• Tidak ada hasil yang ditemukan

ADA HUBUNGAN ANTARA DERAJAT KETERGANTUNGAN MEROKOK DENGAN DISFUNGSI EREKSI PADA LAKI-LAKI PEROKOK DI KABUPATEN KLUNGKUNG.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ADA HUBUNGAN ANTARA DERAJAT KETERGANTUNGAN MEROKOK DENGAN DISFUNGSI EREKSI PADA LAKI-LAKI PEROKOK DI KABUPATEN KLUNGKUNG."

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

ADA HUBUNGAN ANTARA DERAJAT KETERGANTUNGAN

MEROKOK DENGAN DISFUNGSI EREKSI PADA

LAKI-LAKI PEROKOK DI KABUPATEN KLUNGKUNG

NI MADE MAYUNI

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

(2)

ADA HUBUNGAN ANTARA DERAJAT

KETERGANTUNGAN MEROKOK DENGAN DISFUNGSI

EREKSI PADA LAKI-LAKI PEROKOK DI KABUPATEN

KLUNGKUNG

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister

Pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik, Program Pascasarjana Universitas Udayana

NI MADE MAYUNI NIM. 1214058102

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL 27 Juni 2016

Mengetahui Pembimbing I,

dr. Wayan Westa, Sp.KJ(K) NIP. 195102151980031007

Pembimbing II,

DR. dr. Cokodxzrda Bagus Jaya L.,SpKJ(K) NIP. 197603042003121009

Ketua Program Studi Ilmu Biomedik Program Pascasarjana

Universitas Udayana,

Dr.dr. Gde Ngurah Indraguna Pinatih, M.Sc,Sp.GK NIP. 19580521 198503 1 002

Direktur

Program Pascasarjana Universitas Udayana,

(4)

Tesis ini Telah Diuji pada Tanggal 27 Juni 2016

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana No. .../.../.../..., tanggal ...

Penguji Ujian Tesis adalah : 1. dr. Wayan Westa, SpKJ(K)

2. Dr.dr. Cokorda Bagus Jaya Lesmana, SpKJ(K) 3. dr. Nyoman Hanati, SpKJ(K)

4. dr. Nyoman Ratep, SpKJ(K)

(5)

ABSTRAK

Latar belakang

Fungsi seksual merupakan bagian dari fungsi yang mempengaruhi kualitas hidup manusia. Fungsi seksual dalam hubungan seksual suami istri, pada dasarnya tidak diidentikkan menghasilkan keturunan (prokreasi), juga bermakna untuk kesenangan (rekreasi) bagi pasangan tersebut. Gangguan seksual tidak hanya berdampak pada penderita, juga pada pasangannya. Salah satu gangguan fungsi seksual yang banyak ditemui di masyarakat adalah gangguan disfungsi ereksi. Salah satu penyebab disfungsi ereksi adalah rokok yang mengandung banyak bahan kimia yang mempengaruhi fungsi ereksi.

Tujuan

Untuk mengetahui hubungan antara derajat ketergantungan merokok dengan terjadinya disfungsi ereksi pada laki-laki perokok di Kabupaten Klungkung.

Metode

Metode penelitian yang digunakan observasional analitik desain penelitian cross sectional. Penelitian dilakukan bulan April-Mei 2016 di Kabupaten Klungkung. Sampel penelitian berjumlah 100 orang, laki-laki perokok, dewasa, menikah dengan umur 30-40 tahun, memenuhi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi. Subjek diwawancara, kemudian melakukan pengisian Fagerstrom Test For Nicotine Dependence (FTND) untuk menilai derajat ketergantungan merokok dan International Index for Erectile Function (IIEF-5) untuk menilai fungsi ereksi.

Hasil

Prevalensi derajat ketergantungan merokok dengan kejadian disfungsi ereksi di Kabupaten Klungkung didapat pada derajat ketergantungan merokok berat, kejadian disfungsi ereksi sebanyak 23 orang (100%) dan tidak mengalami ereksi 0 (0,0%), sedangkan derajat ketergantungan ringan-sedang 36 orang (46,8%) dan tidak mengalami disfungsi ereksi sebanyak 41 orang (53,2%).

Kesimpulan

Didapat bahwa orang dengan derajat ketergantungan merokok berat mempunyai risiko 2,1 kali untuk menjadi disfungsi dibandingkan pada orang derajat ketergantungan merokok ringan-sedang dan secara statistik bermakna.

Kata Kunci: Perokok, Derajat Ketergantungan Merokok, Disfungsi Ereksi.

ABSTRACT

Background

(6)

in sexual relations of husband and wife, are basically identical to produce offspring (procreation), is also significant for pleasure (recreational) for the couple. Sexual disorder not only affects the patient, also to her partner. One of the most common sexual function disorders encountered in the community is erectile dysfunction. One of the causes of erectile dysfunction are cigarettes contain many chemical that affect erectile function.

Aim

To determine the relationship between the degree of dependence on smoking and the occurrence of erectile dysfunction in male smokers in Klungkung regency.

Method

The method used analytic observational cross-sectional study design. The study was conducted April-May 2016 in Klungkung regency. These samples included 100 people, male smokers, adult, married with 30-40 years of age, meet the criteria for inclusion and exclusion criteria. Subjects were interviewed, then charging the Fagerstrom Test For Nicotine Dependence (FTND) to assess the degree of smoking dependence and the International Index for Erectile Function (IIEF-5) to assess erectile function.

Result

The prevalence of smoking dependence degree with the incidence of erectile dysfunction in Klungkung regency obtained on the degree of dependence of heavy smoking, the incidence of erectile dysfunction by 23 people (100%) and does not have an erection 0 (0.0%), while the mild-moderate degree of dependence of 36 people (46,8%) and do not have erectile

dysfunction as many as 41 people (53.2%).

Conclusion

Found that people with a severe degree of dependence smoke have a risk 2.1 times to become disabled than in the degree of dependence smoke mild-moderate and statisticallysignificant.

(7)
(8)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis panjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat – Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis dengan judul “Ada Hubungan Derajat Ketergantungan Merokok Dengan Disfungsi Ereksi Pada Laki-Laki Perokok di Kabupaten Klumgkung”

Karya tulis ini adalah salah satu persyaratan dalam menempuh Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Ilmu Kedokteran Jiwa di Departemen/SMF Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar.

Terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan yang setinggi – tingginya penulis haturkan kepada :

dr. Wayan Westa, Sp.KJ(K) sebagai dosen pembimbing I dalam penelitian ini, yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah memberikan inspirasi, bimbingan, dan nasehat sehingga mempermudah penulis dalam menyelesaikan karya tulis ini. DR. dr. Cokorda Bagus Jaya Lesmana, SpKJ(K) sebagai dosen pembimbing II dalam penelitian ini, yang telah banyak memberikan saran untuk memperlancar penyelesaian karya tulis ini. dr. Anak Ayu Sri Wahyuni, SpKJ selaku Kepala Bagian/ SMF Ilmu Kedokteran Jiwa FK UNUD RSUP Sanglah, atas segala bimbingannya dan memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan keahlian. dr. Luh Nyoman Alit Aryani, Sp.KJ selaku Ketua Program studi Pendidikan Dokter Spesialis-1 Ilmu Kedokteran Jiwa FK UNUD, yang memberikan dukungan dan semangat dalam menyelesaikan pendidikan.

Prof. DR. dr. J. Alex Pangkahila, M.SC.,Sp.And sebagai dosen pembimbing dan penguji dalam penelitian ini, yang telah banyak memberikan saran yang berarti. dr. Nyoman Hanati, Sp.KJ(K) sebagai dosen pembimbing dan penguji dalam penelitian ini, yang telah banyak memberikan saran yang berarti. dr. I Nyoman Ratep, Sp.KJ(K) sebagai dosen pembimbing dan penguji dalam penelitian ini, yang telah banyak memberikan saran yang berarti. Supervisor di Bagian/ SMF Ilmu Kedokteran Jiwa atas segala bimbingannya.

(9)

Universitas Udayana yang telah memberikan penulis kesempatan untuk mengikuti Pendidikan Spesialis Psikiatri di Fakultas yang beliau pimpin.

Supervisor di Bagian/ SMF Ilmu Kedokteran Jiwa atas segala bimbingannya. Teman sejawat PPDS-1 Ilmu Kedokteran Jiwa FK UNUD/ RSUP Sanglah atas kerjasamanya. Keluarga yang memberi dorongan moral dan material. Bapak Kepala Desa dan kader desa siaga, di desa Sampalan Tengah, desa Tihingan, dan desa Kamasan yang ada di Kabupaten Klungkung yang telah membantu dalam penelitian ini dan telah memberi kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian ini dan Seluruh responden yang bersedia ikut serta dalam penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa tesis yang saya susun kurang sempurna sehingga memerlukan bimbingan, kritik atau saran, dan atas perhatiannya saya mengucapkan terima kasih.

Semoga Ida Sang Hyang Widi Wasa/ Tuhan yang Maha Esa selalu melimpahkan karunianya kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian tesis ini.

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR TABEL ...xiv

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ...xvi

2.1.3 Fisiologi Ereksi Penis ... 9

2.1.4 Patofisiologi dan Klasifikasi ... 13

2.1.5 Pengukuran Disfungsi Ereksi ... 19

2.2 Ketergantungan Merokok ... 20

2.2.1 Sejarah Merokok ... 20

2.2.2 Nikotin ... 22

2.2.3 Reseptor Nikotin ... 23

2.2.4 Efek Nikotin terhadap Susunan Saraf Pusat ... 24

2.2.5 Mengukur Ketergantungan Nikotin ... 26

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS ... 28

(11)

3.2 Kerangka Konsep dan Variabel ... 30

3.3 Hipotesis Penelitian ... 30

BAB IV METODE PENELITIAN ... 31

4.1 Jenis Penelitian... 31

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 31

4.2.1 Lokasi Penelitian ... 31

4.2.2 Waktu Penelitian ... 31

4.3 Subyek Penelitian... 32

4.3.1 Populasi penelitian ... 32

4.3.2 Sampel penelitian ... 32

4.3.3 Kriteria Inklusi dan Eksklusi Penelitian ... 32

4.3.4 Besar Sampel ... 33

4.3.5 Sumber Data... 33

4.4 Variabel Penelitian ... 34

4.4.1 Klasifikasi dan Identifikasi Variabel ... 34

4.4.2 Difinisi Operasional Variabel ... 34

4.4.3 Instrumen Penelitian ... 35

4.5 Alur Penelitian ... 37

4.6 Analisis Data ... 38

BABV HASIL PENELITIAN ... 40

5.1 Karakteristik Subjek... 40

5.2 Hubungan Derajat Ketergantungan Merokok dengan kejadian DE ... 42

BAB VI PEMBAHASAN... 43

6.1 Karakteristik Subjek... 43

6.2 Pembahasan Hasil Uji Hipotesis ... 48

6.3 Kelemahan Penelitian ... 48

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ... 49

7.1 Simpulan ... 49

7.2 Saran ... 50

DAFTAR PUSTAKA ... 51

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Klungkung ... 5

Gambar 2.1 Erection Physiologi ... 11

Gambar 2.2 Kontrol Ereksi Perifer. ... 11

Gambar 2.3 Anatomi dan Mekanisme Ereksi Penis. ... 12

Gambar 3.1 Kerangka Berpikir. ... 29

Gambar 3.2 Konsep Penelitian ... 30

Gambar 4.1 Rancangan Penelitian ... 31

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Jadwal Kegiatan. ... 55

Lampiran 2 Informasi Penelitian dan Informed Consent ... 56

Lampiran 3 Kuisioner Karakteristik Sampel Penelitian. ... 57

Lampiran 4 Kuisioner Ketergantungan Merokok FTND ... 58

(14)

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

Ach : Asetikolin

ADHD : Attention Defisit and Hiperactive Disorder

cAMP : Cyclic Adenosine Monophosphate

cGMP : Cyclic Nucleotides Guanosine Monophosphate

DE : Disfungsi Ereksi DM : Diabetes Mellitus

DSM 5 : Diagnostic and Statistic Mental Disorder 5th

eNOS : NO Endothelial FK : Fakultas Kedokteran

FTND : Fagerstrom Test For Nicotine Dependence

IIEF : International Index For Erectile Function

MMAS : Massachusetts Male Aging Study

NA : Noradrenalin

nAChRs : Nicotinic Acetylcholine Receptors

nNOS : NO Neuronal NO : Nitrit Oksida NPY : Neuropeptide Y PDE5 : Phosphodiesterase 5 RSUP : Rumah Sakit Umum Pusat UNUD : Universitas Udayana

VIP : Vasoactive Intestinal Peptide

(15)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Klasifikasi dan Penyebab DE ... 14

Tabel 4.1 Analisa Data ... 38

Tabel 5.1 Gambaran Karakteristik Subjek Penelitian ... 41

(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Fungsi seksual merupakan bagian dari fungsi yang mempengaruhi kualitas hidup manusia. Fungsi seksual dalam hubungan seksual suami istri, pada dasarnya tidak selalu diidentikkan semata-mata untuk menghasilkan keturunan (prokreasi), namun juga sangat bermakna untuk kesenangan (rekreasi) bagi pasangan tersebut. Tidak bisa dipungkiri suasana dan hasil yang menyenangkan dari hubungan seksual suami istri, akan menambah kasih sayang diantara keduanya, dan secara keseluruhan berdampak positif dalam kehidupan keluarga. Manusia senantiasa mengembangkan daya khayalnya untuk menciptakan variasi aktivitas demi mendapatkan kenikmatan seksual. Dari sinilah timbul istilah kelainan seksual, meskipun ini bersifat subyektif, karena apa yang disebut kelainan bagi seseorang, biasanya merupakan kegiatan normal bagi yang lain.

(17)

kedalam kelompok besar Gangguan Kepribadian dan Perilaku Masa Dewasa (F60-69).

Gangguan seksual tidak hanya berdampak pada penderita, tetapi juga pada pasangannya. Salah satu gangguan fungsi seksual yang banyak ditemui di masyarakat adalah gangguan disfungsi ereksi. Disfungsi ereksi adalah ketidakmampuan yang menetap atau terus-menerus (setidaknya 3 bulan) untuk mencapai atau mempertahankan ereksi penis yang berkualitas sehingga dapat mencapai hubungan seksual yang memuaskan (Glen, 2014, Balon, 2014).

Pada umumnya penyebab disfungsi ereksi dikelompokkan menjadi 2 faktor, yaitu faktor fisik dan faktor psikologis. Faktor psikologis disebabkan oleh depresi, kecemasan, stres. Faktor fisik meliputi gangguan atau penyakit yang berkaitan dengan: gangguan hormon, pembuluh darah dan saraf, gaya hidup tidak sehat yaitu dengan mengkonsumsi minuman beralkohol berlebihan, dan merokok (Familia, 2010; Pangkahila, 2011; Irianto, 2014).

(18)

Kebiasaan merokok dapat merusak pembuluh darah, karena kandungan nikotin pada rokok dapat menyempitkan arteri yang menuju penis sehingga mengurangi aliran darah dan tekanan darah menuju penis. Ereksi tidak dapat terjadi bila darah tidak mengalir bebas ke penis. Efek ini meningkat seiring dengan peningkatan lamanya paparan asap nikotin (Gondodiputro, 2007; Horasanli dkk, 2008; Familia, 2010). Selain itu nikotin juga dapat berpengaruh langsung pada fungsi endotel dan otot polos ruang-ruang korpus kavernosum penis, akibatnya fungsi relaksasi ruang pembuluh darah di dalam penis terganggu sehingga aliran darah terhambat dan ereksi terganggu atau tidak terjadi. Nikotin pada perokok yang beredar melalui darah akan dibawa ke seluruh tubuh termasuk organ reproduksi. Nikotin juga akan mengganggu proses spermatogenesis sehingga menganggu kualitas sperma menjadi buruk (Kumar, 2010).

Sebuah penelitian di Hong Kong, terhadap 819 laki-laki perokok berusia 31-60 tahun, didapatkan prevalensi disfungsi ereksi adalah 44,7% dikalangan laki-laki perokok (Lam dkk, 2006). Studi ini menunjukkan bahwa merokok merupakan faktor risiko independen untuk disfungsi ereksi vaskulogenik dan menggaris bawahi kemungkinan merokok dapat bertindak secara sinergis dengan faktor risiko lainnya. Kebiasaan merokok satu setengah kali lebih mungkin untuk terkena disfungsi ereksi dibandingkan yang tidak merokok (Pangkahila, 2011; Irianto, 2014).

(19)

menjelaskan bahwa laki-laki perokok memiliki risiko 1,42 kali menderita disfungsi ereksi dibandingkan bukan perokok (Gades dkk, 2007).

Angka kejadian disfungsi ereksi di beberapa daerah di Indonesia, menyebutkan dari beberapa penelitian yang telah dilakukan, bahwa dari 41 responden yang mempunyai kebiasaan merokok, 58,3% mengalami disfungsi ereksi sedangkan yang tidak mengalami disfungsi ereksi sebanyak 10,0% (Grace, 2014). Demikian pula penelitian lain melaporkan, bahwa secara keseluruhan penelitian pada laki-laki dengan kebiasaan merokok yang berpengaruh terhadap fungsi ereksi, didapatkan seluruh responden mengalami disfungsi ereksi dan dengan tingkatan yang berbeda-beda (Nurbaiti dkk., 2015).

(20)

Gambar 1.1 Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Klungkung

(21)

1.2Rumusan Masalah

Dengan memperhatikan latar belakang masalah diatas dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:

Apakah ada hubungan derajat ketergantungan merokok terhadap kejadian disfungsi ereksi pada laki-laki perokok di Kabupaten Klungkung ?

1.3Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum penelitian adalah untuk mengetahui hubungan antara derajat ketergantungan merokok dengan terjadinya disfungsi ereksi pada laki-laki perokok di Kabupaten Klungkung.

2. Tujuan khusus penelitian adalah untuk menentukan hubungan antara derajat merokok dengan derajat keparahan disfungsi ereksi.

1.4Manfaat Penelitian

1. Secara akademis, penelitian ini dapat menjadi literatur tambahan bagi studi terkait ketergantungan merokok dalam kaitannya dengan kejadian disfungsi ereksi

(22)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1Disfungsi ereksi(DE) 2.1.1Definisi

DE didefinisikan sebagai ketidakmampuan yang menetap dan atau kambuhan (setidaknya tiga bulan) untuk mencapai dan mempertahankan ereksi yang cukup untuk hubungan seksual yang memuaskan (Wespes dkk, 2006). Walaupun DE merupakan gangguan yang tidak berbahaya, DE berhubungan dengan kesehatan fisik dan psikologis, dan memiliki pengaruh yang bermakna pada kualitas hidup, baik bagi penderita maupun pasangannya (Hatzimouratidis dkk, 2010, Wespes dkk., 2012).

2.1.2Epidemiologi DE

(23)

Menurut World Health Organization (WHO), ada 13 milyar perokok di dunia dan sepertiganya berasal dari populasi global yang berusia 15 tahun ke atas. Indonesia menduduki peringkat ke-4 jumlah perokok terbanyak di dunia dengan jumlah sekitar 141 juta orang (Gondodiputro, 2007). Pada hasil survei

Massachusetts Male Aging Study (MMAS) menemukan bahwa kebiasaan merokok memiliki resiko 24% terjadinya disfungsi ereksi sedang dan berat, sementara pada bukan perokok hanya memiliki resiko sebesar 14% dan pada penelitian lain mengatakan kebiasaan merokok pada laki-laki yang berumur 30-40 tahun dapat meningkatkan prevalensi disfungsi ereksi sebanyak 30-40% (Kumar, 2010).

Beberapa penelitian ilmiah tentang penggunaan rokok berkaitan dengan disfungsi ereksi. Studi ini menunjukkan bahwa kebiasaan merokok merupakan faktor risiko independen untuk disfungsi ereksi vaskulogenik dan menggaris bawahi kemungkinan kebiasaan merokok dapat bertindak secara sinergis dengan faktor risiko lainnya. Kebiasaan merokok satu setengah kali lebih mungkin untuk terkena disfungsi ereksi dibandingkan yang tidak merokok (Familia, 2010; Pangkahila, 2011; Irianto, 2014).

(24)

secara keseluruhan penelitian pada laki-laki dengan kebiasaan merokok berpengaruh terhadap fungsi ereksi, didapatkan seluruh responden mengalami disfungsi ereksi dan dengan tingkatan atau stadium yang berbeda-beda, didapatkan distribusi perokok menurut hasil perhitungan skor International Index of Erectile Function (IIEF-5), berdasarkan kelompok usia, yaitu normal sebanyak 0 orang (0%), disfungsi ereksi ringan sebanyak 19 orang (38%), disfungsi ereksi sedang-ringan 19 orang (38%), disfungsi sedang 11 orang (33%), dan disfungsi berat 1 orang (2%) (Nurbaitt dkk, 2015).

2.1.3Fisiologi Ereksi Penis

Ereksi penis adalah peristiwa neurovaskuler yang dimodulasi oleh faktor psikologis dan status hormonal. Ereksi penis terjadi ketika arteri di penis mengalami dilatasi dan jaringan erektil (korpura kavernosus dan korpura spongiosum) mengalami relaksasi (Wespes dkk., 2012). Secara hemodinamika, telah diketahui beberapa fase ereksi sebagai berikut:

1. Fase flaksid (lemas)

Pada fase ini otot polos trabekular berkontraksi, aliran darah arteri berkurang, dan aliran darah vena meningkat. Tekanan dalam korpura kavernosus kurang lebih sama dengan tekanan vena (Wespes dkk., 2006).

2. Fase pengisian awal

(25)

memasok jaringan ereksi dan peningkatan beberapa kali lipat aliran darah penis. Pada saat yang sama, relaksasi dari otot trabekular halus meningkatkan kepatuhan dari sinusoid, memfasilitasi pengisian cepat dan perluasan sistem sinusoidal (Wespes dkk., 2006).

3. Fase tumesensi

Pada fase ini tekanan interkavernosus mulai meningkat dan ukuran penis terus bertambah. Aliran arteri perlahan-lahan mulai berkurang sampai terjadi fase ereksi penuh (Wespes dkk., 2006).

4. Fase ereksi penuh

Selanjutnya terjadi kompresi pada pleksus venular subtunika antara trabekula dan tunika albugenia, sehingga menyebabkan oklusi hampir total dari aliran vena. Peristiwa ini menjebak darah di dalam korpus kavernosa dan menegakkan penis dari posisi tergantung, dengan tekanan intrakavernosus (fase ereksi penuh) (Wespes dkk., 2006).

5. Fase ereksi kaku

Selama hubungan seksual yang memicu reflex bulbokavernosus, otot-otot

(26)

6. Fase detumesensi

Detumesensi (ukuran yang mengecil) dapat dihasilkan dari penghentian pelepasan neurotrasmiter, pemecahan messenger kedua oleh fosfodiesterase, atau pelepasan simpatik saat ejakulasi. Kontraksi otot polos trabekula membuka kembali saluran vena, darah yang terperangkap dikeluarkan, dan kembali ke keadaan flaksid (Wespes dkk., 2006).

(27)

Gambar 2.2 Kontrol Ereksi Perifer (Antonm, 2012)

(28)

Neurotransmiter yang dilepaskan ujung saraf pasca ganglionik simpatis dan parasimpatis di penis memegang peranan penting dalam mengontrol ereksi. Noradrenalin (NA) dan neuropeptide Y (NPY) dilepaskan oleh ujung serat simpatis. NA adalah agen kontraktil utama dari otot polos dan arteri penis, dan NPY menambah dampaknya NA berperan pada flaksiditas dan detumesensi. Ujung serat parasimpatis melepaskan asetikolin (Ach), vasoactive intestinal peptide (VIP), dan

nitrit oksida (NO) (Cuzin dkk., 2011; Thorve dkk., 2011). NO sebagai pembawa pesan intraselular membuka era baru pentingnya mekanisme yang mendasari fisiologi dan patofisiologi pada organ dan jaringan otonom (Cuzin dkk., 2011). NO disintesis dan dilepaskan dari ujung saraf non adrenergik, non kolinergik oleh sintesa NO neuronal (nNOS) dan dari endothelium oleh sintase NO endothelial (eNOS). NO memodulasi tonus pembuluh darah, agregasi dan adhesi platelet, serta proliferasi otot polos vascular. Lebih lanjut, NO berfungsi sebagai neurotransmiter non-adrenergik, non-kolinergik dari serat saraf parasimpatis pascaganglion, termasuk korpura kavernosus. NO berperan dalam mempertahankan tekanan intrakavernosus, vasodilatasi penis, dan ereksi penis (Anil, 2009). NO meningkatkan produksi cyclic nucleotides guanosine monophoaphate (cGMP) pada otot polos dan merupakan aktivator yang penting untuk relaksasi lokal dari otot polos penis. Seperti diketahui, ereksi terutama disebabkan oleh peningkatan sintesis dua second messenger intraseluler, cGMP dan cyclic adenosine monophosphate (cAMP). cGMP dan cAMP dihancurkan oleh fosfodieterase (Cuzin dkk., 2011).

2.1.4Patofisiologi dan Klasifikasi

Disfungsi ereksi dapat disebabkan dari tiga mekanisme dasar yaitu: (Anil, 2009)

(29)

3. Kegagalan untuk menyimpan volume darah yang cukup di dalam jaringan lacunar (disfungsi venooklusif)

(30)
(31)

1. DE psikogenik

Penyebab umum dari disfungsi ereksi psikogenik meliputi kecemasan, hubungan yang tegang, kurang hasrat seksual, dan gangguan jiwa seperti depresi, cemas, dan skizofrenia. Risiko DE meningkat seiring durasi depresi yang berulang (Cuzin dkk., 2011). Kecemasan memegang peranan dalam persepsi dan menetapnya masalah seksual, juga dalam efektivitas dari pengobatan DE (Cuzin dkk., 2011). Pada laki-laki dengan skizofrenia, penurunan libido adalah masalah utama yang dilaporkan dan obat neuroleptik meningkatkan libido tetapi menyebabkan kesulitan ereksi, orgasme, dan kepuasan seksual (Wespes dkk., 2006).

2. DE neurogenik

(32)

3. DE hormonal

Defisiensi androgen menurunkan ereksi nocturnal dan libido. Androgen penting untuk pertumbuhan penis dan berperan pada fisiologi ereksi melalui beberapa mekanisme. Androgen dapat mempengaruhi neuromodulasi ereksi sistem saraf pusat dan regulasi perifer tonus otot kavernosus (Wespes dkk., 2006). Testosteron mengatur struktur dan fungsi saraf, ekspresi dan aktivitas sintesis NO, phosphodiesterase 5 (PDE5), pertumbuhan dan diferensiasi selular (Traish dkk.,2007). Kuesioner Androgen Deficiency of the Aging Male (ADAM) dapat digunakan untuk skirining diagnosis klinis insufiensi androgen (Blumel dkk., 2009). Hiperprolaktinemia menyebabkan gangguan reproduksi dan seksual karena prolaktin menghambat aktivitas dopaminergik sentral, yang menyebabkan sekresi gonadotropin-relasing hormone, sehingga terjadi hipogonadisme hipogonadotropik (Wespes dkk., 2006).

4. Penyebab vascular DE

(33)

oklusi) dapat menyebabkan DE. Disfungsi veno oklusi dapat terjadi pada usia tus, DM, dan trauma (fraktur penis) (Wespes dkk.,2012).

5. DE karena obat-obatan

Banyak obat telah dilaporkan dapat menyebabkan DE diantaranya obat-obatan antipsikotik, antidepresan, dan obat antihipertensi (Wespes dkk., 2012). Obat golongan penghambat beta-adrenergik dapat menyebabkan DE dengan mempotensiasi aktivitas alfa 1-adrenergik pada penis. Tiazid diuretik juga dilaporkan dapat menyebabkan DE, namun mekanismenya belum jelas. Spironolakton dapat menyebabkan DE, ginekomastia, dan penurunan libido (Wespes dkk., 2006). Disfungsi seksual sering dijumpai pada penggunaan diuretik yang dikombinasikan dengan obat lain dan masalah yang sama juga sering dijumpai pada pasien yang mendapat beta bloker, Simetidin, antagonis receptor histamine H2 dilaporkan dapat menurunkan libido dan menyebabkan kegagalan ereksi. Simetidin bekerja seperti antiandrogen dan dapat menyebabkan hiperprolaktinemia. Obat-obat lain yang dikenal dapat menyebabkan DE adalah estrogen dan obat dengan cara kerja antiandrogenik, seperti ketokonazol dan siproteron asetat (Manolis dan Doumas, 2012).

(34)

Peminum alkohol yang kronis dapat menyebabkan hipogonadism dan polineuropati yang dapat mempengaruhi fungsi saraf penis (Wespes dkk., 2012).

7. DE akibat penuan dan penyakit sistemik lain

Fungsi seksual secara progresif akan menurun seiring bertambahnya usia. Seperti misalnya, periode laten antara stimulasi seksual dan ereksi memanjang, ereksi akan lebih lembek, ejakulasi kurang kuat dan volumenya menurun, dan periode refrakter antara ereksi memanjang. Terdapat juga penurunan pada sensitivitas penis dan stimulasi taktil, penurunan konsenterasi serum testosteron, dan meningkatnya tonus otot kavernosus (Wespes dkk., 2012).

8. Merokok, nikotin yang dihirup oleh perokok, masuk ke jantung dan bersama darah masuk ke dalam sistem peredaran darah. Semakin lama timbunan nikotin

semakin banyak dan mengalami pengendapan. Pengendapan ini berlanjut

sehingga menjadi penyumbatan aliran darah ke seluruh tubuh, termasuk ke

dalam jaringan erektil penis menyebabkan disfungsi ereksi yang umum terjadi

laki-laki perokok berat yang tidak bisa menghentikan kebiasaan merokok.

Disfungsi ereksi stadium awal biasanya ditandai dengan hubungan yang terjadi

sangat singkat (3-5 menit), dan stadium akhir laki-laki tidak bisa mengalami

ereksi sama sekali dan akan sangat sulit mendapat rangsangan dari

(35)

mengalami disfungsi ereksi 40% lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang

tidak merokok. Tidak hanya itu saja, kebiasaan merokok juga akan

mempengaruhi kualitas dan kuantitas produksi sel sperma yang dihasilkan

seorang laki-laki. Sel sperma yang dihasilkan laki-laki perokok memiliki cacat

bentuk dan mempunyai pergerakan lambat sehingga menurunkan tingkat

kesuburan laki-laki. Meskipun sel sperma laki-laki perokok mampu membuahi

sel telur wanita, tapi besar kemungkinan DNA janin akan mengalami perubahan

susunan sehingga bayi yang dilahirkan menjadi cacat. Rokok akan berpotensi

merubah rangkaian DNA dari sel sperma. Hal ini akan menurun pada calon bayi

(Wespes dkk., 2012).

2.1.5 Pengukuran disfungsi ereksi (DE)

Menggunakan kuesioner yang telah tervalidasi seperti International Index for Erectile Function (IIEF) membantu untuk memeriksa semua domain fungsi seksual (fungsi ereksi, fungsi orgasme, hasrat seksual, ejakulasi,

intercourse, dan kepuasan secara keseluruhan), dan juga pengaruh dari modalitas pengobatan (Wespes dkk., 2012). ). IIEF disusun oleh Rosen dkk., 1997 untuk mengukur fungsi ereksi, fungsi orgasme, hasrat seksual, ejakulasi,

(36)

dibanding IIEF karena lebih sederhana dan memiliki sensitivitas dan spesifikasi yang baik (Rosen dkk., 2002).

Di Indonesia, IIEF-5 juga telah umum digunakan dalam berbagai penelitian untuk mengukur DE (Sihaloho, 2006; Rachmadi, 2008; Saraswati dkk., 2008; Santosa, 2010). Setiap butir pertanyaan IIEF-5 memiliki skor 1 sampai 5 sehingga total skor untuk IIEF-5 adalah 5 sampai 25. Seseorang dikatakan tidak DE apabila skor IIEF-5 antara 22-25 dan DE apabila 5-21. Lebih lanjut lagi penderita DE dikelompokkan berdasarkan skor IIEF-5 menjadi derajat ringan (17-21), ringan-sedang (12-16), sedang (8-11), dan berat (5-7) (Rosen dkk., 2002).

2.2Ketergantungan Merokok

Salah satu faktor risiko yang mempengaruhi kejadian disfungsi ereksi adalah ketergantungan merokok. Ada baiknya sebelum lebih jauh mengetahui hubungan tingkat ketergantungan merokok dengan kejadian disfungsi ereksi, perlu sekilas untuk diketahui tentang sejarah rokok, nikotin sebagai komponen psikoaktif, seluk beluk reseptor nikotin dan interaksinya neurutransmiter lain dan hal-hal yang mendasari ketergantungan nikotin dalam rokok.

2.2.1 Sejarah merokok

(37)
(38)

lambang persahabatan dan persaudaraan, rokok kemudian berkembang menjadi simbol kejantanan laki-laki. Hal ini ditandai sejak dijadikannya rokok sebagai ransum wajib setiap prajurit saat Perang Dunia Pertama. Industri rokok mulai redup sejak 1964, persatuan dokter bedah Amerika mengeluarkan pernyataan bahwa rokok mengakibatkan kanker paru-paru (Uneri dkk., 2006).

1.2.2 Nikotin

(39)

mual namun toleransi ini tidak pernah terjadi terhadap tekanan darah tinggi atau tremor pada tangan. Nikotin bekerja pada sistem neurokimia yang sama dengan amfetamin dan kokain dimana ketergantungan terhadap nikotin terjadi dengan cepat. Atas alasan inilah ketergantungan nikotin dikatagorikan sebagai penyalahgunaan zat dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-5). Penguatan positif dan negatif penting dalam terjadinya ketergantungan nikotin. Penguatan positif menyangkut efhoria ringan, peningkatan perhatian dan potensi kerja. Pada tingkatan neurokimia, adiksi nikotin berhubungan dengan stimulasi neuron dopaminergik di area tegmental ventral oleh nikotin (Levin dkk., 2006).

1.2.3 Reseptor Nikotin

(40)

Mekanismenya serupa dengan neurotransmitter GABA. Di dalam otak, nAChRs tersedia pada interneuron GABAergic. Baik pada jaringan tikus ataupun manusia, nikotin menunjukkan kemampuan menstimulasi release GABA (Levin dkk., 2006). Terdapat 2 jenis neuronal subunit reseptor nikotinik yang dinamakan α dan β terkait hemologinya dengan subunit reseptor nikotinik α1 dan

β1.Terdapat banyak subtype baik dari subtype α maupun β (α2-α9, β2-β4).

Umumnya reseptor nikotinik terdiri atas dua subunit α dan tiga subunit β walaupun terdapat juga reseptor nikotinik yang terdiri dari lima subunit α yang

identik. Beberapa penelitian menunjukkan setidaknya terdapat 3 tipe reseptor nikotinik yang mempunyai komposisi subunit yang berbeda, jenis farmakologi dan elektrofisiologis yang berbeda dan distribusi neuroanatomical yang berbeda pula (Levin dkk., 2006).

1.2.4 Efek nikotin terhadap susunan saraf pusat

Berdasarkan pengalaman klinis dan penelitian laboratorium menunjukkan bahwa nAChRs memainkan peranan yang komplek dalam fungsi otak misalnya memori, perhatian dan kognisi. Sebagai tambahan pula bahwa nAChRs berperan penting dalam patogenesis gangguan psikiatri dan neurologi misalnya penyakit Parkinson, Alzheimer dan autosomal dominant nocturnal frontal lobe epilepsy.

Merokok juga sering digunakan sebagai self medication pada penderita ADHD dan depresi (Uneri dkk., 2006, Levin dkk., 2006, Stahl SM, 2008).

(41)

yang dianggap paling berperan dalam membuat rokok menjadi ketergantungan. Oleh karena itu, ketergantungan rokok sering direpresentasikan dengan istilah adiksi nikotin (USDHHS, 2010).

Nikotin di dalam rokok menciptakan perasaan yang menyenangkan dan meredam kecemasan. Dalam jangka pendek, rokok juga meningkatkan daya konsentrasi dan performa dalam bekerja. Kedua hal tersebut dapat menginduksi ketergantungan rokok. Selain itu, perokok yang mencoba berhenti merokok biasanya mengalami kegagalan karena tidak sanggup menghadapi efek

withdrawal dari berhenti merokok secara tiba-tiba, yaitu lelah, cemas, terlalu peka terhadap rangsangan, dan mood yang buruk, sehingga perokok yang terkena efek withdrawal cenderung melakukan kegiatan merokok untuk meredam efek tersebut (Benowitz, 2010).

Nikotin di dalam rokok menyebabkan ketergantungan melalui induksi produksi dopamin. Nikotin berinteraksi dengan reseptor asetilkolin nikotinik di daerah mesolimbik otak. Interaksi ini akan menyebabkan pelepasan dopamin di tempat-tempat yang terlibat dalam pengaturan informasi, ingatan, dan emosi. Kenaikan kadar dopamin di daerah mesolimbik otak menyebabkan perasaan ketergantungan (D'Souza & Markou, 2011).

(42)

nikotin, kemunculan gejala withdrawal ketika berhenti mengonsumsi, dan kecenderungan kekambuhan.

Kriteria ketergantungan nikotin meliputi hal-hal berikut ini.

a. Kriteria primer, yaitu penggunaan secara terkendali maupun kompulsif, kemunculan efek psikoaktif, dan kemunculan perilaku akibat stimulasi obat (drug-reinforced behavior).

b. Kriteria tambahan, yaitu perilaku seperti pola penggunaan teratur, kelanjutan penggunaan kendati sudah mengetahui efek berbahayanya, kekambuhan selama berhenti mengonsumsi, dan kemunculan keinginan yang berlebihan untuk mengonsumsi (craving) (USDHHS, 2010).

(43)

1.2.5 Mengukur tingkat ketergantungan nikotin digunakan Fagerstrom Test For Nicotine Dependence (FTND) (Uneri dkk.,, 2006, Levin dkk., 2006).

Dikembangkan tahun 1978, direvisi tahun 1991 (6 Items), terdiri dari: 1. Kapan waktu pertama merokok setelah bangun tidur di pagi hari? 2. Kesulitan untuk tidak merokok di tempat dilarang merokok? 3. Kapan waktu tersulit menghindari rokok?

4. Berapa batang rokok per hari?

5. Apakah anda merokok lebih sering di pagi hari setelah bangun tidur dibanding diwaktu lain?

6. Apakah anda tetap merokok di situasi sakit sekalipun?

Banyak digunakan sebagai alat ukur penelitian dan dalam praktek klinis. Makin tinggi skor, makin tinggi tingkat ketergantungan

Gambar

Gambar 1.1 Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Klungkung
Gambar 2.1 Erection Physiology (Anton, 2012)
Gambar 2.2 Kontrol Ereksi Perifer (Antonm, 2012)
Tabel 2.1 Klasifikasi dan Penyebab DE (Papaharitou dkk., 2006)

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara peran keluarga dengan perilaku merokok pada remaja laki-laki kelas di SMK Tunas Bangsa Sukoharjo.

Kesimpulan yang diperoleh dalam penelitian ini adalah ada hubungan antara tingkat stres dengan perilaku merokok mahasiswa laki-laki Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas

Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan kebiasaan merokok terhadap terjadinya dry mouth pada perokok filter

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan mengenai Hubungan Peran Guru dengan Perilaku Merokok pada Siswa Laki-Laki di SMA Negeri Pakusari Kabupaten Jember,

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa secara statistik ada hubungan yang bermakna antara andropause dengan disfungsi ereksi pada pria di Kecamatan Jebres,

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan tingkat stres dengan perilaku merokok kalangan mahasiswa laki-laki yang sedang mengerjakan skripsi.. Selain

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kebiasaan merokok dengan kadar CO perokok di wilayah Puskesmas Antapani Kota Bandung.. Penelitian bersifat

Hubungan antara Andropause dengan Disfungsi Ereksi pada Pria di Kecamatan Jebres, Surakarta.. The Association between Andropause and Erectile Dysfunction in Males at