• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN DUKUNGAN SOSIAL ORANGTUA MELALUI SOLUTION FOCUSED THERAPY DALAM Peningkatan Dukungan Sosial Orangtua Melalui Solution Focused Therapy dalam Memulihkan Kualitas Hidup Anak Skizofrenia.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENINGKATAN DUKUNGAN SOSIAL ORANGTUA MELALUI SOLUTION FOCUSED THERAPY DALAM Peningkatan Dukungan Sosial Orangtua Melalui Solution Focused Therapy dalam Memulihkan Kualitas Hidup Anak Skizofrenia."

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

PENINGKATAN DUKUNGAN SOSIAL ORANGTUA

MELALUI SOLUTION FOCUSED THERAPY DALAM

MEMULIHKAN KUALITAS HIDUP ANAK SKIZOFRENIA

Disusun dan Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat

Magister Psikologi Profesi

Minat Utama Bidang Psikologi Klinis

Oleh :

Sheilla Varadhila Peristianto T 100 135 001

PROGRAM PENDIDIKAN MAGISTER PSIKOLOGI PROFESI

FAKULTAS PSIKOLOGI

(2)
(3)
(4)
(5)

1

PENINGKATAN DUKUNGAN SOSIAL ORANGTUA

MELALUI SOLUTION FOCUSED THERAPY DALAM

MEMULIHKAN KUALITAS HIDUP ANAK SKIZOFRENIA

Abstrak

Anak yang mengalami skizofrenia tidak dapat berfungsi secara optimal dalam kehidupannya sehingga membutuhkan bantuan dari orang sekitar. Keberadaan anak justru sering dianggap berbahaya karena stigmasasi masyarakat dan orang tua menjadi kurang mendukung kesembuhan anak. Orang tua menyerahkan sepenuhnya penanganan anak pada petugas medis dan ditelantarkan. Orang tua menampilkan ekspresi emosi yang tinggi pada anak yaitu berperilaku intrusive antara lain berlebihan, kejam, kritis dan tidak mendukung sehingga anak cenderung mengalami kekambuhan. Penelitian ini bertujuan untuk peningkatan dukungan sosial orang tua melalui solution focused therapy dalam rangka memulihkan kualitas hidup anak dengan riwayat gangguan skizofrenia. Subjek penelitian adalah orangtua yang memiliki anak penderita skizofrenia. Penelitian ini merupakan penelitian quasi experimental design dengan model pretest-posttest

control group design sehingga membagi subjek menjadi dua kelompok yaitu

eksperimen dan kontrol. Dua kelompok diberikan pretest, posttest, dan follow up yang menggunakan skala dukungan sosial yang diadaptasi dari ISEL (Cohen & Hoberman, 1983). Perbedaannya, pada kelompok eksperimen mendapatkan

solution focused therapy (SFT) untuk mengetahui perbedaan dan peningkatan

dukungan sosial. Dukungan sosial diukur pula pengaruhnya terhadap kualitas hidup anak setelah orang tua diberikan terapi. Kualitas hidup anak diukur menggunakan SQLS dengan metode observasi dan wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan dukungan sosial orang tua yang mendapatkan SFT dengan orang tua yang tidak mendapatkan SFT. Aspek dukungan sosial yang rendah adalah dukungan harga diri dan dukungan akan rasa memiliki. Sedangkan, pada orang tua yang diberikan SFT kedua aspek tersebut mengalami peningkatan. Selanjutnya SFT berpengaruh dan efektif dalam meningkatkan dukungan sosial orang tua. Dukungan sosial orang tua terutama pada aspek dukungan harga diri dan rasa akan memiliki, mempengaruhi kualitas hidup anak skizofrenia.

Kata kunci : orang tua, skizofrenia, kambuh, dukungan sosial, kualitas hidup

Abstract

(6)

2

quality of life of the children was measured after the parents underwent the therapy. The quality of life of the children was measured using SQLS with observation and interview. The results showd some differences of social support between parents underwent SFT and parents whitout any therapy. Aspects of social support found to below in parents underwent no therapy were self esteem support and belonging support. Meanwhile, both aspects increased in parents underwent SFT. In conclusion, SFT was found to b effective in improving parent’s social support, particularly in self esteem support and belonging support. Improvements in social support also influenced the quality of life of children with schizophrenia.

Keyword : parents, schizophrenia, relapse, social support, quality of life.

1. PENDAHULUAN

Skizofrenia merupakan gangguan jiwa akut yang akhir-akhir ini menjadi perhatian para masyarakat. Pasalnya, skizofrenia tidak hanya dialami oleh orang dewasa namun juga anak-anak. Penderita skizofrenia di Indonesia sekitar 1% hingga 2% dari total jumlah penduduk. Arif (2006) menjelaskan prevalensi penderita skizofrenia di Indonesia adalah 0,3-1% dan biasanya timbul pada usia sekitar 18-45 tahun, namun ada juga yang baru berusia 11-12 tahun atau usia remaja awal sudah menderita skizofrenia.

APA (2000); RSJD Prov. Jateng (2014); Rekam Medik RSJD Surakarta (2014); dan Widodo (2014), menyebutkan bahwa penderita skizofrenia mulai pada usia 11-12 tahun atau usia yang masuk dalam tahap perkembangan remaja awal.

Skizofrenia yang terjadi pada anak dianggap hal yang buruk bagi masyarakat. Stigma dari masyarakat mengenai skizofrenia menjadi ‘penyakit kedua’, yaitu sebuah penderitaan tambahan yang tidak hanya dirasakan oleh penderita, namun juga dirasakan oleh orang tua (Vera, 2010, dan Finzen, dalam Schultz dan Angermeyer, 2003). Stigmatisasi membuat anak dikucilkan dari lingkungan sosial dan disepelekan. Hal tersebut tidak diimbangi dengan pemahaman orang tua terkait dengan gangguan skizofrenia yang pada akhirnya orang tua memilih menyerahkan sepenuhnya penanganan dan perawatan anak kepada petugas medis (Sandra, Rahayu, & Munjiati, 2009).

(7)

3

Dukungan sosial orang tua yang kurang ditampilkan dalam ekspresi emosi yang tinggi seperti kritik dan kekejaman mengarahkan pada kekambuhan (Nolen, 2001).

Keberhasilan perawatan di rumah sakit menjadi sia-sia apabila tidak ditunjang oleh peran serta dukungan orang tua. Penelitian yang dilakukan oleh Jenkins, Garcia, Chang, Young, dan Lopez (2006) menunjukkan bahwa family

caregivers adalah sumber untuk menunjang pemberian obat dan penyembuhan

pada skizofrenia sehingga dapat mencegah terjadinya kekambuhan kembali.

Berdasarkan studi pendahuluan di RSJD Surakarta pada tahun 2014-2015, menyebutkan bahwa faktor-faktor yang menunjukkan kurangnya dukungan sosial orang tua pada anak yaitu faktor interaksi yang kurang baik antara orang tua dan anak, jarang mengajak berbicara anak, berbicara dengan nada yang tinggi, dan anak apabila melakukan kesalahan. Orang tua merasa terbebani dengan gangguan yang dihadapi oleh anak sehingga memunculkan kecemasan ketika menghadapi anak, kurangnya kesadaran akan kebutuhan untuk memahami skizofrenia, dan tekanan dalam perawatan, serta memunculkan stres tersendiri yang ditampilkan orang tua dalam bentuk ekspresi emosi tinggi (Leff & Vaughn, 1985). Hal tersebut akhirnya memicu kekambuhan pada anak dan harus menjalani perawatan kembali sebagai tanda bahwa menurun kualitas hidupnya (Sarason, 2010).

Salah satu faktor penyebab terjadinya penurunan kualitas hidup penderita skizofrenia adalah terjadinya kekambuhan karena kurangnya peran serta dukungan sosial yang diberikan orang tua dalam penanganan terhadap penderita (Rubbyana, 2012).

Orang tua jarang mengikuti 9 proses keperawatan skizofrenia karena jarang mengunjungi anak di rumah sakit dan tim kesehatan di rumah sakit jarang melibatkan orang tua. Saat anak diperbolehkan pulang ke rumah, orang tua justru membatasi perilaku anak, curiga terhadap tindakan anak yang akan menyakiti orang lain, dan tidak diperbolehkan keluar rumah, serta semakin membuat orang tua terbebani (Keliat, 2006). Orang tua perlu mendapatkan penanganan agar dapat menurunkan kecemasan dan stres yang terjadi selama merawat anak sehingga terbentuk kesadaran orang tua terhadap kebutuhan anak dan hubungan baik dalam rangka mendukung anak mencapai kesembuhan (Iman, 2006).

(8)

4

partisipan untuk mengidentifikasi dan merubah masalah maladaptive menjadi lebih sehat. SFT efektif dilakukan dalam tiga tahap yakni tahap initial interview, fase kerja, dan fase terminasi (Anderson, 2000). Trepper, McCollum, De Jong, Korman, Gingerich, dan Franklin (2012) menyatakan SFT efektif untuk menyelesaikan kasus pada penderita sakit fisik dan psikologis depresi serta klinis lainnya yang berfokus untuk penyelesaian masalah. Terapi berfokus solusi membantu orang tua dan penderita untuk mengatasi permasalahan yang diakibatkan oleh penderita itu sendiri atau keduanya. Dengan membantu orang tua tersebut, maka orang tua dapat membantu pemulihan penderita skizofrenia agar pulih dan hidup sehat di masyarakat.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan dukungan sosial orang tua yang mendapatkan solution focused therapy dengan orang tua yang tidak mendapatkan solution focused therapy, serta mengetahui efektivitas solution

focused therapy dalam meningkatkan dukungan sosial orang tua dengan anak

skizofrenia.

Diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat bagi orang tua yang memiliki anak dengan gangguan skizofrenia, serta instansi yang terkait yaitu RSJD Surakarta. Hipotesis dalam penelitian ini adalah “solution focused therapy efektif untuk meningkatkan dukungan sosial orang tua dalam rangka meningkatkan kualitas hidup anak penderita skizofrenia”.

2. METODE

Dalam penelitian ini dukungan sosial orang tua sebagai variabel tergantung, sedangakan solution focused therapy sebagai variabel bebas. Dukungan sosial orang tua didefinisikan sebagai perilaku membantu yang dilakukan oleh orang tua pada anak untuk mengatasi dan memenuhi kebutuhan sehari-hari anak, sedangkan

Solution Focused Therapy (SFT) merupakan terapi dengan mode singkat yang

berfokus pada pencarian solusi untuk mengatasi masalah orang tua dalam merawat anak dengan riwayat gangguan skizofrenia.

Subjek dalam penelitian ini berjumlah 12 orang (6 pasang) adalah orang tua (ayah dan ibu) berusia kurang lebih 35-50 tahun yang memiliki anak kandung dengan riwayat gangguan skizofrenia berusia 7-18 tahun dan pernah dirawat inap lebih dari 1 kali dengan pendidikan minimal orang tua adalah SMP. Tehnik

sampling yang digunakan adalah purposive sampling, yaitu teknik penentuan

(9)

5

desain eksperimen yang digunakan adalah model eksperimen pretest-posttest

control group design (Campbell & Stanley, dalam Kazdin 2010).

Tabel. 1 Model Rancangan Eksperimen

Pretest Perlakuan Posttest Follow up

Non Random KE O1 X O2 O3

Non Random KK O1 -X O2 O3

Keterangan:

KE : Kelompok Eksperimen (mendapatkan SFT) KK : Kelompok Kontrol (tidak mendapatkan SFT)

O1 : Pengukuran pertama pretest (pemberian skala ISEL)

O2 : Pengukuran kedua posttest (pemberian skala ISEL)

O3 : Pengukuran ketiga follow up (pemberian skala ISEL)

X : Perlakuan atau Intervensi SFT ~X : Tanpa perlakuan

Alat ukur pada penelitian ini menggunakan skala likert dengan 4 alternatif

jawaban. Dukungan sosial orang tua diukur dengan ISEL (Interpersonal Support

Evaluation List) yang dikembangkan oleh Cohen & Hoberman (1983).

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Subjek dalam penelitian ini berjumlah dua belas orang (enam pasang suami istri) yang memiliki anak kandung dengan gangguan skizofrenia dan dikelompokkan masing-masing enam orang pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

Tabel 2. Identitas Subjek Penelitian

Subjek Status Usia Pendidikan Pekerjaan Anak Diagnosis Anak

KE SN Ayah 47 th SMP Wiraswasta TY F20.3 Skizofrenia

Uji statistik wilcoxon t-test diterapkan untuk mengetahui pengaruh SFT terhadap dukungan sosial orang tua. Berdasarkan hasil analisis, maka diketahui bahwa terdapat perbedaan skor ISEL pada KK dan KE ketika pre-test, post-test,

(10)

6

dengan KK pada pre-test, post-test, dan follow up. Perbedaan rerata KE dengan KK dapat dilihat pada tabel. 3.

Tabel. 3. Perbandingan Rerata Pre-test, Post-test dan Follow Up antara KE dengan KK

Kelompok Rerata

Pretest Post-test Follow-up

Kelompok Eksperimen 35,83 51,50 52,17

Kelompok Kontrol 36,67 36,33 36,33

Berdasarkan hasil rerata pada tabel. 2, maka dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan dukungan sosial antara orang tua yang mendapat SFT (KE) dengan orang tua yang tidak mendapatkan SFT (KK). Hasil tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan jumlah rerata setelah dilakukan SFT dan follow up, yang mana KE memiliki skor rerata yang lebih tinggi.

Pada tabel. 4. dijelaskan hasil uji Wilcoxon t-test pada KE dan KK ketika pre-test, post-test, dan follow up.

Tabel. 4. Uji wilcoxon pretest, posttest, dan follow up pada KE dan KK

Berdasarkan hasil uji Wilcoxon yang telah dilakukan, maka dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan dukungan sosial antara orang tua yang mendapat SFT (KE) dengan orang tua yang tidak mendapatkan SFT (KK). Setelah mendapatkan SFT dan follow up, perbedaan antara KE dengan KK, terdapat perbedaan yang sangat signifikan.

Selanjutnya peneliti menganalisis pengaruh pemberian SFT terhadap peningkatan dukungan sosial orang tua. Untuk mengetahui perubahannya, pada tabel. 5 dijelaskan skor selisih antara pre-test, post-test, dan follow up pada KE.

Analisis Pretest Posttest Follow up

Mann-Whitney U 16.000 2.000 1.500

Wilcoxon W 37.000 23.000 22.500

Z -.321 -2.562 -2.651

Asymp. Sig. (2-tailed) .748 .010 .008

(11)

7

Tabel. 5. Skor perolehan KE pada pretest-posttest dan posttest-follow up

KE

Berdasarkan penjelasan pada tabel. 4 maka diketahui bahwa terdapat peningkatan skor antara pre-test dengan post-test KE dengan rata-rata 15,67. Selanjutnya peningkatan skor yang terjadi ketika pre-test dengan post-test tetap konsisten pada post-test dengan follow up yang mana skor hanya memiliki peningkatan 0,67. Berdasarkan penjelasan tersebut maka SFT efektif untuk meningkatkan dukungan sosial orang tua yang memiliki anak dengan gangguan skizofrenia.

Pada tabel. 6,7,8 dijelaskan peningkatan rerata skor setiap aspek dukungan sosial pada masing-masing pasangan dalam KE.

Tabel 6. Skor total aspek dukungan sosial pada subjek SN dan SA

Aspek Pretest Skor Total Posttest Follow Up

SN SA SN SA SN SA setelah mendapatkan SFT, sedangkan ketika follow up skor tidak berubah secara signifikan atau konsisten.

Tabel 7. Skor total aspek dukungan sosial pada subjek SR dan ST

Aspek Pretest Skor Total Posttest Follow Up

(12)

8

Berdasarkan tabel. 7 diketahui bahwa semua aspek antara subjek SR dan ST pada skor pretest ke posttest mengalami peningkatan dan tidak ada lagi peningkatan pada skor posttest ke follow up atau bisa dikatakan konsisten.

Tabel. 8. Skor total aspek dukungan sosial pada subjek SM dan DN

Aspek Pretest Skor Total Posttest Follow Up

SM DN SM DN SM DN peningkatan pada skor posttest ke follow up atau bisa dikatakan konsisten.

Hasil analisis data yang telah dilakukan menunjukkan nilai signifikansi menjadi 0,014 (p < 0,05), sedangkan hasil analisis data antara posttest dan follow up diketahui signifikansi nilai 0,046 (p < 0,05), hal tersebut menunjukkan terdapat perbedaan signifikan tingkat dukungan sosial saat posttest dan follow up.

Kualitas hidup penderita skizofrenia ditinjau dari tiga domain penting, adalah psikososial, motivasi dan energi dalam beraktivitas, simptom serta efek pengobatan. Akan tetapi perubahan yang muncul selama pelaksanaan penelitian mulai dari pretest hingga follow up adalah domain psikososial; dan motivasi dan energi beraktivitas. Secara psikososial, setelah mendapatkan pelatihan SFT anak Anak jarang merasakan kesepian dan terlihat keluar kamar untuk duduk-duduk di ruang tamu rumah serta memilih aktivitas untuk membantu orang tua. Dalam motivasi, anak bersedia untuk membersihkan rumah meskipun terkadang bingung apa yang akan dilakukan.

Hal ini menyatakan bahwa hipotesis penelitian yang menyatakan “solution

focused therapy efektif dalam meningkatkan dukungan sosial orang tua dalam

rangka meningkatkan kualitas hidup anak penderita skizofrenia” dapat diterima. Skor follow up yang lebih besar dari nilai posttest menunjukkan bahwa perubahan dukungan sosial pada orang tua bukan merupakan efek sementara, namun terdapat proses pembelajaran dari setiap sesi terapi sehingga mempengaruhi perubahan perilaku orang tua.

(13)

9

gangguan klinis serta dapat mengubah perilaku dan kondisi psikologis yang diharapkan. Hal tersebut sama dengan yang dilakukan peneliti yaitu menggunakan subjek dengan rentang usia dewasa mulai dari 35 hingga 50 tahun yang mengalami permasalahan dalam merawat anak dengan gangguan skizofrenia. SFT dapat mengubah perilaku psikologis yang diharapkan peneliti yaitu peningkatan dukungan sosial dalam merawat anak.

Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Campbell, Elder, Gallagher, Simon, dan Taylor, (1999), bahwa SFT adalah intervensi yang efektif pada orang yang mengalami permasalahan, mulai dari permasalahan ringan hingga berat, yaitu gangguan klinis yang terjadi salah satu anggota keluarga. Peneliti melakukan penelitian sesuai dengan prosedur yang pernah dilakukan oleh Campbell, Elder, Gallagher, Simon, & Taylor (1999) yaitu selama 3 kali dalam seminggu dengan memberikan pretest di awal SFT dan

posttest di akhir intervensi.

Terapi ini mengajak subjek untuk menyadari bahwa potensi solusi mungkin sudah ada di ‘genggaman’ orang tua, sehingga memiliki pandangan positif pada dirinya yang dapat berpengaruh terhadap kemampuan mengatasi masalah (Carr, 2006). Pada penelitian ini, subjek eksperimen telah memiliki solusi untuk dapat merawat anak dengan memberikan berbagai macam bentuk dukungan, yaitu dengan memberikan motivasi anak untuk bekerja sebagai bentuk dukungan harga diri dan dukungan akan rasa memiliki, serta melibatkan anak dalam aktivitas sehari-hari sebagai dukungan praktis yang diberikan pada anak.

(14)

10

Pendekatan secara kelompok secara signifikan dapat memberi manfaat pada klien dengan cara bertukar pikiran pada orang lain dengan permasalahan yang sama Henry (2007). Sukardi (2002) mnambahkan bahwa terapi dan konseling secara kelompok baik untuk menangani konflik-konflik antar pribadi dan membantu individu dalam pengembangan kemampuan pribadi karena sesama anggota kelompok dapat melakukan interaksi sosial yang dinamis untuk membahas masalah-masalah yang dialami setiap anggota kelompok, sehingga ditemukan arah dan cara pemecahannya.

Cohen dan Hoberman (1983) menjelaskan dukungan sosial dapat bermanfaat dan berefek secara positif bagi penerimanya. Pada kelompok eksprimen, subjek merasakan bahwa setelah memberikan berbagai bentuk dukungan, anak yang memiliki riwayat skizofrenia dapat lebih beraktivitas dan tidak terdapat tanda-tanda kekambuhan seperti halusinasi. Pada kelompok kontrol, sebagian besar masih mengeluhkan munculnya halusinasi pada anak dengan berbicara sendiri meski frekuensinya sedikit.

Setelah diberikan terapi SFT, subjek KE mengalami peningkatan dukungan baik secara praktis, informasi, harga diri, dan rasa akan memiliki pada anak. Dukungan praktis berupa melibatkan anak dalam melakukan aktivitas sehari-hari, seperti membersihkan rumah dan tidak membiarkan anak menyendiri, orang tua berbicara lebih dahulu pada anak. Anak yang dilibatkan dalam aktivitas sehari-hari merasa lebih diberdayakan sehingga anak lebih merasa bersemangat menjalahi kehidupan. Dukungan informasi pada subjek eksperimen berupa kepercayaan diri untuk bertanya maupun bercerita pada orang lain mengenai kondisi anak dan mmberi penjelasan pada anak terkait kondisinya. Upaya-upaya dalam memperoleh berbagai informasi menunjukkan sikap orang tua yang tidak lagi merasa malu atas kondisi anak, sikap orang tua tersebut berpengaruh pada aspek psikososial yakni anak merasa adanya pengakuan orang tua sehingga berkurang perasaan kesepian. Anak menjadi lebih teratur dalam meminum obat karena orang tua senantiasa mengingatkan dan menjelaskan dampak negatif terhadap kondisi yang dialami anak apabila terlambat atau tidak meminum obat.

Dukungan harga diri yang muncul pada subjek berupa usaha untuk memulai memotivasi anak melakukan pekerjaan rumah, memberikan pujian sekecil apapun atas apa yang dilakukan anak, dan tidak lagi berpikir bahwa anak adalah halangan

(15)

11

dengan nada yang tinggi, cenderung membiarkan anak dan kurang mengajak berinteraksi.

Pada penelitian ini masih terdapat beberapa kekuarangan dalam, meliputi pelaksanaan pemberian lembar tugas rumah kurang optimal, karena terdapat subjek yang tidak mengerjakan dengan tuntas, sehingga harus dikerjakan kembali di lokasi terapi; pengukuran pretest dan posttest antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol tidak dilakukan pada hari yang sama karena lokasi tempat tinggal yang berjauhan; serta penelitian ini belum mempertimbangkan aspek status sosial ekonomi yang dapat mempengaruhi dukungan sosial.

4. PENUTUP

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Ada perbedaan dukungan sosial orang tua yang mendapatkan solution focusedt

herapy dengan orang tua yang tidak. Aspek dukungan harga diri dan dukungan

akan rasa memiliki muncul pada orang tua yang diberikan solution focused therapy.

2. Ada perbedaan yang signifikan tingkat dukungan sosial setelah terapi dan saat masa follow up. Hal ini menunjukkan solution focused therapy efektif meningkatkan dukungan sosial orang tua yang memiliki anak skizofrenia.

3. Solution focused therapy efektif untuk meningkatkan dukungan sosial orang

tua pada anak skizofrenia dengan karakter orang tua yang suka berhubungan sosial. Kondisi tingkat pendapatan serta status sosial ekonomi menengah ke atas akan mempengaruhi asertifitas orang tua dalam mengikuti terapi.

4. Gambaran dukungan sosial orang tua muncul dalam seluruh aspek yaitu aspek

dukungan praktis, informasi, harga diri, dan dukungan akan rasa memiliki Saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian ini yaitu :

1. Orangtua diharapkan melakukan sosialisasi kepada anggota keluarga atau lingkungan mengenai kondisi yang dihadapi anaknya dan menambah wawasan tentang skizofrenia.

2. RSJD Surakarta diharapkan melakukan program psikoedukasi dan kerjasama dengan profesi lain berkaitan dengan penanganan skizofrenia, serta melaksanakan terapi SFT pada orang tua pasien.

(16)

12 DAFTAR PUSTAKA

Amster, D., Carr, L., Comans, T., Fairfull, A., Grimley, R., Gordon, G., Kendall, M., Levy, J., Parker, A., Ross-Edward, B., and Willis, M. 2007.

Compendium of Clinical Measures for Community Rehabilitation.

Queensland: University of South Australia. p. 30-31

Arif, I. S. 2006. Skizofrenia: Memahami Dinamika Keluarga Pasien. Bandung: Rafika Aditama

Beyebach, M., Rodriguez Sanchez, M.S., Arribas de Miguel, J., Herrero de Vega, M., Hernandez, C., and Rodriguez-Morejon, A. 2000. Outcome of Solution Focused Therapy at a University Family Therapy Center. Journal of Systemic Therapies, 19: 116-28

Campbell, J., Elder, J., Gallagher, D. Simon, J., and Taylor, A 1999. Crafting the 'tap on the shoulder': A compliment template for solution focused therapy.

American Journal of Family Therapy, 27(1), 35 -47.

Carr, Alan. 2006. Family Therapy; Concept, Process and Practice. British: John Wiley & Sons

Chaplin, J.P. 1999. Kamus Lengkap psikologi (Terjemahan dari Dr. Kartini

Kartono). Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

Cohen, S., Mermelstein, R., Kamarck, T. and Hoberman, H. 1985. Measuring the functional components of social support. Dalam Social Support: Theory,

Research and Applications (ed. I.G. Sarason). The Hague: Martinus Nijhoff

de Shazer, S. 2007. Masterclass. 8-9 September. BRIEF. London

de Shazer, S. and Isebaert, L. 2003. The Bruges Model: a Solution Focused

Approach to Problem Drinking. Journal of Family Psychotherapy, 14:

43-52

Depkes R.I., 2008. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta

Dimatteo, M.R. 1999. The Psychology of Health, Ilness and Medical Care. Pasific Grove, California: Brooks/Cole Publishing Company Duffy

Friedman, M. Marilyn. 2004. Keperawatan Keluarga: Teori dan Praktik. Jakarta: EGC

Gingerich, W.J., Kim, J. S., and MacDonald, A. J. 2012. Solution-Focused Brief

Therapy outcome research. In Cynthia Franklin, Terry S. Trepper, Wallace

J. Gingerich, & Eric E. McCollum (Eds), Solution-Focused Brief Therapy:

A handbook of evidence-based practice. New York: Oxford University

Press, pp. 95-111

(17)

13

Outcome Studies. The Association for Addiction Professionals: Free

NAADAC Webinar

Minuchin, S., Lee, W., and Simon, G. 1996. Mastering family therapy: Journeys of growth and transformation. New York, NY: John Wiley

Iman, S.A. 2006. Skizofrenia: Memahami Dinamika Keluarga Pasien. Bandung:

PT. Refika Aditama.

Kaplan H.I, Sadock B.J, and Grebb J.A. 2010. Sinopsis Psikiatri Jilid 2.

Terjemahan Widjaja Kusuma. Jakarta: Binarupa Aksara. p. 17-35

Keliat, Budi. Ana. 2005. Proses Keperawatan Jiwa. Jakarta: ECG

Keliat, Budi Anna. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa Edisi 2. Jakarta: EGC

Lee, M.Y., Greene, G.J., Mentzer, R.A., Pinnell, S., and Niles, D. 2001. Solution Focused Brief Therapy and The Treatment of Depression: a Pilot Study.

Journal of Brief Therapy, 1: 33-49

Lee, M.Y., Sebold, J., and Uken, A. 2003. Solution Focused Treatment of Domestic Violence Offenders. New York: Oxford

Leff, J., Sharpley, M., Chisholm, D., Bell, R., and Gamble, C. 2001. Training community psychiatric nurs-ing in schizophrenia family work: A study of clinical and economic outcomes for patients and relatives. Journal of Mental Health, 10, 189-197

Lipchik, E., Derks, J, LaCourt, M., and Nunnally, E. 2012. The evolution of

Solution-Focused Brief Therapy. In Cynthia Franklin, Terry S. Trepper,

Wallace J. Gingerich, and Eric E. McCollum (Eds), Solution-Focused Brief Therapy: A handbook of evidence-based practice. New York: Oxford University Press, pp. 3-19

Macdonald, AJ. 2007. Solution Focused Therapy. Theory Research & Practice. London: Sage Publications

Nevid, S. Jeffrey., Rathus, A. Spencer., dan Greene, Beverly. 2003. Abnormal

Psychology in a Changing World. Penerbit Erlangga

Sandra Pebrianti, Rahayu Wijayanti, dan Munjiati. 2009. Hubungan Tipe Pola Asuh Keluarga dengan Kejadian Skizofrenia Di Ruang Sakura RSUD

Banyumas. Jurnal Keperawatan Soedirman The Soedirman Journal of

Nursing. Volume 4 No.1 Maret 2009

(18)

14

Schultz, B., and Angermeyer. 2003. Subjective Experiences Of Stigma: A Focus Group Study Of Schizophrenic Patients, Their Relatives And Mental Health Professionals. Social Science dan Medicine, 56, 299-312

Gambar

Tabel 2. Identitas Subjek Penelitian
Tabel. 4. Uji wilcoxon pretest, posttest, dan follow up pada KE dan KK
Tabel 7. Skor total aspek dukungan sosial pada subjek SR dan ST
Tabel. 8. Skor total aspek dukungan sosial pada subjek SM dan DN

Referensi

Dokumen terkait

Agroforestri adalah sistem kombinasi lahan yang mengkombinasikan tanaman kayu (pepohonan, perdu, bambu, rotan dan lainnya) dengan tanaman tidak berkayu atau dapat

(KRM1, KRM2) Merencanakan Penyelesaian AD mampu mengungkapkan data atau definisi dalam menyelesaikan permasalahan dengan tepat (memberikan keterangan berupa

Penelitian ini bertujuan mengkaji peningkatan perhatian belajar siswa mengunakan tiga variasi Pembelajaran Fisika Berbantuan Program Komputer Interaktif (PFBPKI) sebagai

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan mengetahui seberapa besar pengaruh harga, saluran distribusi dan merek terhadap keputusan pembelian produk air minum

Sedangkan untuk sanitasi untuk para pekerja masih kurang maksimal sesuai dengan yang dikemukan oleh teori, seperti tidak menggunakan sarung tangan ketika melakukan

Menurut Kurva Hjulstrøm (Sunborg, 1956 dalam Seibold &amp; Berger, 1996), arus sisa gelombang pecah (surf) dengan kecepatan berkisar 1-2 m/dt mempunyai daya angkut sedimen lebih

Termasuk dalam kategori permanen adalah akun aset, kewajiban dan ekuitas atau akun buku besar yang saldonya disajikan dalam laporan posisi keuangan ( neraca ), sehingga sering

Asupan Protein pada ikan lebih bnyak di konsumsi oleh anak nelayan dari pada anak PNS. Hal ini terja dikarenakan profesi dari orang tua masing-masing. Dimana ikan dan hasil