HUBUNGAN KETERPAPARAN LAGU DEWASA LIRIK PERCINTAAN
DENGAN PERILAKU SEKSUAL PADA AKHIR MASA ANAK-ANAK
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Oleh :
Fransisca Christy Utami
NIM : 099114117
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
Don’t worry that children never listen to you.
Worry that they are always watching you.
By: Robert Fulghum
Kita tidak bisa merubah arah angin, tetapi
kita bisa mengatur posisi layar kapal kita
untu
k
tetap pada arah tujuan
.
Kupersembahkan karya ini untuk:
Tuhan Yesus Kristus,
Papa Agustinus Sukarmo,
Mama Fransisca Romana Indriyani,
Lidwina Desi Kurniawati,
HUBUNGAN KETERPAPARAN LAGU DEWASA LIRIK PERCINTAAN DENGAN PERILAKU SEKSUAL PADA AKHIR MASA ANAK-ANAK
Fransisca Christy Utami
ABSTRAK
Penelitian ini adalah penelitian korelasional yang bertujuan untuk melihat hubungan antara keterpaparan lagu dewasa lirik percintaan dengan perilaku seksual pada akhir masa anak-anak. Hipotesis penelitian adalah ada korelasi yang positif antara keterpaparan lirik lagu dewasa terhadap perilaku seksual pada akhir masa anak-anak. Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah anak usia 8-10 tahun yang berjumlah 45 orang. Pengumpulan data yang digunakan adalah skala rating keterpaparan lirik lagu dewasa dan skala rating perilaku seksual anak. Uji hipotesis penelitian ini menggunakan uji Pearson Product Moment. Korelasi yang diperoleh sebesar 0,693 dengan taraf signifikan 0,000 (p< 0,05) dan hasil data menunjukkan adanya korelasi positif antara keterpaparan lagu dewasa lirik percintaan dengan perilaku seksual pada akhir masa anak-anak. Artinya, semakin tinggi keterpaparan lagu dewasa lirik percintaan maka perilaku seksualnya akan semakin tinggi.
THE RELATION BETWEEN EXPOSURE OF LOVE SONG LYRIC FOR ADULT AND SEXUAL BEHAVIOUR ON LATE CHILDHOOD
Fransisca Christy Utami
ABSTRACT
This study was a correlation study which aimed to see the corelation between exposure of love song lyric for adult and sexual behaviour among late childhood (8-10 Age). The hypothesis y was there was a positive correlaion between exposure of love song lyric for adult and sexual behaviour on late childhood (8-10 Age). The subject of this research are children which have age 8 till 10 years old amounting to 45 people. The data collection to be used was song lyric’s exposure scale and child sexual behaviour scale. The research was analyzed by Pearson Product Moment Correlation analysis. The correlation was 0,693 with significance score 0,000 (p< 0,05) and the result of the data analyzed showed that there was positive correlation between exposure of love song lyric for adult and sexual behaviour with F (157.172). It mean’s if the children had more exposure of love song lyric for adult their sexual behaviour will progressively increase.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah melimpahkan kasih
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
“Hubungan Keterpaparan Lagu Dewasa Lirik Percintaan Dengan Perilaku
Seksual Pada Akhir Masa Anak-Anak”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi
salah satu syarat akademis dalam menyelesaikan program strata satu (S1) Fakultas
Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Pada proses penyelesaian
skripsi ini, banyak pihak yang telah memberikan bantuan berupa moral, material
maupun spiritual. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan
ucapan terima kasih kepada:
1. Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si. selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Agnes Indar Etikawati, S.Psi., Psi., M.Si., selaku dosen pembimbing yang
telah memberikan bantuan, bimbingan dan saran selama proses pengerjaan
skripsi hingga terselesainya skripsi ini.
3. Victoria Didik Suryo Handoko, M.Si., selaku dosen mata kuliah Seminar
yang telah membimbing peneliti dan memberikan masukan selama proses di
matakuliah seminar sehingga topik ini dapat direalisasikan dalam skripsi.
4. Seluruh dosen dan staf yang telah membantu penulis selama proses
5. Kepala sekolah SD Kanisius Kalasan, Kanisius Kotabaru dan SD Negeri
Golo yang sudah memberikan kesempatan bagi peneliti untuk melakukan
penelitian di sekolah.
6. Kedua orang tua tercinta papa Agustinus Sukarmo dan mama Fransisca
Romana Indriyani yang telah memberikan kasih sayang, perhatian, motivasi
dan doa sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
7. Adekku Lidwina Desi Kurniawati yang selalu memberikan perhatian dan
mengingatkan penulis untuk mengerjakan skripsi.
8. Andi Paddusung Prabandaru yang telah memberikan doa, perhatian,
kesabaran, motivasi, dan selalu mendengarkan segala keluhan penulisan.
Terimakasih udah jadi pa rtner yang oke banget. “Terimakasih untuk
dukungan semangatnya dari berjuang lulus UAN hingga skrispi.”
9. Ibu Monica Rubiyati yang telah memberikan perhatian dan kasih sayang
selayaknya orang tua sendiri.
10. Teman-teman Psikologi 2009, teman-teman kelas C angkatan 2009.
Terimakasih untuk kebersamaan dan segala proses yang pernah dilalui.
Semoga kita sukses selalu.
11. Mbak Veenu, M.Si yang telah memberikan kesempatan dan pengalaman yang
bermanfaat untuk bergabung di biro FOCUS Psikologi.
12. Teman-teman Crew Radio Masdha FM angkatan 2009, terimakasih untuk
proses dinamikanya selama 2 tahun.
13. Teman-teman SMA Stella Duce 2 angkatan 2006-2009 “Thanks ndess buat
14. Alumni SD Tarakanita 5 dan SMP Tarakanita 4 Jakarta Timur, terimakasih
sudah mengajarkan penulis mengenai betapa petingnya bersaing secara
akademik.
15. Semua pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Terimakasih atas
semua dukungan dan doanya sehingga karya ini dapat diselesaikan dengan
baik
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidaklah sempurna, oleh karena itu
penulis menerima kritik dan saran yang membangun guna menunjang
kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak dan
dapat dijadikan bahan kajian lebih lanjut
Penulis,
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ii
HALAMAN PENGESAHAN iii
HALAMAN MOTTO iv
HALAMAN PERSEMBAHAN v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA vi
ABSTRAK vii
ABSTRACT viii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ix
KATA PENGANTAR x
DAFTAR ISI xiii
DAFTAR TABEL xvii
DAFTAR SKEMA xviii
DAFTAR LAMPIRAN xix
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 8
C. Tujuan Penelitian 8
D. Manfaat Penelitian 9
1. Manfaat Teoretis 9
BAB II LANDASAN TEORI 11
A. Perilaku Seksual 11
1. Definisi Perilaku Seksual 11
2. Tahap-tahap Perilaku Seksual 12
B. Karakteristik Anak Usia 8-10 Tahun
(Masa Akhir Anak-anak) 18
1. Definisi Masa Anak-anak 18
2. Karakteristik Perkembangan Masa Akhir Anak-anak 19
C. Perilaku Seksual Anak 20
1. Tahap Perkembangan Perilaku Seksual Anak
Hingga Remaja 20
2. Bentuk Perilaku Seksual Anak Hingga Remaja 32
3. Bentuk Perilaku Seksual Anak Hingga Remaja
dalam Tingkatan Intensitas 36
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seksual
Anak Hingga Remaja 38
D. Lagu 40
1. Definisi Lagu 40
2. Unsur-unsur pada Lagu 41
3. Fungsi Lagu Bagi Anak-anak 43
4. Perkembangan Lagu di Indonesia 43
E. Keterpaparan 48
F. Proses Belajar 49
G. Dinamika Hubungan Keterpaparan Lagu Dewasa Lirik
Percintaan dengan Perilaku Seksual pada Akhir Masa
Anak-anak 50
H. Hipotesis 55
BAB III METODE PENELITIAN 56
A. Jenis Penelitian 56
B. Identifikasi Variabel Penelitian 57
C. Definisi Operasional 57
1. Keterpaparan Lagu Dewasa dengan Lirik Percintaan 57
2. Perilaku Seksual Anak 58
D. Subjek Penelitian 59
E. Metode Pengumpulan Data 60
1. Skala Rating Keterpaparan Lirik Lagu 61
2. Skala Rating Perilaku Seksual Anak 63
F. Prosedur Penelitian 66
G. Kredibilitas Alat Ukur 67
1. Validitas 67
2. Reliabilitas 68
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 69
A. Pelaksanaan Penelitian 69
B. Data Demografi Subjek Penelitian 70
C. Deskripsi Data Penelitian 71
1. Deskripsi Data Statistik 71
2. Deskripsi Data Respon Subjek 76
D. Hasil Penelitian 80
1. Uji Asumsi 80
2. Uji Hipotesis 83
E. Pembahasan 84
BAB V PENUTUP 91
A. Kesimpulan 91
B. Saran 92
1. Bagi Orang Tua dan Guru 92
2. Bagi Penelitian Selanjutnya 92
3. Bagi Produser Musik Indonesia 93
DAFTAR PUSTAKA 94
DAFTAR TABEL
Tabel 1 : Blue Print Skala Rating Keterpaparan Lirik Lagu 62 Tabel 2 : Blue Print Skala Rating Perilaku Seksual Anak 65 Tabel 3 : Data Demografi Subjek Penelitian 70
Tabel 4 : Deskripsi Statistik Data Empiris Skala Keterpaparan
Lirik Lagu Dewasa 71
Tabel 5 : Perbandingan Data Empirik dan Data Teoritik Skala
Keterpaparan Lirik Lagu Dewasa 72
Tabel 6 : Kriteria Kategorisasai Variabel Keterpaparan Lirik
Lagu Dewasa 74
Tabel 7 : Deskripsi Statistik Data Empiris Skala Perilaku Seksual
Anak 74
Tabel 8 : Perbandingan Data Empirik dan Data Teoritik Skala
Perilaku Seksual Anak 75
Tabel 9 : Kriteria Kategorisasi Variabel Perilaku Seksual Anak 76
Tabel 10 : Deskripsi Respon Subjek terhadap Keterpaparan Lirik
Lagu Dewasa 77
Tabel 11 : Deskripsi Respon Subjek terhadap Perilaku Seksual
Anak 78
Tabel 12 : Hasil Uji Normalitas 81
Tabel 13 : Hasil Uji Linearitas 82
DAFTAR SKEMA
Skema 1 : Hubungan Keterpaparan Lagu Dewasa Lirik Percintaan
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Skala Rating Keterpaparan Lagu Dewasa Lirik Percintaan 98
Lampiran 2 : Skala Rating Perilaku Seksual Anak untuk Orang Tua 101
Lampiran 3 : Skala Rating Perilaku Seksual Anak untuk Guru 110
Lampiran 4 : Pembobotan Aitem Skala Rating Perilaku Seksual Anak 119
Lampiran 5 : Hasil Skor Total Keterpaparan Lirik Lagu Dewasa 124
Lampiran 6 : Hasil Skor Perilaku Seksual Anak dari Orang Tua 127
Lampiran 7 : Hasil Skor Perilaku Seksual Anak dari Guru 134
Lampiran 8 : Hasi Uji Asumsi 141
Lampiran 9 : Hasil Uji Hipotesis 143
Lampiran 10 : Respon Subjek terhadap Keterpaparan Lirik Lagu
Dewasa Percintaan 145
Lampiran 11 : Lirik Lagu dengan Frekuensi Sering Didengar oleh
Anak 150
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap negara selalu dituntut untuk dapat dinamis dalam mengikuti
perkembangan globalisasi. Salah satu perkembangan yang terjadi di arus
global ini ialah perkembangan trend dengan konsep budaya pop. Dunia
seakan menjadi tempat untuk menampung derasnya aliran budaya pop yang
hadir melalui ruang dan waktu. Secara disadari atau tidak, jenis budaya ini
telah mempengaruhi kehidupan masyarakat Indonesia pada umumnya.
Menurut McQual, 1996 (dalam Mahar, 2012) wujud budaya pop beraneka
macam, misalnya bahasa, teknologi, busana, tata cara, dan musik.
Musik merupakan gambaran kehidupan manusia yang dinyatakan dalam
bentuk bunyi yang berirama sebagai penyaluran pikiran dan perasaan.
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (2011), musik adalah nada atau
suara yang disusun sedemikian rupa sehingga mengandung irama, lagu dan
keharmonisan. Secara umum, musik dikelompokkan menurut kegunaannya
menjadi tiga ranah besar, yaitu musik seni, musik tradisional dan musik
populer (Wikipedia, 2013).
Musik pop merupakan salah satu aliran musik yang dapat dinikmati
oleh semua kalangan usia, akan tetapi musik ini lebih berpengaruh pada
kalangan anak muda dikarenakan musik pop merupakan jenis musik yang
diungkapkan oleh Storey, John (2008), “Budaya musik pop seperti lagu,
majalah, konser, festival, film dan sebagainya membantu memperlihatkan
pemahaman akan identitas di kalangan muda.” Fenomena budaya pop
menyebabkan para produser musik di Indonesia saling berlomba-lomba
menciptakan lagu dengan aliran pop yang khususnya ditujukan untuk
kalangan muda dan mulai meninggalkan lagu anak-anak, sehingga secara
perlahan anak mulai disuguhi oleh lagu dewasa.
Pada dasarnya anak suka mendengarkan semua jenis lagu karena lagu
dapat dijadikan sarana hiburan untuk anak-anak. Lagu merupakan sarana
hiburan yang paling mudah ditemui, ekonomis, dan dapat didengar
bersamaan dengan melakukan aktivitas lain. Oleh sebab itu, lagu dapat
didengar dimana saja dengan bersamaan melakukan aktivitas lain, seperti saat
bermain dan di dalam mobil saat menuju perjalanan. Mendengarkan musik
dan lagu juga merupakan hiburan yang populer di kalangan anak-anak.
Mendengarkan musik dan berbicara tentang lagu yang disukai dengan teman
sebayanya dapat berfungsi sebagai pengikat yang mendukung penerimaan
sosial (Hurlock, 1990).
Gardner (dalam Sheppard, 2007), membuktikan bahwa alunan musik
mampu mempengaruhi perkembangan intelektual anak dan kemampuannya
dalam bersosialisasi. Melalui musik dan lagu, anak mampu mengendalikan
emosi, perasaan sedih ataupun senang. Lewat syair lagu, imajinasi anak dapat
Lagu (nyanyian) anak adalah lagu yang pantas didengarkan dan
dinyayikan untuk anak-anak yang terkandung unsur hiburan maupun unsur
pendidikan juga (Ibu & balita, 2013). Namun sangat disayangkan lagu anak
di era sekarang semakin langka di dengar. Secara perlahan musik anak di
Indonesia tidak mendapatkan tempat seperti era-era sebelumnya. Sepinya
lagu anak tersebut juga tidak terlepas dari masalah industri musik di
Indonesia, dimana lagu anak adalah salah satu industri musik yang tidak
menguntungkan untuk era ini.
Berdasarkan dari segi keuntungan dan pendapatan, para produser
musik di Indonesia lebih berminat pada lagu-lagu dewasa yang komersial
sehingga menyebabkan jumlah lagu anak lebih sedikit dibandingkan dengan
lagu dewasa. Hal ini dapat dibuktikan dengan banyaknya program musik di
televisi dengan konten lagu-lagu dewasa yang berlomba-lomba dalam
mencapai rating yang tinggi (Utari, 2013). Oleh karena itu, banyak dari
anak-anak yang akhirnya mendengarkan lagu dengan lirik dewasa yang tidak
sesuai dengan perkembangannya sehingga sangatlah wajar apabila sebagian
besar anak jaman sekarang lebih mudah menyanyikan lagu dengan lirik cinta
dewasa dibandingkan menyanyi lagu anak.
Dalam harian Republika (Rabu, 21 Juli 2010) dengan tajuk “Lagu
anak-anak kian tak punya identitas” disebutkan juga bahwa anak-anak hari ini
sudah tidak memiliki identitas lagi dalam menyanyikan sebuah lagu. Sebab,
lagu yang anak-anak nyanyikan bukan lagi lagu untuk anak-anak yang sesuai
ungkapkan oleh Direktur Utama Pembangunan Jaya Ancol Tbk, Sumadi,
mengatakan, sepuluh tahun belakangan ini, lagu-lagu anak hampir tidak ada
sama sekali. Bahkan penyanyi cilik saat ini cenderung menyanyikan lagu
orang-orang dewasa. Anak-anak seakan-akan tidak diberikan pilihan untuk
mendengarkan lagu yang sesuai dengan umurnya melainkan di sodorkan
lagu-lagu orang dewasa.
Lagu orang dewasa merupakan lagu yang layak dikonsumsi oleh
tingkat dewasa yaitu diatas usia dua puluh tahun ke atas, sedangkan lagu
anak-anak merupakan lagu yang dikhususkan untuk dikonsumsi oleh anak
yang berusia 4 hingga 16 tahun. Berdasarkan lirik dan tema, lagu anak-anak
dan lagu orang dewasa juga sangat berbeda. Lirik lagu pada lagu anak-anak
memiliki lirik yang ringan, seperti adanya pengulangan nada dan kata yang
sama, sedangkan lirik pada lagu orang dewasa biasanya memiliki makna yang
lebih mendalam. Begitupun dari segi tema lagu, lagu anak-anak lebih
bertemakan kepada kehidupan anak-anak itu sendiri, seperti sekolah,
orangtua, guru, teman, dan binatang peliharaan. Lagu orang dewasa biasanya
bertemakan hubungan antara pria dan wanita dalam percintaan (Ibu & balita,
2013).
Pemaparan lagu dengan lirik dewasa secara intensif dikhawatirkan
dapat berdampak pada psikologis perkembangan anak khususnya perilaku
seksual yang terjadi pada masa akhir anak. Secara disadari atau tidak lagu
dewasa akan memaksa mereka untuk menjadi lebih dewasa dari umur yang
terjadi di kalangan anak SD. Hal ini dikarenakan permasalahan kehidupan
orang dewasa disampaikan melalui lirik-lirik lagu yang dapat mengakibatkan
anak-anak menelan mentah-mentah lirik pada lagu tersebut.
Fenomena ini juga menjadi salah satu sorotan keprihatinan Dr. Seto
Mulyadi yang merupakan ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak. Beliau
sempat menyampaikan pendapatnya bahwa anak-anak zaman sekarang
disuguhi dengan lagu-lagu dewasa yang bukan untuk mereka (Lampost,
2013). Kenyataannya lagu dewasa yang sering dinyanyikan anak-anak dapat
memberikan dampak negatif terhadap perkembangan anak. Hal ini
dikarenakan isi lagu dewasa penuh dengan tema percintaan, kisah asmara,
jatuh cinta antara kedua insan, dan cenderung berbau porno (Faldana, 2011).
Anak-anak akan dengan mudah untuk mengimitasi atau meniru segala
informasi yang mereka dapatkan. Salah satunya informasi melalui proses
belajar simbolik dengan bentuk instruksi verbal. Bandura menjelaskan bahwa
manusia belajar meniru bukan hanya melalui model hidup namun dari banyak
model, seperti model simbolik. Bentuk lain pemodelan simbolik ini adalah
instruksi verbal dari lagu dewasa dengan lirik percintaan. Instruksi verbal dari
lagu dewasa ini semakin besar ditiru dikarenakan karakteristik perkembangan
anak usia 8 hingga 10 tahun. Pada usia ini, anak memiliki karakteristik
kognitif operasional konkrit, yang mana anak dapat berpikir lebih logis serta
dapat memahami konsep percakapan. Anak juga memiliki ingatan dengan
ingatannya dengan baik melalui belajar menggunakan bantuan-bantuan
memori seperti pengulangan verbal secara terus-menerus.
Pada usia 8 hingga 10 tahun, karakteristik sosial emosi anak juga
berada pada tahap pengenalan gender dengan ruang gerak hubungan sosial
yang semakin luas. Reaksi emosional pada anak juga lebih bervariasi, seperti
rasa takut, rasa marah, cemburu, kegembiraan dan kasih sayang
(Hurlock,1990). Pemahaman emosional anak juga semakin tinggi bila
dibandingkan masa sebelumnya. Sehubungan dengan karakteristik
perkembangan anak usia 8 hingga 10 tahun tersebut, maka sungguh mudah
bagi seorang anak untuk menerima dan mengingat suatu lagu termasuk lagu
dengan lirik dewasa. Oleh karena itu, anak yang terbiasa terpapar lagu dengan
lirik tersebut dikhawatirkan akan ditiru ke dalam kehidupan kesehariannya
khususnya dalam perilaku seksualnya.
Perilaku seksual merupakan segala tingkah laku yang didorong oleh
hasrat seksual, baik dengan lawan jenisnya maupun dengan sesama jenis.
Dalam hal ini perilaku seksual bisa bermacam-macam, seperti munculnya
perasaan tertarik sampai tingkah laku berkencan, bercumbu hingga
bersenggama (Sarwono,2007). Bila dilihat berdasarkan perkembangan
karakteristik seksual anak secara garis besar dikatakan bahwa pada masa
akhir anak merupakan masa dimana individu belum matang secara seksual.
Akan tetapi anak akan mulai mengembangkan konsep yang jelas tentang
peran seks yang sesuai untuk anak laki-laki dan perempuan. Selain itu, anak
seks tersebut. Oleh karena itu pada umumnya anak akan berusaha
memperoleh informasi dari buku atau bertukar cerita maupun lelucon dengan
teman-temannya (Hurlock, Elizabeth B. 1990).
Dalam beberapa kasus, perilaku seksual anak pada saat ini cukup
memprihatinkan seperti halnya penelitian yang pernah dilakukan oleh komnas
anak tahun 2009 yang mendapatkan angka 97% anak SD pernah mengakses
pornografi melalui internet (Rahmawati, 2012). Berdasarkan data
Depkominfo 2007, ada 25 juta pengakses internet di Indonesia konsumen
terbesar 90% adalah anak usia 8-16 tahun, 30% pelaku sekaligus korban
pornografi adalah anak. Survey UNICEF (2003) dalam Rahmawati (2012)
memperoleh informasi yang sangat buruk terhadap perilaku anak dan remaja
di Inggris, diantaranya generasi muda di Inggris sangat memprihatinkan
dikarenakan anak-anak telah terbiasa melakukan hubungan seksual. Menurut
Observasi di Provinsi Nanggro Aceh Darussalam yang dilakukan oleh
Lembaga Centra Muda Putro Phang (LCMPP) 2007 dalam Rahmawati (2012)
yang bekerjasama dengan Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia
(PKBI) di dapatkan bahwa 115 anak yang bermasalah tentang perilaku
seksual terungkap telah melakukan pacaran dan seks sebanyak 51,30%.
Berdasarkan penelitian yang pernah dilaksanakan di SD Negeri 16 Banda
Aceh dengan jumlah subjek 390 siswa, ditemukan informasi bahwa siswa
mengaku pernah memegang tangan teman lawan jenisnya. Adapun wali kelas
yang menyatakan bahwa terdapat siswa yang sering mengganggu teman
Dengan dilatarbelakangi keprihatinan penulis akan fenomena
pemaparan lagu dewasa lirik percintaan terhadap anak-anak dan
meningkatnya perilaku seksual pada anak-anak, maka timbul ketertarikan
khusus bagi penulis untuk membuat penelitian mengenai hubungan
pemaparan lagu dewasa lirik percintaan dengan perilaku seksual khususnya
pada akhir masa anak-anak. Peneliti memiliki dugaan bahwa semakin tinggi
keterpaparan lagu dewasa dengan lirik percintaan maka semakin
mempengaruhi perilaku seksual pada anak, khususnya akhir masa anak-anak
yang berusia 8-10 tahun. Penelitian ini diharapkan dapat mengurangi dampak
negatif dari fenomena tersebut yang di dikhawatirkan nantinya dapat menjadi
“bom waktu” bagi penyimpangan perilaku anak-anak ke depannya khususnya
dalam perilaku seksualnya.
B. Rumusan Masalah
Adakah hubungan positif antara tingkat keterpaparan lagu dewasa lirik
percintaan dan tingkat perilaku seksual anak?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan adanya hubungan positif
antara tingkat keterpaparan lagu dewasa lirik percintaan dan tingkat perilaku
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat di ambil dari penelitian ini adalah:
1. Manfaat Teoretis
a. Bagi Ilmuwan Psikologi
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi
perkembangan ilmu psikologi perkembangan pada anak, khususnya
tentang hubungan pemaparan lagu dewasa lirik percintaan dengan
perilaku seksual pada akhir masa anak-anak.
b. Bagi Peneliti Lain
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi pada
penelitian berikutnya yang ada kaitannya dengan perilaku seksual anak.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Orangtua
Memberikan masukan bagi orang tua untuk memberikan
pendampingan bagi anak-anaknya untuk mendengarkan lagu yang
sesuai dengan umurnya sehingga anak dapat berkembang sesuai dengan
umurnya baik secara psikologi maupun bahasa serta pembentukan
karakter anak.
b. Bagi Prosedur Musik Indonesia
Penelitian ini dapat memberikan masukan, khususnya bagi
produser musik di Indonesia untuk bisa memproduksi kembali lagu
anak, sehingga diharapkan anak memperoleh haknya untuk
dapat menikmati waktu bermainnya tanpa harus dipengaruhi oleh lagu
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Perilaku Seksual
1. Definisi Perilaku Seksual
Secara harafiah kata seks mengacu pada aktivitas biologis yang
berhubungan dengan alat kelamin (genitalia). Akan tetapi, pengertian seks
yang menekankan pada keadaan anatomis dan biologis sebenarnya
hanyalah pengertian sempit dari apa yang dimaksud dengan seksualitas.
Para ahli berpendapat bahwa seks dapat memicu atau menghasilkan suatu
perilaku. Hal ini dikarenakan, seksualitas merupakan keseluruhan
kompleksitas emosi, perasaan, kepribadian dan sikap seseorang yang
berkaitan dengan perilaku serta orientasi seksualnya (Gunawan,1993).
Pengertian seksual secara umum menurut Gunawan (1993)
mencakup:
a. Sex act (tindakan seksual)
Pengertian seks yang dikonotasikan pada persetubuhan.
Berdasarkan tujuannya sex acts dibedakan menjadi tiga macam. Pertama, bertujuan untuk memiliki anak (sex a s procreational), kedua, untuk sekadar mencari kesenangan (sex as recreational) dan ketiga, dimaksudkan sebagai bentuk ungkapan penyatuan rasa, seperti cinta
b. Sexual behavior (perilaku seksual)
Pengertian seksual yang bersifat psikologis, seperti cara
berpakaian yang seronok, gerak-gerik yang erotis, membaca majalah
porno dan gambar-gambar yang sensual, serta ketertarikan pada pesona
lawan jenis.
Nevid, Rathus (1995), mendefinisikan perilaku seksual sebagai
semua jenis aktifitas fisik yang menggunakan tubuh untuk
mengekspresikan perasaan erotis atau perasaan afeksi.
Menurut Sarwono (1985), perilaku seksual adalah segala tingkah
laku yang didorong oleh hasrat seksual yang dilakukan dengan lawan jenis
maupun dengan sesama jenis. Bentuk-bentuk perilaku seksual ini bisa
bermacam-macam, mulai dari perasaan tertarik sampai pada munculnya
tindakan untuk berkencan, bercumbu dan bersenggama. Objek seksualnya
dapat berupa orang lain, seseorang dalam khayalan maupun diri sendiri.
Berdasarkan pengertian di atas, maka disimpulkan bahwa perilaku
seksual adalah tindakan yang dilakukan untuk mengekspresikan peraasaan
erotis atau perasaan afeksi, tidak hanya dikaitkan dengan persetubuhan
namun juga dapat bersifat psikologis.
2. Tahap-tahap Perilaku Seksual
Berbagai macam tahap-tahap perilaku seksual, menurut Master
a. Bergandengan tangan dan memegang
Bergandengan tangan dan memegang adalah salah satu bentuk
dari sentuhan. Sentuhan merupakan bentuk perilaku ataupun maksud
suatu arti dari beberapa hal, seperti mengucapkan salam dan memberi
selamat. Ditingkat yang lebih tinggi lagi sentuhan dapat diartikan untuk
memberikan rasa aman dan kepercayaan. Akan tetapi, disisi yang lain
sentuhan berarti pula untuk mendapatkan kesenangan seksual.
b. Berpelukan
Berperlukan merupakan bentuk ungkapan kasih sayang ataupun
untuk mendapatkan kesenangan seksual. Berpelukan untuk kasih
sayang dapat berupa pelukan selamat tinggal sedangkan berpelukan
untuk kesenangan seksual berupa tindakan pelukan dengan saling
meraba tubuh pasangan.
c. Berciuman
Berciuman merupakan salah satu bentuk sentuhan yang
merupakan simbol afeksi dan dapat bersifat sangat sensual. Ciuman
yang tergolong simbol afeksi berupa ciuman ringan seperti cium
kening, cium pipi sedangakan ciuman yang bersifat sensual seperti
ciuman bibir dan leher (necking).
d. Menyentuh daerah sensitif
Menyentuh dengan memberi stimulus untuk kesenangan seksual
e. Memegang alat kelamin
Menyentuh dengan memberi stimulus pada alat vital akan
memberi kesenangan secara seksual, dikarenakan daerah genital
merupakan salah satu bagian tubuh yang sensitif ketika disentuh. Bila
pasangan saling memegang alat kelamin hingga memberikan stimulasi
secara kontinyu, sering disebut saling masturbasi.
f. Petting
Petting adalah kontak fisik antara pria dan wanita dengan tujuan untuk menghasilkan kesenangan seksual tanpa coitus (tanpa memasukan penis ke vagina). Beberapa pendapat menyatakan bahwa
petting dilakukan untuk mengekspresikan perilaku seksual dengan tetap menjaga keperawanan pada perempuan.
g. Oral genital sex
Oral genital sex merupakan perilaku seksual dengan cara pemberian stimulus genital oleh mulut. Pemberian stimulus genital oleh
mulut biasanya dilakukan sebelum seseorang melakukan coital seksual. Oral genital seksual dapat berupa jilatan, hisapan dan gigitan.
h. Anal sex
Anal sex adalah perilaku seksual dengan penetrasi pada anus oleh penis pria atau dengan menggunakan alat lain.
Coital sex play adalah hubungan seksual dengan memasukan penis ke vagina. Oleh karena itu, coital sex play sering disebut vaginal sex dalam hubungan seksual heteroseksual. Perilaku seksual ini dianggap normal dan wajar.
Menurut Rathus, dkk., (2008) tahap dari perilaku seksual meliputi:
a. Menyentuh
Sentuhan ini mengandung arti kesenangan seksual. Beberapa
bentuk dari menyentuh yaitu memegang, memeluk dan sentuhan
nongenital. b. Mencium
Ciuman dilakukan dengan menyentuh satu sama lain dengan
bibir. Bentuk ciuman tersebut bersifat afeksi namun juga bisa bersifat
sensual. Ciuman afeksi bisa dalam bentuk mencium tangan, pipi,
kening sedangkan ciuman yang bersifat sensual berupa ciuman leher
dan bibir. Ciuman bibir mempunyai 2 jenis yaitu ciuman sederhana dan
ciuman yang dalam. Ciuman sederhana yaitu pasangan berciuman
dalam keadaan bibir tertutup. Ciuman yang dalam yaitu ciuman yang
dilakukan dengan cara memasukan lidah dalam mulut satu sama lain
sehingga dalam ciuman ini masing-masing membuka mulutnya secara
lebar.
c. Stimulasi payudara
Stimulasi payudara ini dilakukan dengan memberi stimulus pada
perempuan. Tangan dan mulut dapat digunakan untuk memberi
stimulus pada payudara dan puting. Hal ini disebabkan payudara dan
puting merupakan salah satu daerah sensitif.
d. Stimulasi oral-genital
Stimulus oral-genital adalah stimulus yang dilakukan pada alat genital menggunakan mulut. Pemberian stimulus pada alat kelamin
laki-laki oleh lidah dan mulut dinamakan fellatio sedangkan pemberian stimulus pada alat kelamin perempuan oleh lidah dan mulut dinamakan
cunnilingus. Fellatio ini dilakukan dengan menghisap penis.
Cunnilingus dilakukan dengan mencium, menjilat area alat kelamin perempuan terutama klitois.
e. Sexual intercourse
Sexual intercourse atau coitus (berasal dari bahasa latin coire) adalah aktivitas seksual antara laki-laki dan perempuan dengan cara
memasukan penis ke dalam vagina.
Menurut Schofield (1965) menyimpulkan bahwa tahap perilaku
seksual meliputi:
a. Perilaku berkencan (dating), merupakan salah satu perilaku seksual dimana individu ingin bertemu dengan lawan jenisnya dan
membawanya berpergian.
b. Mencium
menyentuh alat kelamin dalam keadaan berpakaian, menyentuh alat
kelamin dalam keadaan tidak berpakaian.
d. Sexual Intercourse
Berdasarkan uraian diatas mengenai tahap-tahap perilaku seksual
secara umum menurut Master (1982), Rathus (2008) dan Schofield (1965)
maka dapat disimpulkan bahwa perilaku seksual diawali dari tahap yang
paling rendah sampai tahap paling tinggi, yaitu:
a. Berkencan (Schofield)
b. Bersentuhan (Master, Rathus)
1) Bergandengan atau memegang tangan
2) Merangkul
3) Berpelukan
c. Berciuman (Master, Rathus, Schofield)
Berciuman merupakan salah satu bentuk penyampaian simbol
afeksi dan dapat bersifat sangat sensual.
1) Ciuman afeksi, seperti cium tangan, cium kening, cium pipi
2) Ciuman yang bersifat sensual, seperti
i. Ciuman leher (necking)
ii. Ciuman bibir, seperti ciuman sederhana (berciuman dengan mulut
keadaan tertutup) dan ciuman dalam (berciuman dengan cara
memasukan lidah dalam mulut satu sama lain hinga
d. Petting (Master, Rathus, Schofield) 1) Menyentuh daerah sensitif, seperti:
i. Menyentuh payudara dalam keadaan berpakaian
ii. Menyentuh payudara dalam keadaan tidak berpakaian
iii.Menyentuh alat kelamin dalam keadaan berpakaian
iv.Menyentuh alat kelamin dalam keadaan tidak berpakaian
2) Saling menempelkan alat kelamin dalam keadaan berpakaian dan
tidak berpakaian
3) Oral genital, seperti jilatan, hisapan dan gigitan 4) Anal genital
e. Hubungan seksual (Master, Rathus, Schofield)
B. Karakteristik Anak Usia 8-10 Tahun (Masa Akhir Anak-anak)
1. Definisi Masa Akhir Anak-anak
Menurut Hurlock (1990) pada periode perkembangan utama
menyatakan bahwa masa kanak-kanak terdiri dari rentang usia 2 tahun
sampai masa remaja. Pada periode ini anak-anak terdiri dari 2 masa, yaitu:
a. Masa kanak-kanak dini (2 sampai 6 tahun)
Merupakan usia prasekolah atau “prakelompok”. Pada masa ini
anak berusaha mengendalikan lingkungannya dan sudah mulai belajar
mengendalikan dirinya secara sosial.
b. Masa akhir kanak-kanak (6 sampai 13 tahun pada anak perempuan dan
Merupakan usia sekolah atau “usia kelompok”. Oleh karena itu,
perkembangan utama dari periode ini ialah sosialisasi. Akhir masa
kanak-kanak juga merupakan periode dimana terjadinya kematangan
seksual dan dimulainya masa remaja.
2. Karakteristik Perkembangan Masa Akhir Anak-anak
Berikut berbagai macam karakteristik perkembangan masa akhir
anak-anak (Hurlock, 1990) :
a. Perkembangan Kognitif
Mengacu pada teori Piaget, masa akhir anak memasuki tahap
operasional konkret. Pada tahap ini anak dapat menggunakan operasi
mental untuk memecahkan masalah konkret (aktual). Anak dapat
berpikir lebih logis serta dapat memahami konsep percakapan. Ingatan
anak pada masa ini juga mencapai intensitas paling besar dan paling
kuat. Daya menghafal dan daya memori adalah paling kuat.
b. Perkembangan Emosional
Periode akhir anak-anak memiliki reaksi emosional yang
bervariasi dan lebih dapat dibedakan. Pola emosi yang dimiliki anak
pada periode ini diantaranya rasa takut (seperti rasa malu, rasa
canggung, rasa khawatir, rasa cemas), rasa marah, rasa cemburu,
kegembiraan dan kasih sayang. Pada tahap ini pemahaman emosional
c. Perkembangan Sosial
Perkembangan sosial pada akhir masa anak-anak memiliki
hubungan yang lebih luas dengan anak lain dibandingkan dengan masa
prasekolah. Pada periode ini, permainan yang bersifat individual
berkurang dan digantikan dengan permainan kelompok. Anak juga
menjadi anggota dari suatu kelompok teman sebaya yang secara
bertahap dapat menggantikan keluarga dalam memperngaruhi perilaku
d. Perkembangan Seksual
Masa akhir anak memiliki minat seks yang meningkat dan
biasanya mencapai puncaknya selama periode perubahan pubertas.
Minat anak terhadap seks semakin meningkat karena hubungan dengan
teman sebaya bertambah erat. Tekanan teman sebaya merupakan suatu
hal yang lumrah untuk mengobrol tentang seks. Bila sedang berkumpul
dengan anggota teman sebaya, maka kemampuan menceritakan atau
mengerti lelucon porno dan menangkap humornya dapat memperbesar
reputasi anak sebagai anak yang sportif.
C. Perilaku Seksual Anak
1. Tahap Perkembangan Perilaku Seksual Anak Hingga Remaja
Peneliti mencantumkan perkembangan seksual anak hingga remaja
dikarenakan peneliti memiliki dugaan bahwa anak yang terpapar lagu
dewasa lirik percintaan akan memiliki tahap perkembangan seksual yang
pada tahap perilaku seksual remaja. Peneliti menggunakan tahap
perkembangan perilaku seksual anak hingga remaja menurut Rathus
(2008), Wenar (1999), Sugiasih dan Wuryani (2008).
Berikut tahap perkembangan perilaku seksual anak hingga remaja
menurut Rathus (2008) :
a. Bayi (0-2 tahun)
Perilaku seksual sudah tampak pada janin. Teknik imaging
dengan ultrosound telah menunjukkan bahwa janin laki-laki memiliki ereksi saat di kandungan. Anak laki-laki tidak hanya mengalami ereksi
saat di dalam rahim. Kenyataannya banyak anak laki-laki lahir dengan
kondisi ereksi. Ereksi adalah refleks yang mulai muncul sejak awal
kehidupan. Sebagian besar anak laki-laki mengalami ereksi selama
beberapa minggu pertama kelahirannya, sedangkan tanda-tanda gairah
seksual pada bayi perempuan tampak pada pembengkakan dan
pelumasan di vagina, namun sulit dideteksi (Mazur, 2006 dalam
Rathus,dkk., 2008). Akan tetapi jangan menafsirkan refleks seksual
pada anak-anak sesuai dengan konsep seksualitas pada orang dewasa.
Ereksi dan pelumasan pada vagina tidak selalu berarti mengenai
kepentingan atau minat seks pada anak.
Perilaku seksual juga tampak pada janin laki-laki dan
perempuan pada kegiatan mengisap. Bayi juga tampak menuai
kenikmatan saat menghisap jari, puting, mengedot maupun mengisap
sensitivitas lapisan mukosa pada mulut. (Rathus, Nevid &
Fichner-Rathus, 2008). Memberikan stimulasi pada alat kelamin juga
menghasilkan kesenangan pada bayi. Seperti orangtua yang menyentuh
alat kelamin bayi pada saat mereka membersihkannya, maka bayi akan
tersenyum atau menjadi bersemangat. Bayi menemukan kesenangan
untuk diri mereka sendiri (masturbasi) ketika mereka memperoleh
kemampuan untuk menggerakan kelamin dengan menggunakan tangan
mereka. Oleh karena itu, perilaku seks yang sering ditunjukan balita
adalah menyentuh alat kelamin diri mereka sendiri, saat telanjang.
Mereka akan meraba menarik atau mengusap kelaminnya. Hal ini wajar
karena pada tahap ini mereka mendapatkan perasaan nyaman dan
mereka sedang tertarik pada tubuh mereka.
Anak-anak juga memililki rasa ingin tahu mengenai seksual
sedini mungkin pada usia 12-15 bulan. Keingintahuan tersebut dipicu
ketika mereka mulai menyadari bahwa perempuan dan laki-laki
berbeda secara anatomi. Hal ini tampak pada saat anak-anak bermain
dokter dan menunjukkan rasa ingin tahu mereka tentang anatomi
seksual orang lain dengan cara melihat orangtua mandi (Kesehatan
24.com, 2006; Pike, 2005 dalam Rathus,dkk., 2008). Anak-anak usia 2
tahun di Amerika Serikat biasanya mulai mengungkap rasa ingin tahu
mereka mengenai lingkungan dan orang-orang disekitarnya, dengan
cara menyelidiki alat kelamin anak-anak lain, memeluk, dipeluk,
2008). Pada usia ini pula, anak masih belum terlalu mengerti tentang
“malu” dalam keadaan telanjang sehingga anak sering tertarik untuk
melihat tubuhnya sendiri dan tubuh teman-temanya.
b. Masa Kanak-kanak (3-8 tahun)
Pada usia 3 dan 4 tahun biasanya anak mengungkapkan kasih
sayangnya melalui ciuman. Pada tahap ini rasa ingin tahu tentang alat
kelamin juga meningkat. Anak juga semakin sering saling menunjukkan
satu sama lain alat kelaminnya (Pike, 2005 dalam Rathus,dkk., 2008).
“Aku akan menunjukkan milikku jika kamu mau menunjukkan milikmu
juga.” Permainan seks seperti “show” dan bermain dokter menjadi
lebih sering dilakukan pada usia 6 dan 10 tahun (Pike, 2005 dalam
Rathus,dkk., 2008).
Permainan “show” biasanya terjadi pada saat anak laki-laki
sedang bersama-sama buang air kecil dan melihat siapa yang dapat
mengeluarkan urin lebih jauh atau lebih tinggi. Sebagian besar aktivitas
seksual ini terjadi dalam kelompok sesama jenis kelamin. Anak-anak
biasanya akan menunjukkan alat kelamin mereka satu sama lain,
menyentuh alat kelamin masing-masing atau melakukan masturbasi
Beberapa Perilaku Seksual yang Umum Terjadi pada Masa
Kanak-kanak
Laki-laki Perempuan
Usia 2-5 tahun
Mencoba menyentuh payudara Ibu atau
perempuan lain
Menyentuh bagian-bagian pribadi ketika
di rumah
Mengintip orang lain ketika telanjang
atau menanggalkan pakaian
42,4% 43,7%
60,2% 43,8%
26,8% 26,9%
Usia 6-9 tahun
Menyentuh bagian-bagian sensitif tubuh
ketika di rumah
Mengintip orang lain ketika telanjang
atau menanggalkan pakaian
c. Pra-remaja (9-13 tahun)
Beberapa perilaku praremaja pada umumnya terkait dengan
seksual, misalnya menjalin hubungan dengan sahabat dari jenis kelamin
yang sama, sehingga mereka dapat saling berbagi rahasia dan
kepercayaan. Walaupun demikian minat mereka terhadap lawan jenis
mulai meningkat secara bertahap ketika mereka sudah mendekati
pubertas. Pada tahap ini pula anak perempuan sebagian besar
memberikan julukan “norak atau gombal” pada anak laki-laki.
Ketika anak memasuki usia 10 – 13 tahun, anak lebih terfokus
pada hubungan sosial dan harapan serta mulai mengalami perasaan
seksual yang lebih jelas. Berbagai macam kegiatan berkelompok
dengan lawan jenis telah memberikan praremaja pengalaman terhadap
kegiatan heteroseksual, namun pada umumnya mereka tidak akan
berpasangan atau berpacaran sampai masa remaja.
Pada tahap ini pula anak sudah mengenal bahwa masturbasi
dapat memunculkan kenikmatan sendiri yang disebut sebagai orgasme.
Kinsey dan rekan-rekannya (1948, 1953) melaporkan bahwa masturbasi
merupakan sarana utama untuk mencapai orgasme pada masa praremaja
untuk laki-laki maupun perempuan. Mereka menemukan bahwa 45%
laki-laki dan 15% perempuan melakukan masturbasi pada usia 13.
Sedangkan penelitian lain setuju bahwa remaja laki-laki lebih mungkin
melakukan masturbasi dibandingkan perempuan remaja (Pinkerton
rekan-rekannya (2002) juga menyatakan bahwa frekuensi melakukan
masturbasi juga terkait dengan norma-norma sosial yang menilai bahwa
masturbasi lebih dapat diterima atau terlihat normal bagi laki-laki
daripada perempuan.
d. Remaja (13-21 tahun)
Remaja memiliki hasrat seks yang tinggi dikarenakan adanya
lonjakan hormon seks. Dorongan seks yang tinggi pada remaja juga
didukung oleh media di sekeliling remaja yang pada umumnya
bertemakan seksual akan tetapi aktivitas mereka biasanya masih
dibatasi oleh orangtua (McGue et al, 2005; Renk et al., 2005).
Organ seksual yang dimiliki remaja juga sudah mengalami
kematangan, sehingga membuat remaja memiliki rasa ingin tahu yang
besar akan hal yang berhubungan dengan seksualitas. Hasrat seks yang
tinggi serta didukung adanya rasa ingin tahu, maka menyebabkan para
remaja akan mencari informasi dari berbagai macam sumber secara
mandiri.
Kencan pertama merupakan peristiwa penting dalam kehidupan
remaja yang mencerminkan adanya minat seksual saat pubertas.
Remajapada saat ini sudah mulai pergi jalan bersama teman-temannya
dan kencan lebih awal dibandingkan pada generasi masa lalu. Kencan
merupakan salah satu perilaku seksual dimana individu ingin bertemu
mencapai tahap keinginan untuk berpasangan dan pergi keluar dengan
seorang gadis atau laki-laki tertentu.
Hubungan seksual sebelum menikah juga merupakan salah satu
masalah seksualitas yang sering terjadi pada tahap remaja. Masalah
tersebut pada umumnya dimotivasi oleh sejumlah faktor, diantaranya
masa pubertas mengalami lonjakan hormon seks yang secara langsung
akan mengaktifkan gairah seksual khususnya hal ini lebih banyak
terjadi pada laki-laki (Peplau, 2003 dalam Rathus,dkk., 2008).
Masturbasi adalah penyaluran seksual utama selama masa
remaja. Survei menunjukkan bahwa anak laki-laki lebih mungkin
melakukan masturbasi dibandingkan perempuan. (Larsson & Svedin,
2002 dalam Rathus,dkk., 2008 ). Petting juga merupakan salah satu perilaku seksual yang praktis dan banyak dilakukan oleh beberapa
generasi remaja. Banyak remaja yang melakukan petting untuk mengekspresikan kasih sayang, memuaskan rasa ingin tahu mereka,
meningkatkan gairah seksual dan mencapai orgasme dengan tetap
mempertahankan keperawanan serta menghindari kehamilan (Larsson
& svrdin, 2002 dalam Rathus,dkk., 2008). Perilaku oral sex juga meningkat diiringi dengan bertambahnya usia, khususnya pada remaja.
Berikut penjelasan tahap perkembangan perilaku seksual anak
hingga remaja menurut Wenar, (1999) :
Pada usia 1-3 tahun anak sudah mampu mengungkapkan jenis
memiliki konsep bahwa jenis kelamin merupakan kondisi yang melekat
dan permanen. Di usia 2-3 tahun anak mulai memilih mainan yang telah
distereotipekan oleh masyarakat, seperti permainan mobil-mobilan untuk
laki-laki dan boneka untuk perempuan. Pada usia ini anak juga lebih
memilih bermain bersama teman sejenisnya meskipun terkadang anak
juga masih bermain dengan teman lawan jenisnya. Pada tahap pra-sekolah
anak mulai mengeksplor dan menstimulasi organ genital mereka.
Masturbasi dianggap sebagai sumber sensasi kenikmatan, oleh karena itu
anak akan merasakan perasaan nyaman dan menyenangkan saat melalukan
aktivitas masturbasi. Anak juga senang memperlihatkan organ genitalnya
pada teman sebaya dan orang dewasa serta senang melihat organ genital
milik teman sebayanya. Pada tahap pra sekolah anak juga memiliki rasa
penasaran dengan perbedaan alat kelamin laki-laki dan perempuan,
sehingga mereka akan mempertanyakan perbedaan anatomi seksual
tersebut. Usia 6-7 tahun, anak sudah mulai paham bahwa jenis kelamin
mereka permanen dan tidak bisa berubah. Pada pertengahan masa
anak-anak akan terjadi pemisahan teman sebaya antara laki-laki dan perempuan.
Pada tahap ini anak laki-laki senang membuat lelucon mengenai seks,
membicarakan masalah seks dengan teman sebayanya dan melakukan
pengalaman masturbasi dengan teman mereka, sedangkan anak
perempuan lebih banyak membicarakan soal cinta dan fantasi seksual
meskipun meskipun lebih sedikit mempraktekannya. Tahap pubertas
tertarik dengan pasangan lawan jenis atau yang disebut heteroseksual.
Pada tahap ini seseorang juga akan menjalani hubungan secara fisik dan
psikologis dengan orang lain sebagai usaha mencapai kepuasan seksual.
Berikut penjelasan tahap perkembangan perilaku seksual anak
pada usia 4 hingga 6 tahun menurut Sugiasih dalam Proyeksi, Vol.6:
Perilaku seksual pada anak yang berusia kurang dari 4 tahun
adalah: (1) Menyentuh bagian-bagian pribadi mereka di depan umum, (2)
Menggosok- gosokkan bagian pribadi mereka dengan tangan atau benda
yang lain, (3) Mencoba untuk menyentuh payudara Ibu atau wanita lain,
(4) Mencoba untuk melepas baju mereka di depan umum, (5) Mencoba
untuk melihat orang lain yang sedang telanjang dan (6) Mengajukan
pertanyaan tentang bagian-bagian tubuh mereka beserta fungsinya. Pada
usia 4 – 6 tahun perilaku seksual yang pada umumnya muncul adalah : (1)
Menjelajah bagian-bagian tubuh mereka sendiri dengan teman-teman
seusianya, misalnya dengan bermain “dokter-dokteran”, (2) Meniru
perilaku orang dewasa, misalnya mencium, memegang tangan teman
lawan jenisnya, (3) Menyebutkan organ-organ vitalnya dengan istilah
mereka sendiri.
Berikut penjelasan tahap perkembangan perilaku seksual anak
pada usia 6 hingga 10 tahun menurut Wuryani (2008) pada buku
Pendidikan Sex Untuk Keluarga:
Pada saat anak memasuki umur 6 hingga 7 tahun, anak mulai
perempuan, 8 tahun anak mulai menyinggung masalah seks, 9 tahun mulai
berbicara tentang seks dengan teman sebayanya dan menggunakan istilah
seksual dalam mengucapkan kata-kata kotor atau membuat puisi dan
mulai belajar tentang organ seks mereka sendiri, dan pada umur 10 tahun
anak akan belajar dari temannya tentang menstruasi dan hubungan dengan
lawan jenis. Anak usia sekolah yang memasuki umur 10 tahun minat dan
kebutuhan terhadap materi seks bertambah dramatis. Ini karena terjadi
perubahan fisik dan emosi didalam dirinya. Berfikir tentang seks lebih dari
sebelumnya dan berbicara tentang materi seks dengan temannya, yang
sama-sama tidak mendapatkan informasi seperti dirinya.
Berdasarkan tahap perkembangan perilaku seksual anak menurut
Rathus (2008), Wenar (1999), Sugiasih dan Wuryani (2008) yang telah
dijelaskan diatas, maka peneliti merangkum tahap perilaku seksual anak
hingga remaja. Berikut penjelasannya:
a. Masa Kanak-kanak Dini (2 sampai 6 tahun)
1) Mengungkapkan rasa ingin tahu mengenai lingkungan dan
orang-orang disekitarnya dengan cara memeluk, dipeluk, mencium dan
naik di atas tubuh orang lain (Rathus, 2008).
2) Meniru perilaku orang dewasa (Sugiasih, 2008), misalnya mencium,
memegang tangan teman lawan jenisnya.
3) Belum terlalu mengerti tentang “malu” sehingga anak sering
telanjang di depan umum, mencoba untuk melepas baju di depan
sebaya maupum orang lain orang dewasa (Rathus, 2008; Wenar,
1999).
4) Masturbasi (Rathus, 2008; Wenar, 1999; Sugiasih, 2008), seperti
menyentuh bagian-bagian pribadi mereka di depan umum,
menyentuh bagian-bagian sensitifnya ketika di rumah, menggosok-
gosokkan bagian pribadi mereka dengan tangan atau benda yang
lain, meraba, menarik atau mengusap kelaminnya, melakukan
masturbasi bersama-sama.
5) Menunjukkan rasa ingin tahu mereka tentang anatomi seksual
(Rathus, 2008; Wenar, 1999; Sugiasih, 2008), seperti bermain
dokter-dokteran, ingin melihat orang tua mandi, menyentuh
payudara Ibu atau wanita lain, mencoba untuk melihat orang lain
yang sedang telanjang, menyelidiki alat kelamin anak-anak lain,
mengajukan pertanyaan tentang bagian-bagian tubuh mereka beserta
fungsinya, menunjukkan satu sama lain alat kelaminnya dengan
anak sebayanya.
b. Masa Akhir Kanak-kanak (6 sampai 13 tahun pada anak perempuan
dan 14 tahun pada anak laki-laki)
1) Membicarakan topik seksual dengan teman sebaya (Rathus, 2008;
Wenar, 1999; Wuryani, 2008), seperti senang membuat lelucon
mengenai seks, menggunakan istilah seksual dalam mengucapkan
kata-kata kotor, membuat puisi, membicarakan soal cinta dan fantasi
2) Sudah mengerti bahwa masturbasi dapat memunculkan kenikmatan
sendiri sehinga memunculkan orgasme (Rathus, 2008)
3) Masturbasi (Rathus, 2008; Wenar, 1999)
4) Mulai tertarik dengan lawan jenis namun pada umumnya mereka
tidak akan berpasangan atau berpacaran sampai masa remaja
(Rathus, 2008; Wenar, 1999).
c. Remaja
1) Remaja mulai mencari informasi mengenai topik seksual dari
berbagai macam sumber secara mandiri, seperti membaca majalah
dewasa, menonton blue film (Rathus, 2008)
2) Kencan pertama (Rathus, 2008)
3) Masturbasi (Rathus, 2008)
4) Petting (Rathus, 2008)
5) Oral sex (Rathus, 2008)
6) Hubungan seksual (Rathus, 2008)
2. Bentuk Perilaku Seksual Anak Hingga Remaja
Peneliti juga melengkapi data mengenai bentuk perilaku seksual
anak hingga remaja melalui alat ukur CSBI. CSBI adalah laporan untuk
ibu atau babysitter yang dibertujuan untuk mengukur perilaku seksual anak berusia 2-12 tahun yang telah mengalami pelecehan seksual. Tes ini
dikembangkan untuk menindaklanjuti adanya hubungan antara pelecehan
1991). Buklet CSBI terdiri atas 38 item yang mencakup perilaku seksual
dengan 8 domain utama (psychassessment, 2012), yaitu:
a. Isu-isu batas perilaku seksual, misalnya seperti mencium orang lain
yang bukan merupakan anggota keluarga, memeluk orang lain yang
tidak terlalu dikenal.
b. Ketertarikan seksual, misalnya seperti tertarik melihat gambar telanjang
atau orang yang berpakaian minim, nampak sangat tertarik dengan
lawan jenis.
c. Eksibisionisme, misalnya seperti menunjukkan kemaluan atau bagian
pribadi kepada orang lain, melepas pakaian sendiri di depan orang lain,
berjalan-jalan hanya memakai pakaian dalam.
d. Perilaku peran gender, misalnya seperti berpakaian seperti lawan jenis,
berbicara mengenai keinginan menjadi lawan jenis, mencoba
menirukan lawan jenis ketika bermain.
e. Pengetahuan seksual , misalnya seperti menirukan gerakan hubungan
intim, berbicara mengenai hubungan intim, mencoba menirukan suara
erotis.
f. Stimulasi oleh diri sendiri, seperti misalnya memegang atau menggosok
kemaluan, mencoba memasukan benda-bensa ke kemaluan atau pantat.
g. Perilaku mengintip, misalnya seperti melihat orang lain ketika mereka
sedang telanjang atau melepaskan pakaian.
h. Kecemasan seksual, misalnya seperti malu dengan orang lain yang
Keseluruhan domain CSBI tidak digunakan dalam penelitian ini.
Peneliti menyeleksi beberapa domain yang sesuai dengan tujuan dari
penelitan sehingga dapat dipergunakan sebagai data pelengkap dalam
membuat skala rating perilaku seksual anak. Domain yang digunakan
dalam penelitian ini, diantaranya isu-isu batas perilaku seksual,
ketertarikan seksual, eksibisionisme, pengetahuan seksual, stimulasi oleh
diri sendiri dan perilaku mengintip.
Penelitian ilmiah dalam negeri juga banyak membahas mengenai
bentuk perilaku seksual anak hingga remaja. Berikut beberapa hasil
penelitian yang memberikan informasi mengenai bentuk perilaku seksual
anak hingga remaja di Indonensia:
a. KOMNAS anak (2009)dalam Rahmawati (2012) mendapatkan, 97%
anak SD pernah mengakses pornografi dari media internet. Berdasarkan
data Depkominfo 2007, terdapat 25 juta pengakses internet di Indonesia
dengan konsumen terbesar 90% adalah anak usia 8-16 tahun, 30%
pelaku sekaligus korban pornografi adalah anak.
b. Menurut Rusman, ketua Yayasan Kita Buah Hati dalam Rahmawati
(2012) survei tahun 2010 di dapatkan 67% siswa Sekolah Dasar (SD)
kelas 4 hingga 6 telah mengakses informasi pornografi dari bacaan dan
jaringan internet. Antara lain mulai komik 24%, situs internet 22%,
permainan 17%, film/TV 12%, telefon genggam 6%, majalah 6%, dan
perkembangan anak seperti penyimpangan perilaku-perilaku seksual
maupun perilaku yang tidak bermoral.
c. Menurut Observasi di Provinsi Nanggro Aceh Darussalam yang
dilakukan oleh Lembaga Centra Muda Putro Phang (LCMPP) 2007
dalam Rahmawati (2012) yang bekerjasama dengan Perkumpulan
Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) di dapatkan bahwa 115 anak
yang bermasalah tentang perilaku seksual terungkap telah melakukan
pacaran dan seks sebanyak 51,30%.
d. Berdasarkan penelitian yang pernah dilaksanakan di SD Negeri 16
Banda Aceh dengan jumlah subjek 390 siswa, ditemukan informasi
bahwa siswa mengaku pernah memegang tangan teman lawan jenisnya.
Adapun wali kelas yang menyatakan bahwa terdapat siswa yang sering
mengganggu teman lawan jenisnya dengan mencium kawan
sebangkunya.
e. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Putri (2013) ditemukan
data mengenai perilaku seksual anak, diantaranya melihat ponografi
6,4%, bergaya seperti orang dewasa 5%, berkata kotor terkait seksual
5,3%, mencium teman lawan jenis 2,9%, melihat organ seksual orang
lain 6,7%, dll.
Berdasarkan bentuk perilaku seksual menurut CSBI dan beberapa
hasil penelitian di atas maka dapat dikatakan bahwa bentuk perilaku
seksual tidak hanya dikonotasikan oleh persetubuhan namun juga
definisi perilaku seksual menurut Gunawan, R (1993) pada penjelasan
sebelumnya.
3. Bentuk Perilaku Seksual Anak Hingga Remaja dalam Tingkatan
Intensitas
Pada penelitian ini perilaku seksual anak hingga remaja dalam
tingkatannya ditentukan dengan menggunakan penjelasan sebelumnya
yang ditinjau dari definisi perilaku seksual, tahap perilaku seksual, tahap
perkembangan perilaku seksual anak hingga remaja, dan bentuk perilaku
seksual anak. Keempat tinjauan tersebut digunakan untuk saling
melengkapi satu sama lain.
Definisi perilaku seksual memiliki sumbangan untuk memberikan
penjelasan mengenai peristiwa yang akan diteliti sehingga sebagai dasar
penelitian untuk diuji. Tahap perilaku seksual secara umum digunakan
untuk membantu peneliti untuk merumuskan bentuk-bentuk perilaku
seksual secara lebih sistematis dari tahap perilaku seksual yang paling
rendah hingga tinggi. Tahap perilaku seksual anak hinga remaja memiliki
sumbangan untuk memberikan batasan mengenai bentuk perkembangan
perilaku seksual pada anak dan remaja sesuai pada tahap
perkembangannya. Penelitian ini tidak berhenti pada tahap perilaku
seksual anak saja akan tetapi dalam kasus ini memiliki dugaan bahwa anak
yang terpapar lirik lagu dewasa akan memiliki tahap perkembangan
tahapan perilaku seksual anak hingga remaja. Bentuk perilaku seksual
anak sumbangannya untuk melengkapi daftar perilaku seksual.
Berikut adalah bentuk perilaku seksual anak hingga remaja dalam
tingkatannya pada penelitian ini:
a. Bersifat psikologis
1) Berdandan dan menggunakan aksesoris
2) Berpakaian yang seronok
3) Mengucapkan kata-kata yang menunjukkan hubungan lawan jenis
4) Ketertarikan pada pesona lawan jenis
5) Mengucapkan kata-kata kasar atau mengumpat yang bersifat sensual
6) Melihat orang lain melepaskan pakaian
7) Melihat gambar-gambar sensual
8) Menonton film berkonten seksual
b. Berkencan
c. Bersentuhan
1) Duduk berdempetan
2) Memegang tangan lawan jenis
3) Bergandengan tangan
4) Bersandar kepala di pundak
5) Merangkul
6) Berpelukan
7) Meraba tubuh lawan jenis
d. Berciuman
1) Mencium tangan
2) Mencium kening
3) Mencium pipi
4) Mencium bibir
e. Pengetahuan seksual
1) Menirukan gerakan hubungan intim
2) Menirukan suara erotis
3) Berbicara mengenai hubungan intim dan topik seksual lainnya
f. Stimulasi oleh diri sendiri
1) Menyentuh kemaluannya
2) Menempelkan atau menggesekkan alat kelaminnya dengan benda
atau tubuh orang lain
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seksual Anak Hingga
Remaja
Peneliti memaparkan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku
seksual berdasarkan pada tahap perkembangan anak hingga remaja
dikarenakan adanya kemungkinan anak-anak melakukan perilaku seksual
juga disebabkan karena faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual
pada remaja. Menurut Sarwono (2007) masalah perilaku seksual timbul
a. Perubahan hormonal
Perubahan hormonal dapat meningkatkan hasrat seksual.
Peningkatan hasrat seksual ini membutuhkan penyaluran dalam bentuk
tingkah laku terntentu.
b. Penundaan usia perkawinan
Penyaluran perubahan hormonal tidak dapat dilakukan karena
adanya penundaan usia perkawinan baik secara hukum menngenai
undang-undang yang menetapkan batas usia menikah (16 tahun untuk
wanita dan 19 tahun untuk laki-laki) maupun karena norma sosial yang
makin lama makin menuntut persyaratan yang semakin tinggi untuk
perkawinan (seperti, pendidikan, pekerjaan, persiapan mental).
c. Sikap orang tua
Sikap orang tua yang masih mentabukan pembicaraan seks
dengan anak serta adanya ketidak terbukaan orang tua dengan anak
mengenai diskusi seksualitas akan cenderung membuat jarak antara
orangtua dan anak dalam masalah seksual.
d. Kurangnya informasi tentang seksual
Pada umumnya anak tidak dibekali pengetahuan mengenai seks.
Dengan demikian anak akan mencari informasi sendiri dan berpaling ke
sumber-sumber lain yang tidak akurat dan dapat disalah artikan oleh
anak, seperti teman,majalah.
Pergaulan antara pria dan wanita juga memiliki peranan dalam
meningkatkan perilaku seksual pada anak maupun remaja, khususnya
pada pergaulan yang bebas.
f. Rangsangan seksual melalui media
Perilaku seksual yang tidak sesuai pada tahap perkembangan
anak makin meningkat dikarenakan adanya penyebaran informasi dan
rangsangan seksual melalui media massa dan teknologi canggih.
Perkembangan anak yang sedang dalam tahap ingin mencoba dan
memiliki rasa ingin tahu, akan meniru apa yang dilihat atau
didengarnya dari media massa.
Penulis memfokuskan pada faktor rangsangan seksual melalui
media massa dikarenakan meningkatnya perilaku seksual yang disebabkan
oleh penyebaran informasi dan rangsangan seksual melalui media massa
menjadi semakin marak. Pada era sekarang media massa dapat diakses
semua kalangan masyarakat dan lapisan umur dengan mudah. Anak yang
sedang dalam periode ingin tahu dan ingin mencoba, akan meniru apa
yang dilihat atau didengarnya dari media massa. Salah satu bentuk hiburan
dari media masa tersebut ialah lagu.
D. Lagu
1. Definisi Lagu
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2011), lagu adalah ragam
lain-lain) atau nyanyian. Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan juga
bahwa musik dan lagu merupakan dua hal yang berkaitan erat satu sama
lain. Pengertian musik lebih luas dari pada pengertian lagu. Ada yang
berpendapat bahwa lagu merupakan bagian dari satu karya musik. Karya
musik sendiri meliputi karya musik yang mengunakan lirik (lagu) maupun
karya musik tanpa lirik (instrumental)
Menurut Wikipedia (2013), lagu merupakan gubahan seni nada
atau suara dalam urutan, kombinasi, dan hubungan temporal (biasanya
diiringi dengan alat musik) untuk menghasilkan gubahan musik yang
mempunyai kesatuan dan kesinambungan (mengandung irama). Dan
ragam nada atau suara yang berirama disebut juga dengan lagu.
Dari definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa lagu adalah
suara yang berirama dan terdapat unsur lirik yang saling
berkesinambungan.
2. Unsur-unsur pada Lagu
Suatu karya musik terutama lagu terdiri dari unsur-unsur tertentu
sebagai pembentuknya yang mempunyai kaitan yang sangat erat antara
satu dengan yang lain. Unsur-unsur tersebut diantaranya:
a. Nada
Nada atau suara merupakan faktor pembentuk yang pertama
disusun atau kombinasi sehingga menghasilkan komposisi (suara) yang
oleh notasi musik sebagai seperangkat atau sistem lambang (tanda)
yang menggambarkan suatu nada.
b. Irama
Dalam proses penyusuan nada atau suara menjadi suatu karya
musik, maka juga diperlukan unsur lain seperti irama atau ritme. Irama
terdiri dari tempo dan dinamika. Tempo merupakan ukuran waktu,
tempo menentukan turun naiknya atau cepat lambatnya suatu lagu.
Adakalanya suatu lagu mempunyai irama yang lambat pada awalnya
dan menjadi cepat saat bagian pengulangannya atau sebaliknya.
Contohnya lagu-lagu perjuangan rata-rata mempunyai dinamika yang
keras. Sedangkan lagu-lagu pop rata-ratanya mempunyai dinamika
yang lemah.
c. Lirik/ Syair
Apabila karya musik yang dihasilkan bukan merupakan karya
instrumental, maka dibutuhkan lirik. Pengertian lirik lagu menurut
Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer adalah karya puisi yang
menggambarkan perasaan dan dibawakan dengan bernyanyi. Bentuk
ekspresi emotif tersebut diwujudkan dalam bunyi dan kata. Lirik
merupakan bagian dari suatu karya sastra. Lirik merupakan susunan
kata dari sebuah nyanyian yang merupakan curahan perasaan pribadi
dari pengarangnya. Oleh karena itu, maka pernyataan yang mengatakan
bahwa suatu karya musik lebih luas dari suatu karya sastra merupakan