• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN INTERAKSI OBAT PADA PASIEN GAGAL JANTUNG KONGESTIF DI INSTALASI RAWAT INAPRUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA TAHUN 2005-2008.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "TINJAUAN INTERAKSI OBAT PADA PASIEN GAGAL JANTUNG KONGESTIF DI INSTALASI RAWAT INAPRUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA TAHUN 2005-2008."

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN INTERAKSI OBAT PADA PASIEN GAGAL

JANTUNG KONGESTIF DI INSTALASI RAWAT INAP

RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA

TAHUN 2005-2008

SKRIPSI

Oleh :

ISNA RAHMAWATI

K 100 050 068

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

SURAKARTA

(2)

TINJA

JANT

RUMA

de

UN

AUAN IN

TUNG KO

AH SAKIT

Diajukan u erajat Sarja Uni

NIVERSIT

TERAKS

ONGESTI

T PKU MU

TAHU

untuk meme ana Farmas iversitas Mu ISNA K

FAKUL

TAS MUHA

SUR

i

I OBAT P

F DI INST

UHAMMA

UN 2005–2

SKRIPSI

enuhi salah si (S.Farm) p

uhammadiy Surakarta

Oleh : RAHMAW 100 050 068

(3)

P 1 2 3 4

TINJA

JANT

RUMA

F Pem (dr. E Penguji : 1. Dra. Nu 2. Tri Yuli 3. dr. EM 4. Andi Su

AUAN IN

TUNG KO

AH SAKIT

Dipertah akultas Far Uni D mbimbing U EM Sutrisna urul Mutma ianti, M.Si., Sutrisna, M uhendi S.Far

PENGES

TERAKS

ONGESTIF

T PKU MU

TAHU

ISNA K hankan diha rmasi Unive Pada tan M Fak iversitas Mu

Dra. Nurul M

Utama a, M.Kes) ainah, M.Si., , Apt. M.Kes rm., Apt ii

SAHAN SK

Berjudul:

I OBAT P

F DI INST

UHAMMA

UN 2005

-Oleh :

RAHMAW 100 050 068

adapan Pani ersitas Muh nggal : 30 Ju

Mengetahui, kultas Farm uhammadiy Dekan, Mutmainah, ( , Apt.

KRIPSI

PADA PAS

TALASI R

ADIYAH

2008

WATI 8 itia Penguji ammadiyah uli 2009 , asi yah Surakar

, M.Si., Apt

(4)

iii

MOTTO

Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu : “ Berlapang – lapanglah dalam

majlis,” maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila

dikatakan: “ Berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang

yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan

Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.

(Q.S Al Mujaadilah: 11)

Sikap mencari muka dan iri hati itu tidak termasuk akhlak orang yang beriman, kecuali dalam

menuntut ilmu

(H.R Baihaqi)

Aku ingin mendaki puncak tantangan, menerjang batu granit kesulitan, menggoda mara bahaya, dan

memecahkan misteri dengan sains. Aku ingin menghirup berupa-rupa pengalaman lalu terjun bebas

menyelami labirin lika-liku hidup yang ujungnya tidak dapat disangka. Aku mendamba kehidupan

dengan kemungkinan-kemungkinan yang bereaksi satu sama lain seperti benturan molekul uranium:

meletup tak terduga-duga, menyerap, mengikat, mengganda, berkembang, terurai, dan berpencar kea

rah yang mengejutkan. Aku ingin ke tempat-tmpat yang jauh, menjumpai beragam bahasa dan

orang-orang asing. Aku ingin berkelana, menemukan arahku dengan membaca bintang gemintang. Aku ingin

mengarungi padang dan gurun-gurun, ingin melepuh terbakar matahari, limbing dihantam angin, dan

menciut dicengkeram angin.

(5)

iv

PERSEMBAHAN

Ya Allah… Terimakasih untuk hadiah terindah ini.

Sebuah hadiah perjalanan yang istimewa sampai hamba tiba disini.

Semoga perjalanan hamba berikutnya akan semakin istimewa… Amin.”

Dengan cinta dan kasih sayang kupersembahkan sebuah karya ini teruntuk

pendamping langkahku …..

Bapak dan Ibu yang tercinta yang terkasih yang tiada henti membekali doa, cinta, kasih

sayang dan perhatian dalam kehidupan ananda

Kakakku Indra Achmad Nugroho, S.T dan adikku Muh. Fathur R yang tiada henti pula

memberi nasihat, semangat dan kebersamaan dalam hidupku

Sahabat-sahabatku Tyas, Deniar, Neta, Fitri, Putri, Angga, Wulan, Vita, Dewi, Dahlia dan

semua yang telah memberikan bantuan, dukungan, semangat dan persahabatan yang tulus.

Bersama kenangan yang takterlupakan

Yang teristimewa EP yang telah menemani, membantu memberikan dukungan, semangat dan

kebahagiaan terindah yang sangat berarti

Teman-temanku seperjuangan mbak Tya, Lina,Ajeng dan Erma yang telah mendampingiku

selama penelitian. Akhirnya kita skripsi juga!

Anak-anak Farmasi UMS kelas B

Fakultas Farmasi, almamaterku..

(6)

v

DEKLARASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya

yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan

Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat

yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis

diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, 30 Juli 2009

Peneliti

(7)

vi

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan

rahmad, hidayah, karunia dan nikmat yang diberikan-Nya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi dengan judul “TINJAUAN INTERAKSI OBAT PADA

PASIEN GAGAL JANTUNG KONGESTIF DI INSTALASI RAWAT INAP

RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA TAHUN 2005

-2008”.

Terselesainya skripsi ini tidak lepas dari bimbingan, arahan dan bantuan

berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih yang

sebesar-besarnya kepada :

1. Ibu Dra. Nurul Mutmainah, M.Si., Apt., selaku penguji I dan Dekan Fakultas

Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta yang telah banyak

memberikan saran yang amat berguna bagi penulis..

1. Ibu Tri Yulianti, M.Si., Apt. selaku penguji II yang telah banyak memberikan

saran yang amat berguna bagi penulis.

2. Bapak dr. EM Sutrisna, M.Kes., selaku dosen pembimbing utama, yang telah

memberikan bantuan, bimbingan, arahan dan dukungan yang berati dalam

pelaksanaan penelitian hingga terselesainya penulisan skripsi ini.

3. Bapak Andi Suhendi, S.Farm., Apt, selaku dosen pendamping, atas kesabaran,

(8)

vii

4. Ibu Rosita Melannisa, MSi., Apt., selaku dosen pembimbing akademik, atas

bimbingan dan dukungan.

5. Direktur RS PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA beserta staf-stafnya

terutama bagian rekam medik yang telah memberikan ijin kepada peneliti

untuk mengadakan penelitian.

6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta

yang telah banyak memberikan pengetahuan, ilmu dan bimbingan selama

perkuliahan dan penyusunan skripsi.

7. Bapak dan Ibuku tercinta yang telah memberikan kasih sayang, dukungan dan

bantuan yang selalu tercurah untukku

8. Kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah

banyak membantu hingga terselesainya skripsi ini.

Penulis menyadari adanya keterbatasan kemampuan, pengalaman, dan

pengetahuan sehingga dalam penyusunan skripsi ini masih banyak terdapat

kekurangan. Oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat

penulis harapkan. Akhirnya besar harapan penulis semoga skripsi ini dapat

bermanfaat bagi pembaca dan almamater

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Surakarta,

Penulis

(9)

viii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN MOTTO ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

DEKLARASI ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

DAFTAR SINGKATAN ... xiv

INTISARI ... xv

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... ...1

B. Perumusan Masalah……… ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Tinjauan Pustaka ... 4

1. Interaksi Obat ... 4

a. Definisi ... 4

b. Mekanisme Interaksi Obat ... 5

c. Level signifikan ... 7

(10)

ix

2. Gagal Jantung Kongestif ... 9

a. Definisi ... 9

b. Klasifikasi ... 11

c. Algoritme ... 12

d. Penatalaksanaan ... 13

3. Rumah Sakit ... 15

a. Definisi ... 15

b. Tugas ... 15

c. Fungsi ... 16

d. Klasifikasi Rumah Sakit Swasta ... 17

4. Rekam medik ... 17

a. Definisi ... 17

b. Fungsi ... 18

BAB II. METODE PENELITIAN ... 19

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 19

B. Definisi Operasional ... 19

C. Alat dan Bahan ... 20

D. Populasi dan Sampel ... 20

E. Tempat Penelitian ... 21

F. Analisis Data ... 21

G. Jalannya Penelitian ... 22

BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23

(11)

x

1. Jenis kelamin dan usia ... 23

2. Penyakit penyerta ... 25

B. Pola Peresepan Berdasarkan Golongan dan Jenis Obat ... 26

1. Penggunaan obat gagal jantung yang digunakan………… …26

2. Penggunaan obat lain pada pasien gagal jantung kongestif .... 28

C. Interaksi Obat ... 32

1. Interaksi antar obat gagal jantung ... 33

2. Interaksi obat gagal jantung dengan obat non gagal jantung .. 39

3. Interaksi obat antar non gagal jantung ... 44

4. Mekanisme dan Level Interaksi ... 47

BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN ... 52

A. Kesimpulan ... 52

B. Saran ... 53

DAFTAR PUSTAKA ... 54

(12)

xi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Klasifikasi Gagal Jantung………... 11

Tabel 2. Distribusi pasien gagal jantung kongestif di Instalasi Rawat Inap RS PKU Muhammadiyah Surakarta Tahun 2005-2008 berdasarkan jenis kelamin dan usia ………...

24

Tabel 3. Distribusi pasien gagal jantung kongestif di Instalasi Rawat Inap RS PKU Muhammadiyah Surakarta Tahun 2005-2008 berdasarkan penyakit penyerta ...

25

Tabel 4. Data Penggunaan Obat Gagal Jantung Kongestif Pada Pasien

Gagal Jantung Kongestif di Instalasi Rawat Inap RS PKU Muhammadiyah Surakarta Tahun 2005-2008 ...

27

Tabel 5. Data Penggunaan Obat Non-Gagal Jantung Kongestif Pada

Pasien Gagal Jantung Kongestif di Instalasi Rawat Inap RS PKU Muhammadiyah Surakarta Tahun 2005-2008...

28

Tabel 6. Interaksi Obat Gagal Jantung Kongestif Dengan Obat Gagal

Jantung Kongestif Lain Pada Pasien Gagal Jantung Kongestif di Instalasi Rawat Inap RS PKU Muhammadiyah Surakarta Tahun 2005-2008 ...

33

Tabel 7. Data Interaksi Obat Gagal Jantung Kongestif dengan Obat

Non-Gagal jantung kongestif Di Instalasi Rawat Inap RS PKU Muhammadiyah Surakarta Tahun 2005-2008...

39

Tabel 8. Data Interaksi Obat Non-Gagal Jantung Kongestif dengan Obat

Non-Gagal jantung kongestif Di Instalasi Rawat Inap RS PKU Muhammadiyah Surakarta Tahun 2005-2008 ...

44

Tabel 9. Data Interaksi Obat Berdasarkan Mekanisme Pada Pasien Gagal

Jantung Kongestif Di Instalasi Rawat Inap RS PKU Muhammadiyah Surakarta Tahun 2005-2008...

48

Tabel 10. Data Interaksi Obat Berdasarkan Level Signifikan Pada Pasien Gagal Jantung Kongestif Di Instalasi Rawat Inap RS PKU Muhammadiyah Surakarta Tahun 2005-2008...

(13)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Data Rekapitulasi Pengobatan Pasien Gagal Jantung

Kongestif di Instalasi Rawat Inap RS PKU Muhammadiyah Surakarta Tahun 2005-2008 ……….

59

Lampiran 2. Surat Permohonan Ijin Penelitian dari Fakultas Farmasi

UMS ………... 94

Lampiran 3. Surat Keterangan Selesai Penelitian dari RS PKU

(14)

xiii

DAFTAR SINGKATAN

ACE Angiotensin Converting Enzyme

CHF Congestif Heart Failure

HCT Hydrochlorotiazide

ISDN Isosorbide Dinitrat

ISMO Isosorbide Mononitrat

OBH Obat Batuk Hitam

(15)

xiv

INTISARI

Gagal jantung kongestif adalah kondisi jantung mengalami abnormalitas fungsi sehingga gagal memompa darah dalam jumlah yang tepat untuk memenuhi kebutuhan jaringan. Obat gagal jantung mempunyai indeks terapi sempit apabila berinteraksi dengan obat lain dapat memberikan efek yang bermakna klinis serta pengobatan dengan beberapa obat sekaligus, memudahkan terjadinya interaksi obat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui interaksi obat yang terjadi pada pasien gagal jantung kongestif.

Penelitian non-eksperimental ini dilakukan secara retrospektif dan dianalisis dengan metode diskriptif. Data diambil dari bagian rekam medik RS PKU Muhammadiyah Surakarta sebesar 51 pasien gagal jantung kongestif rawat inap di RS PKU Muhammadiyah Surakarta Tahun 2005-2008 dengan atau sebagai penyakit penyerta.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 43 pasien (84,31%) mengalami interaksi obat dengan jumlah 175 kasus (34,05%). Angka kejadian interaksi obat berdasarkan mekanismenya yaitu interaksi farmakokinetika sebanyak 46,29% serta farmakodinamika 37,71%. Interaksi obat berdasarkan level signifikan meliputi level signifikan 1 sebanyak 21,15%; level signifikan 2 sebanyak 17,71%; level signifikan 4 sebanyak 17,14%; level signifikan 5 sebanyak 15,43% dan level signifikan 3 sebanyak 13,14%. Jenis interaksi obat yang memiliki insidensi kejadian paling tinggi berdasarkan mekanismenya adalah secara farmakokinetika sebanyak 46,29% dan berdasarkan level signifikan adalah level signifikan 1 sebanyak 21,15%. Obat yang paling banyak berinteraksi adalah digoksin- furosemide sebanyak 32 kasus (6,23%).

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Gagal jantung adalah kondisi patofisiologis di mana jantung mengalami

abnormalitas fungsi (dapat dideteksi atau tidak), sehingga gagal untuk memompa

darah dalam jumlah yang tepat untuk memenuhi kebutuhan jaringan. Gagal

jantung merupakan salah satu penyakit kardiovaskuler dengan insiden dan

prevalensi yang makin meningkat (Anonim, 2006).

Di Amerika Serikat, gagal jantung kongestif adalah penyakit yang cepat

pertumbuhannya, dengan prevalensi sekitar 2% dari keseluruhan populasi. Hampir

1 juta kasus rawat inap setiap tahunnya disebabkan oleh penyakit ini. Angka ini

hampir dua kali lipat dibandingkan 15 tahun lalu. Gagal jantung adalah penyebab

tersering dari rawat inap pada pasien di atas usia 65 tahun. Durasi rata-rata rawat

inap adalah sekitar 6 hari. Meskipun dilakukan terapi agresif, rawat inap akibat

gagal jantung kongestif terus meningkat (Anonim, 2006).

Pemberian digoksin atau glikosida jantung merupakan salah satu terapi

pengobatan yang diberikan terhadap pasien gagal jantung kongestif. Pemakaian

digoksin harus hati-hati karena respons dan toksisitas bersifat individu dan juga

sempitnya batas antara dosis terapi dan dosis toksis. Maka dari itu, digoksin

adalah salah satu obat yang beresiko tinggi terjadinya interaksi obat yang

berlawanan. Selain itu pula adanya penyakit penyerta seperti diabetes mellitus dan

hipertensi yang seringkali menyertai penyakit gagal jantung potensial

(17)

2

menerima lebih dari 1 macam obat. Pengobatan dengan beberapa obat sekaligus

(polifarmasi), yang menjadi kebiasaan para dokter, memudahkan terjadinya

interaksi obat (Setiawati, 2005). Bila seorang pasien diberikan dua atau lebih obat,

kemungkinan besar akan terjadi interaksi antara obat-obat tersebut di dalam

tubuhnya (Tjay dan Rahardja, 2002).

Interaksi obat dapat didefinisikan sebagai modifikasi efek satu obat akibat

obat lain yang diberikan pada awalnya atau diberikan bersamaan; atau bila dua

atau lebih obat berinteraksi sedemikian rupa sehingga keefektifan atau toksisitas

satu obat atau lebih berubah. Bilamana kombinasi terapeutik mengakibatkan

perubahan yang tidak diinginkan atau komplikasi terhadap kondisi pasien, maka

interaksi tersebut digambarkan sebagai interaksi yang bermakna klinis (Fradgley,

2003).

Penelitian tentang interaksi obat di Indonesia masih sangat perlu dilakukan.

Suatu survei yang dilaporkan pada tahun 1977 mengenai polifarmasi pada pasien

yang dirawat di rumah sakit menunjukkan bahwa insiden efek samping pada

pasien yang mendapat 0-5 macam obat adalah 3,5%, sedangkan yang mendapat

16-20 macam obat adalah 54% (Setiawati, 2005). Dari hasil suatu penelitian

tentang interaksi obat di SMF Penyakit Dalam Rumah Sakit Pendidikan Dr.

Sardjito Yogyakarta menunjukkan bahwa pada pasien rawat inap ditemukan 125

kejadian interaksi (48 interaksi obat-obat dan 77 interaksi obat-makanan) dengan

pola interaksi obat farmakokinetik 36%, famakodinamik 16% dan unknown 48%

(Rahmawati et al., 2003). Pada pasien gagal jantung di rawat inap RS DR

(18)

3

(15%), dan mekanisme yang tidak diketahui (35%) (Yasin et al., 2005). Hal ini

menunjukkan bahwa obat merupakan masalah yang sangat besar dan perlu

mendapat perhatian.

Hasil penelitian Mutmainah (2004) telah ditemukan adanya kejadian

medication error dengan tipe prescribing error (26,09%) yang mana salah

satunya meliputi adanya interaksi obat (15,94%) di RS PKU Muhammadiyah

Surakarta. Hal inilah yang mendasari pemilihan RS PKU Muhammadiyah

Surakarta sebagai tempat penelitian. Sedangkan untuk pasien gagal jantung

kongestif di rumah sakit tersebut sedikit sehingga pasien yang akan dijadikan

sampel berasal dari tahun 2005-2008. Hasil penelitian ini diharapkan dapat

digunakan sebagai masukan untuk meningkatkan kualitas terapi obat di rumah

sakit tersebut. Hal inilah yang mendukung diadakannya penelitian pada pasien

gagal jantung kongestif di instalasi rawat inap Rumah Sakit PKU Muhammadiyah

Surakarta.

B. Perumusan Masalah Masalah yang dapat dirumuskan adalah :

1. Berapa besar interaksi obat yang terjadi pada pasien gagal jantung di Instalasi

Rawat Inap Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta tahun 2005-2008?

2. Berapa besar jumlah obat yang mengalami interaksi dengan mekanisme

farmakokinetika dan farmakodinamika?

3. Berapa besar jumlah obat yang mengalami interaksi dengan level signifikan,

meliputi signifikan 1, 2, 3, 4 dan 5?

(19)

4

C.Tujuan Penelitian

1. Mengetahui besar interaksi obat pada pasien gagal jantung di Instalasi Rawat

Inap Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta tahun 2005-2008.

2. Mengetahui besar jumlah obat yang mengalami interaksi dengan mekanisme

farmakokinetik dan farmakodinamika.

3. Mengetahui besar jumlah obat yang mengalami interaksi dengan.level

signifikan meliputi level signifikan 1, 2, 3, 4 dan 5.

4. Mengetahui jenis interaksi yang memiliki insidensi kejadian paling tinggi.

D.Tinjauan Pustaka

1. Interaksi Obat a. Definisi

Interaksi obat dapat didefinisikan sebagai modifikasi efek satu obat akibat

obat lain yang diberikan pada awalnya atau diberikan bersamaan; atau bila dua

atau lebih obat berinteraksi sedemikian rupa sehingga keefektifan atau toksisitas

satu obat atau lebih berubah (Fradgley, 2003). Dua atau lebih obat yang diberikan

pada waktu bersamaan dapat memberikan efek tanpa saling mempengaruhi, atau

bisa jadi saling berinteraksi. Interaksi tersebut dapat berupa potensiasi atau

antagonisme satu obat oleh obat lainnya, atau kadang efek yang lain (Anonim,

2000).

b. Mekanisme interaksi obat.

(20)

5

Interaksi farmakodinamika adalah interaksi di mana efek suatu obat diubah

oleh obat lain pada tempat aksi. Hal ini dapat terjadi akibat kompetisi pada

reseptor yang sama atau interaksi obat pada sistem fisiologi yang sama. Beberapa

mekanisme yang terjadi:

a) Sinergisme

Interaksi farmakodinamik yang paling umum terjadi adalah sinergisme

antara dua obat yang bekerja pada system, organ, sel atau enzim yang sama

dengan efek farmakologi yang sama. Dengan cara yang sama verapamil dan

propanolol (dan pengeblok beta yang lain), keduanya memiliki efek inotropik

negatif, dapat menimbulkan gagal jantung pada pasien yang rentan.

b) Antagonisme

Sebaliknya, antagonisme terjadi bila obat yang berinteraksi memiliki efek

farmakologi yang berlawanan. Hal ini mengakibatkan pengurangan hasil yang

diinginkan dari satu atau lebih obat.

c) Efek reseptor tidak langsung

Kombinasi obat dapat bekerja melalui mekanisme saling mempengaruhi

efek reseptor yang meliputi sirkulasi kendali fisiologis atau biokimia.

d) Gangguan cairan dan elektrolit

Interaksi obat dapat terjadi akibat gangguan keseimbangan cairan dan

elektrolit. Pengurangan kadar kalium dalam plasma sesudah pengobatan

dengan diuretik, kortikosteroid, atau amfoterisina akan meningkatkan risiko

kardiotoksisitas digoksin (Fradgley, 2003).

(21)

6

Interaksi yang terjadi apabila satu obat mengubah absorpsi, distribusi,

metabolism atau ekskresi obat lain. Dengan demikian interaksi ini meningkatkan

atau mengurangi jumlah obat yang tersedia (dalam tubuh) untuk menimbulkan

efek farmakologinya (Anonim, 2000).

a) Interaksi pada proses absorpsi.

Absorpsi saluran cerna obat-obat dapat dipengaruhi oleh penggunaan

bersama bahan-bahan lain yang (1) memiliki area permukaan yang luas tempat

absorbsi obat; (2) mengikat atau mengkhelatasi; (3) mengubah pH lambung;

(4) mengubah motilitas gastrointestinal; atau (5) mempengaruhi transport

protein seperti p-glycoprotein (Katzung, 2004).

b) Interaksi pada proses distribusi.

Mekanisme interaksi obat mempengaruhi distribusi obat meliputi (1)

berkompetisi dalam ikatan protein plasma; dan (2) penggusuran dari tempat

ikatan jaringan. Meskipun kompetisi pengikatan protein plasma dapat

meningkatkan konsentrasi bebas obat, peningkatan tersebut akan sejenak

diimbangi dengan peningkatan kompensatorik dari disposisi obat (Katzung,

2004).

c) Interaksi pada proses metabolisme.

Metabolisme obat dihambat. Penghambatan metabolisme suatu obat

menyebabkan peningkatan kadar plasma tersebut sehingga meningkatkan efek

atau toksisitasnya. Kebanyakan interaksi demikian terjadi akibat kompetisi

antar substrat untuk enzim metabolisme yang sama (Setiawati, 2005)

(22)

7

Obat dieliminasi melalui ginjal dengan filtrasi glomerolus dan sekresi

tubular aktif. Jadi, obat yang mempengaruhi ekskresi obat melalui ginjal dapat

mempengaruhi konsentrasi obat lain dalam plasma. Hanya sejumlah kecil obat

yang cukup larut dalam air yang mendasarkan ekskresinya melalui ginjal

sebagai eliminasi utamanya, yaitu obat yang tanpa lebih dulu dimetabolisme di

hati (Fradgley, 2003).

c. Level signifikan

Sedangkan interaksi obat berdasarkan signifikannya dapat diklasifikasikan

menjadi 5 yaitu:

1) Level signifikan 1

Interaksi dengan signifikansi ini memiliki keparahan mayor dan

terdokumentasi suspected, probable, atau established.

2) Level signifikan 2

Interaksi dengan signifikansi kedua ini memiliki tingkat keparahan moderat

dan terdokumentasi suspected, probable, atau established.

3) Level signifikan 3

Interaksi ini memiliki tingkat keparahan minor dan terdokumentasi suspected,

probable, atau established.

4) Level signifikan 4

Interaksi ini memiliki keparahan mayor/moderat dan terdokumentasi possible.

(23)

8

Interaksi dalam signifikansi ini dapat dibedakan menjadi 2 yaitu tingkat

keparahan minor dan terdokumentasi possible serta keparahan any dan

terdokumentasi unlikely.

Interaksi obat dapat dibedakan menjadi:

1) Berdasarkan level kejadiannya, interaksi obat terdiri dari established (sangat

mantap terjadi), probable (interaksi obat bisa terjadi), suspected (interaksi obat

diduga terjadi), possible (interaksi obat mungkin terjadi, belum pasti terjadi), serta

unlikely (interaksi obat tidak terjadi).

2) Berdasarkan onsetnya, interaksi obat dapat dibedakan menjadi 2, yaitu

interaksi dengan onset cepat (efek interaksi terlihat dalam 24 jam) dan interaksi

dengan onset lambat (efek interaksi terlihat setelah beberapa hari sampai minggu).

3) Berdasarkan keparahannya, interaksi obat dapat diklasifikasikan menjadi 3

yaitu mayor (dapat menyebabkan kematian), moderat (sedang), dan minor (tidak

begitu masalah, dapat diatasi dengan baik) (Tatro, 2001).

d. Penatalaksanaan Obat.

Langkah pertama dalam penatalaksanaan interaksi obat adalah waspada

terhadap pasien yang memperoleh obat-obat yang mungkin dapat berinteraksi

dengan obat lain. Langkah berikutnya memberitahu adalah memberitahu dokter

dan mendiskusikan berbagai langkah yang dapat diambil untuk meminimalkan

berbagai efek samping obat yang mungkin terjadi. Strategi dalam pelaksanaan

interaksi obat sebagai berikut:

(24)

9

Jika risiko interaksi pemakaian obat lebih besar daripada manfaatnya, maka

harus dipertimbangkan untuk memakai obat pengganti. Pemilihan obat pengganti

tergantung pada apakah interaksi obat tersebut merupakan interaksi yang

berkaitan dengan kelas obat tersebut atau merupakan efek obat yang spesifik.

2) Penyesuaian dosis

Jika hasil interaksi obat meningkatkan atau mengurangi efek obat, maka perlu

dilakukan modifikasi dosis salah satu atau kedua obat untuk mengimbangi

kenaikan atau penurunan efek obat tersebut. Penyesuaian dosis diperlukan pada

saat mulai atau menghentikan penggunaan obat yang menyebabkan interaksi.

3) Memantau pasien

Jika kombinasi obat yang saling berinteraksi diberikan, pemantauan

diperlukan. Keputusan untuk memantau atau tidak memantau tergantung pada

berbagai faktor, seperti karakteristik pasien, penyakit lain yang diderita pasien,

waktu mulai menggunakan obat yang menyebabkan interaksi dan waktu

timbulnya reaksi interaksi obat.

4) Melanjutkan pengobatan seperti sebelumnya.

Jika interaksi obat tidak bermakna klinis, atau jika kombinasi obat yang

berinteraksi tersebut merupakan pengobatan yang optimal, pengobatan pasien

dapat diteruskan tanpa perubahan (Fradgley, 2003).

2. Gagal Jantung Kongestif.

a. Definisi.

Gagal jantung kongestif adalah suatu sindroma dengan penyebab ganda

(25)

10

(Katzung, 2002). Sindrom ini terjadi karena curah jantung tidak memadai untuk

memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh (Muchtar dan Bustami, 2005). Faktor

predisposisi gagal jantung adalah penyakit yang menimbulkan penurunan fungsi

ventrikel (seperti penyakit arteri koroner, hipertensi, kardiomiopati, penyakit

pembuluh darah, atau penyakit jantung congenital) dan keadaan yang membatasi

pengisian ventrikel (stenosis mitral, kardiomiopati, atau penyakit perikardial).

Faktor pencetus termasuk meningkatnya asupan garam, ketidakpatuhan menjalani

pengobatan anti gagal jantung, infark miokard akut (mungkin yang tersembunyi),

serangan hipertensi, aritmia akut, infeksi atau demam, emboli paru, anemia,

tirotoksikosis, kehamilan, dan endokarditis infektif (Mansjoer etal., 2001).

Gejala terpenting berupa sesak napas (dyspnoe), yang semula pada waktu

mengeluarkan tenaga, tetapi juga pada saat istirahat (berbaring) dalam kasus yang

lebih berat. Begitu pula udema di pergelangan kaki dengan vena memuai, karena

darah-balik terhambat kembalinya ke jantung (Tjay dan Raharja, 2002). Adaptasi

tidak adekuat dari miosites kardiak untuk meningkatkan tekanan dinding jantung

guna mempertahankan out put kardiak yang cukup setelah mengalami cidera

miokardial (onset akut atau terjadi selama beberapa bulan sampai tahun, gangguan

primer pada daya kontraksi miokardial atau beban hemodinamik; berlebihan pada

ventrikel, atau keduanya), adalah gangguan yang terjadi pada gagal jantung

(26)

11

b. Klasifikasi.

Tabel 1. ACC/AHA VS NYHA CLASSIFICATION OF HEART FAILURE

Tahap ACC/AHA Kelas Fungsional NYHA

Tahap Deskripsi Kelas Deskripsi

A Pasien berisiko tinggi mengalami gagal jantung, karena adanya kondisi penyebab gagal jantung. Pasien-pasien tersebut tidak mengalami abnormalitas struktural atau fungsional perikardium, miokardium atau katup jantung yang teridentifikasi dan tidak pernah menunjukkan tanda-tanda atau gejala-gejala gagal jantung

Tidak ada perbandingan kelas fungsional

B Pasien yang telah mengalami penyakit jantung struktural, yang menyebabkan gangguan jantung tapi belum pernah menunjukkan tanda-tanda atau gejala-gejala gagal jantung

I ( ringan ) Tidak ada batasan

aktivitas fisik. Aktivitas fisik biasa tidak menyebabkan fatigue,

palpitasi, atau dispnea

yang tidak semestinya

C Pasien yang memiliki atau sebelumnya pernah memiliki gejala-gejala gagal jantung, yang disebabkan penyakit jantung structural

II ( ringan ) Sedikit keterbatasan

aktivitas fisik. Nyaman saat beristirahat, tapi aktivitas fisik biasa menghasilkan fatigue, palpitasi, atau dispnea

III (sedang) Ditandai keterbatasan

aktivitas fisik. Nyaman saat istirahat, tapi aktivitas yang lebih sedikit dari biasa mengakibatkan fatigue, palpitasi atau dispnea

D Pasien dengan penyakit jantung

struktural tingkat lanjut dan gejala-gejala gagal jantung pada istirahat, walaupun telah diberi terapi medis maksimal dan membutuhkan intervensi khusus

IV ( parah ) Tidak dapat melakukan aktivitas fisik dengan nyaman. Gejala-gejala insufisiensi kardiak pada istirahat. Jika aktivitas fisik dilakukan, ketidaknyamanan

bertambah

ACC/AHA = American College of Cardiology/ American Heart Association; HF

(27)

12 c. Algoritme

Rekomendasi terapi berdasarkan stage (Hunt et al., 2005) Keterangan :

ARB : Angiotensine Receptor Blocker ACEi : Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor

Sasaran :

• Tindakan pada stage A, B C yang sesuai

• Penetapan ulang level Pelayanan yang sesuai pilihan

- pelayanan end of life atau

tempat dirawat

- tindakan luar biasa (transplant jantung, inotropik kronis, support mekanis permanent, percobaan operasi atau obat Gejala refraktori gagal jantung Saat istirahat Terapi Stage C

Penyakit jantung struktural dengan gejala utama / umum

Pasien dengan :

• Penyakit jantung structural

diketahui

• Nafas pendek dan fatigue

penurunan toleransi oleh raga

Sasaran :

• Semua tindakan pada stage A, B • Diet pembatasan garam Obat rutin :

• Diuretic

• ACEi

• Beta blockers Obat untuk pasien tertentu : • Antagonis aldosteron

• ARBs

• Digitalis • Hidralizan atau nitrat Rencana untuk pasien tertentu : • Langkah biventrikuler • Imolan defibrilator Perkembangan

Gejala

Sasaran :

• Mengatasi hipertensi • Penghentian merokok • Mengatasi kerusakan lipid • Olahraga teratur

• Mengurangi pemasukan alkohol • Kontrol sindrom metabolik Obat :

ACEi atau ARBs

Terapi Sasaran :

Semua tindakan pada stage A Obat :

• ACEi atau ARBs

• Beta blockers Pasien dengan :

Infark miokard terdahulu Remodeling ventriled kiri Penyakit valvulas asimptomatik Penyakit jantung

struktural

Stage A

Resiko tinggi gagal jantung tetapi tanpa penyakit jantung struktural atau gejala gagal jantung

Stage B

Penyakit jantung struktural tetapi tanpa tanda atau gejala gagal jantung

Pasien dengan : • Hipertensi • Aterosklerosis • Sindrom metabolik • Diabetes • Obesitas Atau pasien dengan : • Kardiotoksin • Riwayat kardiomiopati

Terapi

Stage D

Gagal jantung yang sukar disembuhkan menerima perhatian khusus

Stage D

Pasien yang kembali dirawat di rumah sakit atau tidak dapat aman tanpa perhatian khusus dari rumah sakit

(28)

13

d.

Penatalaksanaan

1.

Digitalis.

a)

Efek mekanis

Efek terapeutik glikosida jantung pada fungsi mekanis adalah untuk

meningkatkan intensitas interaksi filament

actin

dan

myosin

dari sarkomer jantung.

Hasil akhir dari efek pada konsentrasi terapeutik glikosida jantung adalah suatu

peningkatan yang jelas pada kontraktilitas jantung

(

Katzung, 2002

).

b)

Efek listrik

Efek digitalis pada sifat listrik jantung pada subjek utuh merupakan campuran

efek langsung dan otonomik. Efek langsung pada membrane sel-sel jantung

mengikuti suatu progresi yang telah didefinisikan dengan baik; perpanjangan

singkat dari potensial aksi yang dini, diikuti oleh suatu periode pemendekan yang

diperpanjang (terutama fase plato)

(

Katzung, 2002

).

2.

Diuretika.

Pentingnya obat-obat ini disebabkan oleh peran utama ginjal sebagai organ

target untuk berbagai perubahan hemodinamik, hormonal, dan sistem saraf

autonom yang terjadi sebagai respons terhadap gagal miokardium. Efek akhir

perubahan-perubahan ini adalah retensi garam dan air serta peningkatan volume

cairan ekstrasel yang dalam jangka pendek akan mempertahankan curah jantung

dan perfusi jaringan dengan memungkinkan jantung untuk bekerja lebih besar

pada kurva fungsi ventrikelnya (misalnya

Frank-Starling

) (Gilman, 2007).

(29)

14

a)

Penghambat ACE

Dalam kelompok ini dikenal kaptopril, enalapril, dan lisinopril. Enalapril

mempunyai masa kerja yang lebih panjang. Pada kebanyakan penderita gagal

jantung refrakter, kaptopril memperbaiki hemodinamik maupun kemampuan kerja,

dan mengurangi gejala gagal jantung. Penghambat ACE mengurangi volume dan

tekanan pengisian ventrikel kiri, tetapi juga meningkatkan curah jantung. Denyut

jantung dan tekanan darah akan menurun pada awalnya, sedangkan pada

penggunaan jangka panjang alir darah ginjal meningkat (Muchtar dan Bustami,

2005).

b)

Nitrat.

Efek utamanya pada dosis konvensional, adalah penurunan

preload

karena

peningkatan kapasitas

vena perifer

. Senyawa nitrat juga dapat menyebabkan

penurunan resistensi pembuluh pulmonal dan sistemik, terutama pada dosis lebih

tinggi, walaupun respons ini tidak begitu jelas dan kurang dapat diramalkan

dibandingkan nitropusid. Karena efek vasodilatasinya yang relatif selektif terhadap

sistem sirkulasi koroner epikardial, obat-obat ini dapat meningkatkan fungsi

ventrikel sistolik dan diastolik dengan meningkatkan aliran koroner pada pasien

iskemia (Gilman, 2007).

c)

Hidralazin.

Pada gagal jantung, hidralazin mengurangi

afterload

ventrikel kiri dan kanan

dengan mengurangi resistensi pembuluh sistemik dan pulmonal. Hal ini

(30)

15

tegangan dinding ventrikel sistolik serta fraksi mengalir kembali atau berlawanan

arah dengan normal karena insufisiensi katup mitral (Gilman, 2007).

4.

Inotropik lain.

a)

Stimulansia Adrenoseptor Beta

Agonis selektif –

β

1

yang paling luas digunakan pada pasien dengan gagal

jantung adalah

dobutamine

. Obat tersebut menyebabkan suatu peningkatan pada

curah jantung bersama dengan penurunan pada tekanan pengisian ventrikuler

(

Katzung, 2002

).

b)

Inhibitor fosfodiesterase.

Obat-obat ini juga berkhasiat inotrop positif dan vasodilatasi. Mekanisme

kerjanya belum diketahui seluruhnya, antara lain menghambat

phosphodilsterase

type-3

(

PDE-3

) di myocard dan pembuluh, hingga kadar cAMP intraseluler

dinaikkan (

Cyclic Adenyl-Monophosphate

). Hal ini mengakibatkan peningkatan

resorpsi kalsium dalam sel-sel myocard dengan efek perbaikan kontraktilitas

jantung. Di jaringan otot polos, kadar cAMP yang meningkat dapat menurunkan

penyerapan kalsium dengan efek vasodilatasi (Tjay dan Raharja, 2002).

3.

Rumah Sakit.

a.

Definisi.

Rumah sakit adalah suatu organisasi yang komplek, menggunakan gabungan alat

ilmiah khusus dan rumit, dan difungsikan oleh berbagai kesatuan personel terlatih dan

(31)

16

terikat bersama-sama dalam maksud yang sama, untuk pemulihan dan pemeliharaan

kesehatan yang baik (Siregar, 2003).

b.

Tugas.

Pada umumnya tugas rumah sakit ialah menyediakan keperluan untuk

pemeliharaan dan pemulihan kesehatan. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomer : 983/Menkes/SK/1992, tugas rumah sakit umum adalah

melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan

mengutamakan upaya penyembuhan dan pemeliharaan yang dilaksanakan secara

serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan

rujukan (Siregar, 2003).

c.

Fungsi.

Guna melaksanakan tugasnya, rumah sakit mempunyai berbagai fungsi, yaitu

menyelenggarakan pelayanan medik, pelayanan penunjang medik dan non medik,

pelayanan dan asuhan keperawatan, pelayanan rujukan, pendidikan dan pelatihan

penelitian dan pengembangan serta administrasi umum dan keuangan.

Secara tradisional, maksud dasar keberadaan rumah sakit adalah mengobati dan

perawatan penderita sakit dan terluka. Sehubungan dengan fungsi dasar ini, rumah

sakit melakukan pendidikan terutama bagi mahasiswa kedokteran, perawat, dan

personel lainnya. Penelitian telah juga merupakan fungsi penting. Dalam zaman

modern ini fungsi keempat, yaitu pencegahan penyakit dan peningkatan kesehatan

masyarakat juga telah menjadi fungsi rumah sakit. Jadi, empat fungsi dasar rumah

(32)

17

d.

Klasifikasi Rumah Sakit Umum Swasta.

Beberapa ketentuan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor: 806b/Menkes/SK/XII/1987, tentang Klasifikasi Rumah Sakit Umum Swasta,

yaitu :

1)

Klasifikasi rumah sakit adalah pengelompokan rumah sakit berdasarkan

pembedaan bertingkat dan kemampuan pelayanannya.

2)

Rumah Sakit Umum Swasta adalah rumah sakit umum yang diselenggarakan oleh

pihak swasta.

3)

Klasifikasi rumah sakit umum swasta adalah:

a)

Rumah Sakit Umum Swasta Pratama, yang memberikan pelayanan medis bersifat

umum.

b)

Rumah Sakit Umum Swasta Madya, yang memberikan pelayanan medis bersifat

umum dan spesialistik dalam 4 (empat) cabang.

c)

Rumah Sakit Umum Swasta Utama, yang memberikan pelayanan medis bersifat

umum, spesialistik dan subspesialistik (Siregar, 2003).

4.

Rekam Medik.

a.

Definisi.

Definisi rekam medik menurut Surat Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan

Medik adalah: Berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas,

anamnesis, pemeriksaan, diagnosis, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang

diberikan kepada seorang penderita selama dirawat di rumah sakit, baik rawat jalan

(33)

18

Rekam medik rumah sakit harus mampu menyajikan informasi lengkap tentang

proses pelayanan medis dan kesehatan di rumah sakit, baik di masa lalu, masa kini

maupun perkiraan di masa datang tentang apa yang akan terjadi (Muninjaya, 2004).

b.

Fungsi

Kegunaan Rekam Medik (Siregar, 2003).

1)

Digunakan sebagai dasar perencanaan dan keberlanjutan perawatan penderita.

2)

Merupakan suatu sarana klomunikasi antar dokter dan setiap profesional yang

berkontribusi pada perawatan penderita.

3)

Melengkapi bukti dokumen terjadinya/penyebab kesakitan penderita dan

penanganan/pengobatan selama tiap tinggal di rumah sakit.

4)

Digunakan sebagai dasar untuk kaji ulang studi dan evaluasi perawatan yang

diberikan kepada penderita.

5)

Membantu perlindungan kepentingan hukum penderita, rumah sakit dan praktisi

yang bertanggung jawab.

6)

Menyediakan data untuk digunakan dalam penelitian dan pendidikan.

7)

Sebagai dasar perhitungan biaya, dengan menggunakan data dalam rekaman

medik, bagian keuangan dapat menetapkan besarnya biaya pengobatan seorang

(34)

Gambar

Tabel 1. ACC/AHA VS NYHA CLASSIFICATION OF HEART FAILURE

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Dalam penelitian ini dilakukan uji efikasi ekstrak limbah penyulingan minyak akar wangi ( Vetiveria zizanoides ) terhadap nyamuk Aedes aegypti , yang merupakan

(bahasa Perancis) yang artinya anggur yang telah asam, merupakan suatu produk yang dihasilkan dari fermentasi bahan yang mengandung gula atau pati menjadi alkohol,

Komposisi permen cajuput mampu menghambat pertumbuhan Streptococcus mutan penyebab karies gigi dan menekan viabilitas Candida albicans penyebab infeksi pada luka di rongga

PT Purindo Logistics merupakan freight forwarder yang juga memberikan pelayanan untuk pengurusan dokumen ekspor seperti SKA (Surat Keterangan Asal), LS (Laporan Surveyor), dokumen

Struktur Hirarki Strategi Pengembangan Sapi Potong di Kabupaten Gorontalo Lembaga Pembiayaan DKPP Kab.Gorontalo Peternak Motivasi Usaha Kebijakan Pemerintah Karakteristik

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, mulai dari perancangan, pembuatan dan evaluasi aplikasi penjadwalan matakuliah di STKIP Widya Yuwana, maka dapat

Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan kelompok PPL sejak tanggal 10 Juni 2015, maka kami bermaksud dapat mengetahui kondisi lapangan secara nyata dan dapat melakukan