• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN OBESITAS PADA USIA DEWASA (19-49 TAHUN) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SIMALINGKAR MEDAN TAHUN 2019 SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN OBESITAS PADA USIA DEWASA (19-49 TAHUN) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SIMALINGKAR MEDAN TAHUN 2019 SKRIPSI"

Copied!
123
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Oleh

NANDA MARIA SELA SIJABAT NIM. 151000413

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2019

(2)

SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

NANDA MARIA SELA SIJABAT NIM. 151000413

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2019

(3)
(4)

Telah diuji dan dipertahankan Pada tanggal: 18 Juli 2019

TIM PENGUJI SKRIPSI

Ketua : dr. Fazidah Aguslina Siregar, M.Kes., Ph.D.

Anggota : 1. Drs. Jemadi, M.Kes.

2. drh. Hiswani, M.Kes.

(5)
(6)

Abstrak

Obesitas merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat. Menurut WHO 2018, pada tahun 2016 sekitar 13% populasi orang dewasa di dunia mengalami obesitas. Data Riskesdas tahun 2018 menunjukkan prevalensi obesitas di Indonesia pada tahun 2018 sebesar 21,8%. Menurut hasil dari Profil Kesehatan Kota Medan tahun 2016 prevalensi obesitas yang berusia ≥15 tahun di Peskesmas Simalingkar sebesar 16%. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian obesitas pada usia dewasa (19- 49 tahun) di wilayah kerja Puskesmas Simalingkar Medan Tahun 2019. Jenis penelitian ini adalah survey analitik dengan desain cross sectional. Sampel yang diperoleh sebanyak 84 orang yang diambil dengan cara purposive sampling. Data dikumpulkan melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner dan melakukan pengukuran dengan timbangan dan mikrotoise. Data dianalisis menggunakan uji Chi square. Hasil penelitian diperoleh menunjukkan adanya hubungan riwayat keluarga (p=0,000), frekuensi konsumsi makanan pokok (p=0,015), kecukupan energi (p=0,014), konsumsi fast food (p=0,001), dan aktivitas fisik (p=0,004) dengan kejadian obesitas. Tidak terdapat hubungan antara umur (p=0,115), jenis kelamin (0,448), konsumsi sayur (1,00), dan konsumsi buah (0,817). Saran kepada pihak puskesmas diharapkan mempromosikan edukasi mengenai pencegahan obesitas untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat dan menjaga diet sehat dan aktivitas fisik. Kepada masyarakat terutama usia dewasa diharapkan mau melakukan pemantauan terhadap berat badan berlebih dan mengatur pola dan rajin melakukan aktivitas fisik, terutama olahraga dalam mencegah obesitas.

Kata kunci : Obesitas, usia dewasa, faktor berhubungan

(7)

Abstract

Obesity is one of the public health problems. WHO 2018 shows that in 2016 there was around 13% of obese adults in the world. Basic health research 2018, the prevalence of obesity in Indonesia was 21,8%. Health profile of Medan city, 2016, the prevalence of obesity aged ≥15 years in Simalingkar Health Center was 16%.

The purpose of this study was to determine the factors associated with the incidence of obesity in adult (19-49 years) in area of Simalingkar Health Center Medan in 2019.This is a cross sectional study. The number of sample are 84 respondents were selected by purposive sampling. Data was collected through interview by using questionnaires and made a measurement by using scales and microtoise. Data were analyzed using the chi-square test. The results showed that there was a correlation between genetic(p=0,000), frequency of eating in a day (p=0,015), energy adequacy (p=0,014), fast food consumption (p=0,001), and physical activity (p=0004) with incidence of obesity. There was no correlation between age (p=0,115), gender (0,448), vegetable consumption (1,00), and fruit consumption (0,817). It was recommended that health center should be promote education regarding prevention of obesity to improve the knowledge of community and to keep healthy diet and physical activity. It is expected to the people, especially adults, will monitor excess weight and regulate their diet and will do the physical activity, especially sports for prevention obesity.

Keywords : Obesity, adult, risk factors

(8)

Kata Pengantar

Segala puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, rahmat, dan kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul

“Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Obesitas pada Usia Dewasa (19-49 Tahun) di Wilayah Kerja Puskesmas Simalingkar” dimana skripsi ini menjadi salah satu syarat untuk dapat meraih gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Universitas Sumatera Utara.

Dalam tahap penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak baik secara moril maupun materil. Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati dan penuh rasa hormat penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum. selaku Rektor Univeritas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si., selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Unversitas Sumatera Utara.

3. dr. Rahayu Lubis, M.Kes., Ph.D., selaku Ketua Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. dr. Fazidah Aguslina Siregar, M.Kes., Ph.D., selaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktu dalam memberi bimbingan dan saran dalam penyusunan skripsi.

5. Drs. Jemadi, M.Kes., selaku Dosen Penguji I yang telah memberikan masukan dan saran dalam penyelesaian skripsi ini.

(9)
(10)

Daftar Isi

Halaman

Halaman Persetujuan i

Halaman Penetapan Tim Penguji ii

Halaman Pernyataan Keaslian Skripsi iii

Abstrak iv

Abstract v

Kata Pengantar vi

Daftar Isi viii

Daftar Tabel x

Daftar Gambar xii

Daftar Lampiran xiii

Daftar Istilah xiv

Riwayat Hidup xv

Pendahuluan 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 7

Tujuan Penelitian 7

Tujuan umum 7

Tujuan khusus 7

Manfaat Penelitian 8

Tinjauan Pustaka 9

Pengertian Obesitas 9

Pengertian Dewasa 10

Epidemiologi Obesitas 10

Berdasarkan orang 11

Berdasarkan tempat 12

Berdasarkan waktu 14

Pengukuran Obesitas 14

Faktor – Faktor Obesitas 16

Umur 16

Jenis kelamin 16

Faktor genetis 17

Pola makan 17

Dampak Obesitas 25

Pencegahan Obesitas 29

Pencegahan primer 29

Pencegahan sekunder 30

Pencegahan tersier 32

Landasan Teori 32

(11)

Kerangka Konsep 34

Metode Penelitian 35

Jenis Penelitian 35

Lokasi dan Waktu Penelitian 35

Populasi dan Sampel 35

Variabel dan Definisi Operasional 36

Metode Pengumpulan Data 39

Metode Pengukuran 40

Metode Analisa Data 42

Hasil Penelitian 43

Gambaran Umum Lokasi Penelitian 43

Sejarah singkat 43

Data geografis 43

Data demografi 43

Analisis Univariat 44

Karakteristik individu 44

Pola makan 46

Aktivitas fisik 48

Analisis Bivariat 48

Karakteristik individu 48

Pola makan 50

Aktivitas fisik 54

Keterbatasan Penelitian

Pembahasan 55

Karakteristik Individu 55

Pola Makan 58

Aktivitas Fisik 64

Kesimpulan dan Saran 66

Kesimpulan 66

Saran 67

Daftar Pustaka 68

Lampiran

(12)

Daftar Tabel

No Judul Halaman

1 Klasifikasi IMT Menurut WHO Tahun 2000 15

2 Klasifikasi IMT Menurut WHO di Asia 16

3 Klasifikasi IMT Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 41 Tahun 2014

16

4 Estimasi Standar Faktorial dari Total Pengeluaran Energi 23

5 Metode Pengukuran Variabel Penelitian 40

6 Distribusi Penduduk Berdasarkan Jumlah Penduduk, KK dan Jumlah Lingkungan di Wilayah Kerja Puskesmas

Simalingkar

44

7 Distribusi Proporsi Penduduk Berdasarkan Karakteristik Responden di Wilayah Kerja Puskesmas Simalingkar Medan

44

8 Distribusi Proporsi Riwayat Keluarga yang Obesitas di Wilayah Kerja Puskesmas Simalingkar Medan Tahun 2019

46

9 Distribusi Proporsi Pola Makan di Wilayah Kerja Puskesmas Simalingkar Medan Tahun 2019

46

10 Distribusi Proporsi Aktivitas Fisik di Wilayah Kerja Puskesmas Simalingkar Medan Tahun 2019

48

11 Tabulasi Silang antara Umur dengan Kejadian Obesitas di Wilayah Kerja Puskesmas Simalingkar Medan Tahun 2019

48

12 Tabulasi Silang antara Jenis Kelamin dengan Kejadian Obesitas di Wilayah Kerja Puskesmas Simalingkar Medan Tahun 2019

49

13 Tabulasi Silang antara Riwayat Keluarga dengan Kejadian Obesitas di Wilayah Kerja Puskesmas Simalingkar Medan Tahun 2019

50

14 Tabulasi Silang antara Frekuensi Konsumsi Makanan Pokok dengan Kejadian Obesitas di Wilayah Kerja Puskesmas

50

(13)

Simalingkar Medan Tahun 2019

15 Tabulasi Silang antara Kecukupan Energi dengan Kejadian Obesitas di Wilayah Kerja Puskesmas Simalingkar Medan Tahun 2019

51

16 Tabulasi Silang antara Konsumsi Fast Food dengan Kejadian Obesitas di Wilayah Kerja Puskesmas Simalingkar Medan Tahun 2019

52

17 Tabulasi Silang antara Konsumsi Sayur dengan Kejadian Obesitas di Wilayah Kerja Puskesmas Simalingkar Medan Tahun 2019

52

18 Tabulasi Silang antara Konsumsi Buah dengan Kejadian Obesitas di Wilayah Kerja Puskesmas Simalingkar Medan Tahun 2019

53

19 Tabulasi Silang antara Aktivitas Fisik dengan Kejadian Obesitas di Wilayah Kerja Puskesmas Simalingkar Medan Tahun 2019

54

(14)

Daftar Gambar

No Judul Halaman

1 Faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan 33

2 Kerangka konsep 34

3 Diagram batang hubungan umur dengan kejadian obesitas di wilayah kerja Puskesmas Simalingkar tahun 2019

56

4 Diagram batang hubungan jenis kelamin dengan kejadian obesitas di wilayah kerja Puskesmas Simalingkar tahun 2019

57

5 Diagram Batang Hubungan Riwayat Keluarga dengan Kejadian Obesitas di Wilayah kerja Puskesmas Simalingkar Tahun 2019

58

6 Diagram batang hubungan frekuensi konsumsi makanan pokok dengan kejadian obesitas di wilayah kerja Puskesmas Simalingkar tahun 2019

59

7 Diagram batang kecukupan energi dengan kejadian obesitas di wilayah kerja Puskesmas Simalingkar tahun 2019

60

8 Diagram batang konsumsi fast food dengan kejadian obesitas di wilayah kerja Puskesmas Simalingkar tahun 2019

61

9 Diagram batang konsumsi sayur dengan kejadian obesitas di wilayah kerja Puskesmas Simalingkar tahun 2019

63

10 Diagram batang konsumsi buah dengan kejadian obesitas di wilayah kerja Puskesmas Simalingkar tahun 2019

64

11 Diagram batang aktivitas fisik dengan kejadian obesitas di wilayah kerja Puskesmas Simalingkar tahun 2019

65

(15)

Daftar Lampiran

Lampiran Judul Halaman

1

Jadwal Penelitian 74

2

Kuesioner Penelitian 75

3

Master Data 80

4 Output Hasil Analisa Data 85

5 Surat Survei Pendahuluan 102

6 Surat Izin Penelitian 103

7 Surat Selesai Penelitian 104

(16)

Daftar Istilah

BMI Body Mass Index

CDC Centers for Disease Control and Prevention CVD Cardiovascular Disease

DM Diabetes Mellitus

FAO Food and Agriculture Organization

IMT Indeks Massa Tubuh

PAL Physical Activity Level PAR Physical Activity Ratio PTM Penyakit Tidak Menular RISKESDAS Riset Kesehatan Dasar WHO World Health Organization

(17)
(18)

Salah satu beban penyakit yang dihadapi Indonesia sekarang ini adanya triple burden disease. Ini merupakan kondisi penyakit menular masih menjadi masalah, penyakit tidak menular semakin meningkat, dan munculnya penyakit menular baru. Hal ini dapat dilihat mulai dari tahun 1990, proporsi penyakit menular sebesar 54% sedangkan penyakit tidak menular sebesar 37%. Pada tahun 2000, proporsi penyakit menular 43% sedangkan penyakit tidak menular sebesar 49%. Pada tahun 2010, proporsi penyakit menular sebesar 30% sedangkan proporsi penyakit tidak menular sebesar 58% (Kemenkes, 2015).

Semakin meningkatnya frekuensi kejadian penyakit tidak menular pada masyarakat membuat perhatian terhadap penyakit ini makin hari makin meningkat. Keadaan ini terjadi baik di negara maju maupun di negara ekonomi rendah-menengah. Karena keadaan ini meningkat dan cenderung sesuai dengan perkembangan masyarakat, menimbulkan adanya tuntutan epidemiologi untuk memberikan perhatian kepada penyakit tidak menular berdasarkan perkembangan sosioekonomi dan kultural bangsa dan dunia. Perubahan pola dari penyakit menular ke penyakit tidak menular ini lebih dikenal dalam sebutan transisi epidemiologi (Bustan, 2007).

Pada tahun 2030, secara global, regional, dan nasional transisi epidemiologi dari penyakit menular menjadi penyakit tidak menular semakin jelas.

Diperhitungkan jumlah kesakitan akibat PTM dan kecelakaan akan meningkat dan

(19)

paru obstruktif kronik, serta penyakit kronik lainnya akan mengalami peningkatan yang signifikan. Kejadian ini terjadi karena adanya hubungan dengan peningkatan faktor risiko akibat perubahan pola hidup dengan perkembangan dunia yang semakin modern, pertumbuhan populasi, dan peningkatan usia harapan hidup (Kemenkes RI, 2012).

Beberapa faktor risiko dari PTM ini karena merokok, diet tidak sehat, kurangnya aktifitas fisik, dan konsumsi minuman beralkohol, dimana perilaku ini menyebabkan berat badan berlebih dan obesitas, tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi. Obesitas salah satu faktor risiko utama untuk beberapa penyakit kronis, termasuk diabetes, penyakit kardiovaskular, dan kanker. Sebelumnya obesitas dipandang sebagai masalah kesehatan di negara berpenghasilan tinggi, tapi sekarang obesitas juga meningkat di negara-negara dengan penghasilan rendah dan menengah, terutama di perkotaan (WHO, 2018).

Obesitas terjadi akibat adanya peningkatan berat badan berlebih karena adanya akumulasi lemak berlebih dalam tubuh. Pada prinsipnya obesitas terjadi akibat ketidakseimbangan antara energi yang masuk dan energi yang dikeluarkan, dimana energi yang masuk lebih banyak daripada energi yang keluar. Kelebihan energi tersebut disimpan menjadi lemak dalam sel lemak, dengan bertambahnya simpanan lemak, maka berat badan juga bertambah. Obesitas pada wanita apabila lemak tubuh lebih dari 30% dan 25% pada laki-laki (Hasdianah dkk, 2014).

Prevalensi global telah meningkat, kini lebih banyak ditemukan orang dengan gizi berlebih daripada penderita gizi kurang di seluruh dunia. Dari segi kesehatan masyarakat, keadaan ini mengkhawatirkan karena menyebabkan

(20)

peningkatan risiko penyakit yang terkait obesitas (Barasi, 2007). Saat ini obesitas menjadi salah satu masalah kesehatan bak di dalam negeri maupun di luar negeri.

Pada umumnya, obesitas sangat berkaitan dengan status sosial, pola makan, ketidakseimbangan aktivitas tubuh, dan konsumsi makanan. Hal ini penting dibahas karena berdampak pada medis, psikis maupun sosial, dan kelangsungan hidup penderitanya (Misnadiarly, 2007). Peningkatan prevalensi obesitas baik di negara maju maupun negara berkembang menjadi dua kali lipat dibanding dengan orang berat badan kurang selama 1995-2025 dan pada tahun 2025 prevalensi obesitas akan mencapai 50% ( Kemenkes RI, 2010).

Menurut data global pada tahun 2016, lebih dari 1,9 milyar orang dewasa berusia 18 tahun ke atas mengalami berat badan berlebih. Dari jumlah tersebut, ditemukan orang dewasa yang mengalami obesitas sebanyak lebih dari 650 juta orang. Sekitar 13% populasi orang dewasa di dunia mengalami obesitas (11% pria dan 15% wanita) (WHO, 2018). Angka kejadian obesitas pada usia dewasa (>18 tahun) di dunia meningkat dari tahun 2011 – 2014. Pada tahun 2011 prevalensi obesitas sebesar 11,6%. Pada tahun 2012 prevalensi obesitas sebesar 12%. Pada tahun 2013 prevalensi obesitas sebesar 12,4%. Pada tahun 2014 prevalensi obesitas sebesar 12,8% (Ritchie dan Roser, 2019).

Sepuluh negara dengan obesitas tertinggi pada tahun 2014, ada negara Kuwait dengan proporsi sebesar 42,8%. Peringkat kedua Arab Saudi sebesar 35,2%, peringkat Mesir sebesar 34,6%, peringkat keempat Yordania sebesar 34,3%, peringkat ke lima Uni Emirat Arab sebesar 33,7%. Selanjutnya diikuti oleh negara Afrika Selatan sebesar 33,5%, peringkat ke tujuh Meksiko sebesar

(21)

32,8%, peringkat ke delapan Amerika Serikat sebesar 31,8%, peringkat ke sembilan Venezuela sebesar 30,8%, dan peringkat ke sepuluh negara Trinidad dan Tobago sebesar 30%. Salah satu penyebabnya konsumsi minuman kaleng soda.

Hal ini terjadi di Mesir, ada 10% orang mesir minum 5 atau lebih kaleng soda setiap hari (CNN Indonesia, 2015). Menurut Ritchie dan Roser (2019), beberapa negara dengan obesitas tertinggi ada negara Nauru sebesar 61% pada tahun 2016, negara Palau sebesar 55,3% pada tahun 2016, dan negara Tuvalu sebesar 51,6%

pada tahun 2016.

Prevalensi obesitas di Amerika Serikat mulai dari tahun 2015-2016 sebesar 39,8% pada usia dewasa dan 18,5% pada usia muda. Pada umur 12-19 tahun kejadian obesitas sebesar 20,6%, pada umur 20 – 39 tahun sebesar 35,7%, pada umur 40 – 59 tahun sebesar 42,8%, dan prevalensi umur lebih dari 60 tahun sebesar 41% (CDC, 2017). Berdasarkan survey yang dilakukan di Amerika Serikat tahun 2015-2016, sebesar 41,5% perempuan berumur >20 tahun menderita obesitas dan pada laki-laki ditemukan 37,9% menderita obesitas. Sebesar 5,6%

laki-laki berumur > 20 tahun menderita obesitas berat dan 9,5% perempuan yang berumur > 20 tahun menderita obesitas berat (Global Obesity Observatory, 2016).

Survei di Inggris dengan sampel sebanyak 6.530 orang berusia > 16 tahun didapat hasil sebesar 27,4% laki-laki menderita obesitas dan 2,5% laki-laki menderita obesitas berat. Sebesar 30% perempuan menderita obesitas dan sebesar 4,6% perempuan menderita obesitas berat (Global Obesity Observatory, 2018).

Prevalensi obesitas pada umur dewasa (> 18 tahun) di Asia mulai dari tahun 2012-2014 juga mengalami peningkatan. Pada tahun 2012 prevalensi

(22)

obesitas sebesar 6,6%. Pada tahun 2013 prevalensi obesitas sebesar 7%. Pada tahun 2014 prevalensi obesitas sebesar 7,4% (Ritchie dan Roser, 2019). Beberapa negara di Asia juga memiliki prevalensi obesitas yang meningkat tajam, contohnya 1,5% penduduk Korea Selatan tergolong obesitas. Di Thailand sebesar 4% penduduk mengalami obesitas. Penelitian di Malaysia menunjukkan prevalensi obesitas pada anak mencapai 6,6%, sedangkan di Jepang prevalensi obesitas pada umur 6 – 14 tahun sebesar 5 – 11%. Hal ini menunjukkan bahwa selain pada penduduk dewasa, obesitas juga terdapat pada anak-anak dan remaja (Adriani dan Wirjatmadi,2012).

Prevalensi obesitas di Malaysia sebesar 15% pada laki-laki dewasa dan 20,6% pada perempuan. Pada tahun 2013 di Indonesia prevalensi laki-laki dewasa yang menderita obesitas sebesar 3% dan prevalensi obesitas pada perempuan sebesar 8,2%. Prevalensi obesitas di Indonesia tahun 2014 sebesar 5,7% (laki-laki sebesar 3,6% dan perempuan 7,8%). Berdasarkan usia dewasa ( > 18 tahun) prevalensi obesitas di Indonesia mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Hal ini dapat dilihat mulai dari tahun 2012-2014. Pada tahun 2012 prevalensi obesitas sebesar 5,5%, pada tahun 2013 prevalensi obesitas sebesar 5,8%, dan pada tahun 2014 prevalensi obesitas sebesar 6,1% (Ritchie and Roser, 2019).

Menurut Sirkesnas 2018, pada tahun 2016 prevalensi obesitas di Indonesia sebesar 20,7% pada penduduk usia dewasa (≥ 18 tahun). Hasil Riskesdas tahun 2018, secara nasional menunjukkan prevalensi obesitas sebesar 10,5% pada tahun 2007, sebesar 14,8 pada tahun 2013, dan 21,8% pada tahun 2018. Proporsi obesitas pada dewasa umur >18 tahun tertinggi terdapat di Provinsi Sulawesi

(23)

Utara (31,2%), urutan kedua Provinsi DKI Jakarta (29,8%), yang ketiga Provinsi Kalimantan Timur (28,7%), urutan keempat Provinsi Papua Barat (26,4%), dan urutan kelima Kepulauan Riau (26,25%). Provinsi Sumatera Utara berada diurutan ketujuh.

Berdasarkan hasil Profil Kesehatan Sumatera Utara tahun 2016, prevalensi obesitas di Sumatera Utara sebesar 0,48%. Prevalensi obesitas tertinggi di Sumatera Utara berada di Kabupaten Pakpak Bharat (17,18%) lalu disusul oleh Kota Tebing Tinggi (5,78%). Kota Medan berada pada peringkat ketujuh (1,34%).

Pada tahun 2017 prevalensi obesitas di Sumatera Utara meningkat menjadi 1,51%.

Prevalensi tertinggi terdapat di Kota Tebing Tinggi (11,94%). Kota Medan berada peringkat ke enam sebesar 1,31% (Profil Kesehatan Sumut, 2017).

Menurut hasil dari Profil Kesehatan Kota Medan tahun 2016 prevalensi obesitas yang berusia ≥15 tahun sebesar 15,8% , terdiri dari 15,58% laki-laki dan 15,98% perempuan. Prevalensi obesitas tertinggi terdapat di Puskesmas Medan Deli Kecamatan Medan Deli sebesar 27% yang terdiri dari 17,15% laki-laki dan 47,52%. Di Puskesmas Simalingkar Kecamatan Medan Tuntungan prevalensi obesitas sebesar 16% terdiri dari 15,15% perempuan dan 17,24% laki-laki.

Berdasarkan hasil survei pendahuluan yang dilakukan di Puskesmas Simalingkar, Kecamatan Medan Tuntungan diperoleh data tahun 2018 penderita obesitas dengan IMT > 27 sebanyak 132 orang melalui data kunjungan, sedangkan penderita obesitas dengan IMT >30 sebanyak 44 orang.

(24)

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas belum diketahui faktor- faktor yang berhubungan dengan kejadian obesitas pada penduduk usia dewasa (19-49 tahun) di wilayah kerja Puskesmas Simalingkar Kecamatan Medan Tuntungan.

Tujuan Penelitian

Tujuan umum. Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan obesitas pada penduduk usia dewasa (19-49 tahun) di wilayah kerja Puskesmas Simalingkar Kecamatan Medan Tuntungan.

Tujuan khusus. Tujuan khusus pada penelitian ini adalah:

1. Mengetahui proporsi penderita berdasarkan karakteristik individu, yaitu umur, jenis kelamin, agama, suku, pekerjaan, dan riwayat keluarga.

2. Mengetahui proporsi penderita berdasarkan pola makan (frekuensi konsumsi makanan pokok, konsumsi fast food, konsumsi sayur, dan konsumsi buah).

3. Mengetahui proporsi penderita berdasarkan aktifitas fisik.

4. Mengetahui hubungan umur dengan obesitas.

5. Mengetahui hubungan jenis kelamin dengan obesitas.

6. Mengetahui hubungan riwayat keluarga dengan obesitas.

7. Mengetahui hubungan pola makan (frekuensi konsumsi makanan pokok,kecukupan energi, konsumsi fast food, konsumsi sayur, dan konsumsi buah) dengan obesitas.

8. Mengetahui hubungan aktivitas fisik dengan obesitas.

(25)

Manfaat Penelitian

1. Sebagai informasi dan masukan tentang obesitas bagi Puskesmas Simalingkar dalam meningkatkan pelayanan kesehatan bagi masyarakat khususnya penduduk usia dewasa (19 – 49 tahun) di wilayah kerjanya.

2. Memberi informasi kepada masyarakat terutama penduduk usia dewasa tentang pencegahan obesitas.

3. Kepada penulis sebagai bahan pembelajaran dan penambahan informasi tentang faktor yang berhubungan dengan obesitas.

4. Sebagai bahan referensi bagi peneliti lain yang ingin meneliti tentang obesitas selanjutnya.….. .

(26)

Obesitas adalah suatu kondisi adanya akumulasi lemak abnormal atau berlebihan pada jaringan adipose yang dapat menjadi risiko bagi kesehatan.

Ukuran populasi kasar dari obesitas adalah indeks massa tubuh (IMT) yang dicari melalui perhitungan berat badan seseorang (dalam kilogram) dibagi dengan kuadrat tinggi badannya (dalam meter) (WHO, 2018).

Obesitas adalah lebihnya lemak dalam tubuh (>20%) bobot yang layak bagi laki-laki dan perempuan untuk tinggi tertentu. Berdasarkan pengertian obesitas untuk perempuan jika kelebihan lemak dalam tubuh lebih dari 30%, sedangkan pada laki-laki dikatakan obesitas jika kelebihan lemak dalam tubuh lebih dari 20 – 25% (Budiyanto, 2009).

Obesitas adalah suatu keadaan akumulasi energi dalam bentuk lemak tubuh yang dapat mengganggu kesehatan tubuh. Secara operasional, obesitas didasarkan pada IMT yang berkolerasi erat dengan lemak tubuh (Sukiman, 2005).

Obesitas adalah kondisi tidak normal atau lebihnya lemak dalam jaringan adiposa sehingga menyebabkan terganggunya kesehatan. Obesitas adalah berat badan yang berlebih karena lebihnya penimbunan lemak dalam tubuh. Saat ini obesitas menjadi ancaman kesehatan di seluruh dunia (Adriani dan Wirajatmadi, 2012).

Obesitas adalah suatu kondisi kronik yang erat hubungannya dengan peningkatan sejumlah penyakit degeneratif. Peningkatan berat badan melebihi

(27)

obesitas. Selain berdampak pada kesehatan fisik, obesitas juga berdampak pada kesehatan mental (Hasdianah dkk, 2014).

Pengertian Dewasa

Kata dewasa bersal dari bahasa Latin, yaitu adults artinya tumbuh menjadi kekuatan dan mencapai ukuran yang sempurna atau telah menjadi dewasa.

Seseorang dikatakan dewasa jika telah sempurna pertumbuhan fisiknya dan mencapai kematangan psikologis sehingga bisa hidup dan berperan dengan orang dewasa lainnya (Mubin dan Cahyadi, 2006).

Pada usia dewasa pertumbuhan berhenti dan berubah ke tingkat yang stabil. Dalam keadaan ini, tubuh orang dewasa telah berkembang dan sampai ke tingkat yang stabil secara fisik. Bentuk keseimbangan ini dapat dilihat pada metabolisme karbohidrat, lemak, dan terutama protein. Kebutuhan energi pada orang dewasa menurun seiring dengan bertambahnya usia, karena adanya penurunan metabolisme basal dan berkurangnya aktivitas fisik. Kelebihan asupan energi dapat menyebabkan kelebihan berat badan. Dimana kelebihan berat badan menjadi penyebab terjadinya penyakit degeneratif seperti penyakit jantung coroner, tekanan darah tinggi, diabetes. Oleh karena itu, untuk mencegah timbulnya penyakit dan meningkatkan kesehatan peranan dan status gizi pada usia dewasa sangat penting. Usia dewasa dibagi menjadi 3 kategori, yaitu usia 19 – 29 tahun, 30 – 49 tahun, 50 – 64 tahun (Almatsier dkk, 2011).

Epidemiologi Obesitas

Berdasarkan orang. Membahas tentang distribusi dan frekuensi obesitas berdasarkan orang, yang terdiri dari kelompok umur dan jenis kelamin.

(28)

Kelompok umur. Obesitas dapat terjadi pada setaip umur. Obesitas sejak

masa remaja cenderung lebih berat dan berisiko tinggi menjadi obesitas di masa dewasa (Adriani dan Wirjatmadi, 2012). Menurut WHO (2018), penduduk dewasa (>18 tahun) mengalami obesitas sebanyak 650 juta orang (13%). Prevalensi obesitas pada anak (<5 tahun) sebanyak 41 juta orang. Pada kelompok umur 5-19 tahun angka kejadian obesitas sebanyak lebih dari 340 juta orang.

Hasil dari Riskesdas tahun 2017 prevalensi obesitas pada kelompok umur 0-23 bulan di Indonesia sebesar 1,6%. Pada kelompok umur 0-59 bulan sebesar 4,6%. Hasil dari riskesdas tahun 2018, obesitas pada kelompok balita (0-59 bulan) sebesar 8%. Pada kelompok umur dewasa >18 tahun prevalensi obesitas sebesar 21,8%. Hasil Riskesdas, 2013 pada kelompok umur anak usia 5-12 tahun sebesar 8%. Pada kelompok umur remaja, 13-15 tahun prevalensi obesitas sebesar 2,5%

dan kelompok umur 16-18 tahun prevalensi obesitas sebesar 7,5%.

Hasil Sirkesnas 2016, menunjukkan prevalensi obesitas pada kelompok umur <20 tahun sebesar 12,9%, umur 20-29 tahun sebesar 26,4%, umur 30-39 37,1%, umur 40-49 tahun sebesar 38,8%, umur 50-59 tahun sebesar 36,8%, dan kelompok umur ≥60 sebesar 26,1%.

Jenis kelamin. Menurut WHO (2018) pada tahun 2016 prevalensi obesitas

secara global pada orang dewasa (>18 tahun) sebesar 13% terdiri dari 11% laki- laki dan 15% perempuan). Menurut Ritchie dan Roser tahun 2019, prevalensi obesitas penduduk usia dewasa (>18 tahun) di Indonesia pada perempuan pada tahun 2013 sebesar 7,7%, pada tahun 2014 sebesar 8,1%, pada tahun 2015 sebesar 8,5%, dan pada tahun 2016 sebesar 8,9%. Hal ini menunjukkan adanya

(29)

peningkatan prevalensi obesitas pada perempuan secara global. Prevalensi obesitas pada laki-laki dimulai dari tahun 2013 sevesar 3,8%, pada tahun 2014 sebesar 4,1%, pada tahun 2015 sebesar 4,5%, dan pada tahun 2016 sebesar 4,8%.

Berdasarkan Riskesdas tahun 2013 prevalensi obesitas di Indonesia pada laki-laki dewasa (>18 tahun) sebesar 19,7%, sedangkan pada penduduk perempuan sebesar 32,9%. Berdasarkan hasil Profil Kesehatan Sumatera Utara tahun 2016, prevalensi obesitas di Sumatera Utara sebesar 0,48% , pada perempuan sebesar 0,52% dan pada laki-laki sebesar 0,43%. Pada tahun 2017 prevalensi obesitas di Sumatera Utara meningkat menjadi 1,51%, pada perempuan sebesar 1,60% dan pada laki-laki sebesar 1,41% (Profil Kesehatan Sumut, 2017).

Berdasarkan Profil Kesehatan Kota Medan tahun 2016, prevalensi obesitas pada laki-laki sebesar 15,58% dan pada perempuan sebesar 15,98%. Prevalensi obesitas di Puskesmas Simalingkar pada laki-laki sebesar 17,24% dan pada perempuan sebesar 15,15%.

Berdasarkan tempat. Obesitas bukan hanya masalah kesehatan pada masyarakat di negara maju, tetapi telah maerambah ke negara-negara berkembang yang menuju pada tahapn industrialisasi (Arisman, 2011). Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menyatakan bahwa obesitas sebagai epidemik global.

Prevalensi obesitas tidak hanya meningkat di negara-negara maju saja, tetapi juga meningkat di negara berkembang, salah satunya Indonesia (Adriani dan Wirjatmadi, 2013).

Sepuluh negara dengan obesitas tertinggi pada tahun 2014, ada negara Kuwait dengan proporsi sebesar 42,8%. Peringkat kedua Arab Saudi sebesar

(30)

35,2%, peringkat Mesir sebesar 34,6%, peringkat keempat Yordania sebesar 34,3%, peringkat ke lima Uni Emirat Arab sebesar 33,7%. Selanjutnya diikuti oleh negara Afrika Selatan sebesar 33,5%, peringkat ke tujuh Meksiko sebesar 32,8%, peringkat ke delapan Amerika Serikat sebesar 31,8%, peringkat ke sembilan Venezuela sebesar 30,8%, dan peringkat ke sepuluh negara Trinidad dan Tobago sebesar 30% (CNN Indonesia, 2019).

Prevalensi obesitas di Benua Afrika tahun 2014 sebesar 11,1%. Obesitas di Benua Asia tahun 2014 sebesar 7,4%. Prevalensi di Amerika Utara dan Eropa pada tahun 2014 sebesar 27,7% . Prevalensi di Oceania tahun 2014 sebesar 27,5%

(World Obesity Federation, 2018). Di Amerika Serikat pada tahun 2015-2016 prevalensi obesitas pada orang dewasa sebesar 39,8% dan pada usia muda sebesar 18,5%. Prevalensi pada kelompok umur 6-11 tahun sebesar 18,4%, pada kelompok umur 12-19 tahun sebesar 20,6%, dan pada kelompok umur 2-5 tahun sebesar 13,9%, pada kelompok umur ≥20 tahun sebesar 39,6% (CDC, 2017).

Berdasarkan hasil Riskesdas 2018, Indonesia memiliki prevalensi obesitas pada kelompok umur dewasa (≥18 tahun) sebesar 21,8%. Provinsi Sulawesi Utara berada di peringkat pertama sebesar 30,2%, peringkat kedua Provinsi DKI Jakarta 29,8%, dan peringkat ketiga Provinsi Kalimnatan Timur 28,7%. Hasil Riskesdas 2013, Sumatera Utara memiliki prevalensi obesitas sebesar 31,06%. Berdasarkan hasil Profil Kesehatan Sumatera Utara tahun 2016, prevalensi obesitas di Sumatera Utara sebesar 0,48% (30.388 orang). Prevalensi obesitas tertinggi di Sumatera Utara berada di Kabupaten Pakpak Bharat (17,18%) lalu disusul oleh Kota Tebing Tinggi (5,78%). Kota Medan berada pada peringkat ketujuh (1,34%).

(31)

Pada tahun 2017 prevalensi obesitas di Sumatera Utara meningkat menjadi 1,51%

(84.686 orang) dan prevalensi tertinggi terdapat di Kota Tebing Tinggi (11,94%).

Kota Medan memiliki prevalensi obesitas sebesar 1,31% (Profil Kesehatan Sumut, 2017). Menurut hasil dari Profil Kesehatan Kota Medan tahun 2016 prevalensi obesitas yang berusia ≥15 tahun sebesar 15,8% (1.766 orang), terdiri dari 15,58% laki-laki (779 otrang) dan 15,98% perempuan (987 orang). Di Puskesmas Simalingkar Kecamatan Medan Tuntungan prevalensi obesitas sebesar 16% (45 orang), yang terdiri dari 25 orang perempuan (15,15%) dan 20 orang laki-laki (17,24).

Berdasarkan waktu. Menurut Ritchie and Roser (2019), kejadian obesitas umur dewasa di dunia dari tahun ke tahun meningkat. Prevalensi obesitas secara global mulai dari tahun 2012 (12%), tahun 2013 (12,3%), dan tahun 2014 (12,8%). Indonesia juga mengalami peningkatan terhadap kejadian obesitas pada penduduk umur ≥ 18 tahun. Pada tahun 2007 prevalensi obesitas sebesar 10,5%, pada tahun 2013 sebesar 14,8%, dan pada tahun 2018 sebesar 21,8% (Riskesdas, 2018).

Berdasarkan profil kesehatan Sumatera Utara (2016) angka kejadian obesitas sebesar 0,48% (30.366 orang). Lalu pada tahun 2017 prevalensi obesitas di Sumatera Utara meningkat menjadi 1,51%.

Pengukuran Obesitas

Masalah kekurangan dan kelebihan berat badan pada orang dewasa (> 18 tahun) merupakan masalah penting, karena mempunyai risiko penyakit-penyakit tertentu dan mempengaruhi produktifitas kerja. Oleh karena itu, pemantauan berat

(32)

badan perlu dilakukan secara berkesinambungan. Salah satucaranya dengan mempertahankan berat badan. Laporan FAO/WHO/UNU menyatakan bahwa untuk orang dewasa dalam mempertahankan batasan berat badan normal ditentukan berdasarkan nilai Body Mass Index (BMI) atau Indeks Massa Tubuh (IMT).Penggunan IMT ini hanya berlaku untuk orang dewasa (> 18 tahun). IMT merupakan alat sederhana untuk untuk memantau status gizi seseorang dewasa, terutama yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan (Supariasa dkk, 2001).

Penilaian berat badan dapat dilakukan dengan mencari nilai Indeks Massa Tubuh (IMT), yaitu Berat Badan (kg) dibagi dengan Tinggi Badan (m) kuadrat.

Cara perhitungan ini telah memperhitungkan unsur kesehatan. Oleh karena itu, pengukuran dengan cara IMT sangat cocok diterapkan oleh orang-orang yang ingin mengetahui kondisi berat badan dari segi kesehatan (Purwati dkk, 2002).

Berat Badan (Kg)

IMT = --- Tinggi Badan (m) X Tinggi Badan (m) Tabel 1

Klasifikasi IMT Menurut WHO Tahun 2000

Klasifikasi IMT (kg/m2)

Berat Badan Kurang <18,5

Normal 18,5-24,9

Overweight >25

Pre-Obesitas 25,0-29,9

Obesitas Tingkat I 30,0-34,9

Obesitas Tingkat II 35,0-39,9

Obesitas Tingkat III >40

Sumber : WHO, 2000

(33)

Tabel 2

Klasifikasi IMT Menurut WHO di Asia

Klasifikasi IMT (kg/m2)

Berat Badan Kurang <18,5

Normal 18,5-22,9

Overweight ≥23

Berisiko 23,0-24,9

Obesitas Tingkat I 25,0-29,9

Obesitas Tingkat II ≥30,0

Sumber : WHO, 2000 Tabel 3

Klasifikasi IMT Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 41 Tahun 2014

Klasifikasi IMT (kg/m2)

Sangat kurus <17,0

Kurus 17,0 - <18,5

Normal 18,5 – 25,0

Overweight >25,0 – 27,0

Obesitas >27,0

Sumber : Kementrian Kesehatan RI, 2014 Faktor-Faktor Obesitas

Umur. Obesitas dapat terjadi pada semua umur, tapi obesitas sering dianggap sebagai kelainan pada umur pertengahan. Anak-anak yang mengalami obesitas biasanya saat dewasa juga obesitas (Misnadiarly, 2007).

Jenis kelamin. Jenis kelamin ikut berperan dalam kejadian obesitas.

Meskipun obesitas dapat terjadi pada kedua jenis kelamin, tetapi obesitas lebih sering dijumpai pada wanita terutama setelah kehamilan dan pada saat menopause.

Obesitas tiga kali lebih banyak dijumpai pada wanita, keadaan ini disebabkan metabolism pada wanita lebih rendah (Adriani dan Wirjatmadi, 2012).

(34)

Faktor genetis/riwayat keluarga. Obesitas dapat berasal dari generasi sebelumnya ke generasi berikutnya. Oleh karena itu, kita sering menjumpai anak yang gemuk begitu juga dengan orangtuanya. Hal ini dimunngkinkan karena pada saat ibu yang obesitas hamil unsur sel lemak yang berlebih akan diturunkan kepada bayi di dalam kandungan (Hasdianah dkk, 2014). Terdapat beberapa gen yang berkaitan dengan obesitas. Salah satunya adalah ob (obese) gen, gen ini yang paling banyak mendapat perhatian para ahli (Rimbawan dan Siagian, 2004).

Anak-anak obesitas umumnya berasal dari keluarga dengan orangtua obesitas hal ini sudah lama diamati. Jika salah satu orangtua obesitas, 40%-50%

anaknya akan menjadi obesitas. Bila kedua orangtua obesitas, sekitar 80% anak- anaknya akan obesitas juga (Misnadiarly, 2007). Pengamatan terhadap bayi-bayi selama setahun dengan ibu yang obesitas menunjukkan bahwa 50% diantaranya obesitas karena terdapat pengurangan kalori yang dibakar. Jadi, diduga bahwa obesitas sudah terprogram untuk beberapa orang secara genetis (Misnadiarly, 2007). Selain berbagi gen, anggota keluarga juga mempengaruhi terjadinya kebiasaan makan dan gaya hidup sehingga yang dapat menyebabkan obesitas (Adriani dan Wirjatmadi, 2013).

Pola makan. Pola makan adalah pengaturan makan yang meliputi jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi seseorang atau kelompok orang dalam frekuensi dan jangka waktu tertentu (Depkes, 2012). Pola konsumsi pangan yang salah dapat menimbulkan gizi salah atau “malnutrisi”. Keadaan malnutrisi dapat digolongkan menjadi dua, yaitu : (1) defisiensi ata kurang gizi dan (2) ekses atau gizi lebih (Muchtadi, 2015).

(35)

Pola makan di kota-kota besar telah berubah menjadi pola modern yang mengandung protein, lemak, gula, dan garam yang tinggi dari pola tradisopnal yang banyak mengandung karbohidrat dan serat . Akibat adanya arus globalisasi dapat dilihat pada penduduk perkotaan, contohnya gaya hidup konsumsi pangan dan gaya hidup dalam memilih tempat dan jenis pangan yang dikonsumsi.

Perubahan ini dipicu karena adanya peningkatan pendapatan, promosi produk pangan trendy ala Barat, utamanya fast food yang tidak diimbangi dengan penignkatan pengetahuan dan kesadaran gizi (Seto, 2001). Menurut Kodyat dalam Seto, 2001 warga kota dalam konsumsi pangan berorientasi pada selera sentris (konsumsi pangan pada unsur selera sehingga kelebihan dalam mengonsumsi), gengsi sentris (gaya konsumsi pangan berorientasi pada pangan bergengsi tinggi seperti pangan impor, khususnya fast food), dan ekonomi sentris (pola makan dimana makanan yang telah dibeli dipaksakan untuk habis tanpa mempertimbangkan kecukupan gizi). Selain itu, orang yang obesitas cenderung makan bila ia merasa ingin makan, bukan makan pada saat lapar. Hal ini terjadi karena orang obesitas lebih cepat menangkap isyarat lapar eksternal seperti rasa dan bau makanan dibandingkan dengan orang berat badan normal. Pola makan berlebih ini yang menyebabkan orang obesitas sulit untuk mengontrol diri untuk menguangi berat badan (Hasdianah dkk, 2014). Di samping itu, obesitas juga dijumpai pada orang yang suka makan pada waktu malam. Biasanya ini diserati dengan insomnia dan hilangnya nafsu makan pagi hari (Misnadiarly, 2007).

Frekuensi konsumsi makanan pokok. Menurut Soegih dan Wiramirhadja, (2009) makanan pokok adalah bahan makanan yang mengandung semua zat gizi

(36)

dan serat yang dibutuhkan. Hal itu bila menu makanan dibuat dari 5 golongan bahan makanan sumber, yaitu golongan I (sumber krbohidrat), golongan II (sumber protein hewani), golongan III (sumberprotein nabati), golongan IV dan V (vitamin, mineral, dan serat).

Frekuensi makan meliputi makan pagi, makan siang, makan malam, dan makan selingan (Depkes, 2013). Menurut Budianto (2009) frekuensi makan adalah dengan mengonsumsi makanan lengkap dalam satu hari. Biasanya frekuensi kebiasaan makan bergantung pada budaya kelompok yang diajarkan dalam keluarga. Di Indonesia pada umumnya frekuensi makan sebanyak tiga kali, yaitu makan pagi, siang, dan malam.

Kecukupan energi. Pada usia dewasa, gizi diperlukan untuk menjaga

kesehatan, mencegah penyakit, dan menghambat munculnya penyakit degeneratif.

Susunan makanan penting untuk mengoptimalkan kesehatan jangka panjang.

Caranya dapat dilakukan dengan menerapkan pola makan seimbang, rendah lemak, mengutamakan sumber protein dari ikan dan kacang-kacangan, makanan beraneka ragam, banyak mengonsumsi sayur dan buah, dan mengurangi konsumsi garam dan gula (Almatsier dkk, 2011).

Standar kecukupan gizi di Indonesia menggunakan ukuran makro, salah satunya kecukupan kalori/energi (Budiyanto, H, 2009). Angka Kecukupan Energi pada laki-laki usia 19 – 29 tahun sebesar 2725 kkal/hari, sedangkan pada perempuan sebesar 2250 kkal/hari. Pada laki-laki usia 30 – 49 tahun sebesar 2625 kkal/hari, sedangan pada perempuan sebesar 2150 kkal/hari (Depkes RI, 2013).

(37)

Jika ingin melakukan perbandingan antara konsumsi zat gizi dengan keadaan gizi seseorang, dapat dicari dengan menggunakan rumus (Supariasa, 2002):

Konsumsi

Kecukupan Energi = --- × 100%

Angka Kecukupan Energi

Makanan siap saji atau fast food. Gaya hidup masyarakat telah berubah

menjadi gaya hidup modern yang ingin serba cepat untuk mengonsumsi makanan yang kurang sehat . Sebagai dampak dari adanya globalisasi dan industrialisasi berkembanglah makanan cepat saji atau fast food yang umumnya tidak bergizi seimbang karena makanan cepat saji tinggi lemak dan garam, serta rendah kandungan serat. Perkembangan makanan siap saji yang cepat membuat orang mengkonsumsi makanan siap saji tanpa mempertimbangkan kandungan gizinya (Depkes, 2012).

Fast food sering juga disebut sebagai makanan siap saji yang dikemas, mudah disajikan, praktis, atau diolah dengan cara sederhana. Makanan tersebut umumnya diolah oleh industri pengolahan pangan dengan teknologi tinggi yang mencampurkan zat aditif untuk mengawetkan dan memberikan cita rasa bagi produk tersebut. Makanan ini berupa lauk pauk dalam kemasan, mie instan, nugget. Berdasarkan hasil penelitian Susanti tahun 2016 pada remaja kejadian obesitas dengan konsumsi fast food memiliki hubungan yang signifikan (p<0,05).

Hasil analisis menunjukkan adanya pengaruh kejadian obesitas karena sering konsumsi fast food. Peningkatan nilai IMT dapat terjadi pada remaja yang sering mengonsumsi fast food karena terdapat peningkatan timbunan kalori dalam tubuh.

(38)

Konsumsi sayur dan buah. Konsumsi sayur dan buah merupakan salah

satu menu penting dalam gizi seimbang. Sayur dan buah adalah dua hal yang tidak terpisahkan. Keduanya mengandung vitamin, mineral, dan serat yang dibutuhkan tubuh setiap hari. Konsumsi sayur dan buah ikut berperan dalam menjaga kenormalan tekanan darah, kadar gula, dan kolesterol darah. Selain itu, konsumsi sayur dan buah juga menurunkan risiko sulit buang air besar (BAB/sembelit) dan kegemukan (Kemenkes RI, 2018). Kandungan serat yang terdapat dalam sayuran dan buah juga berperan dalam menghalangi penyerapan zat-zat gizi lain seperti lemak, karbohidrat, dan protein. Disamping itu, serat makanan dapat mempercepat rasa kenyang (Muchtadi, 2015). Hal ini menunjukkan bahwa sayur dan buah ikut berperan dalam pencegahan penyakit tidak menular kronik. Badan kesehatan dunia menganjurkan konsumsi sayuran dan buah-buahan sejumlah 400 gram per orang per hari, yang terdiri dari 250 gram sayur dan 150 gram buah. Bagi orag dewasa sebanyak 400-600 gram per orang per hari. Sebanyak 3-4 porsi sayur dan 2-3 porsi buah setiap hari atau setengah bagian piring berisi buah dan sayur (Kemenkes RI, 2018).

Berdasarkan penelitian Khaerunisa tahun 2016 adanya hubungan konsumsi makan sayur dengan kegemukan (p=0,023). Dimana dari 45 sampel ada 6 orang yang memiliki konsumsi sayur cukup diantaranya tidak ada yang berstatus gizi gemuk dan 6 orang (13,3%) berstatus gizi normal. Sedangkan pada sampel dengan konsumsi sayur kurang (39 orang) sebanyak 21 orang (46,7%) berstatus gizi gemuk dan 18 orang (40%) berstatus gizi normal.

(39)

Aktivitas fisik. Aktivitas fisik adalah setiap gerakan anggota tubuh yang

meningkatkan pengeluaran tenaga dan energi atau pembakaran kalori yang sangat penting dalam pemeliharaan kesehatan fisik mental agar hidup tetap sehat bugar sepanjang hari. Jenis aktivitas yang dapat dilakukan ada dua, yaitu kegiatan sehari-hari (berjalan kaki, mencuci pakaian, berkebun, naik turun tangga) dan olahraga (push up, berenang, senam, yoga). Aktivitas fisik dilakukan secara teratur minimal 30 menit tiap hari (Kemenkes RI, 2015)

Pada orang yang kurang melakukan aktivitas fisik dan kebanyakan duduk sering mengalami obesitas. Dengan meningkatnya teknologi dan kemudahan transportasi orang cenderung kurang gerak atau menggunakan sedikit tenaga untuk aktivitas sehari-hari (Misnadiarly, 2007). Pada saat berolahraga atau melakukan aktivitas fisik kalori terbakar, semakin banyak berolahraga semakin banyak pula kalori yang hilang. Jika sudah obesitas, kegiatan olahraga menjadi sulit dan kurang dapat dinikmati. Jadi olahraga sangat penting dalam penurunan berat badan karena olahraga dapat membakar kalori dan membantu mengatur berfungsinya metabolisme dengan normal (Hasdianah dkk, 2013). Sebagai contoh, seorang ibu rumah tangga mencuci pakaian dengan menggunakan mesin cuci, hanya sebagian kecil tenaga yang digunkan, sedangkan ibu yang mencuci baju dengan tangan memerlukan 1050 Kj (250 kkal) per jam. Dengan demikian, kurangnya pemanfaatan tenaga dan energi menyebabkan simpanan energi tidak banyak digunakan sehingga akan menumpuk dan menyebabkan obesitas (Misnadiarly, 2007).

(40)

Aktivitas fisik sulit untuk diukur karena adanya keragaman dalam ukuran tubuh, komposisi tubuh dan aktivitas fisik, kebiasaan diantara populasi dengan latar geografis, budaya dan ekonomi yang berbeda. WHO/FAO memperkirakan melalui perhitungan faktorial antara waktu yang dialokasikan untuk kegiatan kebiasaan dan besar energy kegiatan-kegiatan. Besarnya aktivitas yang dilakukan selama 24 jam dinyatakan dalam Physical Activity Level (PAL) dan besar energy kegiatan dihitung sebagai kelipatan BMR per menit juga disebut Physical Activity Ratio (PAR). Besarnya energi yang dikeluarkan (kkal) per kilogram berat badan 24 jam adalah PAL. Nilai PAL dapat dihitung dengan menggunakan rumus : PAL =

Keterangan :

PAL : Physical Activity Level PAR : Physical Activity Ratio Tabel 4

Estimasi Standar Faktorial dari Total Pengeluaran Energi

Jenis Kegiatan Durasi (Jam) PAR Total (PAL)

Aktivitas ringan

Tidur 8 1 8,0

Perawatan pribadi (berpakaian, mandi)

1 2,3 2,3

Makan 1 1,5 1,5

Masak 1 2,1 2,1

Pekerjaan yang dilakukan sambil duduk (kerja di kantor, dll)

8 1,5 12,0

Pekerjaan rumah tangga 1 2,8 2,8

Mengendarai kendaraan 1 2,0 2,0

Berjalan 1 3,2 3,2

Kegiatan santai (menonton TV, mengobrol)

2 1,4 2,8

(bersambung)

(41)

Tabel 4

Estimasi Standar Faktorial dari Total Pengeluaran Energi

Jenis Kegiatan Durasi (Jam) PAR Total (PAL)

Total 24 36,7/24 = 1,53

Aktivitas sedang

Tidur 8 1 8,0

Perawatan diri (berpakaian, mandi) 1 2,3 2,3

Makan 1 1,5 1,5

Kegiatan yang dilakukan dengan berdiri

8 2,2 17,6

Pulang pergi dengan bus 1 1,2 1,2

Berjalan 1 3,2 3,2

Mengendarai kendaraan 1 2,0 2,0

Berjalan 1 3,2 3,2

Olahraga/senam intensitas rendah 1 4,2 4,2

Kegiatan santai (menonton TV, mengobrol)

3 1,4 4,2

Total 24 42,2/24 = 1,76

Aktivitas berat

Tidur 8 1 8,0

Perawatan diri (berpakaian, mandi) 1 2,3 2,3

Makan 1 1,4 1,4

Masak 1 2,1 2,1

Berkebun 6 4,1 24,6

Olahraga berat (bersepeda, renang, sit up)

1 4,5 4,5

Pekerjaan rumah tangga

(menyapu, menyuci piring dan pakaian dengan tangan)

1 2,3 2,3

Berjalan 1 3,2 3,2

Kegiatan santai (menonton TV, mengobrol)

4 1,4 5,6

Total 24 54/24 = 2,25

Sumber : FAO, 2001

Berikut kategori Aktivitas Fisik Standar Berdasarkan Nilai Physical Activity Level (PAL), yaitu ringan (PAL : 1,40-1,69), sedang (PAL : 1,70-1,99), dan berat (PAL : 2,00 – 2,40).

Berdasarkan Riskesdas tahun 2013, aktivitas fisik dibagi menjadi dua kategori,

(42)

Kurang aktif, jika tidak melakukan aktivitas fisik sedang dan berat Aktif, jika melakukan minimal aktivitas fisik sedang atau berat Dampak Obesitas

Depresi dan berkurangnya rasa percaya diri. Hal ini disebabkan karena adanya penampilan fisik yang kurang menarik (Barasi, 2007) dan adanya ejekan dari teman karena memiliki badan gemuk. Ejekan yang diterima secara teru menerus dapat menyebabkan krisis peraya diri. Jika tidak segera diatasi dapat menyebabkan seseorang depresi karena adanya tekanan. Selain itu orang yang obesitas dikucilkan dan terdapat beberapa penolakan sosial karena kondisi badan yang obesitas (Hasdianah dkk, 2014). Anak-anak maupun remaja sering mencela teman mereka yang kelebihan berat badan sehingga teman mereka dengan berat badan berlebih kehilangan rasa percaya diri dan meningkatkan terjadinya depresi (Misnadiarly, 2007).

Gangguan klinis. Obesitas berbahaya bagi kesehatan karena dapat meningkatkan risiko terjadinya sejumlah penyakit menahun, seperti:

Diabetes tipe 2. Selain tempat penyimpanan cadangan energy, massa

lemak juga sebagai jaringan dinamis dengan berbagai fungsi. Diabetes mellitus berhubungan keadaan resistensi insulin akibat kelebihan massa lemak. Angka penderita diabetes meningkat seiring dengan obesitas. WHO memperkirakan tahun 2030, seiring dengan peningkatan angka obesitas sekitar 21,3 juta orang Indonesia terkena diabetes (Adriani dan Wirjatmadi, 2012).

Menurut Muchtadi tahun 2001, peningkatan kadar insulin karena penambahan berat badan menyebabkan sekresi insulin pankreas juga meningkat,

(43)

tetapi jumlah reseptor insulin menurun sehingga insulin tidak dapat bekerja dengan baik, akibatnya kadar glukosa dalam darah meningkat. Lebih dari 80%

penderita diabetes adalah penderita obesitas.

Penelitian di Amerika Serikat menunjukkan sebanyak 11.400 orang wanita yang memiliki IMT antara 25 – 26,9 kg/m2 berisiko diabetes tipe 2 delapan kali lebih tinggi dibandingkan wnita dengan IMT <22 kg/m2. Risiko tersebut meningkat menjadi sekitar 40 kali bila IMT >31 kg/m2 (Rimbawan dan Siagian, 2004).

Hipertensi. Obesitas dapat menimbulkan hipertensi baik secara langsung

maupun tidak langsung. Secara langsung obesitas dapat menyebabkan curah jantung ikut meningkat karena adanya peningkatan cardiac output akibat massa tubuh yang semakin besar jumlah darah yang beredar juga semakin banyak.

Sedangkan secara tidak langsung melalui perangsangan aktivitas sistem saraf simpatis dan Renin Angiotensin Aldosteron System (RAAS) oleh mediator- mediator seperti hormone, sitokin, adipokin, dsb. Contohnya hormon aldosterone yang terkait erat dengan retensi air dan natrium sehingga volume darah meningkat (Sulastri dkk, 2012). Menurut Siti dkk dalam Desky 2011, beban badan yang berlebih tentu meningkatkan beban jantung dalam memompa darah keseluruh tubuh. Sehingga tekanan darah cenderung akan lebih tinggi.

Hubungan kejadian hipertensi dan berat badan meningkat tajam sesuai dengan peningkatan berat badan. Risiko terjadinya hipertensi meningkat menjadi 2,5-3,2 kali akibat obesitas kelas 1 serta meningkat menjadi 3,9-5,5 kali untuk obesitas kelas 2 dan 3 (Adriani dan Wirjatmadi, 2012).

(44)

Stroke. Adanya penumpukan lemak yang berlebihan atau kolesterol akibat

obesitas terjadilah penyumbatan pada pembuluh darah dan mengenai pembuluh darah otak bisa membuat seseorang stroke. Obesitas kelas 1 – 3 menunjukkan risiko relative antara 1,5 – 3 kali dengan risiko tertinggi pada obesitas kelas 3 (Adriani dan Wirjatmadi, 2012).

Penyakit kardiovaskuler. Obesitas mungkin faktor risiko CVD. Secara

keseluruhan, diperkirakan bahwa pada subjek yang terkait CVD, mortalitas CVD meningkat tiga kali lipat; 18% dari variasi risiko CVD telah dikaitkan denga resistensi insulin. Telah diketahui bahwa penumpukan sejumlah besar lemak dalam tubuh mengubah fungsi metabolik normal sehingga menghasilkan perubahan yang membahayakan (Barasi, 2007).

Menurut Lean, M dalam Saragih, 2016 seseorang dengan berat badan berlebih sampai tahap obesitas akan mengalami risiko pengurangan fungsi jantung termasuk ketidaknormalan denyut jantung. Menurut Rimbawan dan Siagian, (2004) melakukan penelitian prospektif kaitan antara IMT, beban glikemik, dan asupan karbohidrat dengan risiko penyakit jantung. Hasilnya menunjukkan peningkatan risiko penyakit jantung koroner berkaitan dengan asupan pangan yang memiliki beban glikemik tinggi pada kelompok IMT di atas 23 kg/m2.

Risiko relatif meningkat menjadi hampir dua kali pada IMT di atas 29 kg/m2.

Obesitas meningkatkan kadar low-density lipoprotein (LDL) cholesterol (kolesterol jahat) dan triggliserida dalam darah. Sebaliknya obesitas menurunkan high-density lipoprotein (HDL) cholesterol (kolesterol baik). Keadaan inilah yang meningkatkan risiko penyakit jantung coroner dan hipertensi.

(45)

Kanker. Obesitas berhubungan dengan meningkatnya beberapa jenis

kanker : endometrium, colon, empedu, prostat, ginjal, dan payudara. Wanita dengan berat badan berlebih sejak umur 18 tahun akan memiliki risiko dua kali lipat mengalami kanker payudara, bila dibandingkan dengan wanita yang berat badannya stabil (Soegih dan Wiramihardja, 2009). Hasil penelitian terbaru menunjukkan bahwa laki-laki yang menderita obesitas akan berisiko lebih tinggi untuk menderita kanker usus, rektum, dan kelenjar prostat. Untuk mengurangi risiko terkena kanker, konsumsi lemak harus dikurangi. Pencegahan terhadap penyakit kanker dapat dilakukan dengan pengurangan lemak dalam makanan sebanyak 20 – 25% per kilo kalori (Purwati dkk, 2002).

Arthritis dan gout. Gout merupakan bentuk penyakit arthritis atau lebih

tepatnya radang sendi yang diakibatkan meningkatnya kadar asam urat dan terbentuknya Kristal asam urat pada sendi. Hal ini terjadi karena pada gout, asam urat terkumpul dalam tulang sendi sehingga penyakit ini dikenal sebagai penyakit asam urat. Orang yang menderita kegemukan mempunyai risiko tinggi terserang penyakit arthritis (radang sendi) jika dibandingkan dengan orang yang berat badannya ideal. Penyakit ini sering menyerang orang yang mengalami kelebihan berat badan lebih dari 30% dari berat badan ideal. (Purwati dkk, 2002).

Batu empedu. Pada saat tubuh menubah kelebihan lemak makanan

menjadi lemak tubuh, cairan empedu lebih banyak diproduksi di dalam hati dan disimpan dalam kantong empedu. Inilah yang meningkatkan risiko terkena batu empedu. Penyakit ini lebih sering menyerang penderita kegemukan tipe buah apel (Purwati dkk, 2002).

(46)

Pencegahan Obesitas

Pencegahan primer. Tindakan pencegahan ini dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi kejadian obesitas di masyarakat. Upaya yang dilakukan antara lain (Kemenkes RI, 2010) :

a. Memberikan informasi tentang manfaat pola hidup sehat

b. Penyebarluasan informasi obesitas dan dampaknya terhadap kesehatan melalui mrdia cetak maupun elektronik

c. Mengajak pihak tertentu dalam memeberi pendidikan tentang pola hidup sehat dengan cara menyediakan makanan sehat dan sarana untuk aktifitas fisik.

d. Mengaja masyarakat untuk melakukan diet seimbang, melakukan latihan fisik dengan baik, benar, terukur, dan teratur.

e. Menyediakan fasilitas umum yang bersih dan aman untuk pejalan kaki dan pengendara sepeda.

f. Mendorong tersedianya sayur dan buah yang terjangkau oleh masyarakat untuk menunjang gizi seimbang.

Olahraga atau aktivitas fisik. Obesitas diakibatkan sebagai penimbunan

lemak berlebihan karena energy yang masuk jauh lebih besar daripada energy yang keluar. Olahraga salah satu aktivitas yang memerlukan energy yang banyak.

Selain untuk menurunkan berat badan, olahraga juga meningkatkan kepekaan insulin (Arisman, 2008).

Pola makan dengan menu seimbang. Menu seimbang adalah menu yang terdiri dari beraneka ragam jenis makanan dalam porsi dan jumlah yang sesuai,

(47)

sehingga kebutuhan gizi setiap orang dalam pemeliharaan dan perbaikan sel-sel tubuh dan rposes pertumbuhan dan perkembangan dapat terpenuhi (Almatsier, 2000).

Pencegahan sekunder. Pencegahan sekunder bertujuan untuk mendeteksi penyakit sedini mungkin agar mendapatkan pengobatan yang tepat (Maryani dan Muliani, 2010). Pencegahan ini dilakukan dengan penemuan dini obesitas dan tatalaksananya. Penemuan dini obesitas dilakukan dengan penilaian secara visual dan anamnesa yaitu, adanya keluhan, riwayat gaya hidup, dan riwayat keluarga.

Selain itu dapat juga dilakukan dengan pengukuran antropometri dengan melihat nilai IMT, dan pengukuran lingkar perut.

Penatalaksanaan obesitas bertujuan agar berat badan turun serta risiko penyakit penyerta obesitas juga menurun. Penurunan berat badan dapat dilakukan dengan mengurangi asupan energy atau menambah penggunaan energy dengan olahraga teratur. Hasil penurunan berat badan lebih bertahan bila disertai dengan perubahan pola perilaku makan, perubahan gaya hidup dalam aktivitas fisik (Kemenkes RI 2010).

Olahraga. merupakan salah satu aktivitas fisik yang memerlukan banyak

energi. Olahraga yang dapat mengurangi obesitas adalah olahraga dengan intensitas rendah untuk waktu yang lama, misalnya jogging, marathon, dan sebagainya. Sperti yang telah disebutkan sebelumnya kalau obesitas terjadi karena timbunan lemak yang berlebih pada tubuh. Lemak ini merupakan bentuk energy dalam simpanan yang jumlahnya melebihi batas. Simpanan energi ini dapat

(48)

dicairkan kembali dengan menambah jumlah energy keluaran, salah satunya dengan olahraga (Misnadiarly, 2007).

Salah satu aktivitas fisik yang disarankan untuk penderita obesitas adalah jalan kaki karena ini aktivitas yang paling mudah, murah, aman, cukup banyak membakar kalori, dan dapat dilakukan di berbagai tempat. Selain itu disarankan juga berenang dan bersepeda tationer (Kemenkes RI, 2010).

Diet. Suatu cara penurunan berat badan dengan mengurangi jumlah kalori

yang masuk sehingga lemak berlebih di dalam tubuh berupa cadangan glikogen maupun cadangan lemak dapat digunakan. Dalam melakukan diet, perlu diusahakan makanan dalam sehari-harinya memenuhi kriteria menu sehat dan seimbang. Pengaturan makanan yang dilakukan dengan mengurangi asupan makanan jauh di bawah kebutuhan tubuh orang sehingga terjadi defisit kalori (Misnadiarly, 2007). Bagi penderita obesitas yang melakukan diet jenis makanan yang dipilih sebaiknya banyak mengandung cukup mineral dan vitamin dan mengurangi konsumsi lemak. Dengan mengurangi konsumsi lemak diharapkan bobot badan akan berkurang dalam waktu satu minggu (Khomsan, 2003).

Terapi obat penurunan berat badan. Penggunaan obat bagi penderita

obesitas yang disetujui FDA terbagi dalam 2 jenis, yaitu obat penurunan asupan makanan dengan cara mengurangi atau menekan nafsu makan dan obat yang berfungsi sebagai pengurang serapan gizi, dengan jalan berikatan dengan zat gizi dalam saluran cerna. Selain itu ada juga preparat yang berkhasiat sebagai peningkat keluaran energy ( Arisman, 2008).

(49)

Penggunaan obat ini sebaiknya tidak terlalu lama karena menimbulkan efek samping, terutama akibat rangsangan susunan saraf pusat berupa kegelisahan, tremor, insomnia, dan eforia. Selain itu ada juga yang menyebabkan anoreksia, depresi mental dan gangguan saluran cerna (Soegih dan Wiramihardja, 2009).

Terapi pembedahan. Tujuan pembedahan pada pasien obesitas ialah

pengurangan berat badan melalui tindakan operasi secara aman serta memperbaiki berbagai kondisi komorbid. Tindakan pembedahan ini dilakukan pada pasien dengan IMT ≥40 atau IMT ≥35 (Arisman, 2008).

Pencegahan tersier. Pencegahan tersier adalah rehabilitasi untuk memulihkan kedudukan, kemampuan atau fungsi setelah penderita semuh.

Misalnya rehabilitasi mental dengan mengembalikan kepercayaan diri (Maryani dan Muliani, 2011).

Landasan Teori

Menurut Hendrick L. Blum ada 4 faktor yang mempengaruhi kesehatan masyarakat, yaitu (Triwibowo dan Pusphandani, 2017):

a. Lingkungan (environment). Lingkungan meliputi lingkungan fisik dan lingkungan sosial.

b. Perilaku (life style). Gaya hidup individu atau masyarakat sangat berpengaruh terhadap derajat kesehatan. Misalnya, pada masyarakat tradisional dengan keberadaan transportasi yang sangat minim, maka masyarakat lebih sering berjalan kaki dalam beraktivitas. Sedangkan pada masyarakat modern dengan keberadaan transportasi yang memadai, menyebabkan masyarakat kurang menggerakkan anggota tubuhnya.

(50)

c. Hereditary. Faktor keturunan atau genetik sangat berpengaruh karena ada beberapa penyakit yang diturunkan lewat genetik. Pada kejadian obesitas ini dapat berasal dari generasi sebelumnya ke generasi berikutnya. Oleh karena itu, kita sering menjumpai anak yang gemuk begitu juga dengan orangtuanya. Hal ini dimunngkinkan karena pada saat ibu yang obesitas hamil unsur sel lemak yang berlebih akan diturunkan kepada bayi di dalam kandungan (Hasdianah dkk, 2014). Jika salah satu orangtua obesitas, 40%-50% anaknya akan menjadi obesitas. Bila kedua orangtua obesitas, sekitar 80% anak-anaknya akan obesitas juga (Misnadiarly, 2007).

d. Pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan yang dimaksud adalah pelayanan kesehatan paripurna dan intregatif dalam menentukan pelayanan penyembuhan kesehatan pencegahan penyakit, sumber daya manusia, informasi, kesesuaian program pelayanan kesehatan dengan yang dibutuhkan masyarakat.

Gambar 1. Faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan Status Kesehatan

Faktor Lingkungan

Life Style Hereditary

Pelayanan Kesehatan

(51)

Pada penelitian ini faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian obesitas disesuaikan dengan varibel dalam penelitian, yaitu faktor lingkungan (pola makan), life style (aktivitas fisik dan pola makan), dan faktor hereditas.

Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2. Kerangka konsep Karakteristik Individu Umur

Jenis Kelamin Riwayat Keluarga

Pola Makan Frekuensi Makan Utama Kecukupan Energi Konsumsi Fast food Konsumsi Sayur Konsumsi Buah

Aktivitas Fisik

Obesitas

(52)

Jenis penelitian yang digunakan adalah survei analitik dengan desain cross sectional.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian. Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Simalingkar Kecamatan Medan Tuntungan. Pemilihan lokasi penelitian ini didasarkan karena belum pernah dilakukan penelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan obesitas di wilayah kerja Puskesmas Simalingkar.

Waktu penelitian. Penelitian dilakukan mulai dari bulan Maret 2019 sampai dengan Juli 2019.

Populasi dan Sampel

Populasi. Populasi penelitian ini penduduk yang berusia dewasa (19 – 49 tahun) di wilayah kerja Puskesmas Simalingkar.

Sampel. Besar sampel pada penelitian ini dengan menggunakan rumus (Naing, 2010):

n1 = n2 = 34,9

Lalu 34,9 ditambah 20% => 34,9 × 0,2 = 6,9 n1 = n2 = 34,9 + 6,9 = 41,8 => 42

(53)

Keterangan :

n1 = besar sampel usia dewasa yang obesitas n2 = besar sampel usia dewasa yang tidak obesitas zα = nilai distribusi normal baku pada Cl 95% (1,96)

z

β = nilai distribusi normal baku pada Cl 90% (1,28) p1 = proporsi obesitas di Peskesmas Simalingkar (16%) p2 = taksiran proporsi sesungguhnya (0,5)

p1 – p2 = taksiran selisih proporsi

Jadi, besar sampel yang diperoleh dalam penelitian ini adalah 42 orang yang obesitas dan 42 orang yang tidak obesitas. Total sampel = 84 orang.

Teknik sampling. Pemilihan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan purposive sampling yang didasarkan pada pertimbangan tertentu.

Adapun kreiterianya : Kriteria inklusi : a. Kondisi sehat

b. Tidak mengonsumsi obat-obatan anti-hiperlipidemia Kriteria eksklusi :

a. Ibu Hamil

b. Yang sedang melakukan program diet dan yang sedang puasa Variabel dan Definisi Operasional

Status obesitas. Status obesitas adalah suatu kondisi kelebihan berat badan pada dewasa yang berdasarkan nilai IMT dikelompokkan atas :

1. IMT > 27,0 kg/m2 : obesitas

(54)

2. IMT ≤ 27,0 kg/m2 : tidak obesitas

Umur. Umur adalah usia responden yang dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu (Almatsier dkk, 2011) :

1. 19 – 29 tahun 2. 30 – 49 tahun

Jenis kelamin. Jenis kelamin adalah perbedaan bentuk, sifat, dan fungsi biologi individu yang didapat sejak lahir

1. Laki-laki 2. Perempuan

Suku. Suku adalah etnik atau ras yang didapatkan berdasarkan garis keturunan responden, dikelompokkan menjadi :

1. Batak 2. Jawa 3. Nias 4. Minang

Agama. Agama adalah kepercayaan atau keyakinan yang dianut oleh responden, dikelompkkan menjadi:

1. Islam

2. Kristen Protestan 3. Kristen Katolik 4. Hindu

5. Budha

(55)

Pekerjaan. Pekerjaan adalah profesi yang dimiliki responden untuk memperoleh penghasilan, dikelompokkan menjadi:

1. Mahasiswa 2. Tidak Bekerja 3. PNS/TNI/POLRI

4. Ibu Rumah Tangga (IRT) 5. Wiraswasta

6. Pegawai Swasta 7. Lain-lain

Riwayat keluarga. Riwayat keluarga adalah riwayat keluarga responden yang menderita obesitas dikelompokkan menjadi :

1. Ada 2. Tidak ada Pola Makan

Frekuensi konsumsi makanan pokok. Frekuensi konsumsi makanan pokok adalah frekuensi makan responden yang menunjukkan berapa kali responden mengonsumsi makan utama dalam satu hari, dibagi menjadi:

1. > 3 kali sehari 2. ≤ 3 kali sehari

Kecukupan energy. Kecukupan energi adalah banyaknya rata-rata kalori yang dikonsumsi responden setiap hari :

1. Lebih (>110% AKG) 2. Tidak lebih (≤110% AKG)

Gambar

Gambar 1. Faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan Status Kesehatan
Gambar 2. Kerangka konsep Karakteristik Individu Umur
Gambar 3. Diagram batang hubungan umur dengan kejadian obesitas di wilayah  kerja Puskesmas Simalingkar tahun 2019
Gambar 4. Diagram batang hubungan jenis kelamin dengan kejadian obesitas di  wilayah kerja Puskesmas Simalingkar tahun 2019
+7

Referensi

Dokumen terkait

2016 pada Unit Layanan Pengadaan (ULP) Pemerintah Kabupaten Simalungun untuk kegiatan tersebut diatas, dengan ini ditetapkan perusahaan-perusahaan dibawah ini sebagai Pemenang,

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Ekspor neto, investasi asing (PMA) dan investasi dalam negeri (PMDN) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap

Karang Taruna adalah organisasi sosial kemasyarakatan sebagai wadah dan sarana pengembangan setiap anggota masyarakat yang tumbuh dan berkembang atas dasar kesadaran dan

DemikianSurat Penugasar:ilj-in ini di buat untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya dan setelah selesai tugas dimohon untuk melaporkan hesilnya,. Agar menjadikan

dinyatakan memenuhi syarat/lulus dalam Evaluasi Administrasi, Evaluasi Teknis, dan Evaluasi Biaya untuk Pekerjaan Pembangunan Ruang Kelas Baru MAN 2 Kota Bima, dengan ini

SISTEM PENGENALAN UCAPAN HURUF VOKAL MENGGUNAKAN METODE LINEAR PREDICTIVE CODING (LPC) DAN JARINGAN. SARAF TIRUAN LEARNING VECTOR QUANTIZATION (LVQ)

Pengembangan Bahan Ajar Materi Himpunan Melalui Penemuan Terbimbing Berbasis Etnomatematika Pada Pembelajaran Di SMP.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Biaya pelaksanaan uji kompetensi sesuai dengan Keputusan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan. Tinggi Nomor 307/M/Kp/IV/2015 adalah