teks media disamping analisis isi kuanlitatif, dengan cara wartawan menonjolkan
pemaknaan mereka terhadap suatu peristiwa yaitu wartawan melihat dari strategi :
kata, kalimat, lead, foto, grafik dan hubungan antar kalimat
3.1.2 Subyek dan Obyek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah surat kabar harian umum Jawa Pos.
sedangkan Obyek penelitian adalah berita tantang pencalonan Nurdin Halid
sebagai ketua umum PSSI pada surat kabar Jawa Pos yang dimuat dihalaman
depan pada periode februari – maret 2011.
3.1.3 Unit Analisis
Unit analisis dalam penelitian ini adalah berita pencalonan Nurdin Halid
sebagai ketua umum PSSI yang dianalisis secara referensia, yaitu berdasarakan
3.1.4 Populasi dan Korpus
Populasi dalam penelitian ini adalah berita-berita yang dimuat pada surat
kabar Jawa Pos periode februari - maret 2011. periode februari - maret dipilih
dalam penelitian ini, karena pada periode tersebut media-media bersaing untuk
memberikan informasi atau berita teraktual mengenai pencalonan Nurdin Halid
sebagai ketua umum PSSI. Berikut populasi yang terdapat pada surat kabar Jawa
Pos, dengan judul sebagai berikut :
a. Nurdin melaju, KSAD terjegal (minggu, 20 februari 2011)
b. Nurdin “ jadi presiden pun saya bisa” (rabu, 23 februari 2011)
c. Kian santer, Nirwan ban serep Nurdin (kamis, 24februari 2011)
d. Nurdin “ Menpora tak paham bola” (jumat, 25 februari 2011)
e. Pendemo pro-Nurdin dibayar Rp.25 ribu (sabtu,26 februari 2011)
f. Nurdin-Nirwa dianulir (sabtu, 26 februari 2011)
g. Pemilik suara gembosi Nurdin CS (selasa, 1 maret 2011)
h. Nurdin maen drama di DPR (rabu, 2 maret 2011)
i. Nurdin tak sanggup penuhi FIFA (sabtu, 5 maret 2011)
j. Nurdin CS dilaporkan suap pemilik suara (senin, 7 maret 2011)
k. FIFA larang Nurdin Maju lagi (rabu, 9 maret 2011)
l. Waspada Nurdin CS sebelum kongres (jumat, 11 maret 2011)
m. Kisruh kongres PSSI batal (minggu, 27 maret 2001)
n. Nurdin CS pemicu kisruh kongres (senin, 28 maret 2011)
p. Nurdin CS keluar dari kantor PSSI (rabo, 30 maret 2011)
q. Sekjen PSSI dilaporkan ke Bareakrim (kamis, 31 maret 2011)
Korpus dalam penelitian ini adalah suatu himpunan terbatas atau berbatas
dari unsur yang memiliki sifat bersama atau tunduk pada aturan yang sama.
Pendapat lain juga ada yang mengatakan bahwa korpus adalah sekumpulan bahan
yang berbatas, yang ditentukan pada perkembangan oleh analisis dengan semacam
kesemenaan, bersifat se-homogen mungkin (Kurniawan, 2001: 70). Sifat yang
homogen itu diperlukan untuk memberi harapan yang beralasan bahwa
unsur-unsurnya dapat dianalisis secara keseluruhan. Sedangkan korpus dalm penelitian
ini adalah berita-berita yang membahas tentang pencalonan Nurdin Halid sebagai
ketua umum PSSI.
Surat kabar Jawa Pos menempatkan berita tentang pencalonan Nurdin
Halid sebagai ketua umum PSSI dikolom halaman depan namun bukan headline.
Korpus yang terdapat pada surat kabar Jawa Pos, adalah berita – berita dengan
judul sebagai berikut :
a. Nurdin melaju, KSAD terjegal (minggu, 20 februari 2011)
b. Nurdin “ jadi presiden pun saya bisa” (rabu, 23 februari 2011)
c. Nurdin-Nirwa dianulir (sabtu, 26 februari 2011)
d. Nurdin tak sanggup penuhi FIFA (sabtu, 5 maret 2011)
e. FIFA larang Nurdin Maju lagi (rabu, 9 maret 2011)
f. Waspada Nurdin CS sebelum kongres (jumat, 11 maret 2011)
h. Nurdin CS keluar dari kantor PSSI (rabo, 30 maret 2011)
3.1.5 Teknik Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dan diperoleh secara langsung dan
mengidentifikasikan berita yang berpedoman pada model analisis Zhondang Pan
dan Gerald M.Kosicki. data hasil identifikasi tersebut digunakan untuk
menemukan cara pandang atau perspektif media dalam membingkai suatu fakta.
Data dalam penelitian ini adalah berita pencalonan Nurdin Halid sebagai ketua
umum PSSI pada surat kabar Jawa Pos.
3.1.6 Teknik Analisis Data
Teknik yang digunakan untuk menganalisis data dalam penelitian ini
adalah analisis framing. Analisis framing adalah analisis yang memusatkan
perhatian pada bagaimana media mengemas dan membingkai berita. Proses itu
umumnya dilakukan dengan memilih peristiwa tertentu untuk diberitakan dan
menekankan aspek tertentu dari peristiwa dengan bantuan kata, aksentuasi,
kalimat, gambar, dan perangkat lainnya, framing juga digunakan untuk
mengetahui bagaimana media mengkonstruksi realitas. Disisni realitas dimaknai
dan dikonstruksi dengan makna tertentu. Dengan demikian akan menghasilkan
pemberitaan media pada sisi tertentu atau wawancara dengan orang-orang
tertentu. (Eriyanto, 2004:3)
Framing bukan hanya berkaitan dengan skeme individu (wartawan).
Melaikan juga berhubungan dengan proses produksi berita, kerangka kerja dan
mempersepsi peristiwa atau fakta, menyeleksi dan menentukan peristiws atau
fakta yang dianggap mengandung berita.bagaimana peristiwa dipahami, dimaknai
dan dibimgkai semata-mata bukan disebabkan oleh struktur skeme wartawan,
melainkan juga rutinitas kerja dan institusi media yang secara langsung maupun
tidak langsung mempengaruhi pemaknaan peristiwa.(Eriyanto, 2004:102).
Berpedoman pada analisis framing penulis akan menganalisis berita-berita
pencalonan Nurdin Halid sebagai ketua umum PSSI pada surat kabar Jawa Pos
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Obyek Penelitian
4.1.1 Sejarah Perkembangan Surat Kabar Jawa Pos
Surat kabar Jawa Pos pertama kali diterbitkan pada tanggal 10 juli 1949
oleh suatu perusahaan yang bernama PT. Java Post Concern Ltd, yang bertempat
dijalan Kembang Jepun 166-169, perusahaan ini didirikan oleh WNI keturunan
kelahiran Banka yang bernama The Cung Sen alias Soeseno Tenjo pada tanggal 1
Juli 1949, Soeseno Tedjo merupakan perintis berdirinya Jawa Pos ini. Pada
awalnya Soesno Tedjo ini bekerja di kantor film Surabaya. Pada mulanya beliau
bertugas menghubungi surat kabar agar pemuatan iklan filmnya lancer, Dari situ
Soesno Tedjo mengetahui bahwa memiliki surat kabar ternyata menguntungkan,
maka beliau kemudian mendirikan perusahaan surat kabar dengan nama Java Pos
pada tanggal 1 Juli 1949. Harian Jawa Pos saat itu dikenal sebagai harian
melayu-Tionghoa, perusahaan penerbitnya waktu itu ada PT.Java Post Concern Ltd, yang
bertempat di Jln. Kembang Jepun. Pemimpin redaksi yang pertamanya adalah
Goh Tjing Hokn, Selanjutnya sejak 1951 pemimpinredaksi adalah Thio Oen Sik,
keduanya dikenal sebagai orang-orang republiken tak pernah goyah.
Pada saat The Cung Sen dikenal sebagai raja Koran karena memiliki tiga
buah surat kabar yang diterbitkan dalam tiga bahasa berbeda, Surat kabar yang
Chiau Wan, sedangkan De Vrije adalah surat kabar yang terbit dengan
menggunakan bahasa belanda.
Surat kabar De Vrije Pers yang berbahasa Belanda tersebut awalnya
dimiliki oleh Vit Geres maatschappij, De Vrije Pers yang berlokasi di Jln.
Kaliasin 52 Surabaya, tetapi selanjutnya dibeli PT. Java Post Concern Ltd. Pada
bulan April 1954. Pada bulan dan tahun yang sama Java Post mulai dicetak di
percetakan Agil di jalan K.H Mansyur Surabaya.
Pada tahun 1962 harian De Vrije Pers dilarang terbit oleh pemerintahan
Republik Indonesia sehubungan dengan peristiwa Trikora untuk merebut kembali
Irian Barat dari tangan Belanda. Sebagai gantinya diterbitkan surat kabar harian
inggris dengan nama Indonesia Daily News, Meskipun harian ini dihentikan
penerbitannya karena minimnya pemasangan iklan pda tahun 1981.
Sedangkan munculnya kemelut yang disebabkan oleh meletusnya G30 S
PKI ternyata tidak saja menimpa harian kompas tetapi menimpa harian Huo Shin
Wan, sehingga pada tahun pada tahun kejadian itu harian harian Huo Shin Wan
juga dilarang terbit, karena itu sejak tahun 1981 praktis hanya harian Java Pos
yang bertahan tetap terbit meskipun dengan kondisi memprihatinkan karena
oplahnya yang sangat kecil yakni hanya 10.000 eksemplar.
Dan lebih parah lagi pada tahun 1982 oplah Java Post tinggal 6700
eksemplar. Pendistribusiannya pun di Surabaya hanya 2000 eksemplar, sedangkan
lainnya di beberapa kota di jatim, di malang yang beredar hanya 350 eksemplar.
semakin kacau, ketiga anak The Cung Sen yang diharapkan dapat melanjutkan
usaha penerbitan ini, tidak satu pun tinggal di Indonesia. Terlebih lagi teknologi
cetak juga kian sulit diikuti kemajuannya. Rendahnya oplah yang dperoleh
penerbit yang berkaitan pada kecilnya pendapatan, menyebabkan The Cung Sen
sebagai pemilik perusahaan menerima tawaran untuk mrnjual mayoritas saham
perusahaan kepada PT. Graffiti Pers (yang menerbitkan Tempo) pada tanggal 1
april 1982. Pak The (begitu panggilan untuk The Cung Sen), menyatakan tidak
mungkin lahi untuk mengembangkan jawa pos. Tapi pak The tidak ingin surat
kabar yang didirikannya mati begitu saja. Itulah mengapa sebabnya Java Post
diserahkan kepada pengelolah yang baru. Pada tanggal itu juga Dahlan Iskan
ditunjuk sebagai pemimpin utama dan pimpinan redaksi oleh dirut PT. Grafiti
Pers, Eric Samola SH untuk membenahi kondisi PT. Java Post Concern Ltd.
Hanya dengan waktu dua tahun oplah Jawa Pos Mencapai 250.000 eksemplar, dan
sejak saat itulah perkembangan Jawapos semakin menakjubkan dan menjadi surat
kabar terbesar yang terbit di Surabaya pada tahun 1999 oplahnya meningkat lagi
menjadi 320.000 eksemplar.
Pada tanggal 29 Mei 1985 sesuai dengan akta notaries Liem Shien Hwa
SH No.8 pasal 4 menyatakan nama PT. Java Post Concern Ltd diganti menjadi
nama PT. Jawa Pos dan sesuai dengan surat MENPEN No.1/per1/Menpen/84
mengenai SIUPP, khususnya pemilikan saham maka 20% dari saham harus
Meskipun telah terjadi perubahan kepemilikan Jawa Pos tidak berubah
secara esensial isi pemberitaan yang menyajikan berita-berita umum, Berita-berita
umum ini meliputi peristiwa nasional yang menyangkut peristiwa ekonomi,
polotik, hokum, sosial dan budaya, pemerintah, olahraga disamping pemberitaan
peristiwa yang terjadi di daerah Jawa Timur dan Indonesia Timur.
Melejitnya oplah Jawa Pos ini, tidak terlepas dari perjuangan dan
kepopuleran Jawa Pos dalam mengubah budaya mansyarakat Surabaya pada
khususnya dan masyarakat Jawa Timur pada umumnya. Saat itu budaya
masyarakat membaca Koran adlah sore hari, ketika Jawa Pos mempelopori terbit
pagi, banyak agen dan loper yang menolak menjual. Manajemen Jawa Pos
akhirnya meminta istri-istri atau keluarga wartawan menjadi agen atau loper ter
masuk istri Dahlan Iskan sendiri, sebab kendala utama adalah di pemasaran.
Sampai pada tahun 1985 strategi manejemen Jawa Pos tersebut membuahkan hasil
termasuk perubahan mendasar di keredaksian dan warga Surabaya lebih memilih
Koran jawa pos sehingga mampu menembus oplah 250.000 eksemplar per
harinya.
Salah satu hal yang benar-benar membuat Jawa Pos menjadi sebuah
kelompok media yang sangat besar adalah dengan JPNN (Jawa Pos News
Networking) yang dibentuk sebagai sarana untuk menampung berita dari seluruh
daerah dalam satu naungan dalam kelompok Jawa Pos. hal ini menyebabkan
berita di satu daerah di luar Surabaya tidak perlu dikerjakan layout –nya di
dikirim ke JPNN untuk diambil oleh redaksi yang ada di Surabaya. Saat ini Jawa
Pos juga memiliki fasilitas media online yang bisa diakses di situs
www.jawapos.co.id
Ketika dalam waktu singkat Jawa pos mampu menembus oplah siatas
100.000 eksemplar yang semula dianggap sebagai mimpi akhirnya Jawa Pos
“bermimpi” lagi dengan ambisi menembur oplah 1.000.000 eksemplar. Berbagai
upaya dilakukan baik dari redaksi pemasaran maupun lainnya untuk menembus
tersebut. Jawa Pos tetap bertahan oplah 4000.000 eksemplar. Manejemen lantas
melakukan ekspansi dengan membuat Koran-koran di daerah-daerah di Indonesia.
Strategi tersebut muncul dari Dahlan Iskan yang berasumsi bahwa di kota-kota
besar di Indonesia bisa didirikan satu Koran. Hal tersebut dilakukan dengan
menghidupkan usaha koran yang gulung tikar atau tinggal SIUPPnya.
Beberapa media yang dikelolah oleh Jawa Pos di berbagai daerah di
Indonesia diantaranya adalah Suara Indonesia yang telah berganti nama menjadi
Radar Surabaya, Dharma Nyata, Manuntung, Ackhyar, Fajar, Riu Pos, Menado
Pos, Suara Nusa, Memorandum, Karya Dharma, Bhirawa, Mercusuar,
Cenderawasih Pos, Kompetisi, Komputek, Agrobis, Liberty, Mentari, Oposisi,
Gugat, Posmo, Harian Rakyat, Merdeka, Amanat, Demokrat, Harian Duta
Masyarakat Baru, media itu bisa berupa bantuan modal, baik berupa uang maupun
mesin cetak ataupun daya manusia.
Kini hampir seluruh propinsi Indonesia terdapat Jawa Pos Group ter
pabrik kertas, perumahan, hotel sampai travel agent yang kesemuanya berada di
tangan Dahlan Iskan.
4.1.2 Kebijakan Redaksional
Dalam penulisan berita Jawa Pos harus melalui penyeleksian dengan
melihat situasi, kondisi, toleransi, pandangan dan jangkauan. Pemuatan berita
tergantung dari bobot berita tersebut. Secara tidak langsung bahwa berita yang
mendapat perhatian masyarakat banyak akan mendapatkan porsi yang lebih
banyak untuk dimuat dan diulas dari berbagai aspek oleh Jawa Pos hal itu
dilakukan untuk memenuhi keinginan untuk memberikan kepuasan akan
informasi kepada masyarakat. Untuk itu pada halaman pertama Jawa Pos
menyajikan satu tema berita dengan berbagai ukasan dari berbagai aspek atau
sudut pandang.
Dibidang keredaksian kepopuleran Jawa Pos adalah membuat berita besae
yang disajikan dengan membuat dalamukuran besar judul-judul berita yang
terbagi menjadi empat sampai lima kolom bahkan memenuhi seluruh kolom.
Pemberitaan Jawa Pos pun berangel-angel sehingga pembaca mendapatkan
informasi yang dalam dengan berbagai perspektif. Tidak kalah radikalnya, Jawa
Pos mempelopori penulisan feature yang berisi berita-berita unik dan human
interest.
Menurit Jawa Pos, dibutuhkan kemampuan untuk menyajikan fakta yang
sama sekaligus mengaduk-aduk emosi pembaca, semua itu tergantung dari cara
tepat sesuai dengan criteria, seperti kredibilitas, kompetensitas narasumber serta
kemapuan menuliskan ke dalam sebuah teks berita. Sel