BAB II TEORI DASAR 2.1 Tektonik Lempeng
Dalam terminologi geologi, lempeng adalah batuan padat, berbentuk menyerupai balok yang bersifat kaku dan sangat kasar. Kata tektonik berasal dari bahasa Yunani yang artinya membangun. Berdasarkan dua suku kata ini maka ―Tektonik Lempeng‖ merujuk pada bagaimana permukaan bumi ini dibangun dari lempeng- lempeng. Teori tektonik lempeng menyatakan bahwa lapisan terluar bumi tersusun dari lempeng-lempeng yang berjumlah lebih dari selusin yang terdiri dari lempeng-lempeng besar maupun kecil, dimana lempeng-lempeng tersebut saling bergeser satu sama lain diatas lapisan material yang yang bersifat dinamis dan panas.
Gambar 2. 1 Major tectonic plates, mid-oceanic ridges, trenches, dan transform fault pada permukaan bumi, tanda panah menunjukkan arah pergerakan lempeng [10].
Teori tektonik lempeng pada dasarnya adalah suatu teori yang menjelaskan mengenai sifat-sifat bumi yang dinamis yang disebabkan oleh gaya yang berasal dari dalam bumi. Lapisan kerak bumi terpecah-pecah dalam 13 lempeng besar dan beberapa lempeng kecil. Lempeng-lempeng besar tersebut adalah lempeng Pasifik, Eurasia, Indo-Australia, Afrika, Amerika Utara, Amerika Selatan,
Antartika, dll. Sedangkan lempeng-lempeng kecil lainnya adalah lempeng Nasca, Arab, Karibia, Filipina, Scotia, dan lempeng Cocos (Gambar 2.1).
Gambar 2. 2 Struktur bumi dan arus konveksi dalam selimut bumi [10].
Pergerakan lempeng tektonik disebabkan oleh suatu gaya dorong yang sangat besar yang bersumber pada terciptanya kondisi keseimbangan termomekanik material bumi. Bagian atas dari mantel bumi bersinggungan dengan kerak bumi yang relatif lebih dingin dan bagian bawahnya bersinggungan dengan inti luar bumi yang panas (Gambar 2.2). Fenomena ini menghasilkan variasi temperatur pada mantel bumi dan menimbulkan kondisi yang tidak stabil, dimana material yang lebih rapat dan lebih dingin berada di atas material yang lebih renggang dan temperatur lebih hangat. Akibat gaya gravitasi, material yang lebih rapat tersebut lama-lama akan tenggelam dan mendesak material yang lebih renggang untuk naik ke atas. Karena bersinggungan dengan inti luar bumi yang panas, material yang tenggelam ini perlahan akan menghangat dan kerapatannya menjadi lebih renggang, kemudian bergerak ke arah lateral dan naik kembali. Sebaliknya, material di atas yang dingin akan tenggelam karena gravitasi. Proses yang terjadi berulang-ulang ini dinamakan dengan proses konveksi.
Hasil dari pergerakan lempeng tektonik dibagi menjadi tiga yaitu konvergen, divergen, dan transform. Konvergen adalah tumbukan dari dua lempeng yang bergerak saling mendekat dan mengakibatkan terjadinya batas subduksi. Batas
subduksi adalah batas lempeng yang dimana salah satu lempeng menyusup dan lempeng lainnya terangkat. Contohnya adalah subduksi yang diakibatkan oleh lempeng Eurasia dan lempeng Indo-Australia.
Divergensi adalah pergerakan antar lempeng yang saling menjauh. Pemisahan ini disebabkan oleh adanya gaya tarik (tensional force) yang mengakibatkan naiknya magma ke permukaan dan membentuk material baru berupa lava yang kemudian berdampak pada lempeng yang saling menjauh. Contohnya Mid Oceanic Ridge.
Transform adalah pertemuan antar dua lempeng yang bergerak saling berpapasan dan saling bergeser satu dengan yang lain sehingga menghasilkan sesar mendatar (strike slip fault). Contohnya adalah patahan San Andreas di Amerika Serikat dan SFZ di Sumatera.
2.2 Teori Bingkai Elastik (Elastic Rebound Theory)
Seorang Seismolog Amerika, Reid [4] mengemukakan suatu teori yang menjelaskan mengenai bagaimana umumnya gempa itu terjadi. Teori ini dikenal dengan nama ―Elastic Rebound Theory‖. Menurut teori ini, gempa bumi terjadi pada daerah yang mengalami deformasi. Deformasi terjadi ketika tegangan geser (shear stress) sudah melampaui kekuatan elastik patahan yang berakibat patahan tersebut mengalami slip secara tiba-tiba. Pada saat patahan mengalami slip secara tiba-tiba maka energi regangan akan dilepaskan dalam bentuk gempa bumi seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.3.
Jika dua lempeng bertemu pada suatu patahan, keduanya dapat bergerak saling menjauh, saling mendekati atau saling bergeser. Kadang-kadang gerakan lempeng ini lambat dan saling mengunci, sehingga terjadi pengumpulan energi yang berlangsung terus sampai pada suatu saat batuan pada lempeng tektonik tersebut tidak lagi kuat menahan energi tersebut sehingga terjadi pelepasan mendadak yang dikenal sebagai gempa bumi.
Karakteristik gempa bumi pada dasarnya berlangsung dalam waktu yang singkat, terjadi pada lokasi kejadian tertentu, memiliki potensi terulang kembali (earthquake cycle), tidak dapat diprediksi, menimbulkan bencana, dan tidak dapat dicegah namun akibat yang ditimbulkan dapat dikurangi [2]. Berdasarkan salah
satu karakteristik gempa yaitu memiliki potensi terulang kembali (earthquake cycle), gempa yang terjadi diwaktu tertentu akan terulang lagi dimasa yang akan datang dalam periode waktu tertentu. Satu siklus dari gempa bumi ini biasanya berlangsung dalam kurun waktu puluhan sampai ribuan tahun. Data mengenai siklus gempa bumi pada suatu daerah dapat diperoleh dari catatan sejarah gempa yang didokumentasikan atau melalui penelitian geologi seperti penelitian stratigrafi batuan atau terumbu karang, likuifaksi, paleotsunami, dan lain-lain.
Gambar 2. 3 Model teori bingkai elastik (elastic rebound theory) [4].
Berdasarkan proses terjadinya gempa bumi dapat dibagi menjadi tiga tahapan [2]
yakni: (1) Tahapan interseismic, merupakan tahapan awal dari suatu siklus gempa bumi. Pada tahap ini, arus konveksi menyebabkan pergerakan lempeng sehingga menimbulkan akumulasi energi di batas antara dua lempeng, tempat biasanya terjadi gempa bumi. (2) Tahapan Preseismic, merupakan tahapan sesaat sebelum terjadinya gempa bumi. (3) Tahapan Coseismic, merupakan tahapan ketika terjadinya gempa bumi dimana energi yang telah terakumulasi dari tahapan interseismic dilepaskan secara tiba-tiba.
2.3 Magnitudo Gempa
Konsep penentuan magnitudo gempa bumi didasarkan pada pengukuran amplitudo fasa seismik (Gambar 2.4), yang dikembangkan oleh [12] pada tahun 1930-an sampai 30 tahun sebelum pertama kalinya momen seismik dihitung pada tahun 1964. Skala magnitudo gempa bumi didasarkan pada dua asumsi sederhana.
Pertama adalah bahwa geometri sumber – penerima yang sama dan dua gempa bumi dengan ukuran yang berbeda, gempa bumi yang lebih besar akan menghasilkan amplitudo yang lebih besar. Kedua, bahwa amplitudo yang diterima memiliki sifat dapat diprediksi. Dengan kata lain, efek dari penyebaran dan pelemahan energi gempa dapat diketahui dengan statistik.
Pengukuran gempa secara kuantitatif mulai diperkenalkan sejak ditemukannya alat untuk mengukur ground motion yang timbul saat gempa terjadi. Dengan alat ini pengukuran gempa menjadi lebih objektif karena menggunakan skala pengukuran yang lebih pasti dibandingkan dengan pengukuran secara kualitatif.
Bentuk umum dari skala magnitudo ditunjukkan dengan:
( ) ( ) (2.1) dimana adalah amplitudo (mikrometer), adalah periode (detik), adalah koreksi terhadap epicentral distance ( ) dan focal depth ( ), adalah koreksi terhadap stasiun, dan adalah koreksi daerah sumber. Skala logaritmik digunakan karena amplitudo gelombang seismik dari gempa bumi sangat bervariasi. Peningkatan satuan dalam magnitudo sesuai dengan peningkatan 10 kali lipat dalam amplitudo ground displacement. Magnitudo diperoleh dari beberapa stasiun untuk mengatasi bias amplitudo yang disebabkan oleh pola radiasi, directivity, dan sifat anomali. Saat ini ada empat skala besaran magnitudo yang digunakan yaitu: ML, mb, Ms, dan Mw.
Gambar 2. 4 Prosedur pengukuran magnitudo dari rekaman seismogram berdasarkan metode Richter [12].
2.3.1 Magnitudo Lokal (ML)
Skala magnitudo lokal pertama kali diperkenalkan oleh [12] pada tahun 1930-an berdasarkan pengukuran menggunakan seismometer Wood-Anderson untuk gempa-gempa dangkal dan lokal (episenter kurang dari 600 km). Richter [12]
mendefinisikan magnitudo lokal sebagai logaritma amplitudo maksimum yang terukur oleh seismometer Wood Anderson yang berada pada jarak 100 km dari episenter gempa. Skala lokal Richter ini merupakan skala yang paling umum digunakan, tetapi terbatas hanya untuk gempa-gempa lokal saja. Magnitudo lokal dapat dicari dengan menggunakan rumus empiris seperti berikut:
(2.2)
2.3.2 Magnitudo Tubuh (Mb)
Terbatasnya penggunaan magnitudo lokal untuk jarak tertentu membuat dikembangkannya tipe magnitudo yang bisa digunakan secara luas. Salah satunya adalah magnitudo tubuh (Mb). Magnitudo ini didefinisikan berdasarkan catatan amplitudo dari gelombang P yang menjalar melalui bagian dalam bumi [12]. Mb
ini diperkenalkan oleh [12] pada tahun 1945 mengukur gempa berdasarkan amplitudo dari beberapa siklus gelombang P yang tidak terpengaruh oleh kedalaman fokus. Secara umum dirumuskan dengan persamaan:
( ) ( ), (2.3)
dimana adalah amplitudo (mikrometer), adalah periode (detik), ( ) adalah koreksi terhadap jarak dan kedalaman.
2.3.3 Magnitudo Gelombang Permukaan (Ms)
Magnitudo gelombang permukaan dikembangkan karena keterbatasan skala magnitudo lokal Richter yang tidak mendeskripsikan secara jelas jenis gelombang gempa yang terukur. Skala magnitudo gelombang permukaan sangat sesuai untuk pengukuran gempa pada jarak yang jauh dimana perambatan gelombang gempa didominasi oleh gelombang permukaan. Hal ini disebabkan karena gelombang tubuh sudah tidak terdeteksi pada jarak yang jauh. Skala magnitudo ini diperkenalkan oleh [12] berdasarkan amplitudo gelombang permukaan Rayleigh pada periode 20 detik dengan persamaan:
(2.4) dimana adalah amplitudo (mikrometer) selama 20 detik pertama. Magnitudo ini umum digunakan untuk mengukur gempa-gempa sedang hingga besar dengan kedalaman hiposenter kurang dari 70 km dan jarak episenter lebih dari 1.000 km.
2.3.4 Magnitudo Momen (Mw)
Skala-skala magnitudo yang disebutkan sebelumnya merupakan ukuran kuantitas gempa secara empiris berdasarkan pengukuran karakteristik guncangan tanah menggunakan berbagai macam peralatan. Namum, kenaikan jumlah energi yang
dilepaskan saat gempa terjadi menyebabkan kenaikan karakteristik guncangan tanah menjadi tidak sama. Untuk gempa-gempa kuat, karakteristik guncangan tanah yang terukur menjadi tidak sensitif. Fenomena ini dikenal dengan saturasi.
Pada magnitudo gelombang tubuh dan magnitudo lokal, saturasi akan terjadi pada skala magnitudo 6 hingga 7. Sedangkan pada magnitudo gelombang permukaan akan terjadi pada Ms=8. Untuk menghindari saturasi yang terjadi, pengukuran gempa-gempa besar selanjutnya menggunakan skala magnitudo yang tidak tergantung pada derajat guncangan tanah. Magnitudo ini dikenal dengan magnitudo momen. Magnitudo momen diukur berdasarkan momen seismik yang ditentukan oleh faktor yang menyebabkan keruntuhan di sepanjang patahan.
Magnitudo momen dihitung dengan persamaan sebagai berikut (dalam sistem cgs):
(2.5)
(2.6)
dimana adalah momen seismik (dyne.cm), adalah modulus geser (dyne/cm2) material di sepanjang patahan, A adalah luas area keruntuhan (cm2), dan D adalah displacement (cm) seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 2.5.
Gambar 2. 5 Ilustrasi geometri momen seismik [35].
2.4 Intensitas Kerusakan
Tingkat kerusakan akibat gempa bumi dinyatakan juga dalam intensitas. Intensitas dihitung berdasarkan pengamatan visual langsung terhadap kerusakan akibat gempa bumi, dan intensitas ini dapat memberikan gambaran nilai kekuatan gempa bumi pada pusat gempanya. Perbedaan magnitudo dengan intensitas dari suatu gempa bumi adalah magnitudo dihitung dari catatan alat sedangkan intensitas didasarkan atas akibat langsung dari getaran gempa bumi. Magnitudo mempunyai harga yang tetap untuk sebuah gempa, tetapi intensitas berbeda dengan perubahan tempat.
Intensitas terbesar pada umumnya terdapat pada daerah episenter dan menurun terhadap jarak ke semua arah. Untuk dapat menentukan intensitas di suatu tempat dengan tepat diperlukan pengiriman para ahli yang berpengalaman ke daerah yang terkena bencana gempa bumi tersebut, untuk mengamati tingkat kerusakan yang terjadi. Intensitas biasanya dinyatakan dalam skala. Skala intensitas yang digunakan di Indonesia adalah skala Modified Mercally Intensity (MMI) atau disebut juga skala intensitas Mercally.
Tabel 2. 1 Skala Modified Mercally Intensity (MMI)
Skala Deskripsi
I Getaran tidak dirasakan kecuali dalam keadaan hening oleh beberapa orang.
II Getaran dirasakan oleh beberapa orang yang tinggal diam, lebih-lebih di rumah tingkat atas. Benda-benda ringan yang digantung bergoyang.
III Getaran dirasakan nyata dalam rumah tingkat atas. Terasa getaran seakan ada truk lewat, lamanya getaran dapat ditentukan.
IV Pada siang hari dirasakan oleh orang banyak dalam rumah, di luar oleh beberapa orang. Pada malam hari orang terbangun, piring dan gelas dapat pecah, jendela dan pintu berbunyi, dinding berderik karena pecah-pecah. Kacau seakan-akan truk besar melanggar rumah, kendaraan yang sedang berhenti bergerak dengan jelas.
V Getaran dirasakan oleh hampir semua penduduk, orang banyak terbangun. Jendela kaca dan plester dinding pecah, barang-barang terpelanting, pohon-pohon tinggi dan barang-barang besar tampak bergoyang. Bandul loceng dapat berhenti.
VI Getaran dirasakan oleh semua penduduk, kebanyakan terkejut dan lari keluar, kadang-kadang meja kursi bergerak, plester dinding dan cerobong asap pabrik rusak.
Kerusakan ringan.
VII Semua orang keluar rumah, kerusakan ringan pada rumah-rumah dengan bangunan dan konstruksi yang baik. Cerobong asap pecah atau retak-retak. Goncangan terasa oleh orang yang naik kendaraan.
VIII Kerusakan ringan pada bangunan-bangunan dengan konstruksi yang kuat. Retak-retak pada bangunan yang kuat. Banyak kerusakan pada bangunan yang tidak kuat.
Dinding dapat lepas dari kerangka rumah, cerobong asap pabrik-pabrik dan monumen-monumen roboh. Meja kursi terlempar, air menjadi keruh, orang naik sepeda motor terasa terganggu.
IX Kerusakan pada bangunan yang kuat, rangka-rangka rumah menjadi tidak lurus, banyak lubang-lubang karena retak-retak pada bangunan yang kuat. Rumah tampak bergeser dari pondasinya, pipa-pipa dalam tanah putus.
X Bangunan dari kayu yang kuat rusak, rangka-rangka rumah lepas dari pondasinya, tanah terbelah, rel melengkung. Tanah longsor di sekitar sungai dan tempat-tempat yang curam serta terjadi air bah.
XI Bangunan-bangunan kayu sedikit yang tetap berdiri, jembatan rusak, terjadi lembah.
Pipa dalam tanah tidak dapat dipakai sama sekali, tanah terbelah, rel melengkung sekali.
XII Hancur sama sekali. Gelombang tampak pada permukaan tanah, pemandangan menjadi gelap, benda-benda terlempar ke udara.
2.5 Sumber Gelombang Seismik
Sumber gelombang seismik pada mulanya berasal dari gempa bumi alam yang dapat berupa gempa vulkanik maupun tektonik. Sumber gelombang seismik tersebut pada hakekatnya membangkitkan gangguan sesaat dan lokal yang disebut dengan gradien stress. Gradien stress mengakibatkan terganggunya keseimbangan gaya-gaya di dalam medium, sehingga terjadi pergeseran titik material yang menyebabkan deformasi yang menjalar dari suatu titik ke titik lain. Deformasi ini dapat berupa pemampatan dan peregangan partikel-partikel medium yang menyebabkan osilasi densitas/tekanan maupun rotasi partikel-partikel medium.
2.5.1 Tegangan (stress)
Tegangan (stress) didefinisikan sebagai gaya persatuan luas. Stress merupakan sebuah besaran vektor dan memiliki satuan N/m2 atau Pascal (Pa). Menurut [19], stress dapat dikelompokkan menjadi: (1) stress normal, yaitu intensitas gaya normal per unit luasan. Stress normal dibedakan menjadi stress normal tekan (kompresi) dan stress normal tarik. (2) stress geser, yaitu gaya yang bekerja pada benda yang sejajar dengan penampang. (3) stress volume, yaitu gaya yang bekerja pada suatu benda yang menyebabkan terjadinya perubahan volume pada benda tetapi tidak menyebabkan bentuk benda berubah. Persamaan matematis dari stress (σ) adalah:
(2.7)
dengan σ adalah tegangan (N/m2), adalah besarnya gaya (N), dan adalah luas area (m2).
2.5.2 Regangan (Strain)
Benda elastis yang mengalami stress akan terdeformasi atau mengalami perubahan bentuk maupun dimensi. Perubahan tersebut disebut dengan regangan (strain). Strain merupakan besaran yang tidak memiliki dimensi. Persamaan matematis dari strain (e) adalah:
(2.8)
dengan e adalah regangan, adalah perubahan dimensi panjang (m), dan l adalah besar panjang mula-mula dari material (m).
Regangan terbagi ke dalam dua jenis, yaitu: (1) Regangan normal (normal strain), merupakan perbandingan (ratio) antara perubahan panjang objek dengan panjang objek sebelum mengamali deformasi. (2) Regangan geser (shear strain), merupakan perubahan sudut pada suatu objek pada saat terdeformasi.
2.5.3 Geometri Patahan atau Sesar
Penentuan jenis sesar dan orientasi sesar ditentukan oleh parameter bidang sesar (Gambar 2.6 dan 2.7) yang terdiri dari:
1. Strike (φ): adalah sudut yang dibentuk oleh jurus sesar dengan arah Utara.
Strike diukur dari arah utara kearah timur searah dengan jarum jam hinga jurus patahan (0˚ ≤ φ ≤ 360˚).
2. Dip ( ): adalah sudut yang dibentuk oleh bidang sesar dengan bidang horizontal dan diukur pada bidang vertikal dengan arahnya tegak lurus jurus patahan (0˚ ≤ ≤ 90˚).
3. Rake ( ): adalah sudut yang dibentuk arah slip dan jurus patahan. Rake berharga positif pada patahan naik (Trust Fault) dan negatif pada patahan turun (Normal Fault) (-180˚ ≤ ≤ 180˚).
Gambar 2. 6 Gambar ilustrasi parameter bidang sesar.
4. Trend (β): adalah arah dari proyeksi struktur garis ke bidang horizontal.
5. Plunge (p): adalah sudut yang dibentuk oleh struktur garis tersebut dengan bidang horizontal, diukur pada bidang vertikal.
Gambar 2. 7 Gambar ilustrasi bidang sesar plunge dan trend.
2.5.4 Jenis-Jenis Sesar dan Solusi Mekanisme Fokus
Gambar 2. 8 Jenis sesar dan principle stress pembentukannya. P berarti pressure (zona kompresi/tekanan), T berarti tension (zona regangan), dan B adalah titik tengah. [1].
Menurut klasifikasi Anderson [1] jenis sesar dibagi berdasarkan principle stress (Gambar 2.8). Principle stress adalah stress yang bekerja tegak lurus bidang sehingga nilai komponen shear stress pada bidang tersebut adalah nol. Bidang tersebut dikenal sebagai bidang utama. Terdapat tiga principle stress yaitu S1, S2, dan S3, dimana σ1(S1)>σ2(S2)>σ3(S3). Dari tiga sumbu tersebut dipisahkan menjadi dua sumbu berdasarkan orientasi sumbu, yaitu sumbu horizontal (Sh) dan sumbu vertikal (Sv), dimana Sh terdiri dari dua sumbu yaitu sumbu horizontal maksimum (Shmax) dan sumbu horizontal minimum (Shmin), sedangkan Sv hanya memiliki satu sumbu saja. Sumbu inilah yang mengontrol terbentuknya klasifikasi sesar, yaitu sesar normal (normal fault), sesar naik (reverse fault), dan sesar mendatar (strike-slip fault).
Tabel 2. 2 Hubungan sumbu dengan jenis sesar dalam klasifikasi Anderson [1].
Rezim/Stress S1 S2 S3
Sesar normal (Normal) Sv Shmax Shmin
Sesar mendatar (Srike-Slip) Shmax Sv Shmin
Sesar naik (Reverse/Thrust) Shmax Shmin Sv
Berdasarkan Gambar 2.8 dan Tabel 2.2 di atas hubungan sumbu dengan jenis sesar dalam klasifikasi Anderson [1] dijelaskan sebagai berikut:
1. Sesar normal (normal fault) terbentuk apabila Sv merupakan principle stress maksimum, Shmax adalah principle stress menengah, dan Shmin merupakan principle stress minimum.
2. Sesar naik (reverse fault) terbentuk apabila Shmax merupakan principle stress maksimum, Shmin adalah principle stress menengah, dan Sv adalah principle stress minimum.
3. Sesar mendatar (strike-slip fault) terbentuk apabila Shmax merupakan principle stress maksimum, Sv adalah principle stress menengah, dan Shmin merupakan principle stress minimum.
Sedangkan mekanisme fokus dari gempa bumi adalah penggambaran dari deformasi inelastik di kawasan sumber yang menghasilkan gelombang seismik.
Dalam banyak kasus, hal ini berhubungan dengan peristiwa patahan yang mengacu pada orientasi bidang sesar yang bergeser dan slip vektornya. Saat terjadi gempa bumi, terjadi perlepasan energi yang menyebar diseluruh bagian bumi. Mekanisme fokus dapat diturunkan dengan mengamati pola gerakan pertama (first motion) gempa bumi. Secara umum solusi mekanisme fokus yang dinyatakan dalam proyeksi stereografik dapat digambarkan dengan empat macam sesar yaitu, sesar mendatar (strike slip fault), sesar normal (normal fault), sesar naik (reverse fault), dan oblique fault yang merupakan sesar kombinasi/campuran.
Solusi mekanisme fokus digambarkan dalam bentuk beachball dan dapat dilihat pada Gambar 2.9.
Gambar 2. 9 Solusi mekanisme fokus dari jenis-jenis sesar [36].
2.5.5 Hubungan Magnitudo dengan Geometri Patahan
Dalam analisis bahaya seismik pada suatu lokasi, seluruh sumber gempa aktif di sekitar lokasi tersebut harus diidentifikasi dan dievaluasi secara jelas. Identifikasi dan evaluasi aktifitas gempa dapat dilakukan berdasarkan data seismik dari instrumentasi seperti seismograf. Dari data tersebut dapat diketahui besarnya magnitudo gempa, lokasi keruntuhan di permukaan serta parameter-parameter
sumber. Apabila data seismik ini tidak tersedia, maka aktifitas gempa dapat diketahui dari bukti-bukti geologi atau kondisi tektonik serta informasi seismisitas historis. [41] mengusulkan hubungan empiris antara magnitudo momen terhadap data geologis berupa panjang keruntuhan (L), luas area keruntuhan (A), dan displacement maksimum di permukaan (D) seperti terlihat dalam Tabel 2.3.
Tabel 2. 3 Hubungan empiris antara magnitudo momen (Mw), panjang keruntuhan L (km), luas area keruntuhan, A (km2), dan displacement maksimum dipermukaan, D (km) [41].
2.7 Iterative Joint Stress Inversion
Orientasi stress tektonik dapat ditentukan dari serangkaian data mekanisme fokus gempa dengan mengasumsikan (1) stress tektonik homogen di wilayah tersebut, (2) gempa bumi terjadi pada sesar yang sudah ada sebelumnya, (3) titik-titik vektor dari slip berada pada arah shear stress patahan (disebut dengan asumsi Wallace-Bott) [3, 40]. Namun dalam zona yang heterogen (luas) kondisi ideal ini tidak dapat terpenuhi. Oleh karena itu, daerah penelitian harus dibagi menjadi daerah yang lebih kecil dimana kondisi tekanan tektonik dapat dianggap homogen pada daerah tersebut. Jika asumsi tersebut terpenuhi, maka metode inversi stress dapat digunakan untuk menentukan empat parameter dari stress tensor yaitu tiga arah dari principal stress (σ1, σ2, σ3) dan shape ratio (R), seperti yang ditunjukan oleh Persamaan 2.9.
(2.9)
Perhitungan inversi stress menggunakan data mekanisme fokus gempa membutuhkan pengetahuan tentang orientasi bidang patahan (nodal plane) yang sesungguhnya karena data mekanisme fokus umumnya diilustrasikan dalam bentuk beachball yang memiliki dua nodal plane. Jika nodal plane yang digunakan salah, maka hasil inversi stress yang diperoleh akan menjadi bias dan tidak akurat. Untuk mengatasi kesulitan ini, Vavryčuk [38] melakukan inversi stress dari orientasi bidang patahan yang paling tidak stabil dengan melakukan evaluasi ketidakstabilan patahan secara berulang.
Metode ini dikembangkan oleh Vavryčuk [38] dengan memodifikasi metode Michael [22] dengan menghilangkan kesulitan dalam penentuan nodal plane.
Inversi Stress dihitung dalam iterasi dan nilai koefisien friksi optimum yang menghasilkan nilai ketidakstabilan tertinggi pada patahan juga ditentukan dengan algoritma sebagai berikut: Metode Michael diterapkan tanpa mempertimbangankan pengetahuan tentang bidang patahan. Setelah mendapatkan arah stress utama dan shape ratio selanjutnya nilai-nilai ini akan digunakan untuk mengevaluasi ketidakstabilan patahan. Bidang patahan yang digunakan adalah bidang patahan dengan nilai ketidakstabilan tertinggi. Orientasi bidang patahan yang ditemukan dalam iterasi pertama digunakan dalam iterasi kedua. Prosedur ini diulangi sampai diperoleh orientasi stress yang paling optimum berdasarkan nilai faktor ketidakstabilan (instability factor) yang paling mendekati nilai 1 (satu). Hasil uji numerik menunjukkan bahwa metode ini lebih lebih cepat dan akurat dibandingkan metode inversi Michael [38].
2.7.1 Metode Michael
Perhitungan inversi stress yang dikembangkan oleh [22] menggunakan ekspresi dari normal dan shear tractions pada patahan, yaitu secara berturut - turut dan :
(2.10)
( ) (2.11)
dengan adalah delta Kronecker yaitu suatu fungsi dari dua variabel yang bernilai 1 jika kedua variabel sama dan bernilai 0 jika berbeda, T adalah traksi sepanjang patahan, adalah vektor normal patahan yang dihitung berdasarkan informasi geometri patahan pada data mekanisme fokus dan N merupakan arah vektor dari shear stress sepanjang patahan. Persamaan 2.11 dapat disederhanakan menjadi Persamaan 2.21.
( ) (2.12)
Gambar 2. 10. Arah tensor tegangan dalam sistem koordinat kartesius.
Michael menerapkan asumsi Wallace-Bott dan mengidentifikasi arah shear stress (N) dengan arah slip dari gerakan geser (s) sepanjang patahan, agar dapat menghitung suku kanan pada Persamaan 2.11 [22]. Inversi ini lebih lanjut mengasumsikan bahwa shear stress ( ) pada patahan aktif memiliki nilai yang sama untuk semua penelitian gempa bumi [22]. Karena metode ini tidak dapat menentukan nilai stress absolut, dinormalisasi ke 1 pada Persamaan 2.12.
Selanjutnya Persamaan 2.12 dinyatakan dalam bentuk matriks:
(2.13)
dimana adalah vektor dari komponen stress (Gambar 2.10) dengan matriks.
[ ] (2.14)
adalah matriks 3 5 dihitung dari vektor normal fault (n),
|
|
( ) ( ) ( )
( ) ( )
( ) ( )
( ) ( ) ( )
( ) ( )
|
|
(2.15)
dan adalah arah vektor slip satuan kemudian diselesaikan dengan menggunakan inversi linear umum:
(2.16)
[ ] (2.17)
2.7.2 Evaluasi Ketidakstabilan Patahan
Kesulitan dalam penentuan bidang patahan (nodal plane) dari data mekanisme fokus dapat diatasi dengan melakukan evaluasi ketidakstabilan menggunakan rumusan yang diusulkan oleh Vavryčuk [39] sebagai berikut:
( )
( ) (2.18)
dengan dan berturut – turut adalah effective shear stress dan effective normal stress sepanjang patahan utama (titik merah pada Gambar 2.11) dan serta adalah shear dan normal stress efektif sepanjang patahan yang dianalisis (titik hitam pada Gambar 2.11). Karena Persamaan 2.18 tidak tergantung pada nilai stress absolut, ketidakstabilan patahan I dapat dievaluasi cukup dari nilai koefisien friksi, shape ratio, dan arah cosinus dari vektor normal n untuk menentukan kemiringan bidang patahan dari sumbu stress utama. Dimana skala dari tensor stress diasumsikan sebagai berikut:
, , (2.19)
Dimana nilai positif berarti tekanan (compression), dan negatif adalah tarikan (tension) sehingga,
√ ,
√ (2.20)
maka,
( )
√ (2.21)
dimana
( ) (2.22)
√ ( ) ( ( ) ) (2.23) Sehingga ketidakstabilan patahan dapat dihitung menggunakan Persamaan 2.21 untuk semua bidang patahan. ketidakstabilan patahan I berkisar dari 0 (patahan paling stabil) hingga 1 (patahan paling tidak stabil).
Gambar 2. 11 Diagram ketidakstabilan patahan Mohr. Titik merah adalah traksi pada patahan yang ditandai dengan ketidakstabilan I = 1. Titik hitam menandakan traksi dari patahan yang berorientasi dengan
ketidakstabilan I [39].
2.8 Konsep Perubahan Coulomb Failure Stress ( )
Perubahan Coulomb Failure Stress ( ) merupakan salah satu metode yang digunakan untuk melihat persebaran stress baik yang sudah terlepas ataupun yang masih terakumulasi pada patahan. Telah dijelaskan sebelumnya bahwa gempa bumi merupakan hasil dari pelepasan energi/stress yang tersimpan pada patahan.
Ketika patahan menghasilkan gempa bumi, patahan ini akan mendorong
perubahan tegangan pada patahan di sekitarnya. Hal ini mengindikasikan bahwa akan terdapat daerah yang mengalami peningkatan tegangan yang berpotensi akan memicu terjadi slip pada patahan lokal di tempat lain.
Untuk memperkirakan ( ) ini digunakan kalkulasi menggunakan model elastik setengah ruang (elastic half space) pada bidang persegi yang diasumsikan secara homogen isotropi dan dengan model gesekan Coulomb sederhana (simple Coulomb friction model) untuk gempa bumi [25]. Potensi slip akan meningkat atau menurun pada Coulomb failure stress [17, 29], yang diformulasikan sebagai berikut:
( ) (2.27)
dengan adalah Coulomb failure stress ( ), adalah shear stress, adalah koefisien friksi, adalah normal stress, dan adalah tekanan pori (pore fluid pressure). Nilai dari dalam hal ini harus selalu positif, sedangkan proses untuk mencari nilai tegangan pada bidang patahan dapat memberikan nilai positif maupun negatif bergantung pada slip potential mengarah ke kanan atau ke kiri.
Gambar 2. 12 Sistem koordinat untuk kalkulasi Coulomb stress pada bidang patahan optimum [18].
merupakan stress maksimum, stress minimum, shear stress dan adalah normal stress pada bidang patahan.
Dalam bidang patahan ke sudut (Gambar 2.12) kita dapat menyebut bahwa komponen tegangan yang ditujukan untuk bidang patahan tersebut sebagai stress utama.
( ) ( ) (2.28)
( ) (2.29)
Dengan adalah stress utama terbesar dan adalah stress utama terkecil. Maka Persamaan 2.27 dapat ditulis:
( )( ) ( ) (2.30) Persamaan 2.30 diturunkan sebagai fungsi dan didapat Coulomb stress maksimum apabila:
(2.31)
Nilai tekanan pori P dapat dihubungkan dengan nilai koefisien Skempton B.
Koefisien Skempton B merupakan koefisien material berdasarkan derajat saturasinya dimana nilainya bervariasi antara 0 hingga 1 [32]. Koefisien friksi efektif dalam penelitian bervariasi antara 0 hingga 1, dengan nilai rata-rata [34]. Persamaan 2.27 selanjutnya dapat ditulis dalam asumsi bahwa mewakili batasan stress seperti normal stress pada bidang.
(2.32)
dimana koefisien friksi efektif dinyatakan dengan ( ). Selanjutnya jika maka potensial slip akan meningkat dan jika maka potensial slip akan berkurang. Kalkulasi yang disebabkan oleh gempa bumi bergantung kepada geometri, distribusi slip, asumsi magnitudo, orientasi stress regional dan nilai dari asumsi koefisien friksi. Untuk nilai koefisien friksi yang konstan, maka Persamaan 2.32 dapat ditulis:
(2.33)
Persamaan di atas dapat digambarkan perhitungannya dalam ilustrasi perubahan coulomb failure stress ditunjukkan pada Gambar 2.13.
Gambar 2. 13 Ilustrasi perhitungan ( CFS). Menunjukkan tampilan peta dari patahan strike-slip horizontal, dengan slip yang dikenakan yang mengarah ke ujung patahan. Kalkulasi menggunakan model elastik
setengah ruang. Perubahan stress digambarkan oleh warna bergradasi, merah menunjukkan daerah peningkatan stress, biru menunjukkan daerah penurunan stress [18].
Perubahan Coulomb Failure Stress ( ) didefinisikan sebagai bidang failure spesifik atau sering disebut sebagai receiver fault, yang menyebabkan terjadinya gempa bumi saat . Banyak aktivitas seismik menunjukkan dengan peningkatan nilai Coulomb stress lebih dari 0.01 MPa sudah cukup untuk membangkitkan satu kejadian gempa bumi dan beberapa kejadian dengan peningkatan kurang dari 0.01 MPa [15]. Hal ini dapat menjelaskan distribusi gempa bumi susulan dan perkiraan daerah sebuah kejadian dimasa yang akan datang [18, 33]. Pada prinsipnya jika (bernilai positif), artinya patahan pertama dapat mendorong patahan kedua mengalami peningkatan tegangan, peluang terjadi failure pada patahan kedua lebih besar, sedangkan jika (bernilai negatif), patahan pertama mendorong patahan kedua mengalami relaksasi peluang terjadinya failure semakin kecil, daerah ini disebut stress shadow.