BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
Sukmadinata (1999) menyatakan, teori adalah suatu set atau sistem pernyataan yang menjelaskan serangkaian hal. Teori merupakan abstraksi dari pengetahuan pengertian atau hubungan dari proporsi atau dalil.
Menurut Kerlinger (2005) menyatakan, teori adalah sebuah set konsep atau construct yang berhubungan satu dengan yang lainnya, suatu set dari proporsi yang mengandung suatu pandangan sistematis dan fenomena.
Dalam kajian teori ini akan dipaparkan teori-teori untuk penelitian antara lain:
2.1.1 Belajar
Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu, berlatih, berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman.
Dalam Wikipedia Bahasa Indonesia, belajar adalah suatu aktivitas yang didalamnya terdapat sebuah proses dari tidak tahu menjadi tahu, tidak mengerti menjadi mengerti, tidak bisa menjadi bisa untuk mencapai hasil yang optimal.
Belajar adalah perubahan yang relatif permanen dalam perilaku atau potensi perilaku sebagai hasil dari pengalaman atau latihan yang diperkuat.
Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon.
Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini, dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada pelajar, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan pelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur, yang dapat diamati adalah stimulus dan respon.
Oleh karena itu, apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh pelajar (respon) harus dapat diamati dan diukur.
Pengertian belajar menurut beberapa ahli yaitu:
a. James O. Whittaker, menyatakan bahwa belajar adalah proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman.
b. Winkel, menyatakan bahwa belajar adalah aktifitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, nilai, dan sikap.
c. Cronchbach, menyatakan bahwa belajar adalah suatu aktifitas yang ditunjukkan oleh perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman.
d. Howard L. Kingskey, menyatakan bahwa belajar adalah proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui praktek atau latihan.
e. Drs. Slameto, menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri di dalam interaksi dengan lingkungannya.
f. R. Gagne, menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, dan tingkah laku.
g. Herbart, menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses pengisian jiwa dengan pengetahuan dan pengalaman yang sebanyak-banyaknya dengan melalui hafalan.
h. Lester D. Crow and Alice Crow, menyatakan bahwa belajar adalah upaya- upaya untuk memperoleh kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan, dan sikap.
i. Ngalim Purwadarminta, menyatakan bahwa belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku, yang terjadi sebagai hasil dari suatu latihan atau pengalaman.
j. Dr. H. Nana Sudjana, menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan pada diri seseorang.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses yang menghasilkan suatu perubahan yang disebut hasil belajar.
2.1.2 Hasil Belajar
Setiap proses belajar yang dilaksanakan oleh peserta didik akan menghasilkan hasil belajar. Di dalam proses pembelajaran, guru sebagai pengajar sekaligus sebagai pendidik memegang peranan dan tanggung jawab yang besar dalam rangka membantu meningkatkan keberhasilan peserta didik dipengaruhi oleh kualitas pengajaran dan faktor intern dari siswa itu sendiri.
Dalam setiap mengikuti proses pembelajaran di sekolah sudah pasti setiap peserta didik mengharapkan mendapatkan hasil belajar yang baik, sebab hasil belajar yang baik dapat membantu peserta didik dalam mencapai tujuannya. Hasil belajar yang baik hanya dicapai melalui proses belajar yang baik pula. Jika proses belajar tidak optimal, sangat sulit diharapkan terjadinya hasil belajar yang baik.
Hasil belajar merupakan hasil akhir pengambilan keputusan mengenai tinggi rendahnya nilai yang diperoleh siswa selama mengikuti proses pembelajaran, hasil belajar dikatakan tinggi apabila tingkat kemampuan siswa bertambah dari hasil sebelumnya (Tim Dosen, 1980).
Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran.
Proses penilaian terhadap hasil belajar dapat memberikan informasi kepada guru tentang kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuan-tujuan belajarnya melalui kegiatan belajar. Selanjutnya, dalam informasi tersebut guru dapat menyusun dan membimbing kegiatan-kegiatan siswa lebih lanjut.
Pengertian hasil belajar menurut beberapa ahli yaitu:
a. Purwadarminto (1987), menyatakan bahwa hasil belajar adalah hasil yang dicapai sebaik-baiknya menurut kemampuan anak pada waktu tertentu terhadap hal-hal yang dikerjakan atau dilakukan.
b. Anni (2004), menyatakan bahwa hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar.
c. Hamalik (2001), menyatakan bahwa hasil belajar menunjukkan kepada prestasi belajar, sedangkan prestasi belajar itu merupakan indikator adanya derajat perubahan tingkah laku siswa.
d. Nasution (2006), menyatakan bahwa hasil belajar adalah hasil dari suatu interaksi tindak pelajar dan biasanya ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan guru.
e. Dimyati dan Mudjiono (2002), menyatakan bahwa hasil belajar adalah hasil yang ditunjukkan dari suatu interaksi tindak pelajar dan biasanya ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan guru.
f. Kemp (1995), menyatakan bahwa hasil belajar adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan hasil yang diperoleh siswa setelah terjadinya proses pembelajaran yang ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan oleh guru setiap selesai memberikan materi pelajaran pada satu pokok bahasan.
2.1.3 Model Pembelajaran a. Model
Model dimaknakan sebagai suatu objek atau konsep yang digunakan untuk mempresentasikan suatu hal. Sesuatu yang nyata dan dikonversi untuk sebuah bentuk yang komprehensif, dikemukakan oleh Meyer. W. J (1985).
Menurut Soli Abimanyu dkk (2008), model diartikan sebagai kerangka konseptual yang digunakan dalam melakukan suatu kegiatan.
Model dapat diartikan sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan suatu kegiatan. Dalam pengertian lain, model juga diartikan sebagai barang atau benda tiruan dari barang atau benda yang sesungguhnya, seperti globe adalah model dari bumi tempat kita hidup (Nursid Sumaatmadja, 2007).
Ella Yulaelawati menyebutkan model dapat berupa skema, bagan, dan tabel.
Model menjelaskan keterkaitan berbagai komponen dalam suatu pola pemikiran yang disajikan secara utuh. Model dapat membantu kita melihat kejelasan
keterkaitan hal-hal abstrak dalam suatu skema, bagan, atau tabel. Dengan mencermati model, kita dapat membaca uraian tentang banyak hal dalam sebuah pola yang mencerminkan alur pikir dan pola tindakan.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa model adalah suatu pola atau acuan yang digunakan dalam melakukan suatu kegiatan.
b. Pembelajaran
Pembelajaran merupakan aspek kegiatan manusia yang kompleks, yang tidak sepenuhnya dapat dijelaskan. Pembelajaran secara simple dapat diartikan sebagai produk interaksi berkelanjutan antar pengembangan dan pengalaman hidup.
Dalam makna yang lebih kompleks, pembelajaran hakikatnya adalah usaha sadar dari seorang guru untuk membelajarkan siswanya (mengarahkan interaksi siswa dengan sumber belajar lain) dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan (Trianto, 2009).
Menurut Oemar Hamalik (1999), pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran. Manusia terlibat dalam sistem pelajaran yang terdiri dari siswa, guru, dan tenaga lainnya, misalnya tenaga laboratorium. Material meliputi buku-buku, papan tulis, kapur, fotografi, slide dan tum, serta audio dan video tape. Prosedur meliputi jadwal dan metode penyampaian informasi, praktik, belajar, dan ujian.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan interaksi dua arah dari seorang guru dan peserta didik, dimana antara keduanya terjadi komunikasi yang terarah dan menjadi pengalaman belajar yang tersusun dari unsur manusia, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur untuk mencapai pada suatu target yang telah ditetapkan sebelumnya.
c. Model Pembelajaran
Joyce (1992), mengemukakan model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakaan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran yang termasuk di dalamnya buku-buku, film, komputer, dan kurikulum. Setiap model pembelajaran mengarahkan kita ke dalam
mendesain pembelajaran untuk membantu peserta didik sedemikian rupa sehingga tujuan pembelajaran tercapai. Ada empat rumpun model pembelajaran menurut Joyce yaitu:
1) Rumpun model pengolahan informasi.
2) Rumpun model personal.
3) Rumpun model interaksi sosial.
4) Rumpun model sistem perilaku.
Ada banyak model pembelajaran yang dikembangkan oleh para ahli dalam usaha untuk mengoptimalkan pembelajaran kepada siswa. Diantaranya adalah model pembelajaran kontekstual, model pembelajaran kooperatif, model pembelajaran quantum, dan model pembelajaran terpadu. Banyaknya model atau strategi pembelajaran yang dikembangkan, tidak berarti semua pengajar menerapkan semua untuk setiap mata pelajaran karena tidak semua model cocok untuk setiap topik pembelajaran.
Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran, dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar (Udin Saripudin, 1994).
Menurut Sugiyanto (2007), ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam memilih model pembelajaran yaitu:
1) Tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.
2) Materi ajar.
3) Kondisi siswa.
4) Ketersediaan sarana dan prasarana belajar.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah suatu pola yang melukiskan prosedur yang sistematis untuk mencapai tujuan pembelajaran dan berfungsi sebagai pedoman para perancang dan pelaksana pembelajaran.
2.1.4 Model Pembelajaran Example Non-Examples
Model Pembelajaran Example Non-Examples merupakan model pembelajaran yang menggunakan gambar sebagai media pembelajaran.
Penggunaan media gambar ini disusun dan dirancang agar anak dapat menganalisis gambar tersebut menjadi sebuah bentuk deskripsi singkat mengenai apa yang ada di dalam gambar.
Penggunaan model pembelajaran Example Non-Examples ini lebih menekankan pada konteks analisis siswa. Biasa yang lebih dominan digunakan di kelas tinggi, namun dapat juga digunakan di kelas rendah dengan menekankan aspek psikologis dan tingkat perkembangan siswa kelas rendah, seperti kemampuan berbahasa tulis dan lisan, kemampuan analisis ringan, dan kemampuan berinteraksi dengan siswa lainnya. Model pembelajaran Example Non-Examples menggunakan gambar dapat melalui OHP, proyektor, atau yang paling sederhana adalah poster. Gambar yang kita gunakan haruslah jelas dan kelihatan dari jarak jauh sehingga anak yang berada di belakang dapat juga melihat dengan jelas.
Konsep pada umumnya dipelajari melalui dua cara. Paling banyak konsep yang kita pelajari di luar sekolah melalui pengamatan dan juga dipelajari melalui definisi konsep itu sendiri. Example Non-Examples adalah taktik yang dapat digunakan untuk mengajarkan definisi konsep. Taktik ini bertujuan untuk mempersiapkan siswa secara cepat dengan menggunakan dua hal yang terdiri dari example dan non-examples dari suatu definisi konsep yang ada dan meminta siswa untuk mengklasifikasikan keduanya sesuai dengan konsep yang ada.
Example memberikan gambaran akan sesuatu yang menjadi contoh akan suatu materi yang sedang dibahas, sedangkan non-examples memberi gambaran akan sesuatu yang bukanlah contoh dari suatu materi yang sedang dibahas.
Example Non-Examples dianggap perlu dilakukan karena suatu definisi konsep adalah suatu konsep yang diketahui secara primer hanya dari segi definisinya daripada dari sifat fisiknya. Dengan memusatkan perhatian siswa terhadap example dan non-examples diharapkan akan dapat mendorong siswa untuk menuju pemahaman yang lebih dalam mengenai materi yang ada.
Menurut Buehl (1996), keuntungan dari model Example Non-Examples antara lain:
a. Siswa berangkat dari satu definisi yang selanjutnya digunakan untuk memperluas pemahaman konsepnya dengan lebih mendalam dan lebih kompleks.
b. Siswa terlibat dalam satu proses discovery (penemuan), yang mendorong mereka untuk membangun konsep secara progresif melalui pengalaman dari example dan non-examples.
c. Siswa diberi sesuatu yang berlawanan untuk mengeksplorasi karakteristik dari suatu konsep dengan mempertimbangkan bagian non-examples yang dimungkinkan masih terdapat beberapa bagian yang merupakan suatu karakter dari konsep yang telah dipaparkan pada bagian example.
Tennyson dan Pork (1980) dan Slavin (1994), menyarankan bahwa jika guru akan menyajikan contoh dari suatu konsep maka ada tiga hal yang seharusnya diperhatikan yaitu:
a. Urutkan contoh dari yang gampang ke yang sulit.
b. Pilih contoh-contoh yang berbeda satu sama lain.
c. Bandingkan dan bedakan contoh-contoh dan bukan contoh.
Menyiapkan pengalaman dengan contoh dan non-contoh akan membantu siswa untuk membangun makna yang kaya dan lebih mendalam dari sebuah konsep penting. Joyce and Weil (1986), telah memberikan kerangka konsep terkait strategi tindakan yang menggunakan model inkuiri untuk memperkenalkan konsep yang baru dengan model Example Non-Examples. Kerangka konsep tersebut antara lain:
a. Menggeneralisasikan pasangan antara contoh dan non-contoh yang menjelaskan beberapa dari sebagian besar karakter atau atribut dari konsep baru. Menyajikan itu dalam satu waktu dan meminta siswa untuk memikirkan perbedaan apa yang terdapat pada dua daftar tersebut. Selama siswa memikirkan tentang tiap example dan non-examples tersebut, tanyakanlah pada mereka apa yang membuat kedua daftar itu berbeda.
b. Menyiapkan example dan non-examples tambahan, mengenai konsep yang lebih spesifik untuk mendorong siswa mengecek hipotesis yang telah dibuatnya sehingga mampu memahami konsep yang baru.
c. Meminta siswa untuk bekerja berpasangan untuk menggeneralisasikan konsep example dan non-examples mereka. Setelah itu, meminta tiap pasangan untuk menginformasikan di kelas untuk mendiskusikannya secara klasikal sehingga tiap siswa dapat memberikan umpan balik.
d. Sebagai bagian penutup adalah meminta siswa untuk mendeskripsikan konsep yang telah diperoleh dengan menggunakan karakter yang telah didapat dari Example Non-Examples.
Langkah-langkah model pembelajaran Example Non-Examples yaitu:
a. Guru mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan tujuan pembelajaran.
b. Guru menempelkan gambar di papan atau ditayangkan melalui OHP/proyektor/hanya berupa slide kertas.
c. Guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan pada siswa untuk memperhatikan atau menganalisis gambar.
d. Melalui diskusi kelompok 2-3 orang siswa, hasil diskusi dari analisis gambar tersebut dicatat pada kertas.
e. Tiap kelompok diberi kesempatan membacakan hasil diskusinya.
f. Mulai dari komentar atau hasil diskusi siswa, guru mulai menjelaskan materi sesuai tujuan yang ingin dicapai.
g. Kesimpulan.
Kelebihan model pembelajaran Example Non-Examples yaitu:
a. Siswa lebih kritis dalam menganalisis gambar. Karena dalam kegiatan pembelajaran akan menggunakan media gambar-gambar.
b. Siswa mengetahui aplikasi dari materi berupa contoh gambar. Jadi, dalam pembelajaran siswa tidak jenuh atau bosan karena hanya membaca tulisan- tulisan tetapi disini akan disiapkan media berupa gambar. Sehingga siswa menjadi lebih bersemangat dan dapat mengingat materi pembelajaran dengan media berupa gambar tersebut.
c. Siswa diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya. Dalam pembelajaran, yang berperan aktif adalah siswa dan guru sebagai motivator.
Siswa dituntut berperan aktif untuk mengemukakan pendapatnya berdasarkan analisis gambar.
2.1.5 Bahasa Indonesia
Belajar bahasa pada hakikatnya adalah belajar komunikasi. Oleh karena itu, pembelajaran Bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi antar satu dengan yang lain. Belajar Bahasa Indonesia di sekolah merupakan pokok dari proses pendidikan di sekolah. Belajar merupakan alat utama dalam mencapai tujuan pembelajaran sebagai unsur proses pendidikan di sekolah. Tujuan pembelajaran Bahasa Indonesia yaitu:
a. Berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis.
b. Menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia.
Pembelajaran Bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi dalam Bahasa Indonesia dengan baik dan benar baik secara lisan maupun tulis, serta menumbuhkan rasa ingin tahu terhadap hasil karya kesastraan manusia Indonesia. Standar kurikulum mata pelajaran Bahasa Indonesia merupakan kemampuan minimal peserta didik yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, keterampilan berbahasa, dan sikap yang baik terhadap bahasa dan sastra Indonesia. Standar kurikulum ini merupakan dasar bagi peserta didik untuk memahami dan merespon situasi lokal, regional, nasional, dan global. Dengan standar kurikulum mata pelajaran Bahasa Indonesia ini diharapkan:
a. Peserta didik dapat mengembangkan potensinya sesuai dengan kemampuan, kebutuhan, dan minatnya, serta dapat menumbuhkan penghargaan terhadap hasil karya kesastraan dan hasil pengetahuan bangsa sendiri.
b. Guru dapat memusatkan perhatian kepada pengembangan kompetensi bahasa peserta didik dengan menyediakan berbagai kegiatan berbahasa dan sumber belajar.
c. Guru lebih mandiri dan leluasa dalam menentukan bahan ajar kebahasaan dan kesastraan sesuai dengan kondisi lingkungan sekolah dan kemampuan peserta didiknya.
d. Orang tua dan masyarakat dapat secara aktif terlibat dalam pelaksanaan program kebahasaan dan kesastraan di sekolah.
e. Sekolah dapat menyusun program pendidikan tentang kebahasaan dan kesastraan sesuai dengan keadaan peserta didik dan sumber belajar yang tersedia.
2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Hasil penelitian dilakukan oleh Abdul Akbar Kurniawan (2010) dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Example Non-Examples dalam Meningkatkan Motivasi Belajar dan Hasil Belajar Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam Siswa Kelas 4 Semester 2 di SD Negeri Purana UPPK Bantarbolang Kabupaten Pemalang Tahun Pelajaran 2010/2011”. Hasil penelitian dengan kesimpulan penggunaan model pembelajaran Example Non-Examples dapat meningkatkan motivasi belajar dan hasil belajar. Persamaan antara penelitian di atas tersebut dengan penelitian saya adalah pada implementasi tindakan dalam siklus I menggunakan gambar tidak berwarna, sedangkan dalam siklus II menggunakan gambar berwarna. Sedangkan perbedaan antara penelitian di atas tersebut dengan penelitian saya adalah pada fokus mata pelajaran yang mengambil mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dan penelitian saya yaitu mata pelajaran Bahasa Indonesia.
Hasil penelitian lain yang relevan dengan penelitian ini adalah yang dilakukan oleh Rismayani (2012) dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Example Non-Examples terhadap Hasil Belajar Siswa pada Materi Pelestarian Lingkungan Hidup di Kelas XI SMA Negeri 10 Medan T.A 2011/2012”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Aktivitas belajar siswa dengan menggunakan model pembelajaran Example Non-Examples pada materi Pelestarian Lingkungan Hidup meningkat dari siklus I sebesar 54,92% menjadi 63,25% pada siklus II dan 70,33% pada siklus III. Peningkatan itu dari siklus I ke siklus II sebesar 8,33%
dan dari siklus II ke siklus III sebesar 7,9%. (2) Hasil belajar siswa dengan
menggunakan model pembelajaran Example Non-Examples pada materi Pelestarian Lingkungan Hidup meningkat dari siklus I sebesar 51,35% menjadi 78,38% pada siklus II dan 89,19% pada siklus III. Peningkatan itu dari siklus I ke siklus II sebesar 27,03% dan dari siklus II ke siklus III sebesar 10,81%.
Persamaan antara penelitian yang dilakukan oleh Rismayani dengan penelitian saya adalah terjadi peningkatan hasil belajar mata pelajaran dari tiap siklus.
Sedangkan perbedaannya adalah pada tahap pelaksanaan tindakan dan mata pelajaran yang diteliti, penelitian yang dilakukan oleh Rismayani melalui tahap 3 siklus dengan mata pelajaran Geografi dan penelitian saya hanya 2 siklus dengan mata pelajaran Bahasa Indonesia.
Hasil penelitian yang relevan selanjutnya adalah yang dilakukan oleh Yunika Damayanti (2011) dengan judul “Penerapan Model Example Non- Examples dengan Pendekatan Fungsional untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Seni Budaya Bidang Tari V SD Negeri Candirejo I Kabupaten Nganjuk”. Pada penelitian ini diperoleh tiga simpulan yaitu (a) penerapan model Example Non-Examples pada pembelajaran Seni Budaya menggambarkan tahapan mulai dari siswa memperoleh pengetahuan sampai penerapannya dalam kehidupan sehari-hari, (b) penerapan model Example Non-Examples pada pembelajaran Seni Budaya hendaknya mampu meningkatkan aktivitas belajar siswa, peningkatan aktivitas tersebut dapat dilihat selama pembelajaran berlangsung berupa siswa melakukan kegiatan untuk menemukan pengetahuan baru, mengkomunikasian hasil kegiatan, mengajukan pendapat, mengajukan pertanyaan, dan mengaplikasikan pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari, (c) penerapan model Example Non-Examples pada pembelajaran Seni Budaya hendaknya mampu meningkatkan hasil belajar siswa. Persamaan antara penelitian yang dilakukan oleh Yunika Damayanti dengan penelitian saya adalah dapat meningkatkan hasil belajar mata pelajaran yang diikuti siswa. Sedangkan perbedaannya adalah pada mata pelajaran yang dipilih. Penelitian yang dilakukan oleh Yunika Damayanti meneliti pada mata pelajaran Seni Budaya Tari dan penelitian saya adalah mata pelajaran Bahasa Indonesia.
2.3 Kerangka Pikir
Proses belajar mengajar yang terlaksana di dalam kelas pada umumnya dapat menimbulkan rasa bosan siswa ketika pembelajaran yang dilaksanakan berkesan terlalu prosedural. Artinya, guru melaksanakan pembelajaran secara sistematis sementara keadaan seperti ini umumnya tidak diinginkan siswa.
Disamping itu, perangkat pembelajaran dalam hal ini buku-buku paket yang diberikan sebagai materi pembelajaran kepada siswa mengandung materi yang terlalu padat dan meluas. Sehingga dapat menyebabkan ketidaktertarikan siswa untuk membaca materi pelajaran, terlebih lagi model pembelajaran yang tidak tepat digunakan dalam proses belajar mengajar.
Jika kondisi pembelajaran dalam kelas sebagaimana uraian di atas, maka guru ada baiknya melakukan upaya untuk mengubah model pembelajaran yang digunakan. Karena bukan tidak mungkin keadaan belajar siswa sebagaimana uraian di atas salah satunya disebabkan karena model pembelajaran yang tidak sesuai dengan keinginan dan keadaan belajar siswa dalam kelas. Salah satu upaya yang dapat ditempuh guru adalah dengan menggunakan model pembelajaran Example Non-Examples sehingga siswa dapat belajar menemukan konsep pelajaran secara mandiri.
Model pembelajaran Example Non-Examples menuntut pro aktif siswa dalam memahami konsep materi pelajaran melalui serangkaian kegiatan mengamati hal-hal tertentu yang menjadi fokus materi pelajaran dan kemudian mencoba dideskripsikan oleh siswa melalui pemberian contoh-contoh yang relevan dan membandingkannya dengan yang bukan contoh dari materi pelajaran.
Dengan demikian, dengan digunakannya model pembelajaran Example Non- Examples pada mata pelajaran Bahasa Indonesia siswa kelas 4 SD Negeri Harjosari 01, hasil belajar siswa dapat ditingkatkan karena pembelajaran ditekankan pada aspek proses dan guru tidak lagi memonopoli proses pembelajaran, tetapi ada keterlibatan aktif dari siswa itu sendiri.
Di bawah ini akan disajikan kerangka pikir dengan menggunakan model pembelajaran Example Non-Examples yang dapat meningkatkan hasil Belajar Bahasa Indonesia pada siswa kelas 4 SD Negeri Harjosari 01.
Bagan 2.1
Kerangka Pikir dengan Model Pembelajaran Example Non-Examples
2.4 Hipotesis Tindakan
Hipotesis tindakan dari penelitian ini adalah hasil belajar Bahasa Indonesia (KD siklus I yaitu 8.1 Menyusun karangan tentang berbagai topik sederhana dengan memperhatikan penggunaan ejaan, sedangkan KD siklus II yaitu 8.2 Menulis pengumuman dengan bahasa yang baik dan benar serta memperhatikan penggunaan ejaan) dapat ditingkatkan dengan penggunaan model pembelajaran Example Non-Examples pada siswa kelas 4 SD Negeri Harjosari 01 Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang semester genap tahun ajaran 2012/2013.
Kondisi awal.
Guru menggunakan model pembelajaran
Example Non- Examples.
Dilakukan tindakan siklus I dan
siklus II.
Hasil belajar Bahasa Indonesia
siswa kelas 4 SD Negeri Harjosari 01
meningkat yaitu di atas KKM ≥65.
Guru belum menggunakan model pembelajaran Example
Non-Examples
Hasil belajar Bahasa Indonesia siswa kelas 4 SD Negeri Harjosari 01 rendah yaitu di bawah
KKM ≥65.