• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan keterpaparan lagu dewasa lirik percintaan dengan perilaku seksual pada akhir masa anak anak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan keterpaparan lagu dewasa lirik percintaan dengan perilaku seksual pada akhir masa anak anak"

Copied!
177
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN KETERPAPARAN LAGU DEWASA LIRIK PERCINTAAN

DENGAN PERILAKU SEKSUAL PADA AKHIR MASA ANAK-ANAK

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh :

Fransisca Christy Utami

NIM : 099114117

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

Don’t worry that children never listen to you.

Worry that they are always watching you.

By: Robert Fulghum

Kita tidak bisa merubah arah angin, tetapi

kita bisa mengatur posisi layar kapal kita

untu

k

tetap pada arah tujuan

.

(5)

Kupersembahkan karya ini untuk:

Tuhan Yesus Kristus,

Papa Agustinus Sukarmo,

Mama Fransisca Romana Indriyani,

Lidwina Desi Kurniawati,

(6)
(7)

HUBUNGAN KETERPAPARAN LAGU DEWASA LIRIK PERCINTAAN DENGAN PERILAKU SEKSUAL PADA AKHIR MASA ANAK-ANAK

Fransisca Christy Utami

ABSTRAK

Penelitian ini adalah penelitian korelasional yang bertujuan untuk melihat hubungan antara keterpaparan lagu dewasa lirik percintaan dengan perilaku seksual pada akhir masa anak-anak. Hipotesis penelitian adalah ada korelasi yang positif antara keterpaparan lirik lagu dewasa terhadap perilaku seksual pada akhir masa anak-anak. Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah anak usia 8-10 tahun yang berjumlah 45 orang. Pengumpulan data yang digunakan adalah skala rating keterpaparan lirik lagu dewasa dan skala rating perilaku seksual anak. Uji hipotesis penelitian ini menggunakan uji Pearson Product Moment. Korelasi yang diperoleh sebesar 0,693 dengan taraf signifikan 0,000 (p< 0,05) dan hasil data menunjukkan adanya korelasi positif antara keterpaparan lagu dewasa lirik percintaan dengan perilaku seksual pada akhir masa anak-anak. Artinya, semakin tinggi keterpaparan lagu dewasa lirik percintaan maka perilaku seksualnya akan semakin tinggi.

(8)

THE RELATION BETWEEN EXPOSURE OF LOVE SONG LYRIC FOR ADULT AND SEXUAL BEHAVIOUR ON LATE CHILDHOOD

Fransisca Christy Utami

ABSTRACT

This study was a correlation study which aimed to see the corelation between exposure of love song lyric for adult and sexual behaviour among late childhood (8-10 Age). The hypothesis y was there was a positive correlaion between exposure of love song lyric for adult and sexual behaviour on late childhood (8-10 Age). The subject of this research are children which have age 8 till 10 years old amounting to 45 people. The data collection to be used was song lyric’s exposure scale and child sexual behaviour scale. The research was analyzed by Pearson Product Moment Correlation analysis. The correlation was 0,693 with significance score 0,000 (p< 0,05) and the result of the data analyzed showed that there was positive correlation between exposure of love song lyric for adult and sexual behaviour with F (157.172). It mean’s if the children had more exposure of love song lyric for adult their sexual behaviour will progressively increase.

(9)
(10)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah melimpahkan kasih

dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

“Hubungan Keterpaparan Lagu Dewasa Lirik Percintaan Dengan Perilaku

Seksual Pada Akhir Masa Anak-Anak”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi

salah satu syarat akademis dalam menyelesaikan program strata satu (S1) Fakultas

Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Pada proses penyelesaian

skripsi ini, banyak pihak yang telah memberikan bantuan berupa moral, material

maupun spiritual. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan

ucapan terima kasih kepada:

1. Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si. selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas

Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Agnes Indar Etikawati, S.Psi., Psi., M.Si., selaku dosen pembimbing yang

telah memberikan bantuan, bimbingan dan saran selama proses pengerjaan

skripsi hingga terselesainya skripsi ini.

3. Victoria Didik Suryo Handoko, M.Si., selaku dosen mata kuliah Seminar

yang telah membimbing peneliti dan memberikan masukan selama proses di

matakuliah seminar sehingga topik ini dapat direalisasikan dalam skripsi.

4. Seluruh dosen dan staf yang telah membantu penulis selama proses

(11)

5. Kepala sekolah SD Kanisius Kalasan, Kanisius Kotabaru dan SD Negeri

Golo yang sudah memberikan kesempatan bagi peneliti untuk melakukan

penelitian di sekolah.

6. Kedua orang tua tercinta papa Agustinus Sukarmo dan mama Fransisca

Romana Indriyani yang telah memberikan kasih sayang, perhatian, motivasi

dan doa sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

7. Adekku Lidwina Desi Kurniawati yang selalu memberikan perhatian dan

mengingatkan penulis untuk mengerjakan skripsi.

8. Andi Paddusung Prabandaru yang telah memberikan doa, perhatian,

kesabaran, motivasi, dan selalu mendengarkan segala keluhan penulisan.

Terimakasih udah jadi pa rtner yang oke banget. “Terimakasih untuk

dukungan semangatnya dari berjuang lulus UAN hingga skrispi.”

9. Ibu Monica Rubiyati yang telah memberikan perhatian dan kasih sayang

selayaknya orang tua sendiri.

10. Teman-teman Psikologi 2009, teman-teman kelas C angkatan 2009.

Terimakasih untuk kebersamaan dan segala proses yang pernah dilalui.

Semoga kita sukses selalu.

11. Mbak Veenu, M.Si yang telah memberikan kesempatan dan pengalaman yang

bermanfaat untuk bergabung di biro FOCUS Psikologi.

12. Teman-teman Crew Radio Masdha FM angkatan 2009, terimakasih untuk

proses dinamikanya selama 2 tahun.

13. Teman-teman SMA Stella Duce 2 angkatan 2006-2009 “Thanks ndess buat

(12)

14. Alumni SD Tarakanita 5 dan SMP Tarakanita 4 Jakarta Timur, terimakasih

sudah mengajarkan penulis mengenai betapa petingnya bersaing secara

akademik.

15. Semua pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Terimakasih atas

semua dukungan dan doanya sehingga karya ini dapat diselesaikan dengan

baik

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidaklah sempurna, oleh karena itu

penulis menerima kritik dan saran yang membangun guna menunjang

kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak dan

dapat dijadikan bahan kajian lebih lanjut

Penulis,

(13)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ii

HALAMAN PENGESAHAN iii

HALAMAN MOTTO iv

HALAMAN PERSEMBAHAN v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA vi

ABSTRAK vii

ABSTRACT viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ix

KATA PENGANTAR x

DAFTAR ISI xiii

DAFTAR TABEL xvii

DAFTAR SKEMA xviii

DAFTAR LAMPIRAN xix

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 1

B. Rumusan Masalah 8

C. Tujuan Penelitian 8

D. Manfaat Penelitian 9

1. Manfaat Teoretis 9

(14)

BAB II LANDASAN TEORI 11

A. Perilaku Seksual 11

1. Definisi Perilaku Seksual 11

2. Tahap-tahap Perilaku Seksual 12

B. Karakteristik Anak Usia 8-10 Tahun

(Masa Akhir Anak-anak) 18

1. Definisi Masa Anak-anak 18

2. Karakteristik Perkembangan Masa Akhir Anak-anak 19

C. Perilaku Seksual Anak 20

1. Tahap Perkembangan Perilaku Seksual Anak

Hingga Remaja 20

2. Bentuk Perilaku Seksual Anak Hingga Remaja 32

3. Bentuk Perilaku Seksual Anak Hingga Remaja

dalam Tingkatan Intensitas 36

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seksual

Anak Hingga Remaja 38

D. Lagu 40

1. Definisi Lagu 40

2. Unsur-unsur pada Lagu 41

3. Fungsi Lagu Bagi Anak-anak 43

4. Perkembangan Lagu di Indonesia 43

(15)

E. Keterpaparan 48

F. Proses Belajar 49

G. Dinamika Hubungan Keterpaparan Lagu Dewasa Lirik

Percintaan dengan Perilaku Seksual pada Akhir Masa

Anak-anak 50

H. Hipotesis 55

BAB III METODE PENELITIAN 56

A. Jenis Penelitian 56

B. Identifikasi Variabel Penelitian 57

C. Definisi Operasional 57

1. Keterpaparan Lagu Dewasa dengan Lirik Percintaan 57

2. Perilaku Seksual Anak 58

D. Subjek Penelitian 59

E. Metode Pengumpulan Data 60

1. Skala Rating Keterpaparan Lirik Lagu 61

2. Skala Rating Perilaku Seksual Anak 63

F. Prosedur Penelitian 66

G. Kredibilitas Alat Ukur 67

1. Validitas 67

2. Reliabilitas 68

(16)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 69

A. Pelaksanaan Penelitian 69

B. Data Demografi Subjek Penelitian 70

C. Deskripsi Data Penelitian 71

1. Deskripsi Data Statistik 71

2. Deskripsi Data Respon Subjek 76

D. Hasil Penelitian 80

1. Uji Asumsi 80

2. Uji Hipotesis 83

E. Pembahasan 84

BAB V PENUTUP 91

A. Kesimpulan 91

B. Saran 92

1. Bagi Orang Tua dan Guru 92

2. Bagi Penelitian Selanjutnya 92

3. Bagi Produser Musik Indonesia 93

DAFTAR PUSTAKA 94

(17)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Blue Print Skala Rating Keterpaparan Lirik Lagu 62 Tabel 2 : Blue Print Skala Rating Perilaku Seksual Anak 65 Tabel 3 : Data Demografi Subjek Penelitian 70

Tabel 4 : Deskripsi Statistik Data Empiris Skala Keterpaparan

Lirik Lagu Dewasa 71

Tabel 5 : Perbandingan Data Empirik dan Data Teoritik Skala

Keterpaparan Lirik Lagu Dewasa 72

Tabel 6 : Kriteria Kategorisasai Variabel Keterpaparan Lirik

Lagu Dewasa 74

Tabel 7 : Deskripsi Statistik Data Empiris Skala Perilaku Seksual

Anak 74

Tabel 8 : Perbandingan Data Empirik dan Data Teoritik Skala

Perilaku Seksual Anak 75

Tabel 9 : Kriteria Kategorisasi Variabel Perilaku Seksual Anak 76

Tabel 10 : Deskripsi Respon Subjek terhadap Keterpaparan Lirik

Lagu Dewasa 77

Tabel 11 : Deskripsi Respon Subjek terhadap Perilaku Seksual

Anak 78

Tabel 12 : Hasil Uji Normalitas 81

Tabel 13 : Hasil Uji Linearitas 82

(18)

DAFTAR SKEMA

Skema 1 : Hubungan Keterpaparan Lagu Dewasa Lirik Percintaan

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Skala Rating Keterpaparan Lagu Dewasa Lirik Percintaan 98

Lampiran 2 : Skala Rating Perilaku Seksual Anak untuk Orang Tua 101

Lampiran 3 : Skala Rating Perilaku Seksual Anak untuk Guru 110

Lampiran 4 : Pembobotan Aitem Skala Rating Perilaku Seksual Anak 119

Lampiran 5 : Hasil Skor Total Keterpaparan Lirik Lagu Dewasa 124

Lampiran 6 : Hasil Skor Perilaku Seksual Anak dari Orang Tua 127

Lampiran 7 : Hasil Skor Perilaku Seksual Anak dari Guru 134

Lampiran 8 : Hasi Uji Asumsi 141

Lampiran 9 : Hasil Uji Hipotesis 143

Lampiran 10 : Respon Subjek terhadap Keterpaparan Lirik Lagu

Dewasa Percintaan 145

Lampiran 11 : Lirik Lagu dengan Frekuensi Sering Didengar oleh

Anak 150

(20)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setiap negara selalu dituntut untuk dapat dinamis dalam mengikuti

perkembangan globalisasi. Salah satu perkembangan yang terjadi di arus

global ini ialah perkembangan trend dengan konsep budaya pop. Dunia

seakan menjadi tempat untuk menampung derasnya aliran budaya pop yang

hadir melalui ruang dan waktu. Secara disadari atau tidak, jenis budaya ini

telah mempengaruhi kehidupan masyarakat Indonesia pada umumnya.

Menurut McQual, 1996 (dalam Mahar, 2012) wujud budaya pop beraneka

macam, misalnya bahasa, teknologi, busana, tata cara, dan musik.

Musik merupakan gambaran kehidupan manusia yang dinyatakan dalam

bentuk bunyi yang berirama sebagai penyaluran pikiran dan perasaan.

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (2011), musik adalah nada atau

suara yang disusun sedemikian rupa sehingga mengandung irama, lagu dan

keharmonisan. Secara umum, musik dikelompokkan menurut kegunaannya

menjadi tiga ranah besar, yaitu musik seni, musik tradisional dan musik

populer (Wikipedia, 2013).

Musik pop merupakan salah satu aliran musik yang dapat dinikmati

oleh semua kalangan usia, akan tetapi musik ini lebih berpengaruh pada

kalangan anak muda dikarenakan musik pop merupakan jenis musik yang

(21)

diungkapkan oleh Storey, John (2008), “Budaya musik pop seperti lagu,

majalah, konser, festival, film dan sebagainya membantu memperlihatkan

pemahaman akan identitas di kalangan muda.” Fenomena budaya pop

menyebabkan para produser musik di Indonesia saling berlomba-lomba

menciptakan lagu dengan aliran pop yang khususnya ditujukan untuk

kalangan muda dan mulai meninggalkan lagu anak-anak, sehingga secara

perlahan anak mulai disuguhi oleh lagu dewasa.

Pada dasarnya anak suka mendengarkan semua jenis lagu karena lagu

dapat dijadikan sarana hiburan untuk anak-anak. Lagu merupakan sarana

hiburan yang paling mudah ditemui, ekonomis, dan dapat didengar

bersamaan dengan melakukan aktivitas lain. Oleh sebab itu, lagu dapat

didengar dimana saja dengan bersamaan melakukan aktivitas lain, seperti saat

bermain dan di dalam mobil saat menuju perjalanan. Mendengarkan musik

dan lagu juga merupakan hiburan yang populer di kalangan anak-anak.

Mendengarkan musik dan berbicara tentang lagu yang disukai dengan teman

sebayanya dapat berfungsi sebagai pengikat yang mendukung penerimaan

sosial (Hurlock, 1990).

Gardner (dalam Sheppard, 2007), membuktikan bahwa alunan musik

mampu mempengaruhi perkembangan intelektual anak dan kemampuannya

dalam bersosialisasi. Melalui musik dan lagu, anak mampu mengendalikan

emosi, perasaan sedih ataupun senang. Lewat syair lagu, imajinasi anak dapat

(22)

Lagu (nyanyian) anak adalah lagu yang pantas didengarkan dan

dinyayikan untuk anak-anak yang terkandung unsur hiburan maupun unsur

pendidikan juga (Ibu & balita, 2013). Namun sangat disayangkan lagu anak

di era sekarang semakin langka di dengar. Secara perlahan musik anak di

Indonesia tidak mendapatkan tempat seperti era-era sebelumnya. Sepinya

lagu anak tersebut juga tidak terlepas dari masalah industri musik di

Indonesia, dimana lagu anak adalah salah satu industri musik yang tidak

menguntungkan untuk era ini.

Berdasarkan dari segi keuntungan dan pendapatan, para produser

musik di Indonesia lebih berminat pada lagu-lagu dewasa yang komersial

sehingga menyebabkan jumlah lagu anak lebih sedikit dibandingkan dengan

lagu dewasa. Hal ini dapat dibuktikan dengan banyaknya program musik di

televisi dengan konten lagu-lagu dewasa yang berlomba-lomba dalam

mencapai rating yang tinggi (Utari, 2013). Oleh karena itu, banyak dari

anak-anak yang akhirnya mendengarkan lagu dengan lirik dewasa yang tidak

sesuai dengan perkembangannya sehingga sangatlah wajar apabila sebagian

besar anak jaman sekarang lebih mudah menyanyikan lagu dengan lirik cinta

dewasa dibandingkan menyanyi lagu anak.

Dalam harian Republika (Rabu, 21 Juli 2010) dengan tajuk “Lagu

anak-anak kian tak punya identitas” disebutkan juga bahwa anak-anak hari ini

sudah tidak memiliki identitas lagi dalam menyanyikan sebuah lagu. Sebab,

lagu yang anak-anak nyanyikan bukan lagi lagu untuk anak-anak yang sesuai

(23)

ungkapkan oleh Direktur Utama Pembangunan Jaya Ancol Tbk, Sumadi,

mengatakan, sepuluh tahun belakangan ini, lagu-lagu anak hampir tidak ada

sama sekali. Bahkan penyanyi cilik saat ini cenderung menyanyikan lagu

orang-orang dewasa. Anak-anak seakan-akan tidak diberikan pilihan untuk

mendengarkan lagu yang sesuai dengan umurnya melainkan di sodorkan

lagu-lagu orang dewasa.

Lagu orang dewasa merupakan lagu yang layak dikonsumsi oleh

tingkat dewasa yaitu diatas usia dua puluh tahun ke atas, sedangkan lagu

anak-anak merupakan lagu yang dikhususkan untuk dikonsumsi oleh anak

yang berusia 4 hingga 16 tahun. Berdasarkan lirik dan tema, lagu anak-anak

dan lagu orang dewasa juga sangat berbeda. Lirik lagu pada lagu anak-anak

memiliki lirik yang ringan, seperti adanya pengulangan nada dan kata yang

sama, sedangkan lirik pada lagu orang dewasa biasanya memiliki makna yang

lebih mendalam. Begitupun dari segi tema lagu, lagu anak-anak lebih

bertemakan kepada kehidupan anak-anak itu sendiri, seperti sekolah,

orangtua, guru, teman, dan binatang peliharaan. Lagu orang dewasa biasanya

bertemakan hubungan antara pria dan wanita dalam percintaan (Ibu & balita,

2013).

Pemaparan lagu dengan lirik dewasa secara intensif dikhawatirkan

dapat berdampak pada psikologis perkembangan anak khususnya perilaku

seksual yang terjadi pada masa akhir anak. Secara disadari atau tidak lagu

dewasa akan memaksa mereka untuk menjadi lebih dewasa dari umur yang

(24)

terjadi di kalangan anak SD. Hal ini dikarenakan permasalahan kehidupan

orang dewasa disampaikan melalui lirik-lirik lagu yang dapat mengakibatkan

anak-anak menelan mentah-mentah lirik pada lagu tersebut.

Fenomena ini juga menjadi salah satu sorotan keprihatinan Dr. Seto

Mulyadi yang merupakan ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak. Beliau

sempat menyampaikan pendapatnya bahwa anak-anak zaman sekarang

disuguhi dengan lagu-lagu dewasa yang bukan untuk mereka (Lampost,

2013). Kenyataannya lagu dewasa yang sering dinyanyikan anak-anak dapat

memberikan dampak negatif terhadap perkembangan anak. Hal ini

dikarenakan isi lagu dewasa penuh dengan tema percintaan, kisah asmara,

jatuh cinta antara kedua insan, dan cenderung berbau porno (Faldana, 2011).

Anak-anak akan dengan mudah untuk mengimitasi atau meniru segala

informasi yang mereka dapatkan. Salah satunya informasi melalui proses

belajar simbolik dengan bentuk instruksi verbal. Bandura menjelaskan bahwa

manusia belajar meniru bukan hanya melalui model hidup namun dari banyak

model, seperti model simbolik. Bentuk lain pemodelan simbolik ini adalah

instruksi verbal dari lagu dewasa dengan lirik percintaan. Instruksi verbal dari

lagu dewasa ini semakin besar ditiru dikarenakan karakteristik perkembangan

anak usia 8 hingga 10 tahun. Pada usia ini, anak memiliki karakteristik

kognitif operasional konkrit, yang mana anak dapat berpikir lebih logis serta

dapat memahami konsep percakapan. Anak juga memiliki ingatan dengan

(25)

ingatannya dengan baik melalui belajar menggunakan bantuan-bantuan

memori seperti pengulangan verbal secara terus-menerus.

Pada usia 8 hingga 10 tahun, karakteristik sosial emosi anak juga

berada pada tahap pengenalan gender dengan ruang gerak hubungan sosial

yang semakin luas. Reaksi emosional pada anak juga lebih bervariasi, seperti

rasa takut, rasa marah, cemburu, kegembiraan dan kasih sayang

(Hurlock,1990). Pemahaman emosional anak juga semakin tinggi bila

dibandingkan masa sebelumnya. Sehubungan dengan karakteristik

perkembangan anak usia 8 hingga 10 tahun tersebut, maka sungguh mudah

bagi seorang anak untuk menerima dan mengingat suatu lagu termasuk lagu

dengan lirik dewasa. Oleh karena itu, anak yang terbiasa terpapar lagu dengan

lirik tersebut dikhawatirkan akan ditiru ke dalam kehidupan kesehariannya

khususnya dalam perilaku seksualnya.

Perilaku seksual merupakan segala tingkah laku yang didorong oleh

hasrat seksual, baik dengan lawan jenisnya maupun dengan sesama jenis.

Dalam hal ini perilaku seksual bisa bermacam-macam, seperti munculnya

perasaan tertarik sampai tingkah laku berkencan, bercumbu hingga

bersenggama (Sarwono,2007). Bila dilihat berdasarkan perkembangan

karakteristik seksual anak secara garis besar dikatakan bahwa pada masa

akhir anak merupakan masa dimana individu belum matang secara seksual.

Akan tetapi anak akan mulai mengembangkan konsep yang jelas tentang

peran seks yang sesuai untuk anak laki-laki dan perempuan. Selain itu, anak

(26)

seks tersebut. Oleh karena itu pada umumnya anak akan berusaha

memperoleh informasi dari buku atau bertukar cerita maupun lelucon dengan

teman-temannya (Hurlock, Elizabeth B. 1990).

Dalam beberapa kasus, perilaku seksual anak pada saat ini cukup

memprihatinkan seperti halnya penelitian yang pernah dilakukan oleh komnas

anak tahun 2009 yang mendapatkan angka 97% anak SD pernah mengakses

pornografi melalui internet (Rahmawati, 2012). Berdasarkan data

Depkominfo 2007, ada 25 juta pengakses internet di Indonesia konsumen

terbesar 90% adalah anak usia 8-16 tahun, 30% pelaku sekaligus korban

pornografi adalah anak. Survey UNICEF (2003) dalam Rahmawati (2012)

memperoleh informasi yang sangat buruk terhadap perilaku anak dan remaja

di Inggris, diantaranya generasi muda di Inggris sangat memprihatinkan

dikarenakan anak-anak telah terbiasa melakukan hubungan seksual. Menurut

Observasi di Provinsi Nanggro Aceh Darussalam yang dilakukan oleh

Lembaga Centra Muda Putro Phang (LCMPP) 2007 dalam Rahmawati (2012)

yang bekerjasama dengan Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia

(PKBI) di dapatkan bahwa 115 anak yang bermasalah tentang perilaku

seksual terungkap telah melakukan pacaran dan seks sebanyak 51,30%.

Berdasarkan penelitian yang pernah dilaksanakan di SD Negeri 16 Banda

Aceh dengan jumlah subjek 390 siswa, ditemukan informasi bahwa siswa

mengaku pernah memegang tangan teman lawan jenisnya. Adapun wali kelas

yang menyatakan bahwa terdapat siswa yang sering mengganggu teman

(27)

Dengan dilatarbelakangi keprihatinan penulis akan fenomena

pemaparan lagu dewasa lirik percintaan terhadap anak-anak dan

meningkatnya perilaku seksual pada anak-anak, maka timbul ketertarikan

khusus bagi penulis untuk membuat penelitian mengenai hubungan

pemaparan lagu dewasa lirik percintaan dengan perilaku seksual khususnya

pada akhir masa anak-anak. Peneliti memiliki dugaan bahwa semakin tinggi

keterpaparan lagu dewasa dengan lirik percintaan maka semakin

mempengaruhi perilaku seksual pada anak, khususnya akhir masa anak-anak

yang berusia 8-10 tahun. Penelitian ini diharapkan dapat mengurangi dampak

negatif dari fenomena tersebut yang di dikhawatirkan nantinya dapat menjadi

“bom waktu” bagi penyimpangan perilaku anak-anak ke depannya khususnya

dalam perilaku seksualnya.

B. Rumusan Masalah

Adakah hubungan positif antara tingkat keterpaparan lagu dewasa lirik

percintaan dan tingkat perilaku seksual anak?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan adanya hubungan positif

antara tingkat keterpaparan lagu dewasa lirik percintaan dan tingkat perilaku

(28)

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dapat di ambil dari penelitian ini adalah:

1. Manfaat Teoretis

a. Bagi Ilmuwan Psikologi

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi

perkembangan ilmu psikologi perkembangan pada anak, khususnya

tentang hubungan pemaparan lagu dewasa lirik percintaan dengan

perilaku seksual pada akhir masa anak-anak.

b. Bagi Peneliti Lain

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi pada

penelitian berikutnya yang ada kaitannya dengan perilaku seksual anak.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Orangtua

Memberikan masukan bagi orang tua untuk memberikan

pendampingan bagi anak-anaknya untuk mendengarkan lagu yang

sesuai dengan umurnya sehingga anak dapat berkembang sesuai dengan

umurnya baik secara psikologi maupun bahasa serta pembentukan

karakter anak.

b. Bagi Prosedur Musik Indonesia

Penelitian ini dapat memberikan masukan, khususnya bagi

produser musik di Indonesia untuk bisa memproduksi kembali lagu

anak, sehingga diharapkan anak memperoleh haknya untuk

(29)

dapat menikmati waktu bermainnya tanpa harus dipengaruhi oleh lagu

(30)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Perilaku Seksual

1. Definisi Perilaku Seksual

Secara harafiah kata seks mengacu pada aktivitas biologis yang

berhubungan dengan alat kelamin (genitalia). Akan tetapi, pengertian seks

yang menekankan pada keadaan anatomis dan biologis sebenarnya

hanyalah pengertian sempit dari apa yang dimaksud dengan seksualitas.

Para ahli berpendapat bahwa seks dapat memicu atau menghasilkan suatu

perilaku. Hal ini dikarenakan, seksualitas merupakan keseluruhan

kompleksitas emosi, perasaan, kepribadian dan sikap seseorang yang

berkaitan dengan perilaku serta orientasi seksualnya (Gunawan,1993).

Pengertian seksual secara umum menurut Gunawan (1993)

mencakup:

a. Sex act (tindakan seksual)

Pengertian seks yang dikonotasikan pada persetubuhan.

Berdasarkan tujuannya sex acts dibedakan menjadi tiga macam. Pertama, bertujuan untuk memiliki anak (sex a s procreational), kedua, untuk sekadar mencari kesenangan (sex as recreational) dan ketiga, dimaksudkan sebagai bentuk ungkapan penyatuan rasa, seperti cinta

(31)

b. Sexual behavior (perilaku seksual)

Pengertian seksual yang bersifat psikologis, seperti cara

berpakaian yang seronok, gerak-gerik yang erotis, membaca majalah

porno dan gambar-gambar yang sensual, serta ketertarikan pada pesona

lawan jenis.

Nevid, Rathus (1995), mendefinisikan perilaku seksual sebagai

semua jenis aktifitas fisik yang menggunakan tubuh untuk

mengekspresikan perasaan erotis atau perasaan afeksi.

Menurut Sarwono (1985), perilaku seksual adalah segala tingkah

laku yang didorong oleh hasrat seksual yang dilakukan dengan lawan jenis

maupun dengan sesama jenis. Bentuk-bentuk perilaku seksual ini bisa

bermacam-macam, mulai dari perasaan tertarik sampai pada munculnya

tindakan untuk berkencan, bercumbu dan bersenggama. Objek seksualnya

dapat berupa orang lain, seseorang dalam khayalan maupun diri sendiri.

Berdasarkan pengertian di atas, maka disimpulkan bahwa perilaku

seksual adalah tindakan yang dilakukan untuk mengekspresikan peraasaan

erotis atau perasaan afeksi, tidak hanya dikaitkan dengan persetubuhan

namun juga dapat bersifat psikologis.

2. Tahap-tahap Perilaku Seksual

Berbagai macam tahap-tahap perilaku seksual, menurut Master

(32)

a. Bergandengan tangan dan memegang

Bergandengan tangan dan memegang adalah salah satu bentuk

dari sentuhan. Sentuhan merupakan bentuk perilaku ataupun maksud

suatu arti dari beberapa hal, seperti mengucapkan salam dan memberi

selamat. Ditingkat yang lebih tinggi lagi sentuhan dapat diartikan untuk

memberikan rasa aman dan kepercayaan. Akan tetapi, disisi yang lain

sentuhan berarti pula untuk mendapatkan kesenangan seksual.

b. Berpelukan

Berperlukan merupakan bentuk ungkapan kasih sayang ataupun

untuk mendapatkan kesenangan seksual. Berpelukan untuk kasih

sayang dapat berupa pelukan selamat tinggal sedangkan berpelukan

untuk kesenangan seksual berupa tindakan pelukan dengan saling

meraba tubuh pasangan.

c. Berciuman

Berciuman merupakan salah satu bentuk sentuhan yang

merupakan simbol afeksi dan dapat bersifat sangat sensual. Ciuman

yang tergolong simbol afeksi berupa ciuman ringan seperti cium

kening, cium pipi sedangakan ciuman yang bersifat sensual seperti

ciuman bibir dan leher (necking).

d. Menyentuh daerah sensitif

Menyentuh dengan memberi stimulus untuk kesenangan seksual

(33)

e. Memegang alat kelamin

Menyentuh dengan memberi stimulus pada alat vital akan

memberi kesenangan secara seksual, dikarenakan daerah genital

merupakan salah satu bagian tubuh yang sensitif ketika disentuh. Bila

pasangan saling memegang alat kelamin hingga memberikan stimulasi

secara kontinyu, sering disebut saling masturbasi.

f. Petting

Petting adalah kontak fisik antara pria dan wanita dengan tujuan untuk menghasilkan kesenangan seksual tanpa coitus (tanpa memasukan penis ke vagina). Beberapa pendapat menyatakan bahwa

petting dilakukan untuk mengekspresikan perilaku seksual dengan tetap menjaga keperawanan pada perempuan.

g. Oral genital sex

Oral genital sex merupakan perilaku seksual dengan cara pemberian stimulus genital oleh mulut. Pemberian stimulus genital oleh

mulut biasanya dilakukan sebelum seseorang melakukan coital seksual. Oral genital seksual dapat berupa jilatan, hisapan dan gigitan.

h. Anal sex

Anal sex adalah perilaku seksual dengan penetrasi pada anus oleh penis pria atau dengan menggunakan alat lain.

(34)

Coital sex play adalah hubungan seksual dengan memasukan penis ke vagina. Oleh karena itu, coital sex play sering disebut vaginal sex dalam hubungan seksual heteroseksual. Perilaku seksual ini dianggap normal dan wajar.

Menurut Rathus, dkk., (2008) tahap dari perilaku seksual meliputi:

a. Menyentuh

Sentuhan ini mengandung arti kesenangan seksual. Beberapa

bentuk dari menyentuh yaitu memegang, memeluk dan sentuhan

nongenital. b. Mencium

Ciuman dilakukan dengan menyentuh satu sama lain dengan

bibir. Bentuk ciuman tersebut bersifat afeksi namun juga bisa bersifat

sensual. Ciuman afeksi bisa dalam bentuk mencium tangan, pipi,

kening sedangkan ciuman yang bersifat sensual berupa ciuman leher

dan bibir. Ciuman bibir mempunyai 2 jenis yaitu ciuman sederhana dan

ciuman yang dalam. Ciuman sederhana yaitu pasangan berciuman

dalam keadaan bibir tertutup. Ciuman yang dalam yaitu ciuman yang

dilakukan dengan cara memasukan lidah dalam mulut satu sama lain

sehingga dalam ciuman ini masing-masing membuka mulutnya secara

lebar.

c. Stimulasi payudara

Stimulasi payudara ini dilakukan dengan memberi stimulus pada

(35)

perempuan. Tangan dan mulut dapat digunakan untuk memberi

stimulus pada payudara dan puting. Hal ini disebabkan payudara dan

puting merupakan salah satu daerah sensitif.

d. Stimulasi oral-genital

Stimulus oral-genital adalah stimulus yang dilakukan pada alat genital menggunakan mulut. Pemberian stimulus pada alat kelamin

laki-laki oleh lidah dan mulut dinamakan fellatio sedangkan pemberian stimulus pada alat kelamin perempuan oleh lidah dan mulut dinamakan

cunnilingus. Fellatio ini dilakukan dengan menghisap penis.

Cunnilingus dilakukan dengan mencium, menjilat area alat kelamin perempuan terutama klitois.

e. Sexual intercourse

Sexual intercourse atau coitus (berasal dari bahasa latin coire) adalah aktivitas seksual antara laki-laki dan perempuan dengan cara

memasukan penis ke dalam vagina.

Menurut Schofield (1965) menyimpulkan bahwa tahap perilaku

seksual meliputi:

a. Perilaku berkencan (dating), merupakan salah satu perilaku seksual dimana individu ingin bertemu dengan lawan jenisnya dan

membawanya berpergian.

b. Mencium

(36)

menyentuh alat kelamin dalam keadaan berpakaian, menyentuh alat

kelamin dalam keadaan tidak berpakaian.

d. Sexual Intercourse

Berdasarkan uraian diatas mengenai tahap-tahap perilaku seksual

secara umum menurut Master (1982), Rathus (2008) dan Schofield (1965)

maka dapat disimpulkan bahwa perilaku seksual diawali dari tahap yang

paling rendah sampai tahap paling tinggi, yaitu:

a. Berkencan (Schofield)

b. Bersentuhan (Master, Rathus)

1) Bergandengan atau memegang tangan

2) Merangkul

3) Berpelukan

c. Berciuman (Master, Rathus, Schofield)

Berciuman merupakan salah satu bentuk penyampaian simbol

afeksi dan dapat bersifat sangat sensual.

1) Ciuman afeksi, seperti cium tangan, cium kening, cium pipi

2) Ciuman yang bersifat sensual, seperti

i. Ciuman leher (necking)

ii. Ciuman bibir, seperti ciuman sederhana (berciuman dengan mulut

keadaan tertutup) dan ciuman dalam (berciuman dengan cara

memasukan lidah dalam mulut satu sama lain hinga

(37)

d. Petting (Master, Rathus, Schofield) 1) Menyentuh daerah sensitif, seperti:

i. Menyentuh payudara dalam keadaan berpakaian

ii. Menyentuh payudara dalam keadaan tidak berpakaian

iii.Menyentuh alat kelamin dalam keadaan berpakaian

iv.Menyentuh alat kelamin dalam keadaan tidak berpakaian

2) Saling menempelkan alat kelamin dalam keadaan berpakaian dan

tidak berpakaian

3) Oral genital, seperti jilatan, hisapan dan gigitan 4) Anal genital

e. Hubungan seksual (Master, Rathus, Schofield)

B. Karakteristik Anak Usia 8-10 Tahun (Masa Akhir Anak-anak)

1. Definisi Masa Akhir Anak-anak

Menurut Hurlock (1990) pada periode perkembangan utama

menyatakan bahwa masa kanak-kanak terdiri dari rentang usia 2 tahun

sampai masa remaja. Pada periode ini anak-anak terdiri dari 2 masa, yaitu:

a. Masa kanak-kanak dini (2 sampai 6 tahun)

Merupakan usia prasekolah atau “prakelompok”. Pada masa ini

anak berusaha mengendalikan lingkungannya dan sudah mulai belajar

mengendalikan dirinya secara sosial.

b. Masa akhir kanak-kanak (6 sampai 13 tahun pada anak perempuan dan

(38)

Merupakan usia sekolah atau “usia kelompok”. Oleh karena itu,

perkembangan utama dari periode ini ialah sosialisasi. Akhir masa

kanak-kanak juga merupakan periode dimana terjadinya kematangan

seksual dan dimulainya masa remaja.

2. Karakteristik Perkembangan Masa Akhir Anak-anak

Berikut berbagai macam karakteristik perkembangan masa akhir

anak-anak (Hurlock, 1990) :

a. Perkembangan Kognitif

Mengacu pada teori Piaget, masa akhir anak memasuki tahap

operasional konkret. Pada tahap ini anak dapat menggunakan operasi

mental untuk memecahkan masalah konkret (aktual). Anak dapat

berpikir lebih logis serta dapat memahami konsep percakapan. Ingatan

anak pada masa ini juga mencapai intensitas paling besar dan paling

kuat. Daya menghafal dan daya memori adalah paling kuat.

b. Perkembangan Emosional

Periode akhir anak-anak memiliki reaksi emosional yang

bervariasi dan lebih dapat dibedakan. Pola emosi yang dimiliki anak

pada periode ini diantaranya rasa takut (seperti rasa malu, rasa

canggung, rasa khawatir, rasa cemas), rasa marah, rasa cemburu,

kegembiraan dan kasih sayang. Pada tahap ini pemahaman emosional

(39)

c. Perkembangan Sosial

Perkembangan sosial pada akhir masa anak-anak memiliki

hubungan yang lebih luas dengan anak lain dibandingkan dengan masa

prasekolah. Pada periode ini, permainan yang bersifat individual

berkurang dan digantikan dengan permainan kelompok. Anak juga

menjadi anggota dari suatu kelompok teman sebaya yang secara

bertahap dapat menggantikan keluarga dalam memperngaruhi perilaku

d. Perkembangan Seksual

Masa akhir anak memiliki minat seks yang meningkat dan

biasanya mencapai puncaknya selama periode perubahan pubertas.

Minat anak terhadap seks semakin meningkat karena hubungan dengan

teman sebaya bertambah erat. Tekanan teman sebaya merupakan suatu

hal yang lumrah untuk mengobrol tentang seks. Bila sedang berkumpul

dengan anggota teman sebaya, maka kemampuan menceritakan atau

mengerti lelucon porno dan menangkap humornya dapat memperbesar

reputasi anak sebagai anak yang sportif.

C. Perilaku Seksual Anak

1. Tahap Perkembangan Perilaku Seksual Anak Hingga Remaja

Peneliti mencantumkan perkembangan seksual anak hingga remaja

dikarenakan peneliti memiliki dugaan bahwa anak yang terpapar lagu

dewasa lirik percintaan akan memiliki tahap perkembangan seksual yang

(40)

pada tahap perilaku seksual remaja. Peneliti menggunakan tahap

perkembangan perilaku seksual anak hingga remaja menurut Rathus

(2008), Wenar (1999), Sugiasih dan Wuryani (2008).

Berikut tahap perkembangan perilaku seksual anak hingga remaja

menurut Rathus (2008) :

a. Bayi (0-2 tahun)

Perilaku seksual sudah tampak pada janin. Teknik imaging

dengan ultrosound telah menunjukkan bahwa janin laki-laki memiliki ereksi saat di kandungan. Anak laki-laki tidak hanya mengalami ereksi

saat di dalam rahim. Kenyataannya banyak anak laki-laki lahir dengan

kondisi ereksi. Ereksi adalah refleks yang mulai muncul sejak awal

kehidupan. Sebagian besar anak laki-laki mengalami ereksi selama

beberapa minggu pertama kelahirannya, sedangkan tanda-tanda gairah

seksual pada bayi perempuan tampak pada pembengkakan dan

pelumasan di vagina, namun sulit dideteksi (Mazur, 2006 dalam

Rathus,dkk., 2008). Akan tetapi jangan menafsirkan refleks seksual

pada anak-anak sesuai dengan konsep seksualitas pada orang dewasa.

Ereksi dan pelumasan pada vagina tidak selalu berarti mengenai

kepentingan atau minat seks pada anak.

Perilaku seksual juga tampak pada janin laki-laki dan

perempuan pada kegiatan mengisap. Bayi juga tampak menuai

kenikmatan saat menghisap jari, puting, mengedot maupun mengisap

(41)

sensitivitas lapisan mukosa pada mulut. (Rathus, Nevid &

Fichner-Rathus, 2008). Memberikan stimulasi pada alat kelamin juga

menghasilkan kesenangan pada bayi. Seperti orangtua yang menyentuh

alat kelamin bayi pada saat mereka membersihkannya, maka bayi akan

tersenyum atau menjadi bersemangat. Bayi menemukan kesenangan

untuk diri mereka sendiri (masturbasi) ketika mereka memperoleh

kemampuan untuk menggerakan kelamin dengan menggunakan tangan

mereka. Oleh karena itu, perilaku seks yang sering ditunjukan balita

adalah menyentuh alat kelamin diri mereka sendiri, saat telanjang.

Mereka akan meraba menarik atau mengusap kelaminnya. Hal ini wajar

karena pada tahap ini mereka mendapatkan perasaan nyaman dan

mereka sedang tertarik pada tubuh mereka.

Anak-anak juga memililki rasa ingin tahu mengenai seksual

sedini mungkin pada usia 12-15 bulan. Keingintahuan tersebut dipicu

ketika mereka mulai menyadari bahwa perempuan dan laki-laki

berbeda secara anatomi. Hal ini tampak pada saat anak-anak bermain

dokter dan menunjukkan rasa ingin tahu mereka tentang anatomi

seksual orang lain dengan cara melihat orangtua mandi (Kesehatan

24.com, 2006; Pike, 2005 dalam Rathus,dkk., 2008). Anak-anak usia 2

tahun di Amerika Serikat biasanya mulai mengungkap rasa ingin tahu

mereka mengenai lingkungan dan orang-orang disekitarnya, dengan

cara menyelidiki alat kelamin anak-anak lain, memeluk, dipeluk,

(42)

2008). Pada usia ini pula, anak masih belum terlalu mengerti tentang

“malu” dalam keadaan telanjang sehingga anak sering tertarik untuk

melihat tubuhnya sendiri dan tubuh teman-temanya.

b. Masa Kanak-kanak (3-8 tahun)

Pada usia 3 dan 4 tahun biasanya anak mengungkapkan kasih

sayangnya melalui ciuman. Pada tahap ini rasa ingin tahu tentang alat

kelamin juga meningkat. Anak juga semakin sering saling menunjukkan

satu sama lain alat kelaminnya (Pike, 2005 dalam Rathus,dkk., 2008).

“Aku akan menunjukkan milikku jika kamu mau menunjukkan milikmu

juga.” Permainan seks seperti “show” dan bermain dokter menjadi

lebih sering dilakukan pada usia 6 dan 10 tahun (Pike, 2005 dalam

Rathus,dkk., 2008).

Permainan “show” biasanya terjadi pada saat anak laki-laki

sedang bersama-sama buang air kecil dan melihat siapa yang dapat

mengeluarkan urin lebih jauh atau lebih tinggi. Sebagian besar aktivitas

seksual ini terjadi dalam kelompok sesama jenis kelamin. Anak-anak

biasanya akan menunjukkan alat kelamin mereka satu sama lain,

menyentuh alat kelamin masing-masing atau melakukan masturbasi

(43)

Beberapa Perilaku Seksual yang Umum Terjadi pada Masa

Kanak-kanak

Laki-laki Perempuan

Usia 2-5 tahun

Mencoba menyentuh payudara Ibu atau

perempuan lain

Menyentuh bagian-bagian pribadi ketika

di rumah

Mengintip orang lain ketika telanjang

atau menanggalkan pakaian

42,4% 43,7%

60,2% 43,8%

26,8% 26,9%

Usia 6-9 tahun

Menyentuh bagian-bagian sensitif tubuh

ketika di rumah

Mengintip orang lain ketika telanjang

atau menanggalkan pakaian

(44)

c. Pra-remaja (9-13 tahun)

Beberapa perilaku praremaja pada umumnya terkait dengan

seksual, misalnya menjalin hubungan dengan sahabat dari jenis kelamin

yang sama, sehingga mereka dapat saling berbagi rahasia dan

kepercayaan. Walaupun demikian minat mereka terhadap lawan jenis

mulai meningkat secara bertahap ketika mereka sudah mendekati

pubertas. Pada tahap ini pula anak perempuan sebagian besar

memberikan julukan “norak atau gombal” pada anak laki-laki.

Ketika anak memasuki usia 10 – 13 tahun, anak lebih terfokus

pada hubungan sosial dan harapan serta mulai mengalami perasaan

seksual yang lebih jelas. Berbagai macam kegiatan berkelompok

dengan lawan jenis telah memberikan praremaja pengalaman terhadap

kegiatan heteroseksual, namun pada umumnya mereka tidak akan

berpasangan atau berpacaran sampai masa remaja.

Pada tahap ini pula anak sudah mengenal bahwa masturbasi

dapat memunculkan kenikmatan sendiri yang disebut sebagai orgasme.

Kinsey dan rekan-rekannya (1948, 1953) melaporkan bahwa masturbasi

merupakan sarana utama untuk mencapai orgasme pada masa praremaja

untuk laki-laki maupun perempuan. Mereka menemukan bahwa 45%

laki-laki dan 15% perempuan melakukan masturbasi pada usia 13.

Sedangkan penelitian lain setuju bahwa remaja laki-laki lebih mungkin

melakukan masturbasi dibandingkan perempuan remaja (Pinkerton

(45)

rekan-rekannya (2002) juga menyatakan bahwa frekuensi melakukan

masturbasi juga terkait dengan norma-norma sosial yang menilai bahwa

masturbasi lebih dapat diterima atau terlihat normal bagi laki-laki

daripada perempuan.

d. Remaja (13-21 tahun)

Remaja memiliki hasrat seks yang tinggi dikarenakan adanya

lonjakan hormon seks. Dorongan seks yang tinggi pada remaja juga

didukung oleh media di sekeliling remaja yang pada umumnya

bertemakan seksual akan tetapi aktivitas mereka biasanya masih

dibatasi oleh orangtua (McGue et al, 2005; Renk et al., 2005).

Organ seksual yang dimiliki remaja juga sudah mengalami

kematangan, sehingga membuat remaja memiliki rasa ingin tahu yang

besar akan hal yang berhubungan dengan seksualitas. Hasrat seks yang

tinggi serta didukung adanya rasa ingin tahu, maka menyebabkan para

remaja akan mencari informasi dari berbagai macam sumber secara

mandiri.

Kencan pertama merupakan peristiwa penting dalam kehidupan

remaja yang mencerminkan adanya minat seksual saat pubertas.

Remajapada saat ini sudah mulai pergi jalan bersama teman-temannya

dan kencan lebih awal dibandingkan pada generasi masa lalu. Kencan

merupakan salah satu perilaku seksual dimana individu ingin bertemu

(46)

mencapai tahap keinginan untuk berpasangan dan pergi keluar dengan

seorang gadis atau laki-laki tertentu.

Hubungan seksual sebelum menikah juga merupakan salah satu

masalah seksualitas yang sering terjadi pada tahap remaja. Masalah

tersebut pada umumnya dimotivasi oleh sejumlah faktor, diantaranya

masa pubertas mengalami lonjakan hormon seks yang secara langsung

akan mengaktifkan gairah seksual khususnya hal ini lebih banyak

terjadi pada laki-laki (Peplau, 2003 dalam Rathus,dkk., 2008).

Masturbasi adalah penyaluran seksual utama selama masa

remaja. Survei menunjukkan bahwa anak laki-laki lebih mungkin

melakukan masturbasi dibandingkan perempuan. (Larsson & Svedin,

2002 dalam Rathus,dkk., 2008 ). Petting juga merupakan salah satu perilaku seksual yang praktis dan banyak dilakukan oleh beberapa

generasi remaja. Banyak remaja yang melakukan petting untuk mengekspresikan kasih sayang, memuaskan rasa ingin tahu mereka,

meningkatkan gairah seksual dan mencapai orgasme dengan tetap

mempertahankan keperawanan serta menghindari kehamilan (Larsson

& svrdin, 2002 dalam Rathus,dkk., 2008). Perilaku oral sex juga meningkat diiringi dengan bertambahnya usia, khususnya pada remaja.

Berikut penjelasan tahap perkembangan perilaku seksual anak

hingga remaja menurut Wenar, (1999) :

Pada usia 1-3 tahun anak sudah mampu mengungkapkan jenis

(47)

memiliki konsep bahwa jenis kelamin merupakan kondisi yang melekat

dan permanen. Di usia 2-3 tahun anak mulai memilih mainan yang telah

distereotipekan oleh masyarakat, seperti permainan mobil-mobilan untuk

laki-laki dan boneka untuk perempuan. Pada usia ini anak juga lebih

memilih bermain bersama teman sejenisnya meskipun terkadang anak

juga masih bermain dengan teman lawan jenisnya. Pada tahap pra-sekolah

anak mulai mengeksplor dan menstimulasi organ genital mereka.

Masturbasi dianggap sebagai sumber sensasi kenikmatan, oleh karena itu

anak akan merasakan perasaan nyaman dan menyenangkan saat melalukan

aktivitas masturbasi. Anak juga senang memperlihatkan organ genitalnya

pada teman sebaya dan orang dewasa serta senang melihat organ genital

milik teman sebayanya. Pada tahap pra sekolah anak juga memiliki rasa

penasaran dengan perbedaan alat kelamin laki-laki dan perempuan,

sehingga mereka akan mempertanyakan perbedaan anatomi seksual

tersebut. Usia 6-7 tahun, anak sudah mulai paham bahwa jenis kelamin

mereka permanen dan tidak bisa berubah. Pada pertengahan masa

anak-anak akan terjadi pemisahan teman sebaya antara laki-laki dan perempuan.

Pada tahap ini anak laki-laki senang membuat lelucon mengenai seks,

membicarakan masalah seks dengan teman sebayanya dan melakukan

pengalaman masturbasi dengan teman mereka, sedangkan anak

perempuan lebih banyak membicarakan soal cinta dan fantasi seksual

meskipun meskipun lebih sedikit mempraktekannya. Tahap pubertas

(48)

tertarik dengan pasangan lawan jenis atau yang disebut heteroseksual.

Pada tahap ini seseorang juga akan menjalani hubungan secara fisik dan

psikologis dengan orang lain sebagai usaha mencapai kepuasan seksual.

Berikut penjelasan tahap perkembangan perilaku seksual anak

pada usia 4 hingga 6 tahun menurut Sugiasih dalam Proyeksi, Vol.6:

Perilaku seksual pada anak yang berusia kurang dari 4 tahun

adalah: (1) Menyentuh bagian-bagian pribadi mereka di depan umum, (2)

Menggosok- gosokkan bagian pribadi mereka dengan tangan atau benda

yang lain, (3) Mencoba untuk menyentuh payudara Ibu atau wanita lain,

(4) Mencoba untuk melepas baju mereka di depan umum, (5) Mencoba

untuk melihat orang lain yang sedang telanjang dan (6) Mengajukan

pertanyaan tentang bagian-bagian tubuh mereka beserta fungsinya. Pada

usia 4 – 6 tahun perilaku seksual yang pada umumnya muncul adalah : (1)

Menjelajah bagian-bagian tubuh mereka sendiri dengan teman-teman

seusianya, misalnya dengan bermain “dokter-dokteran”, (2) Meniru

perilaku orang dewasa, misalnya mencium, memegang tangan teman

lawan jenisnya, (3) Menyebutkan organ-organ vitalnya dengan istilah

mereka sendiri.

Berikut penjelasan tahap perkembangan perilaku seksual anak

pada usia 6 hingga 10 tahun menurut Wuryani (2008) pada buku

Pendidikan Sex Untuk Keluarga:

Pada saat anak memasuki umur 6 hingga 7 tahun, anak mulai

(49)

perempuan, 8 tahun anak mulai menyinggung masalah seks, 9 tahun mulai

berbicara tentang seks dengan teman sebayanya dan menggunakan istilah

seksual dalam mengucapkan kata-kata kotor atau membuat puisi dan

mulai belajar tentang organ seks mereka sendiri, dan pada umur 10 tahun

anak akan belajar dari temannya tentang menstruasi dan hubungan dengan

lawan jenis. Anak usia sekolah yang memasuki umur 10 tahun minat dan

kebutuhan terhadap materi seks bertambah dramatis. Ini karena terjadi

perubahan fisik dan emosi didalam dirinya. Berfikir tentang seks lebih dari

sebelumnya dan berbicara tentang materi seks dengan temannya, yang

sama-sama tidak mendapatkan informasi seperti dirinya.

Berdasarkan tahap perkembangan perilaku seksual anak menurut

Rathus (2008), Wenar (1999), Sugiasih dan Wuryani (2008) yang telah

dijelaskan diatas, maka peneliti merangkum tahap perilaku seksual anak

hingga remaja. Berikut penjelasannya:

a. Masa Kanak-kanak Dini (2 sampai 6 tahun)

1) Mengungkapkan rasa ingin tahu mengenai lingkungan dan

orang-orang disekitarnya dengan cara memeluk, dipeluk, mencium dan

naik di atas tubuh orang lain (Rathus, 2008).

2) Meniru perilaku orang dewasa (Sugiasih, 2008), misalnya mencium,

memegang tangan teman lawan jenisnya.

3) Belum terlalu mengerti tentang “malu” sehingga anak sering

telanjang di depan umum, mencoba untuk melepas baju di depan

(50)

sebaya maupum orang lain orang dewasa (Rathus, 2008; Wenar,

1999).

4) Masturbasi (Rathus, 2008; Wenar, 1999; Sugiasih, 2008), seperti

menyentuh bagian-bagian pribadi mereka di depan umum,

menyentuh bagian-bagian sensitifnya ketika di rumah, menggosok-

gosokkan bagian pribadi mereka dengan tangan atau benda yang

lain, meraba, menarik atau mengusap kelaminnya, melakukan

masturbasi bersama-sama.

5) Menunjukkan rasa ingin tahu mereka tentang anatomi seksual

(Rathus, 2008; Wenar, 1999; Sugiasih, 2008), seperti bermain

dokter-dokteran, ingin melihat orang tua mandi, menyentuh

payudara Ibu atau wanita lain, mencoba untuk melihat orang lain

yang sedang telanjang, menyelidiki alat kelamin anak-anak lain,

mengajukan pertanyaan tentang bagian-bagian tubuh mereka beserta

fungsinya, menunjukkan satu sama lain alat kelaminnya dengan

anak sebayanya.

b. Masa Akhir Kanak-kanak (6 sampai 13 tahun pada anak perempuan

dan 14 tahun pada anak laki-laki)

1) Membicarakan topik seksual dengan teman sebaya (Rathus, 2008;

Wenar, 1999; Wuryani, 2008), seperti senang membuat lelucon

mengenai seks, menggunakan istilah seksual dalam mengucapkan

kata-kata kotor, membuat puisi, membicarakan soal cinta dan fantasi

(51)

2) Sudah mengerti bahwa masturbasi dapat memunculkan kenikmatan

sendiri sehinga memunculkan orgasme (Rathus, 2008)

3) Masturbasi (Rathus, 2008; Wenar, 1999)

4) Mulai tertarik dengan lawan jenis namun pada umumnya mereka

tidak akan berpasangan atau berpacaran sampai masa remaja

(Rathus, 2008; Wenar, 1999).

c. Remaja

1) Remaja mulai mencari informasi mengenai topik seksual dari

berbagai macam sumber secara mandiri, seperti membaca majalah

dewasa, menonton blue film (Rathus, 2008)

2) Kencan pertama (Rathus, 2008)

3) Masturbasi (Rathus, 2008)

4) Petting (Rathus, 2008)

5) Oral sex (Rathus, 2008)

6) Hubungan seksual (Rathus, 2008)

2. Bentuk Perilaku Seksual Anak Hingga Remaja

Peneliti juga melengkapi data mengenai bentuk perilaku seksual

anak hingga remaja melalui alat ukur CSBI. CSBI adalah laporan untuk

ibu atau babysitter yang dibertujuan untuk mengukur perilaku seksual anak berusia 2-12 tahun yang telah mengalami pelecehan seksual. Tes ini

dikembangkan untuk menindaklanjuti adanya hubungan antara pelecehan

(52)

1991). Buklet CSBI terdiri atas 38 item yang mencakup perilaku seksual

dengan 8 domain utama (psychassessment, 2012), yaitu:

a. Isu-isu batas perilaku seksual, misalnya seperti mencium orang lain

yang bukan merupakan anggota keluarga, memeluk orang lain yang

tidak terlalu dikenal.

b. Ketertarikan seksual, misalnya seperti tertarik melihat gambar telanjang

atau orang yang berpakaian minim, nampak sangat tertarik dengan

lawan jenis.

c. Eksibisionisme, misalnya seperti menunjukkan kemaluan atau bagian

pribadi kepada orang lain, melepas pakaian sendiri di depan orang lain,

berjalan-jalan hanya memakai pakaian dalam.

d. Perilaku peran gender, misalnya seperti berpakaian seperti lawan jenis,

berbicara mengenai keinginan menjadi lawan jenis, mencoba

menirukan lawan jenis ketika bermain.

e. Pengetahuan seksual , misalnya seperti menirukan gerakan hubungan

intim, berbicara mengenai hubungan intim, mencoba menirukan suara

erotis.

f. Stimulasi oleh diri sendiri, seperti misalnya memegang atau menggosok

kemaluan, mencoba memasukan benda-bensa ke kemaluan atau pantat.

g. Perilaku mengintip, misalnya seperti melihat orang lain ketika mereka

sedang telanjang atau melepaskan pakaian.

h. Kecemasan seksual, misalnya seperti malu dengan orang lain yang

(53)

Keseluruhan domain CSBI tidak digunakan dalam penelitian ini.

Peneliti menyeleksi beberapa domain yang sesuai dengan tujuan dari

penelitan sehingga dapat dipergunakan sebagai data pelengkap dalam

membuat skala rating perilaku seksual anak. Domain yang digunakan

dalam penelitian ini, diantaranya isu-isu batas perilaku seksual,

ketertarikan seksual, eksibisionisme, pengetahuan seksual, stimulasi oleh

diri sendiri dan perilaku mengintip.

Penelitian ilmiah dalam negeri juga banyak membahas mengenai

bentuk perilaku seksual anak hingga remaja. Berikut beberapa hasil

penelitian yang memberikan informasi mengenai bentuk perilaku seksual

anak hingga remaja di Indonensia:

a. KOMNAS anak (2009)dalam Rahmawati (2012) mendapatkan, 97%

anak SD pernah mengakses pornografi dari media internet. Berdasarkan

data Depkominfo 2007, terdapat 25 juta pengakses internet di Indonesia

dengan konsumen terbesar 90% adalah anak usia 8-16 tahun, 30%

pelaku sekaligus korban pornografi adalah anak.

b. Menurut Rusman, ketua Yayasan Kita Buah Hati dalam Rahmawati

(2012) survei tahun 2010 di dapatkan 67% siswa Sekolah Dasar (SD)

kelas 4 hingga 6 telah mengakses informasi pornografi dari bacaan dan

jaringan internet. Antara lain mulai komik 24%, situs internet 22%,

permainan 17%, film/TV 12%, telefon genggam 6%, majalah 6%, dan

(54)

perkembangan anak seperti penyimpangan perilaku-perilaku seksual

maupun perilaku yang tidak bermoral.

c. Menurut Observasi di Provinsi Nanggro Aceh Darussalam yang

dilakukan oleh Lembaga Centra Muda Putro Phang (LCMPP) 2007

dalam Rahmawati (2012) yang bekerjasama dengan Perkumpulan

Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) di dapatkan bahwa 115 anak

yang bermasalah tentang perilaku seksual terungkap telah melakukan

pacaran dan seks sebanyak 51,30%.

d. Berdasarkan penelitian yang pernah dilaksanakan di SD Negeri 16

Banda Aceh dengan jumlah subjek 390 siswa, ditemukan informasi

bahwa siswa mengaku pernah memegang tangan teman lawan jenisnya.

Adapun wali kelas yang menyatakan bahwa terdapat siswa yang sering

mengganggu teman lawan jenisnya dengan mencium kawan

sebangkunya.

e. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Putri (2013) ditemukan

data mengenai perilaku seksual anak, diantaranya melihat ponografi

6,4%, bergaya seperti orang dewasa 5%, berkata kotor terkait seksual

5,3%, mencium teman lawan jenis 2,9%, melihat organ seksual orang

lain 6,7%, dll.

Berdasarkan bentuk perilaku seksual menurut CSBI dan beberapa

hasil penelitian di atas maka dapat dikatakan bahwa bentuk perilaku

seksual tidak hanya dikonotasikan oleh persetubuhan namun juga

(55)

definisi perilaku seksual menurut Gunawan, R (1993) pada penjelasan

sebelumnya.

3. Bentuk Perilaku Seksual Anak Hingga Remaja dalam Tingkatan

Intensitas

Pada penelitian ini perilaku seksual anak hingga remaja dalam

tingkatannya ditentukan dengan menggunakan penjelasan sebelumnya

yang ditinjau dari definisi perilaku seksual, tahap perilaku seksual, tahap

perkembangan perilaku seksual anak hingga remaja, dan bentuk perilaku

seksual anak. Keempat tinjauan tersebut digunakan untuk saling

melengkapi satu sama lain.

Definisi perilaku seksual memiliki sumbangan untuk memberikan

penjelasan mengenai peristiwa yang akan diteliti sehingga sebagai dasar

penelitian untuk diuji. Tahap perilaku seksual secara umum digunakan

untuk membantu peneliti untuk merumuskan bentuk-bentuk perilaku

seksual secara lebih sistematis dari tahap perilaku seksual yang paling

rendah hingga tinggi. Tahap perilaku seksual anak hinga remaja memiliki

sumbangan untuk memberikan batasan mengenai bentuk perkembangan

perilaku seksual pada anak dan remaja sesuai pada tahap

perkembangannya. Penelitian ini tidak berhenti pada tahap perilaku

seksual anak saja akan tetapi dalam kasus ini memiliki dugaan bahwa anak

yang terpapar lirik lagu dewasa akan memiliki tahap perkembangan

(56)

tahapan perilaku seksual anak hingga remaja. Bentuk perilaku seksual

anak sumbangannya untuk melengkapi daftar perilaku seksual.

Berikut adalah bentuk perilaku seksual anak hingga remaja dalam

tingkatannya pada penelitian ini:

a. Bersifat psikologis

1) Berdandan dan menggunakan aksesoris

2) Berpakaian yang seronok

3) Mengucapkan kata-kata yang menunjukkan hubungan lawan jenis

4) Ketertarikan pada pesona lawan jenis

5) Mengucapkan kata-kata kasar atau mengumpat yang bersifat sensual

6) Melihat orang lain melepaskan pakaian

7) Melihat gambar-gambar sensual

8) Menonton film berkonten seksual

b. Berkencan

c. Bersentuhan

1) Duduk berdempetan

2) Memegang tangan lawan jenis

3) Bergandengan tangan

4) Bersandar kepala di pundak

5) Merangkul

6) Berpelukan

7) Meraba tubuh lawan jenis

(57)

d. Berciuman

1) Mencium tangan

2) Mencium kening

3) Mencium pipi

4) Mencium bibir

e. Pengetahuan seksual

1) Menirukan gerakan hubungan intim

2) Menirukan suara erotis

3) Berbicara mengenai hubungan intim dan topik seksual lainnya

f. Stimulasi oleh diri sendiri

1) Menyentuh kemaluannya

2) Menempelkan atau menggesekkan alat kelaminnya dengan benda

atau tubuh orang lain

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seksual Anak Hingga

Remaja

Peneliti memaparkan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku

seksual berdasarkan pada tahap perkembangan anak hingga remaja

dikarenakan adanya kemungkinan anak-anak melakukan perilaku seksual

juga disebabkan karena faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual

pada remaja. Menurut Sarwono (2007) masalah perilaku seksual timbul

(58)

a. Perubahan hormonal

Perubahan hormonal dapat meningkatkan hasrat seksual.

Peningkatan hasrat seksual ini membutuhkan penyaluran dalam bentuk

tingkah laku terntentu.

b. Penundaan usia perkawinan

Penyaluran perubahan hormonal tidak dapat dilakukan karena

adanya penundaan usia perkawinan baik secara hukum menngenai

undang-undang yang menetapkan batas usia menikah (16 tahun untuk

wanita dan 19 tahun untuk laki-laki) maupun karena norma sosial yang

makin lama makin menuntut persyaratan yang semakin tinggi untuk

perkawinan (seperti, pendidikan, pekerjaan, persiapan mental).

c. Sikap orang tua

Sikap orang tua yang masih mentabukan pembicaraan seks

dengan anak serta adanya ketidak terbukaan orang tua dengan anak

mengenai diskusi seksualitas akan cenderung membuat jarak antara

orangtua dan anak dalam masalah seksual.

d. Kurangnya informasi tentang seksual

Pada umumnya anak tidak dibekali pengetahuan mengenai seks.

Dengan demikian anak akan mencari informasi sendiri dan berpaling ke

sumber-sumber lain yang tidak akurat dan dapat disalah artikan oleh

anak, seperti teman,majalah.

(59)

Pergaulan antara pria dan wanita juga memiliki peranan dalam

meningkatkan perilaku seksual pada anak maupun remaja, khususnya

pada pergaulan yang bebas.

f. Rangsangan seksual melalui media

Perilaku seksual yang tidak sesuai pada tahap perkembangan

anak makin meningkat dikarenakan adanya penyebaran informasi dan

rangsangan seksual melalui media massa dan teknologi canggih.

Perkembangan anak yang sedang dalam tahap ingin mencoba dan

memiliki rasa ingin tahu, akan meniru apa yang dilihat atau

didengarnya dari media massa.

Penulis memfokuskan pada faktor rangsangan seksual melalui

media massa dikarenakan meningkatnya perilaku seksual yang disebabkan

oleh penyebaran informasi dan rangsangan seksual melalui media massa

menjadi semakin marak. Pada era sekarang media massa dapat diakses

semua kalangan masyarakat dan lapisan umur dengan mudah. Anak yang

sedang dalam periode ingin tahu dan ingin mencoba, akan meniru apa

yang dilihat atau didengarnya dari media massa. Salah satu bentuk hiburan

dari media masa tersebut ialah lagu.

D. Lagu

1. Definisi Lagu

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2011), lagu adalah ragam

(60)

lain-lain) atau nyanyian. Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan juga

bahwa musik dan lagu merupakan dua hal yang berkaitan erat satu sama

lain. Pengertian musik lebih luas dari pada pengertian lagu. Ada yang

berpendapat bahwa lagu merupakan bagian dari satu karya musik. Karya

musik sendiri meliputi karya musik yang mengunakan lirik (lagu) maupun

karya musik tanpa lirik (instrumental)

Menurut Wikipedia (2013), lagu merupakan gubahan seni nada

atau suara dalam urutan, kombinasi, dan hubungan temporal (biasanya

diiringi dengan alat musik) untuk menghasilkan gubahan musik yang

mempunyai kesatuan dan kesinambungan (mengandung irama). Dan

ragam nada atau suara yang berirama disebut juga dengan lagu.

Dari definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa lagu adalah

suara yang berirama dan terdapat unsur lirik yang saling

berkesinambungan.

2. Unsur-unsur pada Lagu

Suatu karya musik terutama lagu terdiri dari unsur-unsur tertentu

sebagai pembentuknya yang mempunyai kaitan yang sangat erat antara

satu dengan yang lain. Unsur-unsur tersebut diantaranya:

a. Nada

Nada atau suara merupakan faktor pembentuk yang pertama

disusun atau kombinasi sehingga menghasilkan komposisi (suara) yang

(61)

oleh notasi musik sebagai seperangkat atau sistem lambang (tanda)

yang menggambarkan suatu nada.

b. Irama

Dalam proses penyusuan nada atau suara menjadi suatu karya

musik, maka juga diperlukan unsur lain seperti irama atau ritme. Irama

terdiri dari tempo dan dinamika. Tempo merupakan ukuran waktu,

tempo menentukan turun naiknya atau cepat lambatnya suatu lagu.

Adakalanya suatu lagu mempunyai irama yang lambat pada awalnya

dan menjadi cepat saat bagian pengulangannya atau sebaliknya.

Contohnya lagu-lagu perjuangan rata-rata mempunyai dinamika yang

keras. Sedangkan lagu-lagu pop rata-ratanya mempunyai dinamika

yang lemah.

c. Lirik/ Syair

Apabila karya musik yang dihasilkan bukan merupakan karya

instrumental, maka dibutuhkan lirik. Pengertian lirik lagu menurut

Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer adalah karya puisi yang

menggambarkan perasaan dan dibawakan dengan bernyanyi. Bentuk

ekspresi emotif tersebut diwujudkan dalam bunyi dan kata. Lirik

merupakan bagian dari suatu karya sastra. Lirik merupakan susunan

kata dari sebuah nyanyian yang merupakan curahan perasaan pribadi

dari pengarangnya. Oleh karena itu, maka pernyataan yang mengatakan

bahwa suatu karya musik lebih luas dari suatu karya sastra merupakan

Gambar

  Tabel 1     Blue Print Skala Rating Keterpaparan Lirik Lagu
Tabel 2
Tabel 3 Data Demografi Subjek Penelitian
Tabel 4 Deskripsi Statistik Data Empiris Skala Keterpaparan Lirik Lagu
+7

Referensi

Dokumen terkait

Belanja Modal pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Tengah ”. Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1)

[r]

Variabel Non Performing Loan (NPL) berpengaruh tidak signifikan terhadap harga saham pada Kinerja Keuangan 10 bank dengan asset terbesar yang ditawarkan di Bursa

Sanggahan disampaikan kepada Panitia Pengadaan Barang / Jasa dilingkungan Dinas Pendidikan Pemuda Dan Olahraga. Demikian Pengumuman Pemenang ini dibuat untuk diketahui dan

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Keputusan Bupati Kabupaten Bantul tentang Lokasi Desa Program Peningkatan

betapa penting bahasa ini untuk diketahui aplagi sejak dibukanya MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN) yang menuntut kita setidaknya harus mengerti berbahasa Inggris. Belum lagi

Pembelajaran dilanjutkan dengan tahap melakukan penyelidikan individual maupun kelompok. Dengan menggunakan alat dan bahan yang telah diberikan tersebut, siswa

KECAMATAN PAGADEN BARAT KABUPATEN