• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS STRUKTUR DAN FUNGSI RUMAH TRADISIONAL DI JEPANG ( MINKA NO IE ) NIHON DE DENTOU TEKI NA UCHI (MINKA NO IE) NO KINOU TO KŌZŌ NO BUNSEKI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS STRUKTUR DAN FUNGSI RUMAH TRADISIONAL DI JEPANG ( MINKA NO IE ) NIHON DE DENTOU TEKI NA UCHI (MINKA NO IE) NO KINOU TO KŌZŌ NO BUNSEKI"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS STRUKTUR DAN FUNGSI RUMAH TRADISIONAL DI JEPANG ( MINKA NO IE )

NIHON DE DENTOU TEKI NA UCHI (MINKA NO IE) NO KINOU TO KŌZŌ NO BUNSEKI

SKRIPSI

Skripsi Ini Diajukan Kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat

Ujian Sarjana Dalam Bidang Ilmu Sastra Jepang Oleh :

MUKHBIT SOFFAN 140708006

PROGRAM STUDI SASTRA JEPANG FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2019

(2)
(3)
(4)
(5)

KATA PENGANTAR

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan manusia dan mengajarkan apa-apa yang tidak diketahui. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW, keluarganya, dan para sahabatnya. Semoga kita mendapatkan syafaatnya di hari akhir nanti.

Atas berkat rahmat dan anugerah-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “ANALISIS STRUKTUR DAN FUNGSI RUMAH TRADISONAL DI JEPNG (MINKA NO IE)”, yang merupakan syarat untuk mencapai gelar sarjana Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

Tidak sedikit hambatan dan rintangan yang penulis hadapi dalam menyelesaikan skripsi ini, baik dari keterbatasan bahan maupun keterbatasan penulis sendiri dalam menyelesaikan skripsi ini.

Pada kesempatan ini penulis menghaturkan ucapan terima kasih orang- orang yang atas izin Yang Maha Kuasa telah menjadi prantara untuk membantu penulis menyelesaikan skripsi ini:

1. Bapak Dr. Budi Agustono, M.S., selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara

2. Bapak Prof. Hamzon Situmorang,M.S.,Ph.D., selaku Ketua Jurusan Sastra Jepang dan selaku Pembimbing I, yang selalu memberikan waktu dan tenaga sedemikian besarnya untuk membimbing, memeriksa serta memberikan saran–saran kepada penulis dalam rangka penyempurnaan skripsi ini hingga selesai.

(6)

3. Para Dosen dan Staf Pegawai Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, khususnya kepada para Dosen dan Staf Pegawai di Jurusan Sastra Jepang Universitas Sumatera Utara.

4. Kepada kak Putri yang telah membantu dan meluangkan waktu untuk menyelesaikan skripsi ini.

5. Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada kedua orang tua penulis Ahmad Sayuti,B.A dan Almh.

Yusniar yang selama ini telah mendidik penulis, mengasihi dan selalu mendo’akan penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan kuliah dan penulisan skripsi ini. Terima kasih atas segala waktu, cinta dan do’a yang telah diberikan kepada penulis.

6. Kepada kakakanda saya Zuhroti Saniah, S.Pd. Abanganda Mahlan Amdad, S.Pd. Dan kedua adik perempuan Alpi Sahri Sahara serta Asya Turji Rahinah.

7. Kepada teman seperjuangan di Sastra Jepang M Caesar Amin, Pangestu Nanda Sukma, Ilham Mustaqim, Arya Dwi Pangga, M Brawijaya, Hakeem Yazid dan semua teman-teman Sastra Jepang yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Saya ucapkan trima kasih telah menemani penulis selama kurang lebih 4 tahun ini.

8. Kepada teman sekelas yang putri seperjuangan Hani, Anggun, Risna, Intan, Cici, Dea, Astrid, Zura, Mona, Rosmauli, Fira, Anna, Sari, Ika, Nurul, Yermina dan lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Trima kasih sudah menjadi teman sekelas yang hebat.

(7)

9. Kepada seluruh anggota Putsal Pajus Academy dari generasi ke generasi Bang Fey, Bang Taufik, Randu, Fauzan, Aristo, Arif, Mustafa, Oki, Vandy, Josep, Rai, Puja, Hafis dan yang lainnya yang tidak bisa disebutkan satu-satu. Terima kasih telah menjadi rekan terbaik saya.

10. Kepada Keluarga besar Aceh, Medan dan Sumbar yang telah mensupport penulis. Jajaran para guru yang telah mencurahkan ilmu kepada saya, terima kasih saya ucapkan SDN 060820 Medan, SMPN 6 Medan, dan SMA AL-WASHLIYAH 1 Medan.

11. Kepada semua pihak yang telah membantu hingga penulisan ini hingga selesai.

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat, khususnya bagi penulis sendiri dan bagi pembelajar Bahasa dan Sastra Jepang. Semoga kiranya Allah SWT senantiasa melimpahkan Rahmat dan Berkah-Nya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan kepada penulis.

Medan, 11 Oktober 2018 Penulis,

MUKHBIT SOFFAN NIM 140708006

(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan ... 6

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori ... 7

1.4.1 Tinjauan Pustaka ... 7

1.4.2 Kerangka Teori ... 9

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 11

1.5.1 Tujuan Penelitian ... 11

1.5.2 Manfaat Penelitian ... 11

1.6 Metode Penelitian ... 12

BAB II RUMAH TRADISIONAL JEPANG (MINKA) 2.1 Pengertian Rumah Tradisional Jepang (Minka) ... 13

2.2 Jenis rumah tradisional jepang (Minka) ... 18

2.2.1 Rumah Petani (農家/ nouka) ... 18

2.2.2 Rumah di Perkotaan (町家/machiya) ... 19

2.3 Bagian-bagian ruang rumah tradisional jepang ... 20

2.3.1 Washitsu (和室) ... 20

(9)

2.3.2 Genkan (玄関)... 23 2.3.3 Washiki (和式)... 29 2.3.4 Daidokoro(台所)... 31

BAB III ANALISIS STRUKTUR DAN FUNGSI RUMAH TRADISIONAL DI JEPANG (MINKA)

3.1 Struktur tata ruang rumah petani tradisional di Jepang ... 32 3.2 Fungsi bagian-bagian ruang rumah tradisional Jepang ... 35

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan ... 39 4.2 Saran ... 41

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

ABSTRAK

(10)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Letak geografi sangat mempengaruhi kehidupan rakyat, karena geografi menentukan apa pekerjaan rakyat, apa makanan, pakaian dan seperti apa rumah atau tempat tinggal rakyatnya. Jepang adalah sebuah bangsa di mana geografinya terletaknya di daerah subtropis bagian utara belahan bumi, oleh karena itu mengenal 4 musim yaitu musim panas (natsu/夏) dan musim dingin (fuyu/冬) yang diantarai musim gugur (aki/秋) dan musim semi (haru/春).

Pada dasarnya rumah atau tempat tinggal mempunyai beberapa fungsi bagi kehidupan manusia, terutama sebagai tempat berlindung dari cuaca, keamanan, tempat tinggal, privasi, tempat menyimpan barang, dan tempat bekerja.

Suatu bangunan tidak bisa lepas dari kehidupan khususnya sebagai sarana pemberi rasa aman dan nyaman dari segala bahaya bencana alam seperti gempa bumi dan sebagainya.

Bangunan rumah di Jepang memiliki desain yang berbeda dan khas, khususnya pada rumah tradisional Jepang atau Minka. Rumah tradisional jepang (Minka) berasal dari 2 kanji, yaitu : 民 dibaca min yang artinya rakyat dan 家 ka yang artinya rumah. Maka kalau kedua kanji tersebut digabungkan memiliki makna rumah rakyat. Minka merupakan rumah rakyat Jepang pada jaman sebelum akhir tahun 1800 yang digunakan oleh hampir semua masyarakat Jepang. Akan tetapi, di era jaman modern ini tidak semua masyarakat Jepang menempati rumah Minka karena masyarakat sekarang lebih cenderung memilih rumah ideal yang praktis dan murah.

(11)

Minka merupakan hunian untuk rakyat biasa (masyarakat golongan menengah ke bawah). Gaya arsitektur Minka berbeda – beda di setiap daerahnya.

Perbedaan gaya arsitektur Minka disetiap daerah karena penyesuaian terhadap letak geografi / iklim setempat, dan keperluan industri. Misalnya, Minka di daerah Jepang bagian utara, bangunannya dirancang untuk dapat beradaptasi terhadap musim dingin yang panjang dan hujan salju. Atap jerami dengan bubungan yang terjal memungkinkan udara di dalam ruangan cukup hangat. Selain itu bentuk seperti ini bertujuan agar tidak adanya tumpukan salju yang berlebih di atas atap rumah. Karena jika ada banyak tumpukan salju di atap rumah hal tersebut dapat menyebabkan runtuhnya atap.

Sedangkan di daerah Jepang bagian selatan, terdiri dari sekelompok rumah-rumah yang relatif kecil, rendah dengan rumah panggung agar memperoleh ventilasi semaksimal mungkin dan mengurangi bahaya tiupan angin topan (taifun).

Rumah panggung ini juga dirancang untuk merendam gunjangan gempa. Rumah tradisional Jepang terdiri dari beberapa ruangan utama, yaitu Washitsu (ruang serba guna yang dapat digunakan sebagai ruang tamu,kamar tidur dan ruang keluarga), Genkan (Area pintu masuk), dapur dan washiki (toilet).

Washitsu adalah ruang beralaskan tatami dalam bangunan tradisional Jepang. Ada beberapa aliran dalam menyusun tatami sebagai alas lantai. Dari jumlah tatami yang dipakai dapat diketahui ukuran luas ruangan. Dari sejumlah washitsu yang ada di dalam bangunan (rumah) terdapat satu washitsu utama.

Setiap ruangan bisa menjadi ruang tamu, ruang makan, belajar, atau kamar tidur.

Hal ini dimungkinkan karena semua perabotan bersifat portabel, yang disimpan dalam oshiire (bagian kecil dari rumah yang digunakan untuk penyimpanan).

(12)

Fungsi washitsu berubah bergantung kepada alat rumah tangga yang dipakai. Washitsu berubah menjadi ruang belajar bila diletakkan meja. Washitsu menjadi ruang tidur bila diletakkan futon (matras tidur). Meja besar dikeluarkan bila washitsu ingin digunakan untuk jamuan makan. Ada dua macam benda yang dapat digunakan untuk memberikan sekat-sekat pada washitsu, yaitu fusuma dan shoji. Fusuma adalah panel berbentuk persegi panjang yang dipasang vertikal pada rel dari kayu, dapat dibuka atau ditutup dengan cara didorong atau digeser.

Kegunaannya sebagai pintu dorong atau pembatas ruangan pada washitsu. Seperti halnya shoji, fusuma dipasang di antara rel kayu, rel bagian atas disebut kamoi dan rel bagian bawah disebut shikii. Rangka dibuat dari kayu dan kedua sisi permukaannya dilapis dengan washi, kain (serat alami atau serat sintetis), atau vinil.

Bila kertas pelapis sudah rusak atau sekadar ingin berganti suasana, kertas lama bisa dilepas dan diganti dengan kertas baru. Kedua belah permukaan fusuma dipasangi hikite yang berfungsi seperti pegangan pintu sewaktu mendorong fusuma. Perbedaan antara fusuma dan shoji adalah fusuma tidak dapat ditembus cahaya sedangkan shoji dapat ditembus cahaya.

Salah satu ciri rumah Jepang adalah genkan. Genkan adalah tempat di mana orang melepas sepatu mereka. Ketika mereka melepaskan sepatu mereka, orang-orang melangkah naik ke lantai yang lebih tinggi 40-50 cm (15-19 inci) dari genkan. Disamping genkan terdapat sebuah rak atau lemari disebut Getabako di mana orang dapat menyimpan sepatu mereka. Sandal untuk dipakai di rumah juga tersimpan di sana.

(13)

Toilet tradisional jepang (washiki) adalah kloset jongkok juga dikenal sebagai kloset Asia. Kebanyakan kloset jongkok di Jepang terbuat dari porselen.

Para pengguna toilet di Jepang kebalikan dari Indonesia dimana mereka menghadap ke dinding di belakang toilet. Kloset jongkok dibagi menjadi dua jenis: kloset yang berada di permukaan lantai, dan kloset yang berada di bagian lantai yang ditinggikan sekitar 30 cm.

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan di atas, penulis merasa penting untuk membahas dan menganalisis tentang arsitektur rumah tradisional Jepang (minka). Hal ini akan penulis bahas melalui skripsi yang berjudul “Analisis Struktur dan Fungsi Rumah Tradisional di Jepang (Minka) ”.

1.2 Rumusan Masalah

Perkembangan rumah tradisional di Jepang sudah ada sebelum akhir tahun 1800. Rumah-rumah ini dapat ditemukan di seluruh Jepang dengan gaya yang khas pada masing-masing daerah. Perbedaan gaya arsitektur Minka disetiap daerah karena penyesuaian terhadap letak geografi /iklim setempat, dan keperluan industri. Misalnya, Minka di daerah Jepang bagian utara, bangunannya dirancang untuk dapat beradaptasi terhadap musim dingin yang panjang dan hujan salju.

Atap jerami dengan bubungan yang terjal memungkinkan udara di dalam ruangan cukup hangat. Hal ini juga bertujuan agar tidak adanya tumpukan salju di atas atap yang dapat membuat rumah akan rubuh. Bukaan berupa jendela kecil hanya ada di bubungan tersebut untuk menghindari banyaknya angin masuk kedalam rumah. Disamping itu juga dirancang khusus untuk keperluan memelihara ulat sutra.

(14)

Sedangkan di daerah Jepang bagian selatan, terdiri dari sekelompok rumah-rumah yang relatif kecil, rendah dengan rumah panggung agar memperoleh ventilasi semaksimal mungkin dan mengurangi bahaya tiupan angin taifun.

Rumah panggung ini dirancang untuk meredam gunjangan gempa. Selain penyesuaian terhadap letak geografi, iklim dan gaya hidup, Minka dapat juga dibagi menjadi dua tipe, yaitu rumah-rumah pertanian (nouka) dan rumah di perkotaan (machiya).

Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan diatas, permasalahan penelitian ini mencoba untuk menjawab masalah yang dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana struktur ruang rumah tradisional di Jepang?

2. Bagaimana fungsi bagian-bagian rumah tradisional di Jepang?

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan

Dari permasalahan yang telah dikemukakan di atas, penulis menganggap perlu adanya pembatasan ruang lingkup dalam pembahasan. Hal ini dilakukan agar masalah tidak terlalu luas sehingga dapat lebuh terfokus dan terarah dalam pembahasannya.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis membatasi penulisannya hanya mengenai pembagian ruang rumah tradisional di Jepang. Agar pembahasannya jelas, maka penulis dalam bab II menjelaskan tentang sejarah rumah tradisional Jepang, arsitektur rumah tradisional di Jepang secara umum, dan struktur ruangan rumah tradisional serta fungsi dari bagian-bagian rumah tradisional di Jepang.

(15)

Pada bab III penulis akan menjelaskan tentang rumah tradisional di Jepang (minka) berdasarkan struktur dan fungsi ruangan tersebut. Fokus utama pada bagian ini ialah tentang fungsi ruang, letak tata ruang serta makna dan manfaat yang terkandung dalam pemilihan material yang digunakan pada rumah petani tradisional di Jepang. Pada bab IV berisikan kesimpulan, bab ini merupakan bagian yang terakhir berisi kesimpulan dari analisis pada bab sebelumnya sehingga pembaca dapat mengetahui jawaban dari penelitian ini.

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori 1.4.1 Tinjauan pustaka

Setiap kebudayaan memiliki ekspresi-ekspresi artistik. Oleh karena itu, melalui karya seni seperti karya seni bangunan, manusia dapat mengekpresikan ide-ide, nilai-nilai, cita-cita, serta perasaan-perasaannya. Karya-karya seni merupakan media komunikasi, sehingga seorang seniman dapat mengkomunikasikan suatu permasalahan maupun suatu pengalaman batin kepada orang lain.

Definisi rumah dalam definisi umum, Rumah ialah salah satu bangunan yang dijadikan tempat tinggal selama jangka waktu tertentu. Rumah bisa menjadi tempat tinggal manusia maupun hewan, namun untuk istilah tempat tinggal yang khusus bagi hewan adalah sangkar, sarang, atau kandang. Dalam arti khusus, rumah mengacu pada konsep-konsep sosial kemasyarakatan yang terjalin di dalam bangunan tempat tinggal, seperti keluarga, hidup, makan, tidur, beraktifitas, dan lain-lain.

(16)

Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai salah satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya.

Tata ruang adalah wujud dari struktur ruang dan pola ruang. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional.

Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Struktur benda adalah sifat fundamental bagi setiap sistem yang dalam penggunaannya sering dapat di petukarkan dengan kata-kata. Identifikasi suatu struktur adalah suatu tugas subjektif, karena tergantung pada asumsi kriteria bagi pengenalan bagian- bagiannya, dan hubungan mereka. Karenanya, identifikasi kognitif suatu struktur berorientasi tujuan, dan tergantung pada pengetahuan yang ada.

Menurut Hoed (dalam Ekky, 2012) struktur adalah bangun (teoretis) yang terdiri atas unsur-unsur yang berhubungan satu sama lain dalam satu kesatuan. Struktur ada struktur atas, struktur bawah. Struktur mempunyai sifat:

Totalitas, Transformatif, Otoregul.

Menurut Prijotomo (1998) ruang adalah bagian dari bangunan yang berupa rongga, sela yang terletak diantara dua objek dan alam terbuka yang mengelilingi dan melingkupi kita. Tidak terlihat hanya dapat dirasakan oleh pendengaran, penciuman dan perabaan. Menurut Imanuel Kant, ruang bukanlah

(17)

merupakan sesuatu yang objektif atau nyata merupakan sesuatu yang subjektif sebagai hasil pikiran manusia.

Dalam kegiatan perancangan kita tidak pernah lepas dari istilah “Fungsi”.

Sayangnya istilah ini seringkali sangat dibatasi pada pengertian sebagai aktifitas didalam bangunan maupun diluar bangunan. Tetapi pada prinsipnya pengertian fungsi sangat luas.

Skripsi ini menggunakan pendekatan yang melihat struktur dan fungsi rumah tradisional di Jepang (minka) melalui letak geografis serta kondisi alamnya.

Dari letak geografis tersebut dapat dipelajari cara mereka beradaptasi, memperoleh tempat tinggal. Selain itu, penulis juga meninjau penelitian yang disusun oleh Audrin Manurung yang berjudul “Arsitektur Rumah Tradisional Jepang (Minka) Berdasarkan Gaya dan Desain Tata Ruang” tahun 2016. Skripsi ini lebih melihat dari perspektif Arsitektur pada rumah tradisional jepang (minka) berbeda dari arsitektur bangunan rumah lainnya. Termasuk dari bahan-bahan yang diperlukanpun sangat mudah untuk didapat, dan juga di arsitektur minka pada bagian-bagian rumahnya memiliki fungsi masing-masing.

Di dalam penelitian tersebut dijabarkan bahwa bangunan rumah di Jepang memiliki desain arsitektur yang berbeda dan khas, khususnya pada rumah tradisional Jepang atau Minka. Minka merupakan hunian untuk rakyat biasa.

Penulis menggunakan karya ilmiah ini sebagai kajian pustaka utama (significant literature). Selain itu, penulis juga menggunakan berbagai kajian pustaka pendukung (collateral literature) sebagai bahan-bahan pendukung dalam penulisan karya ilmiah ini, berupa buku, skripsi, makalah dan jurnal.

(18)

1.4.2 Kerangka teori

Sebagai rancangan teori-teori yang berhubungan dengan permasalahan penelitian, kerangka teori merupakan salah satu unsur dalam prosedur penelitian yang tak kalah pentingnya dengan hal yang menjadi fokus dalam suatu penelitian dalam hal ini semua teori-teori yang akan ditampilkan mengacu kepada objek yang dibahas ataupun dijelaskan secara terperinci. Dimana penjelasan tersebut dapat dijadikan sebagai landasan pemikiran dan titik acuan dalam suatu penelitian.

Definisi struktur dalam konteks hubungannya dengan bangunan adalah sebagai sarana untuk menyalurkan beban dan akibat penggunaannya dan atau kehadiran bangunan ke dalam tanah.(Scodek, 1998). Struktur adalah tata ukur, tata hubung, tata letak dalam suatu sistem yang membentuk satuan kerja. Dalam ilmu arsitektur, struktur berhubungan dengan sistem penyaluran atau distribusi gaya-gaya eksternal maupun internal ke dalam bumi.

Menurut para moderenis, fungsi dapat di kategorikan sebagai penentu bentuk atau panduan menuju bentuk. Fungsi menunjukan kearah mana bentuk harus di tentukan. ( yuswadi saliya, 1999 ).

Karena fungsi merupakan gambaran dari kegiatan, dimana kegiatan tersebut membutuhkan fungsi, tentunya akan berlanjut dengan pembahasan tentang ruang. Sedangkan bentuk yang menurut sullivan merupakan akibat dari pewadahan fungsi, dapat memberikan ekspresi tertentu. Jadi pembahasan fungsi tidak dapat di pisahkan dari pembahasan tentang ruang, bentuk dan ekspresi bentuk yang di hasilkan.

(19)

Fungsi tidak mutlak menentukan bentuk. Konsep form follows function banyak dibantah oleh para modernis. Sebagai contoh satu fungsi dapat meghasilkan bermacam-macam bentuk. Bentuk adalah bagian integral dari kadar spiritual bagi pernyataan bangunan. Bentuk harus sebagai media bagi komunikasi (ruang). Yaitu, akan mungkin melalui bentuk yang sesuai untuk memancarkan informasi tertentu. (Sohirmbeck, 1988).

Dipandang dari segi seni, arsitektur adalah bangunan, termasuk bentuk dan ragam hiasanya. Dari segi ruang arsitektur adalah pemenuhan kebutuhan ruang oleh manusia atau kelompok manusia untuk melaksanakan aktivitas tertentu. Sedangkan dari segi sejarah, kebudayaan dan geografi, arsitektur dipandang sebagai ungkapan fisik peninggalan budaya dari suatu masyarakat dalam batasan waktu dan tempat tertentu. ( Sumalyo, 1997 : 1)

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.5.1 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dan manfaat dari penulisan ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mendeskripsikan struktur ruang pada arsitektur rumah

tradisional petani di Jepang (minka) .

2. Untuk mendeskripsikan fungsi masing-masing ruangan rumah tradisional Jepang.

1.5.2 Manfaat Penelitian

Sebagai salah satu karya ilmiah hasil dari suatu penelitian diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak.

(20)

Peneliti berharap penelitian ini dapat bermanfaat, yaitu:

1. Secara akademis, Bagi peneliti khususnya diharapkan dapat menambah wawasan mengenai rumah tradisonal yang ada di Jepang.

2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menambah sumbangan terhadap penelitian sosial dan budaya masyarakat Jepang khususnya dalam bidang seni, serta mampu menjadi bahan masukan kepada pihak terkait yang berkenaan dengan penelitian ini.

3. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan peneliti terhadap tempat tinggal dan budaya masyarakat Jepang, khususnya dalam pemahaman mengenai rumah petani tradisional di Jepang.

1.6 Metode Penelitian

Dalam proses melakukan penelitian, sangat diperlukan metode-metode untuk menunjang keberhasilan tulisan yang akan disampaikan penulis kepada para pembaca. Menurut Senn dalam Suriasumantri (2005 : 119) metode merupakan suatu prosedur atau cara mengetahui sesuatu, yang mempunyai langkah-langkah yang sistematis. Metode penelitian yang penulis gunakan adalah metode deskriptif analisis melalui studi kepustakaan.

Menurut Nazir (2002 : 54) metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu objek, kondisi, sistem pemikiran maupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Penulis akan menjabarkan hasil penelitian dengan memilah dan memilih bahan bacaan yang di dapat, kemudian di

(21)

analisis dengan mengunakan konsep keindahan dari fungsi dan pembagian tata ruang arsitektur rumah petani tradisional di Jepang.

Metode deskripsif termasuk juga sebagai metode dalam penelitian kualitatif. Denzin dan Licoin dalam Moleong (2007 : 5) menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar alamiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada.

Menurut Koentjaraningrat ( 1976: 30 ) penelitian yang bersifat deskriptif yaitu sebuah penelitian yang memberikan gambaran yang secermat mungkin mengenai suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu. Dalam penelitian deskriptif ini untuk memecahkan masalah dilakukan pengumpulan, penyusunan, pengkajian dan penginterprestasian data.

Pendekatan yang digunakan ialah secara kebudayaan yang terfokus pada keindahan/seni dari sebuah bagunan yakni rumah tradisional petani di Jepang.

Dalam pengumpulan data-data dan bahan-bahan yang berhubungan dengan topik penelitian ini, penulis juga menggunakan metode studi kepustakaan (library research). Beberapa aspek penting yang perlu dicari dan digali dalam studi kepustakaan antara lain lain masalah yang ada, teori-teori, konsep-konsep, dan penarikan kesimpulan, serta saran. (Nasution, 2001: 14 ).

Perpustakaan yang menjadi sumber bahan bacaan adalah : Perpustakaan Umum Universitas Sumatera Utara, Perpustakaan Daerah Sumatera Utara, dan sumber literatur lainnya baik media cetak maupun elektronik yang mendukung penelitian ini.

(22)

BAB II

RUMAH TRADISIONAL JEPANG (MINKA)

2.1 Pengertian Rumah Tradisional Jepang (Minka)

Tradisi atau kebiasaan (Latin: traditio, "diteruskan") adalah sesuatu yang telah dilakukan untuk sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat, biasanya dari suatu negara, kebudayaan, waktu, atau agama yang sama. Hal yang paling mendasar dari tradisi adalah adanya informasi yang diteruskan dari generasi ke generasi baik tertulis maupun (sering kali) lisan, karena tanpa adanya ini, suatu tradisi dapat punah.

Pengertian tradisi menurut Bastomi (1984 : 14) adalah roh dari sebuah kebudayaan, dengan tradisi sistem kebudayaan akan menjadi kokoh. Jika tradisi dihilangkan maka ada harapan suatu kebudayaan akan berakhir saat itu juga.

Setiap sesuatu menjadi tradisi seringkali sudah teruji tingkat efektifitasnya dan tingkat efisiensinya. Efektifitas dan efisiensinya selalu mengikuti perjalanan perkembangan unsur kebudayaan. Berbagai bentuk sikap dan tindakan dalam mengatasi persoalan jika tingkat efektifitas dan efisiennya rendah akan segera ditinggalkan oleh pelakunya dan tidak akan menjadi sebuah tradisi. Tentu saja suatu tradisi akan sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat yang mewarisinya.

Arsitektur tradisional memiliki keterkaitan dengan sistem teknologi khususnya arsitektur sebagai salah satu manifestasi dan ekspresi kebudayaan.

Pada dasarnya perumahan (shelter) merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang tidak mengenal waktu, tempat, dan tingkat teknologi. Pada zaman dahulu nenek moyang kita yang hidup pada jaman batu telah mengembangkan

(23)

system perlindungan fisik, yaitu perumahan di goa-goa, kemudian disusul dengan penggunaan tenda-tenda tadah angin ataupun tenda yang sifatnya sementara karena seringnya nenek moyang kita berpindah mengikuti binatang perburuan ataupun musim panen tanaman liar. Apabila mereka sudah mulai bercocok tanam dan menetap di perkampungan, maka perkampungan semi permanen pun dibangun.

Apabila diperhatikan dengan seksama, uraian tersebut menunjukkan cara berfikir yang evolusionis. Sementara itu kita dapat pula melihatnya dari sudut pandangan fungsionis ataupun struktualis. Akan tetapi sebaiknya kita telaah arsitektur tradisional secara menyeluruh sehingga dapat dipahami kaitannya dengan nilai-nilai budaya masyarakat yang bersangkutan. Untuk keperluan tersebut, kita telaah arsitektur-arsitektur tradisional dengan memperhatikan kegunaan (use), fungsi (function) , dan arti sosial (meaning) disamping wujud dan gayanya.

Kegunaan rumah khususnya bangunan tradisional itu bereneka ragam, sesuai dengan struktur masyarakat dan kebudayaan penduduk yang bersangkutan.

Akan tetapi pada umumnya sebagai bangunan tradisional mempunyai kegunaan sebagua pelindungan fisik terhadap dinginnya udara, panasnya matahari atau derasnya angin serta air hujan. Kalu kita perhatikan dengan sungguh-sungguh ada rumah-rumah yang sekedar menjadi tempat-tempat perlindungan sementara orang perlu istirahat (windscreen) pada penduduk asli Australia, misalnya : masyarakat Arunta sebagian besar waktunya dihabiskan di alam terbuka untuk berburu binatang reptile yang langka, meramu ataupun bercengkrama dengan sesamanya.

Sebaliknya ada pula penduduk yang memanfaatkan tempat berlindung

(24)

semaksimal mungkin untuk bekerja, beristirahat maupun menyelenggarakan pertemuan sosial seperti pada kebanyakan masyarakat petani yang sudah menetap.

Suatu karya arsitektur hamper selalu, secara disadari atau tidak, mencerminkan ciri budaya dari kelompok manusia yang terlibat di dalam proses penciptaanya. Sekurang-kurangnya akan tercermin di situ tata nilai yang mereka anut. Dengan demikian apabila kita secara cermat mengamati sejumlah karya arsitektur suatu masyarakat maka lambat laun kita pasti dapat mengenali cirri budaya masyarakat tersebut. Namun untuk dapat mengenalinya dengan benar- benar baik kita akan perlu mengenali kondisi lain dari masyarakat tersebut.

Menurut Pasurdi Suparlan, kebudayaan adalah keseluruhan pengtahuan manusia yang dimiliki sebagai makhluk sosial yang digunakan untuk memahami dan menafsirkan lingkungan yang dihadapinya (Suparlan, 1996 ).

Sistem Peralatan Hidup dan Teknologi merupakan salah satu 7 unsur kebudayaan yang meliputi : 1. Bahasa, 2. Sistem pengetahuan, 3. Sistem kemasyarakatan atau sistem organisasi sosial, 4. Sistem peralatan hidup dan teknologi, 5. Sistem mata pencaharian hidup, 6. Sistem religi, 7. Kesenian.

Yang dimaksud dengan teknologi adalah jumlah dari semua teknik yang dimiliki oleh para anggota dalam suatu masyarakat yang meliputi cara bertindak dan berbuat dalam mengelola dan mengumpulkan bahan-bahan mentah.

Kemudian bahan tersebut dijadikan sebagai alat kerja, penyimpanan, pakaian, perumahan, alat transportasi, dan kebutuhan hidup lainnya yang berupa material.

Unsur teknologi yang sangat menonjol adalah kebudayaan fisik yang meliputi alat produksi, senjata, wadah, makanan dan minuman, pakaian, perhiasan, tempat tinggal, perumahan, dan alat-alat transportasi.

(25)

Rumah tradisional jepang (Minka) berasal dari 2 kanji, yaitu : 民 dibaca min yang artinya rakyat dan 家 ka yang artinya rumah. Maka kalau kedua kanji tersebut digabungkan memiliki makna rumah rakyat. Minka merupakan rumah rakyat Jepang pada jaman sebelum akhir tahun 1800 yang digunakan oleh hampir semua masyarakat Jepang. Akan tetapi, di era jaman modern ini tidak semua masyarakat Jepang menempati rumah Minka karena masyarakat sekarang lebih cenderung memilih rumah ideal yang praktis dan murah.

Gambar 2.1 Rumah Minka bagian utara Jepang

Menurut Turner (dalam Jenie, 2001 : 45), mendefinisikan tiga fungsi utama yang terkandung dalam sebuah rumah tempat bermukim, yaitu :

1. Rumah sebagai penunjang identitas keluarga (identity) yang diwujudkan pada kualitas hunian atau perlindungan yang diberikan oleh rumah. Kebutuhan akan

(26)

tempat tinggal dimaksudkan agar penghuni dapat memiliki tempat berteduh guna melindungi diri dari iklim setempat.

2. Rumah sebagai penunjang kesempatan (opportunity) keluarga untuk berkembang dalam kehidupan sosial budaya dan ekonomi atau fungsi pengemban keluarga. Kebutuhan berupa akses ini diterjemahkan dalam pemenuhan kebutuhan sosial dan kemudahan ke tempat kerja guna mendapatkan sumber penghasilan.

3. Rumah sebagai penunjang rasa aman (security) dalam arti terjaminnya keadaan keluarga di masa depan setelah mendapatkan rumah. Jaminan keamanan atas lingkungan perumahan yang ditempati serta jaminan keamanan berupa kepemilikan rumah dan lahan (the form of tenure).

Dalam pengertian yang luas, rumah bukan hanya sebuah bangunan (struktural), melainkan juga tempat kediaman yang memenuhi syarat-syarat kehidupan yang layak, dipandang dari berbagai segi kehidupan masyarakat.

Rumah dapat dimengerti sebagai tempat perlindungan, untuk menikmati kehidupan, beristirahat dan bersuka ria bersama keluarga. Di dalam rumah, penghuni memperoleh kesan pertama dari kehidupannya didalam dunia ini.

Rumah harus menjamin kepentingan keluarga, yaitu untuk tumbuh, memberi kemungkinan untuk hidup bergaul dengan tetangganya, dan lebih dari itu, rumah harus memberi ketenangan, kesenangan, kebahagiaan, dan kenyamanan pada segala peristiwa hidupnya. (Frick, 2006 : 1).

(27)

2.2 Jenis rumah tradisional jepang (Minka)

2.2.1 Rumah Petani (農家/ nouka)

Pengaturan ruang di dalam rumah orang Jepang disebut dengan madori.

Denah standar rumah para petani Jepang dari permulaan abad ke-19 terdiri dari empat ruang, di samping ruang utama yang memiliki perapian (doma). Pembagian ini disebut dengan yamadori (pengaturan empat ruang). Di dalam rumah jenis ini terdapat pintu kayu sorong besar yang disebut odo, untuk memasuki ruang utama.

Pintu ini merupakan pintu utama untuk memasuki rumah petani.

Doma merupakan ruang utama pada nouka. Doma mengambil sepertiga dari luas denah rumah. Fungsi doma adalah tempat melakukan kegiatan pertanian dan memasak, sehingga tersedia oven tanah dan tempat mencuci yang terbuat dari kayu yang didirikan di belakang doma.

Selain itu juga terdapat perapian yang berukuran satu meter persegi. Di perapian ini kayu dibakar untuk memanaskan ruang, sekaligus sebagai penerangan.

Seluruh anggota keluarga berkumpul di perapian ini, khususnya pada waktu makan.

Selain doma, empat ruang pada nouka ini adalah :

a. Dua ruangan yang terletak paling dekat dengan doma, digunakan sebagai tempat melakukan kegiatan harian para penghuni rumah.

b. Ruang kecil bersifat dekoratif disebut dengan tokonoma. Ruangan ini menempel pada dinding ruang depan yang berfungsi sebagai tempat memamerkan lukisan atau bunga.

(28)

c. Ruang depan berfungsi sebagai tempat menerima tamu pada keadaan formal.

Ruang tamu ini disebut dengan zashiki atau dei.

d. Di depan ruang tamu ini terdapat serambi panjang dan sempit yang disebut dengan engawa.

2.2.2 Rumah di Perkotaan (町家/machiya)

Terbatasnya luas tanah di daerah perkotaan membuat rumah-rumah yang didirikan di sana cenderung berbentuk empat persegi panjang.

-Di belakang ruang utama (omoya) terletak ruang tempat menyimpan (kura/dozou) harta benda milik keluarga. Selain itu untuk menyimpan harta benda keluarga bisa juga digunakan zashiki, yang terletak terpisah dari ruangan utama.

Untuk dapat memasuki ruangan ini, dibuatkan pintu pada ruang doma menuju ke pekarangan belakang.

Di sekitar ruang doma terdapat tiga baris ruang. Ruang yang paling dekat dengan jalan disebut dengan mise. Di sinilah barang-barang dagangan dipamerkan, dan transaksi perdagangan dilakukan. Ruang yang terletak di bagian tengah, dipergunakan sebagai kantor, dan juga tempat anggota keluarga menerima tamu.

Ruang yang terletak di bagian paling belakang menghadap ke arah taman tertutup.

Ruang ini dibuat menyerupai zashiki, lengkap dengan tokonoma, yang berfungsi sebagai tempat melakukan kegiatan harian dari anggota rumah tangga tersebut.

Adanya ruang di loteng yang disebut dengan zushi. Ruang ini terdiri dari dua bagian, yaitu bagian yang dekat dengan jalan mempunyai langit-langit rendah berfungsi sebagai gudang. Bagian kedua adalah bagian belakang yang dipergunakan sebagai kamar tidur.

(29)

2.3 Bagian-bagian ruang rumah tradisional di Jepang

Rumah tradisional Jepang terdiri dari beberapa ruangan utama, yaitu Washitsu (ruang serba guna yang dapat digunakan sebagai ruang tamu, kamar tidur dan ruang keluarga), genkan (area pintu masuk), dapur dan washiki (toilet).

Gambar 2.2 Pembagian ruangan rumah tradisional Jepang

2.3.1 Washitsu (和室)

Washitsu adalah ruang beralaskan tatami dalam bangunan tradisional Jepang. Ada beberapa aliran dalam menyusun tatami sebagai alas lantai. Dari jumlah tatami yang dipakai dapat diketahui ukuran luas ruangan. Dari sejumlah washitsu yang ada di dalam bangunan (rumah) terdapat satu washitsu utama.

Setiap ruangan bisa menjadi ruang tamu, ruang makan, belajar, atau kamar tidur.

Hal ini dimungkinkan karena semua perabotan diperlukan adalah portabel, yang disimpan dalam oshiire (bagian kecil dari rumah yang digunakan untuk penyimpanan).

(30)

Gambar 2.3 washitsu untuk menerima tamu

Fungsi washitsu berubah bergantung kepada alat rumah tangga yang dipakai. Washitsu berubah menjadi ruang belajar bila diletakkan meja. Washitsu menjadi ruang tidur bila diletakkan futon(matras tidur). Meja besar dikeluarkan bila washitsu ingin digunakan untuk jamuan makan. Ada dua macam benda yang dapa digunakan untuk memberikan sekat-sekat pada washitsu, yaitu fusuma dan shoji.

Fusuma adalah panel berbentuk persegi panjang yang dipasang vertikal pada rel dari kayu, dapat dibuka atau ditutup dengan cara didorong. Kegunaannya sebagai pintu dorong atau pembatas ruangan pada washitsu. Seperti halnya shoji, fusuma dipasang di antara rel kayu, rel bagian atas disebut kamoi dan rel bagian bawah disebut shikii. Rangka dibuat dari kayu dan kedua sisi permukaannya dilapis dengan washi, kain (serat alami atau serat sintetis), atau vinil. Bila kertas pelapis sudah rusak atau sekadar ingin berganti suasana, kertas lama bisa dilepas dan diganti dengan kertas baru. Kedua belah permukaan fusuma dipasangi hikite yang berfungsi seperti pegangan pintu sewaktu mendorong fusuma.

(31)

Gambar 2.4 Fusuma corak pohon

Gambar 2.5 fusuma corak hewan

Perbedaan antara fusuma dan shoji adalah fusuma tidak dapat ditembus cahaya sedangkan shoji dapat ditembus cahaya. Sandal rumah harus dilepas sebelum memasuki washitsu. Lantai washitsu berupa tatami. Tatami adalah semacam tikar yang berasal dari Jepang yang dibuat secara tradisional. Tatami

(32)

dibuat dari jerami yang sudah ditenun, namun saat ini banyak Tatami dibuat dari styrofoam. Tatami mempunyai bentuk dan ukuran yang beragam, dan sekelilingnya dijahit dengan kain brokade atau kain hijau yang polos. Pada mulanya, Tatami adalah barang mewah yang dapat dimiliki orang kaya. Saat itu kebanyakan rumah orang miskin tidak memiliki lantai, melainkan tikar. Tatami kemudian menjadi populer diabad ke-17.

Gambar 2.6 Contoh tatami

Tatami (畳) secara harfiah adalah lipat dan tumpuk yaitu semacam tikar yang berasal dari Jepang yang dibuat secara tradisional. Tatami dibuat dari jerami yang sudah di tenun, namun banyak tatami yang terbuat dari styrofoam. Tatami mempunyai bentuk dan ukuran yang beragam.

(33)

2.3.2 Genkan (玄関)

Salah satu ciri rumah masyarakat Jepang adalah genkan. Genkan adalah tempat dimana orang melepas sepatu mereka. Dari sudut prespektif arsitektur genkan adalah ruang kecil yang ketinggiannya sama dengan daratan diluar rumah.

Kedudukan genkan dalam tata ruang rumah masyarakat Jepang tampaknya merupakan bagian ruangan yang harus ada di dalam keseluruhan ruang lingkup struktur banguan Jepang, baik berupa rumah biasa, rumah susun, maupun apartemen bergaya modern. Genkan sudah menjadi bagian ruangan yang wajib ada dalam rumah tinggal mereka, sehingga setiap pintu masuk pada rumah Jepang memiliki ruang genkan. Dari keadaan ini dapat diketahui bahwa genkan memiliki kedudukan dan fungsi penting dalam tata ruang tempat tinggal mereka.

Pernyataan ini juga didukung oleh hal yang telah dikemukakan oleh Shigeru Iijima dkk dalam bukunya yang berjudul Japanese Lanscape : Where Land and Culture Merge (1998 : 84), bahwa:

“The traditional walled residences, particularly their entrances, reflect the psychological aspect of Japanese society. These entrances consist of three basic elements: A gated wall surrounding the property, an inner court through which one passes, and special entrance hall called a genkan.”

Terjemahan:

“ Bentuk dari rumah tradisional, terutama pintu masuknya mampu merefleksikan aspek psikologis dari masyarakat Jepang. Pintu masuk ini terdiri dari tiga elemen dasar, yakni: Dinding dari mengitari seluruh rumah, jalan setapak untuk masuk ke dalam rumah, dan ruang masuk khusus yang disebut genkan.”

(34)

Ketika mereka melepaskan sepatu mereka, orang-orang melangkah naik ke lantai yang lebih tinggi 40-50 cm (15-19 inci) dari genkan. Disamping genkan terdapat sebuah rak atau lemari disebut Getabako di mana orang dapat menyimpan sepatu mereka. Sandal untuk dipakai di rumah juga tersimpan di sana.

Istilah genkan ( 玄 関 ) dalam bahasa Jepang ditulis dengan menggabungkan dua buah karakter kanji, gen (玄) merupakan istilah lain dari langit dan kan ( 関 ) penghubung dan juga merupakan istilah lain dari pos pemeriksaan. Jadi, dapat diartikan sebagai serambi, jalan masuk, atau ruang gerbang. Walaupun sebagian masyarakat Jepang menganggap bahwa genkan bukan merupakan hal yang besar dan perlu dipermasalahkan lebih lanjut, namun sesungguhnya genkan sudah menjadi bagian dari ruangan yang wajib ada dalam rumah tinggal mereka.

Dilihat dari sudut pandang konsep secara tata ruang, genkan dan uchi- soto memiliki suatu hubungan erat yang tidak terlepaskan dari fungsi keduanya terhadap perkembangan psikologi masyarakat Jepang, baik dalam diri mereka sebagai seorang individu pribadi, dalam berkeluarga maupun bermasyarakat. Hal ini mampu menjelaskan mengapa di rumah Jepang harus dilengkapi dengan suatu bagian ruang yang bernama genkan.

Dilihat dari strukturnya yang berfungsi sebagai pembatas antara bagian dalam rumah dan luar rumah, genkan juga berfungsi sebagai Ie no Kao (家の顏) atau Ie no Omote (家の面) yaitu wajah dari rumah, tampilan rumah atau tampilan dari karakter pemilik rumah sesuai dengan apa yang telah dikemukakan oleh Kasuda. Oleh karena itu, genkan menjadi suatu hal yang penting dalam rumah atau tempat tinggal orang Jepang.

(35)

Selain itu, dilihat dalam sudut pandang religi genkan juga memiliki fungsi sebagai pembagi antara hare ( 晴 ) dan kegare ( 穢 ). Hare dan kegare merupakan suatu cara pandang terhadap fungsi genkan secara religi dalam pengertian uchi-soto yang mengacu pada keadaan suci dan tidak suci.

Sama halnya seperti bagian dari arsitektur bangunan Jepang yang sarat akan nilai-nilai elemen artistik, genkan pun memiliki beberapa nilai-nilai artistik yang mendasarinya, baik dari sudut pandang genkan sebagai sebuah bagian dari bangunan, maupun peranan genkan terhadap pemilik rumah dan lingkungan sekitarnya. Beberapa nilai-nilai yang terkandung dalam genkan dipengaruhi oleh kondisi fisik dari genkan, karena bentuk genkan pada setiap rumah tidak selalu sama, terutama pada kondisi genkan yang terdapat di rumah tradisional jika dibandingkan dengan genkan yang terdapat di rumah bergaya modern (genkan yang bergaya modern lebih mengutamakan segi fungsionalnya dibandingkan segi artistiknya ).

Berikut adalah elemen artistik dasar pada Genkan (terdapat pada genkan yang memiliki desan bersifat fungsional):

a. Ma (間) : Ma merupakan elemen artistik yang menjadikan faktor ruang sebagai dasar pengertiannya. Ma meliputi batasan antara luar dan dalam pada genkan, serta menjadi penyesuaian bentuk maupun luas genkan yang dibangun dalam rumah, seperti besar kecilnya genkan. Nilai dari ma juga mengacu pada peranan genkan sebagai pemberi batasan yang nyata antara uchi dan soto, baik secara fisik (pada rumah atau bangunan) maupun abstrak (pembatasan posisi suatu individu secara sosial dalam konsep teori uchi-soto).

(36)

b. Kanso ( 簡 素 ) : Kanso merupakan elemen artistik yang menggambarkan suatu kesederhanaan yang murni dalam suatu objek. Kanso pada genkan meliputi tiga bagian dari genkan yang mampu mendeskripsikan genkan secara utuh (Doa, Doma, Yoritsuki). Hanya dengan 3 bagian ini saja, genkan mampu peranannya sebagai pembatas antara bagian dalam dan luar rumah.

Elemen kanso yang di terapkan pada genkan, biasa ditemukan pada bentuk genkan yang ada di rumah atau bangunan yang memiliki luas yang terbatas.

Sebagian besar genkan pada rumah modern didasarkan pada kanso (gaya arsitek minimalis).

c. Yuugen (幽玄 ) dan Myou (妙 ): Yugen dan Myou merupakan dua elemen artistik Jepang yang menggambarkan suatu misteri atau ketidak-jelasan pada objek yang dituju. Yuugen dan Myou, tidak dapat terlihat secara fisik, namun penerapannya ada secara nyata dan dirasakan oleh individu yang berhubungan dengan objek. Yuugen dan Myou pada genkan meliputi segi fungsi genkan secara abstrak sebagai bimyou no tobira (微妙の扉), aimai no tobira (曖昧の扉), dan ie no kao (家の顔)・ie no omote (家の 面).

d. Zen (禅) : Zen merupakan elemen artistik yang menggambarkan suatu keberadaan dari ketiadaan dalam sebuah objek. Zen cenderung mengacu pada fungsi genkan. Elemen zen yang direfleksikan pada genkan, diperlihatkan pada batasan genkan juga memiliki hubungan dengan elemen Ma dan Yuugen/Myou (co: walaupun sudah masuk kedalam rumah belum dapat dikatakan masuk ke dalam rumah pada arti yang sesungguhnya). Namun pengaruh zen terhadap fungsi genkan lebih ditekankan pada pembatasan ruang antara bagian yang suci dan tidak (fungsi genkan secara religius).

(37)

e. Kyubou ( 窮 乏 ) : Kyubou merupakan elemen artistik yang mengambarkan suatu pengambilan bentuk sikap dan tindakan dari suatu individu, yang didasari oleh prinsip yang ada dalam diri mereka saat mereka bersentuhan dengan objek (genkan). Hal ini dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari tanpa terkecuali (karena sudah menjadi suatu tradisi). Kyubou pada genkan meliputi etiket yang harus diterapkan di genkan yang memiliki suatu tradisi untuk melepaskan sepatu sebelum masuk ke dalam rumah tanpa membedakan siapapun orangnya (orang Jepang maupun orang asing).

Selain elemen artistik dasar pada genkan, terdapat pula elemen-elemen lain yang dapat kita temui, terutama pada genkan tradisional maupun modern.

Namun, tidak semua dari elemen ini ada pada setiap genkan. Berikut adalah contoh dari elemen sekuler yang ada pada genkan:

Shizen (自然): Shizen direfleksikan pada penggunaan benda-benda yang berasal dari alam, seperti layaknya kayu dan bebatuan. Hampir seluruh material pembuatan genkan menggunakan bahan dasar kayu, baik pada pembuatan struktur dasar genkan (yoritsuki), maupun bagian sekunder dari genkan, seperti: pintu genkan, shikidai, maupun wakiagari. Sedangkan bahan material berupa bebatuan dapat ditemukan pada bagian doma maupun shikidai.

Ki (木): Elemen ki pada genkan direfleksikan pada penggunaan bahan dasar pembuatan genkan yang terbuat dari kayu. Pada rumah tradisional, elemen ki menjadi elemen primer dari keseluruhan bahan dasar yang digunakan untuk membuat rumah.

(38)

Ishi (石): Sama seperti elemen ki, Ishi pada genkan, didasarkan pada bahan dasar pembuatan genkan yang berasal dari batu. Elemen ishi biasa ditemukan pada doma dan shikidai.

Bukyou (仏教): Elemen bukyou direfleksikan dari peranan penggunaan genkan yang pertama kali ada pada Kuil Budha beraliran Zen yang bernama Kenchouji. Genkan pada Kenchouji berperan sebagai pembatas dunia luar (kotor,manusia) dan dalam (suci, dewa/Budha).

Kuukan (空間): Elemen kuukan direfleksikan dari genkan yang dibangun di luar rumah atau pada halaman terbuka. Genkan yang memiliki elemen ini yang dapat ditemui pada bangunan tradisional Jepang. Biasanya, genkan yang memiliki elemen artistik kuukan, dapat ditemukan pada genkan yang merangkap sebagai kurumayose atau genkan yang masih berbentuk jalan setapak.

Yuuga ( 優 雅 ): Elemen yuuga direfleksikan dari faktor elegan yang dibangun pada genkan. Yuuga, biasa ditemukan pada Onari genkan di kediaman bushi kelas atas dan juga pada kediaman bangsawan.

Kazarimono (飾り物): Kazarimono dapat direfleksikan dari benda-benda yang diletakkan pada genkan, baik benda yang berupa hiasan semata maupun benda-benda yang memiliki fungsi umum (rak sepatu) maupun fungsi khusus (jimat) dalam genkan.

(39)

2.3.3 Washiki (和式)

Toilet tradisional jepang ( 和 式 washiki) adalah kloset jongkok juga dikenal sebagai kloset Asia. Kebanyakan kloset jongkok di Jepang terbuat dari porselen. Para pengguna toilet di Jepang kebalikan dari Indonesia dimana mereka menghadap ke dinding di belakang toilet pada gambar 2.6 washiki modern di Jepang. Kloset jongkok dibagi menjadi dua jenis: kloset yang berada di permukaan lantai, dan kloset yang berada di bagian lantai yang ditinggikan sekitar 30 cm.

Keuntungan dari kloset jongkok adalah mudah dibersihkan, lebih murah, dan menggunakan lebih sedikit air dalam sekali bilasan dibandingkan dengan kloset model Barat. Tidak adanya kontak dengan dudukan kloset membuat kloset jongkok lebih disukai sebagai orang karena dianggap lebih higienis. Walaupun demikian, dudukan kloset tidak mengundang risiko kesehatan yang serius, sementara pemakai kloset jongkok risiko terkena kotoran sendiri di bagian kaki. Lubang kloset jongkok di Jepang tidak diisi air sehingga memperkecil risiko terciprat air kotor.

Selain itu menurut penelitian, kloset jongkok memberi sejumlah keuntungan bagi kesehatan. Posisi jongkok menurut penelitan tersebut memperkuat otot-otot pelvis wanita, dan mengurangi kemungkinan inkontinensia. Selain itu, kloset jongkok memperkuat otot-otot pinggul, memperbaiki pernapasan dan konsentrasi. Posisi jongkok juga memungkinkan kotoran untuk lebih cepat dikeluarkan dan tidak tersisa yang merupakan faktor risiko utama kanker usus besar. Penelitian lain membuktikan berjongkok mencegah dan mengobati wasir.

(40)

Gambar 2.7 Washiki modern

2.3.4 Daidokoro(台所)

Ada dua jenis dapur di rumah tradisional Jepang, yang pertama dengan tungku dan yang kedua dengan cara digantung. Kedua cara ini sama-sama menggunakan kayu bakar. Dapur Jepang adalah tempat di mana makanan disiapkan di rumah Jepang.

Gambar 2.8 Contoh dapur gantung di Jepang

(41)

. Sampai era Meiji, dapur juga disebut kamado dan ada banyak ucapan dalam bahasa Jepang yang melibatkan kamado karena dianggap sebagai simbol sebuah rumah. Istilah ini bahkan bisa digunakan untuk berarti "keluarga" atau

"rumah tangga".

Pada periode Jomon, dari 10.000 SM sampai 300 SM, orang berkumpul ke desa-desa, di mana mereka tinggal di tempat tinggal lubang dangkal. Ini gubuk sederhana adalah antara 10 sampai 30 meter persegi dan memiliki perapian di tengah. Kompor awal tidak lebih dari sebuah lubang dangkal (jikaro 地 床 炉), yang dikelilingi oleh batu untuk menangkap percikan api. kemudian mereka menggantikan dengan Vas tanah liat atau tungku. Jenis kompor disebut umigamero (埋 瓮 炉, "terkubur vas kompor"). Seperti kompor menjadi lebih aman, itu dipindahkan dari pusat rumah ke samping dan, oleh periode Kofun akhir (abad ke-6), hampir semua rumah memiliki kompor disalah satu ujung rumah.

Beberapa keluarga kaya pada periode Kofun membangun sebuah rumah terpisah dimana memasak dilakukan.

(42)

BAB III

ANALISIS STRUKTUR DAN FUNGSI RUMAH TRADISIONAL DI JEPANG (MINKA)

3.1 Struktur tata ruang rumah petani tradisional di Jepang

Perumahan di Jepang ada yang bergaya tradisional dan modern. Ada dua pola perumahan yang dominan di Jepang, ada yang berupa rumah-rumah keluarga (seperti kebanyakan di Indonesia) dan juga bangunan multi-unit yang dimiliki oleh individu atau korporasi yang disewakan sebagai apartemen atau dimiliki oleh penghuni. Kemudian ada lagi jenis tempat tinggal tambahan di Jepang terutama untuk orang yang belum menikah, seperti rumah kos (populer di kalangan mahasiswa), asrama (umum di perusahaan), atau pun barak (untuk anggota pasukan bela diri Jepang ( 自 衛 隊 Jieitai), polisi, ataupun karyawan publik lainnya).

Pada tahun 2003 diadakan survei perumahan dan lahan yang dilakukan oleh Kementerian Dalam Negeri dan Komunikasi Jepang (総務省 Sōmu-shō) menunjukkan bahwa di Jepang saat itu terdapat 53.890.900 unit rumah. Dari total angka tersebut, 86.9% rumah dalam keadaan digunakan (didiami) dan sisanya kosong. 61,2% dari total unit rumah yang didiami, dimiliki oleh rumah tangga penduduk. Sebanyak 17.180.000 unit rumah berada di daerah perkotaan dan sebanyak 27.553.000 unit rumah berada di daerah pedesaan.

Seperti di Indonesia, warga Jepang banyak tinggal di rumah keluarga. Tetapi angka statistik menunjukkan bahwa persentase keluarga yang memilih menggunakan rumah tinggal keluarga terus menurun. Pada tahun 1980-an, harga

(43)

rumah baru di Jepang berkisar 5-8 kali pendapatan rata-rata tahunan orang Jepang.

Jangka waktu pinjaman untuk rumah adalah 20 tahun dengan uang muka sebesar 35%.

Hal terpenting yang harus diperhitungan pada saat membangun rumah di Jepang adalah ketahanannya terhadap 4 musim termasuk pada musim panas dan musim dingin. Rumah tradisional Jepang dibuat dengan terlebih dahulu memasang tiang kayu utama ditengah. Lantai ditinggikan sekitar 10 cm dari tanah lalu ditutup dengan balok kayu untuk lantai, hal ini bertujuan untuk menghindari embun dari tanah. Area dapur dan ruang masuk memiliki lantai yang terbuat dari kayu namun ruangan dimana biasanya digunakan untuk duduk seperti ruang tamu, lantainya ditutupi dengan sejenis anyaman yang disebut tatami. Orang Jepang tidak biasa menggunakan kursi di ruangan beralasan tatami ini, mereka biasa duduk dengan beralaskan tatami atau menggunakan bantal tipis yang disebut zabuton. Inilah alasannya mengapa orang Jepang melepas sepatunya ketika masuk rumah. Kerangka rumah Jepang terbuat dari kayu dan sisi melebarnya ditopang oleh tiang vertikal, balok yang disusun mendatar dan bingkai diagonal. Bingkai diagonal merupakan adaptasi dari teknologi asing yang diadaptasi oleh masyarakat Jepang.

Ciri khas dari rumah Jepang adalah adanya atap yang lebar dan atap yang tinggi untuk melindungi penghuninya dari sinar matahari di musim panas.

Pada masa lalu dinding rumah terbuat dari anyaman bambu yang direkatkan dengan adonan tanah sebagai perekat atau lemnya, namun kini banyak material lain yang bermacam-macam untuk membuat dinding rumah Jepang. Bahan yang

(44)

sering digunakan saat ini adalah plywood (tripleks). Pada masa lalu banyak rumah yang memiliki tiang penyangga yang tersembunyi yang berada di balik dinding.

Pada jaman Meiji (1868-1912), rumah dibuat dengan metode baru dengan memasang tiang penyangga di dalam dinding untuk mengurangi bahaya ketika terjadi kebakaran. Pada jaman Meiji banyak atap ditutupi dengan sirap atau jerami, namun kini biasanya atap rumah ditutupi dengan genteng atap yang disebut kawara. Rumah Jepang saat ini dibuat dengan kombinasi gaya tradisional dan teknologi modern.

Struktur tata ruang rumah petani tradisional Jepang sendiripun terbagi lagi menjadi 2 golongan, yaitu :

1. Struktur minimal 2. Struktur maksimal

3.2 Fungsi bagian-bagian ruang rumah tradisional Jepang

Menurut Josef Prijotomo, Ruang adalah bagian dari bangunan yang berupa rongga, sela yang terletak diantara dua objek dan alam terbuka yang mengelilingi dan melingkupi kita. Tidak terlihat hanya dapat dirasakan oleh pendengaran, penciuman dan perabaan.

Ruang adalah sebagai tempat (topos), sebagai suatu dimana atau suatu place of belonging, ruang menjadi lokasi yang tepat dimana elemen fisik cenderung berada. Aristoteles mengatakan : wadah-wadah sementara bergerak keatas dan kebawah menuju tempatnya yang tepat dan setiap hal berada di suatu tempat, yakni dalam suatu tempat. Suatu tempat atau ruang tidak dapat memiliki

(45)

suatu wadah. ( Cornelis, 1995). Karakteristik dari ruang dirangkum menjadi lima butir :

1. Tempat melingkupi objek yang ada padanya.

2. Tempat bukan bagian yang dilingkunginya.

3. Tempat dari suatu objek yang tidak lebih besar atau lebih kecil dari objek tersebut.

4. Tempat dapat ditinggalkan oleh objek dan dapat dipisahkan dari objek.

5. Tempat selalu mengikuti objek walaupun objek terus bergerak.

Ruang tidak dapat dipisakan dari kehidupan manusia, baik secara piskologi, emosional, dan dimensional. Manusia berada dalam ruang, bergerak, menghayati, berfikir, dan juga menciptakan dan menyatakan bentuk dirinya.

Secara umum, ruang dibentuk oleh tiga elemen ruangan yaitu:

1. Bidang alas/lantai (the base plane). Oleh karena lantai merupakan pendukung segala aktifitas kita di dalam ruangan.

2. Bidang dinding/pembatas (the vertical space devider). Sebagai unsur perancangan dalam bidang dinding dapat menyatu dengan bidang lantai atau sebagai bidang yang terpisah.

3. Bidang atap atau langit-langit (the overhead plane). Bidang atap adalah unsur pelindung utama dari suatu bangunan dan pelindung terhadap pengaruh iklim.

Fungsi dapat dikategorikan sebagai penentu atau panduan manuju bentuk.

Fungsi menunjukan kearah mana bentuk harus ditemukan. Fungsi dan bentuk

(46)

memang diperlukan untuk menjelaskan arsitektur, tapi belum memadai (necessary but not efficient) (Saliya, 1999).

Fungsi tidak mutlak menentukan bentuk. Konsep form follows function banyak dibantah oleh para modernis. Sebagai contoh satu fungsi dapat meghasilkan bermacam-macam bentuk. Bentuk adalah bagian integral dari kadar spiritual bagi pernyataan bangunan. Bentuk harus sebagai media bagi komunikasi (ruang). Yaitu, akan mungkin melalui bentuk yang sesuai untuk memancarkan informasi tertentu (Sohirmbeck, 1988).

Bentuk dalam arsitektur meliputi permukaan luar dan ruang dalam. Pada saat yang sama, bentuk maupun ruang mengakomodasi fungsi-fungsi (baik fungsi fisik maupun non fisik). Fungsi-fungsi tersebut dapat dikomunikasikan kepada pengamat melalui bentuk. Kaitan-kaitan tersebut dapat menghasilkan ekspresi bentuk. Dalam menyatakan, keterkaitan fungsi, ruang dan bentuk dapat menghadirkan berbagai macam ekspresi. Penagkapan ekspresi bentuk bisa sama ataupun berbeda pada setiap pengamat, tergantung dari pengalaman dan latar belakang pengamat.

Negara Jepang juga terletak di daerah curah hujan yang tinggi, dengan memiliki 4 musim, yaitu: musim semi, musim panas, musim gugur, dan musim dingin. Yang dalam jangka waktu yang relatif singkat dapat berubah. Alam Jepang selain mendatangkan keuntungan, juga mendatangkan kesengsaraan bagi penduduknya dengan seringnya terjadi bencana alam seperti gempa bumi dan angin topan. Oleh karena itu untuk memilih bahan bangunan rumah tradisional Jepang yang sesuai dengan perubahan-perubahan iklim dan letak geografis

(47)

tersebut dan juga dikarenakan berlimpahnya bahan alam berupa kayu, maka kayu lebih dianjurkan untuk dijadikan bahan dasar bangunan rumah tradisional Jepang.

Di dalam perbandingannya, kayu lebih peka untuk menerima iklim. Kayu dapat menjadi lebih dingin dan dapat meresap kelembaban ketika musim panas tiba, dan tidak akan terlalu dingin jika di sentuh pada waktu musim dingin. Selain itu kayu juga lebih cocok dan dapat bertahan pada saat terjadi gempa bumi di Jepang. Alasan lain juga diperkuat oleh pemaparan kepercayaan penganut agama Shinto bahwa kesucian Jepang diciptakan pertama dari alam dan kemudian menciptakan manusia sebagai bagian dari kekuatan alam, maka arsitektur rumah tradisional Jepang pada dasarnya berbahan dasar kayu dan alam. (Tadahiro : 1983).

Selain dari tiang-tiang dan atap rumah yang berbahan dari alam (kayu dan jerami), hampir seluruh komponen-komponen utama rumah tradisional jepang berbahan dasar alam. Seperti pada; tokonoma (床の間) yaitu ruang sudut/bilik di dalam ruang tamu, tatami (畳) yaitu lantai yang juga dapat berfungsi sebagai tempat duduk lantai yang terbuat dari jerami, fusuma (ふすま)yaitu pintu geser yang berfungsi sebagai sekat atau pemisah ruangan-ruangan bagian dalam dan shoji ( 障 子 ) yaitu pintu geser kayu yang berfungsi untuk memisahkan teras dengan ruang dalam, ranma (欄 間) yaitu jendela kecil di atas pintu atau kusen, tokonoma shelves (chigaidana/違い棚) yaitu rak sudut kayu yang bertingkat, dan tokobashira ( 床 柱 ) yaitu tiang balok ukir. Yang hampir keseluruhan bahan dasarnya memakai kayu.

(48)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan dari uraian-uraian yang telah dipaparkan dalam penelitian ini maka dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu, sebagai berikut :

1. Minka merupakan rumah rakyat Jepang pada jaman sebelum akhir tahun 1800 yang digunakan oleh hampir semua masyarakat Jepang. Di zaman Jepang kuno, ada dua jenis rumah. Sedangkan pada periode Heian melalui Periode pertengahan Edo (792 – 1750) ada tiga jenis rumah.

2. Pengertian Minka sendiri merupakan nama umum untuk rumah tradisional Jepang dan merupakan hunian untuk rakyat biasa. Bahan bangunan yang dipergunakan antara lain balok kayu besar, bambu, tanah liat, rumput dan atau jerami.

3. Struktur Tata ruang Minka terdiri dari Genkan, Washitsu, Washiki (toilet), Daidokoro (dapur) dan untuk memperindah dibuat sebuah taman. Selain itu ada juga desain khas yang menjadi karakteristik Minka. Rumah Minka terdiri dari 2 jenis yaitu Nouka dan Machiya.

4. Washitsu adalah ruang beralaskan tatami dalam bangunan tradisional Jepang. Ada beberapa aliran dalam menyusun tatami sebagai alas lantai.

Dari jumlah tatami yang dipakai dapat diketahui ukuran luas ruangan. Dari sejumlah washitsu yang ada di dalam bangunan (rumah) terdapat satu washitsu utama. Setiap ruangan bisa menjadi ruang tamu, ruang makan, belajar, atau kamar tidur.

(49)

5. Fungsi washitsu berubah bergantung kepada alat rumah tangga yang dipakai. Washitsu berubah menjadi ruang belajar bila diletakkan meja.

Washitsu menjadi ruang tidur bila diletakkan futon(matras tidur). Meja besar dikeluarkan bila washitsu ingin digunakan untuk jamuan makan.

6. Fusuma adalah panel berbentuk persegi panjang yang dipasang vertikal pada rel dari kayu, dapat dibuka atau ditutup dengan cara didorong.

Kegunaannya sebagai pintu dorong atau pembatas ruangan pada washitsu.

7. Genkan adalah tempat dimana orang melepas sepatu mereka. Dari sudut prespektif arsitektur genkan adalah ruang kecil yang ketinggiannya sama dengan daratan diluar rumah. Kedudukan genkan dalam tata ruang rumah masyarakat Jepang tampaknya merupakan bagian ruangan yang harus ada di dalam keseluruhan ruang lingkup struktur banguan Jepang, baik berupa rumah biasa, rumah susun, maupun apartemen bergaya modern.

8. Toilet tradisional jepang ( 和 式 washiki) adalah kloset jongkok juga dikenal sebagai kloset Asia. Kebanyakan kloset jongkok di Jepang terbuat dari porselen.

9. Ada dua jenis dapur di rumah tradisional Jepang, yang pertama dengan tungku dan yang kedua dengan cara digantung. Kedua cara ini sama-sama menggunakan kayu bakar. Dapur Jepang adalah tempat di mana makanan disiapkan di rumah Jepang. Sampai era Meiji, dapur juga disebut kamado dan ada banyak ucapan dalam bahasa Jepang yang melibatkan kamado karena dianggap sebagai simbol sebuah rumah.

(50)

4.2 SARAN

Ketika membangun rumah sebagai tempat tinggal, ada beberapa faktor penting yang harus kita pertimbangkan, mulai dari faktor luar (eksternal) seperti kondisi alam sekitar maupun faktor dari dalam (internal) yang menyangkut bentuk maupun fungsi dari masing-masing ruangan yang akan ditempati.

Rumah merupakan tempat untuk berkumpulnya suatu keluarga, oleh karena itu sangat diperlukan juga struktur rumah yang sesuai dengan kebutuhan anggota keluarga yang menghuni rumah tersebut.

Minka atau rumah tradisional di jepang memiliki perbedaan struktur dan bentuk pada bagian utara dan bagian selatan Jepang. Hal ini tidak terlepas dari kondisi alam serta pengaruh cuaca yang ada.

Skripsi ini mempunyai banyak kekurangan, baik dari segi isi, pemahaman konsep, penulisan dan analisis data. Bagi pihak-pihak yang ingin melanjutkan pembahasan tentang rumah tradisional di Jepang (minka) dapat melanjutkan pembahasan dengan melihat dari segi faktor yang menyebabkan adanya perbandingan bentuk rumah tradisional dimasing-masing daerah Jepang.

(51)

Daftar Pustaka

Fakhriana, Rifda. 2015. “Nilai Estetika Zen Pada Fusuma Dalam Arsitektur Jepang” (Skripsi). Yokyakarta : Universitas Gajah Mada.

Koentjaraningrat, 1974. Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta : Gramedia.

Manurung, Audrin. 2016. “Arsitektur Rumah Tradisional Jepang Berdasarkan Gaya dan Desain Tata Ruang” (Skripsi). Medan : Universitas Sumatera Utara.

Putri, Pujiasrini Eliza. 2012. “Chasitsu Bergaya Soan Sebagai Cerminan Konsep Wabi Sabi dalam Konsep Naturalisme Jepang” (Skripsi). Depok : Universitas Indonesia.

Siagian, Sabar Liana. 2015. “Analisis Fungsi Genkan Pada Arsitektur Rumah Masyarakat Jepang” (Skripsi). Medan : Universitas Sumatera Utara.

Situmorang, Hamzon. 2013. Minzoku Gaku (ethnologi) Jepang. Medan : USU Press

Sumalyo, Yulianto. 2003. Arsitektur Klasik Eropa. Yogyakarta : Gajah Mada Universty Perss.

Suparlan, Pasurdi. 1996. Manusia, Kebudayaan, dan Lingkungannya. Jakarta : PT Rajawali Grafindo Persada.

Tantawi, Isma. 2015. Masyarakat dan Kebudayaan Indonesia. Medan : Al-Hayat

http://en.wikipedia.org/wiki/Housing_in_Japan. Diakses pada tanggal 23 February 2018 pukul 13:34:25

(52)

http://misakiyuuki.blogspot.com/2011/06/minka-rumah-tradisional-jepang.html.

Diakses pada tanggal 24 February 2018 pukul 07:51:32

http://kontemporer2013.blogspot.com/2013/09/rumah-tradional-jepang- minka.html. Diakses pada tanggal 25 February 2018 pukul 17:45:24

http://www.arsitag.com/article/arsitektur-rumah-tradisional-jepang.html. Diakses pada tanggal 9 Mei 2018 pukul 16:06:54

http://j-cul.com/rumah-tradisional-jepang/ Diakses pada tanggal 9 mei 2018 pukul 15:49:35

https://othisarch07.wordpress.com/2010/02/05/fungsi-ruangbentuk-dan-ekspresi- dalam-arsitektur/. Diakses pada tanggal 10 Mei 2018 pukul 19:55:04 http://rumah-kula.blogspot.co.id/2012/12/definisi-fungsi-rumah-tinggal.html.

Diakses pada tanggal 10 Mei 2018 pukul 19:57:54

http://miasiibungsu.blogspot.com/2013/02/sejarah-perkembangan-dan- konsep.html Diakses pada tanggal 30 Mei Pukul 21:36:39

https://id.wikipedia.org/wiki/Fusuma. Diakses pada tanggal 1 Juni 2018 pukul 05:29:43

https://id.wikipedia.org/wiki/Struktur. Diakses pada tanggal 15 September 2018 Pukul 19:41:55

https://othisarch07.wordpress.com/2010/02/05/fungsi-ruangbentuk-dan-ekspresi- dalam-arsitektur/ Diakses pada tanggal 15 September 2018 Pukul 19:46:33 http://www.penataanruang.com/istilah-dan-definisi2.html Diakses pada tanggal 23

September 2018 Pukul 08:39:34

https://www.materipendidikan.info/2017/10/arsitektur-tradisional.html Diakses pada tanggal 2 Oktober 2018 Pukul 08:56:33

(53)

LAMPIRAN

Gokayama_Japanese_Old_Village_002

Rumah panggung di Jepang bagian Selatan

Referensi

Dokumen terkait

Proses analisis faktor ini juga mencoba menemukan hubungan (interrelationship) antar sejumlah variabel-variabel yang saling independen satu dengan yang lain sehingga

Hal ini dapat terjadi karena hampir seluruh pengusaha awalnya tidak memiliki sumber modal lain dan menggunakan Program Kemitraan PT Pelabuhan Indonesia III

Dalam Kitâb al- Burhân, Ibn Rusyd menjelaskan perbedaan keduanya sebagai berikut: (1) konsepsi menjelaskan essensi suatu objek yang dikonsepsikan (definiendum),

Artinya: ya Allah, sesungguhnya aku adalah hamba-Mu, putra hamba lelakiMu, dan putra hamba perempuan-Mu. Ubun-ubunku berada di dalam kekuasaanMu. Ketentuan Mu pada diriku telah

Apakah ada hubungan antara faktor pekerjaan (lingkungan fisik, konflik peran, ketaksaan peran, konflik interpersonal, ketidakpastian pekerjaan, kontrol kerja, kurangnya

Artinya: ya Allah, sesungguhnya aku adalah hamba-Mu, putra hamba lelakiMu, dan putra hamba perempuan-Mu. Ubun-ubunku berada di dalam kekuasaanMu. Ketentuan Mu pada diriku telah

with respect to body weight and body mass index in overweight or obese pre-diabetic

Kecenderungan hubungan persepsi pasien tentang aspek hukum keselamatan pasien dengan partisipasi pasien dalam keselamatan pasien terlihat bahwa persentase tertinggi