PENGARUH RELIGIUSITAS TERHADAP DELINKUENSI PADA SISWA REMAJA SMK “X” PROGRAM OTOMOTIF DI JAKARTA PUSAT
Shintias Marti Evinata 16515555
Dr. Hally Weliangan, M.Psi., Psikolog Fakultas Psikologi
Jurusan Psikologi Universitas Gunadarma
Jl. Margonda Raya No. 100, Pondok Cina, Depok 16424 [email protected]
Abstrak
Remaja SMK di era saat ini banyak melakukan perilaku Delinkuensi, seperti tawuran antar sekolah, pencurian dan sebagainya. Delinkuensi merupakan perbuatan dan tingkah laku yang menyimpang terhadap norma hukum pidana dan pelanggaran terhadap kesusilaan yang sering dilakukan oleh para remaja. Masalah-masalah tersebut dapat diminimalisir dengan religiusitas.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengukur apakah terdapat pengaruh religiusitas terhadap delinkuensi pada siswa remaja SMK dengan program otomotif. Partisipasan penelitian ini adalah siswa remaja SMK dengan program teknik otomotif.Hasil uji hipotesis penelitian ini dengan analisis regresi sederhana menunjukkan adanya pengaruh dengan signifikan 0,000 (p<0,05) dan nilai R Square sebesar 0,385 dimana terdapat pengaruh religiusitas terhadap perilaku delinkuensi siswa remaja teknik otomotif sebesar 38,5% .
Kata kunci : Religiusitas, delinkuensi, Siswa SMK, Program Otomotif.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan kebutuhan yang sangat penting, dalam Undang- Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 1 Ayat (1) disebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlaq mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Persoalan yang sangat terasa oleh kita di bidang pendidikan saat ini adalah munculnya permasalahan-permasalahan penyimpangan sosial dikalangan remaja.
(Siswanto, 2017). Pendidikan dasar dan
menengah provinsi DKI Jakarta menetapkan program wajib belajar dua belas tahun yang merupakan salah satu upaya peningkatan mutu pendidikan.
Levine (1994) menyatakan bahwa sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan yakni dengan memberikan efektifitas terhadap tingkat kinerja yang diharapkan, dalam menyelenggarakan proses belajarnya sehingga dapat memberikan hasil yang belajar yang bermutu. Karena proses belajar mengajar merupakan pemberdayaan pelajar yang menekankan bukan hanya sekedar mengajarkan sesuatu kepada pelajar, melainkan proses belajar mengajar yang mampu menumbuhkan daya kreasi, daya nalar, rasa keingintahuan dan ekperimentasi untuk membuka dan menemukan kemungkinan-kemungkinan
baru, memberikan kemerdekaan, dan memberikan toleransi terhadap kekeliruan- kekeliruan akibat kreativitas berpikir.
Sudjana (1995) menyebutkan bahwa proses belajar yang efektifitas memiliki komponen pengajaran sebagai dimensi penilaian proses belajar mengajar agar dapat mencakup tujuan pembelajaran, alat evaluasi, metode, media serta lingkungan yang mendukung sesuai dengan kurikulum pendidikan. Dalam Undang- undang Nomor 20 Tahun 2003, Bab 1 pasal 19 menyatakan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Berdasarkan undang-undang tersebut, kurikulum dalam pendidikan harus direncanakan yang berisi aturan-aturan mengenai tujuan pembelajaran dan cara pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Pada tahun 2013, pemerintah mengeluarkan kebijakan baru dalam kurikulum yang dikenal dengan kurikulum 2013.
Nauli (2013) pembelajaran dengan kurikulum 2013 merupakan pembelajaran yang tidak lagi satu arah, tetapi lebih bersifat interaktif dan bukan hanya berpusat kepada guru, melainkan berpusat kepada aktivitas siswa. Salah satu implementasi dari aktivitas siswa dapat berbentuk kegiatan pelatihan, praktek langsung, pengenalan organisasi, dan melakukan program kerja industri (Prakerin) yang dimana hal tersebut wajib dilaksanakan oleh semua peserta didik siswa khususnya siswa menengah kejuruan. Program Kerja Industri (Prakerin) adalah solusi yang tepat untuk meningkatkan relevansi antar siswa SMK. Peraturan Pemerintah Nomor 20 tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah
Kejuruan adalah pendidikan menengah yang mengutamakan pengembangan kemampuan peserta didik untuk pelaksanaan jenis pekerjaan tertentu.
Kekhususan dalam pembelajaran di SMK bukan hanya dengan adanya pembelajaran kompetensi keahlian yang mampu membekali siswa agar siap kerja di dunia usaha dan industri guna mencapai tujuan terciptanya lulusan SMK yang sesuai dengan kebutuhan di dunia usaha dan industri. Namun meskipun SMK menghasilkan tenaga yang siap untuk bekerja, tetapi dalam kehidupan sehari-hari ada beberapa perilaku delinkuensi yang dilakukan.
Siswa-siswa SMK pada hakikatnya berada di masa remaja, dimana menurut Hall (dalam Sarwono,2010) remaja berada dalam usia 12-25 tahun, masa remaja ini dianggap sebagai masa topan-badai (strum and stress), yang mencerminkan kebudayaan modern yang penuh gejolak akibat pertentangan nilai-nilai. Remaja banyak mengalami masalah pertumbuhan dan perkembangan yang menimbulkan suatu reaksi psikologis yang ditampilkan dalam bentuk tingkah laku gembira, marah, sedih dan sejenisnya, reaksi ini disebut sebagai emosi. Emosi yang muncul pada saat remaja berbeda dengan masa anak- anak, emosi remaja seringkali meluap-luap dan emosi negative yang sering muncul ini disebabkan masalah dalam memenuhi keinginan, dan lingkungan menjadi penghalang terpenuhinya keinginan tersebut. Emosi yang menojol pada periode remaja adalah emosi marah, emosi marah yang mudah timbul biasa disebabkan apabila mereka direndahkan, dipermalukan, dihina atau bahkan dipojokkan dihadapan teman-temannya.
Hal itu dapat membuat seorang remaja melakukan tindak kekerasan dalam
melampiaskan emosi marah (Hurlock, 1980). Remaja juga merupakan masa yang indah penuh dorongan akan rasa keingintahuan, penjelajahan, petualangan, ingin menunjukkan keberanian, ingin mengambil resiko, dan nekad. Remaja saat ini sering kali melakukan beberapa penyimpangan yang berkaitan dengan delinkuensi, dan delinkuensi tersebut bisa terjadi di mana saja dan kapan saja (Damayanti, 2013).
Menurut Sumara (2007) Remaja yang sering melakukan delinkuensi adalah remaja yang bersekolah di SMK Swasta dengan prodi otomotif, dikarenakan banyaknya siswa laki-laki sehingga dapat mengakibatkan terjadinya aksi delinkuensi di kalangan remaja yang menempuh pendidikan di SMK, sebagian besar siswa remaja yang menempuh pendidikan SMK sudah berani untuk melakukan delinkuensi seperti mengkonsumsi minum-minuman beralkohol, mengunakan obat-obatan, membolos, merampok, melakukan pengeroyokan, sampai perkelahian- perkelahian yang menimbulkan korban seperti tawuran yang biasa dilakukan antar sekolah. Seperti yang terjadi di kawasan Jakarta Pusat, seorang pelajar sekolah menengah kejuruan tewas setelah terlibat aksi tawuran dengan kubu pelajar lain pada Senin petang. Korban tewas mengalami luka sabetan senjata tajam di bagian pundak dan perutnya dengan kondisi bersimbah darah, maka korban dievakuasi warga ke Rumah Sakit Islam Cempaka Putih untuk mendapat pertolongan. Namun sayang, nyawanya tak tertolong.Menjelang malam, polisi yang menerima laporan langsung mengejar dan menangkap dua pelajar pelaku pembacokan yang menyebabkan korban tewas.Setelah sempat dibawa ke Polsek Senen, Jakarta Pusat, keduanya kemudian dibawa polisi ke Tempat
Kejadian Perkara (TKP) serta lokasi dibuangnya barang bukti, berupa celurit disisi SPBU Lejten Soeprapto, Kasus tewasnya pelajar ini juga bukanlah kali pertama yang terjadi, karena aksi seperti itu sudah sangat sering terjadi di kawasan tersebut (Murni, 2014). Data terbaru yang diperoleh Komisi Perlindungan Anak tercatatat 255 kasus delinkuensi di kawasan jakarta. Sedangkan data yang didapat dari penelitian sebelumnya, pada enam bulan pertama tahun 2012 telah terjadi 128 kasus delinkuensi di kawasan jakarta pusat dan 12 kasus yang dilakukan oleh salah satu sekolah SMK otomotif yang terdapat dikawasan tersebut menimbulkan korban jiwa. Informasi di atas dibenarkan oleh salah satu guru SMK tersebut, pihak sekolah mengakui jika memang para siswanya sering melakukan perilaku delinkuensi seperti tawuran dikarenakan para siswa diserang lebih dulu oleh sekolah lain (Aprilia, 2014).
Sudarsono (2004) mengemukakan bahwa delinkuensi itu merupakan perbuatan dan tingkah laku yang menyimpang terhadap norma hukum pidana dan pelanggaran terhadap kesusilaan yang dilakukan oleh anak-anak remaja. Adapun beberapa faktor yang menjadi penyebab terjadinya delinkuensi tersebut Santrock (2003), mengemukakan bahwa perilaku delinkuen muncul karena remaja gagal menemukan suatu identitas peran dikarenakan beberapa remaja gagal memperoleh kontrol diri pada saat proses pertumbuhan, remaja yang memiliki harapan yang rendah terhadap pendidikan, pola disiplin yang tidak efektif, pengaruh dari teman sebaya, status ekonomi dan sosial yang lebih rendah dilingkungannya, kualitas tempat tinggal yang kurang mendukung atau memadai, dan kurangnya nilai religiusitas yang tidak tertanam
dengan baik di dalam diri. Maka dari itu diperlukan beberapa upaya untuk menurunkan kecenderungan remaja supaya tidak melakukan perilaku delinkuensi salah satunya adalah dengan memperdalam religisuitas.
Wicaksono (2014) menjelaskan bahwa upaya yang digunakan untuk meminimalisir delinkuensi salah satunya adalah dengan ditanamkannya konsep religiusitas yang tinggi kepada remaja dari sejak dini, dimana Religiusitas merupakan suatu konsep keagaamaan yang menyebabkan manusia bersifat religious, dimana religius merupakan wujud seseorang berdoa untuk yakin dan percaya kepada tuhan sehingga keadaan emosi mengalami ketenangan dan kedamaian.
Seperti penelitian yang dilakukan oleh Mayasari (2014) terkait religiusitas dan delinkuensi pada remaja mendapatkan pengaruh yang signifikan antara pengaruh religiusitas dan delinkuensi pada remaja yang berarti peran orangtua, keluarga, lingkungan dan sekolah dalam mensosialisasikan mengenai penerapan nilai religiusitas sangat berpengaruh terhadap perilaku delinkuensi yang dilakukan. Selain pihak sekolah, orangtua juga mempunyai peranan penting memberi peringatan kepada anak-anak mereka, agar tidak terlibat dalam aksi tawuran yang kini justru semakin menjadi budaya karena seringkali terjadi aksi seperti itu yang melibatkan para remaja yang sangat terlihat di kalangan masyarakat.
Penelitian yang dilakukan oleh Febiyanti (2017) mengenai religiusitas dan delinkuensi juga mempunyai pengaruh yang signifikan, dimana tinggi rendahnya religiusitas dan delinkuensi menunjukkan bahwa lingkungan dapat mempengaruhi sistem etika dalam berperilaku, oleh karena itu penambahan pengembangan wawasan
mengenai religiusitas dapat menurunkan perilaku delinkuensi yang akan dilakukan,sistem dan nilai religiusitas sangat kurang tertanam didalam diri para remaja, membuat mereka lebih sering melakukan perilaku-perilaku yang berbentuk delinkuensi biasa bahkan sampai ketindakan kriminal yang berujung kepada hukuman pidana. Adapun penelitian yang dilakukan oleh Robbyn (2009) mengenai religiusitas dan delinkuensi pada remaja juga mempunyai pengaruh yang signifikan antara religiusitas dan delinkuensi pada remaja yang menujukkan bahwa delinkuensi yang disebabkan karena pemakaian obat-obatan yang berujung pada aksi delinkuensi seperti tawuran atau perkelahian yang terjadi akibat efek dari obat-obatan yang dipakai, hal lainnya mungkin dapat diatasi dengan diadakannya kegiatan yang positif seperti kegiatan religiusitas yang dilakukan rutin dilingkungan sekitar sebagai supaya menjadi pertimbangan dalam bersikap.
Kegiatan tersebut juga mampu mengembangkan wawasan mengenai religiusitas sehinggap apapun yang dilakukan dapat sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya.
B. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji apakah terdapat pengaruh religiusitas terhadap delinkuensi pada remaja SMK program studi otomotif di Jakarta Pusat.
C. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis, penelitian ini dapat memberikan sumbangan pada pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang ilmu psikologi yang berkaitan dengan Psikologi Sosial,
dan Psikologi Kepribadian yang terkait dengan variabel Religiusitas dan Delikuensi serta pengaruh antara dua variabel tersebut.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat kepada:
a. Bagi Siswa
Diharapkan dapat menambah wawasan dan pemahaman kepada siswa remaja yang mengenyam pendidikan SMK, agar menjadi siswa yang memiliki sikap religiusitas yang tinggi dengan cara tetap mengaplikasikan diri dalam kehidupan sehari-hari terhadap kepercayaan dalam ajaran agama dan menurunkan perilaku delinkuensi yang akan berdampak negatif untuk masa yang akan datang.
b. Bagi orangtua
Diharapkan para orangtua dapat menanamkan nilai religiusitas dengan baik kepada anaknya, agar dapat meredam perilaku delinkuensi yang akan dilakukan.
c. Bagi Masyarakat Umum
Diharapkan dapat menambah pemahaman masyarakat terkait adanya delinkuensi yang dilakukan oleh para siswa yang mengenyam pendidikan di SMK yang dipengaruhi oleh turunnya religiusitas para siswa yang dapat merugikan dan meresahkan warga sekitar.
d. Bagi Sekolah
Diharapkan pihak sekolah dapat memberikan pengawasan terkait perilaku yang dilakukan para siswa dan mengajarkan nilai-nilai atau norma yang terkait perilaku
penyimpangan supaya perilaku delinkuensi tidak terjadi.
e. Bagi penelitian Selanjutnya
Diharapkan penelitian ini dapat menambah informasi dan wawasan serta dapat jadikan tambahan referensi dalam penelitian selanjutnya.
METODE PENELITIAN
A. Identifikasi Variabel-variabel Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat beberapa variabel yang dikaji, yaitu:
1. Variabel Criterium : Delinkuensi 2. Variabel Predictor : Religiusitas B. Definisi Operasional Variabel
Penelitian
Definisi operasional yang akan di teliti adalah :
1. Delinkuensi
Delikuensi merupakan perbuatan atau tingkah laku yang dilakukan oleh remaja yang menyimpang dan bertentangan dengan hukum yang disebabkan oleh bentuk pengabaian sosial. Dalam memahami masalah delinkuensi, penelitian ini menggunakan aspek delinkuensi menurut Jansen (dalam Sarwono, 2005) yaitu: (a) Kenakalan yang menimbulkan korban fisik, (b) Kenakalan yang menimbulkan korban materi, (c) Kenakalan sosial, (d) Kenakalan yang melawan status.
2. Religiusitas
Religiusitas merupakan keyakinan yang terdapat dalam diri seseorang untuk mendorong tingkah laku yang berkaitan dengan agama dan nilai luhur keagaamaan yang dilandasi keimanan serta kesalehan. Dalam memahami masalah religiusitas,
penelitian ini menggunakan dimensi religiusitas menurut Glock dan Stars (dalam Ancok &
Suroso, 2001) yaitu: (a) Dimensi Ideologi, (b) Dimensi Ritual, (c) Dimensi Eksperensial, (d) Dimensi konsekuensi dan (e) Dimensi Intelektual.
C. Populasi dan Sampel
Teknik sampel yang digunakan pada penelitian ini purposive sampling. Menurut Periantolo (2016), purposive sampling yaitu teknik sampling yang cukup sering digunakan, menggunakan kriteria yang telah dipilih oleh peneliti dalam memilih sampel. Adapun kriteria yang digunakan dalam penelitian ini adalah siswa remaja laki-laki SMK X dengan program otomotif yang berada di Jakarta Pusat
D. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang akan digunakan penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan penyebaran berupa kuesioner. Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang efisien bila peneliti tahu dengan pasti variabel yang akan diukur dan tahu apa yang bisa
diharapkan responden
(Sugiyono,2008). Adapun pada kuesioner tersebut berisi data identitas subjek (usia, jenis kelamin, kelas).
HASIL PENELITIAN
Berdasarkan hasil analisis data yang dilakukan dengan teknik regresi sederhana, diperoleh nilai signifikan sebesar kurang
dari 0,05 (sig < 0,05) yang berarti bahwa variabel tersebut berpengaruh terhadap Religiusitas. Hasil analisis menunjukkan nilai koefisien korelasi sebesar 0.385 dengan taraf signifikansi sebesar 0,001 (p<
0,05). Dengan demikian, menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan, yaitu semakin tinggi delinkuensi maka akan semakin rendah juga religiusitas, begitu pula sebaliknya semakin rendah delinkuensi maka akan semakin tinggi pula religiusitas.
PEMBAHASAN
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh religiusitas terhadap perilaku delinkuensi pada siswa remaja SMK teknik otomotif. Berdasarkan hasil uji hipotesis, nilai R Square 0,385 (38,5%) dengan signifikasi 0,000 dan nilai F sebesar 47,589 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh religiusitas terhadap perilaku delinkuensi siswa remaja teknik otomotif sebesar 38,5% sedangkan sisanya 61,5%
merupakan faktor lain di luar penelitian.
Hasil tersebut diatas menunjukkan bahwa terdapat pengaruh 38,5% terhadap perilaku delinkuensi yang menunjukkan bahwa responden pada siswa remaja teknik otomotif cenderung dapat dipengaruhi oleh faktor yang mempengaruhi perkembangan religiusitas, seperti (a) Faktor sosial, seperti pendidikan dan pengajaran yang diberikan oleh orang tua terkait dengan tradisi, atau kebiasaan yang ada di linkungan setempat.(b) Faktor pengalaman pribadi atau kelompok pemeluk agama, hal ini bersifat alami karena meliputi pengalaman- pengalaman emosional yang terikat langsut oleh Tuhan. (c) Faktor kebutuhan yakni seperti merasa aman dan puas karena kebutuhan-kebutuhan untuk diri sendiri terasa ada di sekitarnya. Dan (d) Faktor intelektual yaitu berupa pemahaman atau
pemikiran secara verbal dalam membentuk kenyakinan-keyakinan yang dianutnya.
Faktor religiusitas yang dijabarkan di atas pada dasarnya dapat diwujudkan dalam berbagai aktivitas yang dilakukan oleh setiap orang. Aktivitas-aktivitas yang termasuk dalam religiusitas bukan hanya kegiatan yang di dorong oleh kekuatan supernatural saja melainkan terdiri dari beberapa aspek seperti keyakinan terhadap sang pencipta di mana seseorang percaya akan adanya Tuhan. Ada juga praktik agama, yakni sejauh mana seseorang mengerjakan ritual-ritual dalam menjalankan yang merupakan kewajiban dalam agamanya sehingga seseorang tersebut mendapat pengalaman atau perasaan terkait dengan ritual agama yang telah dilakukannya. Hal tersebut juga dapat mengukur sejauh mana seseorang dapat termotivasi oleh ajaran agamanya yang dilakukan dalam kehidupan bersosial seperti yang diajarkan di dalam kitab sucinya yang nantinya semua aspek akan mempengaruhi apakah seseorang tersebut mudah melakukan perilaku delinkuensi atau tidak.
Seperti hasil penilitian sebelumnya dari Ancok (dalam Astuti, 1997) yang menunjukkan bahwa religiusitas memberi pengaruh yang sangat berarti terhadap perilaku setiap remaja. Semakin tinggi perilaku religiusitas yang dilakukan maka remaja akan semakin aktif dalam perannya dalam aktivitas keagamaannya maka akan semakin baik juga perilakunya. Sama hal nya dengan penelitian yang dilakukan oleh Tumer dan Willis (dalam Sarwono, 1994) bahwa religiusitas sangat memberi pengaruh dalam suatu rangka moral dan menjadi stabilisator untuk meredam perilaku delinkuen sehingga kecenderungan remaja melakukan perilaku tersebut relatif lebih rendah. Adanya
kecenderungan perilaku delinkuensi itu dapat muncul dikarenakan nilai religius yang telah ditanamkannya sejak kecil menjadi bagian dari perilaku yang tertanam dalam diri yang berfungsi sebagai pengendali dirinya dalam menghadapi berbagai macam delinkuensi yang akan timbul, seperti delinkuensi yang menyebabkan korban fisik, korban materi, delinkuensi sosial serta status. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan ini didapatkan bahwa mean empirik pada religisiutas berdasarkan persebaran skala religiusitas, diketahui bahwa meanempirik dalam skala religiusitas sebesar 69,33 yang masuk dalam kategori sedang. Kemudian meanhipotetik religiusitas sebesar 60 yang masuk dalam kategori sedang. Sedangkan untuk standar deviasi hipotetik sebesar 10,66, hal ini menunjukkan bahwa responden dalam penelitian ini memiliki religiusitas yang cukup karena bisa berperan dengan baik dalam menjalankan aktivitas-aktivitas keagamaannya.
Sedangkan pada delinkuensi, berdasarkan persebaran skala delinkuensi, diketahui bahwa mean empirik skala delinkuensi sebesar 79,21 yang masuk dalam kategori tinggi. Kemudian mean hipotetik delinkuensi sebesar 60 yang masuk dalam kategori sedang. Sedangkan untuk standar deviasi hipotetik sebesar 10,66. Hasil yang didapatkan dari mean empirik termasuk dalam kategori tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa responden dalam penelitian ini memiliki delinkuensi yang kurang baik dan dapat dengan mudah melakukan perilaku delinkuensi.
Sama halnya dengan yang dikemukakan oleh Oktaviani, 2013 bahwa delinkuensi merupakan suatu perbuatan yang menyimpang atau pelanggaran yang bersifat anti sosial, pelanggaran status, melawan hukum dan menyalahi norma-
norma atau aturan-aturan yang berlaku dalam masyarakat yang dilakukan oleh remaja sehingga dapat merugikan dirinya sendiri maupun orang lain dan lingkungan sekitarnya. Hal tersebut biasa dilakukan oleh oelh para remaja di usianya. Adapun pengkategorian yang didapatkan dalam penelitian ini berdasrkan Usia, hasil mean yang didapat diketahui responden dengan rentang usia 16 tahun memiliki nilai mean religiusitas sebesar 64,67 dengan kategori sedang dan memiliki nilai mean delinkuensi sebesar 80,29 dengan kategori tinggi sedangkan responden dengan rentang usia 17 tahun memiliki nilai mean religiusitas sebesar 70,29 dengan kategori sedang dan memiliki nilai delinkuensi sebesar 79,27 dengan kategori tinggi dan responden dengan rentang usia 18 tahun memiliki mean religiusitas sebesar 71,13 dengan kategori tinggi dan memiliki nilai delinkuensi sebesar 78,47 dengan kategori tinggi. Hal ini dapat disimpulkan bahwa repsonden dengan usia 16 tahun memilki tingkat religiusitas dengan katogori sedang lebih cenderung melakukan perilaku delinkuensi yang sangat tinggi.
Hasil penelitian Palupi (2013) juga menjelaskan bahwa delinkuensi yang sering terjadi dikalangan remaja lebih sering dilakukan oleh para remaja yang sedak duduk di bangku sekolah menengah kejuruan (SMK), dikarenakan para remaja SMK lebih banyak memiliki siswa laki-laki dibanding siswi perempuan, karena lemahnya tingkat pemahaman agama dalam diri remaja laki-laki tersebut dan juga dorongan pengaruh yang diberikan oleh teman sebayanya sehingga dalam berperilaku sering kali tidak dapat mengendalikan emosinya yang berakibat terjadinya aksi delinkuensi yang dilakukan.
Dalam hasil penelitian tersebut di jelaskan pengkategorian berdasarkan kelas hasil
mean yang didapat diketahui responden pada kelas X TO 1 memiliki nilai mean religiusitas sebesar 64,74 dengan kategori sedang dan memiliki nilai mean delinkuensi sebesar 80,35 dengan kategori tinggi sedangkan responden pada kelas X TO 2 memiliki nilai mean religiusitas sebesar 64,68 dengan kategori sedang dan memiliki nilai delinkuensi sebesar 79,18 dengan kategori tinggi sedangkan responden pada kelas XI TO 1 memiliki mean religiusitas sebesar 70,61 dengan kategori sedang dan memiliki nilai delinkuensi sebesar 76,82 dengan kategori tinggi , sedangkan responden pada kelas XI TO 2 memiliki mean religiusitas sebesar 69,82 dengan kategori sedang dan memiliki nilai delinkuensi sebesar 74,67 dengan kategori tinggi . sedangkan responden pada kelas XII TO 1 memiliki mean religiusitas sebesar 74,18 dengan kategori tinggi dan memiliki nilai delinkuensi sebesar 81,31 dengan kategori tinggi , sedangkan responden pada kelas XII TO 2 memiliki mean religiusitas sebesar 72,94 dengan kategori tinggi dan memiliki nilai delinkuensi sebesar 82,63 dengan kategori sangat tinggi. Hal ini dapat disimpulkan bahwa remaja pada kelas X TO 1 memiliki tingkat religiusitas dalam kategori sedang lebih cenderung melakukan tindak perilaku delinkuensi yang sangat tinggi.
Dan Berdasarkan hasil mean diketahui responden yang berjenis kelamin laki-laki memiliki nilai mean religiusitas sebesar 69,33 dengan kategori sedang dan memiliki nilai mean delinkuensi sebesar 79,21 dengan kategori tinggi sedangkan responden yang berjenis kelamin perempuan tidak memiliki nilai mean religiusitas dan mean delinkuensi. Hal ini dapat disimpulkan bahwa remaja laki-laki sangat cenderung melakukan perilaku delinkuensi. Hal ini dapat dikatakan bahwa
hipotesis pada penelitian ini diterima.
Dengan kata lain, terdapat adanya pengaruh antara religiusitas dengan delinkuensi pada siswa remaja SMK X dengan program studi Otomotif di Jakarta Pusat.
PENUTUP Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh religiusitas terhadap delinkuensi pada siswa remaja SMK “X”
program otomotif di Jakarta Pusat. Dengan demikian, menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif yang signifikan, yaitu semakin tinggi delinkuensi maka akan semakin rendah juga religiusitas, begitu pula sebaliknya semakin rendah delinkuensi maka akan semakin tinggi pula religiusitas.
SARAN
Berdasarkan hasil penelitian, dengan adanya hubungan positif yang signifikan antara delinkuensi dan religiusitas pada remaja siswa SMK X program Otomotif di Jakarta Pusat. Peneliti menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan, karena masih terdapat beberapa kekurangan. Oleh karena itu, beberapa saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut:
1. Saran untuk Siswa
Saran untuk siswa remaja SMK untuk meningkatkan wawasan terhadap religiusitas dan mengaplikasikannya kedalam kehidupan sehari-hari untuk menurunkan perilaku delinkuensi yang akan dilakukan.
2. Saran untuk Orangtua
Bagi orang tua disarankan untuk menambah wawasan dan pemahaman terkait religiuistas agar anak-anak tidak
melakukan perilaku delinkuensi yang dapat merugikan orang lain.
3. Saran untuk Masyarakat Umum Diharapkan agar dapat menanamkan nilai religiusitas di lingkungan tempat tinggal agar suasana lingkungan dapat lebih baik sehingga perilaku delinkuensi tidak meresahkan warga sekitar.
4. Saran untuk Sekolah
Untuk pihak sekolah agar dapat mengawasi para siswa dalam berperilaku dan mengajarkan nilai- nilai atau norma yang terkait perilaku penyimpangan supaya perilaku delinkuensi tidak terjadi.
Bagi pihak-pihak lain yang tertarik untuk meneliti topik ini lebih mendalam, disarankan bagi peneliti selanjutnya dapat meneliti penelitian ini lebih jauh mengenai perkembangan religiusitas yang saat ini masih jarang ditemukan, guna meredam perilaku delinkuensi yang makin marak terjadi dikalangan remaja terlebih pada siswa yang masih mengenyam pendidikan SMK. Harapan peneliti untuk penelitian selanjutnya adalah untuk pengembangan mengenai variabel ini, sehingga diharapkan hasil penelitian yang akan datang jauh lebih baik dari penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Ancok, D., & Suroso, N. F. (2000).
Psikologi islami. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Andisti. (2008). Religiusitas dan perilaku seks bebas pada dewasa awal. Jurnal
psikologi,1(2),170-176
Aviyah. E.& Farid, M. (2014). Religiusitas, kontrol Diri¸ kenakalan remaja.
Jurnal Psikologi Indonesia,3(2),126-129
Azwar, S. (2012). Penyusunan skala psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Azwar, S. (2014). Metode penelitian.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Bakrie, Aburizal. (1999). Mengefektifkan sistem pendidikan ganda. Jakarta:
Erlangga
Benda, B, B. (1997). Test of model with recipcrocal effect between religiosity and various forms of delinquency. Journal of social service research,22(3),27-44 Bruce, A, C. (1993). Religiosity and
delinquency among LDS adolescent. Jounal for the
scientigic study of
religion,32(1),51-67
Byron, R, J. (2000). A systematic review of religiosity and delinquency literature. Jounal of
conteporary criminal
justice,16(1),32-52
Damayanti, F, A. (2013). Studi tentang perilaku membolos pada siswa SMK swasta di surabaya. Jurnal bimbingan konseling,3(1),454-461 Dister, N, S. (1982). Pengalaman dan
motivasi beragama: Pengantar psikologi agama. Jakarta:
Lembaga penunjang Pembangunan Nasional (Lappenas)
Depdiknas. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (2003). Jakarta Dyah, I, N. (2013). Pengaruh religiusitas terhada kenakalan remaja.
Educational journal psychology,2(1),7-12.
Febiyanti, A. (2017). Hubungan antara religiusitas dan perilaku delinkuensi. Jurnal ilmu social,1(2)152-158
Fetzer, J.E. (1999) Multidimentional
measurment of
religiousness/spirituality for use in health research: A Report of the Fetzer Institute/ National Institute on Again Working Group.
Kalamazoo: Fetzer Institute
Glock, C. Y., & Stark, R. (1968). American piety: The Nature of Religious commitmnent. Backeley and Los Angeles: University of California Press.
Hadisuprapto, P. (2004). Studi tentang makna penyimpangan perilaku di kalangan remaja. Jurnal Kriminologi Indonesia,3(1),9-18.
Hafizh. (1997). Perkembangan moral remaja. Jurnal psikologi agama,2(1),1-13 Hanafi, A. (2017). Eksploitasi pekerja anak
dibawah umur sebagai bentuk penyimpangan sosial.
Jakarta: Grafindo Media Pratama Hannaldi. (2005). Prinsip-prinsip statistik.
Jakarta: Erlangga
Hapsari, U, R. (2010). Hubungan antara religiusitas dan delinkuensi remaja pada siswa SMK di kota semarang.
Jurnal psikologi social,3(1),1-25 Haryanto. (2010). Pendidikan seksual pada remaja. Jakarta: Grafindo Media Pratama Huber, S,. & Huber, O, W. (2012). The
centrality of religiosity scale.
Journal of Religious, 3, 710- 724
Hurlock, E. B. (1994). Psikologi perkembangan: Suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan (5 ed). Jakarta: Erlangga.
Indratmoko, A, J. (2017). Pengaruh globalisasi terhadap kenakalan remaja didesa idomukti kecamatan mayang kabupaten jember. Jurnal
Pancasila dan
kewarganegaraan,3(1),121-133 Kartono, K. (2003). Patologi II: Kenakalan remaja. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Kurniawan, I, N. (1998). Kecenderungan
bererilaku delinkuen pada remaja ditinjau dari orientasi religius.
Jurnal psikologika,6(2),55-65 Laode, M. D. (2013). Politik tiga wajah.
Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia
Levine, M, (Ed.). 1994. Professional Practices Schools. New York:
Teachers College Press.
Mayasari, R. (2014). Religius islam delinkuensi dan kebahagiaan. Jurnal agama social,7(2)81-100
Muniriyanto. (2014). Keharmonisan keluarga, konsep diri dan kenakalan remaja. Jurnal Psikologi Indonesia,2(3),156-164
Murti, A, S. (2018). Siswa SMK tewas dalam tawuran pelajar di kebon pala. 11 Agustus 2018.
https://metro.sindonews.com/read/1 330293/170/siswa-smk-
tewas-dalam-tawuran-pelajar-di- kebon-pala-153423214
Nauli. (2013). Standar kompetensi kurikulum 2013. Surabaya: Remaja Rosdakarya
Nashori, F. (2009). Psikologi kepemimpinan. Yogyakarta: Pustaka Fahima
Noor, J. (2011). Metode penelitian skripsi, tesis, disertasi dan karya ilmiah. Jakarta:
Kencana
Nursalam. (2008). Konsep dan penerapan metodelogi penelitian ilmu keperawatan, Edisi 2. Jakarta:
Salemba Medika
Pavlova, M. (2009). Technology and vocational education for sustatinable development: Empowering Individualsfor the future. Australia:
Springer.
Palupi, A, M. (2013). Pengaruh religiusitas terhadap kenakalan remaja. Jurnal
psikologi,2(1),12-19
Periantolo, J. (2016). Penelitian kuantitatif untuk psikologi. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Premono, A. (2010). Kompetensi keahlian Sekolah Menengah Kejuruan:
Antara kebijakan dan realita. Jurnal Pendidikan,3(1)50-61
Purnianti, M., Supatmi,S., & Tinduk, N.
(2011). Analisa situasi system peradilan pidana anak (juvinile deliquency system) di Indonesia. Indonesia: Unicef Rachmawati, D, V. (2002). Pengaruh antara
kecenderungan mengakses situs porno dan religiusitas ada remaja.
Jurnal psikologi,2(1),1-13
Ramayulis, H. (2002). Psikologi agama.
Jakarta: Kalam Mulia
Rachmat, J. (2005). Psikologi agama.
Jakarta: PT Grafindo Persada
Robbyn, M. (2009). The role of religiosity and spirituality in juvenile delinquency. Jounal of youth and adolescent,35(1),41-55
Sumara, D. (2017). Delinkuensi dan penangannya ada remaa SMK Swasta di kota Surabaya. Jurnal Pendidikan Sosial,4(2),129-139.
Santrock, J, W. (2003). Live span develompmental (perkembangan masa hidup) Jilid II. Jakarta:
Erlangga
Sarwono, S.W. (2010). Psikologi remaja.
Jakarta: Rajawali Pers.
Subandi, M.A. (2013). Psikologi agama dan kesehatan mental. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Sudarsono. (2004). Kenakalan remaja, prevensi, rehabilitasi dan resosialisasi. Jakarta: Djambatan Sudjana, Nana. (1995). Penilaian hasil dan
proses belajar mengajar. Bandung:
PT. Remadja Rosdakarya
Sugiyono. (2008). Metode penelitian kuantitatif, kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta CV
Sumiyati. (2009). Kesehatan jiwa remaja dan konseling. Jakarta: Trans Info Media Suryabrata. (2005). Pengembangan alat ukur psikologis. Yogyakarta: Andi
Thouless, R. H. (1992). Pengantar psikologi agama. Jakarta: CV. Raawali Press
Umar, H. (2002). Metode riset bisnis.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Wicaksono, A. (2014). Pengkajian proses fiksi. Yogyakarta: Garudhawaca
Wresniwiro, M. (2007). Vademacum masalah-masalah narkoba, narkoba musuh bangsa.
Mitra BINTIBMAS