• Tidak ada hasil yang ditemukan

Proses eksplorasi dan pembuatan komitmen beragama remaja/dewasa awal dari keluarga beda agama.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Proses eksplorasi dan pembuatan komitmen beragama remaja/dewasa awal dari keluarga beda agama."

Copied!
358
0
0

Teks penuh

(1)

PROSES

PROSESPROSES EKSPLORASIPROSESEKSPLORASIEKSPLORASIEKSPLORASI DANDANDANDAN PEMBUATANPEMBUATAN KOMITMENPEMBUATANPEMBUATANKOMITMENKOMITMENKOMITMEN BERAGAMABERAGAMABERAGAMABERAGAMA REMAJA/DEWASA

REMAJA/DEWASAREMAJA/DEWASAREMAJA/DEWASAAWALAWALAWALAWAL DARIDARIDARIDARI KELUARGAKELUARGAKELUARGAKELUARGA BEDABEDABEDABEDAAGAMAAGAMAAGAMAAGAMA Ellisa

EllisaEllisaEllisa BriyandhanieBriyandhanieBriyandhanieBriyandhanie YuniartiYuniartiYuniartiYuniarti

ABSTRAK ABSTRAKABSTRAKABSTRAK

Kebingungan remaja/dewasa awal dari keluarga beda agama dalam memutuskan identitas agamanya, terjadi karena remaja/dewasa awal menghadapi 2 agama yang berbeda. Dalam hal ini, proses eksplorasi memegang peranan penting bagi remaja/dewasa awal dalam menentukan komitmen beragama yang akan diyakininya. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran proses eksplorasi dan pembuatan komitmen beragama pada remaja/dewasa awal yang berasal dari keluarga beda agama dengan menggunakan metode penelitian kualitatif. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan 3 subjek yang termasuk dalam rentang usia remaja akhir hingga dewasa awal. Data dikumpulkan melalui proses wawancara dengan menggunakan pedoman umum dan wawancara informal. Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas kumulatif dan validitas argumentative. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa tahapan proses eksplorasi dan pembuatan komitmen beragama terjadi di dalam diri remaja/dewasa awal dari keluarga beda agama. Terdapat kesamaan dalam proses eksplorasi namun memunculkan tipe eksplorasi yang berbeda, yaitu eksplorasi terbuka dan tertutup. Proses eksplorasi dimaknai sebagai proses diri untuk keluar dari kondisi tidak aman yang disebabkan oleh konflik agama yang berasal dari dalam/luar keluarga, penolakan terhadap diri serta sikap apatis suatu kelompok agama. Sementara, pembuatan komitmen beragama dimaknai sebagai proses pembentukkan komitmen beragama dalam diri remaja/dewasa awal dengan harapan komitmen tersebut mampu menjadi landasan dalam bertindak dan memaknai kehidupan. Hasil lain dari penelitian ini menunjukkan 3 kecenderungan komitmen beragama pada remaja/dewasa awal dari keluarga beda agama, yaitu 1). Berkomitmen di dalam label suatu agama serta menjadikan agama sebagai landasan untuk menjadi diri yang baik, 2). Berkomitmen di dalam label suatu agama namun berusaha menggunakan pemahaman pribadi sebagai wujud keyakinannya, 3). Berkomitmen di luar label suatu agama dengan memahami dan menggabungkan ajaran tiap agama sebagai wujud keyakinannya.

(2)

EXPLORATION EXPLORATION EXPLORATION

EXPLORATION ANDANDANDAND RELIGIOUSRELIGIOUSRELIGIOUSRELIGIOUS COMMITMENTCOMMITMENTCOMMITMENTCOMMITMENT OF

OFOFADOLESCENT/YOUNGOFADOLESCENT/YOUNGADOLESCENT/YOUNGADOLESCENT/YOUNG ADULTADULTADULTADULT FROMFROM INTERFAITHFROMFROMINTERFAITHINTERFAITHINTERFAITH FAMILIESFAMILIESFAMILIESFAMILIES Ellisa

EllisaEllisaEllisa BriyandhanieBriyandhanieBriyandhanieBriyandhanie YuniartiYuniartiYuniartiYuniarti

ABSTRACT ABSTRACT ABSTRACT ABSTRACT

The religion identity confuseness of adolescent or young adult from interfaith families, occurs while they face the two sets of religion, in the same time. In this case, exploration gets its important part to help the adolescent or young adult to establish their religious commitment. This research aimed to show the exploration process and religious commitment of adolescent or young adult from interfaith families by using qualitative research method. Subjets are 3 late adolescents or young adults. The data were collected through interview process with general guidance and informal interview process. The validities used in this research are cumulative and argumentative validity. The result shows the stages of exploration and the religious commitment’s process, occur inside childrens selves. There are the similiarity in exploration process but it also shows the difference of exploration’s type, which are open and close exploration process. Exploration is defined as a process for themselves to get out from insecure condition caused by religious conflict inside or outside family, self-rejection and self apathetic toward a religion. While the creating a religious commitment is interpreted as a process of creating religious commitment that can be used as a foundation in acting and defining life. The other results is show three tendencies of religious commitment of adolescent or young adult from interfaith families, those are 1). Commitment inside the label of a religion and make it as a foundation for a good self development, 2). Commitment inside the label of religion, but trying to use their own sel-understanding as a form of personal beliefs, 3). Commitment outside the label of religion, trying to understanding and incorporating the value of each religion as a form of personal beliefs.

(3)

PROSES EKSPLORASI DAN PEMBUATAN KOMITMEN BERAGAMA

REMAJA /DEWASA AWAL DARI KELUARGA BEDA AGAMA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh:

Ellisa Briyandhanie Yuniarti

NIM : 089114098

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(4)
(5)
(6)

iv

MOTTO

VICTORY isn’t achieved by luck or by being a good person,

It’s achieved through hard working

-Kang Ho Dong-

If you’re inwardly a

serious person,

in the middle years it’ll pay off

(7)

v

Teruntuk :

Allah SWT, pencipta dan pecinta segala perbedaan

Mama, Bapak dan Adikku

Serta mereka yang teranugrahi indahnya kehidupan diantara “ruas

perbedaan” yang teramat lekat

(8)
(9)

vii

PROSES EKSPLORASI DAN PEMBUATAN KOMITMEN BERAGAMA REMAJA/DEWASA AWAL DARI KELUARGA BEDA AGAMA

Ellisa Briyandhanie Yuniarti

ABSTRAK

Kebingungan remaja/dewasa awal dari keluarga beda agama dalam memutuskan identitas agamanya, terjadi karena remaja/dewasa awal menghadapi 2 agama yang berbeda. Dalam hal ini, proses eksplorasi memegang peranan penting bagi remaja/dewasa awal dalam menentukan komitmen beragama yang akan diyakininya. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran proses eksplorasi dan pembuatan komitmen beragama pada remaja/dewasa awal yang berasal dari keluarga beda agama dengan menggunakan metode penelitian kualitatif. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan 3 subjek yang termasuk dalam rentang usia remaja akhir hingga dewasa awal. Data dikumpulkan melalui proses wawancara dengan menggunakan pedoman umum dan wawancara informal. Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas kumulatif dan validitas argumentative. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa tahapan proses eksplorasi dan pembuatan komitmen beragama terjadi di dalam diri remaja/dewasa awal dari keluarga beda agama. Terdapat kesamaan dalam proses eksplorasi namun memunculkan tipe eksplorasi yang berbeda, yaitu eksplorasi terbuka dan tertutup. Proses eksplorasi dimaknai sebagai proses diri untuk keluar dari kondisi tidak aman yang disebabkan oleh konflik agama yang berasal dari dalam/luar keluarga, penolakan terhadap diri serta sikap apatis suatu kelompok agama. Sementara, pembuatan komitmen beragama dimaknai sebagai proses pembentukkan komitmen beragama dalam diri remaja/dewasa awal dengan harapan komitmen tersebut mampu menjadi landasan dalam bertindak dan memaknai kehidupan. Hasil lain dari penelitian ini menunjukkan 3 kecenderungan komitmen beragama pada remaja/dewasa awal dari keluarga beda agama, yaitu 1). Berkomitmen di dalam label suatu agama serta menjadikan agama sebagai landasan untuk menjadi diri yang baik, 2). Berkomitmen di dalam label suatu agama namun berusaha menggunakan pemahaman pribadi sebagai wujud keyakinannya, 3). Berkomitmen di luar label suatu agama dengan memahami dan menggabungkan ajaran tiap agama sebagai wujud keyakinannya.

(10)

viii

EXPLORATION AND RELIGIOUS COMMITMENT

OF ADOLESCENT/YOUNG ADULT FROM INTERFAITH FAMILIES

Ellisa Briyandhanie Yuniarti

ABSTRACT

The religion identity confuseness of adolescent or young adult from interfaith families, occurs while they face the two sets of religion, in the same time. In this case, exploration gets its important part to help the adolescent or young adult to establish their religious commitment. This research aimed to show the exploration process and religious commitment of adolescent or young adult from interfaith families by using qualitative research method. Subjets are 3 late adolescents or young adults. The data were collected through interview process with general guidance and informal interview process. The validities used in this research are cumulative and argumentative validity. The result shows the stages of exploration and the religious commitment’s process, occur inside childrens selves. There are the similiarity in exploration process but it also shows the difference of exploration’s type, which are open and close exploration process. Exploration is defined as a process for themselves to get out from insecure condition caused by religious conflict inside or outside family, self-rejection and self apathetic toward a religion. While the creating a religious commitment is interpreted as a process of creating religious commitment that can be used as a foundation in acting and defining life. The other results is show three tendencies of religious commitment of adolescent or young adult from interfaith families, those are 1). Commitment inside the label of a religion and make it as a foundation for a good self development, 2). Commitment inside the label of religion, but trying to use their own sel-understanding as a form of personal beliefs, 3). Commitment outside the label of religion, trying to understanding and incorporating the value of each religion as a form of personal beliefs.

(11)
(12)

x

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, rasa syukur senantiasa terucap untuk Allah

SWT, Dzat terdekat melebihi nadiku sendiri, untuk setiap keajaiban yang tak

pernah putus diberikan hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

menjadi salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Psikologi. Skripsi

bukan hanya mengenai teori dan kognisi namun juga mengenai mental, kesiapan,

kekuatan dan pengorbanan yang teramat besar. Terima kasih teramat berharga,

diucapkan untuk :

1. Dekan Fakultas Psikologi, Bapak C. Siswa Widyatmoko, M.Psi,

2. Dosen pembimbing skripsi, Bapak V. Didik Suryo Hartoko, M.Si,

untuk waktu, keterbukaan, saran serta ilmu yang telah diberikan

selama proses penelitian hingga selesai.

3. Dosen Penguji, Ibu Debri Pristinella M.Si dan Ibu Dr. Tjipto Susana,

untuk diskusi 2 jam yang sangat menyenangkan beserta saran dan

masukannya.

4. Mama, Bapak untuk 23 tahun pengorbanan dan kerja keras tanpa letih

hanya untuk melihat anak-anaknya tumbuh menjadi manusia yang

lebih baik, berpengetahuan dan berguna.

5. Superhero Rock n Roll, Mas Yosi, Mas Ruben, Mas Niko dan Mas

(13)

xi

6. Keluarga Besar Dwi Soeyanto dan Prawiro Darsono. Ruas perbedaan

yang nyata dan teramat lekat namun selalu berhasil membuat saya

merasa beruntung karenanya.

7. Ibu Agnes Indar Etikawati, S.Psi., M.Si, dosen pembimbing

akademik, untuk nasehat serta pendampingannya selama ini.

8. Seluruh Dosen Psikologi Sanata Dharma, untuk setiap ilmu semoga

selalu menjadi manfaat bagi penulis dan orang banyak.

9. Mas Gandung, Mbak Nanik, Pak Gie, Mas Doni dan Mas Muji, untuk

semua bantuannya.

10. PSIBK USD, Bu Sylvi, Bu Susan, Sr.Crescent, Sr.Wahyu, Br.Martin,

Pak Priyo, Mbak Lisa dan Gita untuk pertemanan antar usia yang

hangat, tanpa jarak namun tetap smart.

11. Hasil akulturasi keyakinan, Lita, Oky, Arsi untuk tralala-trililinya.

12. Masdha FM, terkhusus 07-09, UKM menyenangkan, teramat khusus

untuk Dilla Nindyta.

13. Pondok biru, kos sumuk but feels homy penghuni beserta sesepuhnya

(5cm grup on chat).

14. Grup KITA: Darwin, Gerard, Bagus, Mb Nanda dan yang selalu

ngangenin Meo-lodi, thanks for laugh, wisdom, acceptance,

experience n another crazy things.

15. Teman-teman Psikologi Sita, Valen, Anggun, Berta, Lita, Ade, Adita,

Irin, Mamat, Juwi, Tina, Patrick, Wina, Nana, Dinar, Adi, Andang, Sr

(14)

xii

16. Reminder kehidupan yang ga pernah bosen bunyi “Kapan

selesainya?” “Loh katanya udah mau selesai?”, cukup panas di telinga

tapi Thanks!

17. Kehidupan, hadiah dan pengalaman yang hingga saat ini masih terus

setia menjadi helaan nafas dan sahabat bagi saya.

18. Sindoro, 08-09 Juni 2013, bahwa sisi terkuat manusia adalah ketika ia

mampu menembus batas fana kekuatannya dan ketika ia mampu

bertahan di batas nyata kelemahannya, Thanks OKY for made it come

true !

Akhir kata, ketidaksempurnaan pada skripsi ini biarlah menjadi sarana

penyempurna bagi anda yang tertarik dengan keabsahan sebuah ilmu dan

implementasinya dalam kehidupan. Penulis akan selalu membuka diri untuk ide,

masukan yang akan menjadikan esensi dari karya tulis ini lebih dapat dirasakan

dan dimaknai manfaatnya.

Yogyakarta,

Penulis

(15)

xiii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 4

1. Manfaat Teoritis ... 4

(16)

xiv

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

A. Pernikahan Beda Agama ... 6

1. Gejala Pernikahan Beda Agama ... 6

2. Permasalahan dalam Pernikahan Beda Agama ... 8

B. Identitas Agama ... 15

1. Definisi Identitas ... 15

2. Definisi Identitas Agama ... 15

3. Eksplorasi dan Komitmen ... 17

C. Review Penelitian Mengenai Identifikasi Agama Remaja/Dewasa Awal dari Keluarga Beda Agama ... 20

D. Kerangka Penelitian ... 24

E. Pertanyaan Penelitian ... 25

BAB III METODE PENELITIAN ... 26

A. Jenis Penelitian ... 26

B. Fokus Penelitian ... 27

C. Metode Pengumpulan Data ... 27

1. Jenis Wawancara ... 27

2. Pelaksanaan Wawancara ... 28

3. Panduan Wawancara ... 28

D. Subjek Penelitian ... 31

E. Prosedur Analisis Data ... 32

1. Organisasi Data ... 32

(17)

xv

F. Kredibilitas dan Validitas Penelitian ... 34

G. Sistematika Pelaporan ... 35

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 36

A. Profil Subjek 1 ... 36

1. Latar Belakang ... 36

2. Eksplorasi Sebagai Proses Menuju Kristiani yang Ideal ... 40

3. Komitmen untuk Menjadi Kristiani yang Ideal... 46

4. Berkomitmen di Dalam Label Agama Serta Menjadikan Agama Sebagai Landasan untuk Menjadi Diri yang Baik ... 50

B. Profil Subjek 2 ... 52

1. Latar Belakang ... 52

2. Eksplorasi Agama Tanpa Label Agama yang Melekat ... 55

3. Berkomitmen di Luar Label Agama... 60

4. Berkomitmen di Luar Label Agama dengan Memahami dan Mengkombinasikan Ajaran Tiap Agama ... 64

C. Profil Subjek 3 ... 66

1. Latar Belakang ... 66

2. Eksplorasi Keberagaman Agama dengan Tetap Melekatkan Diri pada Satu Agama ... 71

3. Berkomitmen Terhadap Suatu Agama dan Meyakininya dengan Pemahaman Pribadi ... 82

(18)

xvi

D. Pembahasan Penelitian ... 91

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 100

A. Kesimpulan ... 100

B. Saran ... 102

1. Bagi Orang Tua dalam Keluarga Beda Agama ... 102

2. Bagi Konselor Keluarga ... 102

3. Bagi Peneliti Selanjutnya ... 103

DAFTAR PUSTAKA ... 104

(19)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Rangkuman Proses Eksplorasi... 108

Lampiran 2. Rangkuman Pembuatan Komitmen ... 126

Lampiran 3. Protokol Wawancara... 142

Lampiran 4. Transkrip Verbatim Wawancara dan Analisis Subjek 1 (Lita)... 146

Lampiran 5. Transkrip Verbatim Wawancara dan Analisis Subjek 2 (Oky) ... 212

Lampiran 6. Transkrip Verbatim Wawancara dan Analisis Subjek 3 (Arsi) ... 247

Lampiran 7. Informed Concent ... 338

(20)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Pasangan yang melakukan pernikahan beda agama akan menghadapi

beberapa tantangan permasalahan, seperti praktik keagamaan (practicing faith),

interaksi dan reaksi terhadap orang tua dan keluarga (parents and family

interactions and reactions, anak (children), hari raya keagamaan dan tradisi

(holiday and traditions), ekspektasi peran (role expectation) (Olinsky, 2002).

Efek pernikahan beda agama terhadap anak beserta identifikasi agama pada diri

anak, menjadi hal menarik dan lebih banyak dibicarakan dalam kehidupan

sosial (Nelsen, 1990).

Anak dalam proses perkembangannya akan memasuki tahapan usia

remaja dimana pada tahap ini remaja akan berproses untuk mencari identitas

diri, salah satunya identitas agama (Papalia, 2009). Pencarian identitas agama

memunculkan pertanyaan mengenai kepercayaan individu kepada Tuhan,

bentuk dan tingkat ketaatan dalam beribadah, kehadiran di tempat ibadah serta

pendapat mengenai persoalan agama. Remaja yang berasal dari keluarga

dengan agama yang homogen akan lebih mudah dalam menjawab

pertanyaan-pertanyaan tersebut karena mereka dibentuk oleh satu agama dan pola aturan

yang serupa, namun remaja yang berasal dari keluarga beda agama akan

diliputi kebimbangan dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut karena

(21)

memicu timbulnya stress, frustasi, perasaan tidak aman akan identitas

agamanya hingga memungkinkan munculnya kebingungan dalam membuat

komitmen beragama.

Keputusan pemilihan agama anak secara sepihak oleh orang tua seperti

yang dituliskan dalam e-Vision (2005), memberikan dampak tidak

menyenangkan terhadap anak. Memasuki usia remaja, anak cenderung

mengalami frustasi dan bingung sehingga memunculkan rasa tidak aman

terhadap identitas agamanya terlebih ketika kedua orang tua tidak memberikan

pengetahuan tentang agama yang ada dan berkembang dalam kehidupan.

Selain itu, studi yang dilakukan oleh Nelsen (1990) mengatakan anak memiliki

kecenderungan untuk mengikuti salah satu agama orang tuanya namun yang

bersifat konservatif. Studi ini juga menunjukkan bahwa anak juga cenderung

tidak memiliki identifikasi agama yang jelas ketika tidak adanya identifikasi

agama di dalam diri ibu. Studi yang juga dilakukan oleh Salisbury (“Religious

Identity and Religious Behavior of the Sons and Daughter of Religious

Intermarriage”) memperlihatkan bahwa mayoritas agama yang dianut oleh

anak merupakan agama yang juga dianut oleh ibunya. Penelitian-penelitian

tersebut tidak membahas mengenai dinamika proses eksplorasi pemilihan

agama, padahal dalam kenyataannya, tumbuh dan berkembang dalam keluarga

beda agama memunculkan berbagai pertanyaan keagamaan yang dapat memicu

timbulnya keadaan frustasi dan tidak aman terhadap identitas agama dalam diri

apabila anak tidak mendapatkan penjelasan yang tepat dan tidak mendapatkan

(22)

proses eksplorasi dan pembuatan komitmen terjadi ketika individu berdinamika

dalam proses mencari identitas dirinya, khususnya agamanya dalam rentang

usia remaja hingga dewasa awal. Pada usia ini anak dianggap telah melakukan

proses ekplorasi dan sudah mampu dalam membuat komitmen (Lock dalam

Santrock, 1995). Dalam penelitian ini, peneliti berusaha membuka fenomena

eksplorasi dan pembentukan komitmen agama yang terjadi dalam diri

remaja/dewasa awal dari keluarga beda agama. Diharapkan penelitian ini dapat

membantu dalam proses pencarian jawaban mengenai keagamaan serta

membantu dalam menciptakan komitmen beragama yang tepat dan sesuai

dengan diri.

Pemilihan komitmen beragama yang tepat pada diri remaja/dewasa

awal, mampu mendorong munculnya aturan moral, nilai, kode etik, dan sudut

pandang agama/suatu keyakinan yang dapat dijadikan landasaan diri dalam

menjalani kehidupan (Papalia, 2009). Pada akhirnya, remaja/dewasa awal dari

keluarga beda agama akan memiliki komitmen beragama yang berbeda-beda

sesuai dengan dinamikanya masing-masing (Surbakti, 2009). Memiliki

keyakinan yang kuat terhadap nilai/ajaran suatu agama diyakini mampu

menciptakan rasa aman dan percaya diri serta ketahanan diri dalam

menghadapi konflik (Hurlock, 1973).

Penelitian ini berfokus pada dua hal yaitu proses eksplorasi agama dan

proses pembuatan komitmen agama pada remaja/dewasa awal dari keluarga

beda agama. Penggunaan metode kualitatif diharapkan mampu membantu

(23)

subjek selama menjalani proses eksplorasi dan pembuatan komitmen beragama

pada remaja/dewasa awal dari keluarga beda agama.

B.Rumusan Masalah

“Bagaimana gambaran proses eksplorasi dan pembuatan komitmen

beragama pada remaja/dewasa awal dari keluarga beda agama?”

C.Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Menggambarkan proses eksplorasi agama pada remaja/dewasa awal dari

keluarga beda agama.

2. Menggambarkan proses pembentukan komitmen beragama pada

remaja/dewasa awal dari keluarga beda agama.

D.Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini :

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini memberikan kontribusi pada ilmu psikologi yang

bergerak dalam bidang pernikahan dan keluarga, khususnya mengenai

hal-hal yang berhubungan dengan pernikahan beda agama.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi pasangan yang akan dan sedang melakukan pernikahan

(24)

mendalam mengenai dinamika remaja/dewasa awal yang akan

melakukan proses eksplorasi dan pembuatan komitmen

beragama.

b. Bagi remaja/dewasa awal dari keluarga beda agama, sebagai

sumber inspirasi dan pemahaman lebih mendalam mengenai

proses eksplorasi dan pembuatan komitmen beragama.

c. Bagi masyarakat luas, sebagai sumber informasi tambahan dalam

memahami proses individu yang berasal keluarga beda agama

(25)

6 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.Pernikahan Beda Agama

1. Gejala Pernikahan Beda Agama

Pernikahan beda agama merupakan sebuah pernikahan dimana

pasangan pernikahan memiliki keyakinan atau kepercayaan yang berbeda

satu dan yang lainnya (Hood dkk dalam Lord, 2008). Pernikahan beda

agama dapat terjadi karena adanya interaksi yang semakin tinggi antara

orang yang berasal dari kelompok agama yang berbeda (Duvall & Miller,

1985). Pernikahan beda agama tidak hanya mengenai perpaduan dua

keyakinan dalam sebuah ikatan namun juga mengenai proses pasangan

dalam memandang perbedaan yang ada secara fleksibel serta bagaimana

proses pasangan menjembatani perbedaan yang ada (Eaton dalam Shaffer,

2006).

Pernikahan beda agama masih menjadi hal yang sangat tabu untuk

terjadi di Indonesia sehingga beberapa komunitas keagamaan mengharapkan

pernikahan ini tidak pernah terjadi. Namun adanya pluralitas yang

berkembang di tengah kehidupan masyarakat Indonesia menyebabkan

kehidupan menjadi makin majemuk sehingga masyarakat Indonesia menjadi

terbiasa bergaul dalam suasana lintas etnis, lintas ras bahkan lintas agama

yang memungkinkan terjadinya pernikahan beda agama. Hal ini terbukti

(26)

Indonesia sejak lebih dari 20 tahun yang lalu. Hasil dari sebuah penelitian

yang pernah dilakukan di Yogyakarta pada tahun 2003 yang mengatakan

bahwa pada tahun 1980 sampai tahun 2000 dari 1000 kasus pernikahan yang

tercatat, terjadi hampir 12–18 kasus pernikahan beda agama (Aini, 2005).

Lembaga Interfaith Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP)

sejak tahun 2005 hingga Februari 2012 telah berhasil memfasilitasi 282

pernikahan pasangan beda agama dan juga telah memberikan konsultasi

seputaran pernikahan beda agama (Nurcholish, 2012). Walaupun demikian,

peraturan di Indonesia masih membatasi terjadinya pernikahan beda agama

Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing

agama dan kepercayaan” (UU No. 1 tahun 1974 pasal 2 ayat 1). Selain itu,

dalam peraturan beberapa agama, tidak diperbolehkan untuk melakukan

pernikahan beda agama kecuali dengan ketentuan yang telah ditetapkan

sebelumnya.

Pernikahan beda agama berusaha menghidupkan dua keyakinan yang

berbeda dalam sebuah lingkup keluarga. Dalam prosesnya, pernikahan beda

agama akan menghadapi permasalahan-permasalahan yang lebih kompleks

baik bagi pasangan maupun remaja/dewasa awal yang tumbuh dan

berkembang di dalamnya. Perbedaan agama dapat mengancam stabilitas

pernikahan apabila pasangan tidak mampu mendiskusikannya dengan baik.

Pada kenyataannya, penelitian mengenai pernikahan beda agama selalu

(27)

agama cenderung memunculkan konflik pernikahan dan memperburuk

stabilitas pernikahan (Olinsky, 2002).

2. Permasalahan dalam Pernikahan Beda Agama

a. Permasalahan yang Dialami Oleh Pasangan

Penelitian yang dilakukan oleh Lehrer dan Michael (Caffaro,

2011) menunjukkan bahwa perbedaan agama dapat meningkatkan risiko

konflik serta menciptakan ketidakstabilan dalam pernikahan. Tantangan

terbesar ketika pasangan memiliki latar belakang agama yang berbeda

adalah membentuk rasa saling memahami dan rasa saling menghargai

terhadap proses negosiasi perbedaan-perbedaan yang ada. Sherkat

(Shaffer, 2006) menyatakan bahwa perbedaan sudut pandang agama

memberikan pengaruh pada banyak bidang, seperti munculnya konflik

antar pasangan, kekerasan dalam rumah tangga dan perceraian. Hal ini

muncul karena agama memberikan pengaruh terhadap banyak hal dalam

kehidupan pernikahan, seperti pendidikan dan pengasuhan

remaja/dewasa awal, alokasi penggunaan uang dan waktu,

pengembangan relasi sosial dan terkadang berpengaruh terhadap

pemilihan tempat tinggal.

Pasangan pernikahan beda agama perlu untuk memilah-milah

masalah-masalah penting yang harus segera didiskusikan dan masalah

lain yang masih dapat ditunda pendiskusiannya. Eaton (dalam Shaffer,

2006) mengatakan apabila pasangan beda agama mampu mendiskusikan

(28)

maupun tradisi maka akan sangat mungkin bagi mereka untuk melihat

perbedaan sebagai hal yang konstruktif dan saling mendukung

perkembangan identitas dan praktik kegiatan keagamaan serta

membentuk budaya baru sebagai ekspresi dan tujuan dari nilai-nilai yang

telah mereka sepakati bersama.

Permasalahan yang biasanya dihadapi dalam pernikahan beda

agama antara lain berhubungan dengan :

1. Praktik keagamaan (practicing faith) yaitu mengenai kehadiran

masing-masing individu dalam kegiatan ibadah sehari-hari;

mengenai bagaimana pasangan menjalankan prosesi ibadah

sehari-hari.

2. Interaksi and reaksi terhadap orang tua dan keluarga

(parents/family interactions and reactions) yaitu mengenai

reaksi anggota keluarga terhadap kehadiran orang baru dengan

latar belakang agama yang berbeda; mengenai pengaruh

keagamaan dalam keluarga terhadap proses pembuatan

keputusan individu sebagai pasangan dan individu sebagai

orang tua; mengenai sikap yang sesuai dari masing-masing

individu dalam mengunjungi keluarga pasangan.

3. Anak (children) yaitu mengenai pemilihan agama; mengenai

agama apa yang lebih dominan dalam hidupnya; mengenai ada

(29)

keagamaan; mengenai seberapa pentingnya menjalankan ritual

keagamaan ketika berada dalam lingkup keluarga.

4. Hari raya keagamaan dan tradisi (holiday and traditions) yaitu

mengenai pendiskusian perbedaan tradisi keagamaan yang ada

(mana yang lebih penting, salah satu atau keduanya memiliki

kedudukan yang sama); mengenai pemahaman masing-masing

individu terhadap hari perbedaan raya keagamaan dan tradisi

dari pasangannya; mengenai sikap dan toleransi individu

ketika mengikuti perayaan hari raya dan tradisi keagamaan

pasangan lainya, mengenai kemungkinan tentang beberapa hal

yang dapat diubah atau dihilangkan sehingga pasangan dapat

menerima perbedaan yang ada.

5. Ekspektasi peran (role expectation) mengenai ada atau

tidaknya spesifikasi peran gender yang ditetapkan menurut

aturan masing-masing agama (Olinsky, 2002).

Tema-tema ini muncul sebagai manifestasi dari adanya perbedaan

pedoman hidup yang harus dijalani kedua pasangan, serta tidak adanya

komunikasi yang efektif diantara pasangan dan keluarga. Selain itu

seiring berjalannya kehidupan pernikahan, beberapa pasangan memiliki

pengharapan agar pasangannya mengikuti agamanya namun hal ini

sangat jarang sekali dikomunikasikan karena dianggap sebagai hal yang

sensitif atau sebagai salah satu usaha untuk menjaga perasaan

(30)

Menjadi sangat menarik untuk diperhatikan bahwa ketika

pasangan memiliki agama yang berbeda, maka akan terbentuk perbedaan

prinsip hidup mendasar dan kuat yang tidak dapat dipengaruhi oleh

pasangan ataupun keluarga pasangannya. Hal ini akan berdampak pada

penerimaan anggota keluarga baru yang “berbeda”. Efek dari adanya

sikap ini terutama terlihat ketika kedua pasangan benar-benar merasa

terikat dengan keluarga asal dan latar belakang agamanya

masing-masing, lebih jauh hal ini akan menjadi buruk ketika pasangan tidak

dapat memprediksikan bagaimana perbedaan agama memberikan

dampak terhadap kehidupan pernikahan mereka dan stabilitas keluarga,

fungsi masing-masing dan rutinitas yang ada di dalamnya (Joanides,

Mayhew, & Mamalakis, dalam Shaffer, 2006). Pola komunikasi yang

tidak efektif, kurangnya rasa saling pengertian dan ketidakmampuan

pasangan dalam mengelola perbedaan yang ada akan menjadi masalah

kecil yang berakibat fatal bagi setiap pasangan pernikahan terlebih

pasangan pernikahan beda agama

b. Permasalahan yang Dialami oleh Remaja/Dewasa Awal

Kehadiran seorang anak dalam pasangan nikah beda agama

menjadi masalah yang cukup berat apabila keduanya tidak memiliki

pemahaman dan komunikasi yang efektif. Hal ini akan semakin berat

ketika anak telah memasuki usia remaja dimana mereka mulai

memahami adanya perbedaan agama dan memunculkan pertanyaan

(31)

berasal dari keluarga beda agama akan menghadapi dua agama beserta

aktivitas keagamaannya yang berbeda. Hal ini memungkinkan

munculnya keraguan beragama dalam diri remaja/dewasa awal karena

mereka tidak mengetahui agama mana yang dapat mereka terima dan

sesuai dengan dirinya (Hurlock, 1973).

Beberapa orang tua beda agama biasanya telah membuat

komitmen mengenai status agama untuk anak mereka namun beberapa

orang tua tidak terlalu memperdulikan komitmen pemilihan agama untuk

anak mereka. Ada atau tidaknya komitmen yang dibentuk oleh orang tua

terhadap pemilihan identitas agama akan tetap memunculkan

kebingungan pada diri remaja/dewasa awal, karena mereka memiliki

kesempatan untuk memutuskan komitmen beragama yang sesuai dengan

kenyamanan diri dan hati mereka. Terbatasnya pengetahuan terhadap

agama, tingkat ketaatan terhadap agama di dalam keluarga,

ketidakseimbangan atau tidak adanya aktivitas keagamaan yang

dilakukan orang tua, menjadi faktor terbesar pemicu terjadinya

kebingungan agama dalam diri remaja/dewasa awal atau minimnya peran

agama (tidak menjadikan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya

sebagai pedoman hidup dan landasan dalam bertindak) dalam diri

remaja/dewasa awal (Hurlock, 1973). Selain itu rasa iba terhadap pihak

orang tua yang tidak memiliki penerus agamanya serta adanya paksaan

(32)

secara psikologis memberikan pengaruh dalam diri remaja/dewasa awal

untuk menentukan komitmen beragama dalam dirinya.

Adanya konflik mengenai perbedaan agama di antara orang tua

juga dapat memicu timbulnya kecenderungan bagi remaja/dewasa awal

untuk tidak memiliki identitas agama (Pettersen dalam Nelsen, 1990).

Sebuah studi mengatakan bahwa dalam suatu keluarga beda agama

apabila hanya ada satu pihak orang tua yang memiliki identitas agama

yang jelas, remaja/dewasa awal memiliki kecenderungan untuk tidak

memiliki identitas agama, terlebih ketika ibu adalah pihak yang tidak

memiliki identitas agama yang jelas (Nelsen, 1990). Orang tua yang telah

memiliki keputusan mengenai pembagian agamapun akan tetap memiliki

konflik di belakangnya. Biasanya remaja/dewasa awal cenderung

diarahkan untuk mengikuti salah satu agama orang tua atau bahkan

agama lainnya di luar agama orang tua, maka dalam proses ini bukan

hanya kompetisi orang tua yang muncul untuk memperlihatkan yang

terbaik dari agamanya masing-masing namun juga rasa cemburu apabila

remaja/dewasa awal dibesarkan dalam lingkup agama tertentu.

Menyimpulkan dari beberapa penelitian terdahulu yang telah

dilakukan, permasalahan keagamaan yang dialami oleh remaja/dewasa

awal dari keluarga beda agama antara lain :

a) Adanya rasa ragu dalam diri remaja/dewasa awal untuk

(33)

mengetahui agama yang dapat mereka terima dan sesuai

dengan dirinya.

b) Munculnya kebingungan pada diri remaja/dewasa awal, karena

mereka tidak memiliki kesempatan untuk memutuskan

komitmen beragama yang sesuai dengan kenyamanan diri dan

hati mereka ketika orang tua telah menciptakan keputusan

beragama dalam diri remaja/dewasa awal secara sepihak.

c) Adanya kecenderungan untuk tidak memiliki identitas agama

dalam diri remaja/dewasa awal.

Intensitas aktivitas keagamaan yang lebih nyata, adanya figur

yang bisa dijadikan panutan dan pengetahuan mengenai suatu agama,

dapat mempermudah remaja/dewasa awal dalam proses eksplorasi untuk

mempelajari, memahami dan perlahan meyakini konsep agama tertentu

(Marcia, 2006). Perilaku orang tua yang menyenangkan dalam usaha

menjembatani dan menjelaskan perbedaan yang ada mampu

memfasilitasi kemampuan remaja/dewasa awal untuk memahami dan

meyakini Tuhan dan perbedaan secara positif. Namun perilaku negatif

yang ditampilkan orang tua cenderung menghilangkan hal baik dalam

diri remaja/dewasa awal dalam usaha memahami dan meyakini Tuhan

(34)

B.Identitas Agama

1. Definisi Identitas

Marcia (dalam Parsons, 2007) mendefinisikan identitas sebagai

struktur dalam diri, konstruk diri serta dinamika diri atas dorongan,

kemampuan, keyakinan dan sejarah yang terekam dalam diri manusia.

Pencapaian identitas diri yang baik adalah ketika individu mampu

menyadari akan perbedaan dan kesamaan yang dimiliki diri dengan orang

lain. Namun pencapaian identitas diri yang buruk adalah ketika individu

mengalami kebingungan dan tidak dapat membedakan perbedaan yang ada

dalam diri mereka dengan orang lain. Proses pencapaian identitas terjadi

pada tahap usia remaja hingga dewasa awal yang didasarkan pada

pengalaman proses eksplorasi dan pembuatan komitnen. Maka menjadi

penting bagi remaja/dewasa awal untuk mengoptimalkan proses eksplorasi

indentitas diri sehingga dapat menciptakan keyakinan dalam pembuatan

komitmen kelak.

2. Definisi Identitas Agama

Batson dkk (dalam Hunsberger, 2001) mengatakan bahwa

penggunaan teori perkembangan psikososial milik Erikson dapat

diinterpretasikan sebagai model perkembangan agama dalam diri

remaja/dewasa awal. Perkembangan agama merupakan semua proses

(35)

dalam dan diluar dirinya. Dalam hal ini, perkembangan agama menuju pada

proses penentuan identitas agama.

Dalam penelitian ini, identitas agama diartikan sebagai struktur

agama dalam diri, konstruk agama dalam diri serta dinamika atas dorongan,

kemampuan, keyakinan dan sejarah tentang agama yang terekam dalam diri

manusia. Proses pencarian identitas agama, remaja/dewasa awal umumnya

akan menghadapi pertanyaan-pertanyaan tentang kepercayaan individu

terhadap Tuhan, bentuk dan tingkat ketaatan dalam beribadah, pendapat

tentang persoalan agama dan pertanyaan lainnya yang berkaitan dengan

keagamaan (Marcia dalam “Hubungan Antara Status Identitas Agama

Dengan Ketabahan”, 2006). Pertanyaan-pertanyaan ini kemudian akan

memunculkan dorongan bagi manusia untuk mencari jawaban serta

menyusunnya menjadi sebuah sejarah yang kemudian akan membentuk

struktur dan konstruk agama di dalam diri.

Eksplorasi diri membantu seorang remaja/dewasa awal untuk

memutuskan komitmen terhadap pilihan-pilihan yang ada dalam proses

pencapaian identitas agama. Remaja/dewasa awal yang dapat mengatasi

masa krisis ini secara memuaskan dapat membangun “kekuatan” kesetiaan

(perasaan setia dan keyakinan) untuk memiliki orang-orang yang dikasihi

dan juga kesetiaan terhadap agama (Erikson dalam Papalia 2009). Menurut

Marcia (Anonim, 2006), dengan adanya identitas agama yang dimiliki

seseorang maka falsafah hidup terutama mengenai etika dan tanggung jawab

(36)

Carlson dkk (Parsons, 2007) menemukan bahwa 95% terapis pernikahan

dan keluarga meyakini bahwa terdapat hubungan antara religiusitas,

spiritualitas dengan kesehatan mental.

3. Eksplorasi dan Komitmen

Proses pencapaian identitas, salah satunya identitas agama tidak

terlepas dari proses eksplorasi dan komitmen (Papalia, 2009). Proses

eksplorasi merupakan tahap dimana seseorang melakukan proses

identifikasi, evaluasi serta interpretasi terhadap suatu informasi yang

berguna untuk menjembatani pertanyaan-pertanyaan yang hadir dalam

benaknya. Dalam prosesnya, eksplorasi memiliki empat aspek utama yang

menjadi acuan, seperti :

a) Kemampuan memahami (Knowledge ability). Pada aspek ini

kesadaran akan pilihan-pilihan yang ada mulai muncul, (dalam

hal ini pilihan agama yang ada) serta mulai memiliki pemahaman

yang mendalam mengenai nilai-nilai inti dari ajaran berbagai

agama dan mempunyai perbandingan nilai keyakinan antar

agama.

b) Aktivitas yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi

(Activity directed toward the gathering of information). Dalam

tahap ini terjadi krisis identitas sehingga eksplorasi terhadap

(37)

c) Mempertimbangkan alternatif pilihan yang potensial (Evidence of

considering potential identity elements). Pada aspek ini,

kemampuan untuk mempertimbangkan berbagai alternatif pilihan

sudah muncul serta adanya kesadaran atas konsekuensi dari

alternatif yang akan dipilih.

d) Keinginan untuk membuat sebuah keputusan awal (A desire to

make an early decision). Pada aspek ini, keputusan untuk

berkomitmen telah muncul dan akan diakhiri dengan komitmen

beragama yang diyakininya.

Sedangkan pembuatan komitmen merupakan proses penegasan

pilihan terhadap alternatif tertentu. Komitmen merupakan investasi yang

stabil terhadap satu tujuan, nilai, keyakinan yang kemudian dibuktikan

dengan aktivitas yang mendukung (Papalia, 2009). Adanya komitmen

menunjukkan bahwa remaja/dewasa awal memiliki keinginan untuk

memperbaiki identitas agama yang dalam dirinya. Tidak adanya komitmen

menggambarkan tidak adanya keinginan remaja/dewasa awal untuk

memperbaiki struktur identitas agama dalam dirinya (Papalia, 2009).

Komitmen memiliki enam aspek dalam proses pencapaiannya, yaitu

a) Kemampuan memahami (Knowledge ability). Pada aspek ini,

remaja/dewasa awal memiliki komitmen yang kuat terhadap

tujuan, nilai dan keyakinan yang dibuktikan dengan adanya

pemahaman yang mendalam mengenai alternatif pilihan yang

(38)

b) Aktivitas yang dilakukan sebagai implementasi terhadap

pemilihan identitas beragama (Activity directed toward

implementing the chosen religion identity). Pada aspek ini,

remaja/dewasa awal memperlihatkan adanya aktivitas yang

mendukung pilihan komitmen beragamanya. (misalnya,

beribadah).

c) Nada emosi (Emotional tone). Emosi yang muncul sebagai bentuk

refleksi dari kepercayaan dan ketenangan diri serta sikap optimis

tentang masa depan terhadap keyakinan dalam berkomitmen.

d) Identifikasi terhadap orang lain yang berpengaruh (Identification

with significant other). Munculnya komitmen pada diri

remaja/dewasa awal akan membuat diri belajar untuk

mengidentifikasi perilaku orang lain yang dijadikan panutan

terhadap dirinya sendiri.

e) Proyeksi terhadap masa depan (Projection of ones’s personal

future). Aspek ini merefleksikan kemampuan diri terhadap

komitmen yang telah dibentuk, seperti memproyeksikan dan

menggambarkan tipe aktivitas yang diputuskan untuk lima sampai

sepuluh tahun mendatang dengan tetap konsisten terhadap

komitmen pilihannya.

f) Resistensi terhadap goncangan (Resistence to being swayed).

(39)

memiliki komitmen yang tinggi di dalam dirinya, maka ia

cenderung bertahan pada komitmen pilihannya.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan istilah komitmen

beragama dengan definisi yang lebih luas yaitu tidak membatasi komitmen

beragama dengan menganut suatu agama namun juga dapat berkomitmen

namun dengan tidak menganut agama apapun.

C.Review Penelitian Mengenai Identifikasi Agama Remaja/Dewasa Awal

dari Keluarga Beda Agama

Tumbuh dan berkembang dalam keluarga beda agama menyebabkan

remaja/dewasa awal menghadapi kebingungan dalam hal agama. Dalam artikel

e-Vision (Leah, 2005) menceritakan seorang anak yang beranjak remaja, yang

lahir dan diasuh oleh kedua orang tua yang berbeda agama (Yahudi-Kristen)

mengalami rasa tidak aman terhadap identitas agama di dalam dirinya.

Perbedaan agama kedua orang tua serta sikap kedua orang tua dalam

menentukan agama yang akan dianut anak secara sepihak, memberikan

dampak yang tidak menyenangkan dan frustasi terhadap identitas agama dalam

diri anak.

Artikel ini menjelaskan bahwa remaja menjadi sangat frustasi dan

bingung ketika remaja mulai mempertanyakan mengenai perbedaan agama dan

perbedaan penamaan Tuhan dalam keluarga. Tidak adanya penjelasan

keagamaan secara netral yang diberikan ayah atau ibu dan adanya penjelasan

(40)

terhadap agama lain semakin memunculkan banyak pertanyaan dalam diri

remaja. Rasa tidak aman terhadap identitas agamapun muncul namun pada

akhirnya, sikap tegas ayah dalam menentukan status agama, mendorong remaja

untuk menjadi seorang penganut Yahudi sesuai dengan keputusan kedua

orangtuanya. Remaja kemudian menjadi seorang penganut Yahudi dengan

tetap merasa bersalah karena telah mengecewakan ibu dan ayahnya, karena

remaja tidak bisa menjadi seorang penganut Kristen dan justru menjadi

penganut Yahudi yang tidak taat beragama. Hal ini muncul karena remaja

masih merasakan kebingungan mengenai agama walaupun secara status dirinya

telah menjadi seorang penganut Yahudi.

Besarnya peran orang tua dalam proses pemilihan agama pada diri

remaja/dewasa awal yang berasal dari keluarga beda agama, lebih jelas

dipaparkan oleh Nelsen (1990) dalam penelitiannya. Penelitian ini

menyimpulkan bahwa identifikasi agama pada diri orang tua memberikan

pengaruh yang signifikan terhadap agama yang akan dianut oleh

remaja/dewasa awalnya.

Sebanyak 85% remaja/dewasa awal yang berasal dari pasangan

menikah beda agama tidak memilih agama manapun apabila kedua orang

tuanya tidak memiliki kejelasan beragama. Keluarga dimana figur ibu tidak

memiliki identifikasi agama yang jelas atau hanya salah satu pihak orang tua

dengan identifikasi agama yang jelas, mengakibatkan tidak adanya identifikasi

agama pada diri remaja/dewasa awal. Hal ini terjadi karena figur ibu memiliki

(41)

awal daripada figur ayah terlebih ketika ibu memiliki identifikasi agama dan

pemahaman agama yang lebih konservatif. Ketidakjelasan agama yang dimiliki

remaja/dewasa awal juga terjadi ketika orang tua tidak memiliki identifikasi

serta pemahaman agama yang jelas atau kurang memiliki identifikasi serta

pemahaman agama yang baik. Hasil penelitiannya memperlihatkan bahwa

apabila ibu beragama Katolik tetapi tidak dengan ayah, maka sebanyak 77,6%

remaja/dewasa awal memilih untuk menjadi Katolik. Apabila ayah beragama

Katolik tetapi tidak dengan ibu, maka 46,9% remaja/dewasa awal memilih

untuk menjadi Katolik. Apabila ibunya beragama Katolik maka tidak akan ada

perbedaan presetanse remaja/dewasa awal yang beragama Katolik walaupun

ayahnya adalah seorang Protestan liberal atau konservatif namun apabila

ayahnya beragama Katolik kecenderungan terbesar adalah remaja/dewasa awal

tidak memilih agama Katolik dan lebih memilih untuk memiliki agama yang

sama dengan ibunya walaupun konservatif.

Penelitian yang dilakukan oleh Surbakti (2009) menjelaskan bahwa

pemilihan agama oleh anak yang berasal dari keluarga beda agama dipengaruhi

oleh beberapa faktor, seperti peran ayah, peran ibu, peran orang tua angkat,

peran kerabat orang tua, peran pemuka agama dan peran kekasih. Pemilihan

agama yang dipengaruhi oleh peran ayah, dilihat sebagai suatu usaha anak

dalam membalas budi kebaikan ayahnya karena ayah telah berusaha memenuhi

kebutuhannya sehari-hari. Pemilihan agama yang dipengaruhi peran ibu dilihat

sebagai cara bakti anak kepada sosok yang telah melahirkan, mengasuh dan

(42)

dipengaruhi oleh peran orang tua angkat, dilihat sebagai balsa budi atas jasa

pengasuhan. Pemilihan agama yang dipengaruhi oleh peran kerabat orang tua,

dilihat sebagai hutang budi, hubungan sosial dalam ikatan keluarga yang telah

menciptakan norma-norma tertentu yang sulit sekali untuk dihindari/ditentang.

Pemilihan agama yang dipengaruhi oleh pemuka agama, dilihat sebagai bentuk

keyakinan akan adanya mukjizat dari suatu agama tertentu dalam proses

kehidupannya. Pemilihan agama yang dipengaruhi oleh peran kekasih, dilihat

sebagai pemenuhan persyaratan untuk menjadi seorang pasangan yang baik

bagi kekasihnya.

Penelitian-penelitian yang telah disebutkan hanya membahas mengenai

identitas agama yang pada akhirnya dipilih oleh anak dari keluarga beda agama

serta efek yang dialaminya. Marcia (2006) menjelaskan bahwa dalam proses

pencarian identitas agama, individu akan mengalami proses eksplorasi agama

dan pembuatan komitmen agama. Proses eksplorasi agama terjadi sebagai

suatu upaya individu dalam menjembatani pertanyaan keagamaan yang muncul

di dalam benaknya dengan realitas keagamaan yang ada di sekitarnya. Proses

eksplorasi agama akan mempengaruhi individu dalam menentukan pembuatan

komitmen beragama di dalam dirinya. Pembuatan komitmen yang sesuai

dengan diri akan menciptakan rasa yakin dan aman terhadap identitas

agamanya. Oleh karena itu, melalui penelitian ini peneliti melihat pentingnya

proses eksplorasi agama dan pembuatan komitmen untuk diketahui agar

remaja/dewasa awal dari keluarga beda agama mampu memilih dan

(43)

D.Kerangka Penelitian

Berdasarkan beberapa literatur yang ditemukan, beberapa penelitian

melihat pentingnya peran agama dalam kehidupan sehari-hari. Remaja/dewasa

awal memperlihatkan adanya ketertarikan terhadap suatu agama dan biasanya

lebih sering diperlihatkan dalam tingkah laku daripada melakukan ritual

keagamaan (Hurlock, 1973). Kebanyakan remaja/dewasa awal berusaha untuk

menemukan suatu agama yang dapat memenuhi kebutuhannya saat ini

dibandingkan saat masih anak-anak (Hurlock, 1973). Proses eksplorasi menjadi

hal yang sangat mungkin terjadi ketika remaja/dewasa awal melakukan

perubahan-perubahan terhadap keyakinan dalam dirinya terhadap suatu.

Remaja/dewasa awal memperlihatkan ketertarikannya terhadap suatu agama

dengan mengikuti diskusi keagamaan, mengikuti pelatihan agama-agama

hanya untuk melihat perbandingan dari tiap agama, dan melakukan eksplorasi

terhadap agama yang berbeda-beda untuk menemukan hal-hal lain yang

mereka butuhkan dari suatu agama diluar agama yang telah diajarkan di dalam

keluarga. Kebutuhan akan agama merupakan hal yang bersifat personal dan

sangat berarti bagi kehidupan mereka (Hurlock, 1973).

Selain itu, perbedaan agama dalam keluarga beda agama memunculkan

keraguan beragama dalam diri remaja/dewasa awal. Keraguan menjadi dasar

munculnya kebingungan, ragu-ragu dan ketidakpastian terhadap pilihan agama

yang berakibat datangnya masa krisis. Pada masa krisis inilah, remaja/dewasa

awal mengalami proses pencarian jawaban, perbandingan dan pemahaman

(44)

Proses yang terjadi selama masa krisis adalah proses pencarian makna,

pemahaman dan pengetahuan atas perbedaan yang lebih singkat dikatakan

sebagai proses eksplorasi (Papalia, 2009) yang kemudian akan berakhir pada

proses pembuatan komitmen. Melihat gambaran proses eksplorasi dan

pembuatan komitmen terhadap agama serta makna yang terkandung di

dalamnya menjadi suatu hal yang menarik bagi peneliti karena peneliti ingin

melihat bagaimana remaja/dewasa awal belajar mengembangkan pengetahuan,

menghadapi perbedaan serta mencari jawaban untuk memenuhi kebutuhan

dirinya akan suatu agama.

E.Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran proses eksplorasi agama pada remaja/dewasa awal

dari keluarga beda agama?

2. Bagaimana gambaran pembuatan komitmen beragama pada remaja/dewasa

(45)

26 BAB III

METODE PENELITIAN

A.Jenis Penelitian

Penelitian ini berusaha menggunakan metode penelitian kualitatif yang

memiliki ketertarikan dalam memahami proses manusia menginterpretasikan

pengalamannya, mengkonsepsikan dunia dan mengatribusikan arti dari setiap

pengalaman yang dilalui (Merriam, 2009). Pendekatan kualitatif pada

umumnya berusaha untuk mendeskripsikan pengalaman individu yang dinilai

memiliki makna tertentu (Smith, 2009).

Penelitian kualitatif didasarkan pada kekuatan narasi dalam

mengungkapkan realitas yang terjadi, menghasilkan dan mengolah data yang

bersifat deskriptif berupa data kata-kata tertulis dan lisan (transkrip

wawancara), foto, catatan lapangan, rekaman video dan lain sebagainya

(Poerwandari, 2005). Data lisan dan tulisan yang diperoleh melalui proses

wawancara, kemudian akan diolah ke dalam bentuk deskripsi sehingga sesuai

dengan ketentuan penelitian kualitatif.

Dalam hal ini, penggunaan metode penelitian kualitatif diharapkan

mampu memenuhi tujuan penelitian yaitu untuk memperlihatkan gambaran

proses eksplorasi dan pembuatan komitmen beragama remaja/dewasa awal

yang berasal dari pernikahan beda agama.

(46)

B.Fokus Penelitian

Penelitian ini berfokus pada dua hal, yaitu :

1. Proses eksplorasi agama pada remaja/dewasa awal yang berasal dari

keluarga beda agama.

2. Proses pembuatan komitmen beragama pada remaja/dewasa awal yang

berasal dari keluarga beda agama

C.Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan metode wawancara untuk memperoleh data

yang diinginkan. Melalui metode wawancara, peneliti dapat mengeksplorasi

lebih dalam mengenai pengalaman subjek yang sesuai dengan tema penelitian.

Wawancara kualitatif dimaksudkan untuk memperoleh pengetahuan mengenai

makna subjektif yang dipahami individu terkait dengan topik penelitian dan

akan melakukan ekplorasi terhadap isu tersebut (Banister, dkk dalam

Poerwandari, 2005).

1. Jenis Wawancara

Jenis wawancara yang akan dilakukan peneliti, terbagi menjadi dua,

yaitu :

a. Wawancara dengan pedoman umum

Dalam melakukan proses wawancara ini, peneliti menggunakan

pedoman wawancara yang mencatumkan isu yang berkaitan dengan topik

penelitian tanpa menetukan urutan pertanyaan. Pedoman wawancara

(47)

harus dibahas sekaligus menjadi daftar checklist apakah aspek-aspek

relevan tersebut telah dibahas atau dipertanyakan (Poerwandari, 2005).

Pedoman wawancara dibuat sebelum peneliti melakukan proses

wawancara dan pertanyaan peneliti bersifat terbuka agar tidak

mengarahkan jawaban subjek pada jawaban tertentu.

b. Wawancara informal

Wawancara informal didasarkan pada pengembangan pertanyaan

penelitian secara spontan yang peneliti dapatkan selama proses

wawancara ilmiah (Poerwandari, 2005). Wawancara informal ditujukan

agar peneliti mendapatkan informasi tambahan diluar informasi yang

peneliti dapatkan melalui wawancara dengan pedoman umum.

2. Pelaksanaan Wawancara

Tabel Pelaksanaan Wawancara

Subjek 1 Subjek 2 Subjek 3 Keterangan

Wawancara I 21/03/2013 30/04/ 2013 05/06/ 2013 Rapport & wawancara ringan

Wawancara II 10/04/2013 11/05/ 2013 21/06/ 2013 Wawancara mendalam

Wawancara III 13/05/2013 17/05/2013 05/07/2013 Wawancara susulan (kelengkapan data)

3. Panduan Wawancara

Peneliti melakukan pengkategorisasian dalam menyusun panduan

(48)

pertanyaan wawancara. Kategorisasi pertama berisi pertanyaan mengenai

pengalaman hidup remaja/dewasa awal dari keluarga beda agama. Kategori

ini dibuat dengan tujuan untuk melihat latar belakang subjek, dinamika

subjek dan keluarga dalam menghadapi perbedaan agama secara umum.

Pemaparan subjek mengenai pengalaman hidup secara umum di dalam

keluarga beda agama, dinilai mampu memberikan informasi tambahan atau

sebagai penguat bagi peneliti untuk melihat alur dan gambaran pengalaman

subjek secara lebih dekat dan nyata. Kategorisasi kedua berisi pertanyaan

mengenai proses eksplorasi agama remaja/dewasa awal dari keluarga beda

agama. Kategori ini dibuat dengan tujuan untuk melihat dinamika proses

eksplorasi serta hal-hal penting lainnya yang dianggap berhubungan dalam

proses ini. Kategorisasi ketiga berisi pertanyaan mengenai proses

pembuatan komitmen beragama remaja/dewasa awal dari keluarga beda

agama. Kategori ini dibuat dengan tujuan untuk melihat proses

pembentukan komitmen beragama serta hal lain yang dianggap

berhubungan dengan proses berkomitmen.

Pertanyaan wawancara yang masuk ke dalam kategori proses

eksplorasi dan pembentukan komitmen, dibuat dan dikembangkan secara

spesifik berdasarkan pada teori yang digunakan penelitian ini.

Tabel Panduan Pertanyaan Wawancara

I. Pengalaman hidup di dalam keluarga beda agama

1. Bisakah anda menceritakan pengalaman anda tinggal di dalam

(49)

2. Menurut anda, bagaimanakah peran agama di dalam keluarga anda?

3. Adakah kecenderungan dominasi agama dari salah satu pihak di

dalam keluarga anda?

II.Proses Eksplorasi

1. Sejak usia berapa anda memiliki inisiatif untuk melakukan eksplorasi

ajaran agama?

2. Apa yang mendorong anda untuk terus melakukan eksplorasi

terhadap berbagai ajaran agama?

3. Bisakah anda menceritakan secara detail agama/keyakinan apa saja

yang telah anda ketahui?

4. Dalam proses ini, secara psikologis apakah yang anda rasakan?

5. Apa yang anda lakukan untuk mencari dan mengumpulkan informasi

mengenai ajaran keagamaan?

6. Adakah perbedaan di setiap ajaran agama yang anda dapatkan?

7. Pertimbangan seperti apa/faktor apa yang akhirnya mendorong anda

untuk memilih keyakinan anda saat ini?

8. Bagaimana anda menjalani konsekuensi terhadap pilihan yang telah

anda pilih saat ini?

III. Pembentukan Komitmen

1. Dapatkah anda menjelaskan atau menggambarkan seberapa besar

komitmen dirinya terhadap keyakinan yang dipilihnya saat ini?

2. Apakah tujuan anda ketika memilih untuk berkomitmen terhadap

(50)

3. Bagaimanakah cara anda mengimani apa yang menjadi pilihan anda

saat ini?

4. Apa yang anda rasakan ketika memilih dan menjalankan pilihan anda

saat ini?

5. Adakah sosok tertentu yang anda jadikan panutan dalam

hubungannya dengan komitmen anda saat ini?

6. Apakah ada kemungkinan dalam diri anda untuk berpindah dari

keyakinan yang saat ini anda pilih?

7. Bagaimana anda menilai konsistensi komitmen diri anda?

D.Subjek Penelitian

Peneliti memilih subjek penelitian menggunakan metode pengambilan

sampel berupa criterion sampling (pengambilan sampel berdasarkan kriteria

tertentu). Berdasarkan hal tersebut, peneliti memberikan beberapa kriteria

subjek penelitian sebagai berikut :

1. Subjek penelitian berasal dari keluarga beda agama.

2. Subjek penelitian tinggal dengan kedua orang tuanya secara utuh.

3. Orang tua subjek penelitian masih berpegang teguh terhadap

agamanya masing-masing.

4. Subjek berada pada tahap usia remaja akhir hingga dewasa awal

yang dianggap telah bereksplorasi dan mengambil keputusan (Lock

(51)

Dalam penelitian ini, peneliti memutuskan untuk menggunakan tiga

subjek dengan pertimbangan bahwa data dari ketiganya sudah mampu

merepresentasikan tujuan dari penelitian, yaitu mengenai gambaran proses

eksplorasi dan pembentukan komitmen beragama pada remaja/dewasa awal

dari keluarga beda agama.

E.Prosedur Analisis Data

Penelitian ini menggunakan teknik analisis tematik deduktif. Analisis

ini dipilih karena peneliti mencoba memaparkan teori yang digunakan sebagai

kerangka dan kemudian berusa menyempitkannya melalui perumusan hipotesis

(Poerwandari, 2005). Dalam penelitian ini, peneliti berusaha menjadikan teori

sebagai dasar untuk melihat dan memastikan adakah wujud nyata aplikasi teori

yang terjadi dalam realita kehidupan.

Langkah yang dilakukan peneliti dalam menganalisis data adalah

(Poerwandari, 2005) :

1. Organisasi Data

Organisasi data merupakan kegiatan memindahkan hasil wawancara

ke dalam tulisan secara rapi dan sistematis. Peneliti mendengarkan dengan

seksama semua hasil wawancara yang telah dilakukan dan mencatatnya

dalam bentuk kalimat. Dalam penelitian kualitatif, hal ini disebut transkrip

verbatim .

Organisasi data yang baik memungkinkan peneliti untuk

(52)

dilakukan dan menyimpan data dan analisis yang berkaitan untuk

menyelesaikan penelitian (Poerwandari, 2005).

2. Koding dan Analisis

Langkah penting sebelum analisis dilakukan adalah membubuhkan

kode-kode pada data yang diperoleh. Koding dimaksudkan untuk dapat

mengorganisasi dan mensistemasi data secara lengkap dan mendetail

sehingga dapat memunculkan gambaran tentang topik yang dipelajari

(Poerwandari, 2005). Koding dilakukan apabila data dianggap telah

menjawab pertanyaan-pertanyaan peneliti yang brasal dari panduan

wawancara.

Setelah memilih dan melakukan pengkodingan terhadap

masing-masing data subjek, peneliti kemudian melakukan interpretasi ke dalam

tema-tema. Langkah selanjutnya, berbagai tema yang muncul dari

masing-masing subjek kemudian dipilih dan dikelompokkan sesuai dengan isi dari

teori yang digunakan dalam penelitian ini. Setelah memilah dan

mengelompokkan tiap tema sesuai dengan acuan teori yang digunakan,

peneliti berusaha mendeskripsikan kembali dinamika dan kompleksitas yang

dialami subjek ke dalam bentuk narasi yang disertai dengan verbatim

masing-masing subjek.

Dalam penelitian kualitatif, bagaimanapun analisis dilakukan,

peneliti wajib memonitor dan melaporkan proses serta prosedur-prosedur

(53)

F. Kredibilitas dan Validitas Penelitian

Kredibilitas penelitian kualitatif terletak pada keberhasilannya

mencapai maksud dalam pengeksplorasian masalah atau mendeskripsikan

keadaan, proses, kelompok sosial atau pola interaksi yang kompleks. Deskripsi

mendalam menjelaskan kemajemukan aspek-aspek yang terkait dan interaksi

dari berbagai aspek.

Menurut Sarantoks (Poerwandari, 2005), penelitian dapat dikatakan

memenuhi kriteria validitas apabila mampu memenuhi beberapa konsep

validitas, seperti :

1. Validitas Komunikatif, dilakukan melalui dikonfirmasikannya

kembali data dan analisis penelitian kepada responden penelitian.

Proses konfirmasi ini dilakukan peneliti kepada subjek penelitian

setelah peneliti merasa bahwa data yang ada mampu menjawab dan

mengambarkan tujuan penelitian ini. Dalam prosesnya, ketiga subjek

penelitian menyatakan kesamaan antara analisis yang dilakukan

peneliti terhadap kenyataan yang mereka alami dan rasakan (data

lapangan) terhadap teori yang ada.

2. Validitas Argumentatif, tercapai bila presentasi temuan dan

kesimpulannya dapat diikuti dengan rasional serta dapat dibuktikan

(54)

G.Sistematika Pelaporan

Pelaporan mengenai hasil penelitian ini akan dipaparkan pada bab

selanjutnya. Penulisan laporan penelitian didasarkan pada hasil pengamatan

terhadap masing-masing subjek. Laporan penelitian masing-masing subjek

berisi tentang gambaran diri subjek, gambaran latar belakang agama keluarga

subjek, gambaran keadaan keluarga subjek serta gambaran pengalaman subjek

dalam memahami agama dan konfliknya baik di dalam keluarga atau di

lingkungan luar keluarga. Kemudian, akan dilanjutkan dengan penjabaran

masing-masing pengalaman subjek mengenai proses eksplorasi identitas agama

(beserta aspek-aspeknya) dan komitmen beragama (beserta aspek-aspeknya).

Tahap penulisan pada laporan penelitian ini merupakan penerjemahan

tema-tema yang ada ke dalam uraian naratif. Uraian respon tersebut dibuat

dalam bentuk argumen naratif yang diselingi kutipan verbatim dari transkrip

untuk mendukung kasus yang diteliti (Smith, 2009). Sedangkan dalam bagian

pembahasan, peneliti berusaha mendiskusikan masing-masing tema terhadap

(55)

36 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A.Profil Subjek 1

1. Latar Belakang

Subjek pertama bernama Lita. Lita adalah seorang mahasiswi arsitek

berusia 21. Lita merupakan anak kedua dari dua bersaudara dimana

keduanya adalah wanita. Saat ini rutinitas yang dilakukan Lita adalah kuliah

dan sedang menyusun tugas akhirnya. Lita merupakan seorang yang mudah

bergaul, periang dan terbuka walaupun di awal perjumpaan Lita terkesan

cuek dan menjaga jarak. Namun karena adanya kesediaan Lita untuk

menjadi subjek penulis dan diadakannya rapport berulang-ulang oleh

penulis maka sikap cuek dan menjaga jarak tersebut perlahan menghilang

dan berubah menjadi sikap yang terbuka, menyenangkan dan bersahabat.

Sikap inilah yang kemudian memudahkan penulis untuk menanyakan

pengalaman Lita yang berkaitan dengan kehidupannya bersama keluarganya

yang berbeda agama.

Lita terlahir dari kedua orang tua yang memiliki latar belakang

agama yang berbeda. Sejak awal pembagian agama telah terjadi di antara

dirinya dan kakaknya. Kedua orang tuanya telah sepakat untuk membagi

mereka sesuai dengan agama orang tuanya. Pada saat itu, kakaknya secara

Gambar

Tabel Pelaksanaan Wawancara
Tabel Panduan  Pertanyaan Wawancara

Referensi

Dokumen terkait

Glow Plug, komponen dari starter mesin yang berfungsi untuk memanaskan bahan bakar; funfsi: memudahkan menyalakan mesin; letak: sistem mesin.. Governor, alat yang digunakan

Garis regresi hubungan antara air lolos, aliran batang dan intersepsi dengan curah hujan pada rata-rata Tanaman Jati dan Pinus dapat dilihat pada Gambar 6. Gambar 6

Kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat ini bertujuan membantu para pengrajin gerabah desa Banyumulek Lombok Barat untuk mendesain produk agar mendapat proyeksi yang lebih

RAO untuk gerakan translasi merupakan perbandingan antara amplitudo gerakan kapal dengan amplitudo gelombang yang keduanya dalam satuan panjang (Persamaan 3).. Sedangkan

Berdasarkan pewarnaan tersebut, dapat terlihat bahwa beberapa dosen yang memilih mengampu mata kuliah yang sama mendapatkan perbedaan warna yang artinya jika dosen

Bagi kelompok ternak yang mendapatkan bantuan ternak sapi, lebih baik diberi latihan yang lebih intensif serta serius dalam melaksanakan, jadi tidak ada perkataan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pemerintah dalam memprediksi fluktuasi harga beras di masa depan agar dapat dijaga kestabilannya

[r]